Anda di halaman 1dari 14

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018: Ikhtiar Untuk

Meningkatan Investasi dan Perluasan Kesempatan Kerja


Oleh: Humas ; Diposkan pada: 5 Apr 2018 ; 92113 Views Kategori: Artikel

Budi Prayitno

Oleh: Budi Prayitno

Pemerintah terus berupaya memperbaiki dan menyederhanakan proses birokrasi untuk


meningkatkan investasi, baik melalui debirokratisasi, maupun deregulasi.

Salah satu yang dilakukan diantaranya dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun
2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Perpres yang ditandatangani Presiden
tanggal 26 Maret 2018, dan diundangkan tanggal 29 Maret 2018 tersebut diharapkan dapat
menjawab keluhan dunia usaha.

Proses birokrasi penggunaan TKA yang sederhana dan transparan akan mendorong meningkatnya
investasi di Indonesia, dan pada ujungnya kesempatan kerja semakin terbuka.

Penyederhanaan penggunaan TKA dalam Perpres Nomor 20 Tahun 2018, antara lain dengan
penyederhanaan proses penggunaan TKA di Kementerian Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal
Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, dan dilakukan secara online (data sharing) antar instansi
yang terlibat dalam proses perizinan TKA.

Dalam Perpres diatur pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) oleh
Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk diberikan paling lama 2 (dua) hari kerja setelah
permohonan diterima secara lengkap. Pengesahan RPTKA tersebut sekaligus merupakan izin untuk
mempekerjakan TKA yang berlaku sesuai dengan jangka waktu rencana penggunaan TKA oleh
Pemberi Kerja TKA.

Proses permohonan pengesahan RPTKA pun disederhanakan dengan tidak perlu lagi disertai
rekomendasi kementerian/lembaga teknis. Jika permohonan pengesahan RPTKA terkait jabatan
yang oleh kementerian/lembaga dipersyaratkan kualifikasi dan kompetensinya, atau dilarang
didukuki TKA, Menteri Ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk memberikan pengesahan
RPTKA dengan berpedoman kepada syarat atau larangan yang ditetapkan berdasarkan
penyampaian dari kementerian/lembaga tersebut.

Hal tersebut berbeda dengan regulasi sebelumnya dimana pengesahan RPTKA dilakukan paling
lama 3 (tiga) hari, untuk sektor tertentu permohonan pengesahan harus disertai dengan
rekomendasi kementerian/lembaga teknis, dan RPTKA berlaku 5 (lima) tahun untuk selanjutnya
dapat diperpanjang. Selain itu, dalam regulasi sebelumnya diatur setelah RPTKA disahkan, Pemberi
Kerja TKA juga harus memiliki Izin Memperkerjakan TKA (IMTA) yang berlaku 1 (satu) tahun.

Pengurusan IMTA pun untuk beberapa sektor mensyaratkan rekomendasi dari


kementerian/lembaga teknis. Dalam Perpres juga diatur pada saat pengajuan RPTKA Pemberi Kerja
TKA sejak awal dapat memuat pekerjaan yang bersifat sementara atau sewaktu-waktu dengan
masa kerja paling lama 6 bulan.

Sebelumnya, untuk jenis pekerjaan tersebut Pemberi Kerja TKA harus mengurus RPTKA dan IMTA
tersendiri. Selain itu, untuk pekerjaan yang bersifat darurat dan mendesak, Pemberi Kerja TKA
dapat mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan RPTKA kepada Menteri
atau pejabat yang ditunjuk paling lama 2 (dua) hari kerja setelah TKA bekerja.

Selanjutnya, Menteri atau pejabat yang ditunjuk akan mengesahkan RPTKA tersebut paling lama 1
(satu) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. Perpres juga mengatur bahwa
Pemberi Kerja TKA tidak wajib memiliki RPTKA, jika mempekerjakan TKA yang merupakan:
1. Pemegang saham yang menjabat sebagai anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris pada
Pemberi Kerja TKA;

2. Pegawai diplomatik dan konsuler pada kantor perwakilan negara asing; atau

3. TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan oleh pemerintah, yang jenis pekerjaannya ditetapkan
oleh Menteri Ketenagakerjaan.

