Anda di halaman 1dari 12

Perdarahan Antepartum

Definisi: perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu dan sangat membahayakan kondisi
ibu dan janin. Perdarahan terjadi sejak trimester ketiga keatas dan dapat berupa bercak maupun
perdarahan masif.

Etiologi:

- Obstetrik:

solusio plasenta/abruptio plasenta, plasenta previa, vasa previa, perdarahan pada sinus vaginalis,
dan ruptur uteri

- Nonobstetrik:

karsinoma cervix, cervisitis, polip cervix, laserasi vagina, trauma, dan varises vulva

SOLUSIO PLASENTA (ABRUPSIO PLASENTA)

Solusio plasenta adalah suatu keadaan terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal
plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum
waktunya yakni sebelum anak lahir.

Klasifikasi

1. Berdasarkan rupturnya plasenta


a. Ruptura sinus marginalis (pada pinggirnya saja)
b. Solutio plasenta parsialis (lebih luas)
c. Solusio plasenta totalis (seluruh permukaan maternal plasenta terlepas)

2. Berdasarkan pengeluaran darah


a. Revealed hemorrage
Perdarahan akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya menyelinap
di bawah selaput ketuban lalu akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis. Jika
perdarahan tersebut keluar melalui vagina → revealed hemorrhage
b. Concealed hemorrage (perdarahan tidak keluar sampai ke vagina)
Hal ini disebabkan karena :
- Bagian kepala janin melekat erat terhadap segmen bawah rahim
- Perdarahan masuk ke dalam selaput ketuban setelah ketuban pecah
- Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim

3. Berdasarkan beratnya gejala klinis


a. Solusio plasenta ringan
- Luas plasenta yang terlepas: < 25%
- Jumlah darah yang keluar: < 250 ml
- Warna darah kehitaman
- Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada
b. Solusio plasenta sedang
- Luas plasenta yang terlepas : 25 – 49 %.
- Jumlah darah yang keluar: 250 – <1.000 ml
- Umumnya pertumpahan darah terjadi ke luar dan ke dalam bersama-sama.
- Gejala-gejala jelas: rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin
menjadi cepat, hipotensi dan takikardia
c. Solusio plasenta berat
- Luas plasenta yang terlepas: > 50%
- Jumlah darah yang keluar: 1.000 ml atau lebih.
- Gejala-gejala jelas: keadaan umum penderita buruk dan mengalami syok, hampir pada seluruh
kasus janin sudah meninggal.
- Komplikasi: koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguria biasanya telah ada
Faktor resiko

1. Usia wanira saat hamil (umur ≥ 35 tahun dan < 20 tahun)


2. Pre-eklamsia
3. Hipertensi kronis (penyebab utama abrupsio plasenta – 44% kasus)
4. Rupturnya membran secara imatur
5. Kehamilan multipara
6. Berat lahir rendah
7. Hidramnion
8. Merokok
9. Thrombofilia (gangguan pembekuan darah)
10. Penggunaan kokain – terdapat peningkatan katekolamin dan hipertensi → spasme pembuluh
darah
11. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
12. Leiomioma uteri – terutama jika lokasinya di belakang tempat implantasi plasenta
13. Trauma

Epidemiologi

- Merupakan perdarahan antepartum yang menyebabkan kematian janin dan ibu, prevalensinya 6%.
- Solutio plasenta lebih berbahaya dibandingkan plasenta previa karena menyebabkan perdarahan
yang lebih banyak.
- Solutio plasenta terjadi pada 1% kehamilan diseluruh dunia.

Penyebab terjadinya solusio plasenta adalah adanya perdarahan ke dalam decidua basalis. Selain
itu, dapat terjadi karena adanya spasme pembuluh darah sehingga bagian distal pembuluh darah
tidak mendapat perdarahan sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Peningkatan tekanan
darah ibu membuat pembuluh darah yang sudah rapuh tidak dapat mengkompensasi tekanan darah
tersebut sehingga akhirnya terjadi pelepasan plasenta dari tempat implantasinya. Trauma, yang dapat
terjadi akibat pergerakan janin yang terlalu hebat ataupun dari faktor ibu (tidak sengaja terjatuh atau
terbentur) juga dapat mengakibatkan solusio plasenta.

