Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan

Pada percobaan yang berjudul Elektrogravimetri ini bertujuan untuk


memisahkan dan menentukan kadar ion Cu2+ dalam suatu cuplikan secara
elektrogravimetri. Elektrogravimetri merupakan suatu metode analisa kimia fisika,
prinsip dari analisa elektrogravimetri sama dengan analisa secara gravimetrik, hanya
saja elektrogravimetri zat yang akan ditentukan akan mengendap atau menempel pada
elektroda selama proses elektrolisa menggunakan arus listrik, logam yang akan
ditentukan didalam larutan harus berbentuk kation (Harvey, 2000). Reaksi kimia yang
menghasilkan endapan tersebut dilakukan melalui proses elektrolisis. Elektrolisis
merupakan proses kimia yang mengubah energi listrik menjadi energi kimia.
Komponen yang terpenting dari proses elektrolisis ini adalah elektroda dan larutan
elektrolit. Sel elektrolisis adalah sel elektrokimia yang menimbulkan terjadinya reaksi
redoks yang tidak spontan dengan adanya energi listrik dari luar. Sel elektrolisis
memanfaatkan energi listrik untuk menjalankan reaksi non spontan (ΔG > 0)
lingkungan melakukan kerja terhadap sistem (Kennedy, 1999).
Pada percobaan ini digunakan jenis elektroda berupa kawat Cu (tembaga).
Penggunaan kawat Cu ini dikarenakan sifat Cu yang inert, sehingga tidak akan
bereaksi dengan komponen-komponen logam dalam sistem elektrokimia tersebut.
Apabila digunakan elektroda yang tidak inert, maka elektroda tersebut kemungkinan
akan ikut bereaksi dengan komponen-komponen logam dalam sistem elektrokimia ini
sehingga akan mengganggu hasil logam yang akan diendapkan, dan mempengaruhi
kadar Cu yang diinginkan, Penggunaan elektroda lain diperbolehkan asalkan
elektroda tersebut bersifat inert, misalnya karbon, platina (Pt) dan emas (Au) .
Langkah pertama dalam percobaan ini yaitu mempersiapkan elektroda Cu yang
berupa kawat berwarna kuning kemerahan. Kawat tembaga tersebut dipotong terlebih
dahulu sepanjang 10 cm dan kemudian dibersihkan dengan mengamplas kawat
tembaga tersebut dengan tujuan untuk menghilangkan pengotornya. Amplas yang
digunkan adalah amplas kasar dan kemudian dilanjutkan dengan amplas halus, hal ini
untuk memaksimalkan agar pengotor pada kawat tembaga benar-benar hilang.
Setelah itu kawat tembaga dibentuk menjadi spiral, yang bertujuan untuk
memudahkan endapan yang akan menempel dan juga endapan yang telah menempel
tidak akan mudah rontok karena bentuknya yang spiral. Kawat tembaga bentuk spiral
ini yang nantinya akan digunakan sebagai elektroda pada katoda. Kemudian elektroda
Cu ditimbang dengan menggunakan neraca analitis, sehingga diperoleh massa awal
(Wo) elektroda Cu sebesar 2,210 gram. Selain mempersiapkan elektroda Cu, juga
dipersiapkan elektroda karbon dari baterai.
Setelah itu membuat larutan CuSO4. Kristal CuSO4 yang berwarna biru
ditimbang terlebih dahulu sebanyak 8 gram. Kemudian diencerkan dengan aquades
sebanyak 500 mL. Kemudian alat elektroanaliser dirangkai dengan 2 kabel penjepit
buaya. Penjepit buaya yang berwarna hitam dicapitkan pada kawat tembaga
sedangkan penjepit buaya yang berwarna merah dicapitkan pada elektroda karbon.
Pada waktu merangkai alat ini diatur juga nilai beda potensial dan kuat arus listrik
untuk proses elektrolisis sebesar 5 Volt dan 0,5 A.
Setelah itu mengambil 50 mL larutan CuSO4 (berwarna biru) yang telah dibuat
sebelumnya dan dimasukkan pada gelas kimia. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan
HNO3 3 M yang berupa larutan tak berwarna. Fungsi penambahan asam nitrat ini
adalah untuk menciptakan suasana asam dan sebagai katalis yang dapat mempercepat
reaksi dengan memberi jalur alternatif lain untuk terjadi suatu reaksi, dimana
konduktivitas akan naik sehingga transfer ion akan lebih cepat berlangsung. Asam
nitrat dapat mengionkan CuSO4 yang merupakan larutan cuplikan, sehingga terbentuk
ion Cu2+ dan SO42- sehingga ion Cu2+ dapat diendapkan menjadi Cu secara lebih
optimal, karena ion Cu2+ sukar diendapkan jika tanpa bantuan katalis. Hal ini dapat
terjadi karena rata-rata logam dapat larut dalam larutan asam.
