1706099496
Pendahuluan
Reaksi kusta adalah episode akut atau subakut yang dimediasi secara imunologis yang
menginterupsi perjalanan penyakit kusta yang kronis yang mempengaruhi kulit, saraf,
mukosa dan/atau organ tubuh lainnya. Reaksi dapat terjadi pada semua jenis kusta kecuali
tipe indeterminate (I). Reaksi ini dapat mengakibatkan deformitas dan cacat. Tetapi, jika
ditangani dengan segera dan memadai, deformitas dan cacat dapat dicegah.
Dalam persepsi pasien, adanya reaksi tidak hanya mengindikasikan memburuknya penyakit,
tetapi juga menimbulkan keraguan tentang kesembuhan penyakit. Serangan reaksi yang
berulang juga mempengaruhi kepatuhan obat.
Imunopatogenesis
Reaksi reversal disebabkan oleh peningkatan imunitas selular (hipersensitivitas tipe lambat)
terhadap antigen M.leprae di kulit dan saraf yang diperankan oleh makrofag di kulit dan sel
Schwann di saraf. Reaksi tipe 1 ditandai dengan infiltrasi limfosit CD4, khususnya kelas Th1,
dengan peningkatan ekspresi molekul adhesi di endotel pembuluh darah.
Terkait peningkatan ekspresi molekul adhesi tersebut, terjadi pula peningkatan reseptor IL-2
dan INF-gamma, yang menghasilkan peningkatan imunitas seluler (limfosit) di kulit dan
saraf. Secara klinis, hal ini bermanifestasi sebagai lesi kulit dan saraf yang terlokalisir;
menghasilkan neuritis dan kerusakan saraf. Tidak diketahui antigen atau determinan
antigenik M. leprae yang terlibat sebagai penyebab RR. Peran autoimunitas tidak jelas, oleh
karena itu mungkin ada jalur alternatif yang dimediassi oleh imunitas untuk menghasilkan
inflamasi, baik dipicu oleh antigen yang diturunkan inang atau oleh proses molekuler.
Histopatologi
Menunjukkan gambaran karakteristik reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Pada fase awal,
terdapat edema ekstraselular ringan dengan proliferasi fibroblast dan limfosit. Kemudian,
edema bertambah dan terdapat perubahan komposisi sel di dalam dan sekitar granuloma
epiteloid karena influx limfost. Terdapat edema dan infiltrasi di sekitar saraf yang merusak sel
Schwann, akibat adannya limfosit CD4 dan juga iskemia yang menyebabkan sensasi nyeri
serta functional loss.
Studi imunologi
Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai penelitian telah menunjukkan peningkatan
ekspresi sitokin proinflamasi, tumor necrosis factor alpha (TNF-alpha), interleukin 1b (IL-1b),
IL-6, interferon gamma (IFN-t) dan IL-12, dan sitokin imunoregulator, transforming growth
factor beta (TGF-beta) dan IL-10 dalam lesi kulit yang mengalami reaksi, bersamaan dengan
aktivasi makrofag. Dengan menggunakan reaksi PCR berbasis asam ribonukleat (mRNA) dan
hibridisasi in situ, diamati bahwa persentase sel yang lebih tinggi menyatakan IFN-gamma
pada RR daripada lesi ENL. Selain itu, sinyal yang lebih tinggi untuk human serine esterase
(penanda sel T sitotoksik) terdapat pada RR daripada pada ENL. Secara umum, dalam RR,
respon sitokin adalah dari Th1 tipe dan ENL adalah Th2.
Ditemukannya antibodi yang tinggi terhadap protein stres pada pasien dengan RR, terutama
antigen 18 kDa, bersama dengan peningkatan respons lymphoproliferative terhadap M.
leprae soluble extract (MLSE), menunjukkan adanya koeksistensi antara imunitas yang
diperantarai sel dan humoral pada pasien kusta selama reaksi tipe 1.
Manifestasi klinis
- Dapat dibagi menjadi
o Akut: gejala menetap kurang dari atau sama dengan 1 bulan
o Subakut: gejala menetap lebih dari 1 bulan sampai 6 bulan,
o Kronik: gejala menetap lebih dari 6 bulan,
o Rekuren/berulang: episode rekuren setelah 3 bulan berhenti terapi anti reaksi
o Reaksi reversal lambat: muncul setelah RFT
o RR dapat terjadi setelah MDT, dala 2 tahun pertama setelah RFT. Ini terjadi
terutama pada orang-orang yang mengalami reaksi berulang selama
pengobatan atau bahkan sebelum memulai terapi. Biasanya terlihat di infiltrat
dan plak tipis yang ada di wajah dan area lain yang terbuka seperti lengan.