Patofisiologi

Perdarahan pada desidua basalis (salah satunya dapat terjadi karena rupturnya desidua arteri
spiralis) → desidua basalis terlepas → lama kelamaan terbentuk hematoma → pelepasan lebih luas,
kompresi, dan kerusakan bagian plasenta

Lama kelamaan perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus tidak mampu berkontraksi untuk
menjepit PD arteri spiralis untuk hentikan perdarahan, kadang perdarahan akan terperangkap dalam
uterus (concealed hemorrhage)  Hematom retroplasenta bertambah besar  menyebabkan
plasenta terlepas seluruhnya, sebagian akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari
vagina/menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban/mengadakan ekstravasasi di
antara serabut otot uterus  bila ektravasasi hebat  maka seluruh permukaan uterus akan
berbercak ungu atau biru dan terasa sangat tegang serta nyeri (uterus couvelaire)

Kerusakan jaringan miometrium dan hematoma retroplasenta  akibatkan lepasnya tromboplastin


(mengubah protombin menjadi trombin)  Trombin (mengubah fibrinogen menjadi fibrin) 
pembekuan darah yang luas  persediaan fibrinogen terkuras, kemudian terbentuk plasmin untuk
fibrinolisis yang menghancurkan bekuan darah yang terbentuk untuk pertahankan sirkulasi mikro 
terjadi koagulopati konsumtif (aktivasi patologis dari mekanisme pembekuan darah)

Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya
terlepas, anoksia akan mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin
tidak berpengaruh sama sekali atau mengakibatkan gawat janin.

Manifestasi Klinis

Gejala umum:
- perdarahan vagina
- nyeri abdomen/nyeri punggung dan uterus
- fetal distress (kondisi abnormal dari janin , biasanya ditemukan pada kehamilan dan ditandai dengan
denyut jantung yang abnormal)
- kontraksi uterus yang abnormal (cth: hipertonik)
- kelahiran prematur yang idiopatik
- kematian janin

1. Solusio plasenta ringan


- Hematom berukuran beberapa sentimeter
- Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit
- Darah yang keluar bewarna merah.
- TTV dan KU ibu janin baik.
- Kadar fibrinogen darah normal (200-400 mg/dL)

2. Solusio Plasenta Sedang


- Rasa nyeri pada perut yang terus menerus
- Denyut jantung janin  gawat janin
- Perdarahan yang tampak keluar lebih banyak
- Gejala : takikardia, hipotensi, kulit dingin, dan keringatan, oliguria, kadar fibrinogen
berkurang antara 150-250 mg/dL
- Koagulopati dan gangguan fungsi ginjal.
- Janin mulai sulit dipalpasi
- Perdarahan pervaginam jelas dan bewarna kehitaman
- Keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselarasi lambat

3. Solusio Plasenta Berat


- Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan (defense muscular)
- Perdarahan yang berwarna hitam.
- Fundus uteri lebih tinggi  penumpukan darah di dalam rahim(concealed hemorrhage)
- Inspeksi : perut kelihatan membulat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat.
- Auskultasi DJJ tidak terdengar.
- Keadaan umum : Syok, hipofibrinogenemia, oligouria
- Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg/dL dan telah ada trombositopenia.

Diagnosis Banding
- Plasenta previa → painless uterine bleeding, klo solusio plasenta painful uterine bleeding

Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik
Tidak boleh melakukan pemeriksaan digital pada pasien dengan perdarahan vagina tanpa
mengetahui lokasi plasenta. Sebelum pemeriksaan pada pelvis dilakukan, pemeriksaan USG harus
dilakukan dahulu untuk mengeksklusi plasenta previa (jika dilakukan pemeriksaan pada pelvis maka
dapat terjadi perdarahan)

- melihat kontraksi uterus – abrupsio semakin melebar maka dapat terjadi hipertonus uterus
- terdapat tanda syok hipovolemik, dengan maupun tanpa perdarahan vagina (karena mungkin terjadi
concealed haemorrhage). Pada kondisi hipovolemik, tekanan darah menurun seiring dengan
meningkatnya denyut jantung, ada penurunan jumlah urin, ada penurunan kewaspadaan
- tinggi fundus uteri dapat meningkat karena ada hematoma intrauteri yang semakin meluas

