Anda di halaman 1dari 16

Gangguan Metabolisme dan Infertilitas pada Sindrom Polikistik Ovarium

Fridolyn Edgar (102014063)


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
Fridolyn.2014fk063@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak
Sindroma Ovarium polikistrik (SOPK) merupakan kelainan metabolic dan reproduktif
pada wanita yang ditandai oleh adanya peningkatan dari kadar androgen. Dimana sindroma ini
merupakan kelainan endokrin paling umum pada wanitaa usia produktif dan merupakan penyebab
utama dari infertilitas yang dikarenakan adanya anovulasi yaitu dimana tidak terbentuknya sel
telur yang akan memberikan dampak yang besar pada kualias hidup pasien . Kelainan menstrual
dan kesuburan akan berkembang menjadi komplikasi metabolic dengan seiring berkembangnya
usia. Sindroma ini mungkin akan menaikan anggka morbiditas, termasuk obesitas, resistensi
insulin, diabetes tipe-II, pennyakit jantung, infertilitas, dan keganasan. Diagnosis awal dan tepat
sangatlah penting untuk management yang adekuat sangatlah penting dalam menangani kasus ini
terutama pada ujung usia reproduktif.
Kata kunci : SOPK, fertilitas, obesitas, diabetes

Abstract
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) is a metabolic and reproductive disorder in women
characterized by an increase in androgen levels. Where this syndrome is the most common
endocrine disorder in women of childbearing age and is a major cause of infertility due to
anovulation which is where the formation of an egg cell will have a major impact on the quality
of life of patients. Menstrual disorders and fertility will develop into metabolic complications with
age. This syndrome may increase morbidity, including obesity, insulin resistance, type-II diabetes,
heart disease, infertility, and malignancy. Early and proper diagnosis is very important for
adequate management is very important in handling this case especially at the end of reproductive
age.
Keywords: PCOS, fertility, obesity, diabetes
Pendahuluan
Sindroma Polikistik Ovarium (SOPK) merupakan kelainan enokrin paling umum pada
wanita usia reproduktif (5-10%) dan merupakan penyebab utama infertilitas yang disebabkan oleh
anovulasi. Kelainana ini menunjukan dimana terdapat 10 kista kecil yang berdiamater antara 2-
9mm yang mengenai satu atau kedua ovarium.1

Skrining sitsematik pada wanita menurut National Institute of Health (NIH) mengestimasi
terdapat 4-10% wanita pada usia reproduktif menderita SOPK. Dimana sebelumnya
dipertimbangkan sebagai kelainan pada wanita dewasa beberapa bukti menunjikan bahwa SPOK
merupakan lifelong syndrome dimana sindrom ini berjalan seumur hidup, bermanifestasi sejak usia
prenatal. Menurut keriteria diagnostic Rotterdam, prevalensi SOPK pada wanita muda berkisar
antara 2-26% maksimum. Namun prevalesi pada anak masih belum diketahui.1,2

Anamnesis dan Diagnosis


Pada kasus SPOK terdapat kumpulan tanda dan gejala yang heterogen sehingga dapat
menyababkan penurunan tingkat kesuburan. Diagnosisnya dapat ditegakkan dengan menemukan
gejala klinis. Gejala yang akan timbul tergantung dari derajat abnormalitas sistem metabolisme
dan gonadotropin yang dihubungkan dengan interaksi antara genetik dan lingkungan.1

Diagnosis untuk SPOK untuk wanita dewasa menjadi tiga guideline, yang tertera pada
Gambar.1. Kondisi seperti resistensi insulin dan obesitas merupakan faktor interinsik dasi SPOK,
tetapi tidak satupun dari kondisi trsebut yang masuk dalam guideline dan digunakan untuk tujuan
diagnostic.2

Untuk tambahan informasi yang terdapat pada Gambar.1, setiap guideline perlu
menmgenyampingkan semua kondisi patologis yang dapat menjelaskan hiperandogenisme dan
ketidakteraturan menstuasi. Perbedaaan diantara pedoman meskipun minor namun dihubungkan
dengan variasi dalam diagnosis dan perawatan SPOK. Terlebih lagi, pada remaja sangat sulit untuk
didiagnosis.2
Gambar.1 Guidelines for the diagnostic of PCOS (Rotterdam, 2004; Azziz et al., 2006)2

