Anda di halaman 1dari 36

REFERAT

HIPERTENSI PADA ANAK

Mutiara Nindya Sari

1765050230

PEMBIMBING :

Prof. Dr. dr. Taralan Tambunan, SpA(K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 5

II.1 Definisi ............................................................................................................................................... 5

II.2 Etiologi ............................................................................................................................................. 11

II. 3 Patogenesis Hipertensi pada penyakit Ginjal .................................................................................. 14

II.4 Manifestasi Klinis ............................................................................................................................ 16

II.5 Pendekatan Diagnosis ...................................................................................................................... 17

II.6 Teknik Pemeriksaan ......................................................................................................................... 18

II.7 Evaluasi ............................................................................................................................................ 20

II. 8. Tatalaksana ..................................................................................................................................... 23

II. 9 Krisis Hipertensi .............................................................................................................................. 28

II. 10 Pencegahan .................................................................................................................................... 32

BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 35

2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang

Sampai saat ini masih terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa hipertensi merupakan
penyakit yang hanya terjadi pada orangtua atau dewasa. Padahal meski kasusnya tidak sesering
orang dewasa, serangan hipertensi atau penyakit darah tinggi pada anak bukannya tidak
mungkin, bahkan seringkali hipertensi yang terjadi pada orang dewasa sudah dimulai sejak masa
anak. Belakangan ini, Hipertensi pada anak mulai umum untuk didapatkan. Hipertensi
merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada manusia dan diperkirakan
1
prevalensnya lebih dari satu miliar di seluruh dunia. Hipertensi diketahui sebagai penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di Amerika Serikat dan di banyak negara lain. Hipertensi yang
terjadi pada anak juga dipercaya mengambil peran yang cukup besar sebagai suatu faktor risiko
kesehatan jangka panjang pada anak-anak. 2

Angka prevalensi Hipertensi pada anak anak dan remaja memang didapatkan telah
menurun, tetapi resiko untuk terkena hipertensi masih cukup besar. Sejak tahun 2001 hingga
2016, prevalensi hipertensi didapatkan menurun baik menggunakan guideline Hipertensi pada
anak terbaru ataupun lama. (7.7% menjadi 4.2% menggunakan guideline baru dan 3.2% menjadi
1.5% menggunakan guideline lama). Akan tetapi masih terdapat banyak remaja yang terkena
penyakit hipertensi dan memiliki faktor risiko penyakit kardiovaskular lainnya, seperti obesitas
dan diabetes. Pada tahun 2017, pedoman praktik klinis untuk orang dewasa dan anak-anak
diterbitkan dan sebagai hasilnya, definisi hipertensi telah berubah pada kedua kelompok. Ini
memungkinkan adanya peningkatan prevalensi hipertensi karena perubahan definisi tersebut,
dengan tujuan untuk mempermudah mengidentifikasi individu dengan faktor resiko sehingga
dapat dilakukan intervensi dini. Walaupun diasumsikan bahwa reklasifikasi ini akan berpotensial
meningkatkan angka prevalensi hipertensi pada anak. 3,4,5

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer (esensial) dan sekunder.


Penyebab hipertensi pada anak, terutama masa preadolesens, umumnya adalah sekunder.
Diantara penyebab sekunder tersebut, penyakit parenkim ginjal merupakan bentuk yang paling

3
banyak ditemukan (60-70%). Memasuki usia remaja, penyebab tersering hipertensiadalah
primer, yaitu sekitar 85-95%. 6

Hipertensi pada anak harus mendapat perhatian yang serius, karena bila tidak ditangani
dengan baik, penyakit ini dapat menetap hingga dewasa. Agar hipertensi dapat dideteksi sedini
mungkin sehingga dapat ditangani secara tepat, maka pemeriksaan tekanan darah yang cermat
harus dilakukan secara berkala setiap tahun setelah anak berusia tiga tahun.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Batasan hipertensi menurut The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent adalah sebagai berikut : 1

- Hipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik lebih dari
persentil ke-95 berdasarkan jenis kelamin, usia, dan tinggi badan pada pengukuran
sebanyak 3 kali atau lebih
- Prehipertensi adalah nilai rata-rata tekanan darah sistolik dan atau diastolik antara
persentil ke-90 dan 95.Pada kelompok ini harus diperhatikan secara teliti adanya faktor
risiko seperti obesitas. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kelompok ini memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi hipertensi pada masa dewasa dibandingkan
dengan anak yang normotensi.
- Anak remaja dengan nilai tekanan darah di atas 120/80 mmHg harus dianggap suatu
prehipertensi.
- Seorang anak dengan nilai tekanan darah di atas persentil ke-95 pada saat diperiksa di
tempat praktik atau rumah sakit, tetapi menunjukkan nilai yang normal saat diukur di luar
praktik atau rumah sakit, disebut dengan white-coat hypertension. Kelompok ini memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan yang mengalami hipertensi menetap
untuk menderita hipertensi atau penyakit kardiovaskular dikemudian hari.
- Hipertensi emergensi adalah hipertensi berat disertai komplikasi yang mengancam jiwa,
seperti ensefalopati (kejang, stroke, defisit fokal), payah jantung akut, edema paru,
aneurisma aorta, atau gagal ginjal akut.

5
Tabel II. 1. Batasan Hipertensi menurut The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent. 1

Pada 2017, American Academy of Pediatrics (AAP) menerbitkan pedoman praktik klinis
baru (CPG) untuk diagnosis, evaluasi, dan pengobatan tekanan darah tinggi pada anak-anak dan
remaja. CPG baru ini dibangun berdasarkan The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescent sebelumnya dan mencakup
perubahan signifikan yang menyederhanakan diagnosis dan evaluasi dengan tujuan
meningkatkan rekognisi dan evaluasi kelainan tekanan darah (BP) pada anak dan remaja muda.
Pada Pedoman yang lebih lama anak-anak dengan obesitas dimasukan kedalam data normatif,
dan dianggap meningkatkan ambang batas untuk BP abnormal. Selain itu, Pedoman yang lama
dianggap kurang sesuai dengan pedoman hipertensi untuk orang dewasa untuk remaja yang lebih
tua serta pembahasan mengenai pemantauan tekanan darah rawat jalan dinilai kurang.
Dibandingkan dengan pedoman yang lama, pedoman baru memiliki definisi yang lebih
sederhana, tabel yang lebih mudah digunakan, dan yang paling penting, ambang tekanan darah
statis untuk anak dan remaja yang cocok dengan pedoman dewasa. 7