- Reaksi tipe 1 sebagai bagian dari immune reconstitution in ammatory syndrome
(IRIS) pada pasien HIV positif setelah pasien mendapatkan highly active
antiretroviral therapy (HAART) peningkatkan CD4 lesi menjadi inflamatif,
seperti RR, atau bisa juga muncul lesi khas kusta pada pasien yang tidak memiliki lesi
sebelumnya (infeksi subklinis) terjadi pada 3 bulan pertama HAART.
- Gejala: rasa terbakar, tersengat pada lesi kulit. Dapat disertai rasa nyeri dan
hilangnya kekuatan/persepsi sensorik pada ekstremitas. Pasien tiba-tiba mulai
menjatuhkan barang-barang dari tangan mereka dan/atau tersandung ketika
berjalan.
- Tanda:
o Lesi lama menjadi lebih eritematosa dan bengkak, bisa juga nyeri menyerupai
erisipelas.
o Dapat terjadi nekrosis dan ulserasi
o Lesi mengalami deskuamasi setelah mereda
o Bisa muncul kelompok lesi baru di tempat yang semula tidak ada lesi lesi
mengalami “upgrading” dari lesi yang sebelumnya
o Edema pada ekstremitas atau wajah
o Neuritis
Pembengkakan cepat dengan nyeri hebat pada satu atau lebih saraf
tepi sering terjadi. Saraf perifer yang terkena biasanya dekat dengan
lesi kulit yang dipersarafi oleh saraf yang sesuai. Dalam bentuk parah
T1R, abses saraf dapat dibentuk.
o ‘silent neuritis’ hilangnya fungsi saraf tiba-tiba tanpa ada tanda lain inflamasi
atau lesi kulit
- Gejala klinis yang jarang dan tidak khas
o Tenosinovitis akibat inflamasi pada sinovial, bermanifestasi dengan bengkak,
nyeri pada dorsum tangan dan jarang pada dorsum kaki. Umumnya terjadi
dengan kusta BT dan BL
o Reaksi yang sangat parah dapat ditandai dengan nekrosis dan ulserasi dalam.
Hal ini mungkin merupakan hasil dari hipersensitivitas berlebihan pada T1R.
o Manifestasi sistemik seperti demam, malaise, muntah, epistaksis, dan nyeri
sendi
- Histopatologi
Sebelum reaksi terlihat secara klinis, mungkin ada beberapa edema ekstraseluler di
dalam dan sekitar granuloma serta di dermis superfisial. Proliferasi fibrosit yang
tampak di dermis.
Namun, ketika reaksinya tampak secara klinis, respons histolopatogisnya tidak dapat
diprediksi sama sekali, namun derajatnya sangat bervariasi. Edema dan proliferasi
fibroblas mungkin banyak atau hampir tidak signifikan.
Jika reaksi DTH meningkat lebih lanjut, granuloma menjadi sepenuhnya tersusun dari
sel-sel epiteloid dan sel giant. Sel giant benda asing dapat muncul pada tahap ini dan
jika edema banyak, sel tersebut memiliki vakuol karena edema intraseluler.
Ini dapat dikacaukan dengan vakuol lepromatosa, tetapi tidak mengandung basil
tahan asam (AFB), dan ada banyak edema ekstraseluler.
Ciri penting dari reaksi berat adalah adanya ulserasi pemecahan dan penyebaran
granuloma atau bahkan degenerasi mencair.
- Pemeriksaan lepromin karena peningkatan respons hipersensitivitas tipe lambat:
o pada tipe BT dan TT lepromin akan semakin positif kuat
- Pemeriksaan laboratorium lainnya
- Marker seperti CXCL10 dan IL-8
- Level serum IL-17F meningkat
- Diagnosis banding
Reaksi reversal harus dibedakan dari relaps (terpenting), dan penyakit lain seperti
urtikaria akut, erisipelas, selulitis, dan insect bite.
