Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TUGAS KE-1 (DISKUSI)

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar
pada Universitas Negeri Jakarta
Dosen Pengampu:
Ode Sofyan Hardi, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh:
AZIZ YUDHA NUGRAHA
(5315162680)
ANDREW MAHARDIKA
(5315164809)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2019
1. Sebutkan 4 unsur manusia yang saling terkait!
Jawab :
Manusia memiliki 4 unsur yang saling terkait, yaitu :
 Jasad, yaitu badan kasar manusia yang nampak pada luarnya, dapat di raba dan di foto,
dan menempati ruang dan waktu.
 Hayat, yaitu mengandung unsur hidup, yang ditandai dengan gerak.
 Ruh, yaitu bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan
memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang
menjadi pusat lahirnya kebudayaan.
 Naf, dalam pengertian din atau keakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri.

2. Bagaimana ilmu sosial budaya dasar di dalam kehidupan bermasyarakat?


Jawab :
Berbicara tentang manusia, manusia tak pernah lepas dari lingkup kehidupan
bermasyarakat yang erat kaitannya dengan kebudayaan, nilai-nilai kehidupan, bahkan tak
jarang menghadapi berbagai masalah didalamnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia
membutuhkan beberapa faktor pendukung diantaranya adalah bersosialisasi untuk
kelangsungan hidupnya, manusia mencitakan suatu gagasan yang di sebut sebagai kebudayaan
untuk mengatur kehidupan mereka, dengan adanya budaya manusia dapat membentengi
dirinya ataupun kelompoknya dari hal negatif yang mampu mengancam kelangsungan
hidupnya dan kehidupan generasi penerusnya.
Budaya yang ada saat ini dapat kita pelajari melalui Ilmu Budaya Dasar yang tak lain
adalah ilmu yang mengatur atau membicarakan tentang nilai-nilai, tentang kebudayaan, serta
tentang berbagai masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sistem
pendidikan saat ini baik pada tingkat menengah atau bahkan tingkat perguruan tinggi masih
dirasa kurang dan perlu mengalami penyempurnaan lagi, ruang lingkup pendidikan saat ini
amatlah sempit dan membuat manusia tidak berpandangan luas.
Dengan mempelajari Ilmu Budaya Dasar diharapkan manusia memiliki latar belakang yang
cukup luas tentang kebudayaan Indonesia pada umumnya dan menimbulkan minat mendalami
budayanya lebih lanjut sehingga dapat mengembangkan budayanya sendiri dengan kreatif.
3. Bagaimana keterkaitan antara manusia dan kebudayaan terjalin?
Jawab :
Manusia dan kebudayaan terjalin hubungan sangat erat, Hampir semua tindakan manusia
merupakan kebudayaan. Hanya yang sifatnya naluriah yang bukan merupakan kebudayaan,
tindakan demikian prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan dibiasakan
dengan cara belajar.
Hubungan antara manusia dengan kebudayaan dapat dilihat dari kedudukan manusia
terhadap kebudayaan. Manusia mempunyai empat kedudukan kebudayaan :
 Penganut Kebudayaan
 Pembawa Kebudayaan
 Manipulator Kebudayaan
 Pencipta Kebudayaan

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya.


Jawab :
Ada dua faktor besar yang berpengaruh pada bentuk perubahan kebudayaan seperti yang
sudah diposting beberapa hari lalu, yaitu faktor dari dalam (internal) atau faktor dari luar
(eksternal). Faktor internal meliputi discovery, invention (invensi), innovation (inovasi) dan
enkulturasi, sedangkan untuk faktor yang datangnya dari luar (eksternal) meliputi difusi,
Akulturasi, penetrasi, asimilasi, invasi, hibridisasi.