Di sektor keimigrasian, penyederhanaan dilakukan dengan mempermudah pengurusan Visa Tinggal


Terbatas (Vitas), Izin Tinggal Terbatas (Itas), maupun Izin Masuk Kembali bagi TKA. Dalam Perpres
diatur bahwa penerbitan visa oleh pejabat imigrasi dipercepat menjadi 2 (dua) hari setelah
permohonan penerbitan visa diterima secara lengkap.

Selain itu, jika sebelumnya pengurusan dokumen keimigrasian TKA dilakukan terpisah, Perpres
mengatur bahwa permohonan Vitas oleh TKA atau Pemberi Kerja TKA dapat dijadikan sekaligus
dengan permohonan Itas. Pemberian Itas dilaksanakan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang untuk
pertama kali diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang sesuai peraturan
perundang-undangan.

Untuk menyederhanakan prosedur, pemberian Itas sekaligus disertai dengan pemberian Izin Masuk
Kembali untuk beberapa kali perjalanan yang masa berlakunya sesuai dengan masa berlaku Itas.
Dalam Perpres juga diatur kewajiban Pemberi Kerja TKA untuk membayar Dana Kompensasi
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (DKP TKA). Pembayaran DKP TKA tersebut dilakukan setiap
tahun sesuai jangka waktu TKA bekerja di Indonesia, dan dalam hal penggunaan TKA lebih dari 1
(satu) tahun, pembayaran dana kompensasi untuk tahun kedua dan tahun berikutnya sebagaimana
menjadi:

1. Penerimaan negara bukan pajak, dalam hal TKA bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) provinsi;

2. Penerimaan daerah provinsi, dalam hal TKA bekerja di lokasi lebih dari 1 (satu) kabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi; dan

3. Penerimaan daerah kabupaten/kota, dalam hal TKA bekerja di lokasi dalam 1 (satu)
kabupaten/kota.

Perlu digarisbawahi bahwa Perpres Nomor 20 Tahun 2018 hanya menyederhanakan proses
penggunaan TKA, dalam artian proses atau persyaratan yang berdasarkan penilaian dipandang
tidak perlu, atau bersifat duplikasi dihilangkan. Penyederhanaan penggunaan TKA untuk mendorong
masuknya investasi, sebetulnya lazim dilakukan sejumlah negara, misalnya Vietnam.

Vietnam yang melakukan penyederhanaan penggunaan TKA pada tahun 2016, bahkan
membebaskan sejumlah TKA untuk bekerja di Vietnam tanpa work permit selama 2 (dua) tahun
untuk sektor-sektor tertentu, misalnya pendidikan, teknologi informasi, konstruksi, dan transportasi.

Penyusunan Perpres juga tetap mengacu kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Penyusunan
Perpres pun tetap memperhatikan keberadaan tenaga kerja Indonesia. Untuk itu, dalam Perpres
diatur bahwa penggunaan TKA dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.

Pemberi Kerja TKA juga wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua
jenis jabatan yang tersedia, dan baru dapat mempekerjakan TKA dalam hal jabatan-jabatan tersebut
belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia. Agar terjadi transfer of knowledge dalam
penggunaan TKA, Pemberi Kerja TKA wajib menunjuk tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja
Pendamping; melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan
kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa
Indonesia kepada TKA.

Dalam menyederhanakan penggunaan TKA, Pemerintah juga menyadari pentingnya pengawasan.


Untuk itu dalam Perpres mengamanatkan kepada Pengawas Ketenagakerjaan dan pegawai imigrasi
yang bertugas pada bidang pengawasan dan penindakan keimigrasian untuk melakukan
pengawasan penggunaan TKA secara terkoordinasi sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan
masing-masing.

Selain itu untuk mempersiapkan segala infrastruktur yang diperlukan agar Perpres dapat berjalan
dengan baik, maka Perpres mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
diundangkan.

Meskipun belum seliberal Vietnam, ikhtiar penyederhanaan penggunaan TKA yang dilakukan
melalui Perpres Nomor 20 Tahun 2018 diharapkan membawa angin segar bagi investasi dan
karenanya dapat memperluas kesempatan kerja di tanah air.
*) Penulis adalah Kepala Subbidang Ketenagakerjaan, Asisten Deputi Bidang Perniagaan,
Kewirausahaan, dan Ketenagakerjaan, Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet
Revolusi Industri 4.0 dan Transformasi Organisasi
Pemerintah
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 27 Mar 2018 ; 122405 Views Kategori: Artikel

oleh: Eddy Cahyono

Tenaga Ahli Madya Kedeputian I Kantor Staf Presiden

Revolusi Industri 4.0 sebagai perkembangan peradaban modern telah kita rasakan dampaknya
pada berbagai sendi kehidupan, penetrasi teknologi yang serba disruptif, menjadikan perubahan
semakin cepat, sebagai konsekuensi dari fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi,
robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence).

