**Pembimbing
Oleh :
UNIVERSITAS JAMBI
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
2019
Pembimbing,
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan referat yang berjudul “Ileus
Obstruksi e.c Adhesi”. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima
kasih kepada dr. Rizal , Sp.B. KGB ,selaku dosen pembimbing yang memberikan
banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah.
Penulis menyadari bahwa laporan referat ini jauh dari sempurna, penulis
juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
agar lebih baik kedepannya.
Akhir kata, saya berharap semoga laporan clinical report session (CRS)
ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan
pengetahuan kita.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau
oleh gangguan peristaltis. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik.
Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus
harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulata. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali
disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor adalah obstruksi sederhana
yang jarang menyebabkan strangulasi. istilah obstruksi digunakan untuk suatu
kemacetan mekanik yang timbul akibat suatu kelainan struktural yang
menyebabkan suatu penghalang fisik untuk majunya isi usus. Istilah ileus
dimaksudkan untuk suatu paralitik atau variasi obstruksi fungsional.2
4
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri perut disertai tidak BAB dan flatus kurang lebih 5 hari sejak masuk
rumah sakit
5
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah operasi hernia ± 4 tahun SMRS
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
STATUS GENERALIS
Kulit
Warna : Sawo matang Turgor : Baik
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : Dalam batas normal
Jar. Parut : (-)
Edema : (-)
6
Kepala
Bentuk kepala : Normocephal
Ekspresi muka : Tampak sakit Berat
Simetris muka : Simetris
Mata
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)
Hidung
Bentuk : Normal
Septum : Deviasi (-)
Sekret : (-)
Perdarahan : (-)
Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Thorax
Bentuk : Simetris
Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan simetris
Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea
midclavicula sinistra
7
Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung, distensi abdomen (+),darm kontur (+),
darm steifung (+), Bekas operasi didaerah simpisis pubis dan
inguinalis, massa (-),
Auskultasi : Bising usus meningkat(+), metallic sound (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)diseluruh lapangan perut,, hepar
dan lien tidak teraba
Perkusi : hipertimpani (+)
Ekstremitas atas
Gerakan : Dbn
Akral : Hangat, CRT < 2 detik
Extremitas bawah
Gerakan : Dbn
Akral : Hangat, CRT < 2 detik
8
Pemasangan NGT berisi Feses abdomen cembung, bekas luka operasi
9
Creatinin 0,8 P= 0,6 – 1,1 mg/dl
3. Pemeriksaan elektrolit(13/06/2019)
Parameter Satuan Nilai Normal
Natrium (Na) 138,64 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 4,96 3,5 – 5,3 mmol/L
Chlorida (Cl) 101,83 98 – 110 mmol/L
Calsium (Ca) 1.09 1,19-1,23 mmol/L
Ileus Obstruksi
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Tumor Kolon
10
Appendisitis perforasi
2.8 DIAGNOSIS POST OPERASI
Ileus Obstruksi e.c Adhesi
+appedisitis
11
2.9 TATAKLAKSANA POST OPERASI
Inj. Asam traneksamat 3x 500 mg
Inj Ondansentron 4mg/2ml
Inj ranitidine 2x25 mg
Inj Ketorolac 3x50 mg
Inj Metronidazole3x 500mg
Inj Cefriaxone 1x2 gr
2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
12
Follow up pasien
Tanggal Keadaan Klinis Penatalaksanaan
13
20 Juni Keluhan: nyeri hilang timbul •Inj. Asam traneksamat 3x
2019 mual (-), muntah (-) demam (-) 500 mg
BAB (-), Flatus (+)
Pasien masih puasa •inj Ondansentron 4mg/2ml
Hasil GP, masih terdapat pus yang •Inj ranitidine 2x25 mg
keluar pada jahitan
•Inj Ketorolac 3x50 mg
KU: komposmentis, sakit sedang
TV : TD : 110/70 mmHg •Inj Metronidazole3x 500mg
N : 85x/menit Inj Cefriaxone 1x2 gr
RR : 22x/menit
t : 36,0°C
NGT :-
Drain 200 cc
Post op laparotomy hari ke3
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
1. Duodenum4
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus
yang berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster
dengan jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas.
Duodenum merupakan bagian terminal/muara dari system apparatus
biliaris dari hepar maupun dari pancreas. Selain itu duodenum juga
merupakan batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana saluran cerna
dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah oleh adanya
ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak pada
flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara duodenum
dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan
kecil yg disebut dengan plica sircularis.Duodenum terletak di cavum
abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum
memiliki penggantung yg disebut dengan mesoduodenum.
16
Gambar 3.1 Anatomi Usus Halus
2. Jejunum dan Ileum4
Jejunum dan ileum juga sering disebut dengan usus halus/usus
penyerapan membentang dari flexura duodenojejunales sampai ke
juncture ileocacaecalis. Jejunum dan ileum ini merupakan organ
intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki penggantung yang disebut
dengan mesenterium yang memiliki proyeksi ke dinding posterior
abdomen dan disebut dengan radix mesenterii. Pada bagian akhir dari
ileum akan terdapat sebuah katup yang disebut dengan valvulla
ileocaecal (valvulla bauhini) yang merupakan suatu batas yang
memisahkan antara intestinum tenue dengan intestinum crassum.