A. Faktor dari dalam (internal)
 Discovery merupakan penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang
berupa suatu alat baru, atauapun yang berupa suatu ide baru yang diciptakan oleh
seorang individu. Atau bisa juga dikatakan sebagai suatu rangkaian ciptaan-ciptaan
dari individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Contoh penemuan
baru untuk faktor discovery misalnya; mobil, sepeda motor, handphone, tablet dan
sebagainya.
 Invention (invensi) adalah adanya pengakuan, penerimaan dan penerapan dari suatu
masyarakat atas penemuan baru (discovery) tersebut. Hal ini disebabkan karena
untuk membuktikan bahwa seorang individu itu telah menemukan suatu yang baru
membutuhkan tidak hanya satu individu atau penemu/pencipta saja, akan tetapi
harus ada rangkaian-rangkain dari pencipta atau penemu hal yang baru tersebut.
Penemuan sebuah mobil misalnya, merupakan suatu rangkaian penemuan dari
motor gas pada tahun 1875 sampai pada bentuk mobil yang dapat dipakai sebagai
alat pengangkutan pada tahun 1911.
 Innovation (inovasi) terjadi apabila hasil penemuan baru tersebut, misalnya mobil,
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sebagai alat angkutan, sedangkan
masyarakat juga harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan oleh sebuah mobil, misalnya ada sopir, bensin, solar, bengkel, onderdil,
montir, jalan raya dan sebagainya. Adanya pendorong atau motivasi yang
menyebabkan individu-individu untuk mencari penemuan-penemuan baru adalah
kesadaran akan kekurangan dalam kebudayaan, kualitas dari ahli-ahli dalam suatu
kebudayaan, dan perangsang bagi penciptaan-penciptaan baru.
 Proses Enkulturasi atau "pembudayaan" ini terjadi ketika seorang individu
mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan sistem norma
dan peraturan-peraturan yang hidup dalam kebudayaannya. Jadi sejak seorang
individu itu masih kecil itu proses enkulturasi sudah dimulai dalam alam
pikirannya. Bermula dari keluarganya (pendidikan, kasih sayang dan sebagainya),
kemudian berlanjut ke teman-teman sepermainan. Seringkali ia belajar meniru
berbagai macam tindakan, setelah perasaan dan nilai budaya yang memberi
motivasi akan tindakan meniru itu telah dinternalisasikan dalam kepribadiannya.
Dengan berkali-kali meniru maka tindakannya menjadi pola yang tetap, dan norma
yang mengatur tindakannya itu "dibudayakan"
B. Faktor dari luar (eksternal)
 Difusi adalah suatau proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari orang
perorangan kepada orang perorangan lainnya, dan dari suatu masyarakat ke
masyarakat lain, dari bangsa ke bangsa lain. Ada dua tipe difusi, yaitu difusi intra-
masyakat (intra society diffusion) dan difusi antar masyarakat (inter society
diffusion).
 Akulturasi atau acculturation atau culture contract adalah mengenai proses sosial
yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertetentu
dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat laun akan
diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadian
kebudayaan itu sendiri.
 Asimilasi (assimilation) adalah proses yang timbul apabila golongan-golongan
manusia dengan latar belakang kebudayaan berbeda-beda saling bergaul langsung
secara intensif dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama sehingga
kebudayaan golongan-golongan tadi, masing-masing berubah sifatnya yang khas
dan juga unsur masing-masing kebudayaan berubah wujudnya menjadi unsur-unsur
kebudayaan campuran.
 Penetrasi adalah masuknya unsur-unsur kebudayaan asing dari luar ke suatu daerah.
Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing tersebut bisa terjadi secara damai (
penetration pacifique) maupun secara paksaan.
Invasi adalah penyerangan dari suatu negara atau bangsa ke negara atau bangsa
lainnya yang bertujuan untuk menduduki daerah milik bangsa atau negara lain
dengan maksud menjalankan penjajahan atas bangsa yang ditaklukannya dengan
melenyapkan atau meminimalisir kebudayaan asli suatu bangsa.