Fenomena disrupsi yang mewarnai perkembangan peradaban Revolusi Industri 4.0, dengan
dukungan kemajuan pesat teknologi, akan membawa kita pada kondisi transisi revolusi teknologi
yang secara fundamental akan mengubah cara hidup, bekerja, dan relasi organisasi dalam
berhubungan satu sama lain.

Perubahan lanskap ekonomi politik dan relasi organisasi sebagai konsekuensi Revolusi Industri
4.0 menjadikan transformasi organisasi pemerintah sebagai suatu keniscayaan dalam berbagai
skala ruang lingkup, dan kompleksitasnya. Transformasi organisasi pemerintah ini menjadi kata
kunci yang harus terus diupayakan sebagai instrumen bagi aparat pemerintah agar responsif
terhadap perubahan.

Transformasi organisasi pemerintah ini semakin relevan untuk dipacu percepatannya bila kita
merujuk pendapat Klaus Schwab, Executive Chairman World Economic Forum, yang memberikan
hipotesa saat ini miliaran orang telah terhubung dengan perangkat mobile, penemuan kecepatan
pemrosesan byte demi byte data internet, yang telah meningkatkan kapasitas pengetahuan manusia
melebihi sistem konvensional.
Hal ini menjadikan akses terhadap ilmu pengetahuan begitu terbuka secara nyata, tidak terbatas
dan belum pernah terjadi sebelumnya. Semua ini bukan lagi mimpi, melalui terobosan teknologi baru
di bidang robotika, Internet of Things, kendaraan otonom, percetakan berbasis 3-D, nanoteknologi,
bioteknologi, ilmu material, penyimpanan energi, dan komputasi kuantum.

Seperti kita ketahui bersama, dampak dari revolusi industri keempat salah satunya adalah
otomatisasi dan berkurangnya jumlah tenaga kerja manusia dalam produksi. Seperti dicatat oleh
Klaus Schwab, Industri IT di Lembah Silicon tahun 2014 menghasilkan pendapatan sebesar
AS$1,09 triliun hanya mempekerjakan 137,000 orang. Sementara tahun 1990an, Detroit yang
menjadi pusat tiga perusahaan otomotif besar dunia mempekerjakan sepuluh kali lebih banyak
untuk menghasilkan pendapatan yang sama (Scwab 2017).

Dengan berbagai fenomena kemajuan teknologi serta dampaknya tersebut di atas, menjadi
nyatalah urgensi transformasi organisasi pemerintah untuk menjawab tuntutan akuntabilitas publik
dan transparansi yang semakin tinggi dewasa ini akibat perkembangan era Revolusi Industri 4.0.

Perkembangan era Revolusi Industri 4.0 yang membawa konsekuensi meningkatnya tuntutan
akuntabilitas dan transparansi dari organisasi pemerintah serta responsif yang tinggi dan cepat, hal
ini membawa perubahan paradigma desain organisasi.

Ukuran besarnya organisasi dengan struktur organisasi dan rentang kendali yang besar, tidaklah
menjamin efektifitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi, yang lebih berperan adalah
seberapa sukses transformasi organisasi dilakukan agar adaptif terhadap perubahan yang
sedemikian cepat guna menjawab fenomena tomorrow is today.

Pada era Revolusi Industri 4.0 daya adaktif lah yang menjadi kunci keberhasilan meraih prestasi
dan mencapai visi dan misi organisasi. Pada organisasi bisnis, fenomena ini dapat kita cermati dari
fenomena Uber yang mengancam pemain-pemain besar pada industri transportasi di seluruh dunia
atau Airbnb yang mengancam pemain-pemain utama di industri jasa pariwisata.

Dari sisi retail, disrupsi yang dilakukan Tokopedia, Buka Lapak, telah memberikan sumbangsih
turunnya omset mall dan ditutupnya banyak lapak lapak kecil dipusat pusat perbelajaan, hal ini
membuktikan bahwa yang cepat dapat memangsa yang lambat dan bukan yang besar memangsa
yang kecil.

