PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan umum :
Tujuan Khusus :
TINJAUAN PUSTAKA
b. Keluarga sejahtera 1
Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya
secara minimal yaitu :
1. Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota
keluarga.
2. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau
lebih.
3. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja/sekolah dan bepergian.
4. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah.
5. Bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa
kesarana/petugas kesehatan.
d. Keluarga sejahtera II
Keluarga ini sudah mampu melaksanakan indicator 1 sampai 14, tetapi
belum mampu melaksanakan indicator-indikator sebagai berikut.
1. Keluarga berusaha meningkatkan atau menambah pengetahuan agama.
2. Keluarga mempunyai tabungan.
3. Keluarga makan bersama paling sedikit sekali sehari.
4. Keluarga ikut serta dalam kegiatan masyarakat.
5. Keluarga melakukan rekreasi bersama/penyegaran paling kurangsekali
dalam 6 bulan.
6. Keluarga memperoleh berita dari surat kabar, majalah, radio, dan
televise.
7. Keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.
Isi MDGs
MDGs terdiri dari 8 tujuan (goals), 20 target, serta 60 indikator (indicators). Berikut
adalah isi MDGs secara keseluruhan:
Dengan indikator:
1.4 Laju Pertumbuhan PDB per orang dipekerjakan
1.5Pekerjaan per perbandingan penduduk
1.6 Proporsi orang yang diperkerjakan yang hidup di bawah $ 1 (PPP)
per hari
1.7 Proporsi rekening sendiri dan memberikan kontribusi pada pekerja
keluarga kerja
Target 4a: Mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak di bawah usia
lima.
Dengan Indikator:
4,1 bawah-lima angka kematian
4.2 Infant mortality rate Angka kematian bayi 4,2
4.3 Proporsi 1 tahun anak-anak diimunisasi terhadap campak
Target 5b: Mencapai, pada tahun 2015, akses universal untuk kesehatan
reproduksi.
Dengan Indikator:
5.3 Prevalensi kontrasepsi
5.4 Tingkat kelahiran remaja.
5.5 Cakupan kehamilan (setidaknya satu kunjungan dan setidaknya
empat dilihat).
5.6 Belum terpenuhi kebutuhan keluarga berencana.
Akses pasar
8.6 Proporsi dari total impor negara maju (dengan nilai dan tidak
termasuk senjata) dari negara-negara berkembang dan negara sedang
berkembang, mengaku bebas dari kewajiban
8.7 Rata-rata tarif yang diberlakukan oleh negara-negara maju pada
produk-produk pertanian dan tekstil dan pakaian dari negara-negara berkembang
8.8 Dukungan Pertanian perkiraan untuk negara-negara OECD sebagai
persentase dari produk domestik bruto mereka
8.9 Proporsi ODA yang disediakan untuk membantu membangun
kapasitas perdagangan
Indikator 2 :
Pelayanan kie untuk memenuhi permintaan masyarakat menjadi
Peserta kb aktif melalui pelayanan kb baru dan membina peserta kb
aktif
Indikator 3
Pelayanan kie bagi pus yang ingin ber kb agar terpenuhi
Kebutuhannya (unmet need)
Indikator 4
Pelayanan kie untuk menambah cakupan keluarga balita anggota
Bina keluarga balita (bkb) untuk ber kb
Indikator 5
Pelayanan kie untuk meningkatkan cakupan keluarga kps dan ks i
Anggota uppks berusaha dan ber kb .
