Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun, banyak menderita gangguan mental atau
neurologis. Sebesar 6,6% dari total cacat yang dialami oleh lansia berusia lebih dari 60 tahun banyak
dikaitkan dengan gangguan mental maupun gangguan neurologis. Gangguan neuropsikiatri yang
paling umum dari kelompok lansia adalah demensia dan depresi. Gangguan kecemasan
mempengaruhi 3,8% populasi lansia, masalah penggunaan narkoba mempengaruhi hampir 1% dari
total populasi lansia, dan hampir seperempat kematian yang terjadi pada lansia dikarenakan perbuatan
menyakiti diri sendiri yang dilakukan oleh lansia (World Health Organization, 2013).
Hal tersebut dikarenakan lansia mengalami proses menua. Penuaan merupakan proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki maupun mengganti diri,
mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Santoso & Ismail, 2009).

Pada lansia, aspek intelegensi, ingatan, serta bentuk lain dari fungsi mental akan menurun drastis
dengan bertambahnya usia. Lansia cenderung sulit untuk menemukan maupun mengeja kata-kata
yang umum, perubahan seperti ini seringkali menyebabkan lansia menjadi terganggu dan frustasi
(Wade & Travis, 2007).

Selain aspek intelegensi, ingatan, serta fungsi mental yang menurun, adanya faktor lain dapat
menimbulkan gangguan mental emosional bagi lansia. Faktor individu, faktor sosial ekonomi, serta
faktor lingkungan dapat mempengaruhi keadaan mental emosional lansia.

Faktor individu seperti karakteristik sosio demografi, penyakit kronis, ketidakmandirian fisik,
status gizi, serta genetik dapat menyebabkan gangguan mental emosional bagi lansia. Selain itu,
faktor kebiasaan individu seperti kebiasaan konsumsi alkohol, merokok, aktivitas sehari-hari
yang dilakukan dapat menyebabkan gangguan mental bagi lansia.

Perubahan yang terjadi pada lansia seperti penurunan keadaan fisik, serta berbagai hal lain
menyebabkan perubahan keadaan psikologis bagi lansia yang dapat berkembang menjadi gangguan
mental. Kesehatan lansia merupakan suatu hal yang patut untuk diperhatikan. Kesehatan yang
dimaksud adalah pada kesehatan baik secara fisik, sosial, maupun emosional, sebagaimana disebutkan
oleh WHO.

Pada proses menua terjadi berbagai hal yang mengakibatkan berbagai fungsi tubuh menurun.
Berbagai fungsi tubuh yang menurun ini menyebabkan berbagai macam penyakit dapat menyerang
lansia. Naiknya insidensi penyakit degenerasi maupun non degenerasi dapat berakibat dengan
perubahan dalam asupan makanan, perubahan dalam absorbsi dan pemanfaatan zat gizi di tingkat
jaringan, dapat menyebabkan masalah gizi pada lansia (Muis, 2006)

Selain itu adanya penyakit kronis, kelemahan atau kerapuhan, kehilangan kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas sehari-hari dan dikarenakan masalah mental maupun fisik yang lainnya juga dapat
menyebabkan terjadinya gangguan mental emosional pada lansia. Kesehatan mental memiliki dampak bagi
kesehatan fisik dan sebaliknya. Banyak penelitian mengaitkan kesehatan mental dengan penyakit kronis.
Gangguan mental dan penyakit kronis memiliki hubungan kormobiditas (Keyes, 2005).

Faktor sosio ekonomi yang sering menimpa lansia seperti kesepian, kemiskinan, konflik di dalam
keluarga seringkali menjadi faktor yang menyebabkan gangguan mental emosional pada lansia.
Lansia seringkali mengalami kehilangan, seperti kehilangan pasangan hidup, teman, maupun sahabat,
hal ini menyebabkan lansia merasa kesepian. Lanjut usia juga rentan untuk mengalami peristiwa
kematian, penurunan status sosial ekonomi melalui pensiun maupun terjadinya kecacatan (World
Health Organization, 2012).