Bercermin dari survival organisasi bisnis sudah sepatutnya organisasi pemerintah peka dan
melakukan instrospeksi diri, sehingga mampu mendeteksi posisinya di tengah perkembangan
peradaban Revolusi Industri 4.0 guna tetap survive dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya
dengan lebih efesien dan efektif sebagai responsit terhadap meningkatnya tuntutan akuntabilitas
dan transparasi publik.

Urgensi Tranformasi Organisasi Pemerintah

Dinamika perkembangan relasi organisasi bisnis dalam tetap survive di tengah derasnya arus
globalisasi dan Revolusi Industri 4.0, tampaknya perlu menjadi pelajaran bagi organisasi pemerintah
untuk terus bertransformasi diri kebentuk ideal agar dapat menghadapi ancaman dan
memanfaatkan peluang yang ada, meskipun terdapat perbedaan misi yang diemban, namun
transformasi organisasi pemerintah merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh dalam
rangka mewujudkan organisasi yang berorientasi layanan publik.
Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diarahkan kedalam perubahan dari desain lama
yang kurang kondusif ke desain baru yang lebih kondusif untuk terus mengembangkan inovasi,
manajemen inovasi dan mengelola risiko serta integrasi organisasi dalam membangun kolaborasi
dan sinergitas.

Inovasi tingkat organisasi menjadikan pertumbuhan dan berkembangnya kreativitas yang tidak
terkungkung oleh hirarki yang ketat, hal ini memerlukan adanya perubahan struktur organisasi,
proses komunikasi dan koordinasi dan menghilangkan hambatan-hambatan struktural.

Struktur organisasi pemerintah yang selama ini mekanistis, hierarkis birokratis, departementalisasi
yang kaku, formalisasi tinggi dan dan sentralistis perlu terus ditransformasi ke arah organisasi yang
organik, yang ditandai dengan informasi yang mengalir bebas, formalisasi rendah dan tim lintas
fungsi, guna menjawab ketidakpastian yang tinggi dan lingkungan strategis organisasi pemerintah
yang semakin dinamis dan kompleksitas yang tinggi.

Transformasi organisasi pemerintah harus ditandai dengan pengembangan kepemimpinan


transformasi dengan visioner yang terukur pada berbagai level kepemimpinan dalam organisasi
pemerintah, hal ini sangat diperlukan guna memastikan setiap inovasi yang dikembangkan dapat
memberikan nilai tambah kualitas pelayanan, menyelaraskan visi dan lingkungan internal yang
diimbangi dengan kemampuan merespons perubahan lingkungan eksternal yang bergerak cepat
dalam era Revolusi Industri 4.0 ini.

Transformasi organisasi pemerintah tersebut tidak hanya sekedar downsizing dan prosedural
semata, namun lebih fundamental pada pola kerja, budaya organisasi dan nilai-nilai strategis yang
dikembangkan. Transformasi organisasi pemerintah memainkan peran strategis dalam peningkatan
daya saing bangsa, di dalam pendekatan institusional (kelembagaan), ‘lalu-lintas’ administrasi
negara dari eksekutif ‘turun’ ke Kebijakan Administrasi, dimana transformasi organisasi dengan
budaya kerja dan tata kelolanya menjadi faktor determinan yang menentukan keberhasilannya.

Pengembangan kelembagaan organisasi birokrasi melalui transformasi yang terencana dan


terukur, sangat dibutuhkan dalam menjawab problem statement yang menjadi ciri kelemahan
organisasi pemerintah pada umumnya, yang dipandang perlu meningkatkan responsivitas,
transparansi, membangun sistem dan mekanisme yang accessible sehingga memungkinkan adanya
“checks and balances”.

Transformasi organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan, budaya kerja,
proses kerja kekuatan kerja, dan struktur organisasi yang dikembangkan sehingga adaktif terhadap
perubahan dan dapat meningkatkan kecepatan birokrasi dalam perizinan, melayani investasi-
investasi serta meningkatkan daya saing bangsa.

Transformasi organisasi pemerintah perlu terus diikuti dengan perubahan mindset dalam
pengelolaan keuangan negara, pada berbagai K/L organisasi pemerintah, dengan mengedepankan
pengukuran kinerja berbasis value for money, dan semakin meningkatkan azas Performance
Based Bugeting yang fokus pada sasaran, outcome dan output, dengan pemanfaatan teknologi
dalam membangun dashboard kepemimpinan pada berbagai level kepemimpinan, sehingga
dapat mengontrol mulai dari tahapan perencanaan pelaksanaan pengawasan dan pelaporan.