 Hibridisasi adalah perkawinan campuran di antara kelompok ras manusia yang
berbeda, yang menghasilkan ciri-ciri ragawi yang bersamaan, yang disebabkan oleh
komponen rasial yang bersamaan. Hibridisasi dapat terjadi sejalan dengan migrasi
kelompok-kelompok mansuia, misalnya pada zaman berburu tingkat lanjut (zaman
Mesolitikum). Pada masa berburu tingkat lanjut ini, tidak saja terdapat pantangan
"inces" (perkawinan antar anggota keluarga sedarah), tetapi diduga dalam banyak
hal telah berlangsung exogami atau perkawinan yang terjadi di luar klan. Sebagai
contoh percampuran antara ras Papua Melanesoide, Europaeide dan Mongoleide
yang menghasilkan bangsa Austronesia (nenek moyang bangsa Indonesia) di Asia
Tenggara.

5. Jelaskan Homo Hominis Lupus dan Homo Homini Socius dalam kehidupan bermasyarakat!
Jawab :
A. Manusia sebagai Homo Homini Socius
 Makna manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi yang bermoral
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak mungkin hidup sendiri dalam
memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan orang lain, karena memang manusia diciptakan
Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyarakat atau bersilaturahmi dengan sesama
serta dapat saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan untuk
bermasyarakat atau berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan dasar atau naluri
manusia itu sendiri yang dinamakan Gregariousness. Maka dengan demikian manusia
merupakan makhluk sosial Homo Socius. Socius berasal dari bahasa Latin yang berarti
teman, kawan atau masyarakat, sedangkan Homo yang berarti sejenis. Sehingga Homo
Socius dapat diartikan sebagai makhluk yang selalu ingin berinteraksi dengan sesama
atau bergaul. Adapun ilmu yang mempelajari manusia sebagai makhluk yang
mempunyai naluri untuk senantiasa hidup bersama sesamanya dinamakan ilmu
sosiologi.
Adam Smith seorang filsuf berlatar belakang ekonomi mengutarakan bahwa
manusia adalah makhluk Homo homini socius yang berarti manusia menjadi kawan
bagi manusia lainnya. Inti dari pikiran ini adalah bahwa manusia akan butuh orang lain
dalam hidupnya untuk berinteraksi. Dalam sebuah teori yang sangat sederhana, teori
ini dapat dengan sederhana dibuktikan dengan kebutuhan manusia akan akurasi dan
dipandang baik oleh orang. Dalam konteks ingin dipandang baik oleh orang lain, akan
menjadi sorotan dalam homo homini socius dan kemudian, kebutuhan ini akan
dijelaskan lebih lanjut dengan konsep self esteem atau yang diterjemahkan menjadi
harga diri.
Kebutuhan akan harga diri pertama kali dijelaskan dalam hierarchy of needs, oleh
Abraham Maslow (Schultz, D. 1976). Maslow membagi atas dua bagian untuk
kebutuhan akan harga diri ini, yaitu kebutuhan yang tergolong rendah dan tergolong
tinggi. Yang tergolong rendah mencakup kebutuhan dihormati oleh orang lain,
kebutuhan akan status, popularitas, kemenangan, dikenal, diperhatikan, reputasi,
apresiasi, martabat, dan bahkan dominansi. sementara yang tergolong tinggi mencakup
kebutuhan akan penghormatan terhadap diri sendiri oleh diri sendiri (self respect)
seperti perasaan yakin, kepemilikan akan kompetensi, perolehan hasil, penguasaan
akan suatu hal, kemandirian, dan kebebasan. Bentuk-bentuk ke dua disebut sebagai
kebutuhan yang dikategorikan tinggi oleh Maslow karena ketika sudah memiliki self
respect tersebut, maka seorang individu akan sulit terlepaskan itu semua.