Presentasi gejala PCOS biasanya bervariasi dengan usia, wanita muda terutama mengeluh
tentang reproduksi dan masalah psikologis sementara wanita yang lebih tua mengeluh gejala
metabolic. Gambar.2 menjelaskan tanda-tanda, gejala, dan nilai-nilai laboratorium umum pada
pasien dengan PCOS. Pemeriksaan fisik menyeluruh, riwayat medis, dan uji laboratorium harus
dilakukan untuk mencapai diagnosis yang sesuai. Penghentian dari spironolakton dan kontrasepsi
oral pil (OCP) sekitar 1 bulan sebelum pengujian, bersamaan dengan pengujian di dekat fase luteal
siklus menstruasi dianjurkan untuk hasil lebih akurat Tambahan, di satu sisi, pengujian harus
mencakup penilaian status metabolik pasien, yaitu, pengukuran masa index tubuhnya (BMI),
konduksi lipid puasa, dan 2-hglukosa challenge test sisi lain, skrining untuk kelainan tiroid melalui
esensi kadar hormon perangsang tiroid dianggap penting gangguan tiroid adalah penyebab umum
ketidakteraturan menstruasi.2
Gambar.2 Sign and Symptoms in Patients with POCS (Rotterdam, 2004; Chhabra et al.,
2005; Legro et al., 2013) 2

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis infertilitas adalah


pemeriksaan terkait fase ovulasi, pemeriksaan terkait kemungkinan adanya infeksi , pemeriksaan
kelainan uterus , pemeriksaan kelainan tuba, dan pemeriksaan lendir senggama. Pada infertilitas
terkait dengan sindrom polikistik ovarium yang harus diperiksa adalah pemeriksaan terkait fase
ovulasi yang dapat diperiksa dengan :
1. Anamnesis: menanyakan frekuensi keteraturan menstruasi.
2. Tes kadar progesteron: apabila perempuan tersebut memiliki keteraturan haid namun infertilitas
dalam 1 tahun dan perempuan dengan oligomenorhea.
3. Pengukuran kadar FSH dan LH: dilakukan pada perempuan dengan siklus haid tidak teratur.
4. Pengukuran kadar prolactin: dilakukan apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan ovulasi
terkait tumor.
5. Pemeriksaan cadangan ovarium
Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat digunakan adalah AMH
(antimullerian hormone)dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB yang dapat
digunakan:
a. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml
b. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 -4.6 ng/ml)
c. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml)3

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik secara umum meliputi pemeriksaan
kesadaran, keadaan umum serta tanda- tanda vital (suhu, tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan
nadi).

Pengukuran Antropometri Dewasa


Antropometri dalam ilmu gizi dikaitkan dengan proses pertumbuhan tubuh manusia.
Ukuran tubuh manusia akan berubah seiring dengan bertambahnya umur, pertumbuhan yang baik
akan menghasilkan berat dan tinggi badan yang optimal.4 Antropometri dapat digunakan sebagai
indikator untuk penilaian status gizi, karena pertumbuhan seseorang yang optimal memerlukan
asupan gizi yang seimbang. Gizi yang tidak seimbang akan mengakibatkan terjadinya gangguan
pertumbuhan. Kekurangan gizi dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, sebaliknya
kelebihan gizi dapat mengakibatkan pertumbuhan berlebih (gemuk). Oleh karena itu, antropometri
sebagai parameter status pertumbuhan dapat digunakan untuk menilai status gizi.4

Tinggi dan berat badan merupakan ukuran yang paling sering digunakan, karena peralatan
yang diperlukan relative sederhana dan tersedia secara luas. Timbangan badan, stadiometer, dan
alat pengukur tinggi badan jenis apapun harus dikalibrasi secara berkala. Pada orang dewasa, tinggi
dan berat badan sama-sama digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh (IMT), dengan
membagi berat badan (kilogram) dengan tinggi (meter).5 Untuk mengetahui berat badan yang
ideal, maka digunakan rumus Brosca
Berat badan ideal (kg) = {tinggi badan (cm) - 100} - {[tinggi badan (cm) - 100] x 10%}