* Relaps didiagnosa jika skor 3; skor maksimal = 7; skor maksimal untuk faktor waktu
= 3; skor maksimal untuk faktor tambahan = 4
Kriteria diagnosis
Termasuk 1 mayor atau setidaknya 3 minor
Mayor Erupsi mendadak papul, nodul, atau plak eritematosa yang nyeri
dan dapat berulserasi
Minor Demam ringan
Pembesaran saraf yang nyeri
Kehilangan sensasi atau kekuatan otot bertambah
Artritis
Limfadenitis
Epididimo-orkitis
Iridosiklitis atau episklerisis
Edema ekstremitas atau wajah
Uji Ryrie atau Ellis positif (Tes 'Ryrie' dilakukan dengan menggunakan
instrumen tumpul (gagang refleks hammer) digerakan di telapak kaki
dengan tekanan ringan (seperti pada Tes refleks Babinski), sambil
mengamati wajah pasien. Tes dinyatakan positif ketika pasien
menunjukkan mengalami rasa sakit dengan menunjukan wajah kesakitan)
FENOMENA LUCIO
Fenomena lucio adalah jenis reaksi ditemukan pada kusta tipe LL non-nodular (infiltrat dan
mengkilap), sering terjadi di Meksiko. Reaksi ini hanya terjadi dalam kasus yang tidak diobati.
Pada tahun 1852 , Lucio dan Alvardo menemukan jenis reaksi ini di Meksiko dan kemudian,
Latapi dan Zamora pada tahun 1948. Dilaporkan juga kasus kusta Lucio dengan gejala awal
berupa fenomena Lucio; kemudian setelah diobati MDT, kasus ini berkembang menjadi lesi
ENL klasik.
Etiopatogenesis dari fenomena ini kurang dipahami dengan baik. M. leprae ditemukan dalam
jumlah banyak di sel endotel pembuluh darah supersial, dan temuan ini behubungan dengan
komplikasi vaskular yang parah. Terdapat vaskulitis dan trombosis pembuluh darah
superifisial dan dalam yang mengakibatkan perdarahan dan infark kulit. Fenomena Lucio
mungkin merupakan varian lain dari ENL, seperti necrotizing ENL.
Manifestasi Klinis
• Reaksi dimulai dengan plak merah kebiruan dengan sedikit indurasi kulit, dan tampak halo
eritematosa, biasanya pada salah satu ektremitas, tetapi juga dapat berkembang pada area
lain dari tubuh. Lesi tidak begitu jelas, terasa nyeri dan jarang teraba. Bentuk lesi ireguler
atau segitiga. Setelah beberapa hari mereka menjadi keunguan di bagian tengah, infark
hemoragik pada bagian tengah dapat terjadi dengan atau tanpa pembentukan lepuh.
Kemudian, lesi menjadi eschar nekrotik, yang mudah terlepas, meninggalkan ulkus yang
bentuknya tidak beraturan. Ulkus sembuh meninggalkan skar superfisial.
• Kadang-kadang lesi bula yang inflamatif dapat juga terjadi, yang kemudian pecah
meninggalkan ulkus dengan tepi bergerigi. Ulkus ini sembuh perlahan dan dapat terjadi
komplikasi selulitis.
• Biasanya, pasien memiliki lesi yang tampak pada tahapan yang berbeda-beda (polimorf).
Dibutuhkan sekitar 3 minggu untuk menjadi ulkus, dan butuh waktu berbulan-bulan untuk
sembuh.
• Tidak ada keluhan demam
• Sebagian kasus berkembang menjadi ENL yang khas setelah memulai MDT. Dalam satu
laporan, 4 dari 10 pasien, menjadi ENL dalam 3 bulan hingga 3 tahun setelah memulai terapi
dapson.
Histopatologi
Rea dan Ridley telah membandingkan gambaran histologi ENL dan lesi fenomena Lucio.
Mereka membedakan fenomena Lucio dari ENL dengan gambaran fenomena Lucio terapat
nekrosis epidermis iskemik, vaskulitis nekrotikan pembuluh darah kecil di dermis atas,
proliferasi endotelial fokal parah pada pembuluh mid-dermal, dan dengan adanya sejumlah
besar basil pada sel endotel.
Diagnosa
Distribusi geografis: banyak ditemui di Meksiko. Ini jarang dilaporkan dari India
Diamati pada kusta Lucio yang sudah lama tidak diobati (bentuk kusta LL non-nodular).
Kusta Lucio ditandai dengan infiltrat difus, hilangnya lipatan kulit wajah (tampak youthful
appearance-beautiful leprosy) dan tidak adanya papul dan nodus.
Gambaran klinis klasik: Plak eritematosa yang menjadi purpura, kemudian nekrotik diikuti
oleh pembentukan eschar hitam. Eschar lepas dalam beberapa hari meninggalkan ulkus
besar dengan bentuk tidak teratur.