Indikator 6
Petugas lapangan keluarga berencana/penyuluh keluarga
Berencana disetiap desa/kelurahan
Indikator 7
Cakupan petugas pembina keluarga berencana desa (ppkbd)
Disetiap desa/kelurahan
Indikator 8
Pelayanan penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi
Indikator 9
Pelayanan penyediaan informasi data mikro ketersedian informasi
Data mikro keluarga disetiap desa
MASALAH-MASALAH
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehata keluarga, yang menjadi prioritas
utama adalah keluarga-keluarga yang risiko tinggi dalam bidang kesehatan, meliputi:
a. Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah
sebagai berikut:
Tingakat social ekonomi keluarga rendah
Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi maslaah kesehatan sendiri
Kelurga dengan keturunan yang kurang baik atau keluarga dengan penyakit
keturunan
b. Keluarga degan ibu risiko tinggi kebidanan. Waktu hamil:
Umur ibu (16th atau lebih 35th)
Menderita kekurangan gizi atau anemia
Menderita hipertensi
Primipara atau multipara
Riwayat persalinan dengan komplikasi
c. Keluarga dimana anak menjadi risiko tinggi, karena:
Lahir prematur atau BBLR
Lahir degan cacat bawaan
ASI ibu kurang sehigga tidak mencukupi kebutuhan bayi
Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya
d. Kelurga mempunyai maslah dalam hubungan antara anggota keluarga:
Anak yag tidak dikehendaki dan pernah dicoba untun digugurkan
Tidak ada kesesuaiana pendapatantara anggota keluarga dan sering cekcok dan
ketegangan
Ada anggota keluarga yang sering sakit
Salah satu orang tua (suami atau istri) meinggal, caria, atau lari meninggalkan
keluarga.
BAB III
KONDISI LAPANGAN
I. Demografi
Data demografi yang disajikan dalam laporan ini mencakup
keterangan yang berkaitan dengan keluarga, mencakup jumlah keluarga, kepala
keluarga, jumlah jiwa dalam keluarga baik dalam bentuk agregat maupun
kelompok umur, dan jumlah pasangan usia subur (PUS).
a. Kepala Keluarga (KK)
Informasi tentang Kepala Keluarga (KK) yang dikumpulkan dalam
Pendataan Keluarga Tahun 2012 tercatat sebanyak 64.693.806 KK atau
99,13 % dari jumlah keluarga yang ada sebanyak 65.262.232 KK. Dari
seluruh Kepala Keluarga yang didata itu dapat dirinci menurut
karakteristiknya, seperti status jenis kelamin, status pekerjaan (bekerja
dan tidak bekerja), status perkawinan (kawin dan janda/duda/belum
kawin), dan tingkat pendidikan (tidak tamat SD, tamat SD SLTP, tamat
SLTA, dan tamat AK/PT).Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2012 yang
secara nasional, Kepala Keluarga menurut status jenis kelamin tercatat
sebanyak 57.147.185 KK (88,33%) adalah KK laki-laki dan sebanyak
7.546.621 (11,67 %) adalah KK perempuan. Daerah Provinsi yang
prosentase KK dengan jenis kelamin perempuan yang tinggi adalah di
Kepulauan Riau(31,32%), Aceh, (17,47%), Nusa Tenggara Barat
(14,87%), Sulawesi Selatan (14,33%) dan Sumatera Barat (14,25%). Menurut
status kawin para Kepala Keluarga yang didata itu sebanyak 55.966.040 KK
(86,51 %) berstatus kawin, dan sisanya sebanyak 8.727.766 KK (13,49
%) berstatus janda/duda/belumkawin. Angka persentase tertinggi KK
berstatus janda/duda/belum kawin adalah di Provinsi Aceh (19,04%), Nusa
Tenggara Barat (17,24%), DI Yogyakarta (17,02%), Sulawesi Selatan
(16,98%) dan Sumatera Barat (16,10%). Sedangkan angka persentase status
kawin tertinggi ada di Provinsi Bali (92,34%), Papua Barat (91,16%), Riau
(91,11%), Lampung (90,77%), Sumatera Selatan (90,66%), Kepulauan Riau
(90,51%) dan Bengkulu (90,35%). Menurut status pendidikan dari Kepala
Keluarga pada umumnya masih berpendidikan rendah yaitu sebanyak
67,91% dari seluruh Kepala Keluarga itu berpendidikan Tamatan SLTP
kebawah bahkan 17,35% diantaranya tidak tamat SD. Provinsi dengan
angka persentase tertinggi untuk KK berpendidikan Tidak Tamat SD
adalah Provinsi Papua (43,27%), Nusa Tenggara Barat (31,71%), Nusa
Tenggara Timur (29,44%)dan Gorontalo (29,36%). Sebaliknya angka
persentase tertinggi untuk KK berpendidikan Tamat Akademi/Universitas
adalah Provinsi DKI Jakarta (17,26%), Bengkulu (11,55%), Maluku
(10,94%), Kepulauan Riau (10,90%) dan Kalimantan Timur (10,45%).
