FISIOLOGI KARDIOVASKULER Word PDF
FISIOLOGI KARDIOVASKULER Word PDF
1
Gambar 1. Jaringan otot jantung.
Kontraksi sel otot jantung terjadi oleh adanya potensial aksi yang dihantarkan sepanjang
membran sel otot jantung. Jantung akan berkontraksi secara ritmik, akibat adanya impuls listrik yang
dibangkitkan oleh jantung sendiri. Berbeda dengan potensial aksi pada membran saraf dan otot rangka
yang dapat terjadi bila ada rangsangan dari luar, pada membran sel otot jantung potensial aksi dapat
terjadi tanpa adanya rangsangan. Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka yang memiliki
potensial membran istirahat, sel-sel khusus jantung tidak memiliki potensial membran istirahat. Sel-sel
ini memperlihatkan aktivitas “pacemaker” (picu jantung), berupa depolarisasi lambat yang diikuti oleh
potensial aksi apabila potensial membran tersebut mencapai ambang tetap. Dengan demikian,
2
timbulah potensial aksi secara berkala yang akan menyebar keseluruh jantung dan menyebabkan
jantung berdenyut secara teratur tanpa adanya rangsangan melalui saraf.
ELEKTROFISIOLOGI JANTUNG
3
Tabel 2. Kanal ion mayor yang terlibat di Purkinje dan miosit ventrikel membran potensial:
Voltage-gated Na+ channel (cepat) Potensial aksi fase 0 (Na+ masuk)
Voltage-gated Ca++ channel (lambat) Berperan pada 2 fase (Ca++ masuk)
Inward rectifyng K+ channels Menjaga resting membrane (fase 4), K+ keluar pada
potensial membran positif
Transient outward K+ channel Berperan pada fase 1, K+ keluar pada potensial membran
positif
Outward (delayed) rectifyng K+ Menyebabkan fase 3 dengan mengijinkan K+ keluar
channel (rapid and slow) setelah delay ketika membran depolarisasi
G Protein-activated K+ channel G protein-operated channel dibuka oleh asetilkolin dan
adenosin, kanal ini menghiperpolarisasi membran selama
fase 4 dan memendekkan fase 2
Kontraksi sel otot jantung dalam siklus di picu oleh potensial aksi yang menyebar ke seluruh
membran sel otot. Terdapat dua jenis sel otot jantung yaitu:
1. Sel kontraktil, yang membentuk 99% dari sel-sel otot jantung, melakukan kerja mekanis
memompa darah. Dalam keadaan normal, sel ini tidak membentuk sendiri potensial
aksinya.
2. Sel otoritmik, yang tidak berkontraksi tapi khusus memulai dan menghantarkan potensial
aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil.
Sel otoritmik jantung merupakan sel otot khusus yang berbeda dari sel saraf dan sel otot
rangka, di mana sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat. Sel ini memperlihatkan aktivitas
pemicu yaitu potensial membrannya secara perlahan terdepolarisasi sampai ke ambang (potensial
pemicu). Dengan siklus yang berulang tersebut sel-sel otoritmik memicu potensial aksi yang kemudian
menyebar ke seluruh jantung untuk memicu denyut berirama tanpa rangsangan saraf apapun. Sel-sel
jantung otoritmik ini membentuk area tersendiri di tempat-tempat Sino Atrial node (SA node), Atrio
Ventricular node (AV node), berkas his dan serabut purkinje.
4
fibers karena sefl-excitable. Autorhytmic fibers secara berulang menghasilkan aksi potensial yang
memicu kontraksi jantung. Mereka secara terus menerus menstimulasi jantung untuk berdetak
meskipun sudah dikeluarkan dari tubuh (seperti pada transplantasi).
Semasa perkembangan embrionik hanya sekitar 1% serabut otot jantung menjadi serabut
otoritmik yang mempunyai 2 fungsi:
1. Bekerja sebagai pacemaker, men-seting irama eksitasi listrik yang menyebabkan kontraksi
otot jantung;
2. Membentuk sistim konduksi, jejaring serabut otot jantung khusus yang menyediakan jalur
untuk setiap siklus eksitasi jantung yang melanjut di jantung. Sistim konduksi menjamin
ruangan-ruangan jantung menjadi terstimulasi untuk kontraksi secara terkoordinir, sehingga
jantung menjadi pompa yang efektif.
Potensial aksi jantung di sistim konduksi adalah sebagai berikut (Gambar 2):
1. Eksitasi jantung normalnya dimulai di sinoatrial node (SA), yang terletak di dinding atrium
kanan disebelah inferior dan lateral pintu vena cava superior. Sel SA node tidak mempunyai
resting potensial yang stabil. Dengan cepat mendepolarisasi threshold secara spontan.
Depolarisasi spontan merupakan potensial pacemaker. Ketika potensial pacemaker
mencapai threshold, maka akan memicu potensial aksi. Setiap potensial aksi dari SA node
menjalar melaui kedua atrium melaui gap junction di diskus intercalated serabut otot atrium.
