Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“OSTHEOATHRITIS”

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Farmakoterapi dan Terminologi Medik

Dosen Pengampu: Dr. Maria Caecilia Nanny S.Hadirahardja, M.Sc.,Apt.

Disusun Oleh:
1. Maysia Elfiya Fradila (1061911050)
2. Norlia Hidayati (1061912061)
3. Tia Nur Cholifah (1061911083)
4. Yusuf Afandi (1061911089)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI
SEMARANG”
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit persendian yang kasusnya paling
umum dijumpai di dunia (Bethesda, 2013). Faktor penyebab OA belum diketahui
secara pasti, akan tetaapi ditandai dengan kehilangan tulang rawan sendi secara
bertingkat. Penyakit ini juga menyebabkan nyeri dan disabilitas pada penderita
sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Bagi masyarakat barat, OA
merupakan masalah umum dan sering terjadi, diperkirakan 8,5 juta orang di
Inggris menderita penyakit OA sehingga menyebabkan rasa sakit bahkan
kecacatan (Kingsbury dkk., 2013). Berdasarkan survey World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011, penderita osteoarthritis di dunia mencapai
angka 151 juta dan 24 juta jiwa pada kawasan Asia Tenggara.
Dari aspek karakteristik umum pasien yang didiagnosis penyakit sendi
osteoarthritis, menurut Arthritis Research UK (2012), memperlihatkan bahwa
usia, jenis kelamin, obesitas, ras/genetik, dan trauma pada sendi mempunyai
kolerasi terhadap terjadinya osteoarthritis. Prevalensi penyakit osteoarthritis
meningkat secara dramatis di antara orang yang memiliki usia lebih dari 50 tahun.
Hal ini adalah karena terjadi perubahan yang berkait dengan usia pada kolagen
dan proteoglikan yang menurunkan ketegangan dari tulang rawan sendi dan juga
karena pasokan nutrisi yang berkurang untuk tulang rawan (Lozada, 2013).
Prevalensi OA di dunia termasuk dalam kategori tinggi berkisar antara 2,3%
hingga 11,3%, selain itu OA merupakan penyakit muskuloskeletal yang sering
terjadi yaitu pada urutan ke 12 di antara seluruh penyakit yang ada. Hal tersebut
dapat diketahui bahwa prevalensi OA pada lansia usia >60 tahun diestimasikan
sebesar 10-15% dengan angka kejadian 18,0% pada perempuan dan 9,6% pada
laki - laki, dari angka tersebut dapat dilihat bahwa prevalensi OA pada perempuan
lebih tinggi dibandingkan dengan laki - laki (Ireneu dkk., 2017).
Wanita juga lebih cenderung terkena penyakit osteoarthritis dibanding pria
karena pinggul wanita lebih luas dan lebih memberikan tekanan jangka panjang

1
pada lutut mereka. Selain itu, faktor sosial seperti pekerjaan yang dilakukan
seharian juga mempengaruhi timbulnya osteoarthritis, terutama pada atlet dan
orang-orang yang pekerjaannya memerlukan gerakan berulang (pekerja
landscape, mengetik atau mengoperasikan mesin), memiliki risiko lebih tinggi
terkena osteoarthritis. Hal ini adalah karena terjadinya cidera dan meningkatkan
tekanan pada sendi tertentu.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ostheoathtritis


Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,
arthro yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya
penderita osteoartritis tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi
ringan (Koentjoro, 2010). Osteoarthritis ialah suatu penyakit sendi menahun yang
ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan (kartilago) sendi dan tulang di
dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari sendi yang melapisi ujung
dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi. Kelainan pada kartilago
akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala
kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi (Nur, 2009).
American College of Rheumatology (2011) mengartikan osteoarthritis
sebagai sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala
sendi. Penyakit ini ditandai oleh adanya abrasi rawan sendi dan adanya
pembentukan tulang baru yang irreguler pada permukaan persendian. Nyeri
merupakan gejala khas pada sendi yang mengalami osteoarthritis. Rasa nyeri
semakin berat bila melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri
diakibatkan setelah melakukan aktivitas dengan penggunaan sendi dan rasa nyeri
semakin ringan dengan istirahat (Sumual, 2012).