Menurut status pekerjaan dapat diungkapkan bahwa sebanyak 57.903.517
KK (89,50 %) berstatus bekerja, dan sebanyak 6.790.289 KK (10,50 %)
berstatus tidak bekerja. Provinsi dengan persentase KK tidak bekerja
tertinggi adalah Provinsi Papua (21,21%), Maluku (16,28%), DKI Jakarta
(15,62%), Banten (15,48%) dan Jawa Barat (15,12%). Sebaliknya angka
persentase KK dengan status bekerja tertinggi adalah Provinsi Nusa
Tenggara Timur (96,35%), Bali (95,72%) dan Kalimantan Tengah (95,08%).
Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2012 menunjukkan bahwa secara
nasional sebanyak 5.269.864 KK atau 8,15% dari 64.693.806 keluarga
yang didata berstatus mendapat bantuan modal. Angka persentase KK
yang mendapat bantuan modal terendah ada di Provinsi Sumatera Utara
(2,13%), Kalimantan Tengah (2,49%), dan Lampung (2,50%). Sementara
itu angka persentase tertinggi terdapat di Provinsi Gorontalo (26,03%)
dan Nusa Tenggara Timur (20%).
b. Jumlah dan Rata-rata Jiwa per Keluarga
Jumlah jiwa dalam keluarga yang terekam dalam pendataan
keluarga tahun 2012 tercatat sebanyak 237.896.180 jiwa. Terdiri dari
jumlah jiwa dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 119.376.274 jiwa dan
sebanyak 118.519.906 jiwa perempuan atau sex ratio 101 .
Dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 64.693.806 KK, dapat
diperoleh rata-rata jumlah jiwa per keluarga sebesar 3,68 jiwa, artinya
setiap keluarga mempunyai anggota keluarga sekitar 3-4 jiwa. Rata-rata
jumlah jiwa dalam keluarga lebih cenderung menggambarkan beban yang
harus ditanggung oleh keluarga, dari pada menggambarkan kondisi
tingkat fertilitas. Hal ini dikarenakan anak yang sudah berkeluarga (berstatus
kawin) tidak lagi dihitung sebagai anggota keluarga. Semakin besar rata-rata
jumlah jiwa dalam keluarga berarti semakin berat beban yang harus
ditanggung keluarga.
Di wilayah Jawa Bali angka rata-rata jumlah jiwa per keluarga sebesar
3,52 jiwa atau lebih rendah dibanding wilayah Luar Jawa Bali I (3,88 ) dan
Luar Jawa Bali II (4,01 ). Tiga provinsi di wilayah Jawa Bali yang angka rata-
rata jiwa per keluarga masih tinggi antara lain Banten (4,00), DKI Jakarta
(3,89) dan Bali (3,79). Di wilayah Luar Jawa Bali I, provinsi-provinsi
yang rata-rata jumlah jiwa per keluarga tinggi antara lain Sumatera Utara
(4,24), Sulawesi Barat (4,11) dan Kalimantan Barat (3,99). Sedangkan
untuk wilayah Luar Jawa Bali II rata-rata jumlah jiwa per keluarga yang
tinggi antara lain Provinsi Papua (5,00), Papua Barat (4,34), Nusa
Tenggara Timur (4,32) dan Maluku (4,32).
