Natanael Petra
natanael.2014fk026@civitas.ukrida.ac.id
Abstract
Cancer is one of the main problem and the most lethal diseases in the field of medicine. The most known cancer by
the public is cervical cancer, prostate cancer, breast cancer, blood cancer, colon cancer and lung cancer. Lung cancer
is a diseases which mainly caused by carsiogenic substance of smoking. Lung cancer can also metastatic to the brain
or even bone. To diagnose accurately, we must do the anamnesis, physical examination, and labortary finding of
carcinoma cell. The prognosis of lung cancer is the same like other cancer even with the surgeon, chemotherapy or
radiotherapy
Abstrak
Kanker merupakan salah satu masalah utama dan juga penyakit yang paling mematikan di dunia kedokteran. Kanker
yang paling dikenal public adalah kanker servical, kanker postat, kanker payudara, kanker darah, kanker usus, dan
juga kanker paru-paru. Kanker paru-paru adalah penyakit yang utamanya disebabkan karena bernapas zat karsiogenik
yang dihasilkan oleh rokok. Kanker paru-paru juga dapat bermetastasis ke otak. Untuk dapat mendiagnosa secara
akurat maka dibutuhkan anamnesis pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan penunjang yang menemukan adanya sel
karsinoma di dalam tubuh. Prognosis penyakit kanker paru-paru sama seperti penyakit kanker lainya walaupun dengan
tindakan bedah, khemotherapy, dan radiotherapy.
Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan merupakan salah satu dari
10 penyebab kematian utama di dunia serta merupakan penyakit keganasan yang bisa
mengakibatkan kematian pada penderitanya karena sel kanker merusak sel lain. Seperti umumnya
penyakit kanker yang lain, penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi
berkepanjangan suatu zat karsinogenik merupakan factor penyebab utama selain adanya factor lain
seperti kekebalan tubuh, genetic, dll. Penyakit kanker paru adalah sebuah bentuk perkembangan
sel yang sangat cepat (abnormal) didalam jaringan paru yang disebabkan oleh perubahan bentuk
jaringan sel atau ekspansi dari sel itu sendiri. Jika dibiarkan pertumbuhan yang abnormal ini dapat
menyebar ke organ lain, baik yang dekat dengan paru maupun yang jauh misalnya tulang, hati,
atau otak.
Skenario 1
Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan batu darah sejak 4 bulan yang
lalu.
Rumusan masalah
Perempuan usia 55 tahun dengan keluhan batuk darah sejak 4 bulan yang lalu.
Sasaran pembelajaran
Agar mahasiswa dapat memahami dan mengerti mengenai penyakit kanker paru.
Analisis masalah
Anamnesis
fisik
Pemeriksaan
penunjang
Gejala Klinis
WD/DD
Etiologi
RM Epidemiologi
patofisiologi
Medika mentosa
Penatalaksanaan
Non medika
mentosa
Komplikasi
Prognosis
Pencegahan
Hipotesis
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan utama
dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering membantu tegaknya diagnosis.1
Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, tanggal lahir, umur, suku, agama, alamat, pendidikan, dan
pekerjaan
Keluhan utama
Batuk darah sejak 4 bulan yang lalu
Pemeriksaan fisik
Dokter terkadang tidak mendapatkan kelainan pada pemeriksaan fisis penderita kanker
paru staging awal penyakitnya.2,3 Hal itu disebabkan tumor masih dengan volume kecil dan belum
menyebar sehingga tidak menimbulkan gangguan di tempat lain. Pada kasus dengan staging lanjut
akan dapat ditemukan kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer
atau penyebarannya. Kelainan yang didapat tergantung letak dan besar tumor sehingga
menimbulkan gangguan. Kanker paru juga dapat menyebabkan timbulnya tumpukan cairan di
rongga pleura atau menekan pembuluh darah balik (vena), dll. Kelainan yang dapat ditemukan
berkaitan penyebaran kanker, misalnya benjolan di leher, ketiak.2 Tidak jarang juga pasien datang
dengan kelumpuhan akibat penyebaran di otak atau tulang belakang (vetebra).2
Keadaan umum pasien bagaimana, apakah tampak sakit berat, sedang atau ringan. Lalu
bagaimana kesadaraan apakah kompos mentis, apatik, samnolen sopor, koma, derilium. Dan
pastinya juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital: suhu, memeriksa tekanan darah, berat
badan, tinggi badan, frekuensi pernafasan, frekuensi nadi.
1. Inspeksi 2
Menilai bagaiamana bentuk thoraks, warna kulit, ada tidaknya lesi atau luka bekas operasi.
Kemudian melihat pergerakan dada simetris tidaknya, dan melihat ada tidaknya retraksi
intercostal. Kemudian melihat adak tidanya masa, atau pembekakan. Lihat apakah ada
Sindrom horner ataupun atrofi pda lengan.