2.2 Klasifikasi Ostheoathritis


2.2.1 Berdasarkan Etiologi
Berdasarkan etiologinya, osteoarthritis dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga sebagai
osteoarthritis idiopatik dimana penyebabnya tidak diketahui. Namun demikian OA
primer ini sering dihubungkan dengan proses penuaan atau degenerasi.
Osteoarthritis sekunder terjadi disebabkan oleh suatu penyakit ataupun kondisi
tertentu, contohnya adalah karena trauma, kelainan kongenital dan pertumbuhan,
kelainan tulang dan sendi, dan sebagainya (Maya Yanuarti, 2014).

3
2. 2. 2 Berdasarkan letaknya
Osteoarthritis dapat menyerang sendi mana pun. Akan tetapi sendi yang
paling sering terkena adalah sendi yang teletak pada tangan, lutut, panggul, dan
vertebra.
a. Osteoarthritis pada tangan diduga memiliki karakteristik hereditas dimana bisa
diturunkan dari keluarga. Wanita lebih beresiko mengalami OA pada tangan
dibandingkan laki-laki. Pada kebanyakan wanita terjadi setelah menopause.
b. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering mengalami osteoarthritis.
Gejala dari osteoarthritis pada lutut ini adalah kekakuan sendi, bengkak, dan
nyeri yang dapat menyebabkan kesulitan berjalan 12 dan melakukan aktifitas
lain. Osteoarthritis pada lutut dapat menyebabkan disabilitas.
c. Osteoarthritis pada sendi panggul juga merupakan kasus tersering setelah
osteoarthritis pada lutut. Gejala yang dirasakan juga hampir sama dengan
osteoarthritis pada lutut, namun bedanya pada kasus ini gejala akan terasa
pada bagian panggul.
d. Osteoarthritis pada vertebra dapat memunculkan kekakuan dan nyeri pada
bagian leher maupun bagian punggung bawah. Pada beberapa kasus
perubahan struktur tulang yang disebabkan oleh penyakit ini dapat
menyebabkan terjadinya penekanan saraf yang terletak di columna vertebralis.

2.2.3. Berdasarkan Derajat Keparahan


Kellgren-Lawrence mengklasifikaskan tingkat keparahan osteoarthritis
berdasarkan gambaran radiologis yang didapat. Gambaran radiologis yang dinilai
terdiri dari penyempitan joint space, ada atau tidaknya osteophyte, subcondral
sclerosis dan kista subkondral. Dari penilaian tersebut, pengklasifikasian tingkat
keparahan osteoarthritis dikelompokan menjadi 4 grade, yaitu :
1) Grade 0 : normal
2) Grade 1 : sendi normal, terdapat sedikit osteofit
3) Grade 2 : osteofit pada dua tempat dengan sklerosis subkondral, celah sendi
normal, terdapat kista subkondral 13

4
4) Grade 3 : osteofit moderat, terdapat deformitas pada garis tulang, terdapat
penyempitan celah sendi
5) Grade 4 : terdapat banyak osteofit, tidak ada celah sendi, terdapat kista
subkondral dan sclerosis

Gambar 1. Kriteria Derajat OA Berdasarkan KL

5
2.3 Faktor Resiko
Resiko terkena osteoarthritis juga dapat berubah dari waktu ke waktu
tergantung pada usia dan gaya hidup seseorang. Terdapat beberapa faktor resiko
yang dapat dilihat pada pasien osteoarthritis secara umum seperti berikut :
(Anonim, 2006) :
1) Usia
Prevalensi dan keparahan osteoarthritis meningkat sering dengan
bertambahnya usia seseorang. Semakin meningkat usia seseorang, semakin
bertambah rasa nyeri dan keluhan pada sendi. Dengan pertambahan usia akan
terjadi penurunan volume kartilago, kandungan proteoglikan, vaskularisasi
kartilago, dan perfusi kartilago. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan
karakteristik yang dapat ditemukan pada gambaran radiologi, termasuk penipisan
pada celah persendian, dan timbulnya ostheopite. Namun demikian, penelitian
mengenai biokimia dan patofisiologi OA mendukung gagasan bahwa usia itu
sendiri sudah cukup menjadi penyebab OA
2) Berat badanM
Semakin tinggi berat badan seseorang, semakin besar kemungkinan
seseorang untuk menderita osteoarthritis. Hal ini disebabkan karena seiring
dengan bertambahnya berat badan seseorang, beban yang akan diterima oleh sendi
pada tubuh makin besar. Beban yang diterima oleh sendi akan memberikan
tekanan pada bagian sendi yang berpengaruh, contohnya pada bagian lutut dan
pinggul.
3) Trauma
Trauma pada sendi atau penggunaan sendi secara berlebihan. Atlet dan
orang-orang yang memiliki pekerjaan yang memerlukan gerakan berulang
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena osteoarthritis karena mengalami
cidera dan peningkatan tekanan pada sendi tertentu. Selain itu, terjadi juga pada
sendi dimana tulang telah retak dan telah dilakukan pembedahan.
4) Genetika
Genetika memainkan peranan dalam perkembangan osteoarthritis.
Kelainan warisan tulang mempengaruhi bentuk dan stabilitas sendi dapat