Asam nitrat juga berfungsi sebagai depolizer atau buffer potensial dimana
mencegah reduksi H+ yang berasal dari H2O. Jika terlalu banyak H+ pada larutan,
maka H+ akan menempel pada katoda sehingga akan mengganggu jalannya reaksi,
dimana H+ akan menghalangi Cu2+ yang akan menempel pada katoda. Sehingga
antara H+ dan Cu2+ akan bersaing untuk menempel pada katoda yang memiliki
muatan negatif (Harvey, 2000). Hal inilah yang akan mengakibatkan terjadinya galat
pada saat menghitung kadar Cu2+, karena prinsip elektrogravimetri sendiri didasarkan
pada hasil penimbangan berat zat yang mengendap pada salah satu elektroda. Jadi
endapan yang dihasilkan akan sangat berpengaruh pada perhitungan kadar Cu2+.
Apabila percobaan ini dilakukan tanpa penambahan HNO3, maka yang tereduksi
terlebih dahulu adalah H+ karena H+ lebih cepat tereduksi daripada Cu2+. Asam nitrat
diperlukan untuk percobaan ini, dikarenakan konsentrasi Cu2+ diturunkan dengan
elektroreduksi, katoda menjadi lebih negatif sampai reduksi nitrat terjadi, hal ini
dapat menstabilkan potensial katoda, di mana tidak menjadi cukup negatif untuk
mereduksi logam-logam tertentu lainnya.
Setelah itu penjepit buaya yang telah dirangkai pada batang karbon dan kawat
Cu dimasukkan ke dalam gelas kimia yang sudah diisi larutan CuSO4 dan HNO3. Pada
percobaan elektrogravimetri ini elektroda berperan sebagai tempat berlangsungnya
reaksi. Reaksi reduksi berlangsung dikatoda, sedangkan reaksi oksidasi berlangsung
di anoda. Kutub negatif sumber arus mengarah pada katoda (sebab memerlukan
elektron) dan kutub positif sumber arus tentunya mengarah pada anoda. Akibatnya,
katoda bermuatan negatif dan menarik kation-kation yang akan tereduksi menjadi
endapan logam. Sebaliknya, anoda bermuatan positif dan menarik anion-anion yang
akan teroksidasi menjadi gas. Proses elektrolisis dilakukan selama 10 menit. Selama
10 menit tersebut terjadi suatu proses perubahan energi listrik menjadi energi kimia
dengan persamaan reaksi sebagai berikut.
Katoda : Cu2+ (aq) + 2e → Cu (s)
Anoda : 2H2O (l) → O2 (g) + 4H+ (aq) + 4e
2Cu2+ (aq) + 2H2O (l) → 2Cu (s) + O2 (g) + 4H+ (aq)
Ketika di elektrolisis pada anoda terbentuk gelembung-gelembung dan warna
larutan menjadi biru pudar. Gelembung tersebut merupakan gelembung gas O2 yang
menunjukkan terjadinya reaksi oksidasi pada anoda yang bermuatan positif menarik
anion-anion yang akan teroksidasi menjadi gas, sehingga terbentuk gelembung-
gelembung gas. Setelah 10 menit alat elektroanaliser dimatikan. Lalu kedua elektroda
yang telah dielektrolisis tersebut diangkat dari gelas kimia dan dilepaskan dari
penjepit buaya, dan dihasilkan endapan hitam yang menempel pada kawat tembaga
spiral dan juga campuran larutan menjadi berwarna biru pudar dan terdapat endapan
kehitaman.
Katoda merupakan eletroda tak inert (Cu) yang dialiri arus listrik dari kutub
negatif power supply. Pemberian elektroda tak inert pada katoda tidak memberikan
pengaruh terhadap reaksi kimia yang terjadi selama proses elektrolisis. Pemilihan
katoda Cu dikarenakan sifat Cu yang inert, sehingga tidak akan bereaksi dengan
komponen-komponen logam dalam sistem elektrokimia tersebut dan juga didasarkan
pada kemudahan pada pengukuran kadar Cu pada CuSO4. Hal ini dikarenakan jenis
endapan yang akan dihasilkan pada reaksi reduksi ini sama seperti katoda yang
digunakan yaitu Cu. Ion Cu2+ berperan pada reaksi reduksi pada katoda, hal ini
disebabkan oleh tertariknya kation (Cu2+) pada katoda yang bermuatan negatif.