6
Batasan definisi Hipertensi menurut Clinical Practice Guideline for Screening and
Management of High Blood Pressure in Children and Adolescents yang diterbitkan oleh
American Academy of Pediatric adalah sebagai berikut : 7

- BP normal untuk anak-anak masih diklasifikasikan sebagai persentil ke-90


- Hipertensi masih didefinisikan pada persentil ke-95 dalam 3 kunjungan kantor
terpisah.
- Elevated Blood Pressure Meskipun sebelumnya disebut sebagai prehipertensi,
tekanan antara persentil ke-90 dan ke-95 sekarang diklasifikasikan sebagai "tekanan
darah tinggi," suatu gerakan yang sama-sama meniru definisi orang dewasa dan juga
menekankan bahwa tekanan ini sudah naik secara tidak normal (tidak seperti pra
abnormal).
- Penyederhanaan lain dari pedoman baru adalah ditinggalkannya persentil ke-99
sebagai ambang batas. Sebagai gantinya, hipertensi tahap 2 ditandai sebagai BP>
persentil ke-95 + 12 mm Hg. Hal ini menghasilkan kisaran hipertensi tahap 1 yang,
menurut definisi, 12 mm Hg untuk semua anak di bawah usia 13 tahun.

Tabel II. 2. Batas hipertensi menurut American Academy of pediatrik. 7


Klasifikasi HTN Anak usia 1-12 tahun Semua anak ≥13 tahun
(berdasarkan persentil) (berdasarkan mmHg)
Normal <90 persentil <120/<80
Elevated Blood Pressure ≥ 90 persentil atau ≥120/80 120-129/<80
mmHg (lebih rendah)
hingga < 95 persentil.
Hipertensi stadium 1 ≥95 persentil sampai <95 130-139/80-89
persentil + 12 mmHg atau
130/80 atau 139/89
Hipertensi stadium II ≥ 95 persentil + 12 mmHg ≥140/90
atau ≥140/90 mmhG

7
Penilaian persentil tekanan darah didapatkan melalui tabel oleh CDC, dengan cara penggunaan
tabel sebagai berikut : 8

1. Pergunakan grafik pertumbuhan Center for Disease Control (CDC) 2000 untuk
menentukan persentil tinggi anak.
2. Ukur dan catat TDS dan TDD anak.
3. Gunakan tabel TDS dan TDD yang benar sesuai jenis kelamin.
4. Lihat usia anak pada sisi kiri tabel. Ikuti perpotongan baris usia secara horizontal dengan
persentil tinggi anak pada tabel (kolom vertikal)
5. Kemudian cari persentil 50, 90, 95, dan 99 TDS di kolom kiri dan TDD di kolom kanan.
6. Interpretasikan tekanan darah (TD) anak:

• TD: <persentil 90 adalah normal.

• TD: antara persentil 90-95 disebut pre-hipertensi. Pada anak remaja jika >120/80

mmHg disebut prehipertensi.

• TD >persentil 95 kemungkinan suatu hipertensi.

7. Bila TD >persentil 90, pengukuran TD harus diulang sebanyak dua kali pada kunjungan
berikutnya di tempat yang sama, dan rerata TDS dan TDD harus dipergunakan.
8. Bila TD >persentil 95, TD harus diklasifikasikan dan dievaluasi lebih lanjut.

8
Gambar II. I Tekanan Darah di Persentil 95 Laki-laki pada Persentil tinggi. 8

9
Gambar II. 2 Tekanan Darah di Persentil 95 Perempuan pada Persentil tinggi. 8

10
II.2 Etiologi
A. Hipertensi primer
Hipertensi primer merupakan suatu diagnosis eksklusi atau dengan kata lain
hipertensi esensial adalah suatu kondisi tekanan darah tinggi di mana penyebab
"sekunder" hipertensi, seperti penyakit renovaskular atau penyakit Cushing, telah
dikesampingkan. Tetapi perlu diketahui bahwa hipertensi esensial tetap memiliki akar
penyebab. Faktor-faktor yang berperan dalam hipertensi primer termasuk riwayat
keluarga, konsumsi garam yang tinggi, kegagalan pengaturan darah ginjal, sensitivitas
angiotensin II terhadap perubahan diet garam. 9
B. Hipertensi Sekunder
Penyebab hipertensi sekunder berbeda pada tiap kelompok usia. Pada bayi baru lahir,
penyebab yang tersering adalah koarktasio aorta, stenosis dan thrombosis arteri renalis,
dan kelainan ginjal kongenital. Pada anak dan remaja penyebab utama hipertensi
10
sekunder adalah koarktasio, stenosis arteri renalis, atau penyakit dan tumor ginjal.
Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit ginjal dapat berasal dari penyakit parenkim
ginjal atau pembuluh darah ginjal. Secara keseluruhan kira-kira 80% penyebab hipertensi
sekunder pada anak adalah kelainan renoparenkim,. 11
- Kelainan Renoparenkim
Kenaikan tekanan darah seringkali disertai dengan berbagai kelainan renoparenkim,
baik didapat ataupun bawaan. Hipertensi yang berasal dari penyakit parenkim ginjal
timbulnya dapat dalam bentuk akut atau berlangsung secara kronik dan menetap.
Hipertensi akut dapat ditemukan pada penyakit Glomerulonefritis akut pasca streptokok,
sindrom hemolitik uremik, pielonefritis akut, purpura henoch schonlein, lupus
eritematous sistemik dan pada gagal ginjal akut. Pada Glomerulonefritis akut pasca
streptokok hipertensi berlangsung sementara, timbul pada fase akut perjalanan penyakit.
Pada umumnya hipertensi dalam derajat ringan sampai sedang. Walaupun demikian
hipertensi adakalanya dapat menjadi berat dan menimbulkan ensefalopati hipertensif atau
gagal jantung. Hipertensi dalam derajat ringan sampai berat sering ditemukan pada
penderita dengan sindrom hemolitik uremik, dan kenaikan tekanan darah dapat
berlangsung jadi menetap, walaupun fungsi ginjal sudah membaik. Meningkatnya kadar
renin plasma pada beberapa penderita dengan SHU, menimbulkan dugaan bahwa

