A. Pendahuluan :
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan usaha yang dimiliki Pemerintah
Daerah yang tujuannya adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah (PAD). Tapi
pada kenyataannya bahwa BUMD yang ada selama ini belum mampu memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD), justru lebih banyak suntikan dana
dari pemerintah daerah daripada keuntungan yang di dapat. Kondisi tersebut menjadi beban
bagi APBD. Sehingga apa yang menjadi tujuan berdirinya BUMD adalah sebagai salah satu
sumber pendapatan pemerintah daerah tidak tercapai.
Berdasarkan data dari Kemedagri aset BUMD 340,118 T sampai dengan Tahun 2011
dan 310,716 T (90.06 %) berasal dari BPD, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sekitar
Rp.11,454 triliun (3,3 persen), perusahaan daerah air minum (PDAM) Rp 9,326 triliun (2,7
persen), serta aneka usaha sebesar Rp 11,622 triliun (3,4 persen). BUMD tercatat sebanyak
1.007 perusahaan yang bergerak di bidang usaha bank umum (BPD), bank perkreditan rakyat
(BPR), air minum (PDAM), serta aneka usaha. Kontribusi laba BUMD tercatat sebesar Rp
10,372 triliun atau rata-rata rasio terhadap aset (ROA) sebesar 3,0 persen. Dengan kondisi di
atas maka rasio laba yang dihasilkan dari BUMD dengan asset yang besar tidaklah seimbang.
Kontribusi 3,0 % dari total seluruh asat yang ada jauh dari harapkan terkait keberadaan
BUMD. (http://www.depdagri.go.id/ news/2012/03/08/bumd-miliki-aset-Rp.343118- triliun
diakses oktober 2012).
Keberadaan Badan Usaha Milik Daerah selama ini tidak seperti Badan Usaha Milik
Negara yang sebagian besar kegiatan usahanya sudah menerapkan prinsip-prinsip tata kelola
perusahaan yang baik atau sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance yang
dituangkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-103/MBU/2002 tentang
pembentukan komite audit bagi BUMN. Kondisi BUMN selangkah lebih maju dibandingkan
dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh BUMD, dan bahkan perusahaan negara yang
berbentuk perseroan sudah melangkah menjadi perusahaan publik dengan menerbitkan
sahamnya di lantai bursa.
Page 1 of 12
Salah satu permasalahan dalam pengelolaan dan pengembangan BUMD adalah, aspek
hukum pengaturan terkait BUMD tidak secara khusus memberikan arahan dan pedoman
dalam pengelolaan sebuah badan usaha yang dimiliki oleh daerah, seperti layaknya BUMN
yang sudah mempunyai payung hukum UU Nomor 19 Tahun2003. Pengaturan terk ait
dengan BUMD terutama dalam hal pendirian yang masih menggunakan dasar Perda dan UU
Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah dirasa belum secara optimal menjawab
tuntutan pengelolaan dan pengembangan BUMD. Selain permasalahan payung hukum
tersebut, pengelompokan BUMD yang masih belum jelas menyebabkan distorsi terkait
pengelolaan BUMD.
Berdasarkan permasalahan diatas paper ini akan menjelaskan lebih rinci terkait kajian
evaluasi pemerintah terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang di dalamnya
memuat permasalahan yang terjadi di tubuh BUMD dan strategi penanganannya.
B. Pembahasan :
Pada dasarnya tujuan didirikanya BUMD adalah memberikan manfaat atau keuntungan
bagi daerah yang bersangkutan. Manfaat utama dengan didirikanya BUMD menurut
peneliti adalah manfaat secara ekonomi. Manfaat ekonomi bagi daerah dapat dimaknai
secara luas, yaitu memberikan keuntungan secara finansial bagi peningkatan peningkatan
pendapatan asli daerah (PAD) dan peningkatan perekonomian secara luas bagi
masyarakat dimana BUMD tersebut berada.
Page 2 of 12
b. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu .
Bagi pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi,karakteristik dan potensi Daerah
yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik; dan Ketentuan Pasal
334 diatas menjelaskan bahwa tujuan utama BUMD adalah untuk menyelenggarakan
kemanfaatan umum penyediaan barang dan/atau jasa yang baik dan bermutu bagi
pemenuhan hajat hidup masyarakat luas sesuai kondisi,karakteristik dan potensi daerah
yang bersangkutan berdasarkan tata kelola perusahaan yang baik. Kondisi ini
mencerminkan fungsi BUMD sebagai fungsi publik.
Tujuan didirikanya BUMD sesuai dengan Ketentuan Pasal 331 ayat (4) UU NO 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintah Daerah sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Rustian
Kamaludin yang menyatakan bahwa salah satu tujuan didirikannya BUMD oleh
pemerintah daerah adalah sebagai pusat laba, artinya BUMD merupakan unit organisasi
dalam tubuh pemerintah daerah yang didirikan untuk menghasilkan pendapatan bagi
pemerintah daerah yang mendirikan, dan prestasi BUMD tersebut diukur berdasarkan
perbandingan antara laba
Berikut ini beberapa permasalahan pokok yang berkaitan dengan pengelolaan BUMD
antara lain seabagai berikut ini :
Page 3 of 12
a. Permasalahan Manajemen Pengelolaan.