Kemudian elektron yang lepas dari anoda berinteraksi dengan kation (Cu2+) dan
membentuk endapan Cu yang menempel pada katoda (kawat Cu). Keadaan ini
menyebabkan terjadinya penambahan massa kawat tembaga spiral setelah
dielektrolisis karena adanya endapan logam Cu. Interaksi ini disebut dengan reaksi
reduksi, sehingga terjadi penurunan bilangan oksidasi dari +2 menjadi 0.
Anoda merupakan elektroda inert (karbon) yang dialiri arus listrik dari kutub
positif. Ion SO42- berperan dalam reaksi oksidasi di anoda, karena aliran muatan
positif dari power supply yang menarik spesi bermuatan negatif. Ion SO42- merupakan
oksida asam, sehingga ion SO42- tidak dapat teroksidasi lagi. Oleh karena itu yang
bereaksi pada anoda merupakan H2O, di mana unsur O dalam H2O mengalami
oksidasi menjadi O2 dengan kenaikan bilangan oksidasi dari -2 menjadi 0. Hal ini
ditandai dengan terbentuknya gelembung udara yang dapat diamati, Gelembung yang
dihasilkan tersebut merupakan gelembung gas O2 yang menunjukkan terjadinya
reaksi oksidasi pada anoda yang bermuatan positif yang menarik anion-anion yang
akan teroksidasi menjadi gas, sehingga terbentuk gelembung-gelembung gas. Reaksi
dianoda ini juga disertai oleh pelepasan elektron sehingga bereaksi dengan kation
Cu2+ membentuk endapan yang menempel pada katoda.
Setelah 10 menit, kawat Cu diambil dan dicuci menggunakan aseton. Pencucian
ini bertujuan untuk menghilangkan pengotor organik yang mungkin terbentuk selama
proses elektrolisis, Aseton merupakan pelarut organik yang bersifat non polar yang
dapat melarutkan pengotor yang bersifat non polar. Pencucian ini juga berfungsi
untuk mengeringkan katoda sebelum dilakukan penimbangan. Aseton dapat
mengeringkan katoda karena bersifat volatile (mudah menguap), sehingga tidak
mempengaruhi berat katoda saat penimbangan. Pencucian juga harus dilakukan
dengan hati-hati agar endapan yang menempel tidak rontok, karena akan
mempengaruhi perhitungan kadar Cu nantinya.
Selanjutnya ketika kawat Cu telah kering maka dilakukan penimbangan
kembali dan diperoleh massa akhir (Wt) Cu sebesar 2,243 gram. Larutan Cu setelah
dielektroanalisis berwarna biru muda dan terdapat endapan hitam kemerahan. Setelah
diperoleh berat awal (Wo) dan berat akhir (Wt) dari Cu, maka dapat dihitung massa
Cu yang diendapkan (W) menggunakan rumus sebagai berikut.
W = Wt – Wo
Sehingga diperoleh massa Cu yang diendapkan sebesar 0,033 gram. Setelah diketahui
massa Cu yang diendapkan, maka dapat dihitung berat teoritis, % rendemen Cu dan
% kadar Cu dalam sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
𝑒𝑖𝑡
Perhitungan berat teoritis: W =
𝐹
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
% rendemen Cu = 𝑥 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐶𝑢 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
𝑊 𝐶𝑢 (𝑔)
% Cu dalam sampel = 𝑉 𝐶𝑢𝑆𝑂4 𝑥 100%

Sehingga diperoleh berat teoritis sebesar 0,0987 gram, dan % rendemen Cu sebesar
33,43%. Persen rendemen merupakan persentase yang menunjukkan % Cu yang
mengendap melalui proses elektrolisis. Sedangkan % kadar Cu dalam sampel sebesar
0,066%.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
pemisahan logam Cu dari larutan CuSO4 ditandai dengan terbentuknya endapan Cu
pada katoda (kawat tembaga) dan setelah melalui proses elektrolisis didapatkan
massa endapan Cu sebanyak 0,033 gram dan kadar Cu dalam sampel sebesar 0,066%.

Anda mungkin juga menyukai