11
mekanisme system renin angiotensin aldosterone, ikut terlibat dalam pathogenesis
sindrom ini. 11
Hipertensi juga dapat dijumpai pada lupus eritematous sistemik dengan gambaran
histopatologi glomerulonefritis proliferatif difus atau sebagai komplikasi pengobatan
steroid dosis tinggi walaupun tanpa keterlibatan ginjal secara bermakna. Purpura Henoch-
schonlein merupakan penyakit vaskulitis multisistemik ditandai oleh ruam (rash)
purpura, arthralgia, kolik abdomen dan nefritis. Hipertensi biasanya terdapat pada anak-
anak dengan nefritis berat dan fungsi ginjal yang menurun, tetapi kadang-kadang
hipertensi juga dapat terjadi, walaupun tanpa terdapat hematuria, proteinuria atau
azotemia. Penyakit parenkim ginjal lebih sering berkaitan dengan hipertensi kronik
menetap. Termasuk diantaranya adalah: glomerulonefritis kronik, pielonefritis kronik
dengan atau tanpa uropati obstruktif, glomerulonefritis sklerosis fokal atau nefropati
membranosa, anomali kongenital seperti hipoplasia ginjal segmental (Ginjal Ask-
Upmark), ginjal polikistik dan ginjal displastik. 11
Keadaan lain yang dapat juga menimbulkan hipertensi pada anak adalah nefritis pasca
radiasi setelah pencangkokan ginjal, hematoma perirenal pasca trauma, tumor ginjal
seperti Wilms atau tumor yang berasal dari sel apparatus juksta glomerular dan gagal
11
ginjal kronik stadium lanjut.
- Kelainan Renovaskular

Pada masa bayi, terutama pada bayi yang sakit, hal yang sering menyebabkan
hipertensi ialah thrombosis atau tromboemboli renal akibat katerisasi umbilicus atau yang
terjadi spontan. Pada anak yang lebih besar stenosis a. renalis, baik tunggal maupun
multipel, merupakan penyebab yang penting. Stenosis ini dapat disebabkan oleh berbagai
jenis penyakit, terutama sklerosis tuberosa (tuberous sclerosis) atau neurofibromatosis.
Beberapa sindrom dapat menyebabkan stenosis renalis, seperti sindrom Williams, atau
sekuele suatu penyakit sistemik seperti rubela kongenital. Penekanan a. renalis oleh
tumor, pembesaran kelenjar getah bening, serta gejala sisa trauma dapat menyebabkan
stenosis a. renalis. Kelainan a. renalis dapat pula menyertai kelainan vaskular lain, seperti
neurofibromatosis, aortitis, penyakit arteritis Takayasu, atau hipoplasia aorta abdominalis
yang mengenai a. renalis. 10

12
Koarktasio aorta

Koarktasio aorta merupakan penyebab hipertensi yang cukup penting pada masa
anak. Diagnosis koarktasio mudah terlewatkan bila palpasi nadi pada ke-4 ekstremitas
tidak dilakukan. Patogenesis hipertensi pada koarktasio sangat kompleks; selain
Obstruksi aorta, berbagai mekanisme termasuk system renin-angiotensin juga berperan.
Koarktasio harus dicurigai apabila a. radialis teraba kuat, sedangkan a. femoralis lemah
atau tidak teraba. 10

- Kelainan endokrin

Faktor endokrin yang menyebabkan hipertensi sekunder dapat berasal dari luar
(eksogen) seperti pemberian glukokortikoid atau steroid anabolik, atau dari dalam
(endogen) seperti penyakit cushing, kelainan tiroid (hipertiroidisme), kelainan adrenal
(misalnya feokromositoma atau hiperplasia adrenal kongenital), atau kelainan paratiroid
(hiperkalsemia). 10

- Kelainan susunan saraf pusat

Peningkatan tekanan intrakranial oleh sebab apa pun akan disertai dengan
peningkatan tekanan darah sistolik yang biasanya bersifat akut. Beberapa kelainan
ganglia basalis juga berhubungan dengan hipertensi sistemik. Sebagian hipertensi primer
dikatakan mungkin juga berhubungan dengan kelainan sususan saraf pusat, namun
patofisiologinya ini belum dapat dijelaskan. 10

- Lain-lain

Berbagai jenis obat dapat mengakibatkan hipertensi sitemik, antara lain steroid,
logam berat, reserpin dosis tinggi, amfetamin, obat simpatomimetik, obat kontraseptif.
Pemberian cairan intravena yang berlebihan juga menyebabkan peningkatan tekanan
darah sistemik. Berbagai jenis trauma, fisik (kecelakaan, operasi, Luka-bakar) maupun
psikis dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah sistemik sementara. 10

13
II. 3 Patogenesis Hipertensi pada penyakit Ginjal

Patogenesis hipertensi pada anak dengan penyakit ginjal dapat melibatkan beberapa
mekanisme :

1. Hipervolemia

Hipervolemia dapat timbul sebagai akibat retensi air dan natrium, efek akses
mineralokortikoid terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air tubulus distal,
pemberian infus larutan garam fisiologik, koloid atau transfusi darah yang berlebihan
pada anak dengan laju filtrasi glomerulus yang buruk. Hipovolecurah jantung
meningkat  Hipertenismia menyebabkan curah jantung meningkat dan
mengakibatkan timbulnya hipertensi. Hipertensi oleh karena mekanisme hipervolemia
lebih sering terjadi pada penyakit parenkim ginjal bilateral seperti glomerulonephritis
akut paska streptokokus, glomerulonefritis kronik, atau gagal ginjal kronik. 11

2. Gangguan Sistem Renin Angiotensin dan Aldosteron (SRAA)

System renin angiotensin aldosterone merupakan salah satu pengatur utama


tekanan darah. Renin merupakan suatu enzim proteolitik yang disintesis, disimpan dan
disekresi kedalam aliran darah oleh sel aparat Juksta glomerular. Oleh pengaruh
beberapa keadaan seperti peradangan, penekanan jaringan parenkim ginjal oleh tumor,
abses dan parut pielonefritik menyebabkan alirah darah intra renal berkurang dan laju
filtrasi glomerulus (LFG) turun. Hal ini menimbulkan rangsangan terhadap aparat
juksta glomerular untuk meningkatkan sintesis dan sekresi renin kedalam aliran darah.
Renin bekerja pada substrat renin yang dikenal sebagai angiotensinogen globulin yag
dibentuk didalam hati, dan kemudian dirobah menjadi angiotensin I. Oleh enzim
konvertase yang dibentuk didalam sel endotel pembuluh darah terutama di paru-paru,
zat ini kemudian dirubah jadi angiotensin II, suatu zat vasopressor yang poten.
Disamping menimbulkan efek vasokonstriksi yang menyebabkan tahanan perifer total
meningkat, zat ini memgang peranan pula dalam meningkatkan sekresi aldosterone,
yaitu dengan merangsang korteks adrenal. Sekresi aldosterone yang meningkat
menyebabkan reabsorpsi natrium dan air meningkat pula ditubulus distal, disertai
meningkatnya eksresi kalium melalui urin. Keadaan ini menyebabkan terjadinya