6
menyebabkan osteoarthritis. Nodus Herberden adalah 10 kali lebih banyak terjadi
pada wanita dibanding laki-laki, dengan risiko dua kali lipat jika ibu kepada
wanita itu mengalami osteoarthritis (Hansen & Elliot, 2005). Nodus Herberden
dan Nodus Bouchard terjadi pada bagian sendi pada tangan.
5) Kelemahan pada otot
Kelemahan pada otot-otot sekeliling sendi dapat menyebabkan terjadinya
osteoarthritis. Kelemahan otot dapat berkurang disebabkan oleh faktor usia,
inaktivasi akibat nyeri atau karena adanya peradangan pada sendi.
6) Nutrisi
Metabolisme normal dari tulang tergantung pada adanya vitamin D. Kadar
vitamin D yang rendah di jaringan dapat mengganggu kemampuan tulang untuk
merespons secara optimal proses terjadinya osteoarthritis dan akan mempengaruhi
perkembangannya. Kemungkinan vitamin D mempunyai efek langsung terhadap
kondrosit di kartilago yang mengalami osteoarthritis, yang terbukti membentuk
kembali reseptor vitamin D.
7) Perubahan hormone post menopause
Meningkatnya kejadian OA pada wanita di atas 50 tahun diperkirakan
karena turunnya kadar estrogen yang signifikan setelah menopause. Kondrosit
memiliki reseptor estrogen fungsional, yang menunjukkan bahwa sel-sel ini
dipengaruhi oleh estrogen. Penelitian yang dilakukan pada beberapa tikus
menunjukkan bahwa estrogen menyebabkan peningkatan pengaturan reseptor
estrogen pada kondrosit, dan peningkatan ini berhubungan dengan peningkatan
sintesis proteoglikan pada hewan percobaan (Maya Yanuarti, 2014).

2.4 Patofisiologi Ostheoathritis Lutut


Patofisiologis Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi
(kondrosit) dan matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan
memelihara matriks tulang rawan sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap
terjaga dengan baik. Matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan
dan kolagen. Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 3
fase, yaitu sebagai berikut :

7
1) Fase 1 Terjadinya penguraian proteolitik pada matriks kartilago. Metabolisme
kondrosit menjadi terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti
metalloproteinases yang kemudian hancur dalam matriks kartilago. Kondrosit
juga memproduksi penghambat protease yang mempengaruhi proteolitik.
Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
2) Fase 2 Pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago,
disertai adanya pelepasan proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan
sinovia.
3) Fase 3 Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons
inflamasi pada sinovia. Produksi magrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1),
tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), dan metalloproteinase menjadi
meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik pada kartilago dan
secara langsung memberikan dampak adanya destruksi pada kartilago.
Molekul-molekul proinflamasi lainnya seperti nitric oxide (NO) juga ikut
terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.
Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan 18 pengaruh pada
permukaan artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif (Helmi, 2012).

2.5 Manfistasi Klinik Ostheoathritis


Menurut Australian Physiotherapy Association (APA) (2003) dalam Nur
(2009) penyakit osteoarthritis mempunyai gejala-gejala yang biasanya
menyulitkan bagi kehidupan penderitanya. Adapun gejala tersebut antara lain:
1) Nyeri sendi (recurring pain or tenderness in joint)
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa
penderita ke dokter, walaupun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan
berubah bentuknya. Biasanya nyeri sendi bertambah dikarenakan gerakan dan
sedikit berkurang bila istirahat. Pada gerakan tertentu (misal lutut digerakkan
ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada osteoarthritis dapat menjalar
kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan nyeri betis yang