2. Palpasi2
Palpasi dilakukan untuk merasakan kesimetrisan dan abnormalitas pergerakan dada,
mengidentifikasi keadaan kulit, serta vocal fremitus (untuk mengentahui apakah terdapat
atelectasis). Palpasi thoraks berguna unutk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat
inspeksi baik itu berupa massa, lesi, bengkak, dan perlu dikaji jika pasien mengeluh rasa
sakit pada saat dilakukannya palpasi.
3. Perkusi2
Perkusi untuk mengkasi resonansi pulmoner, organ yang ada disekitarnya, dan
pengembangan diafragma. Suara perkusi abnormal bisa hipersonor yaitu timbul pada
bagaian paru yang berisi udara.
4. Auskultasi2
Pada auskultasi akan didapatkan wheezing atau stridor hal ini terjadi karena adanya
obstruksi saluran napas.
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi2
- Foto thorax posterior – anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
- Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
b. Laboratorium.4
- Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap
karsinoma.
- Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk
memenuhi kebutuhan ventilasi.
- Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi
imun (umum pada kanker paru).
c. Histopatologi.4
- Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
- Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya
perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
- Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
- Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
- Torakotomi. Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
d. Pencitraan.4
- CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
- MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
e. Pemeriksaan lain
1.Petanda Tumor2,3,4
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan.
2. Pemeriksaan biologi molekuler3
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling sederhana
dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker
paru,seperti protein p53, bcl2,dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi
molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.
Gejala Klinis2
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala klinis, berarti pasien berada dalam stadium lanjut.
Kanker paru
Diagnosis dari kasus ini adalah Kanker Paru. Dengan batuk berdarah, dan penurunan
berat badan. Selain gejala klinis diatas, beberapa faktor lain seperti umur pasien, riwayat kanker
pada keluarga, terpapar zat karsinogen atau jamur, infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter
pada paru, dan informasi-informasi penting lainnya sangat berpengaruh dalam menegakkan
diagnosis. Menemukan kanker paru dalam stadium dini sangat sulit, karena pada stadium ini tidak
ada keluhan atau gejala. Pembagian Praktis untuk tujuan pengobatan adalah small cell lung
cancaer dan Non small cell lung cancer (Karsinoma skuamosa, adeni karsinoma, Bronokoalveolar
karsinoma, karsinoma cell besar).2
Differensial Diagnosis
1. Tuberculosis paru
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosa. Cara penularan penyakit tuberkulosis paru biasanya melalui
udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat
penderita TB batuk dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita
tuberkulosis dewasa. Partikel kecil di udara yang berisi kuman tuberkulosis ini disebut
“droplet”.2
Epidemiolgi
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan
169.400 kasus baru dengan 154.900 kematian. Di Inggris, prevalensi mencapai 40.000 kasus setiap
tahun, dan di Indonesia, menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, dengan urutan ketiga setelah
kanker payudara dan kanker serviks. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh dunia
mencapai kurang lebih 1.000.000 penduduk setiap tahunnya. Di negara berkembang tingkat
risikonya lebih tinggi, karena rokok. Contohnya seperti di China, yang mengkonsumsi 30% rokok
dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) dan sisanya adalah wanita (45%).
Perbandingan ini tidak terlalu jauh, mengingat saat ini rokok sudah banyak dinikmati oleh kaum
hawa.2
Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang
agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru :
1. Merokok
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan
telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu
sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok
yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.1
2. Kontak industrial
Asbestos, arsen, uranum, nikel, kronium, adalah faktor resiko penyebab karsinoma paru.4
3. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri
dan uap diesel dalam atmosfer di kota.1
4. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar terkena
penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa mutasi
pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2). 1
7. Teori onkogenesis
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya
gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati
secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan
sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan
yang otonom.2
Delesi/ insersi
Promotor
Tumor/ autonomi
Progresor
Ekspansi/ metastasis
6. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin A
menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.2
Patofisiologi
Sel mukosal bronkial mengalami perubahan metaplastik sebagai respon terhadap paparan
kronis dari partikel yang terhirup dan kemudian melukai paru. Sebagai respon dari adanya luka
selular tersebut, maka terjadilah peradangan. Awalnya partikel menyerang percabangan segmen
atau sub bronkus yang menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Sel basal mukosal akan mengalami proliferasi dan terdiferensiasi menjadi sel goblet
yang mensekresi mukus. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,
hiperplasia dan displasia. Aktivitas metaplastik terjadi akibat pergantian lapisan epitelium
kolumnar dengan epitelium skuamus, yang disertai dengan atipia selular dan peningkatan aktivitas
mitotik yang berkembang menjadi displasia mukosal. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hiperplasia dan displasia menembus ruang pleura, bisa timbul efusi pleura, dan bisa
diikuti invasi langsung pada costae dan corpus vertebra. Lesi yang letaknya sentral berasal dari
salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus
dengan diikuti supurasi di bagian distal.5
Kanker paru terjadi apabila tumbuhnya sel epitel dalam sistem pernafasan bagian bawah
yang berasal dari percabangan bronkus dan diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan
karsinogen diantaranya rokok yang mengandung fraksi neutral dan fraksi basa dan polusi udara.7
Bahan bahan tersebut masuk kesaluran pernafasan dan menyebar melalui alveolus, lobus
paru, dan jaringan paru sehingga merangsang pertumbuhan sel yang abnormal kemudian terjadilah
tumor paru sehingga disana terjadi diantaranya metastase pada bagian-bagian paru seperti pada
bagian traktus superior. Kerja silia menurun dan muskularis di saluran pernafasan disana terdapat
penumpukan sekret maka terjadi sesak nafas.5
Terjadinya metastase ke daerah pleura dinding paru, tulang, atau syaraf, di columna
vetebralis torakal dan lumbal sehingga dapat terjadi invasi pada syaraf nyeri kronik dan
keterbatasan gerakan dinding dada sehingga sekret tidak bisa dikeluarkan dan tertelan di traktus
digestivus maka mengakibatkan mual.5
Metastase epiglotis mengakibatkan suara serak, tidak jelas dan hilang dan pada metastase
sistem peredaran darah dapat mengenai kerja jantung pada arteri koronaria sehingga terjadi infark
miokard, gangguan fungsi jantung dan penurunan kerja jantung.5
Berdasarkan patofisiologinya maka dibagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:2
b. Adenokarsinoma
c. Karsinoma Bronkoalveolar
Ini suatu subtipe yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusi. Termasuk
NSCLC tapi tidak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel bersifat
anaplastik, tidak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel neutrofil.
Karsinoma in situ
TIS
Tumor dengan diameter ≤ 3 cm dikelilingi
T1
paru – paru atau pleura viseralis yang
normal.
T4
Tumor dalam setiap ukuran yang sudah
menyerang mediastinum atau
mengenai jantung, pembuluh darah
besar, trakea, esofagus, koepua
vertebra, atau karina; atau adanya
efusi pleura yang maligna.
Kelenjar limfe regional (N)
N0
Kelompok stadium
Terdapat beda dasar pengobatan untuk NSCLC dan SCLC. Hal ini dikarenakan perbedaan
fundamental perangai biologis dari jenis kanker tersebut.
Non Small Cell Lung Carcinoma
Staging TNM yang didasarkan dengan ukuran tumor (T), kelenjar getah bening yang terlibat
(N) dan ada tidaknya metastase (M) sangat bermanfaat dalam menentukan tatalaksana
NSCLC ini.
Pada stadium I dan II, terapi bedah adalah pilihan pertama. Survival pasien pada stadium I
mendekati 60%, stadium II berkisar 26-37% dari IIa 17-36,3%. Pada stadium IIIa masih ada
kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding
torak terdapat metastasis. Pada stadium IIIb dan IV tidak dioperasi, tapi diberikan Combined
modality therapy yaitu gabungan radiasi, khemoterapi dengan operasi (2 atau 3 modalitas)
delaporkan memperpanjang survival pasien.
Tindakan Bedah
Bila tidak ada bukti metastasis atau invasi struktur di dalam toraks, maka torakotomi
eksplorasi dapat diindikasikan. Umumnya dilakukan melalui torakotomi posterolateral
melalui lapangan iga kelima atau keenam. Pipa endotrakea berlumen ganda (Carlens)
bermanfaat untuk mengolapskan paru yang terkena, yang memungkinkan operasi dilakukan
dalam cara lebih aman da lebih sederhana. Lebih lanjut lesi primer dan metastasis dapat lebih
mudah diraba dalam paru kolaps daripada paru yang ekspansi.
Sering eksisi lokal diindikasikan terutama bila ada insufisiensi pernapasan prabedah. Alat
stapling otomatis bermanfaat dalam mencapai hemostasis dan mencegah kebocoran udara
pascabedah. Dalam kebanyakan pasien, lobektomi merupakan operasi terpilih untuk
karsinoma bronkogenik. Jika lebih dari 1 lobus yang terlibat neoplasma, maka
pneumonektomi disarankan.8
Radioterapi
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai perngobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvan/paliatif pada tumor dengan komplikasi seperti mengurangi
efek obstruksi/penekanan terhadap pembuluh darah/bronkus.
Efek samping radioterapi adalah disfagia karena esofagitis post radiasi. Keberhasilan
survival mencapai 20% dari kasus stadium I usia lanjut.