14
hipervolemia, curah jantung meningkat dan terjadi hipertensi. Penyakit ginjal sebagai
penyebab hipertensi yang berkaitan dengan gangguan SRAA antara lain adalah
penyakit parenkim ginjal unilateral (hipoplasia ginjal segmental, pielonefritis kronik
dengan atau tanpa uropati obstruktif unilateral, hematoma subkapsular unilateral) dan
stenosis arteri renalis. Gangguan SRAA agaknya ikut pula terlibat pada pathogenesis
Hipertensi anak dengan penyakit GNA dan sindrom Hemolitik Uremik. 11

Gambar II. Patofisiologi hipertensi pada anak 11

3. Berkurangnya zat vasodilator

Pada penderita dengan penyakit ginjal kronik sekresi beberapa jenis zat
vasodilator yang dihasilkan oleh medulla ginjal berkurang. Zat tersebut adalah
prostaglandin A2, klidin dan bradikinin. Berkurangnya pembentukan dan sekresi zat-
zat ini merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi renal. 11

15
II.4 Manifestasi Klinis
Sebagian besar bayi dan anak dengan hipertensi adalah asimtomatik, dan kenaikan
tekanan darah sistemik ditemukan pada pemeriksaan rutin. Gejala yang ada biasanya merupakan
komplikasi atau dapat disebut juga, Gejala hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat
atau pada keadaan krisis hipertensi. Nyeri kepala dan muntah paling sering ditemukan, ini dapat
terjadi akibat edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial. Selain itu, dapat juga ditemukan
gejala anoreksia, gelisah, berat badan turun, keringat berlebih, murmur, bruit (suara bising di
bagian atas abdomen yang menjalar ke punggung), epistaksis, palpitasi, poliuria, proteinuria,
hematuria dan retardasi pertumbuhan yang dapat ditemukan pada anak dengan hipertensi berat.
10,11

Pada Krisis hipertensi, Manifestasi klinis dapat terjadi dalam waktu 12 jam hingga 2 hari
setelah peningkatan tekanan darah mendadak. Manifestasi klinis bervariasi tergantung pada
kelainan organ target, mulai dari yang asimtomatik sampai yang berat. Manifestasi klinis dapat
berupa sakit kepala berat, kejang, gangguan kesadaran, dan gangguan penglihatan. Sering terjadi
nausea dan vomitus. Gangguan penglihatan dapat disebabkan edema dan perdarahan retina,
dapat berupa penglihatan kabur hingga buta kortikal. Pemeriksaan funduskopi dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya edema papil atau perdarahan retina. Gangguan ginjal dapat ditandai
dengan edema, oliguria, hematuria, dan penurunan fungsi ginjal. Manifestasi klinis lain dapat
terlihat sebagai gagal jantung atau edema paru. Hipertensi ensefalopati ditandai dengan
penurunan kesadaran dapat berupa apatis, iritabilitas, dan somnolen. Kejang ditemukan pada
92% pasien, dapat berupa kejang umum atau fokal. Hipertensi ensefalopati yang berat ditandai
dengan koma, berdarahan intrakranial, dan kelainan neurologik lainnya. Dapat ditemukan tanda-
tanda gagal jantung seperti dispnu, peningkatan tekanan vena jugularis, takikardia, kelainan pada
elektrokardiografi maupun pemeriksaan lainnya. 12

16
II.5 Pendekatan Diagnosis
Setelah hipertensi dapat didiagnosis, maka perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
secara teliti agar dapat dideteksi adanya penyebab dasar serta kerusakan organ target. 1 Anamnesis yang
diambil dengan baik memberikan petunjuk tentang penyebab hipertensi dan memandu pemilihan dan
urutan penyelidikan selanjutnya. Gejala dan tanda yang muncul tidak spesifik pada neonatus dan tidak
ada pada kebanyakan anak yang lebih besar kecuali hipertensi berat. Informasi yang relevan meliputi
sebagai berikut: Prematuritas, displasia bronkopulmonalis, riwayat kateterisasi arteri umbilikalis, Gagal
untuk berkembang, Riwayat trauma kepala atau perut, Riwayat penyakit turunan pada keluarga (misalnya
Neurofibromatosis, hipertensi), Obat-obatan (misalnya Zat pressor, steroid, antidepresan trisiklik, obat
flu, obat untuk gangguan attention deficit hyperactivity [ADHD]), Episode pielonefritis yang dapat
menyebabkan jaringan parut ginjal, Riwayat diet, termasuk kafein, dan konsumsi garam, Riwayat tidur,
terutama riwayat mendengkur, Kebiasaan, seperti merokok, minum alkohol, dan menelan zat terlarang. 13

Selain itu, Pemeriksaan fisik juga perlu pula dilakukan secara teliti dan sistematis, pemeriksaan
termasuk pengukuran dan pencatatan tekanan darah pada anak. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat tanda-
tanda yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik. 11

Tabel II. 3. Pemeriksaan fisik pada hipertensi pada anak 11

17
II.6 Teknik Pemeriksaan
Pengukuran Tekanan darah secara umum menggambarkan pengukuran TD secara non-
kontinu, seperti pada pasien rawat jalan saat di klinik. Perangkat yang digunakan untuk
pengukuran TD di klinik termasuk auskultasi pengukuran dengan sphygmomanometer merkuri
dan aneroid dan perangkat osilometrik otomatis. Manometer merkuri merupakan Gold Standart
untuk pengukuran tekanan darah, alat ini tidak memerlukan kalibrasi tetapi membutuhkan
pemeliharaan rutin termasuk pembersihan bohlam, tabung, dan lepaskan katup. Namun,
penggunaan manometer merkuri telah menurun karena kekhawatiran akan paparan merkuri;
belakang ini beberapa institusi mengeluarkan peraturan dimana penggunaan merkuri manometer
tidak lagi diizinkan. Sphygmomanometer terdiri dari sebuah pompa, sumbat udara yang dapat diputar,
kantong karet yang terbungkus kain, dan pembaca tekanan untuk mengukur BP. Manometer aneroid
dapat memberikan hasil tekanan darah yang sangat akurat, tetapi perlu dikalibrasi secara teratur.
Sedangkan, penggunaan Sphygmomanometer osilometrik mulai meningkat karena kemudahan
penggunaan dan mungkin sesuai untuk tujuan Screening. Selain dari posisi pasien dan
penggunaan manset yang salah, kesalahan yang bergantung pada operator diminimalkan oleh
perangkat osilometrik. 14