2. Pemeriksaan laboratorium
- Penurunan kadar fibrinogen menunjukkan adanya koagulopati (< 200 mg/dL). Tujuannya adalah
untuk menjaga kadar fibrinogen diatas 100 mg/dL. Dapat diberikan fresh frozen plasma atau
cryoprecipitate

3. Pemeriksaan penunjang
 USG dilakukan untuk mengetahui letak plasenta, kelainan letak, dan untuk membedakan dengan
plasenta previa (ditemukan retroplacental clot sehingga ada gambaran hiperechoic menjadi isoechoic
pada fase akut lalu menjadi hipoechoic dalam jangka waktu seminggu)
 Pada pemeriksaan dengan Doppler, tidak terdapat peredaran darah yang aktif pada sirkulasi
uteroplasenta.
 Pemeriksaan denyut jantung janin terdapat penurunan denyut jantung sampai lama kelamaan
hilang jika janin sudah mati (denyut jantung normal: 120-160 denyut/menit, dapat bervariasi 5-25
denyut)

Tatalaksana

- Koreksi hipovolemia, anemia, dan hipoksia


- Tokolitik (untuk supresi kelahiran prematur): pada kelahiran prematur dengan suspek abrupsio
namun tidak ada tanda hipoksia janin
- Kelahiran sesar: pada janin yang hidup tetapi mengalami fetal distress (cth: plasenta yang lepas,
perdarahan, hipertonia uteri)
Jika perdarahan setelah proses kelahiran tidak dapat dikontrol, histerektomi dapat dilakukan untuk
menyelamatkan nyawa pasien.
- Kelahiran per vaginam: jika pelepasan plasenta sudah sangat parah sehingga janin sudah
meninggal, biasanya dilakukan kelahiran per vaginam. Dilakukan stimulasi terhadap myometrium
terlebih dahulu dan pemijatan pada uterus sehingga perdarahan dapat berkurang.

a. Solusio plasenta ringan


- Apabila kehamilannya < 36 minggu, perdarahannya berhenti, perutnya tidak sakit, uterusnya
tidak tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
Umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi atau stimulasi partus pada kasus yang ringan atau janin
telah mati.

Perawatan konservatif berupa :

 Istirahat
 Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia
 Berikan progestin atau progesterone observasi teliti
 Memberikan antibiotik bila ada indikasi
 Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit

Perawatan aktif dilakukan agar janin dapat lahir dengan cepat. Dapat dilakukan ligasi arteri
hipogastrika.

Farmakoterapi:

o Kortikosteroid (betametasone)
o Tocolytic : untuk memperpanjang durasi kehamilan dan meningkatkan BB janin tanpa
membahayakan ibu dan janin
 Mg SO4
 Terbutalin : untuk mengurangi kontraksi uterus

b. Solusio plasenta sedang dan berat


- Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau
dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka harus dilakukan tindakan
segera
- Apabila janin hidup, dilakukan operasi SC dilakukan bila pembukaan serviks belum lengkap,
ketuban pecah dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum ada his.
- Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding uterus
disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 IU dalam 500cc Dextrosa 5% untuk mempercepat
persalinan.

Komplikasi
 Syok hipovolemik akibat kehilangan banyak darah
 Gagal ginjal karena berkurangnya perfusi ke ginjal
 Pendarahan postpartum
 Darah yang keluar dapat masuk ke myometrium (dapat dilakukan tindakan histerektomi)
 Infeksi
 Nekrotik ginjal
 Kematian

Resiko rekurensi: 4-12%. Jika pasien mengalami abrupsio plasenta dalam 2 kehamilan berturut-turut,
resiko rekurensi meningkat menjadi 25%

PLASENTA PREVIA

Plasenta previa adalah implantasi abnormal dari plasenta pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebagian Osteum Uteri Internum yang terjadi pada trimester kedua dan ketiga
pada kehamilan.

