Anda di halaman 1dari 15

PENERAPAN ASUHAN KEBIDANAN TERMINAL

RI
SI
SI

RI
K
G

K
N

D
T

E
A

SI
SI
PP

SS
K
G

K
N

D
T

E
A
Kondisi Terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penyakit
atau sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh sehingga sangat dekat dengan
proses kematian. Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi
fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap
individu juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan
oleh pasien terminal.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang
lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau
tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang
dicintai.
II.
M

II.
N
A
R
A

N
A
U

U
L
E
B

T
M

PP
JJ

JJ
N
A
R
A

N
A
U

U
L
E
B

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu untuk melaksterampilan
dasar kebidanan I dengan pendekatan manajemen kebidanan didasari konsep, sikap
dan keterampilan.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa mampu:

66
1. Menjelaskan konsep dasar kasus terminal
2. Menjelaskan pendampingan dan perawatan klien meninggal
3. Menjelaskan asuhan kebidanan pada klien dengan masalah kehilangan dan
kematian
4. Evaluasi
5. Dokumantasi

KO
HA

III.
BA

PO
SA

KO
HA

III.
BA

PO
SA

K
N

K
N
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan – pokok bahasan sebagai berikut yaitu :
Prinsip dasar kebutuhan hemeostatik dan hemodinamik
a. Asuhan kebidanan pada klien yang mengadapi kematian

IV
H
R
A

A
N
A

IV
B
JJ

H
R
A

A
N
A

A
B
..
1. Jobsheet
2. Daftar Tilik
RI

AI
M

V.
RI

AI
N
A

R
U
E
T
A
M

V.
N
A

R
U
E
T
A

A. Definisi kehilangan
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan
adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal
yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap
atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan (Lambert,1985). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah
dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali
walaupun dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan merupakan suatu kondisi
dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang

67
dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan
individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu
Tipe Kehilangan
Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian
orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan
kebebasannya menjadi menurun.
Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-
tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena
keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada,
kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional
yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya.
Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau

68
komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya
kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-
sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan
seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda
tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau
bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki
tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada
kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya.
Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
Rentang Respon Kehilangan
Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah.
2. Fase Anger/marah
a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau saja yang sakit bukan
saya “ seandainya saya hati-hati “.
4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

69
5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat sembuh”, “ yah,
akhirnya saya harus operasi “
B. Berduka
Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan
lain-lain. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA
merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Teori dari Proses Berduka
Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
1. Teori Engels
Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
 Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk
malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis,
mual, diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
 Fase II (berkembangnya kesadaran)

70
Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin
mengalami marahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa
tiba-tiba terjadi.
 Fase III (restitusi)
Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong,
karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari
seseorang yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
 Fase IV
Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa
merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu
terhadap almarhum.
 Fase V
Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada
fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru
telah berkembang.
1. Teori Kubler-Ross
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada
perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a) Penyangkalan (Denial)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk
mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak
mungkin seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b) Kemarahan (Anger)
Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap
orang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini
orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini
merupakan koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan
menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan.
c) Penawaran (Bargaining)
Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas
untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat
orang lain.
d) Depresi (Depression)

71
Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e) Penerimaan (Acceptance)
Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap
penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA


ENGEL (1964) KUBLER-ROSS MARTOCCHIO RANDO (1991)
(1969) (1985)
Shock dan tidak percaya Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran
Berkembangnya Marah Yearning and
kesadaran protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi
disorganization and
despair
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization / the outPenerimaan Reorganization andakomodasi
come restitution

VI
M

VI
K
G
N
A

N
A
R
M

K
G
N
A

N
A
R
..

Respon klien dalam kondisi terminal sangat individual tergantung kondisi fisik,
psikologis, social yang dialami, sehingga dampak yang ditimbulkan pada tiap individu
juga berbeda. Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien
terminal.
Orang yang telah lama hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi terminal dan menderita
penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai kondisi peredaan terhadap
penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa kematian sebagai jalan menuju kehidupan
kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-orang yang dicintai. Sedangkan yang
lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau
mengalami penderitaan sepanjang hidup.

72
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien terminal sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi lebih pada
kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan atau
tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang
dicintai.

VI
SI

VI
A
U

A
L

E
SI

I.I.
V
A
U

A
L

E
V
1. Kreteria penyakit terminal adalah, Kecuali :
a. Tidak ada obat untuk menyembuhkan
b. Prognosis jelek
c. Kelemahan otot
d. Bersifat progresif

2. Masalah-masalah fisik pada penyakit terminal adalah....


a. Ketergantungan tinggi
b. Perubahan kulit
c. Kehilangan kontrol
d. Kehilangan produktifitas

3. Masalah-masalah psikologis pada penyakit terminal adalah....


a. Menarik Diri
b. Distensi
c. Konstipasi
d. Alopesia

4. Bentuk kehilangan seperti kehilangan anggota tubuh, anak, peran, hubungan adalah...
a. Kehilangan harga diri
b. Kehilangan percaya diri
c. Kehilangan yang nyata
d. Kehilangan yang dirasakan

5. Jenis-jenis kehilangan adalah, Kecuali :


a. Kehilangan yang dirasakan
b. Kehilangan lingkungan yang dikenal
c. Kehilangan suatu aspek diri
d. Kehilangan hidup
JA
CI