Sumber: Chapman, D.P., Perry, G.S. & Strine, T.W., 2005. The Vital Link Between Chronic Disease
and Depressive Disorders. [Online] Available at: HYPERLINK “http://www.cdc.gov/pcd/
issues/2005/jan/04_0066.htm.” http://www.cdc. gov/pcd/issues/2005/jan/04_0066.htm. [Accessed
14 March 2014].

Darmojo, R.B., 2004. Demografi dan Epidemiologi Populasi Lanjut Usia. In R.B. Darmojo & H.H. Martono,
eds. Buku Ajar Geriatri. III ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p.35.

Darmojo, R.B. & Martono, H.H., 2004. Buku Ajar Geriatri. III ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Jané-Llopis, E. & Gabilondo, A., 2008. Mental Health in Older People. Consensus paper. Luxembourg:
European Communities.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia. Buletin Jendela Data dan
Informasi,

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Usia Lanjut

a. Perubahan fisik
Sebagian besar perubahan fisik pada usia lanjut terjadi kearah yang memburuk, proses dan
kecepatannya sangat berbeda untuk masing-masing individu.

Perubahan fisik pada lansia ini meliputi: perubahan penampilan, perubahan bagian dalam
tubuh, perubahan fungsi fisiologi, panca indra dan perubahan seksual.

b. Perubahan kemampuan motorik

Usia lanjut pada umumnya mereka menjadi lebih lambat dan koordinasi gerakan kurang
begitu baik dibanding dengan masa mudanya. Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh
fisik dan psikologis seperti berikut ini: (a)

Penyebab fisik yang mempengaruhi perubahan dalam kemampuan motorik meliputi


menurunnya kekuatan dan tenaga yang terjadi karena bertambahnya usia, menurunnya
kekuatan otot, kekakuan dalam persendian, gemetar pada tangan; (b) Penyebab psikologis
berasal dari kesadaran tentang merosotnya dan perasaan akan rendah diri kalau dibandingkan
dengan orang yang lebih muda dalam arti kekuatan, kecepatan dan keterampilan; (c)
Perubahan kemampuan mental. Dari hasil studi para psikolog telah memperkuat kepercayaan
dalam masyarakat, bahwa kecenderungan tentang menurunnya berbagai hal secara otomatis
akan menimbulkan kemunduran kemampuan mental; dan (d) Perubahan minat pada usia
lanjut.

Terdapat hubungan yang erat antara jumlah keinginan dan minat seseorang pada seluruh
tingkat usia dan keberhasilan penyesuaian mereka. Perubahan minat dan keinginan ini harus
dilakukan baik secara suka rela atau terpaksa karena alasan kesehatan, situasi keuangan, atau
alasan lainnya untuk memperoleh kepuasan yang

lebih baik (Hurlock, 1999).

Sumber : Hurlock, E. B. 1980. Developmental Psychology. 4th Edition. New Delhi: Tata Mcgraw-Hill
Publishing.