Klasifikasi

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
(OUI)
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian OUI
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada di pinggir OUI
4. Plasenta letak rendah adalah plasenta berada di dekat dengan OUI tapi tidak sampai di tepi OUI
(lebih kurang 2cm dari OUI, jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta letak normal)

Faktor resiko

- Usia ibu >35 tahun


- Multiparitas
- Multifetal gestation
- Interval kehamilan 1 dengan yang lain terlalu pendek
- Riwayat Sectio Caesaria
- Riwayat abortus
- Merokok
- Pengunaan kokain

Epidemiologi

Plasenta previa lebih banyak terjadi pada kehamilan dengan paritas tinggi dan usia diatas 30 tahun,
selain itu juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal. Adanya cacat
pada uterus meningkatkan angka kejadian (misalnya pada riwayat Sectio Caesaria). Di indonesia
insidennya lebih kurang 1-7% sampai 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu 1 %.

Patofisiologi

Normalnya plasenta menempel pada bagian segmen atas rahim dan menjauhi jalan lahir. Sedangkan
pada plasenta previa disebabkan karena faktor resiko yang telah disebutkan diatas implantasi
plasenta terletak di segmen bawah rahim karena implantasi plasenta membutuhkan tempat yang baik.
Ketika terjadi perkembangan pada kehamilan, perkembangan uterus bagian atas lebih cepat
dibandingkan segmen bawah sehingga plasenta tidak bisa berkembang dengan baik disebabkan
karena vaskularisasi desisuanya juga buruk menyebabkan plasenta sedikit mengalami atrofi. Selama
perkembangan plasenta ini mengalami penipisan.

Ketika perkembangan masa mendekati persalinan uterus bagian bawah akan membesar dan serviks
mulai mengalami dilatasi. Plasenta yang sudah tipis tadi akan lepas dari tempat implantasi nya dan
menyebabkan perdarahan. Ketika ini terjadi uterus tidak dapat berkontraksi dengan adekuat untuk
menghentikan perdarahan dari pembuluh darah yang terbuka. Hal ini akan menimbulkan pengeluaran
trombin yang merangsang kontraksi uterus untuk hentikan perdarahan.

Perdarahan akibat plasenta previa totalis akan muncul lebih dulu daripada plasenta previa parsialis
atau marginalis karena robekan akibat dilatasi serviks terjadi lebih dulu terjadi pada yang totalis. Pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai
persalinan. Plasenta previa ini berimplantasi pada segmen bawah rahim yang tipis sehingga untuk
memperkuat kedudukannya, jaringan trofoblas akan menginvasi miometrium, perimetrium, atau
melebihinya. Keadaan ini merupakan komplikasi dari plasenta previa.

Gambaran klinik

- Yang khas: painless bleeding, biasanya muncul pada akhir trimester kedua atau setelahnya (kira-
kira 27-32 minggu masa gestasi)
- Perdarahan pertama kali tidak banyak, lalu berhenti secara spontan, dan berdarah lagi kemudian
Perdarahan ini berhenti spontan namun akan muncul lagi ketika mendekati persalinan
- Warna perdarahannya merah segar
- Perdarahan biasa terjadi berulang dan bertambah banyak setiap kali perdarahan (tetapi bisa sedikit
sehingga mirip solutio plasenta)
- Timbulnya anemia
- His biasanya bisa bersamaan atau tidak muncul dengan perdarahannya

Diagnosis Banding: Abrupsio plasenta

Diagnosis

1. Anamnesis

 Menanyakan ciri khas perdarahan

2. Pemeriksaan Fisik

 Terdapat kelainan letak, ibu mengalami hipotensi, takikardia, uterus tidak mengalami nyeri
 Kemungkinan adanya plasenta previa tidak dapat dieliminasi kecuali telah dilakukan
pemeriksaan sonografi. Diagnosis tidak dapat ditegakkan hanya dengan gejala klinis kecuali jika
jari dimasukkan ke cervix dan plasenta dapat diraba.
 Namun pemeriksaan digital pada serviks tidak boleh dilakukan kecuali wanita sudah berada di
dalam ruang operasi dan siap untuk dilakukan persalinan secara sesar karena dapat memicu
perdarahan.
 VT (Vaginal Toucher): Untuk melihat adanya plasenta previa sekaligus jenisnya (tetapi tidak
boleh dilakukan kecuali di ruang operasi dan siap untuk proses kelahiran sesar
 Cek tonus uterus dan DJJ