8
disebut sebagai “claudicatio intermitten”. Korelasi antara nyeri dan tingkat
perubahan struktur pada osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut
dan jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis.
2) Kekakuan (stiffness)
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama
di kursi, di mobil, bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita
mengeluh kaku setelah berdiam pada posisi tertentu. Kaku biasanya kurang
dari 30 menit.
3) Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint)
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai
berat. Hambatan gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi
membengkok, perubahan bentuk. Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan
pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat berbaring, menulis atau
berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan beratnya
kelainan sendi yang terkena.
4) Bunyi gemeretak (krepitasi)
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar
dibandingkan dengan artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus.
Gemeretak yang jelas terdengar dan kasar merupakan tanda yang signifikan.
5) Pembengkakan sendi (swelling in a joint)
Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan
bertambahnya cairan sendi atau keduanya.
6) Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak
Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai
dengan beratnya penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau
seluruh arah gerakan maupun eksentris atau salah satu gerakan saja (Sudoyo,
2009).

9
7) Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint)
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi.
Hal ini mungkin dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan
biasanya tanda kemerahan ini tidak menonjol dan timbul belakangan (Sudoyo,
2009)

2.5 Penatalaksanaan Terapi Osteoarthritis

10
(Olivier, B. dkk., 2016).

1. Terapi Farmakologi
Terapi obat osteoarthritis ditargetkan untuk mengurangi rasa sakit.
Karena osteoartritis sering terjadi pada individu lanjut usia yang memiliki
kondisi medis lainnya, diperlukan suatu pendekatan konsenvartif terhadap
pengobatan obat, antaranya (Elin dkk, 2008) :
1). Golongan Analgetik
a). Golongan Analgetik Non Narkotik
(1). Asetaminofen (Analgetik oral)
Asetaminofen menghambat sintesis prostaglandin pada sistem
saraf pusat (SSP). Asetaminofen diindikasi pada pasien yang
mengalami nyeri ringan ke sedang dan juga pada pasien yang
demam. Obat yang sering digunakan sebagian lini pertama
adalah parasetamol.
(2). Kapsaisin (Analgetik Topikal)
Kapsaisin merupakan suatu estrak dari lada merah yang
menyebabkan pelepasan dan pengosongan substansi P dari
serabut syaraf. Obat ini juga bermanfaat dalam menghilangkan
rasa sakit pada osteoarthritis jika digunakan secara topikal pada
sendi yang berpengaruh. Kapsaisin dapat digunakan sendiri atau
kombinasi dengan analgetik oral atau NSAID. Kapsaisin ini
diberikan dalam bentuk topikal, yaitu dioleskan pada bagian
nyeri sendi.
2). Golongan NSAID

11
Dalam dosis tunggak antiinflamasi non steroid (NSAID) merupakan
aktivitas analgetk yang setara dengan paracetamol, tetapi paracetamol
lebih banyak dipakai terutamanya pada pasien lanjut usia.Dalam dosisi
penuh yang lazim NSAID dapat sekaligus memperlihatkan efek
analgetikyang bertahan lama membuatnya sangat berguna pada
pengobatan nyeri berlanjut ataunyeri berulang akhibat radang. NSAID
lebih tepat digunakan daripada paracetamol atau analgesik opioid dlam
arthitis rematoid dan pada kasus osteoarthritis lanjut.
3). Kortikosteroid
Kortikosteroid berfungsi sebagai antiinflamasi dan digunakan dalam dosis
yang beragam untuk berbagai penyakit dan beragam individu, agar dapat
dijamin rasio manfaat dan rasio setinggi-tingginya. Kortikosteroid sering
diberikan dalam bentuk injeksi intra artikular dibandingkan dengan
penggunaan oral.
4). Suplemen Makanan
Pemberian suplemen makanan yang mengandung glukosamin, kondroitin
yang berdasarkan uji klinik dapat mengurangi gangguan sendi atau
mengurangi simptom osteoarthritis (Priyanto, 2008). Suplemen makanan
ini dapat digunakan sebagai obat tambahan pada penderita osteoarthritis
terutamanya diberikan pada pasien lanjut usia.
2. Terapi Non Farmakologi
1). Edukasi atau penerangan
Langkah pertama adalah memberikan edukasi pada pasien tentang
penyakit, prognosis, dan pendekatan manajemennya. Selain itu diperlukan
konseling diet untuk pasien osteoarthritis yang mempunyai kelebihan berat
badan (Elin dkk, 2008). Ahli bidang kesehatan harus memberikan
informasi pada pasien dengan penyakit osteoarthritis mengikuti kesesuaian
keadaan dan keselesaan pasien (Anonim, 2008).
2). Terapi fisik dan rehabiltasi
Terapi fisik dapat dilakukan dengan pengobatan panas atau dingin dan
program olahraga untuk membantu menjaga dan mengembalikan rentang