Lingkar bagian tubuh yang diukur dalam pengukuran antropometri, yaitu:


Lingkar pinggang, titik pertengahan antara batas bawah, tulang rusuk dan krista iliaka yang
diambil pada akhir ekspirasi , mencerminkan adipositas visceral, dan peka terhadap
perubahan berat badan. Berdasarkan lingkar pinggang, telah didefinisikan istilah level
tindakan.5

Lingkar panggul juga diukur pada bagian terbesar dari pantat, maka rasio antara lingkar
pinggang dan lingkar panggul (waist to hip circumference, WHR) dapat menunjukkan
distribusi lemak tubuh antara daerah sentral dan perifer, rasio diatas 0,8 pada wanita dan
0,9 pada pria dijadikan patokan obesitas badomen; semakin tingginya nilai semakin tinggi
tingkat risikonya.5

Lingkar lengan atas (LiLA) adalah ukuran lingkar pada titik pertengahan lengan atas, yang
digunakan bersama hasil pengukuran lemak tubuh subkutan (menggunakan ketebalan
lipatan kulit pada pertengahan triseps) untuk mengukur lingkar otot lengan, dan dengan
demikian dapat menunjukkan kondisi tubuh yang kurus.5

Waist Hip Ratio (Rasio Pinggang:Panggul): pengukuran lingkar pinggang lebih sensitif
dalam menilai distribusi lemak dalam tubuh terutama yang berada di dinding abdomen dan
juga digunakan untuk mengidentifikasi dua tipe dari distribusi lemak, yaitu tipe android
(pada bagian atas) dan gynecoid (pada bagian bawah). Rasio lingkar pinggang-panggul
dihitung dengan membagi ukuran lingkar pinggang dengan lingkar panggul. WHO
merekomendasikan cut-off point untuk Asia yaitu ≥90 cm untuk laki-laki dan ≥80 cm untuk
perempuan. Lingkar pinggang adalah besaran yang diukur dengan menggunakan metline
dan dinyatakan dalam cm. Pengukuran dilakukan di daerah antara crista iliaca dan costa
XII yang memiliki keliling dinding perut terkecil. Lingkar pinggang diukur dalam posisi
berdiri tegak dan tenang. Baju penghalang pengukuran disingkirkan. Kemudian, pita
pengukur dilingkarkan ke daerah antara lower margin dan crista iliaca. Pita pengukur tidak
boleh menekan kulit terlalu ketat dan sejajar dengan lantai. Pengukuran dilakukan saat
akhir ekspirasi normal. Lingkar pinggang dinyatakan dalam cm dengan cut off point untuk
laki-laki ≥ 90 cm dan perempuan ≥ 80 cm. Rasio lingkar pinggang-panggul merupakan
nilai yang didapat dengan membagi nilai lingkar pinggang terhadap lingkar panggul. Rasio
lingkar pinggang panggul (WHR) didapatkan dengan membagikan nilai lingkar pinggang
terhadap nilai lingkar panggul. Pada pengukuran lingkar panggul pita pengukur dililitkan
pada bagian atas symphisis asis pubis dan bagian maksimum dari rego gluteus.5

Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah metode yang murah, mudah dan sederhana untuk menilai
status gizi pada seorang individu, namun tidak dapat mengukur lemak tubuh secara langsung.
Pengukuran dan penilaian menggunakan IMT berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan
status gizi. Gizi kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi dan gizi lebih dengan
akumulasi lemak tubuh berlebihan meningkatkan risiko menderita penyakit degeneratif. IMT
merupakan rumus matematis yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
kuadrat tinggi badan (dalam meter). Penggunaan rumus ini hanya dapat diterapkan pada seseorang
berusia antara 19 hingga 70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau
binaragawan, dan bukan ibu hamil atau menyusui. Pengukuran IMT ini dapat digunakan terutama
jika pengukuran tebal lipatan kulit tidak dapat dilakukan atau nilai bakunya tidak tersedia.
Interpretasi IMT pada anak tidak sama dengan IMT pada orang dewasa. IMT pada anak
disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin anak karena anak lelaki dan perempuan memiliki
kadar lemak tubuh yang berbeda. Rumus untuk mengetahui nilai IMT dapat dihitung dengan
rumus metrik berikut:6

