Anda di halaman 1dari 31

Clinical Report Session

*Program Studi Profesi Dokter /G1A217090/Juni 2019

**Pembimbing

Ileus Obstruksi e.c adhesi

Oleh :

Ayu lestari (G1A217090)

Dosen Pembimbing : dr. Rizal, Sp.B. KGB

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Clinical Report Session (CRS)

Ileus Obstruksi e.c Adhesi

Oleh:

Ayu Lestari (G1A217090)

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Jambi

RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

2019

Jambi, Juni 2019

Pembimbing,

dr. Rizal, Sp.B. KGB


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan referat yang berjudul “Ileus
Obstruksi e.c Adhesi”. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima
kasih kepada dr. Rizal , Sp.B. KGB ,selaku dosen pembimbing yang memberikan
banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah.

Penulis menyadari bahwa laporan referat ini jauh dari sempurna, penulis
juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
agar lebih baik kedepannya.

Akhir kata, saya berharap semoga laporan clinical report session (CRS)
ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan
pengetahuan kita.

Jambi, Juni 2019

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Ileus obstruksi merupakan salah satu kasus yang dapat menimbulkan


komplikasi serius sehingga sangat memerlukan penangangan dini dan adekuat.
Ileus obstruksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada usus halus maupun
usus besar dan terdiri dari 2 tipe yaitu obstruksi yang terjadi secara mekanik
maupun non mekanik. Obstruksi mekanik terjadi karena usus terblok secara fisik
sehingga isi dari usus tersebut tidak bisa melewati tempat obstruksi. Hal ini bisa
disebabkan oleh banyak faktor salah satunya seperti volvulus (usus terpuntir)
yang dapat terjadi karena hernia, pertumbuhan jaringan abnormal, dan adanya
benda asing dalam usus.1

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau
oleh gangguan peristaltis. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik.
Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus
harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulata. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali
disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor adalah obstruksi sederhana
yang jarang menyebabkan strangulasi. istilah obstruksi digunakan untuk suatu
kemacetan mekanik yang timbul akibat suatu kelainan struktural yang
menyebabkan suatu penghalang fisik untuk majunya isi usus. Istilah ileus
dimaksudkan untuk suatu paralitik atau variasi obstruksi fungsional.2

Ileus obstruktif tidak hanya dapat menghasilkan perasaan yang tidak


nyaman, seperti : keram perut, nyeri perut, kembung, mual, dan muntah, bila tidak
diobati dengan benar, ileus obstruktif dapat menyebabkan sumbatan dan
menyebabkan kematian jaringan usus. Kematian jaringan ini dapat ditunjukkan
dengan perforasi usus, infeksi ringan, hingga kondisi shock.3

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : ismail
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : pegawai swasta
Alamat :RT 18 Kel. Murni kec. Danau sipin
Agama :Islam
Bangsa :Indonesia
MRS : 12 Juni 2019

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri perut disertai tidak BAB dan flatus kurang lebih 5 hari sejak masuk
rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang


.Awalnya pasien datang kerumah sakit dikarenakan sulit BAB dan terdapat
benjolan pada anus dan pasien mengeluh keluar darah merah segar setelah
BAB. Namun setelah dirawat diRS selama 5 hari Pasien mengeluh nyyeri
perut disertai tidak bisa buang air besar. Pasien merasakan nyeri diseluruh
perut, nyerinya dirasakan seperti melilit. nyeri perut dirasakan hilang
timbul. Nyeri diperberat setelah pasien makan. Dan berkurang setelah
pasien muntah.Pasien juga mengalami mual () dan muntah apabila
pasien makan. Muntah berisi apa saja yang pasien makan. Pasien
mengalami penurunan nafsu makan. Pasien merasakan perut pasien
semakin terasa keras. BAK dalam batas normal.demam (-) Lemas (+)

5
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien pernah operasi hernia ± 4 tahun SMRS
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa. Riwayat
penyakit lainnya dalam keluarga juga disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


TANDA VITAL
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Napas : 22 kali/menit
Frekuensi Nadi : 98 kali/menit
Suhu : 36.5 oC

STATUS GENERALIS

Kulit
Warna : Sawo matang Turgor : Baik
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : Dalam batas normal
Jar. Parut : (-)
Edema : (-)