12
pergerakan sendi dan mengurangi rasa sakit serta spasmus otot. Program
olahraga dengan menggunakan teknik isometric didisain untuk
menguatkan otot, memperbaiki fungsi sendi dan pergerakan serta
menurunkan ketidakmampuan, rasa sakit dan kebutuhan akan penggunaan
analgesik (Elin dkk, 2008).
Alat bantu dan ortotik seperti tongkat, alat pembantu berjalan, alat
bantu gerak, heel cups, dan insole dapat digunakan selama olahraga atau
aktivitas harian (Elin, dkk, 2008). Pasien osteoarthritis lutut yang memakai
sepatu dengan sol tambahan yang empuk yang bertujuan untuk meratakan
pembagian tekanan akibat berat, dengan demikian akan mengurangi
tekanan di lutut (Bethesda, 2013).
Kompres hangat atau dingin serta olahraga dapat dilakukan untuk
memelihara sendi, mengurangi nyeri, dan menghindari terjadinya
kekakuan (Priyono, 2008). Kompres hangat dan dingin dilakukan pada
bagian sendi yang mengalami nyeri.
3). Penurunan berat badan
Penurunan berat badan dapat diteapkan dengan mempunyai gaya hidup
sehat. Penurunan berat badan dapat membantu mengurangi beban atau
mengurangi gejala pada bagian yang mengalami penyakit osteoarthritis
terutamannya pada lutut dan pinggul (Felson, 2008).
4). Istirahat
Istirahat yang cukup dapat mengurangi kesakitan pada sendi. Selain itu
juga istirahat dapat menghindari taruma pada persendian secara berulang
(Priyono, 2008).
3. Pembedahan
Terapi pembedahan dapat dilakukan pada pasien dengan rasa sakit parah
yang tidak memberikan respon terhadap terapi konservatif atau rasa sakit yang
menyebabkan ketidakmampuan fungsional substansial dan mempengaruhi
gaya hidupn (Elin dkk, 2008).
Beberapa sendi, terutama sendi oinggul dan lutut, dapat diganti dengan
sendi bantuan. Biasanya dengan pembedahan dapat memperbaiki fungsi dan

13
pergerakan sendi serta mengurangi nyeri. Terdapat beberapa jenis pembedahan
yang dapat dilakukan. Antara pembedahan yang dapat dilakukan jika terapi
pengobatan tidak dapat berespon dengan baik atau tidak efektif pada pasien
adalah Arthroscopy, Osteotomy, Arthroplasty dan Fusion (Lozada, 2013).

14
BAB III
ANALISIS KASUS DAN PENYELESAIAN

Seorang pasien bernama Ny. H usia 58 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan
nyeri dan kaku pada kedua lutut yang dirasakan sejak satu tahun terakhir. Nyeri
dirasakan saat berjalan jauh atau terlalu lama berdiri, terkadang lutut terasa kaku setelah
duduk lama. Pasien datang ke apotek dengan membawa resep : Rosage 1 x 1 Sachet,
Cerebrex 1x1
ANALISIS SOAP( 100mg), Lameson 3x1 dan Omed 2x1 (20mg). Memiliki Riwayat
pengobatan : penggunaan obat antinyeri (Paracetamol).

1. Subyektif
Nama : Ny.H
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 58 tahun
Riwayat Obat : Penggunaan obat antinyeri (Paracetamol)
Keluhan : Nyeri dan kaku pada kedua lutut yang dirasakan
sejak satu tahun terakhir. Nyeri dirasakan saat
berjalan jauh atau terlalu lama berdiri, terkadang
lutut terasa kaku setelah duduk lama.
2. Objektif
a. Tanda tanda Vital :-
b. Data Laboraturiun :-

3. Assesment
A. Problem Medik : Osteoarthritis
B. Terafi penggunaaan Obat : -

Obat Dosis Frekuensi Rute

Rosagen 1x1 sachet Po


Cerebrex 100 mg 2x1 ( sesudah makan) Po
Lameson 3x1 Po
Omed 20 mg/tab 2x1 Po
C. Analisa DRP
a. DRP ada indikasi tidak ada obat :-