Untuk mendapatkan hasil pengukuran tekanan darah yang tepat perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :

1. Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Bila menggunakan manset yang
terlalu sempit akan menghasilkan angka pengukuran yang lebih tinggi, sebaliknya bila
menggunakan manset yang terlalu lebar akan memberikan hasil angka pengukuran lebih
rendah. 11

18
Tabel II. 4. Ukuran ukuran Manset yang tersedia di pasaran untuk evaluasi pengukuran tekanan
darah pada anak. 11

2. Panjang cuff manset harus melingkupi minimal 80% lingkar lengan atas, sedangkan lebar
cuff harus lebih dari 40% lingkar lengan atas. 1

Gambar II. 3. Penempatan posisi manset pada anak 1

3. Periksa terlebih dahulu spigmanometer yang digunakan apakah ada kerusakan mekanik
yang mempengaruhi hasil pengukuran. 11
4. Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan dalam suasana yang tenang, usahakan
agar anak jangan sampai menangis, karena keadaan ini akan mempengaruhi hasil
pengukuran. 11
5. Pada anak yang lebih besar, pengukuran dilakukan dalam posisi duduk, sedang pada anak
yang lebih kecil pengukuran dilakukan dalam posisi terbaring. Tekanan darah diukur
pada kedua lengan atas dan paha, untuk mendeteksi ada atau tidaknya koarktasio aorta.
Untuk mengukur tekanan darah cara yang lazim digunakan adalah cara indirek dengan
auskultasi. Manset yang cocok untuk ukuran anak dibalutkan kuat-kuat pada 2/3 panjang
lengan atas. Tentukan posisi arteri brakhialis dengan cara palpasi pada fossa kubiti. Bel

19
stetoskop kemudian ditaruh diatas daerah tersebut. Anset dipompa untuk menimbulkan
sumbatan pada arteri brakhialis. 11

Teknik pengukuran tekanan darah dengan ambulatory blood pressure monitoring


(ABPM) menggunakan alat monitor portable yang dapat mencatat nilai tekanan darah selama
selang waktu tertentu. ABPM biasanya digunakan pada keadaan hipertensi episodik, gagal ginjal
kronik, anak remaja dengan hipertensi yang meragukan, serta menentukan dugaan adanya
kerusakan organ target karena hipertensi. 1

Tekanan didalam manset kemudia diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik
sampai terdengar bunyi suara lembut. Bunyi susra lembut yang terdengar ini disebut fase 1 dari
Korotkoff dan merupakan tekanan sistolik. 11

Fase 1 kemudian disusul fase 2, yang ditandai dengan suara bising (murmur), lalu disusul
dengan fase 3 berupa suara keras, setelah itu suara mulai menjadi lemah (fase 4) dan akhirnya
menghilang (fase 5). Pada anak jika fase 5 sulit didengar, maka fase 4 digunakan sebagai
petunjuk tenakan diastolic. Meningkatnya tekanan darah pada seorang anak untuk sementara
dapat terjadi bila anak sedang menangis atau gelisah. Untuk itu, sebelum mengatakan seorang
anak menderita hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah 3 kali berturut turut dalam
jangka waktu yang berbeda. Mengukur tekanan darah pada bayi dan neonates sulit. Apalagi pada
bayi premature. Untuk memcahkan persoalan digunakan beberapa cara yaitu cara palpasi, cara
flush, ultrasound dengan menggunakan alat Dopller dan cara intra arterial. 11

II.7 Evaluasi
Evaluasi adanya hipertensi tergantung pada usia anak, beratnya tingkat hipertensi, adanya
kerusakan organ target, dan faktor-faktor risiko jangka panjang yang bersifat individual.

a Evaluasi Awal
Evaluasi awal adanya hipertensi dapat dilakukan oleh seorang dokter anak (General
pediatrician). Anamnesis terhadap pasien dan keluarganya serta pemeriksaan fisik harus
diikuti dengan pemeriksaan urin rutin dan kimia dasar. USG abdomen merupakan alat
diagnostik yang tidak invasif tetapi sangat bermanfaat dalam mengevaluasi ukuran ginjal,
deteksi tumor adrenal dan ginjal, penyakit ginjal kistik, batu ginjal, dilatasi sistem saluran
kemih, ureterokel, dan penebalan dinding vesika urinaria. 1

20
1 Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit ginjal
Pada pemeriksaan urinalisis dapat ditemukan Proteinuria, hematuria dan
selinderuria, kelainan ini menunjukkan bahwa penyebab hipertensi berasal dari
glomerulonefritis. Apabila ditemukan tanda-tanda tersebut disertai hasil kultur
pisitif berartu terjadi Infeksi Saluran Kemih. Untuk menentukan jenisnya,
diperlukan pemeriksaan penunjang lain. Berat jenis urin yang rendah dan menetap
dapat mengindikasikan penyakit parenkim ginjal kronik seperti ginjal polikistik,
ginjal displastik, gagal ginjal kronik, pielonefritis kronik atau nefritis interstisiais.
Meningkatnya kadar ureum, Kreatinin dan asam urat menunjukkan faal ginjal
yang terganggu. Pemeriksaan Kolesterol, protein total dan albumin diperlukan
untuk mendeteksi penyebab kearah sindrom nefrotik. Kadar hemoglobin atau
hematocrit yang rendah, ditemukan sel eritrodit yang abnormal merupakan tanda
anemia hemolitik mikroangiopati yang dapat dijumpai pada sindrom hemolitik
uremik. Anemia juga dapat ditemukan pada anak dengan GN kronik atau pada
gagal ginjal akut. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan Pemeriksaan Pielografi
intravena dan USG abdomen untuk melihat kelainan struktur anatomi ginjal. 11