3. Pemeriksaan Penunjang

 Transabdominal ultrasonografi : paling cepat, simpel, dan akurat, dilakukan dalam keadaan
kandung kemih kosong
 Transvaginal ultrasonografi : Untuk mendeteksi keadaan ostium uteri internum, pemeriksaan
dengan alat ini harus dilakukan lebih hati-hati karena bisa menimbulkan risiko perdarahan yang
lebih hebat.
 Transperineal sonografi : Untuk mendeteksi ostium uteri internum dan segmen bawah rahim.
Merupakan metode alternatif terutama ketika pemasukkan kanal vagina oleh probe tidak dapat
dilakukan
 Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Lebih tepat untuk plasenta akreta, tetapi tetap dapat
membantu diagnosis

Tatalaksana

1. Konservatif
Dilakukan apabila :
 Kehamilan kurang dari 37 minggu
 Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal)
Tindakan :
 Istirahat baring dan observasi
 Pemeriksaan darah lengkap termasuk Hb
 Pemberian transfusi darah
 Juga bisa dilakukan pemeriksaan USG
2. Aktif
Dilakukan apabila :
 Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan
 Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
 Anak sudah meninggal di dalam rahim

Tindakan :
 Seksio sesarea
Indikasi :
- Plasenta previa totalis
- Perdarahan banyak tanpa henti
- Presentase abnormal
- Panggul sempit
- Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
- Gawat janin
 Persalinan pervaginam

Komplikasi

1. Kematian janin akibat hipoksemia


2. Bayi prematur dan gawat janin
3. Perdarahan yang terlalu banyak sehingga menyebabkan anemia kemudian syok
4. Kematian maternal akibaat perdarahan hebat
5. Plasenta akreta : Hal ini diakibatkan karena daerah di segmen bawah rahim merupakan daerah
yang sempit dan mempunyai otot rahim yang tipis sehingga plasenta dapat menempel erat pada
rahim. Akibatnya pada waktu pelepasan plasenta, dapat terjadi perdarahan yang banyak, bahkan
sampai perlu dilakukan histerektomi

Prognosis

 Prognosis pada zaman sekarang ini sudah menjadi lebih baik karena adanya USG dan
pemeriksaan yang bisa menentukan diagnosis lebih dini
 Kelahiran prematur masih belum dapat dihindarkan (47%)
 Mayoritas dari wanita-wanita dengan plasenta previa di negara-negara berkembang akan
melahirkan bayi-bayi yang sehat, dan angka kematian ibu adalah kurang dari 1%. Di negara-negara
yang sedang berkembang dimana sumber-sumber medis mungkin kekurangan, risiko-risiko untuk ibu
dan fetus mungkin lebih tinggi

PLASENTA PREVIA SOLUTIO PLASENTA


1. Perdarahan tanpa nyeri 1. Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan berulang 2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah segar 3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai 4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai
dengan keluarnya darah dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan 5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil 6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His biasanya tidak ada 7. His ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi 8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada 9. Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam 10. Teraba ketuban yang tegang pada periksa
vagina dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas 11. Penurunan kepala dapat masuk pintu atas
panggul panggul
12. Presentasi mungkin abnormal. 12. Tidak berhubungan dengan presentasi
13. Untuk memastikan apakah plasenta previa 13. Hilangkan DD Plasenta previa dengan
lakukan pemeriksaan USG (96-98%) lakukan USG terlebih dahulu.

VASA PREVIA

Definisi

Keadaan dimana pembuluh darah janin berada didalam selaput ketuban dan jalan sampai ostium
uteri internum, kemudian sampai di tali pusat. Perdarahan dapat terjadi apabila selaput ketuban yang
melewati pembukaan serviks sobek atau pecah, yang mengakibatkan vaskular janin ikut terputus.

Faktor resiko

1. Plasenta biloblata
2. Plasenta suksenturiata
3. Plasenta letak rendah
4. Kehamilan pada fertilisasi in vitro
5. Kehamilan ganda

Epidemiologi

Insidensinya sangat jarang sekitar 1 dari 1000-5000 kehamilan.