Perkembangan rata-rata jumlah jiwa per keluarga secara nasional
selama 2 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3. Angka rata-rata
jumlah jiwa per keluarga secara nasional pada tahun 2011 dan 2012
menunjukkan sedikit penurunan menjadi 3,68 jiwa per keluarga.
c. Komposisi Jiwa dalam Keluarga menurut Kelompok Umur
Jumlah jiwa dalam keluarga menurut komposisi kelompok umur
adalah sebagai berikut:
1. Jumlah jiwa anggota keluarga yang berusia 0 - < 1 tahun
(bayi) tercatat sebanyak 3.938.393 jiwa atau 1,66 % dari seluruh jiwa
dalam keluarga. Dilihat per provinsi angka persentase jumlah bayi
dibawah satu tahun ini yang tertinggi ada di Provinsi Papua (3,32%),
sedangkan yang terendah ada di Provinsi DI Yogyakarta (0,41%).
2. Jumlah jiwa anggota yang berusia 1 - < 5 tahun tercatat
sebanyak13.772.389 jiwa atau 5,79 % dari seluruh jiwa dalam
keluarga. Dilihat per provinsi angka persentase ini bervariasi dari
terendah di ProvinsiJawa Timur (5,00%), dan tertinggi di Provinsi
Kepulauan Riau (8,12%).
3. Jumlah jiwa anggota keluarga umur 5 - 6 tahun tercatat
sebanyak 8.800.303 jiwa atau 3,70 % dari seluruh jiwa dalam keluarga.
Dilihat per provinsi angka persentase ini bervariasi dari terendah di
Provinsi DI Yogyakarta (2,81%) dan teringgi di Provinsi Papua Barat
(5,94%).
4. Jumlah jiwa anggota keluarga yang berusia 7 - 15 tahun (usia
wajib belajar) secara nasional tercatat sebanyak 41.815.397 jiwa atau
17,58 % dari seluruh jiwa dalam keluarga. Angka persentase anak usia
sekolah (7 -15 th) tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat (22,92%), dan
terendah di Provinsi DI Yogyakarta (13,25%).
5. Jumlah jiwa anggota keluarga kelompok umur 16 - 21 tahun
secara nasional tercatat sebanyak 29.855.479 jiwa atau sebesar 12,55
% dari seluruh anggota keluarga yang didata. Dilihat per provinsi
angka persentase ini tertinggi di Provinsi Papua (23,87%), dan terendah
di Provinsi D.I.Yogyakarta (8,89%)
6. Jumlah jiwa anggota keluarga kelompok umur 22 - 59 tahun
secara nasional tercatat sebanyak 122.642.463 jiwa atau sebesar 51,55
% dari seluruh anggota keluarga yang didata. Dilihat per provinsi
angka persentase ini tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (58,05%), dan
terendah di Provinsi Papua Barat (40,83%).
7. Jumlah jiwa anggota keluarga umur 60 tahun ke atas,
secara nasional tercatat sebanyak 17.071.756 jiwa atau 7,18 % dari
seluruh jiwa dalam keluarga. Dilihat per provinsi angka persentase ini
tertinggi di Provinsi D.I. Yogyakarta (14,50%), dan terendah di Provinsi
Papua (1,96%).
d. Anak Usia Sekolah Berstatus Sekolah
Data tentang anak usia sekolah yang dikumpulkan melalui Pendataan
Keluarga ini, dan dirinci menurut kelompok umur jenjang pendidikan dasar
(SD dan SLTP), serta menurut status sekolah dan tidak sekolah, dan jenis
kelamin. Hasil Pendataan Keluarga Tahun 2012 memperlihatkan bahwa
secara nasional jumlah anak usia 7 – 15 ntahun yaitu usia sekolah (wajib
belajar 9 tahun) dalam keluarga tercatat sebanyak 41.815.397 orang. Dari
jumlah ini anak usia sekolah yang berstatus sekolah tercatat sebanyak
39.377.190 orang atau 94,17 % dari seluruh anak usia sekolah 7-15 tahun.