VI
II.
W
JA
CI

VI
K
II.
N
A

N
U
B

K
N
A

N
U
B

73
1. C
2. B
3. A
4. C
5. A

IX
IX
K
A

R
A

A
D
PP

FF
T

T
SS
K
A

R
A

A
D
T

..
1. Smith, Sandra F, Smith Donna J with Barbara C Martin. Clinical Nursing Skills.
Basic to Advanced Skills, Fourth Ed, 1996. Appleton&Lange, USA.
2. Craven, Ruth F. Fundamentals of nursing : human healt and function.
3. Kozier, B. (1995). Fundamentals of nursing : Concept Procees and Practice, Ethics
and Values.
4. Bryn, RM (1995) Theory for Midwifery Practice. Macmillan Press, Ltd Healthy
5. World Health Organization (1996) Learning Material of Nursing : Chapter 7 :
Healthy
6. Parenthood WHO Copenhagen
7. World Health Organization Safe Motherhood List-List All WHO publication on
Safe Motherhood All Free of Charge, WHO, Ganewa
8. WHO SEARO (2000) Standard of Midwifery Practice for Safe Motherhood
9. WHO EURO (2000) Essential Antenatal, Prenatal and Post Partum Care

X.
SI

K
O
A

D
X.
E
SI

M
T

K
O
A

D
E
T

Pengkajian :
Bidan harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi terminal, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terakhir
dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan damai. Doka

74
(1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam hidup kedalam empat
fase, yaitu :
1. Fase Prediagnostik : terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko penyakit.
2. Fase Akut : berpusat pada kondisi krisis.
Klien dihadapkan pada serangkaian keputusasaan, termasuk kondisi medis, interpersonal,
maupun psikologis.
3. Fase Kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya. pasti terjadi.
4. Klien dalam kondisi Terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik,
psikologis, maupun social-spiritual.
Gambaran problem yang dihadapi pada kondisi terminal antara lain :
 Problem Oksigenisasi : Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne
stokes, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah
menurun, hypoksia, akumulasi secret, dan nadi ireguler.
 Problem Eliminasi : Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic,
kurang diet serat dan asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia
fekal bisa terjadi oleh karena pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon),
retensi urin, inkopntinensia urin terjadi akibat penurunan kesadaran atau kondisi
penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis, oliguri terjadi seiring penurunan intake
cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
 Problem Nutrisi dan Cairan : Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah
kering dan membengkak, mual, muntah, cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan
cairan menurun.
 Problem suhu : Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
 Problem Sensori : Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati
kematian, menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan
berkonsentrasi menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
 Problem nyeri : Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena,
klien harus selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan
kenyamanan.
 Problem Kulit dan Mobilitas : Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada
kulit sehingga pasien terminal memerlukan perubahan posisi yang sering.
 Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak
respon emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem

75
psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang
control diri, tidak mampu lagi produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan
harapan, kesenjangan komunikasi atau barrier komunikasi.
 Perubahan Sosial-Spiritual : Klien mulai merasa hidup sendiri, terisolasi akibat kondisi
terminal dan menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai kematian sebagai
kondisi peredaan terhadap penderitaan. Sebagian beranggapan bahwa kematian
sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan orang-
orang yang dicintai. Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan,
dikuncilkan, ditelantarkan, kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Faktor-faktor yang perlu dikaji :
1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah
pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan,
pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien
mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian.
Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena
hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.

2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus
peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali
ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri
dan harapan. Bidan harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien
terminal.
3. Faktor Sosial
Bidan harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada
kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali

76
tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa
dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Bidan harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana
sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui
disaat-saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk
menemani disaat-saat terakhirnya.
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya dalam pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang
mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi
individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau
menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal
berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan.
Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual.
Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi
kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
Diagnosa Kebidanan :
I. Ansietas (ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi
yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian
dan efek negatif pada pada gaya hidup.
II. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi,
penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
III. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres
( tempat perawatan ).
IV. Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system
pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian.
Intervensi :
Diagnosa I :
1. Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
 Berikan kepastian dan kenyamanan.

77
 Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
 Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan pengobtannya.
 Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai
penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas
cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan
ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang
Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan
denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak
menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka
Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak benar.
4 Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien
untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa II :
1. Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan,
didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari
kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan
bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti
dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan
yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat
membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon
mereka terhdap situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan
keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan
pemecahan masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif
Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan
kematian yang terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua
pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai
sampai kematian yang akan terjadi di terima.

78
5. Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak
nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling
menghargai tindakan kebidanan berikut :
 Membantu berdandan.
 Mendukung fungsi kemandirian.
 Memberikan obat nyeri saat diperlukandan.
 Meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 ).
Diagnosa III :
1. Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian
yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli
dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan
dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi
ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU. Informasi ini dapat membantu mengurangi
ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan
informasi spesifik tentang kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan Kunjungan dan
partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga
denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau
konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi keluarga.
Diagnosa IV :
1. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan
atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk
melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do’a atau praktek
spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religius atau spiritual klien menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu
mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.

79
3. Berikan privasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat
dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan
refresi dan perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca
buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang
sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk
mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan
ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual
yang penting.
Evaluasi :
1. Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada bidan.
2. Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
3. Klien selalu ingat kepada Tuhan yang maha Esa dan selalu bertawakkal.
4. Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan yang maha Esa akan kembali
kepadanya.

80

Anda mungkin juga menyukai