Semua penjelasan-penjelasan tersebutlah, yang kemudian akan membuat seseorang
membutuhkan orang lain, sebab untuk memperoleh harga diri tadi, maka manusia butuh
orang lain untuk memberikannya. Hal ini bahkan dijelaskan oleh Erik Erikson, seorang
psikolog psikodinamika, dalam teori fase-fase perkembangan manusia, psikososial,
bahwa kebutuhan akan harga diri sudah dimunculkan sejak manusia masih bayi
(santrock, J.W, 2006).Manusia dalam memenuhi kebutuhannya di ungkapkan oleh
Adam Smith ( 1723-1790) dalam bukunya yang berjudul “ An Inquiry into the nature
and causes of the wealth of nations”, yaitu Manusia merupakan makhluk ekonomi atau
Homo Economicus yang cenderung tidak pernah merasa puas dengan apa yang
diperolehnya dan selalu berusaha secara terus menerus dalam memenuhi
kebutuhannya. Sebagai makhluk ekonomi manusia selalu bertindak Rasional artinya
selalu memperhitungkan sebab akibat untung atau rugi dalam mengambil suatu
keputusan dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehingga tidak merugikan diri
sendiri. Namun demikian makhluk ekonomi bukanlah makhluk egois yang hanya
Manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mencapai kemakmuran. Mementingkan
diri sendiri dan merugikan orang lain. Makhluk ekonomi cenderung menggunakan
prinsip prinsip ekonomi dalam aktifitasnya.
 Kebebasan Individual
Namun terdapat suatu paradoks tersendiri dalam kebutuhan akan harga diri
tersebut, yaitu ketika seorang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya
ini, terdapat juga issue yang dikemukakan oleh Maslow bahwa manusia butuh mandiri
dan bebas. Jika kita masih membutuhkan orang lain dalam membentuk harga diri kita,
maka dimana letak kebebasan individual dalam bertingkah laku? (Luijpen, W.A, 1969)
Seorang Psikolog Psikodinamika, Erich Fromm, dalam teorinya yang berjudul
“Escape from freedom“, mencoba menjelaskan paradoks ini. Fromm menggunakan
pendekatan dari dua sisi, yaitu bahwa manusia terbatas dalam hal biologis (menurut
pandangan Freud) dan dalam hal aspek sosial (menurut pandangan Marx). Kedua
pendekatan ini yang kemudian menjadi dasar, mengapa manusia bagaimanapun
mencoba untuk lepas dari keterikatannya, tidak akan pernah bisa lepas secara mutlak,
atau menurut Jean Paul sartre (filsuf dari Eropa) bahwa manusia itu ada sebagai
faktisitas (terbatas dalam memilih) juga, selain sebagai eksistensialis (bebas dalam
memilih).
Ada tiga saja, cara melepas diri dari keterikatan yang dilakukan manusia, yang
dikemukakan oleh Fromm, yaitu authoritarianism (melepas diri dari kekuasaan orang
lain dengan menjadi kekuasaan itu sendiri, atau menghindari dari kekuasaan yang dapat
mengganggu dia), Destructiveness (membuat diri menjadi tidak ada sehingga tidak ada
hal dapat diikat, atau menghancurkan pengikat diri), dan automaton conformity
(menjadi sama dengan orang lain di bawah pengikat dirinya, sehingga tidak ada
konfrontasi antara pengikat dengan diri sendiri).
 Ciri Ciri Manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi yang bermoral
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki naluri untuk saling tolong menolong,
setia kawan dan toleransi serta simpati dan empati terhadap sesamanya. Keadaan inilah
yang dapat menjadikan suatu masyarakat yang baik, harmonis dan rukun, hingga
timbullah norma, etika dan kesopan santunan yang dianut oleh masyarakat. Bila hal hal
diatas dilanggar atau terabaikan maka terjadilah yang dinamakan penyimpangan social.
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki 2 harat yaitu :
1. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia yang lain di sekelilingnya
(Masyarakat).
2. Keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekitarnya.
Manusia sebagai makhluk ekonomi memiliki ciri- ciri yaitu :
1. Cenderung melakukan tindakan ekonomi atas dasar kepentingan sendiri.
2. Cenderung melakukan tindakan ekonomi secara efisien.Selalu memikirkan
perbandingan antara apa yang dikorbankan atau dikeluarkan dengan apa
yang akan dicapai hasilnya.
3. Cenderung memilih suatu kegiatan yang paling dekat dengan pencapaian
tujuan diinginkan.
Hubungan antara manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi yang
bermoral.Manusia dalam memenuhi kebutuhannya tak lepas dari hubungannya dengan
orang lain, karena dengan adanya hubungan tersebut maka apa yang dibutuhkan
mungkin dapat terpenuhi, sebagai contoh; Manusia membutuhkan makan nasi maka ia
harus pergi ke pasar untuk membeli beras pada penjual beras, adapun penjual beras
tentunya mendapatkan beras (membelinya) dari para petani di desa. Hubungan jual
beli ini tentunya akan lebih baik dengan mengindahkan etika dan norma (Moral) yaitu
tidak melakukan kecurangan dalam transaksi jual belinya. Seperti mengurangi
timbangan atau transaksi dengan menggunakan sebagian uang palsu dan berbagai
bentuk kecurangan lainya. Bila terjadi kecurangan kecurangan tentunya hubungan
antar manusia tidak akan harmonis. Walau manusia sebagai makhluk ekonomi yang
selalu ingin mementingkan diri sendiri dalam memenuhi kebutuhannya namun tidak
dibenarkan untuk melakukan kecurangan dalam memperoleh apa yang diinginkannya.
Manusia tidak boleh mengabaikan etika dan nilai nilai moral didalam hubungannya
dengan manusia lain (homo socius) dan dalam memenuhi kebutuhannya (homo
economicus).

B. Manusia sebagai Homo Homini Lupus


Homo Homini Lupus, istilah yang tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita, sebuah
istilah yang artinya manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Istilah ini pertama
kali di kemukakan oleh plautus pada tahun 945, yang artinya sudah lebih dari 1500
tahun dan kita masih belum tersadar juga. Di jaman sekarang ini sangat sulit
menjadikan Manusia seperti seorang manusia pada umumnya, sepertinya istilah ini
masih tetap berlaku sampai sekarang. Dalam dunia ini kita mengharapkan dapat hidup
saling berdampingan dalam kedamaian dan saling pengertian dan saling menghargai
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Jangan saling menyakiti, jangan
saling membenci, jangan saling menjatuhkan untuk kepentingan pribadi, jangan
serakah akan hak milik orang lain, jangan menghina orang lain, jangan memandang
rendah orang lain dan jangan menganggap diriku – lah yang paling hebat sehingga
menghalalkan segala cara untuk mencapai suatu tujuan atau hanya kesenangan atau
kepuasan belaka. Menghalalkan segala cara termasuk dengan menyakiti hati sesama
kita.
Itulah Homo Homini Lupus, Manusia adalah serigala bagi manusia lainnya, cuma
bedanya bahwa serigala lebih tegas daripada manusia, serigala tidak menyembunyikan
taringnya dengan senyuman, serigala tetap menunjukkan taringnya - lebih sportif
sementara manusia menyembunyikan 'keganasannya' dalam sebuah senyuman yang
manis, dalam kepura-puraan. Serigala tidak 'memangsa' sesamanya, masih punya nilai
kesopanan, etika, tapi manusia tidak pandang bulu, 'memangsa' siapa saja, tidak
terkecuali anggota keluarga sendiri. Tidak bisa dipungkiri Hidup di dalam suatu negara
sangat di butuhkan sosialisasi karena kita tidak dapat Hidup dengan sendirinya tanpa
ada manusia lain. Apalagi seperti keadaan sekarang ini kita Hidup di jaman yang serba
susah. Demi mempertahankan hidup itu sendiri kita rela melakukan apa saja Mulai dari
yang halal sampai yang Haram, tentunya semua itu kita lakukan untuk
memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Untuk mewujudkan itu semua memang
tidak mudah dimana kita harus menghadapi berbagai konflik yang akan memicu
lahirnya sikap saling mangsa Dan disinilah Peran Hati nurani & ego sangat dibutuhkan.