Menurut jenis kelamin usia sekolah 7 -15 tahun yang bersekolah terdiri dari
20.210.510 laki-laki (48,33 %), dan 19.166.680 perempuan (45,84 %).
Sementara itu, jumlah anak usia sekolah 7-15 tahun yang tidak sekolah
tercatat sebanyak 2.438.207 jiwa (5,83 %), dan menurut jenis kelamin
terdiri dari 1.302.928 jiwa laki-laki (3,12 %) dan 1.135.279 jiwa
perempuan (2,71 %).
e. Rata – Rata Anak Balita
Hasil pendataan tahun 2012 menunjukkan bahwa di seluruh Indonesia
tercatat jumlah kepala keluarga sebanyak 64.693.806 KK dan jumlah
anak balita sebanyak 17.710.782 anak, sehingga rata-rata anak balita per
keluarga terdapat 0,3 balita, atau dengan kata lain setiap 100 keluarga
terdapat 30 balita. Pada pendataan tahun 2012 ini terdapat 3 provinsi
mempunyai rata-rata balita per keluarga terendah yaitu Provinsi Jawa
Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara dan Kalimantan
Tengah masing-masing 0,2 balita per keluarga.
Sementara itu Pendataan Keluarga Tahun 2012 ini juga tercatat
jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) sebanyak 45.504.450 PUS. Jika
dibandingkan dengan jumlah anak balita, maka dapat dikatakan bahwa rata-
rata setiap PUS terdapat 0,4 balita, atau dengan kata lain setiap 100 PUS
terdapat 40 balita. Dilihat per provinsi rata-rata terendah di Provinsi Jawa
Barat, Jawa Timur, Bali, dan Kalimantan Tengah (0,3 balita per PUS) dan
tertinggi diProvinsi Nusa Tenggara Timur (0,7 balita per PUS) dan Maluku,
Papua Barat dan Kepualauan Riau (0,6 balita per PUS).
Pada pendataan keluarga tahun 2012 ini juga dicatat jumlah Wanita
Usia Subur (WUS) sebanyak 67.551.924 wanita. Kalau angka ini
dibandingkan dengan jumlah anak balita, maka rata-rata jumlah balita per
wanita usia subur tercatat sebesar 0,3 balita per WUS. Dengan kata lain
setiap 100 WUS terdapat 30 anak balita. Menurut provinsi angka rata-rata
balita per WUS ini terendah di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Utara, Bengkulu, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Timur (0,2) dan tertinggi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Papua Barat dan Kepulauan Riau (0,4).
PEMBAHASAN
Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan
anggotanya. Diantara fungsi keluarga dalam tatanan masyarakat yaitu memenuhi kebutuhan
gizi dan merawat serta melindungi kesehatan para anggotanya. Hal itu dilakukan dalam
upaya mengoptimalkan pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas seluruh anggotanya.
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap
keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum. Sehingga penilaian terhadap status kesehatan
dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak penting untuk dilakukan.
A. KESEHATAN IBU
Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur status kesehatan
ibu pada suatu wilayah, salah satunya yaitu Angka Kematian Ibu (AKI). AKI merupakan
salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan
kesehatan.
Dari data 5.1 yang ada pada keadaan lapangan menunjukkan bahwa AKI di
Indonesia sejak tahun 1991 hingga 2007 mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup. Namun pada tahun 2012 SDKI kembali mencatat kenaikan
AKI yang signifikan, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup.
Upaya penurunan angka kematian ibu dan angka kematian neonatal dilakukan
dengan cara :
a. Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru
lahir minimal 150 rumah sakit (PONEK) dan 300 puskesma/balkesmas (PONED)
b. Memperkuat sistem rujukan yang efektif dan efisien antar puskesmas
dan rumah sakit.
Untuk mencapai target penurunan AKB pada MDG 2015 yaitu sebesar 23 per 1.000
kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bagi bayi baru lahir
(neonatal) menjadi prioritas utama. Komitmen global dalam MDGs menetapkan target terkait
kematian anak yaitu menurunkan angka kematian anak hingga dua per tiga dalam kurun
waktu 1990-2015.