2 Deteksi penyebab Hipertensi karena kelainan endokrin

Hipokalemia berat ( 1,5-3 mmol/L), hypernatremia (145-155 mmol/L) dan


tanda-tanda alkalosis berat (kadar bikarbonat serum dan pH darah meningkat,
kadar klorida serum rendah) dapat ditemukan pada hiperaldosteronime primer.
Perlu diperkuat dengan pemeriksaan aktivitas renin plasma (ARP) dan kadar
aldosterone darah. Bila ARP rendah dan aldosterone meningkat, makan anak
terkena hiperaldosteronisme primer. Kalau ARP dan Aldosteron juga redah, maka
diagnostic mengarah ke defisiensi 11 beta dan 17 alfa hidroksilase. Kadar ARP
abnormal juga dapat ditemukan pada hipertensi renovaskular. Kadar katekolamin
serum dan urin meningkat ditemukan pada penyakit Feokromositoma.
Homovallic acid ditemukan pada hipertensi yang berhubungan dengan
neuroblastoma atau ganglio neuroma. Polisitemia, eosinopenia, limfopenia dan uji
toleransi glukosa yang abnormal dapat ditemukan pada penyakit Cushing. 11

21
3 Evaluasi akibat Hipertensi terhadap organ target

Foto Rontgen Thoraks, EKG dan Ekokardiografi dapat mendeteksi


hipertrofi ventrikel kiri sebagai konsekuensi hipertensi kronik. Pemeriksaan
funduskopi juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kerusakan pada retina. 11

Tabel II. 5. Pemeriksaan Tahap 1 untuk evaluasi diagnostik kearah penyebab


hipertensi sekunder 11

b Evaluasi Tambahan
Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila pada pemeriksaan awal didapatkan kelainan, dan
9
jenis pemeriksaan disesuaikan dengan kelainan yang didapat. Anak dengan riwayat
infeksi saluran kencing harus dilakukan pemeriksaan dimercapto succinic acid (DMSA).
Sidik diethylenetriaminepentacetic acid (DTPA) dapat dilakukan untuk melihat adanya
uropati obstruktif. Mictiocystourethrography (MCU) dianjurkan dilakukan pada anak di
bawah usia dua tahun dengan riwayat infeksi saluran kencing untuk mendiagnosis derajat
refluks vesikoureter, serta merencanakan pengobatan jangka panjang terhadap penyakit
tersebut. Jika diagnosis penyebab hipertensi mengarah ke penyakit renovaskular, maka
dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi. 1, 11

22
Tabel. II. 6. Pemeriksaan Tahap 2 11

II. 8. Tatalaksana
Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka pendek
maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ target. Upaya
mengurangi tekanan darah saja tidak cukup untuk mencapai tujuan ini. Selain menurunkan
tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga harus diperhatikan faktor-faktor lain seperti
kerusakan organ target, faktor komorbid, obesitas, hiperlipidemia, kebiasaan merokok, dan
intoleransi glukosa. Pada umumnya ahli nefrologi anak sepakat bahwa pengobatan hipertensi
ditujukan terhadap anak yang menunjukkan peningkatan tekanan darah di atas persentil ke-99
yang menetap. Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga di
bawah persentil ke-95 berdasarkan usia dan tinggi badan anak. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa pengobatan yang dilakukan secara tepat sejak awal pada anak yang menderita hipertensi
ringan-sedang akan menurunkan risiko terjadinya stroke dan penyakit jantung koroner
dikemudian hari. Pengobatan hipertensi pada anak dibagi ke dalam 2 golongan besar, yaitu
nonfarmakologis dan farmakologis yang tergantung pada usia anak, tingkat hipertensi dan
respons terhadap pengobatan. 1

1. Pengobatan Non-Farmakologis
Anak dan remaja yang mengalami prehipertensi atau hipertensi tingkat 1
dianjurkan untuk mengubah gaya hidupnya. Pada tahap awal anak remaja yang menderita
hipertensi primer paling baik diobati dengan cara non-farmakologis. Pengobatan tahap
awal hipertensi pada anak mencakup penurunan berat badan, diet rendah lemak dan

23
garam, olahraga secara teratur, menghentikan rokok dan kebiasaan minum alkohol.
Seorang anak yang tidak kooperatif dan tetap tidak dapat mengubah gaya hidupnya perlu
dipertimbangkan untuk mendapatkan obat anti hipertensi. Penurunan berat badan terbukti
efektif mengobati hipertensi pada anak yang mengalami obesitas. Dalam upaya
menurunkan berat badan anak ini,sangat penting untuk mengatur kualitas dan kuantitas
makanan yang dikonsumsi. Banyaknya makanan yang dikonsumsi secara langsung akan
mempengaruhi berat badan dan massa tubuh,sehingga juga akan memengaruhi tekanan
darah. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI eksklusif
memiliki risiko yang lebih rendah untuk mengalami obesitas dan hipertensi dibandingkan
dengan anak yang mendapat susu formula. Diet rendah garam yang dianjurkan adalah 1,2
g/hari pada anak usia 4-8 tahun dan 1,5 g/hari pada anak yang lebih besar. Olahraga
secara teratur merupakan cara yang sangat baik dalam upaya menurunkan berat badan
dan tekanan darah sistolik maupun diastolik. 1

1 Pengobatan Farmakologis
Menurut the National High Blood Pressure Education Program (NHBEP)
Working Group on High Blood Pressure in Children and Adolescents obat yang
diberikan sebagai antihipertensi harus mengikuti aturan berjenjang (step-up), dimulai
dengan satu macam obat pada dosis terendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap
hingga mencapai efek terapoitik, atau munculnya efek samping,atau bila dosis maksimal
telah tercapai. Kemudian obat kedua bolehdiberikan,tetapi dianjurkan menggunakan obat
yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda. 15
Pemilihan obat yang pertama kali diberikan sangat tergantung dari pengetahuan
dan kebijakan dokter. Golongan diuretik dan β-blocker merupakan obat yang dianggap
aman dan efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang perlu
dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada penyakit penyerta
adalah penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) pada anak yang menderita
diabetes melitus atau terdapat proteinuria, serta β-adrenergic atau penghambat calcium-
channel pada anak-anak yang mengalami migrain. Selain itu pemilihan obat
antihipertensi juga tergantung dari penyebabnya, misalnya pada glomerulonefritis akut
pascastreptokokus pemberian diuretik merupakan pilihan utama, karena hipertensi pada