Revolusi Industri 4.0 sejatinya memberikan peluang besar dalam mengefektifkan fungsi dan peran
organisasi pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, perkembangan IT yang
cepat dapat menjadi peluang dalam percepatan penerapan e-governance, sebagai digitalisasi data
dan informasi seperti e-budgeting, e-project planning, system delivery, penatausahaan, e-
controlling, e-reporting hingga e-monev serta apllikasi custom lainnya.

Pilihan strategis pemanfaatan IT dalam berbagai organisasi pemerintah sangat diperlukan


dalam membangun mental self-driving, self-power, kreativitas dan inovasi, ketika mesin dibuat
menjadi lebih pandai dari manusia, maka pintar saja tidak cukup. Perlu dibangun teamwork yang
mengedepankan kolaborasi dan sinergi bukan kompetesi, disamping itu diperlukan
adanya kesepahaman dalam pola pikir dan cara bertindak dalam menghadapi era digitalisasi
teknologi di semua lini.

Spirit sharing economy dengan pemanfaatan fenomena Internet of Things (IoT), big data, otomasi,
robotika, komputasi awan, hingga inteligensi artifisial (Artificial Intelligence) perlu terus
dikembangkan sebagai perubahan paradigma dari owning economy.

Perubahan pola pikir bekerja sendiri, memiliki, menguasai sebagai mindset-nya birokratik, dengan
dalih mitigasi risiko atau compliance, perlu ditransformasi menuju sharing economy pada berbagai
unit kerja di lingkup internal organisasi dan K/L yang berbeda, bekerjasama bukan sama-sama
bekerja, efesiensi resources sangat dibutuhkan tanpa mengurangi KPI dari masing-masing K/L.

Dengan adanya sharing economy, unit kerja, K/L tidak lagi diminta untuk berkompetisi, melainkan
berkolaborasi untuk saling menutupi celah kekurangan dan mengantisipasi perubahan yang
berlangsung cepat. Transformasi organisasi pemerintah ditandai dengan masing-masing bagian
atau biro ditantang untuk menjadi yang paling banyak bersinergi dan kolaborasi dengan bagian atau
biro lainnya, demikian pula organisasi kerja satu dengan organisasi kerja lainnya, masing-masing
staf mesti ditantang untuk menjadi yang paling banyak bersinergi dan berkolaborasi, bukan
berkompetisi.

Secara kongkrit sharing economy dapat diwujudkan dengan membangun Sistem yang terintegrasi
(Sispan Pengendalian, One big data, Situation Room bersama dll) sebagai single system yang
dapat dimanfaatkan sebagai tool atau instrumen kerja, sehingga tiap-tiap unit kerja dalam internal
organisasi pemerintah dan K/L yang berbeda dapat berkonstribusi dalam updating dan
pemanfaatannya, sehingga pengendalian dan output serta outcome organisasi pemerintah dapat
terintegrasi dengan mengedepankan sinergitas antar K/L dalam satu platform mengedepankan
efesiensi dan kecepatan.

Fenomena dilakukannya pemantauan dan pelaporan satu objek program pembangunan dengan
objek dan spasial yang sama oleh berbagai K/L yang berbeda-beda sangat tidak efesien dan
menghabiskan sumber daya, integrasi data melalui sharing economy ini akan sangat bermanfaat
untuk menekan efesiensi dan integrasi output pelaporan dan membantu pencapaian outcome.

Kita tentunya berharap dengan akselerasi transformasi organisasi pemerintah diharapkan


dapat menjadi jawaban terhadap tuntutan akuntabilitas dan transparansi publik yang semakin tinggi,
sekaligus menjawab berbagai tantangan yang dihadapi dalam perjalanan pembangunan nasional.