IMT = Berat badan (Kg ):[Tinggi badan (m)]2

Berikut adalah klasifikasi status gizi menurut IMT pada orang Asia Pasifik menurut WHO:6

IMT Kategori
kurang dari 18.5 BB Kurang
18.5-22.9 BB Ideal
23-24.9 BB Lebih
25-29.9 Obesitas I
Lebih dari atau sama dengan 30 Obesitas II

Tabel 1. Status Gizi Menurut IMT.6


Pada scenario, didapatkan bahwa:

● Tinggi Badan : 150 cm


● Berat Badan: 90 kg.
● Lpe: 95 cm
● Lpa: 105 cm.
● WHR: 0,9
● IMT: 80 kg/1,52 m2 = 35.5
● Status gizi pasien yaitu Obesitas II

Sindrom Polikistik Ovarium


Sindrom Polikistik Ovarium SPOK, juga disebut sebagai hyperandrogenik anovulation
(HA), atau Stein-Leventhal Syndrome merupakan kelainan yang muncul dengan banyak gejala
yang bervariasi dari wanita satu dan lain. Dimana sindroma ini merupakan kelainan endokrin
paling umum pada wanitaa usia produktif dan merupakan penyebab utama dari infertilitas yang
dikarenakan adanya anovulasi yaitu dimana tidak terbentuknya sel telur yang akan memberikan
dampak yang besar pada kualias hidup pasien . Kelainan menstrual dan kesuburan akan
berkembang menjadi komplikasi metabolic dengan seiring berkembangnya usia. Sindroma ini
mungkin akan menaikan anggka morbiditas, termasuk obesitas, resistensi insulin, diabetes tipe-II,
pennyakit jantung, infertilitas, dan keganasan. Diagnosis awal dan tepat sangatlah penting untuk
management yang adekuat sangatlah penting dalam menangani kasus ini terutama pada ujung usia
reproduktif.2

Patofisiologi
Banyak hipotesis yang berkembang untuk menjelaskan patofisiologi dari SPOK. Mulanya,
kelebihan androgen intrauterine telah dianggap sebagai penuyebab utama dari syndrome ini.
Namun baru-baru ini, studi pada manusia menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
androgen prenatal yang berlebihan dan pengembangan SPOK di masa muda atau peningkatan
kadar androgen dalam darah tali pusat perempuan yang lahir dari ibu dengan PCOS. Hipotesis lain
mengatakan, mengatakan bahwa bayi dengan pertumbuhan intra uterin restriksi (IUGR) dan
spontaneus catch-up mungkin mengalami decreased tissue expandebility, sehingga mereka tidak
bisa menyimpan lipid dengan tepat di jaringan adiposanya. Akibatnya resistensi insulin mungkin
terjadi berkontribusi pada SPOK dan hiperandrogenemia. tidak berlaku untuk pasien dengan
SPOK yang tidak memiliki IUGR atau pernah tetapi tanpa spontaneus catch-up 2

Multifaceted Desease
Pengertian paling baik untuk patofisiology dari SPOK berhubungan dengan multifaceted
desease yang melibatkan ovarian steroidogenesis yang tidak terkontrol, signal insulin yang
menyimpang, stress yang berlebihan, genetic maupun faktor lingkungan.2