Dalam pengelolaan BUMD permasalahan utama yang dihadapi oleh pengelola BUMD
adalah belum semua BUMD menerapkan sistem dan pengelolaan BUMD berdasarkan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik ataupun berdasarkan prinsip Good
Corporate Governance. Kendala ini dikarenakan struktur dan karakteristik BUMD di
tiap-tiap daerah berbeda. Perbedaan sistem pengelolaan BUMD dikarenakan perbedaan
karakteristik dari BUMD. Pada prinsipnya BUMD diagi menjadi dua yaitu yang
berbentuk perusahaan umum darah (perumda) dan perusahaan perseroan daerah
(perseroda). Visi dan misi masing-masing BUMD tersebut berbeda-beda disesuaikan
dengan karakteristiknya.
b. Permasalahan SDM
Dalam pengelolaan BUMD permasalahan yang sering muncul adalah mengenai sumber
daya manusia yang mengelola BUMD sendiri. Problem utama dalam pengelolaan BUMD
ada pada ketidak mampuan SDM yang mengelola dan kompeten di bidangnya. Hal ini
dikarenakan dalam proses pembentukan dan penentuan pihak yang mengelola BUMD.
Penentuan jajaran dan personil yang akan menduduki BUMD baik yang berbentuk
perumda maupun persero banyak bersingugan dengan kepentianpara pihak baik di
tingkatan eksekutif maupun legislatif. Kedua unsur kepentingan tersebut rawan akan
terjadinya penyimpangan, mengingat konsep dari BUMD yang merupakan badan usaha
milik pemerintah daerah tidak bisa lepas dari kepentingan antara pemerintah daerah
(eksekutif) dengan kepentingan pihak legislatif, maka diperlukan Good Will dari masing-
masing pihak.
Dalam hal pembinaan dan pengawasan kinerja BUMD dilakukan berdasarkan jenis
BUMD itu sendiri. BUMD yang berbentuk perseoan pengawasan dilakukan sesuai
dengan mekanisme yang ada dalam UU No 40 Tahun 2007 yang dilakukan oleh dewan
komisaris dan untuk perumda dilakukan oleh dewan pengawas. Dalam rangka pembinaan
dilakukan sesuai dengan struktur dan organisasi tata pemerintahan di masing-masing
pemerintah daerah.
Page 4 of 12
d. Permasalahan Restrukturisasi BUMD
Berkaitan dengan payung hukum pengeloaan BUMD, terjadi tumpang tindih pengaturan
sektoral tentang BUMD antara satu peraturan dengaan peraturan yang lainya. Tumpang
tindih antar peraturan yang mengatur BUMD dapat dilihat pada :
1) Undang-undang No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara terkait konsep
“Kekayaan Negara yang dipisahkan”.
Berkaitan dengan pemahaman tentang keuangan negara yang dipisahkan pada
pengelolaan entitas bisnis milik pemerintah baik yang berbentuk BUMN dan BUMD
sampai saat ini uji materiil terhadap Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara masih menganggap penyertaan modal yang ada pada BUMN
maupun BUMD masih menjadi domain keuangan negara. Permasalahan ini
berdampak pada proses dan tata cara pemeriksaaan keuangan yang ada pada BUMD.
2) Terkait dengan undang-undang penanaman modal dan investasi.
Undang-undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 5 ayat (2)
dinyatakan bahwa penanaman modal asing wajib berbentuk perseroan terbatas
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan republik Indonesia. Konstruksi BUMN
yang tidak semuanya berbentuk perseroan terbatas menjadi kendala dalam menrapkan
mekanisme penanamanmodal khususnya investor asing.
Page 5 of 12
dalam pengelolaan BUMD tentunya harus dipahami dan di implementasikan ke lima prinsip
tersebut secara nyata dan riil dalam praktik pengelolaan BUMD. Kelima prinsip tersenut
antara lain : Transparancy (keterbukaan informasi), Accountability (akuntabilitas),
Responsibility (pertanggungjawaban), Independency (kemandirian), dan Fairness (kesetaraan
dan kewajaran).
Selain itu penulis juga memberikan beberapa alternatif tambahan adalah sebagai berikut :
a. Melakukan pengelompokan bidang usaha yang ada di BUMD selain PDAM maka
hanya ada dua bidang usaha kegiatan yaitu bidang perbankan dan aneka usaha.
b. Tiap pemerintah daerah memiliki BUMD yang jumlahnya lebih dari satu baik bidang
usaha yang sama (Hulu dan hilir) maupun di bidang usaha yang berbeda (aneka
usaha).
c. Konsep pengeloaan perseroda dengan menggunakan perusahaan pengendali (holding
company) merupakan upaya untuk mendongkrak kinerja perusahaan agar BUMD
terutama yang berbentuk perseroan tidak memiliki ketergantungan pada pendanaan
pemerintah daerah.