Optimisme perlu terus digelorakan pada berbagai level kepemimpinan di pemerintahan, agar dapat
memberikan sumbangsih konkret dalam akselerasi transformasi organisasi pemerintah pada
organisasi kerjanya masing-masing, sebagai prasyarat perbaikan tata kelola pemerintahan guna
mendukung pencapaian strategi pembangunan nasional 2015-2019 dan menjadikan transformasi
organisasi pemerintah sebagai salah satu pilar menuju Indonesia World Class Government pada
tahun 2025. Semoga.
Ada Diskon Pajak, Darmin Berharap Dunia Usaha Dorong
Tingkatkan Keahlian Pekerja
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 10 Jul 2019 ; 12491 Views Kategori: Berita

Menko Perekonomian Darmin Nasution berbincang dengan Menaker Hanif Dhakiri, di samping Menko PMK yang
berbincang dengan Menlu, sebelum sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan Bogor, Jabar, Senin (8/7) lalu. (Foto:
AGUNG/Humas)

Menko bidang Perekonomian Darmin Nasution berharap pemberian insentif super


deduction sebesar 200% bagi pelaku usaha dan pelaku industri yang melakukan kegiatan vokasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 dapat mendorong
dunia usaha meningkatkan keahlian pekerjanya.

“Cakupan insentif super deduction ini diberikan kepada pengusaha atau pemberi kerja yang
membangun workplace learning and training. Itu untuk mendorong dunia usaha atau pemberi kerja
berperan dalam meningkatkan keahlian dan pengetahuan pekerja,” kata Darmin di kantornya,
Jakarta, Selasa (9/7).

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada 25 Juni 2019, Presiden Joko Widodo telah
menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan
Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (tautan: PP Nomor 45 Tahun 2019).

Dalam Pasal 29A PP ini disebutkan, kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan
penanaman modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang: a. merupakan
industri padat karya; dan b. tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A
Undang-Undang Pajak Penghasilan atau fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1),
dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 60 %
(enam puluh persen) dari jumlah penanaman modal berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah
yang digunakan untuk kegiatan usaha utama, yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Sementara Pasal 29B PP ini menyebutkan, kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang
menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka
pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dapat diberikan
pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200% (dua ratus persen) dari jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/ atau pembelajaran.

Adapun kepada Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan penelitian dan
pengembangan tertentu di Indonesia, menurut PP ini, dapat diberikan pengurangan penghasilan
bruto paling tinggi 300% (tiga ratus persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan
penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu.

Siapkan SDM

Menko Perekonomian Darmin Nasution berharap dengan adanya PP yang mengatur pemberian
insentif super deduction sebesar 200% bagi pelaku usaha dan pelaku industri yang melakukan
kegiatan vokasi dan kebijakan insentif super deduction untuk kegiatan penelitian dan
pengembangan sebesar 300% itu dapat mendorong dunia usaha menyiapkan sumber daya
manusia Indonesia yang berkualitas.

“Dengan demikian, pelaku usaha dan pelaku industri diharapkan dapat terdorong meningkatkan
peran dalam menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, berdaya saing, serta
sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri,” ujar Darmin.

Insentif super deduction untuk kegiatan vokasi, menurut Menko Perekonomian, merupakan fasilitas
Pajak Penghasilan dalam bentuk pengurangan Penghasilan Bruto sebanyak paling tinggi 200% dari
biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan vokasi.

Sasarannya adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang melakukan kegiatan vokasi, yaitu
kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan
pengembangan sumber daya manusia yang berbasis kompetensi tertentu.

“Kompetensi tertentu yang menjadi basis dari insentifsuper deduction ini merupakan kompetensi
yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri,” sambung Darmin Nasution.

Menurut Menko Perekonomian, pemberian insentif super deduction yang diatur dalam PP 45/2019
ini besarannya sama seperti di Thailand yaitu sebesar 200%, tetapi cakupan insentifnya lebih luas.

Adapun bentuk insentifnya adalah pengurangan pajak penghasilan (tax deduction) sampai dengan
200% dari biaya training yang dikeluarkan pada workplace learning and training.

Selain itu, ada pula pembebasan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk importasi
peralatan dan mesin yang digunakan untuk tujuan training. Serta pengurangan biaya listrik dan air
sebesar 2 (dua) kali dari biaya yang dikeluarkan pada workplace learning and training.