Adanya defek intrinsic pada sel teka sebagian dapat menjelaskan hiperandrogenemia pada
pasien SPOK. Wanita dengan SPOK memiliki sel teka yang menghasilkan secret androgen secara
berlebihan dikarenakan adanya aktifasi faktor interinsik dari steroidogenesis. Disregulasi dari
fakor interinsik ini juga mempengaruhi sel granulosa yang menyebabkan peningkatan 4 kali lipat
pembentukan dari anti-mulerian hormone pada wanita dengan SPOK dibandingkan dengan control
wanita sehat. Studi juga menunjukan adanya peningkatan jumlah folikel, yang kebanyakan pre-
antral dan antral folikel, pada wanita dengan SPOK. Defek dari proses apoptosis pada beberapa
maturing folicel meningkat pada pasien SPOK.2

Perubahan dalam ekspresi gen dari beberapa componen dalam jalur pensinyalan insulin
oleh microarray gene analysis. Selain itu, SPOK juga dikaitkan dengan peningkatan stress
glikoksidatif skunder dikarenakan disfungsi mitokondria. Stress oksidatif dapat dengan sendirinya
menginduksi resistensi insulin dan hiperandrogenisme pada pasien dengan SPOK.2

Familial agregasi dan identifikasi genom dari lokus SPOK-supectibility mendukung peran
genetic dalam etiologi dari sindrom ini. Beberapa studi menunjukan adanya komponen yang
diturunkan dari androgen yang berlebihan pada pasien SPOK. Selain itu penanda polimorfik pada
gen fibrin 3 yang terikat dengan SPOK, D19S884, telah diifentifikasi dalam set independen
keluarga yang membawa sindrom SPOK.2
Perkembangan
Akhir-akhir ini beberapa studi mengatakan bahwa SPOK mungkin saja sudah di mulai dari
In Utero, terutama pada neonatus dengan resiko yang berkaitan dengan perkembangan SPOK. Hal
ini melibatkan bayi dengan kelahiran berat badan rendah dan tinggi yang kemudian mengejar
pertumbuhan atau bayi yang mengalami keaikan berat badan yang konstan setelah kelahiran.
Faktor resiko tersebut, dengan faktor genetic yang rentan, dapat menyebabkan tanda-tanda,
premature pubarche, adrenache dini, dan sindrom metabolic. Pada masa remaja penyakit ini akan
beralik ke bentuk yang lebih umum dengan tanda dan gejala hiperandrogenisme dana tau
anovulasi. Kemudian, pada masa dewasa gejala dapat berkembang dalam penotipe dari SPOK.
Morbiditas jangka panjang, termasuk penyakit kardiovaskular, cenderung lebih umum pada masa
pascamenopause.7

Fenotipe
Karena SPOK cenderung hadir sebagai spectrum penyakit, kriteria Rotterdam membagi
penyakit ini dalam beberapa fenotipe :

 Frank atau ClassicPolycystic Ovary PCOS (anovulasi kronis, hiperandrogenisme, dan


polikistik ovarium)
 Classic non-polycistyc ovary PCOS (anovulasi kronis, hiperandrogenisme, ovarium
normal)
 non-classic ovulatory PCOS (siklus menstruasi normal, hiperandrogenisme, dan polikistik
ovarium)
 non-classic mild atau normoandrogenik (anovulasi kronik, androgen normal, dan
polikistik ovarium)

Wanita dalam frank fenotipe memiliki masalah metabolic paling buruk dan
cardiovascular risk factor dibanding dengan wanita dengan non-classic fenotipe, bahkan
dibandingkan dengan group wanita yang dapat dibandingkan BMI-nya. Bukti menunjukan bahwa
Frank fenotipe dapat memprediksi morbiditas cardiovascular pada masa postmenopause dan
mortalitas dibanding dengan non-classic fenotipe. Wanita dengan non-classic normoandrogenik
fenotipe memiliki resistensi insulin yang lebih kecil dibanding dengan frank fenotipe.2
Obesitas
Kombinasi peningkatan androgen dan obesitas dapat menyebabkan peningkatan
pembentukan estrogen ektraglanduler dan menyebabkan umpan balik positif asiklik terhadap
sekresi LH (Liutenizing horomone) dan umpan balik negatif terhadap sekresi FSH (Follicle
stimulating hormone) sehingga ciri khas rasio LH terhadap FSH plasma akan lebih besar dari 2.
Peningkatan kadar LH juga dapat menyebabkan hyperplasia stroma ovarium dan sel teka dan
peningkatan produksi androgen, yang sebaliknya memberikan substrat lebih banyak untuk
aromatisasi perifer dan menyebabkan anovulasi kronik. Pada keadaan lanjut, ovarium merupakan
tempat utama produksi androgen, tetapi adrenal juga dapat terus mengeluarkan androgen
berlebihan. Makin obesitas seseorang, makin lama rangkaian ini berlangsung karena sel stroma
jaringa lemak mengaromatisasi androgen menjadi estrogen, yang selanjutnya memperbesar
pelepasan LH yang tidak seharusnya melalui umpan balik positif.8