Kemoterapi
Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan sel normal. Dengan
demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika kebanyakan efektif terhadap sel
yang bermitosis. Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi
dengan rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah tepi yang akan
menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif. Kemoterapi digunakan sebagai terapi
baku untuk pasien mulai dari stadium IIIa dan untuk pengobatan paliatif. Kemoterapi
adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran lokoregional tumor dapat direseksi
lengkap. Preparat yang dipakai seperti Siklofosfamid, Vinkristin, Doksorubisin
(Adriamycin).
Small Cell Lung Carcinoma
Limitted-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi radiasi dan
kemoterapi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%. Angka median survival time untuk
limited-stage disease adalah 18 bulan. Extensive-stage disease yang diobati dengan
kemoterapi dan angka respon terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit
sebesar 20-30%. Angka median survival time untuk extensive-stage disease adalah 9 bulan.
Komplikasi
Sindroma Paraneoplastik2,3,4
Sindroma Paraneoplastik adalah sekumpulan gejala yang bukan disebabkan oleh tumornya sendiri,
tetapi oleh zat-zat yang dihasilkan oleh kanker. Beberapa zat yang dapat dihasilkan oleh tumor
adalah hormone, sitokinase, dan berbagai protein lainya. Zat-zat tersebut mempengaruhi organ
atau jaringan melalui efek kimianya.
Otak, saraf & otot Kelainan neurologis, nyeri otot, kelemahan Kanker paru-paru
Sejumlah lesi kulit, sering berupa pewarnaan kulit (mis. Kanker saluran pencernaan
Kulit
akantosis nigrikans) atau hati, limfoma, melanoma
1. Tamponade jantung
2. Efusi pleura
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan di dalam kantong yang mengelilingi paru-
paru (kantong pleura), yang bisa menyebabkan sesak nafas. Pengumpulan cairan di
kantong pleura bisa disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah kanker.
Untuk mengeluarkan cairan, dimasukkan jarum suntik diantara tulang iga menuju ke
kantong pleura. Jika setelah prosedur ini cairan dengan cepat mulai terkumpul kembali,
akan dimasukkan selang melalui dinding dada menuju ke kantong pleura, yang akan tetap
terpasang disini sampai keadaan penderita membaik.
Sindroma vena kava superior terjadi jika kanker menyumbat sebagian atau seluruh vena-
vena (vena kava superior), yang mengalirkan darah dari tubuh bagian atas ke dalam
jantung. Penyumbatan vena kava superior menyebabkan vena-vena di dada bagian atas
dan di leher membengkak, sehingga terjadi pembengkakan di wajah, leher dan dada
bagian atas.
Sindroma penekanan tulang belakang terjadi jika kanker menekan tulang belakang
atau saraf-saraf tulang belakang, dan menyebabkan nyeri serta hilangnya fungsi.
Semakin lama penderita mengalami kelainan neurologis, semakin kecil
kemungkinan kembalinya fungsi saraf yang normal. Biasanya pengobatan akan
memberikan hasil yang terbaik jika dilakukan dalam 12-24 jam setelah timbulnya gejala.
Diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) intravena untuk mengurangi
pembengkakan dan terapi penyinaran.
Prognosis2
Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini kemungkinan hidup
Pada kelompok limited disease kemungkinan hidup rata-rata naik menjadi 1-2 tahun,
Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium dari penyakit
Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah , kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi
adalah 30%
Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan sampai
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti merokok
dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok perokok yang berusaha
berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni dengan
memakai derivat asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium, dan lain-lain. Jika seseorang
berisiko terkena kanker paru maka penggunaan betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-
acethyl-cystein dapat meningkatkan risiko kanker par pada perokok. Untuk itu, penggunaan
chemoprevention ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya
direkomendasikan untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh
semua pihak.
Kesimpulan
Hipothesis dapat diterima. Pasien tersebut dapat diagnose terkena kanker apabila dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama histopatologi menemukan sel karsinoma
di pasien. Kanker paru merupakan salah satu penyakit karsinoma tertinggi di dunia. Penyebab
utamanya adalah rokok. Prognosis karsinoma paru tidak jauh berbeda dengan penyakit karsinoma
lainya dan tetap buruk. Pencegahan yang bisa dilakukan yaitu menhindari zat karsiogenik terutama
dari rokok dan menjaga pola hidup sehat.
Daftar pustaka
1. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2005.h. 171.
2. Amin Z. Kanker paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Simadibrata M, Setiati
S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: FKUI; 2009.h. 2230-34, 2254-62,
2296-99.
3. DeVita VT Jr., Lawrence TS, Rosenberg SA, Hellman S. Cancer principles and practice
on oncology. In: Non small cell lung cancer and small cell lung cancer. 8thedition. Philadelphia:
Wolters Kluwer – Lippincott Williams & Wilkins; 2008.p.896-966.
4. Desen W. Buku ajar onkologi klinis. Edisi 2. Jakarta. FKUI; 2008.h. 337-50.
5. Robbins dan Cotran. Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC; 2010.h.895-6