Tidak adanya gejala konstitusional
Gambaran histopatologis spesifik: diagnosis klinis yang dikonfirmasi dengan gambaran
histopatologi berupa nekrosis epidermis iskemik, nekrotikan vaskulitis pembuluh darah
kecil di dermis atas, proliferasi endotelial fokal parah pada pembuluh mid-dermal, dan
dengan adanya sejumlah besar AFB dalam sel endotel.
Kondisi membaik setelah memulai MDT.
Perbedaan fenomena Lucio dan reaksi kusta tipe 2 dengan fenomena vasculonecrotic
Fenomena Lucio Reaksi kusta tipe 2 dengan fenomena vasculonecrotic
Terjadi hanya dalam kusta yang difu, tanpa ada lesi Terjadi pada kusta dengan plak dan nodul, lesi
nodular. vasculonecrotic dengan eschar
Lesi eritematosa yang muncul tanpa infiltrat (lesi
kusta tidak pernah menunjukkan adanya papul, plak,
atau lesi kusta lainnya selama perjalanan penyakit)
kemudian mengalami ulserasi, umumnya berbentuk
segitiga atau angular, yang menyembuh
meninggalkan bekas skar dan hipokromik.
Terjadi pada individu yang tidak diobati, beberapa Lebih sering terjadi pada bulan-bulan pertama
tahun setelah timbulnya penyakit dan, menghilang pengobatan
dengan pengobatan yang kadang-kadang berubah
menjadi eritema nodosum
Lesi eritematosa berukuran 0,5-1,0 cm yang Lesi nekrotik yang luas dan dalam, ulkus berbentuk
mengalami ulserasi bulat atau oval di atas nodus
Sensasi terbakar Nyeri iskemik
Biasanya tidak demam, tidak pernah tampak sakit Terdapat demam dan gejala konstitusional
akut, kecuali pada kasus nekrosis yang luas
Tidak mempengaruhi saraf Bisa disertai dengan neuritis
Tidak ada gejala sistemik atau kerusakan visceral Arthralgia, iridocyclitis, orchitis, limfadenopati,
nefritis, hepatitis
Tes Medina positif Tes Medina negatif
Tes ini mirip dengan tes lepromin, tetapi ntigen
dibuat dari lepra Lucio.
Histopatologi menunjukkan kolonisasi BTA pada sel Histopatologi menunjukkan panvaskulitis, yang
endotel, nekrosis epidermis iskemik, nekrosis dimulai dari subkutis, pembuluh darah yang terkena
vaskulitis pada pembuluh kecil dermis superfisial, bervariasi, dengan nekrosis yang lebih besar yang
proliferasi endotel, kongesti vena pasif, dan sebukan menyebabkan skar fibrotik
neutrofilik
Tidak respons dengan thalidomide Respons thalidomide
Resolusi dalam 15 hari Resolusi lambat
Skar hipokromik kecil dengan batas hiperkromik Ulkus dalam yang menimbulkan skar fibrotik,
hipertrofik, dan radiating scars
Tatalaksana
Nonmedikamentosa
Istirahat dan imobilisasi
Perbaikan gizi dan keadaan umum
Tatalaksana penyakit penyerta dan menghilangkan faktor pencetus
Medikamentosa
o Reaksi ringan:
Istirahat di rumah
Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
Menghindari/menghilangkan faktor pencetus
o Reaksi berat:
Imbolisasi lokal organ tubuh yang terkena neuritis/istirahat di rumah
Pemberian analgetik/antipiretik, obat penenang bila perlu
Menghindari/menghilangkan faktor pencetus
Memberikan obat anti reaksi: prednison, lamprene, talidomid (bila tersedia)
o Reaksi tipe 1:
MDT harus segera dimulai (bila pasien belum mendapat terapi kusta) atau
tetap dilanjutkan (bila pasien sedang dalam terapi kusta)
Terapi reaksi reversal ringan: diberikan aspirin atau parasetamol selama
beberapa minggu
Terapi reaksi reversal berat dan neuritis akut: diberikan kortikosteroid
(prednisolon)
o Reaksi tipe 2:
Identifikasi tingkat keparahan reaksi tipe 2
Cari dan atasi faktor pencetus
Lanjutkan pemberian MDT
Terapi reaksi tipe 2 ringan: analgetik dan obat antiinflamasi (OAINS). Aspirin
dapat diberian 600 mg setiap 6 jam setelah makan