Data dan informasi yang akan disajikan berikut ini menerangkan berbagai indikator
kesehatan anak yang meliputi :
2. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpapar
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah
dengan Imunisasi (PD3I) antara lain: TBC, Difteri, Tetanus, Hepatitis B, Pertusis,
Campak, Polio, radang selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi
imunisasi akan terlindungi dari berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat
menimbulkan kecacatan atau kematian.
Proses pembentukan antibodi untuk melawan antigen secara alamiah disebut
imunisasi alamiah. Sedangkan program imunisasi melalui pemberian vaksin adalah
upaya stimulasi terhadap sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi dalam
upaya melawan penyakit dengan melumpuhkan antigen yang telah dilemahkan yang
berasal dari vaksin. Program imunisasi merupakan salah satu upaya untuk melindungi
penduduk terhadap penyakit tertentu. Program imunisasi diberikan kepada populasi
yang dianggap rentan terjangkit penyakit menular, yaitu bayi, balita, anak-anak,
wanita usia subur, dan ibu hamil.
Imunisasi terdiri dari:
a. Imunisasi Dasar Pada Bayi
Imunisasi melindungi anak terhadap beberapa Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Seorang anak diimunisasi dengan vaksin yang
disuntikkan pada lokasi tertentu atau diteteskan melalui mulut. Sebagai salah satu
kelompok yang menjadi sasaran program imunisasi, setiap bayi wajib
mendapatkan imunisasi dasar Lengkap yang terdiri dari : 1 dosis BCG, 3 dosis
DPT-HB dan atau DPT-HB-Hib, 4 dosis polio, dan 1 dosis campak. Dari
imunisasi dasar lengkap yang diwajibkan tersebut, campak merupakan imunisasi
yang mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai komitmen Indonesia pada global
untuk mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90% secara tinggi dan
merata. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak adalah salah satu penyebab
utama kematian pada balita. Dengan demikian pencegahan campak memiliki
peran signifikan dalam penurunan angka kematian balita.
MDGs di Indonesia
- Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua
Target MDGs kedua adalah mencapai pendidikan dasar untuk
semua pada 2015. Ini artinya bahwa semua anak Indonesia, baik laki-
laki maupun perempuan, akan dapat menyelesaikan pendidikan dasar.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi target ini dengan
mencanangkan Program Wajib Belajar 9 tahun. Kebijakan ini terbukti
telah meningkatkan akses untuk pendidikan SD. Akan tetapi, masih
banyak anak usia sekolah di pelosok negeri yang belum dapat
menyelesaikan SD-nya. Bahkan di perdesaan, tingkat putus sekolah
dapat mencapai 8,5%. Kualitas pendidikan di Indonesia selama ini
masih perlu ditingkatkan dan manajemen pendidikan juga kurang baik.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah : Terdiri dari dua atau
lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi yang biasanya
hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain. Anggota
keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial : suami,
istri, anak, kakak dan adik. Mempunyai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota
Konsep keluarga sejahtera yaitu dimana keluarga dibentuk atas perkawinan yang
sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada
Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan
antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya.
5.2 Saran
Mahasiswa keperawatan hendaknya mengetahui tentang masalah kesehatan di
Indonesia pada saat ini ataupun masa lalu terutama masalah angka kemiskinan di
Indonesia yang sekarang lagi trend dan banyak dibicarakan oleh pemerintah. Karena
kalau angka kematian ibu ini semakin meningkat setiap tahunnya maka bangsa Indonesia
akan rugi.
Kemampuan perawat harus bisa menangani apa yang menjadi penyebab dari
kemiskinan di Indonesia. Untuk itu, institusi pendidikan Hendaknya lebih memberikan
arahan dan bimbingan pada peserta didik dalam melaksanakan praktek di lapangan
beserta pada saat pembelajaran dikelas.