24
penyakit ini disebabkan oleh retensi natrium dan air. Golongan penghambat ACE dan
reseptor angiotensin semakin banyak digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi
proteinuria. 16
Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang mengalami
penurunan fungsi ginjal. Meskipun kaptopril saat ini telah digunakan secara luas pada
anak yang menderita hipertensi, tetapi saat inibanyak pula dokter yang menggunakan
obat penghambat ACE yang baru, yaitu enalapril. Obat ini memiliki masa kerja yang
panjang, sehingga dapat diberikan dengan interval yang lebih panjang dibandingkan
dengan kaptopril. Obat yang memiliki mekanisme kerja hampir serupa dengan
penghambat ACE adalah penghambat reseptor angiotensin II (AII receptor blockers).
Obat ini lebih selektif dalam mekanisme kerjanya dan memiliki efek samping yang
lebihsedikit (misalnya terhadap timbulnya batuk) dibandingkandengan golongan
penghambat ACE. 1

Tabel II. 7. Pilihan Obat Anti-Hipertensi serta dosis pada anak 1

25
26
27
Berikut adalah skema langkah-langkah pendekatan pengobatan farmakologis
pada anak dengan hipertensi .

Gambar II. 4. Langkah pendekatan terapi farmakologis pada hipertensi anak 1

II. 9 Krisis Hipertensi


Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (1984) membagi hipertensi krisis menjadi dua kelompok yaitu hipertensi emergensi
(hypertensive emergencies, hipertensi gawat) dan hipertensi urgensi (hypertensive urgencies,
16
hipertensi darurat). Hipertensi emergensi diartikan dengan hipertensi yang berkaitan dengan
gejala yang mengancam jiwa dan atau kerusakan organ target (otak, jantung, ginjal, mata).
Keadaan ini memerlukan tindakan penurunan tekanan darah segera (bila perlu dalam 1 jam)
untuk membatasi komplikasi. Termasuk hipertensi emergensi adalah hipertensi ensefalopati,
gangguan intrakranial akut (perdarahan intrakranial, trombosis pembuluh darah otak, perdarahan
subaraknoid, trauma kepala), sindrom iskemik miokard (gagal jantung dengan edema paru,
17,18
diseksi aorta akut), gagal ginjal akut, peningkatan katekolamin (feokromositoma krisis).
Hipertensi ensefalopati adalah hipertensi yang menimbulkan gangguan fungsi otak akut yang
ditandai dengan penurunan kesadaran, disfungsi susunan saraf pusat, dan biasanya reversibel
dengan antihipertensi. Hipertensi urgensi adalah hipertensi tanpa disertai gejala klinis atau
kerusakan organ target yang bermakna, tetapi dapat progresif menjadi hipertensi emergensi.
Hipertensi urgensi memerlukan penurunan tekanan darah segera dalam waktu 12 hingga 24 jam.

28
Termasuk dalam hipertensi urgensi adalah hipertensi akselerasi (accelerated hypertension) yaitu
peningkatan tekanan darah yang cepat dibandingkan keadaan hipertensi sebelumnya, hipertensi
maligna, hipertensi perioperatif. 17,18

Tatalaksana

Tujuan pengobatan hipertensi krisis adalah memperbaiki fungsi organ vital dengan
mempertahankan perfusi serta menghindarkan komplikasi. Tata laksana hipertensi krisis terdiri
dari pemberian antihipertensi onset cepat, mengatasi kelainan organ target (otak, jantung, retina),
mencari dan menanggulangi penyebab hipertensi, serta terapi suportif. 12

A Obat Anti-hipertensi
Prinsip tata laksana hipertensi krisis adalah menurunkan tekanan darah secepatnya
untuk mencegah kerusakan target organ. Tetapi, Penurunan mean arterial pressure yang
cepat harus dihindari karena dapat menimbulkan berkurangnya aliran darah ke otak dan
menyebabkan infark korteks serebri, batang otak, atau retina, dapat juga menyebabkan
buta transient atau menetap maupun hemi- atau paraplegia. Selain itu dapat terjadi
iskemik pada jantung dan ginjal. Pada Hipertensi emergensi tekanan darah diturunkan
25%-30% dalam 6 jam pertama, dan selanjutnya 25%-30% dalam 36 jam, dan kemudian
selebihnya dalam 48-72 jam. Obat antihipertensi yang digunakan bersifat short acting,
parenteral, dan mudah dititrasi. Pada umumnya obat yang digunakan adalah labetalol,
nitroprusid, nikardipin, dan fenoldopam. Pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang dapat
memonitor jantung secara terus menerus. Tekanan darah diukur sekurang-kurangnya
setiap 15 menit dan bila mungkin terus-menerus. Sebaiknya dipasang dua jalur infus, satu
untuk pemberian obat antihipertensi dan satu lagi untuk pemberian cairan garam salin
jika tiba-tiba tekanan darah turun. Anak yang menderita hipertensi urgensi harus diberi
nifedipin yang kerjanya cepat dan harus dirawat untuk memantau keadaan dan melihat
efek samping. Tekanan darah harus diturunkan 25% dalam waktu 12-24 jam, dengan
obat antihipertensi parenteral dan oral, biasanya dengan nifedipin. Meskipun demikian
diperlukan obat-obat lain yang memilki masa kerja panjang. Hipertensi urgensi biasanya
terjadi pada penderita glomerulonefritis akut, hipertensi akselerasi, dan setelah dilakukan
transplantasi ginjal. 1, 12

29
Tabel II. 8 Obat-obat Anti-Hipertensi untu Penanggulangan Krisis Hipertensi 1

B Tata laksana Supportif


Salah satu tata laksana hipertensi adalah restriksi garam. National High Blood
Pressure Education Program Working Group (2004) merekomendasikan asupan natrium
per hari 1,2 g (53 mmol/hari; yang ekuivalen dengan 3,1 g garam) untuk anak usia 4
hingga 8 tahun, dan 1,5 g (65 mmol/hari, ekuivalen dengan asupan 3,8 g garam) untuk
anak yang lebih tua. 12

30
Gambar II. 5. Penatalaksaan hipertensi pada anak. 1

31
Belum diketahui dengan pasti, berapa lama pengobatan hipertensi yang tepat pada anak
dan remaja. Beberapa keadaan memerlukan pengobatan jangka panjang, sedangkan keadaan
yang lain dapat membaik dalam waktu singkat. Oleh karena itu, bila tekanan darah terkontrol dan
tidak terdapat kerusakan organ, maka obat dapat diturunkan secara bertahap, kemudian
1
dihentikan dengan pengawasan yang ketat setelah penyebabnya diperbaiki. Tabel dibawah ini
memperlihatkan petunjuk untuk menurunkan secara bertahap pengobatan hipertensi bila rekanan
darah sudah terkontrol 1