Kebijakan yang ditujukan guna meningkatkan penyerapan tenaga kerja Indonesia dan mengurangi
tingkat pengangguran ini, lanjut Menko Perekonomian Darmin Nasution, merupakan hasil koordinasi
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Kementerian/Lembaga terkait, khususnya
Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (Humas
Kemenko Perekonomian/ES)
Ada Bonus Demografi, Presiden Jokowi Minta Menaker
Tahun Depan Bangun 3.000 BLK Komunitas
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 20 Feb 2019 ; 12842 Views Kategori: Berita

Presiden Jokowi menyampaikan sambutan pada penandatangan Perjanjian Kerja Sama Balai Latihan Kerja (BLK)
Komunitas Tahap I Tahun 2019, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (20/2) siang. (Foto: Jay/Humas)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan penandatangan Perjanjian Kerja Sama Balai Latihan
Kerja (BLK) Komunitas Tahap I Tahun 2019, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Rabu (20/2) siang.

Dalam sambutannya Presiden Jokowi mengemukakan, pada 2017 pemerintah telah mencoba
memulai dengan membangun sedikitnya 50 BLK Komunitas, yang kemudian naik menjadi 75 BKL di
2018. Sementara pada 2019 insyaallah akan dibangun lagi 1.000 BLK Komunitas.

Namun Presiden menilai, 1.000 itu jumlah yang masih sedikit, tahun depan minimal 3.000 harus
terbangun, karena jumlah pondok pesantren di Indonesia ini 29.000 di seluruh tanah air.

“Kalau hanya 1.000 (per tahun), 29 tahun nanti baru rampung. Saya sampaikan 3.000, nanti naik
dua kali lipat lagi, naik dua kali lipat lagi, biar cepat selesai,” tegas Presiden.

Kepala Negara mengingatkan, pada 2025-2030 Indonesia akan mendapatkan bonus demografi
yang bisa menjadi keuntungan besar kita dalam bersaing dengan negara-negara lain.Tapi kalau kita
tidak bisa mengelola, menurut Kepala Negara, ini juga bisa menjadi masalah besar bagi kita.

Oleh sebab itu, menurut Presiden Jokowi, mulai sekarang kita harus siap-siap kita menyongsong
bonus demografi itu, karena akan banyak angkatan kerja yang muncul, anak-anak muda yang
produktif.

“Jangan sampai yang produktif ini tidak memiliki keterampilan yang memiliki kualifikasi yang baik,”
tutur Presiden.
Menurut Presiden, satu BLK itu hanya mengeluarkan sekitar 1.000 – 2.000 lulusan per tahun.
Padahal angkatan kerja di Indonesia berjumlah jutaan, sehingga ini dibagi di pondok-pondok
pesantren.

Lebih Berkualitas

Presiden Jokowi menilai, BLK Komunitas lebih efektif dan memberikan sebuah dongkrakan
angkatan kerja yang terampil dan berkualitas. BLK Komunitas di dalam pondok pesantren misalnya,
menurut Presiden, kualitasnya akan lebih baik.

“Bisa dilakukan habis subuh, bisa dilakukan habis zuhur, bisa dilakukan malam hari, habis isya bisa,
karena memang santrinya ada di situ. Ini efektif sekali,” ujar Presiden seraya menambahkan, setelah
dibangun, tiga sampai empat bulan selesai bangunannya, setelah itu pelatihan instruktur, baru
masuk kepada pelatihan-pelatihan.

Presiden juga meminta agar ada link and match dengan industri yang ada di sekitar pondok
pesantren, karena pondok pesantren boleh memilih, mau pelatihan untuk IT, untuk garmen, untuk
industri kreatif, untuk pengolahan pertanian, atau lainnya.

Selain itu, lanjut Presiden, link and match dengan industri yang ada di sekitar pondok pesantren,
karena pondok pesantren boleh memilih, mau pelatihan untuk IT, untuk garmen, untuk industri
kreatif, untuk pengolahan pertanian, silakan.

Selain itu, lanjut Presiden Jokowi, banyak sekali alternatif yang diberikan. Ia menegaskan,
Kememterian Ketenagakerjaan tidak memaksa harus ini, harus itu. Kerja sama juga silakan. Ia
menunjuk contoh Kadin telah membuka lebar-lebar untuk kerja sama.

“Artinya, setelah dilatih, ada yang menerima nantinya. Misalnya IT, bisa nanti diterima di perbankan-
perbankan yang kita miliki. Santri jadi bankir, jadi manajer bank syariah, atau jadi direktur utama
bank syariah,” ucap Presiden Jokowi.