C. Kesimpulan :
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan usaha yang dimiliki oleh pemerintah daerah,
dimanasalah satu tujuannya adalah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah (PAD). Tapi
pada kenyataannya bahwa BUMD yang ada selama ini belum mampu memberikan kontribusi
yang signifikan terhadap PAD, justru lebih banyak suntikan dana dari pemerintah daerah
daripada keuntungan yang di dapat. Kondisi tersebut menjadi beban bagi APBD, sehingga
apa yang menjadi tujuan berdirinya BUMD adalah sebagai salah satu sumber pendapatan
pemerintah daerah tidak tercapai. Banyak permasalahan yang dihadapi BUMD dalam
mencapai tujuannnya tersebut. Permasalahan-permasalahan tersebut berkaitan dengan
buruknya manajerial pengelolaan di tubuh BUMD, SDM yang kurang kompeten, pembinaan
dan pengawasan yang kurang optimal dan permasalahan payung hukum terhadap pengaturan
BUMD. Untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi di tubuh BUMD diberikan beberpa
alteratif diantaranya : penerapan good corporate governance, melakukan pengelompokkan
bidang usaha, mewajibkan tiap-tiap daerah memiliki BUMD lebih dari satu dan penerapan
sistem holding company agar tidak terlalu bergantung pada dana pemerintah.
Page 6 of 12
D. Rekomendasi :
Referensi :
http://www.depdagri.go.id/news/2012/03/08/bumd-miliki-aset-Rp.343118-triliun diakses [oktober 2012]
diakses tanggal 04 Juni 2018
http://digilib.uinsgd.ac.id/4044/1/003.%2020015%20LAPKHIR%20EVALUASI%20BUMD%20%28jadi%29.
pdf diakses tanggal 04 Juni 2018
Page 7 of 12
KAJIAN EVALUASI PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR DI LAMPUNG
A. Pendahuluan
Banyak sumber komoditas di daerah Lampung tidak serta merta menjadikan Provinsi
Lampung menjadi daerah yang maju dan makmur hal tersebut dikarenakan pembanguanan
infrastruktur yang belum merata di berbagai kabupaten di Lampung. Sehingga akses
masyarakat semakin terhambat, oleh karenanya perekonomian di Lampung cenderung
berjalan lambat. Sehingga menjadikan provinsi lampung dalam bidang pembangunan masih
kalah jauh dengan Sumatera Selatan, Medan dan Riau.
Page 8 of 12
Berdasarkan permasalahan di atas penulis dalam paper ini akan membahas lebih
lanjut mengenai evaluasi pembangunan infrastruktur di provinsi Lampung serta memberikan
rekomendasi dalam mengahadapi permasalahan tersebut.
B. Pembahasan
Secara kualitas, kondisi jalan di Provinsi Lampung cukup baik. Berdasarkan jenis
permukaannya, sebagian besar (>90 persen) sudah beraspal, namun masih terdapat kondisi
jalan rusak ringan dan belum beraspal. Kondisi jalan yang buruk akan meningkatkan waktu
tempuh perjalanan dan membengkakkan biaya distribusi barang antar daerah, yang pada
gilirannya menghambat perekonomian daerah. Dengan adanya perbedaan kapasitas fiskal
Page 9 of 12
antar daerah, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya peningkatan integrasi jaringan
antar wilayah.
Page 10 of 12
d. Dana Infrastruktur Rawan Korupsi
Tidak menjadi rahasia umum lagi bahwa banyak pemimpin daerah maupun pejabat
daerah yang tertangkap KPK atas tindakan korupsi dana pembangunan infrastruktur,
hal tersebut tentunya dapan menghambat jalannya pembanguan karena dana yang
seharusnya digunakan untuk membangun justru digunakan untuk kepentingan pribadi.
C. Kesimpulan
Secara umum kualitas dan kuantitas infrastruktur di Lampung masih dirasa belum efektif dan
efisien. Pemerataan pembnagunan jalan juga masih belum merata antar kabupaten. Masih
banyak dijumpai jalan rusan di sepanjang jalan provinsi maupun jalan kabupaten. Hal yang
menjadi faktor penghambat implementasi pembangunan infrastruktur adalah : Kebijakan
Pemerintah, Dana, Kesadaran masyarakat akan pembebasan lahan dan tindakan korupsi dana
infrastruktur.
D. Rekomedasi
Page 11 of 12
Referensi :
http://simreg.bappenas.go.id/view/publikasi/clickD.php?id=70 (diakses 05 Juni 2018)
http://Laporan.Evaluasi.Renja 2016 (diakses 05 Juni 2018)
Page 12 of 12