Tabel II. 9. Pentunjuk Step-Down Therapy pada Bayi, Anak atau Remaja

II. 10 Pencegahan
Pencegahan terjadinya hipertensi pada anak harus dilakukan, mengingat hipertensi yang
terjadi sejak usia muda beresiko menetap hingga anak menjadi dewasa. Secara garis besar,
Pencegahan yang dapat dilakukan terbagi menjadi 3 yaitu pencegan primer, pencegahan
sekunder dan pencegahan tersier. 1

Pada pencegahan primer, harus diperhatikan faktor resiko untuk terjadinya penyakit
kardiovaskular seperti obesitas, kadar kolesterol darah yang meningkat, diet tinggi garam, gaya
hidup yang salah, serta penggunaan rokok dan alcohol. Sejak usia sekolah, sebaiknya dilakukan
pencegahan terhadap hipertensi primer dengan cara mengurangi asupan natrium dan melakukan
olah raga teratur. Konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi natrium

32
dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Memberikan ASI eksklusif pada bayi merupakan cara
penting untuk mengurangi faktor risiko terjadinya hipertensi. 1

Apabila anak sudah menderita Hipertensi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan
pencegahan sekunder yang ditujukan untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti infark
miokard, stroke, gagal ginjal atau kelainan organ target. Langkah-langkah yang dapat dilakukan
meliputi modifikasi gaya hidup menjadi lebih benar, seperti menurunkan berat badan, olahraga
secara teratur, diet rendah lemak dan garam, menghentikan kebiasaan merokok atau minum
alcohol. Sementara pencegahan tertier dilakukan apabila sudah terjadi komplikasi akibat
Hipertensi seperti stroke dan retinopati. Upaya yang dilakukan adalah upaya rehabilitatif dan
promotif dengan tujuan untuk mencegah kematian dan mempertahankan fungsi organ yang
terkena seefektif mungkin. 19,20,21

33
BAB III
PENUTUP
Serangan hipertensi atau penyakit darah tinggi pada anak bukannya tidak mungkin,
bahkan seringkali hipertensi yang terjadi pada orang dewasa sudah dimulai sejak masa anak.
Belakang ini, Hipertensi pada anak mulai umum untuk didapatkan. Hipertensi yang terjadi pada
anak juga dipercaya mengambil peran yang cukup besar sebagai suatu faktor risiko kesehatan
jangka panjang pada anak-anak. Hipertensi pada anak harus mendapat perhatian yang serius,
karena bila tidak ditangani dengan baik, penyakit ini dapat menetap hingga dewasa. Agar
hipertensi dapat dideteksi sedini mungkin sehingga dapat ditangani secara tepat, maka
pemeriksaan tekanan darah yang cermat harus dilakukan secara berkala setiap tahun setelah anak
berusia tiga tahun.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus tatalaksana
Hipertensi pada anak. Badan penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011. 1-13p
2. Cruz, ER. Drugs & Disease : Pediatric Hypertension. [internet]Medscape:United
States;2017 March . [cited 2019 August] Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/889877-overview.
3. U.S. Department of Health & Human Services. High Blood Pressure During Childhood
and Adolescence. [internet] Center for Disesase Control and Prevention;2018 July [cited
2019 August] Available from https://www.cdc.gov/bloodpressure/youth.html.
4. Jackson SL et al. Hypertension Among Youths — United States, 2001–2016. Morbidity
and Mortality Weekly Report (MMWR). 2918 Jul;:67(27):758–762p
5. Daniels, SR. What Is the Prevalence of Childhood Hypertension? It Depends on the
Definition. JAMAPediatr. 2018 Jun; 172(6): 557–565p
6. Flynn JT . Differentiation between primary and secondary hipertension in children using
ambulatory bloodpressure monitoring.Pediatrics. 2002;110:89-93p.
7. Samuels, J. New guidelines for hypertension in children and adolescents. The Journal of
Clinical Hypertension. April 2018;20(5):1-3p
8. Supartha M, et al. Hipertensi pada Anak. Maj Kedokt Indon. 2009;59(5):221-230p.
9. Garfinkle, MA. Salt and essential hypertension: pathophysiology and implications for
treatment. Journal of the American Society of Hypertension. Jun 2017;11(6):385-391p.
10. Sastroasmoro, Madiyono B. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: Binarupa Aksara;1994.
412-424p.
11. Bahrun, D. Buku Ajar Nefrologi Anak 2nd ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia;2002. Chapter 8, Hipertensi Sistemik.; p 242-290
12. Pardede, SO. Hipertensi Krisis Pada Anak. SariPediatri. November 2016;11(4):289-297p.
13. Cruz, ER. Drugs & Disease : Pediatric Hypertension Clinical Presentation. .
[internet]Medscape:United States;2017 March . [cited 2019 August] Available from
https://emedicine.medscape.com/article/889877-clinical#b1
14. Guzman-Limon M, Samuels J. Pediatric Hypertension: Diagnosis, Evaluation, and
Treatment. Pediatr Clin North Am. 2019 Feb;66(1):45-57p

35
15. MuntmerP ,He J,CutlerJA, WildmanRP ,Whelton PK. Trends
inbloodpressureamongchildren and adolescents.JAMA. 2013;291:2107-13p
16. Whitworth JA. Progression of renal failure-the role of hypertension.Ann Acad Med
Singapore. 2005;34:8-15p
17. The Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure: The 1984 report of the Joint National Committee. Archs Intern Med
1984;144:1045-57p
18. Flynn JT, Tullus K. Severe hypertension in children and adolescents: pathophysiology
and treatment. Pediatr Nephrol 2009;24:1101-12p
19. Bernstein D.Diseases of the peripheral vascular system. Dalam Behrman RE, Kliegman
RM, Jenson HB (penyunting). Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia:
International edition.2004:h.1591-8
20. Luma GB, Spiotta RT. Hypertention in children and adolescent.Am Fam Physician.2006;
73:1158-68.
21. Feld LG, Corey H. Hypertension in childhood. Pediatr Rev.2007;28:283-98.

36

Anda mungkin juga menyukai