Oleh sebab itu, nanti setelah ini mulai, Presiden Jokowi berjanji akan mulai masuk melihat langsung
seperti apa, apa sudah benar betul bermanfaat, baru nanti bicara jumlah. “Kalau nanti benar
memang ini manfaatnya betul-betul bisa maksimal, mungkin tidak 3.000 (tambahan BLK per tahun),
3.000 tadi minimal,” ujar Presiden seraya menekankan, dirinya nanti akan ke lapangan melihat hasil-
hasil yang telah di bangun.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Menaker Hanif Dhakiri, Mensesneg Pratikno, dan
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Triawan Munaf. (DND/JAY/ES)
Masuk Pembangunan SDM, Presiden Jokowi Minta
Kurikulum SMK Dirombak Besar-Besaran
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 21 Nov 2018 ; 19218 Views Kategori: Berita

Presiden Jokowi memimpin Ratas tentang Pembangunan SDM, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/11)
pagi. (Foto: Rahmat/Humas)

Setelah tahapan besar percepatan pembangunan infrastruktur yang telah berjalan dan mulai banyak
yang sudah selesai, dan sudah menampakkan hasil, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan,
pemerintah akan masuk ke tahapan besar berikutnya, yaitu investasi di bidang SDM (Sumber Daya
Manusia).

“Kita harus bisa menjadikan 260 juta penduduk Indonesia sebagai sebuah kekuatan besar negara
kita, bukan hanya untuk mendukung akselerasi pertumbuhan ekonomi tetapi juga untuk mengejar
kesejahteraan, untuk mengejar kemajuan bersama,” kata Presiden Jokowi saat menyampaikan
pengantar pada Rapat Terbatas mengenai Pembangunan SDM untuk Akselerasi Pertumbuhan
Ekonomi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (21/11) pagi.

Menurut Presiden, kuncinya ada dua, yang pertama, perbaikan sistem pendidikan, terutama melalui
revitalisasi pendidikan vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan perkembangan
teknologi.

Ia menyebutkan, dalam 4 tahun terakhir ini pemerintah telah memulai langkah-langkah perombakan
dan perbaikan di dalam sistem pendidikan vokasi kita. Namun diakui Presiden, jika langkah itu
belum secara full melakukan perombakan besar-besaran.

“Perombakan yang kita lakukan di SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) baik dalam kurikulum
maupun penataan kompetensi terutama untuk guru-guru, saya melihat juga sudah dimulai. Tetapi
sekali lagi ini memerlukan sebuah perombakan yang besar, dan kita minta mulai tahun depan betul-
betul dilakukan secara besar-besaran,” tegas Presiden.

Kemudian yang kedua, menurut Presiden, adalah peningkatan keterampilan pencari kerja dan juga
pekerja melalui pelatihan vokasi dan program sertifikasi. Presiden meminta tahun depan juga
dilakukan besar-besaran mengenai ini.
“Saya melihat misalnya di Kementerian PUPR, program sertifikasi untuk para pekerja, saya melihat
juga sesuatu yang sangat bagus, tetapi memang jumlahnya masih kecil,” terang Presiden.

Menurut Presiden, program sertifikasi ini perlu melibatkan pemerintah, dunia usaha, dan dunia
pendidikan termasuk melibatkan pesantren-pesantren, sehingga diharapkan para santri bukan
hanya mendapatkan pendidikan yang berkaitan dengan agama tetapi juga bekal keterampilan.

Rapat terbatas itu dihadiri oleh Wapres Jusuf Kalla, Menko Kemaritiman Luhut B.Pandjaitan, Menko
Perekonomian Darmin Nasution, Mensesneg Pratikno, Seskab Pramono Anung, Kepala Staf
Kepresidenan Moeldoko, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri KKP Susi Pudjiastuti, Menteri
Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri Dalam Negeri
Tjahjo Kumolo, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Selain itu juga tampak hadir Menteri ESDM Ignasius Jonan, Mendikbud Muhadjir Effendy,
Menristekdikti Mohamad Nasir, Menkominfo Rudiantara, Menteri PANRB Syafruddin, Menteri
ATR/BPN Sofyan Djalil, Menpora Imam Nahrawi, Menteri Desa dan PDTT Eko Putro Sandjojo,
Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, dan Kepala Badan
Ekonomi Kreatif Triawan Munaf. (DNA/GUN/RAH/OJI/ES)

Anda mungkin juga menyukai