Diagnosis

1. USG ketika asuhan ate natal


2. Transvaginal color Doppler USG
3. Pemeriksaan APT atau Kleihauer-Betke untuk memastikan ketika ada perdarahan, asal darah
tersebut dari janin atau ibu.
4. Elektroforesis

Penatalaksanaan

1. Seksio sesaria.
PLASENTA AKRETA, INKRETA, PERKRETA

Definisi

Kondisi di atas sebagai konsekwensi dari tidak adanya sebagian atau seluruh desidua basalis dan
perkembangan yang tidak sempurna dari lapisan fibrinoid (Nitabuch layer) akibatnya vili plasenta akan
menempel pada myometrium (plasenta akreta), memasuki myometrium (plasenta inkreta), atau
bahkan memasuki dan menembus myometrium (plasenta perkreta). Perlengketan itu mungkin
mengenai seluruh kotiledon (totalplasenta akreta), beberapa kotiledon (partial plasenta akreta), atau satu
kotiledon (focal plasenta akreta)

Epidemiologi

- Perlengketan abnormal ini sering meningktkan morbidan dan mortalitas akibat perdarahan berat,
perforasi ueri, dan infeksi
- Insiden bervariasi dengan rata2 1 dari 7000 kelahiran
- Dengan semakin berkembangnya pengetahuan maka insidens berkurang menjadi 1:2563
kelahiran

Etiologi

- Tidak diketahui pasti

- Perlengketan abnormal plasenta sering ditemukan pada plasenta previa dan kondisi dimana
terjadi defek pada desidua, misalnya perlengketan pada segmen bawah rahim, jaringan parut
bekas SC,trauma bekas operasi atau kuretase uteri
- Faktor resiko: mereka dengan plasenta previa, pernah melahirkan dengan CS, pernah
melakukan kuretase, melahirkan >6

Manifestasi klinis

- Perdarahan antepartum paling sering


- Akibat dari invasi myonetrium oleh vili plasenta pada area bekas CS dapat mengakibatkan ruptur
uteri selama atau bahkan sebelum persalinan ex: massive hemoperitoneum yang terjadi pada
usia kehamilalan 21 minggu disebabkan oleh plasenta perkreta
- Plasenta perkreta jauh lebih berbahaya dari plasenta inkreta, dan akreta, serta dapat akibatkan
perdarahan anterpartum intrabdominal, plasenta perkreta dapat menembus mengenai kantung
kemih

Diagnosa

- Pada antepartum sulit dilakukan dan biasa ditemukannya perdarahan berat


- Pada anterpartum plasenta tidak keluar setelah 30 menit bayi dilahirkan
- Plasenta inkreta dapat didiagnosa antepartum,pada pemeriksaan USG ditemukannya kondisi
lack of the unusual subplasental sonolucent space. Sonolucent space ini mepresentasikan
desidua basalis
- Pastomengkonfirmasi bahwa tidak adanya suplasental sonolucentg space atau hypoechpic
retroplasental zone dikaitkan dengan adany plasenta inkreta
- MRI

Tatalaksana

- Pengeluaran plasenta manual


- Histerektomi
- Tatalaksana perdarahan yang terjadi dengan tranfusi

Komplikasi

- Pada plasenta perkreta sering menembus kantung kemih, pengangkatan plasenta pada kondisi
ini dapat mengakibatkan lubang sebesar 7 cm pada kantung kemih
- Perdarahn masif pun terjadi hingga membutuhkan 11 liter darah
- Kematian
- Bayi lahir prematur
- Terjadi anemia pada infant

RUPTUR UTERI

Definisi

Keadaan robekan pada rahim di mana telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dengan
rongga peritoneum.