KLASIFIKASI PSIKOPATOLOGI
Psikopatologi meliputi:
1. Gangguan kepribadian(1)
Kepribadian ialah ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan yang
dialami secara subyektif oleh seseorang. Kepribadian menuju ke kematangan
badaniah, emosional, sosial dan intelektual. Perkembangan ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor badaniah (keturunan, keadaan susunan saraf dan hormonal), emosional
(mekanisme penyesuaian diri), sosial (hubungan antar-manusia), adat-istiadat,
kebudayaan dan kepercayaan, serta intelektual (taraf intelegensi). Watak adalah
kepribadian yang dipengaruhi oleh motivasi yang menggerakkan kemauan sehingga
orang tersebut bertindak. Pembagian atau klasifikasi dari gangguan jiwa kepribadian
tidak memuaskan, sama dengan klasifikasi dengan orang-orang yang normal.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-3 (PPDGJ-III)
sebagai berikut:
a. Kepribadian paranoid
Kepribadian paranoid adalah suatu gangguan kepribadian dengan sifat
curiga yang menonjol. Orang seperti ini mungkin agresif dan setiap orang lain
yang dilihat sebagai seorang agresor terhadapnya. Dirinya harus
mempertahankan dirinya, ia bersikap sebagai pemberontak dan angkuh untuk
menahan harga diri. Seringkali dirinya mengancam orang lain sebagai akibat
proyeksi rasa bermusuhannya sendiri. Dalam kepribadian paranoid kita
menemukan secara berlebihan kecenderungan yang sudah umum seperti, yaitu
suka melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.
b. Kepribadian skizoid
Sifat-sifat kepribadian ini adalah pemalu, suka menyendiri, perasa,
pendiam, menghindari hubugan jangka panjang dengan orang lain. Individu ini
menunjukan respons yang terbatas terhadap isyarat atau rangsangan sosial.
Ciri utama cara menyesuaikan dan membela dirnya ialah menarik diri,
mengasingkan diri, dan sering aneh (eksentrik). Terdapat juga cara pemikiran
otostik, melamun berlebihan dan ketidakmampuan menyatakan rasa
permusuhan.
c. Kepribadian skizotipal
Orang dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya lebih sering
berpikir ke arah magis, memiliki gagasan aneh, gagasan menyangkut diri
sendiri, waham, dan derealisasi.
d. Kepribadian antisosial
Individu dengan kepribadian ini tidak mempunyai loyalitas terhadap
kelompoknya ataupun norma-norma sosial. Pada umumnya individu dengan
kepribadian ini egosentrik, tidak bertanggung jawab, impulsif, tidak mampu
mengubah diri, baik karena pengalaman maupun karena hukuman. Kepribadian
ini sudah ditunjukan ketika masa anak-anak sebelum umur 12-15 tahun.
Kepribadian antisosial jauh lebih banyak pada kaum pria, yaitu sekitar 5-10 pria
dibandingkan satu wanita dan saat ini belum diketahui apa sebabnya.
e. Kepribadian ambang
Pasien dengan gangguan kepribadian ini berada dalam perbatasan antara
neurosis dan psikosis dan ditandai oleh afek, mood, perilaku, hubungan objek,
dan citra diri yang tidak stabil. Gangguan ini dinamakan skizofrenia
ambulatorik, kepribadian seolah-olah (as-if personality).
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang hampir selalu dalam
keadaan krisis. Pasien dapat bersikap argumentatif pada suatu waktu dan
terdepresi pada waktu selanjutnya. Perilaku pda pasien ini tidak dapat
diperkirakan. Pasien dengan kepribadian ini juga sering mencerminkan sifat
menyakitkan dengan seringnya merusak diri sendiri, mengekspresikan
kemarahan pada teman dekat mereka jika mengalami frustasi. Namun pasien
seperti ini tidak dapt mentoleransi keadaan sendirian dan mereka lebih senang
untuk mencari teman secara mati-matian dibandingkan duduk sendirian.
f. Kepribadian histrionik
Kepribadian histerik biasanya sombong, egosentrik, tidak stabil emosinya,
menarik perhatian dengan afek yang labil, memiliki gaya bicara yang
impresionistik dan tidak memiliki perincian, lekas tersinggung, tetapi memiliki
emosi yang dangkal. Pada kepribadian ini tidak dapat menyatakan perasaan
secara tepat dan sering menggunakan gerakan tubuh dalam komunikasi.
Kepribadian histerik lebih sering pada kaum wanita.
g. Kepribadian narsistik
Orang dengan gangguan kepribadian narsistik ditandai oleh meningkatnya