6
Kepala
Bentuk kepala : Normocephal
Ekspresi muka : Tampak sakit Berat
Simetris muka : Simetris

Mata
Conjungtiva anemis : (-/-)
Sklera Ikterik : (-/-)
Reflek cahaya : (+/+)

Hidung
Bentuk : Normal
Septum : Deviasi (-)
Sekret : (-)
Perdarahan : (-)

Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)

Thorax
Bentuk : Simetris
 Paru-paru
 Inspeksi : Pernafasan simetris
 Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : Sonor (+/+)
 Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea
midclavicula sinistra
7
 Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
 Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Cembung, distensi abdomen (+),darm kontur (+),
darm steifung (+), Bekas operasi didaerah simpisis pubis dan
inguinalis, massa (-),
 Auskultasi : Bising usus meningkat(+), metallic sound (+)
 Palpasi : Nyeri tekan (+)diseluruh lapangan perut,, hepar
dan lien tidak teraba
 Perkusi : hipertimpani (+)
Ekstremitas atas
Gerakan : Dbn
Akral : Hangat, CRT < 2 detik
Extremitas bawah
Gerakan : Dbn
Akral : Hangat, CRT < 2 detik

2.4 STATUS LOKALISATA

Abdomen distensi,darm kontur darm


steifung, nyeri diseluruh lapangan
perut.

8
Pemasangan NGT berisi Feses abdomen cembung, bekas luka operasi

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah Rutin (13/06/2019)
Jenis Hasil Normal
Pemeriksaan
WBC 8,96 (4-10,0 10^9/L)
RBC 4,8 (3,5-5,5 10^9/L)
HGB 14,3 (11-16 g/dl)
HCT 42,4 (35-50 %)
PLT 277 (100-300 10^9/L)

GDS : 122 mg/dl

2. Faal Ginjal (13/06/2019)


Parameter Satuan Nilai Normal
Ureum 16 15 - 39 mg/dl

9
Creatinin 0,8 P= 0,6 – 1,1 mg/dl

3. Pemeriksaan elektrolit(13/06/2019)
Parameter Satuan Nilai Normal
Natrium (Na) 138,64 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 4,96 3,5 – 5,3 mmol/L
Chlorida (Cl) 101,83 98 – 110 mmol/L
Calsium (Ca) 1.09 1,19-1,23 mmol/L

4. Faal Hati (13/06/2019)


Parameter Satuan Nilai Normal
Protein total 7,4 6.4 – 8.4
Albumin 4.5 3,5 – 5,0
Globulin 2,9 3.0 – 3.6
SGOT 22 <40
SGPT 17 <41

5. Faal Hati (17-6-2019)

Parameter Satuan Nilai Normal


Protein total 6,1 6.4 – 8.4
Albumin 3,6 3,5 – 5,0
Globulin 2,5 3.0 – 3.6

2.5 DIAGNOSIS SEMENTARA

 Ileus Obstruksi
2.6 DIAGNOSIS BANDING
 Tumor Kolon
10
 Appendisitis perforasi
2.8 DIAGNOSIS POST OPERASI
 Ileus Obstruksi e.c Adhesi

2.8 PENATALAKSANAAN PRE OPERASI


 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
 Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
 Inj. Ranitidin 2x25 mg
 Inj. Ondansentron 4mg/2ml
 NGT
 Kateter
 Konsul Spesialis bedah digestif untuk tindakan laparotomy

Telah dilakukan operasi pada 17 Juni 2019

Jam Operasi Dimulai : 12.00 WIB

Jam Operasi Selesai : 14.00 WIB

Diagnosa Pre Op : ileus Obstruksi +hemorrhoid eksterna inkarserata

Diagnosa Post Op : ileus Obstruksi e.c Adhesi+hemorrhoid eksterna inkarserata

+appedisitis

Tindakan : Laparatomi eksplorasi +adheolisis+ reseksi anastomosis end to


end + hemorroidektomi

11
2.9 TATAKLAKSANA POST OPERASI
 Inj. Asam traneksamat 3x 500 mg
 Inj Ondansentron 4mg/2ml
 Inj ranitidine 2x25 mg
 Inj Ketorolac 3x50 mg
 Inj Metronidazole3x 500mg
 Inj Cefriaxone 1x2 gr