Klasifikasi

Menurut etiologinya:

1. Kerusakan atau anomali uterus sebelum hamil


a. Pembedahan pada miometrium
Seksio sesaria atau histerektomi, miomektomi sampai menembus seluruh ketebalan otot uterus.
b. Trauma uterus koinsidental
Trauma alat seperi sendok kuret atau sonde pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam.
c. Kelainan bawaan
Kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang

2. Kerusakan uterus yang terjadi pada kehamilan


a. Sebelum kelahiran anak
i. Pemakaian oksitosin atau prostaglandin
ii. Kontraksi his yang kuat dan terus menerus
iii. Perforasi dengan kateter pengukur tekanan intra uterine
iv. Kehamilan ganda
v. Hiperamnion

b. Dalam periode interpartum


i. Anomali pada janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim.
ii. Tekanan kuat pada uterus dalam persalinan
iii. Kesulitan dalam melakukan manual plasenta

c. Cacat rahim yang didapat


i. Plasenta inkreta
ii. Adenomiosis
iii. Retroversion uterus gravidus inkarserata
iv. Neoplasma trofoblas

Penyebab paling umum adalah karena riwayat histerotomi sebelumnya yang menimbulkan bekas

Epidemiologi

1. Lebih tinggi pada negara berkembang dari pada negara maju


2. Di Indonesia insidensinya berkisar 1 dari 93-294 kehamilan.

Faktor resiko

1. Wanita yang telah mengalami seksio sesaria sebelumnya


2. Persalinan dengan menggunakan prostaglandin atau oksitosin
3. Persalinan yang mengalami grandemultipara (telah melahirkan lebih dari 4 kali)
4. Wanita yang dulu pernah seksio sesaria tapi sekarang mengalami kelahiran spontan

Fisiologi Normal

Pada waktu his kontraksi korpus uteri → dinding dan segmen atas rahim akan lebih tebal →volume
lumen bagian atas uterus akan mengecil → bagian tubuh janin terdorong kearah bawah rahim →
segmen bawah rahim akan menjadi lebar → dindingnya menipis → bagian terbawah janin terdorong
masuk ke pintu atas panggul → masuk vagina.

Patofisiologi

Jika bagian bawah janin tidak dapat turun (kepala terlalu besar atau pintu atas panggul ibu yang
sempit) → his mengimbangi perluasan segmen bawah rahim ke atas karena volume korpus yang
mengecil → physiologic retraction ring meninggi ke arah pusat → lingkaran patologis (ring van band)
→ dinding sangat tipis → beresiko untuk sobek→ pembuluh darah putus → perdarahan

Manifestasi klinis

1. Perdarahan vagina
2. Abnormalitas denyut jantung janin yang kemudian dapat menjadi deselerasi, bradikardia, dan
kematian janin
3. Fetal distress
4. Tekanan darah dan Hb turun
5. Syok
6. Penurunan kontraksi uterus
7. Tanda anemis
8. Janin mudah teraba dibawah peritonium ibu

Diagnosis

Untuk mendiagnosis ruptur uteri dibutuhkan waktu yang sangat cepat sebelum terlambat untuk
menyelamatkan janin jadi seringkali metode diagnostik dengan imaging jarang dilakukan. Diagnosis
lebih kepada gejala klinis.

Palpasi :

1. Meraba permukaan rahim dan dinding perut yang licin


2. Meraba sobekan, biasanya pada bagian depan segmen bawah rahim
3. Memegang usus halus atau omentum melalui lubang sobekan
4. Dinding perut ibu dapat ditekan menonjol ke atas.

USG dapat digunakan untuk mendeteksi bekas luka pada uterus setelah dilakukan operasi sesar.

Tatalaksana

1. Penanganan pada pasien dengan faktor resiko tinggi


2. Histerektomi dan resusitasi
3. Antibiotika untuk mencegah sepsis
4. Pemberian cairan infuse kristaloid
5. Pemberian transfusi darah untuk mengatasi syok hipovolemik

Komplikasi

1. Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat


2. Sepsis yang terjadi karena infeksi
3. Kematian

Prognosis

Buruk, karena sejumlah besar janin atau bahkan tidak ada janin yang dapat diselamatkan. Sebagian
wanita pun meninggal akibat perdarahan dan infeksi dari komplikasi ruptureuteri. Selain itu, tidak data
hamil lagi akibat terpaksa harus mengalami histerektomi.

Referensi:

- Williams

- Ilmu Kebidanan UI

- emedicine.medscape.com

Anda mungkin juga menyukai