rasa kepentingan diri dan perasaan kebesaran yang unik. Mereka menganggap
dirinya sebagai orang yang khusus dan mengharapkan terapi yang khusus
pula. Mereka menanggapi kritik secara buruk dan mungkin menjadi marah
jika ada yang berani mengkritik mereka, atau mereka tampak acuh tak acuh
terhadap kritik. Pasien dengan gangguan ini seringkali tidak mampu
menunjukkan empati, dan hanya berpura-pura simpati hanya untuk mencapai
kepentingan mereka sendiri. pasien memiliki harga diri yang rapuh dan rentan
terhadap depresi.
h. Kepribadian menghindar
Orang dnegan gangguan kepribadian menghindar menunjukkan kepekaan
yang ekstrem terhadap penolakan, yang dpaat menyebabkan penarikan diri
dari kehidupan sosial. Mereka tidak asosial dan menunjukkan keinginan yang
kuat untuk berteman namun mereka malu; mereka memerlukan jaminan yang
kuat dan penerimaan tanpa kritik yang tidak lazim, mengindari aktivitas
pekerjaan yang memerlukan kontak intrapersonal yang bermakna, tidak mau
terlibat dengan orang lain kecuali mereka yakin akan disukai, memandang diri
sendiri janggal secara sosial, lebih rendah dari orang lain, dan enggan untuk
mengambil risiko pribadi atau melakukan aktivitas baru.
i. Kepribadian dependen
Orang dengan gangguan kepribadian dependen menepmpatkan kbutuhan
mereka sendiri di bawah kebutuhan orang lain, meminta orang lain untuk
mengambil tanggung jawabuntuk masalah besar dalam kehidupan mereka,
tidak memiliki keprcayaan dari, dan mungkin memngalami rasa tidak nyaman
yang kuat jika sedang sendirian. Pasien dengan gangguan kepribadian ini
lebih menghindari posisi tanggung jawab dan menjadi cemas jika diminta
untuk memegang peran kepemimpinan.
j. Kepribadian obsesif-kompulsif
Gangguan kepribadian ini ditandai oleh penyempitan emosional,
ketertiban, kekerasan hati, sikap keras kepala, dan kebimbangan. Orang
dengan kepribadian obsesif-kompulsif merasa asyik dengan peraturan, serius,
dan seringkali tidak memiliki rasa humor. Mereka memaksakan aturan supaya
diikuti secara kaku dan tidak mampu mentoleransi apa yang dirasakannya
sebagai pelanggaran. Pasien biasanya enggan membuangbenda-benda yang
usang atau tidak berguna walaupun tidak memiliki nilai sentimental, enggan
mendelegasikan tugas atau bekerja sama dengan orang lain kecuali mereka
tunduk dengan tepat caranya mengerjakan tugas, terlalu berhati-hati, teliti,
dan tidak fleksibel tentang maslaah moralitas, etika, atau nilai-nilai (tidak
disebabkan oleh identifikasi kultural atau religius)
Gangguan Kepribadian yang Tidak Ditentukan
Kategori ini dalam DSM-IV dicadangkan untuk gangguan yang tidak
memenuhi ke dalam satu gangguan kepribadian yang telah dijelaskan sebelumnya.
k. Kepribadian pasif-agresif
Kepribadian ini terdapat dua sub, diantaranya: pasif-dependent dan pasif-
agresif. Orang yang pasif-dependent senantiasa berpikir, bertindak dan merassa
bahwa kebutuhannya akan ketergantungan itu akan dipenuhi secara
menakjubkan. Orang yang pasif-agresif merasa bahwa kebutuhannya akan
ketergantungan tidak pernah dipenuhi. Ia menunjukan penangguhan
(penundaan) dan sikap keras, agar diterima dan diberi dengan murah hati apa
yang diharapkannya dengan sangat. Kepribadian ini ditandai oleh sikap pasif
dan agresif. Agresivitas ini dapat dinyatakan secara pasif dengan cara
mengambat, bermuka asam, malas dan keras kepala. Perilakunya merupakan
cerminan dari ras permusuhan yang tidak pernah dinyatakan secara terang-
terangan.
l. Kepribadian depresif
Orang dengan gangguan depresif ditandari oleh sifat yang masuk ke
dalam spektrum depresif. Mereka adalah pesimistik, anhedonia, terikat pada
kewajiban, dan meragukan diri sendiri
m. Kepribadian sadomasokistik
Sadisme adlah keinginan untuk menyebabkan rasa sakit pada orang lain
baik secara penyiksaan seksual atau fisik atau penyiksaan psikologis pada
umumnya. Masokisme adalah pencapaian pemuasan seksual dengan menyiksa
diri sendiri.
n. Kepribadian sadistik
Orang dengan gangguan kepribadian ini menunjukkan pola kekejaman
yang pervasif, merendahkan, dan perilaku agresif, yang dimulai sejak masa
kanak-kanak awal, dan diarahkan kepada orang lain.

Sumber:
1. Sadock, B.J.,A.Virginia.2010. Teori Kepribadian dan Psikopatologi.Sinopsis

Psikiatri.Ilmu Pengetahuan perilaku Psikiatri Klinis.Jilid I.Binarupa Aksara

Publisher.Jakarta.
2. Maramis, W.F.2009.Penyebab umum gangguan jiwa. Catatan Ilmu Kedokteran

Jiwa Edisi II.Airlangga University Press.Surabaya.

Pengertian Penurunan Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology) misalnya

tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang

makin rapuh. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa

lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat

menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial yang

selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Menurut Neil Niven (2000) ada dua gambaran tentang proses penuaan

yang menarik perhatian pada dekade terakhir ini adalah:

1. Terdapat penurunan fungsi sosial seperti intelektual, memori dan kemampuan

memecahkan masalah pada lansia.

2. Orang-orang tua menjadi lebih terisolasi saat mereka makin tua.

Faktor utama dalam penurunan fungsi psikologis akibat usia adalah

adanya penyakit. Oleh karena itu seseorang harus memisahkan perubahan-

perubahan tersebut yang berkenaan dengan penyakit dan perubahan ini adalah

akibat dari proses penuaan itu sendiri. Kemunduran fungsi intelektual sejalan

dengan usia bukan tidak dapat dihindarkan. Sebenarnya terdapat perbedaan-

perbedaan penampilan individu. Walaupun derajat tertentu dari ketidakpastian

seperti pada penyebab suatu penyimpangan pada berfungsinya kogniti, hal yang

paling penting adalah bahwa situasi tidak permanen dan dapat dengan mudah
diubah dengan menggunakan teknik latihan yang sederhana dan tidak mahal

(Schaie & Willis 1991 dalam Niven 2000).

2.1.1. Kesehatan Fisik

Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut usia.

Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan manusia. Kekuatan fisik,

panca indera, potensi dan kapasitas intelektual mulai menurun pada tahap-tahap

tertentu. Dengan demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali

dengan ketidak berdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan beberapa

serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah, persendian, sistem

pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang

sering terjadi adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan,

saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Untuk mengkaji fisik

pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya seperti menurunnya

pendengaran, penglihatan, gerakan yang terbatas, dan waktu respon yang lamban.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia

mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini dapat menimbulkan

gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis maupun sosial yang selanjutnya

dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

Fisik yang sehat perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan

kondisi psikologis maupun sosial, sehingga mau tidaknya harus ada usaha untuk

mengurangi kegiatan yang bersifat menjaga fisiknya. Seorang lansia harus mampu

mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja

secara seimbang (Fitriyanti, 2009).


2.1.2. Kesehatan Psikis
Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia secara

otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah satu penyebab

menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya pendengaran. Dengan

menurunnya fungsi dan kemampuan pendengaran bagi orang lanjut usia maka

banyak dari mereka yang gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain

sehingga mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan kurang

percaya diri.

Menurut Fitriyanti (2009) menjelaskan bahwa menurunnya kondisi psikis

ditandai dengan menurunnya fungsi kognitif. Lebih lanjut dikatakan dengan

adanya penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut usia

maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai berikut :

(1)Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak mengalami

gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

(2)Tipe Kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami

post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia tidak diisi dengan

kegiatan yang memberikan otonomi pada dirinya.

(3)Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini sangat dipengaruhi

kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis maka pada

masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan tetapi jika pasangan

hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi

merana apalagi jika terus terbawa arus kedukaan.

(4)Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki masa

lanjut usia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya. Banyak


keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama

sehingga menyebabkan kondisi ekonomi rusak.

(5)Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena

perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah

dirinya.

Sumber :
Relawati, A. 2010. Hubungan antara Tingkat Depresi dengan Aktifitas Fisik pada
Lansia di Panti Werdha Dharma Bhakti Surakarta.
http://etd.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 7-9-2013.
Fan dan Young. 2007. Hubungan antara Aktifitas Fisik dengan Depresi pada
Lansia. http://etd.ugm.ac.id. Diakses tanggal 7 -10 -2013.

Anda mungkin juga menyukai