Karena itu defek dasar sindroma ovarium polikistik dilihat sebagai satu dari berbagai sinyal
gangguan hipotalamus dan hipofisis. Sebenarnya aksis hipotalamus-hipofisis memberi respon
yang sesuai dengan tingginya kadar estrogen, dan ovulasi dapat dipicu dengan anti estrogen.
Peningkatan kadar endorphin dan inhibin plasma dapat membantu berlanjutnya defek. Konsep
bahwa defek dasar adalah satu dari berbagai ketidaksesuaian sinyal didukung oleh penemuan
dalam ovarium itu sendiri. Anovulasi bukan disebabkan oleh abnormalitas intrinsic dalam ovarium
itu sendiri tetapi lebih pada akibat defesiensi FSH dan kelebihan LH.8

Terapi sindroma ovarium polikistik ditujukan untuk menyela siklus automatis ini dan dapat
dicapai melalui beberapa cara, termasuk penurunan sekresi androgen ovarium dengan reseksi baji
atau obat kontrasepsi oral, penurunan pembentukan estrogen perifer dengan melalukan penurunan
berat badan, dan peningkatan sekresi FSH dengan pemberian klomifen, gonadotropin menopause
manusia (hMG), LHRH (gonadorelin) melalui polpa infus portebel atau FSH yang dimurnikan
(unofolitropin).8
Gambar 3. Mekanisme permulaan dan berlanjutnya anovulasi kronik pada penyakit ovarium
polikistik.8

Resistensi Insulin
Resistensi insulin akan menimbulkan keadaan hiperinsulinemia sebagai reaksi kompensasi
insensitivitas insulin. Tingginya kadar insulin akan merangsang produksi androgen ovarium
dengan berbagai mekanisme. Hiperinsulinemia akan menghambat sekresi hepar dalam
menghasilkan Insulin like Growth Factor Binding Protein-I (IGFBP-I) dan meningkatkan Insulin
like Growth Factor-I (IGF-I). Kelebihan insulin akan diikat oleh IGF-I yang bekerja pada sel teka
untuk meningkatkan kadar LH. Insulin juga akan mengaktifasi jalur fosforilasi serin yang bisa
meningkatkan aktivitas P450c17 pada ovarium dan adrenal yang akan menstimulasi sintesis
androgen.9

Insulin juga menekan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) sehingga kadar
androgen bebas meningkat. Tingginya kadar androgen akan mengganggu sistem aromatase di
dalam sel granulosa sehingga memicu terjadinya atresia folikel lebih dini. Teori ini dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan di RS. Cipto Mangunkusumo dengan hasil 75% penderita SOPK
mengalami resistensi insulin.9
Penatalaksanaan
Pendekatan Nonfarmakologis
Dikarenakan penyebab utama PCOS tidak diketahui, pengobatannya diarahkan pada
gejalanya. Beberapa pendekatan pengobatan membaiki semua aspek sindrom, dan keinginan
pasien untuk kembali subur dapat mencegahnya mencari pengobatan meskipun ada gejala. Sasaran
pengobatan harus mencakup koreksi anovulasi, menghambat androgen pada jaringan target, dan
mengurangi resistensi insulin.
Pengurangan berat badan untuk pasien obesitas dengan PCOS bermanfaat dalam banyak
hal. Penurunan berat badan membantu mengurangi androgen, luteinisasing hormon (LH), dan
kadar insulin. Ini juga membantu mengatur ovulasi, dengan demikian meningkatkan potensi
kehamilan.2
Laparoskopi ovarian drilling adalah operasi rawat jalan intervensi di mana banyak
perforasi dibuat di permukaan ovarium dan stroma. Diperkirakan intervensi ini menghancurkan
jaringan penghasil androgen, yang seharusnya membuat kadar androgen menurun. Telah terbukti
efektif sebagai intervensi medis tanpa meningkatkan risiko berganda kehamilan.10