2.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

12
Follow up pasien
Tanggal Keadaan Klinis Penatalaksanaan

17 Juni Keluhan: nyeri diseluruh lapang perut •IVFD RL20 tpm


2019 mual (+), muntah (+) demam (-) •Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
BAB (-)BAK (+) normal, Flatus (-) •Inj. Ketorolac 3 x 30 mg
•Inj.Ranitidin 2x25 mg
KU: komposmentis, sakit berat •Inj.Ondansentron
TV : TD : 100/70 mmHg 4mg/2ml
N : 82x/menit •NGT
RR : 20x/menit •Kateter
t : 36,6°C •Konsul Spesialis bedah
i: distensi (+), darm kontur (+), darm digestif untuk tindakan
Steifung (+), laparotomy
A: Hiperperistaltik, metallic sound(+) 
P: nyeri tekan (+)seluruh lapangan perut
P: hipertimpani

18 Juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi •Inj. Asam traneksamat 3x


2019 mual (-), muntah (-) demam (-) 500 mg
BAB (-), Flatus (-)
•inj Ondansentron 4mg/2ml
KU: komposmentis, sakit sedang •Inj ranitidine 2x25 mg
TV : TD : 130/80 mmHg
N : 82x/menit •Inj Ketorolac 3x50 mg
RR : 22x/menit
t : 36,9°C •Inj Metronidazole3x 500mg
NGT :300 cc warna hijau •Inj Cefriaxone 1x2 gr
Drain 200 cc

19Juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi •Inj. Asam traneksamat 3x


2019 mual (-), muntah (-) demam (-) 500 mg
BAB (-), Flatus (-)
Pasien masih puasa •inj Ondansentron 4mg/2ml

•Inj ranitidine 2x25 mg


KU: komposmentis, sakit sedang
TV : TD : 130/70 mmHg •Inj Ketorolac 3x50 mg
N : 88x/menit
RR : 19x/menit •Inj Metronidazole3x 500mg
t : 36,6°C •Inj Cefriaxone 1x2 gr
NGT :100cc
Drain 200 cc
Diagnosa : Post Op Laparatomy
explorasi hari 1

13
20 Juni Keluhan: nyeri hilang timbul •Inj. Asam traneksamat 3x
2019 mual (-), muntah (-) demam (-) 500 mg
BAB (-), Flatus (+)
Pasien masih puasa •inj Ondansentron 4mg/2ml
Hasil GP, masih terdapat pus yang •Inj ranitidine 2x25 mg
keluar pada jahitan
•Inj Ketorolac 3x50 mg
KU: komposmentis, sakit sedang
TV : TD : 110/70 mmHg •Inj Metronidazole3x 500mg
N : 85x/menit Inj Cefriaxone 1x2 gr
RR : 22x/menit
t : 36,0°C
NGT :-
Drain 200 cc
Post op laparotomy hari ke3

21 Juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi R/


2019 mual (-), muntah (-) demam (-)
BAB (-), Flatus (-)  IVFD RL 20tts/i
Diet air 10SDM/2jam  Inj. Kalnex
 Inj. Ondansentron
KU: komposmentis, sakit sedang 1x1 ampul
TV : TD : 120/80 mmHg  Inj. Ranitidin 2x1
N : 82x/menit ampu
RR : 22x/menit
t : 36,9°C
NGT :-
Drain
Post op laparotomy hari ke4

22 Juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi R/


2019 mual (-), muntah (-) demam (-)
BAB (-), Flatus (-)  IVFD RL 20tts/i
Pasien masih puasa  Inj. Omeprazole 1x1
ampul
KU: komposmentis, sakit sedang  Inj. Ondansentron
TV : TD : 130/80 mmHg 1x1 ampul
N : 82x/menit  Inj. Ranitidin 2x1
RR : 22x/menit ampul
t : 36,9°C
NGT :300 cc warna hijau
Drain 200 cc
Post op laparotomy hari ke2

23 Juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi


2019 mual (-), muntah (-) demam (-)
BAB (-), Flatus (-)
Pasien masih puasa
14
KU: komposmentis, sakit sedang
TV : TD : 130/80 mmHg
N : 82x/menit
RR : 22x/menit
t : 36,9°C
NGT :300 cc warna hijau
Drain 200 cc
Post op laparotomy hari ke2
24 Juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi
2019 mual (-), muntah (-) demam (-)
BAB (-), Flatus (-)
Pasien masih puasa

KU: komposmentis, sakit sedang


TV : TD : 130/80 mmHg
N : 82x/menit
RR : 22x/menit
t : 36,9°C
NGT :300 cc warna hijau
Drain 200 cc
Post op laparotomy hari ke2
25 juni Keluhan: nyeri pada bekas operasi
2019 mual (-), muntah (-) demam (-)
BAB (-), Flatus (-)
Pasien masih puasa

KU: komposmentis, sakit sedang


TV : TD : 130/80 mmHg
N : 82x/menit
RR : 22x/menit
t : 36,9°C
NGT :300 cc warna hijau
Drain 200 cc
Post op laparotomy hari ke2

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
1. Duodenum4
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus
yang berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster
dengan jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas.
Duodenum merupakan bagian terminal/muara dari system apparatus
biliaris dari hepar maupun dari pancreas. Selain itu duodenum juga
merupakan batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana saluran cerna
dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah oleh adanya
ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak pada
flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara duodenum
dan jejunum. Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan
kecil yg disebut dengan plica sircularis.Duodenum terletak di cavum
abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis. Duodenum
memiliki penggantung yg disebut dengan mesoduodenum.

Duodenum terdiri atas beberapa bagian yaitu:


a) Duodenum pars Superior
b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens.

16
Gambar 3.1 Anatomi Usus Halus
2. Jejunum dan Ileum4
Jejunum dan ileum juga sering disebut dengan usus halus/usus
penyerapan membentang dari flexura duodenojejunales sampai ke
juncture ileocacaecalis. Jejunum dan ileum ini merupakan organ
intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki penggantung yang disebut
dengan mesenterium yang memiliki proyeksi ke dinding posterior
abdomen dan disebut dengan radix mesenterii. Pada bagian akhir dari
ileum akan terdapat sebuah katup yang disebut dengan valvulla
ileocaecal (valvulla bauhini) yang merupakan suatu batas yang
memisahkan antara intestinum tenue dengan intestinum crassum.
Selain itu, juga berfungsi untuk mencegah terjadinya refluks fekalit
maupun flora normal dalam intestinum crassum kembali ke intestinum
tenue, dan juga untuk mengatur pengeluara zat sisa penyerapan nutrisi.
Berikut adalah perbedaan antara jejunum dan duodenum.

17
Gambar 3.2 Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum

Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus
halus. Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm.
Semakin mendekati anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. 5

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan


sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dextra. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah

18
limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan
berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.4

3.2 Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
Obstruktif adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal
atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen
usus, dinding usus atau luar usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada
suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose segmen usus tersebut.6

3.3 Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan
darurat, dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal
dan diagnosis yang tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat
menyebabkan kematian pada 100% pasien.1

Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit
yang mendasari danprosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering
terjadi pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya
pada populasi ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya

19
kelainan anatomi seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat
menyebabkan mekonium ileus.7

3.4 Etiologi
Penyebab dari obstruksi yaitu:
 Adhesi intestinal : adanya jaringan fibrosa pada usus yang ditemukan
saat lahir (kongenital).Namun jaringan fibrosa ini paling sering terjadi
setelah operasi abdominal. Usus halus yang mengalami perlengketan
akibat jaringan fibrosa ini akan menghalangi jalannya makanan dan
cairan.
 Hernia inkarserata : bila sudah terjadi penjepitan usus, maka dapat
menyebabkan obstruksi usus.
 Tumor (primer, metastasis) : dapat menyebabkan sumbatan terhadap
jalannya makanan dan cairan.
 Divertikulum Meckel
 Intussusception (masuknya usus proximal ke bagian distal)
 Volvulus (terpuntirnya usus)
 Striktur yang menyebabkan penyempitan lumen usus
 Askariasis
 Impaksi faeces (faecolith)
 Benda asing. 3
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat
terjadi di setiap bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid.Penyebabnya
adalah :

 Karsinoma
 Volvulus
 Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel)
 Penyakit Hirschsprung
 Inflamasi

20
 Tumor jinak
 Impaksi fekal.2

3.5 Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal.

Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh


darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah
ke peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien
sebagai akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen.
Usus yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan
kosong .

Gambar 3.3 Gangguan pada usus

21
Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak
tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat
munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah
(obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai,
dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu
untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas
dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan
cairan. Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada
permulaan, bunyi usus pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat,
sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi
diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan
tanda akhir suatu obstruksi.8

3.6 Klasifikasi
Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan:

 Kecepatan timbul (speed of onset)


a.Akut, kronik, kronik dengan serangan akut

 Letak sumbatan
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileum terminal)

b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal


sampai anus)

 Sifat sumbatan
a. Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran
darah

b. Strangulated obstruction : sumbatan disertai gangguan aliran


darah sehingga timbul nekrosis, gangren dan perforasi

 Etiologi
22
a.Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus.9

3.7 Gejala Klinis


Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi.

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana
yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada
awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi
atau derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien
sering berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis
cenderung kesakitan apabila bergerak.

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah
(intravena). Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan
tingkatan obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal.
Sebaliknya, distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi
letak rendah.

Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan


strangulasi dari suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan
klinis tertentu dan gambaran laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda
strangulasi.2,6,10

23
3.8 Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia.
Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya
ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala
berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi
perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan
kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi
tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut
bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal.

Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang


air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada
perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada
tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya
distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah
membesar.

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi


hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in
loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia.

Pada pemeriksaan radiologis dilakukan foto polos abdomen 3 posisi.


Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah

24
duduk atau LLD: tampak step ladder appearance atau cascade. Adanya dilatasi
dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos
abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen
mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon.11

3.9 Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,
hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif
pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran
rongga perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan
masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan
shock septic.10

3.10 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit.

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit


dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda


vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
25
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk


mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.

a. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil eksplorasi selama laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila
sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila
terjadi:

1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus, oksigen dan kateter).

b. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah,
usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Tujuan pengobatan yang

26
paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi
sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan
bagian yang mengalami obstruksi.2,6

3.11 Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus.

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai


angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang
sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai
angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam
sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36
jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan.11

27
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada bagian perut.Setelah dilakukan


anamnesis lebih lengkap, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini di diagnosis ileus obstruksi.
Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang
didapat pada anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah nyeri
pada seluruh lapang perut, nyeri terasa melilit, nyeri hilang timbul dan pasien
mengeluhkan tidak BAB dan tidak flatus 5 hari selama diRumah sakit, sedangkan
BAK (+), nafsu makan menurun, mual (+), muntah (+).

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis di regio abdomen terlihat distensi
abdomen, darm kontur, darm steifung.ketika di palpasi terdapat nyeri tekan (+)
pada seluruh bagian perut, pada aukustasi bunyi bising usus meningkat,dan
metallic sound. saat di perkusi terdapat suara hipertimpani di bagian perut.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini adalah ileus obstruksi

Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah tindakan bedah. Pada penderita yang
28
diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografidapat dilakukan bila dalam observasi
masih terdapat keraguan. Penangan pada pasien ini selama observasi yaitu
dipasang NGT, kateter, rehidrasi dengan Ringer Lactat dan pemberian antibiotik.
Pasien saat ini sedang disuruh puasa untuk rencana operasi.

29
BAB V
KESIMPULAN

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan.Etiologi
ileus obtruksi adalah adhesi, hernia inkaserata, neoplasma, volvulus, cacing
askaris, radang usus.Gejala yang sering ditemukan pada ileus adalah nyeri kolik,
mual, muntah, perut distensi, obstipasi.Pada pemeriksaan fisik ditemukan
hipotensi, takikardi, adanya distensi abdomen, hiperperistaltik, borborigmus,
methallic sound.Pada pemeriksaan foto polos abdomen ditemukan adanya dilatasi
pada proksimal sumbatan, herring bone appearance, air fluid level.Penanganan
pada ileus adalah koreksi keseimbangan cairan dan menghilangkan obstruksi
dengan laparotomi.Komplikasinya adalah strangulasi, perforasi, shock
septic.Prognosis ileus jika > dari 36 jam tidak segera ditangani 25 %
menyebabkan kematian.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2,


2010.
2. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif.
Dalam: Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318
– 20.
3. Brunicardi, F.C., et all, Schwartz’s Principles of Surgery, volume II, 8th
edition, McGraw-Hill, New York, 2005, hal 1031-1032
4. Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
5. Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Sjamsuhidajat r, De Jong W. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
7. Sloane, Ethel., 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku
kedokteran
8. J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
9. Price, S.A. 1994. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya,
Caroline. Jakarta: EGC
10. Badash, Michelle. 2005. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical
Bowel Obstruction). EBSCO Publishing.
11. Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. In:
Http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicin
e.com.

31

Anda mungkin juga menyukai