Gambaran manusia di jaman sekarang ini sangatlah mengerikan dari segi sikap dan
perbuatan terkadang lebih keji dari pada hewan yang paling buas sekalipun, saling
sikut, saling berebut saling tikam bahkan saling memangsa layaknya serigala yang
buas siap menerkam mangsanya demi sebuah kepuasan atau ambisi. Sebagai contoh
yang terjadi di dalam kehidupan kita seperti tindakan kekerasan, mulai dari
perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, serta aksi teror pemboman yang sedang trend
di negara kita dan perang dunia yang memungkinkan akan terjadi lagi.
Pengakuan sebagai umat beragamapun yang telah patuh terhadap ajaranya kerap
kali sebagai alasan tindakan kekerasan bahkan sampai menghilangkan nyawa
seseorang. Banyak pelaku kekerasan seperti tersebut menyatakan ini masalah iman,
masalah Tuhan atau masalah kebenaran (kebenaran yang ditafsirkan manusia itu
sendiri). Kondisi seperti itulah yang kini dialami manusia dalam kehidupan
masyarakat – bahkan dibeberapa abad silam. Padahal manusia bermasyarakat untuk
mencapai tujuan bersama demi kehidupan yang lebih baik. Bertolak dari persoalan
tersebut patut diajukan pertanyaan Apakah manusia itu? Siapakah manusia itu?
Bagaimanakah kodrat kehidupan manusia? Mengingat persoalan yang dihadapi
menyangkut manusia sebagai subyek (pelaku) dalam kehidupan sosial.
Itulah yang direnungkan Drijarka setengah abad silam. Ia merenungkan gejala-
gejala sosial bertolak pengalaman eksistensi manusia. Gejala-gejala sosial dilihat dari
pengalaman eksistensial manusia sebagai subyek sosial. Gagasan-gagasan tentang
manusia merupakan sentral pemikirannya. Ia menolak gagasan bahwa kehidupan
manusia dituntun oleh nafsu-nafsu.
Inti perenungannya tentang manusia merupakan lawan terhadap tesis homo homini
lupus, yang bergagasan bahwa kehidupan manusia adalah perjuangan terus menerus
untuk memuaskan hasrat. Kehidupan manusia adalah sebuah hasrat abadi untuk
meraih kekuasaan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan. Dan, dengan rasionya
manusia dapat belajar dari pengalaman cara-cara paling efektif untuk memperoleh
kepuasan dan menghindari kekecewaan. Jadi, kehidupan menurut kodrat manusia
adalah sebuah pertempuran.
Sedangkan masyarakat, dalam pandangan tersebut, hanya sebagai sarana untuk
kepentingan-kepentingan egoisitisnya. Manusia secaara kodrati tidak mencari
masyarakat demi masyarakat itu sendiri, melainkan mencari keuntungan tertentu
darinya. Oleh karena itu hubungan-hubungan sosial merupakan produk dari kalkulasi
dan persetujuan daripada dorongan. Hubungan-hubungan sosial lebih bersifat
eksternal bagi individu daripada merupakan kesepahaman moral bersama.
Pandangan seperti itulah yang ditolak Drijarkara. Bagi Drijarkara, manusia bukan
pertentangan antara jiwa dan badan. Manusia adalah pribadi dengan dimensi
kejasmanian dan kerohanian, dimana roh mewujudkan refleksi budi dan kesadarannya
dengan melalui badan, kejasmanaian merupakan ungkapan roh yang menjelma.

Anda mungkin juga menyukai