Pendekatan Farmakologis
Anovulasi
Clomiphene. Obat pilihan untuk menginduksi ovulasi dalam PCOS adalah klomifen sitrat
(Clomid, Sanofi), meskipun mekanisme aksi yang tepat tidak diketahui. Awalnya, dosis 50 mg /
hari selama 5 hari diberikan. Jika ovulasi terjadi tetapi tidak terjadi kehamilan, 50 mg / hari selama
5 hari dilanjutkan untuk siklus selanjutnya. Namun, jika ovulasi tidak terjadi setelah siklus
pertama, dosis dapat ditingkatkan menjadi 100 mg setiap hari selama 5 hari setidaknya 30 hari
setelah terapi sebelumnya. Perawatan lebih lanjut biasanya tidak dianjurkan setelah tiga kali terapi;
Namun, hingga enam siklus dapat dicoba sebelum terapi lebih lanjut dipertimbangkan.
Clomiphene menghasilkan kehamilan yang sekitar 30% namun, 20% dari kehamilan ini
menghasilkan aborsi spontan atau stillbirths. Efek buruk mungkin termasuk pembesaran ovarium;
sindrom hiperstimulasi ovarium (OHSS); kehamilan ganda; hot flashes; dan distensi
gastrointestinal (GI), kembung, dan ketidaknyamanan.10
Inhibitor Aromatase
Letrozole (Femara, Novartis) adalah inhibitor aromatase yang disetujui untuk pasien
dengan hormonresponsif kanker payudara, tetapi juga telah dipelajari untuk induksi ovulasi pada
PCOS. Perbedaan antara kemanjuran anastrozole (Arimidex, AstraZeneca) dan letrozole telah
dipelajari untuk induksi ovulasi; perbedaan kehamilan tarif tidak dianggap signifikan secara
statistic Dalam studi temuan dosis 2 fase, rejimen 5 hari dari berbagai dosis anastrozole
dibandingkan dengan clomiphene 50 mg / hari. Clomiphene menghasilkan tingkat ovulasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga dosis anastrozole. Penghambat aromatase mungkin
dipertimbangkan untuk pasien dengan resistensi clomiphene atau untuk wanita yang bukan
kandidat untuk clomiphene atau gonadotropin karena risiko kelainan bawaan yang terkait dengan
kelas obat ini.10

Gejala Androgenik
Perawatan kosmetik hirsutisme, jerawat, dan alopecia adalah suatu pilihan bagi wanita
yang berurusan dengan manifestasi hiperandrogenik PCOS. Penggunaan obat menghilangkan
bulu, waxing, dan mencukur untuk mengelola hirsutisme dibatasi oleh efek buruk seperti
kemerahan dan iritasi kulit. Pilihan lain yang lebih mahal mungkin termasuk spa medis yang
menawarkan laser hair removal dan elektrolisa. Produk bebas dapat digunakan untuk jerawat,
tetapi mereka memiliki keefektifan terbatas dan berhubungan dengan iritasi pada tempat
perawatan. Alopecia dapat diobati secara topikal atau dengan antiandrogen oral.10