15
b. DRP tidak ada indikasi ada obat : Omed (Omeprazole)
c. DRP tidak butuh obat :-
d. DRP dosis obat berlebih :-
e. DRP dosis kurang :-
f. DRP efek samping obat :-
g. DRP interaksi obat :-

4. Plan
A. Tujuan Terapi :

1) Meningkatkan kualitas hidup


2) Mengurangi rasa nyeri pada Osteoarthritis
3) Solusi problem DRP :
 Penggunaan omeprazole perlu dipertimbangkan dalam menangani efek
samping pada penggunaan obat NSAID yaitu Celebrex (celecoxib)
(Olivier, B. dkk., 2016).
 Obat lameson (metil prednisone) yang merupakan golongan
kortikosteroid sebaiknya digunakan apabila penggunaan obat NSAID
oral sudah tidak berefek (Olivier, B. dkk., 2016).

B. Terapi Farmakologi
1) Rosagen (Hydrolyzed collagen 5 g, Rose hip extract 0,55 g)
 Hydrolyzed collagen : Collagen efektif terhadap pengobatan OA
karena collagen dapat menurunkan angka total WOMAC index
VAS scale (Ogata dkk., 2018)
 Rose hip extract : Ekstrak Rosehip memiliki sifat antiinflamasi
sehingga mampu mencegah erosi kartilago pada penderita OA.
 Tepat indikasi : Memelihara kesehatan tulang dan persendian.
 Tepat dosis : 1 x Sehari
 Tepat obat : Dapat mengurangi nyeri dan mempunyai efek anti
peradangan pada pasien yang mengalami radang sendi,
meningkatkan pembentukan kolagen di jaringan tulang dan tulang
rawan secara signifikan sehingga bermanfaat untuk pasien OA.
 Tepat pasien : untuk pasien Osteoarthritis
 Waspada efek samping : -

16
Note : Dapat di pertimbangkan untuk penggantian obat yang
harganya lebih ekonomis dengan indikasi yang sama atau hampir
sama seperti glucosamine.

2) Cerebrex (Celecoxib)
 Tepat indikasi : Ostheoathritis pada orang dewasa dan rematik
 Tepat dosis : 100 mg / 2x sehari sesudah makan
 Tepat obat : Untuk Pasien OA
 Tepat pasien : Pasien yang kontraindikasi dengan Paracetamol.
 Efek samping : Nyeri abdomen, diare, dispepsia, kembung, mual,
nyeri punggung, edema perifer, pusing, sakit kepala, insomnia,
faringitis, rinitis, sinusitis, ruam kulit, memperburuk hipertensi.

3) Lameson (Methylprednisolon)
 Tepat indikasi : Pengobatan inflamasi, peradangan, alergi.
 Tepat dosis : 4 - 48 mg sehari
 Tepat obat : OA yang tidak bisa di tangani dengan NSAID
 Tepat pasien : Untuk pasien OA dengan gejala parah
 Efek samping : tekanan darah tinggi, lemah otot, tukak lambung
 Note : penggunaan obat kortikosteroid diberikan apabila pemakaian
obat golongan NSAID tidak memberikan efek yang signifikan.

4) Omed ( Omeprazole )
 Penggunaan omeprazole (PPI) pada kasus ini sebaiknya situasional
atau perlu adanya pertimbangan dikarenakan pasien tidak
mengeluhkan adanya gangguan GI. Perlu adanya monitoring efek
samping dari obat kortikosteroid dan NSAID yang dapat
menyebabkan gangguan GI serta untuk penggunaanya sendiri 1 x
sehari 1 jam sebelum makan.

C. Terapi non farmakologi


 Edukasi pasien mengenai obat yang diberikan.
 Terapi fisik, okupasional
 Latihan fisik
 Istirahat dan merawat persendian

17
 Penurunan berat badan
 Akupuntur
 Pembedahan

5. KIE :
 Menghindari olahraga yang dapat menyebabkan sendi terluka.
 Mengontrol berat badan agar berat yang ditopang oleh sendi menjadi
ringan
 Menjaga asupan makanan seimbang sesuai kebutuhan.
 Mengkonsumsi supleman yang baik untuk memelihara kesehatan
sendi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, The Facts about Arthritis, http://www.arthritis.org/.