Selain itu, juga berfungsi untuk mencegah terjadinya refluks fekalit
maupun flora normal dalam intestinum crassum kembali ke intestinum
tenue, dan juga untuk mengatur pengeluara zat sisa penyerapan nutrisi.
Berikut adalah perbedaan antara jejunum dan duodenum.
17
Gambar 3.2 Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum
Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus
halus. Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm.
Semakin mendekati anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. 5
18
limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan
berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.4
3.2 Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal
atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen
usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.6
3.3 Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat, dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal
dan diagnosis yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat
menyebabkan kematian pada 100% pasien.1
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit
yang mendasari danprosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering
terjadi pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya
pada populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya
19
kelainan anatomi seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat
menyebabkan mekonium ileus.7
3.4 Etiologi
Penyebab dari obstruksi yaitu:
Adhesi intestinal : adanya jaringan fibrosa pada usus yang ditemukan
saat lahir (kongenital).Namun jaringan fibrosa ini paling sering terjadi
setelah operasi abdominal. Usus halus yang mengalami perlengketan
akibat jaringan fibrosa ini akan menghalangi jalannya makanan dan
cairan.
Hernia inkarserata : bila sudah terjadi penjepitan usus, maka dapat
menyebabkan obstruksi usus.
Tumor (primer, metastasis) : dapat menyebabkan sumbatan terhadap
jalannya makanan dan cairan.
Divertikulum Meckel
Intussusception (masuknya usus proximal ke bagian distal)
Volvulus (terpuntirnya usus)
Striktur yang menyebabkan penyempitan lumen usus
Askariasis
Impaksi faeces (faecolith)
Benda asing. 3
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat
terjadi di setiap bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid.Penyebabnya
adalah :
Karsinoma
Volvulus
Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel)
Penyakit Hirschsprung
Inflamasi
20
Tumor jinak
Impaksi fekal.2
3.5 Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal.
21
Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak
tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat
munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah
(obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai,
dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu
untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas
dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan
cairan. Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada
permulaan, bunyi usus pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat,
sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi
diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan
tanda akhir suatu obstruksi.8
3.6 Klasifikasi
Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan:
Letak sumbatan
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileum terminal)
Sifat sumbatan
a. Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran
darah
Etiologi
22
a.Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus.9
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana
yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada
awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi
atau derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien
sering berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis
cenderung kesakitan apabila bergerak.
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah
(intravena). Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan
tingkatan obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal.
Sebaliknya, distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi
letak rendah.
23
3.8 Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia.
Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya
ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala
berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi
perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan
kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi
tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut
bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.
24
duduk atau LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi
dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos
abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.11
3.9 Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,
hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif
pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran
rongga perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan
masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan
shock septic.10
3.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit.
a. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil eksplorasi selama laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila
sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila
terjadi:
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter).
b. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah,
usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Tujuan pengobatan yang
26
paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi
sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan
bagian yang mengalami obstruksi.2,6
3.11 Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.
27
BAB IV
ANALISA KASUS
Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah nyeri
pada seluruh lapang perut, nyeri terasa melilit, nyeri hilang timbul dan pasien
mengeluhkan tidak BAB dan tidak flatus 5 hari selama diRumah sakit, sedangkan
BAK (+), nafsu makan menurun, mual (+), muntah (+).
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio abdomen terlihat distensi
abdomen, darm kontur, darm steifung.ketika di palpasi terdapat nyeri tekan (+)
pada seluruh bagian perut, pada aukustasi bunyi bising usus meningkat,dan
metallic sound. saat di perkusi terdapat suara hipertimpani di bagian perut.
Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini adalah ileus obstruksi
Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah tindakan bedah. Pada penderita yang
28
diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografidapat dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Penangan pada pasien ini selama observasi yaitu
dipasang NGT, kateter, rehidrasi dengan Ringer Lactat dan pemberian antibiotik.
Pasien saat ini sedang disuruh puasa untuk rencana operasi.
29
BAB V
KESIMPULAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.Etiologi
ileus obtruksi adalah adhesi, hernia inkaserata, neoplasma, volvulus, cacing
askaris, radang usus.Gejala yang sering ditemukan pada ileus adalah nyeri kolik,
mual, muntah, perut distensi, obstipasi.Pada pemeriksaan fisik ditemukan
hipotensi, takikardi, adanya distensi abdomen, hiperperistaltik, borborigmus,
methallic sound.Pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan adanya dilatasi
pada proksimal sumbatan, herring bone appearance, air fluid level.Penanganan
pada ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan menghilangkan obstruksi
dengan laparotomi.Komplikasinya adalah strangulasi, perforasi, shock
septic.Prognosis ileus jika > dari 36 jam tidak segera ditangani 25 %
menyebabkan kematian.
30
DAFTAR PUSTAKA
31