Antiandrogen
Spironolactone (Aldactone, Pfizer), flutamide (Eulexin, Schering / Merck), dan finasteride
(Propecia, Merck) adalah antiandrogen yang bekerja di PCOS dengan mengurangi kadar androgen,
dengan demikian mengurangi tanda-tanda hirsutisme dan jerawat. Antiandrogen ini juga dapat
meningkatkan kadar lipid, yang dapat meningkat pada pasien dengan PCOS. Efek dari
spironolactone 100 mg, flutamide 250 mg, dan finasteride 5 mg setiap hari dibandingkan pada 40
wanita dengan hirsutisme selama 6 bulan. Semua tiga obat ditemukan berkhasiat, meskipun ada
tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok. Spironolakton, dengan dosis 25 hingga 100 mg
dua kali sehari, adalah antiandrogen yang paling umum digunakan karena keamanan, ketersediaan,
dan biaya rendah. Karena peningkatan risiko teratogenisitas untuk janin laki-laki (menentang
pembentukan genital), kontrasepsi direkomendasikan ketika pasien menggunakan antiandrogen
untuk perawatan PCOS.10

Kontrasepsi oral
Wanita dengan PCOS yang tidak ingin untuk menjadi hamil dapat mempertimbangkan kontrasepsi
oral (kontrasepsi oral). Mekanisme tindakan untuk kontrasepsi oral dalam pengobatan PCOS
adalah terutama melalui pengaturan periode menstruasi. Ini obat-obatan juga mengurangi
hirsutisme, jerawat, dan kadar androgen. Kombinasi estrogen dan progestin adalah kontrasepsi
oral utama yang digunakan dalam pengobatan hirsutisme dan jerawat yang berhubungan dengan
PCOS. Meskipun data jarang, beberapa OC baru mengandung antiandrogenik progestin, seperti
drosperenone Bayer (mis., Yaz) dan dienogest (mis., Natazia). Secara teoritis, obat-obatan ini lebih
efektif untuk mengobati gejala androgenik dibandingkan dengan formulasi yang lebih lama.
Wanita dengan hirsutisme biasanya memperhatikan perbaikan klinis setelah sekitar 6 bulan
perawatan dengan OCs. Data juga menunjukkan bahwa OCs dapat digabungkan dengan
antiandrogen untuk sinergi.10

Kesimpulan
SPOK merupakan kelainan endokrin yang paling sering menyebabkan infertilitas. Sindrom
ini paling umum pada wanitaa usia produktif dan merupakan penyebab utama dari infertilitas yang
dikarenakan adanya anovulasi yaitu dimana tidak terbentuknya sel telur yang akan memberikan
dampak yang besar pada kualias hidup pasien.

Daftar Pustaka
1. Bellver J, et al. Polycystic ovary syndrome throughout woman life. J Assist Repord Gened,
no 35; 2018:p. 25-39.
2. Hayek S, et al. Poly Cystic Ovaria Syndrome: An Updated Overviw. Frontiers in
Physiology, Vol 7 no 124; 2016:p. 1-15.
3. Wiweko B, Prawesti D, Hestiantoro A, Sumapraja K, Natadisastra M, Baziad A.
Chronological age vs biological age: an age-related normogram for antral follicle count,
FSH and anti-Mullerian hormone [internet]. 2010 [diakses tanggal 26 September 2019 ].
Tersedia dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3843177/
4. Pari HM, Wiyono S, Harjatmo TP. Penilaian status gizi. Jakarta: Kemenkes RI; 2017.
5. Barasi M E. At a glance ilmu gizi. Jakarta:Penerbit Erlangga;2009:h.10-11, 30-42.
6. Pradana A. Hubungan antara indeks massa tubuh dengan nilai lemak visceral. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Dipononegoro; 2014.
7. Ibanez L, Díaz R, López-Bermejo A, Marcos M. Clinical spectrum of premature pubarche:
links to metabolic syndrome and ovarian hyperandrogenism, no 10; 2009:p. 63-76.
8. Asdie A H (editor). Harrison: prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Volume
5. Jakarta: EGC; 2012. h. 2244-7
9. Wahyuni M, Decroli E, Lasmini PS. Hubungan resistensi insulin dengan gambaran klinis
sindrom ovarium polikistik. Jurnal Kesehatan Andalas 2015; 4(3).
10. Ndefo A, et al. Polycystic Ovary Syndrome : A Review of Treatment Option With a a
Focus on Pharmacological Approachhes. P&T, Vol 38 no 6;2013:p. 1-5

Anda mungkin juga menyukai