Anonim, 2008, Osteoarthritis: The Care and Management of Osteoarthritis in


Adults, NHS Evidence, United Kingdom.

Anonim, 2009a, Guideline for the Non-surgical Managment of Hip and Knee
Osteoarthritis, The National Health and Medical Research Council,
Melbourne, Australia, 1-70.

Anonim, 2009b, Glucosamin Hydrochloride, http://www.webmd.com/.

Anonim, 2010, Osteoarthritis, http://www.diskdr-online.com/.

Anonim, 2011, Osteoarthritis, National Centers for Health Statistics,


http://www.cdc.gov/.

18
Arissa, Maria.I. 2012. Pola Distribusi Kasus Osteoarthritis DiRSUdr.Soeharso
Pontianak Periode 1 Januari 2008 -31 Desember 2009.Skripsi.
Pontianak: Fakultas kedokteran. Universitas Tanjungpura.

Bethesda. 2013. Handout on Health; Osteoarthritis, http://www.niams.nih.gov/.

Elin Y. S., dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. PT. ISFI : Jakarta.

Felson, D.T., 2008, Osteoarthritis, HARRISON’s Principles of Internal Medicine,


17th Edition, 2158-2165, Mc Graw-Hill Companies Inc, New York.

Hansen, K.E, Elliot, M.E, 2005, Osteoarthritis, In Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee.
G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L., M., (Eds.), Pharmacopy, A
Pathophysiological Approach, Sixth Edition, 1685-1700, Appeton &
Lange, Stamford.

Imayati, K. 2012. Laporan Kasus Osteoarthritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam.


Denpasar: Fakultas Kedokteran. Universitas Udayana.

Ireneu, Andhika, & Dony. (2017). Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap
Kejadian Osteoartritis Lutut di RSUD Al - Ihsan Bandung (Studi di
Poliklinik Reumatologi dan Saraf Periode Maret - Mei 2017). Prosiding
Pendidikan Dokter, 3 (2): 656 - 664.

Lozada, C.J. 2013. Osteoarthritis, http://emedicine.medscape.com/.

Kaur, S., Gupta, S., Chaudhary, M., Khursheed, M.A., Mitra, S., Kurup, A.J.,
Ramachandran, R., 2018. let-7 MicroRNA-mediated regulation of Shh
signaling and the gene regulatory network is essential for retina
regeneration. Cell Rep. 23, 1409–1423.
Kingsbury, S. R., Tharmanathan, p., Adamson, J., Arden, N. K., Birrell, F.,
Cockayne, S., . . . Conaghan, P. G. (2013). Hydroxychloroquine
effectiveness in reducing symptoms of hand osteoarthritis (HERO): study
protocol for a randomized controlled trial. BioMed Central, 14(64): 1 - 12.

Koentjoro, S.L. 2010. Hubungan antara Indeks Masa Tubuh (IMT) dengan
Derajat Osteoarthritis Lutut Menurut Kellgren dan Lawrence.
Universitas Diponegoro : Semarang.

Priyanto, dan Batubara,L. 2008, Farmakologi Dasar. Leskonfi : Jakarta.

Priyanto, 2008, Farmakologi dan Terminologi Medis, Osteoarthritis, Leskonfi,


Jakarta.

Nur, A.S.W. 2009. Hubungan Obesitas dengan Osteoarthritis Lutut pada Lansia di
Kelurahan Puncangsawit Kecamatan Jebres Surakarta, Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas 11 Maret : Surakarta.

19
Olivier B., Cyrus C., Jean-Pierre P., Emmanuel M.,François R., Jaime B., Luisa
B., John A. K., Roy D. A., Marc C. H., Johanne Martel-P., Jean-Yves R.,
2016. A consensus statement on the European Society for Clinical and
Economic Aspects of Osteoporosis and Osteoarthritis (ESCEO) algorithm
for the management of knee osteoarthritis—From evidence-based
medicine to the real-life setting. Journal Elsevier. Seminars in Arthritis
and Rheumatism 45 (2016) S3–S11.

Sumual,A.S. 2012. Pengaruh Berat Badan Terhadap Gaya Gesek Dan Timbulnya
Osteoarthritis Pada Orang Di Atas 45 Tahun Di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Skripsi. Bagian Fisika Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado: Manado.

Sudoyo A., W. Setyohadi., B, Alwi , dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
III Edisi V. Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam. : Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai