Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu
upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan
telah dikembangkan sejak tahun 1980. Dalam perkembangannya program
pengendalian infeksi nosokomial (INNOS) dikendalikan oleh Sub-Direktorat
Surveilans dibawah direktorat yang sama. Mulai tahun 2001 Depkes RI telah
memasukkan pengendalian infeksi nosokomial sebagai salah satu tolak ukur
akreditasi rumah sakit dimana termasuk didalamnya adalah penerapan
kewaspadaan universal (Depkes, 2003).
Kewaspadaan umum merupakan upaya pencegahan infeksi yang
mengalami perjalanan panjang, dimulai sejak dikenalnya infeksi nosokomial
yang terus menjadi ancaman bagi petugas kesehatan dan klien. Penerapan
kewaspadaan umum merupakan bagian pengendalian infeksi yang tidak
terlepas dari peran masing–masing pihak yang terlibat didalamnya yaitu
pimpinan termasuk staf administrasi, staf pelaksana pelayanan termasuk staf
pengunjungnya dan juga para pengguna jasa yaitu pasien dan pengunjung.
Program ini hanya dapat berjalan apabila masing–masing pihak menyadari
dan memahami peran dan kedudukan masing–masing (Depkes, 2003).
Tenaga kesehatan harus selalu mendapatkan perlindungan dari resiko
tertular penyakit, untuk dapat bekerja secara maksimal. Pimpinan rumah sakit
berkewajiban menyusun kebijakan mengenai kewaspadaan umum, memantau
dan memastikan dengan baik. Pimpinan juga bertanggung jawab atas
perencanaan anggaran dan ketersediaan sarana untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan kesehatan wajib menjaga kesehatan dan keselamatan dirinya dan
orang lain serta bertanggung jawab sebagai pelaksana kebijakan yang
ditetapkan rumah sakit. Tenaga kesehatan juga bertanggung jawab dalam
menggunakan sarana yang disediakan dengan baik dan benar serta

1
2

memelihara sarana agar selalu siap dipakai dan dapat dipakai selama
mungkin. Secara rinci kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi a)
bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja di
lingkungannya, wajib mematuhi instruksi yang diberikan dalam rangka
kesehatan dan keselamatan kerja, dan membantu mempertahankan
lingkungan bersih dan aman b) mengetahui kebijakan dan menerapkan
prosedur kerja, pencegahan infeksi, dan mematuhi dalam pekerjaan sehari–
hari c) tenaga kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan
resiko penularan infeksi baik dari dirinya kepada pasien atau sebaliknya
sebaiknya tidak merawat pasien secara langsung d) bagi tenaga kesehatan
yang mengidap HIV positif (Depkes, 2003).
Tenaga kesehatan yang berada di dalam area seperti ruang operasi,
instalasi gawat darurat dan laboratorium sangat rentan dan memiliki resiko
tinggi untuk terekspose pada penularan penyakit akibat infeksi virus atau
bakteri. Di antara 35 juta tenaga kesehatan di seluruh dunia, terdapat sekitar 3
juta tenaga kesehatan yang mengalami infeksi virus akibat luka pada jaringan
kulit (per cutaneous) setiap tahunnya, dengan kriteria sebanyak 2 juta tenaga
kesehatan terinfeksi oleh virus HBV, 0,9 juta tenaga kesehatan terinfeksi
virus HCV dan 170.000 tenaga kesehatan terinfeksi virus HIV. Dimana akibat
infeksi virus tersebut, sebanyak 15.000 tenaga kesehatan menderita penyakit
Hepatitits C, 70.000 tenaga kesehatan menderita penyakit Hepatitis B dan
sebanyak 1.000 tenaga kesehatan menderita penyakit AIDS dan perlu
diketahui pula, lebih dari 90% kasus infeksi ini terjadi di negara berkembang.
Penyebaran dan penularan penyakit terhadap tenaga kesehatan sebenarnya
dapat dicegah dan strategi untuk melindungi para tenaga kesehatan dari
paparan virus berbahaya adalah meliputi implementasi mengenai tindakan
kewaspadaan universal, pemberian vaksin Hepatitis B dan kemampuan serta
kesadaran diri sendiri untuk melindungi diri dari paparan infeksi virus (WHO,
2010).
Menurut Kusman, dkk, (2007) di Amerika Serikat pada tahun 2001
terdapat 57 kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV akibat resiko
3

pekerjaan. Dari 57 kasus tersebut, 24 kasus diantaranya dialami oleh perawat.


Di Indonesia, walaupun belum terdapat data yang pasti, namun jika melihat
pengendalian infeksi di rumah sakit yang masih lemah, maka resiko
penularan infeksi termasuk HIV terhadap perawat bisa dikatakan masih cukup
tinggi (Kusman dkk, 2007).
Salah satu cara untuk mengendalikan penyebaran infeksi di rumah
sakit adalah dengan tindakan Universal Precautions. Penerapan standar
Universal Precautions penting untuk mengurangi resiko penularan
mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui dan tidak
diketahui (Nursalam, 2007).
Pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dapat dilakukan
melalui pelaksanaan program universal precaution atau tindakan – tindakan
aseptis dan antiseptis yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, baik perawat
maupun dokter. Tindakan universal precaution ini meliputi : mencuci tangan,
penggunaan sarung tangan, penggunaan cairan aseptik, pengelolaan alat
bekas pakai maupun instrument tajam. Pengetahuan tentang pencegahan
infeksi nosokomial sangat penting untuk petugas rumah sakit terutama bagi
seorang perawat, karena kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di
rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam
upaya pemberian pelayanan yang bermutu (Irianto, 2010).
Hasil penelitian Yohanes Haryanto (2010), menunjukkan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara motivasi perawat dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial di ruang Rawat Inap Rumah Sakit Hospital
Cinere. Penelitian yang dilakukan oleh Khoirudin (2010) menunjukkan
bahwa ada hubungan antara motivasi perawat terhadap penerapan prosedur
tindakan pencegahan universal dengan perilaku perawat dalam menjalankan
prosedur tindakan pencegahan universal di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Sedangkan penelitian oleh Jayanti, (2009) menunjukkan,
mayoritas responden tergolong disiplin dalam pelaksanaan universal
precaution. Sementara itu, koefisien gamma menunjukkan bahwa faktor
komitmen karyawan (0,282), faktor kesadaran resiko tertular (0,641), faktor
4

kepemimpinan (0,266) dan faktor sifat pekerjaan (0,641) memiliki hubungan


yang positif dengan kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan universal
precaution.
Tenaga kesehatan harus mempunyai motivasi dalam segala macam
tindakannya, untuk melakukan kewaspadaan universal. Tenaga kesehatan
memiliki motivasi yang besar agar tidak terkena infeksi atau tertular infeksi
dari berbagai macam penyakit. Motivasi merupakan suatu alasan seseorang
untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya (Notoatmodjo,
2010).
Faktor yang mempengaruhi motivasi perawat dalam melaksanakan
universal precaution menurut Widyatun (2002) ada dua faktor yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi 1) faktor fisik, 2) faktor
proses mental, 3) faktor kepribadian, 4) faktor kematangan usia, 5)
pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal meliputi : 1) faktor lingkungan, 2)
dukungan sosial, 3) fasilitas (sarana dan prasarana) dan 4) media (Widyatun,
2002).
Pemahaman terhadap kewaspadaan universal pada sebagian besar
tenaga kesehatan kurang diperhatikan, ini disebabkan oleh banyak faktor.
Dari hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan terhadap perawat yang
bekerja di Ruang bedah RSUD Kraton Pekalongan berdasarkan hasil
wawancara dengan 5 orang perawat mengungkapkan bahwa mereka tidak
memperhatikan kewaspadaan universal karena kurangnya motivasi perawat
dalam melaksanakan universal precaution. Kurangnya motivasi tersebut
disebabkan karena kurangnya pemahaman perawat mengenai universal
precaution, menurut pemahaman perawat kewaspadaan universal hanya
memakan banyak waktu, meski mengetahui universal precaution penting agar
tidak terkontaminasi oleh penyakit. Sedangkan 3 orang perawat lainnya
mengatakan belum melakukan kewaspadaan universal secara benar karena
sarana dan prasarana yang tersedia di rumah sakit tidak tersedia.
Dari uraian tersebut, peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai, “Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Perawat dalam
5

Melaksanaan Universal Precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton


Kabupaten Pekalongan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Apakah Faktor yang
Mempengaruhi Motivasi Perawat dalam Melaksanakan Universal Precaution
di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor yang mempengaruhi motivasi perawat dalam
melaksanakan universal precaution di Ruang bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan faktor fisik perawat dalam melaksanakan universal
precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
b. Mendiskripsikan faktor proses mental perawat dalam melaksanakan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan.
c. Mendiskripsikan faktor kepribadian perawat dalam melaksanakan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan.
d. Mendiskripsikan faktor kematangan usia perawat dalam melaksanakan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan.
e. Mendiskripsikan faktor pengetahuan perawat dalam melaksanakan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan.
f. Mendiskripsikan faktor lingkungan perawat dalam melaksanakan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
6

Pekalongan.
g. Mendiskripsikan faktor dukungan sosial dalam melaksanakan
universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten
Pekalongan.
h. Mendiskripsikan faktor ketersediaan sarana prasarana dalam
melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
i. Mendiskripsikan faktor media dalam melaksanakan universal
precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
j. Mendiskripsikan motivasi perawat dalam melaksanakan universal
precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
k. Menganalisis hubungan faktor fisik dengan motivasi perawat dalam
melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.
l. Menganalisis hubungan faktor proses mental dengan motivasi perawat
dalam melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan.
m. Menganalisis hubungan faktor kepribadian dengan motivasi perawat
dalam melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan.
n. Menganalisis hubungan faktor kematangan usia dengan motivasi
perawat dalam melaksanaan universal precaution di Ruang Bedah
RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
o. Menganalisis hubungan faktor pengetahuan dengan motivasi perawat
dalam melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan.
p. Menganalisis hubungan faktor lingkungan dengan motivasi perawat
dalam melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan.
q. Menganalisis hubungan faktor dukungan sosial dengan motivasi
perawat dalam melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah
7

RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.


r. Menganalisis hubungan faktor ketersediaan sarana prasarana dengan
motivasi perawat dalam melaksanaan universal precaution di Ruang
Bedah RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
s. Menganalisis hubungan faktor media dengan motivasi perawat dalam
melaksanakan universal precaution di Ruang Bedah RSUD Kraton
Kabupaten Pekalongan.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam
perkembangan ilmu keperawatan terutama dalam upaya pencegahan
terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan juga sebagai masukan
bagi penyedia pelayanan kesehatan (dokter, perawat, petugas kesehatan
lain) tentang pentingnya pelaksanaan universal precaution dalam tatanan
pelayanan kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pihak rumah sakit
Sebagai dasar bagi pihak Rumah Sakit dan penyedia pelayanan
kesehatan sehingga mampu meningkatkan pengetahuannya dan
selanjutnya dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan di
Rumah Sakit terutama dalam hal pelaksanaan universal precaution.
b. Bagi perawat
Sebagai masukan bagi perawat untuk meningkatkan motivasi dalam
melaksanakan universal precaution.
c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk
pedoman atau gambaran awal untuk melakukan penelitian lebih lanjut.
8

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian penelitian
Nama
Judul Desain Populasi dan
No. peneliti dan Hasil penelitian
penelitian penelitian sampel penelitian
tahun
1 Parsinahingsih Gambaran Penelitian Seluruh perawat Sebanyak 15% perawat
, Sri Hunun Pelaksanaan kuantitatif di yang bertugas di kurang sempurna dalam
(2005) Kewaspadaan mana RSUD Moewardi melakukan prosedur cuci
Universal di rancangan Surakarta dan tangan dan 5% perawat
RSUD Dr. yang dipakai besarnya sampel tidak melakukan prosedur
Moewardi dalam yang diambil cuci tangan, 20% perawat
Surakarta penelitian ini dalam penelitian kurang sempurna dalam
adalah ini adalah sebesar menggunakan alat
rancangan 10% dari perlindungan diri dan 9%
simple populasi, yaitu perawat tidak
deskriptif, sebanyak 55 menggunakan alat
yaitu orang. Sampel perlindungan diri, 15%
rancangan dalam penelitian perawat kurang sempurna
penelitian ini diambil secara dalam mengelola alat
terhadap satu probability bekas pakai, 6% perawat
kelompok sampling dengan tidak sempurna dalam
sampel yang teknik simple mengelola alat bekas
waktu random sampling. pakai, 18% perawat tidak
penelitiannya Dari sampel sempurna dalam
tidak sejumah 55 orang, mengelola instrument
berurutan sebanyak 16,4% tajam, 10% perawat tidak
(sekuens) perawat adalah melakukan pengelolaan
lulusan SPK, instrument tajam, 13%
74,5% perawat perawat kurang sempurna
adalah lulusan D3 dalam mengelola limbah
keperawatan dan dan sanitasi ruang dan 7%
9,1% perawat perawat tidak mengelola
adalah lulusan S1 limbah dan sanitasi ruang
keperawatan

2 Jayanti, Analisis Penelitian 52 orang perawat Mayoritas responden


Ersiana Faktor yang observasional di Instalasi Rawat tergolong disiplin dalam
(2009) Berhubungan analitik Inap RS William pelaksanaan universal
dengan dengan Booth Surabaya precaution. Sementara itu,
Kedisiplinan metode survey koefisien gamma
Perawat dalam yang menunjukkan bahwa
Pelaksanaan menggunakan faktor komitmen
Kewaspadaan kuesioner karyawan (0,282), faktor
Universal sebagai alat kesadaran resiko tertular
Precaution di pengumpulan (0,641), faktor
Instalasi data. kepemimpinan (0,266)
Rawat Inap dan faktor sifat pekerjaan
RS William (0,641) memiliki
Booth hubungan yang positif
9

Nama
Judul Desain Populasi dan
No. peneliti dan Hasil penelitian
penelitian penelitian sampel penelitian
tahun
Surabaya dengan kedisiplinan
perawat dalam
pelaksanaan universal
precaution

Hasil keaslian penelitian, peneliti dapat membandingkan antara peneliti


yang dilakukan oleh Parsinahingsih, (2005) dengan judul “Gambaran
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta” dengan
menggunakan Penelitian kuantitatif di mana rancangan yang dipakai dalam
penelitian ini adalah rancangan simple deskriptif, sedangkan penelitian yang
dilakukan Jayanti, (2009) dengan judul “Analisis Faktor yang Berhubungan
dengan Kedisiplinan Perawat dalam Pelaksanaan Kewaspadaan Universal
Precaution di Instalasi Rawat Inap RS William Booth Surabaya” merupakan
penelitian observasional analitik dengan metode survey yang menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Variable yang digunakan yaitu variable
independen meliputi: faktor komitmen karyawan, faktor kesadaran resiko tertular,
faktor kepemimpinan, faktor sifat pekerjaan, dan variable dependen yaitu
kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan universal precaution.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh Peneliti pada tahun
2013 saat ini dengan judul “Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Perawat
Dalam Melaksanaan Universal Precaution Di Ruang Bedah RSUD Kraton
Pekalongan” dengan menggunakan desain deskriptif korelasi dengan
pendekatan cross sectional. Variabel penelitian yang diteliti yaitu variabel
independen meliputi fisik, proses mental, kepribadian, kematangan usia,
pengetahuan, lingkungan, dukungan sosial, fasilitas (sarana dan prasarana)
dan media, sedangkan variabel dependen yaitu motivasi perawat.

Anda mungkin juga menyukai