Mengikuti potensial aksi tersebut, maka atrium kontraksi.
2. Dengan menjalarkan sepanjang serabut otot atrium, potensial aksi mencapai atrioventricular
(AV) node, yang terletak di septum interatrial, disebelah anterior pintu sinus coronarius.
3. Dari AV node potensial aksi memasuki atrioventricular (AV) bundle (bundle his). Bundle his
merupakan tempat penjalaran potensial aksi dari atrium ke ventrikel.
4. Setelah menjalar sepanjang AV bundle, potensial aksi memasuki kedua cabang bundle
kanan dan kiri. Cabang bundle melebar melalaui septum interventrikuler menuju apeks
jantung.
5. Akhirnya, diameter yang lebar dari serabut purkinje secara cepat menjalarkan potensial aksi
yang berawal di apeks jantung menuju miokardium ventrikuler. Kemudian ventrikel
kontraksi, memompa darah menuju katup semilunar.
5
Gambar 2. Sistim konduksi jantung
Serabut otoritmik di SA node akan memulai potensial aksi sekitar 0,6 detik atau 100 kali/menit.
Frekuensi ini lebih cepat dari serabut otoritmik yang lain, karena potensial aksi dari SA node menyebar
melaui sistim konduksi dan menstimulasi area lain sebelum area lain dapat membangkitkan aksi
potensialnya yang lebih lambat, SA node merupakan pacemaker natural jantung. Impuls saraf dari
6
sistim saraf otonom (ANS) dan hormon darah (seperti epinefrin) memodifikasi waktu dan kekuatan
debaran jantung, namun tidak membangun irama fundamental.
7
3. Repolarisasi
Pemulihan resting membrane potential selama fase repolarisasi, potensial aksi jantung
menyerupai sel-sel excitable lainnya. Setelah perlambatan (biasanya prolonged di otot
jantung) kanal voltage-gated K+ tambahan membuka. Outflow restores K+ negative resting
membrane potential (-90 mV). Pada waktu yang bersamaan kanal kalsium di sarkolema dan
retikulum sarkoplasma tertutup yang berperan pada proses repolarisasi.
Mekanisme kontraksi sama antara otot jantung dan otot skeletal. Aktifitas listrik (potensial aksi)
mengarahkan ke respon mekanis (kontraksi) setelah pelambatan yang pendek. Sebagaimana
konsentrasi Ca2+ meningkat di dalam serabut kontraktil, ca2+ mengikat troponin sebagai protein
regulator, yang megijinkan filamen aktin dan miosin memulai sliding satu dengan yang lain, dan
tegangan mulai terjadi. Substansi yang meningkatkan pergerakan Ca2+ melalui kanal Ca2+ yang lambat
mempengaruhi kekuatan kontraksi jantung. Contohnya epineprin meningkatkan kekuatan kontraksi
dengan meningkatkan Ca2+ mengalir ke sitosol.
Di otot, periode refraktory merupakan interfal waktu dimana kontraksi tidak dapat dipicu.
Periode refraktory dari serabut otot jantung lebih lama dari pada periode kontraksi itu sendiri.
Akibatnya, kontraksi lainnya tidak dapat dimulai sampai relaksasi. Untuk alasan ini tetanus (kontraksi
terjaga) tidak dapat terjadi di otot jantung seperti yang bisa terjadi pada otot skelet. Keuntungan ini
nampak ketika memperhatikan bagaimana ventrikel kerja. Fungsi pompa tergantung pada seluruh
kontraksi alternating (ketika darah ejeksi) dan relaksasi (ketika mengisi). Jika otot jantung dapat
tetanus maka aliran darah dapat berhenti.
8
Jadi fase potensial aksi sel otoritmik jantung adalah sebagai berikut:
Fase 0 (Depolarisasi Cepat)
Dibawah keadaan normal, serat otot jantung dapat berkontraksi sekitar 60-100 kali/menit oleh
karena impuls listrik yang dihasilkan oleh nodus SA. Aksi ini merubah potensial istirahat
membran dan membiarkan masuknya aliran Na+ (sodium) secara cepat ke dalam sel melalui
Natrium Channel. Dengan masuknya ion natrium (bersifat positif) ke dalam sel, maka potensial
dalam membran sel akan menjadi lebih positif sehingga ambang potensialnya akan naik
(depolarisasi) sekitar 30 mV.
Fase 1 (Repolarisasi Awal)
Segera setelah fase 0, channel untuk ion K+ (potassium) terbuka dan melewatkan ion kalium
ke luar dari dalam sel. Hal ini membuat potensial membran sel menjadi lebih turun sedikit.
Fase 2 (Plateu)
Segera setelah repolarisasi awal, untuk mempertahankan ambang potensial di membran sel
maka ion kalsium (Ca+) akan segera masuk, sementara ion kalium tetap keluar. Dengan
begini, ambang potensial membran sel akan tetap datar untuk mempertahankan kontraksi sel
otot jantung.
Fase 3 (Repolarisasi Cepat)
Di periode ini, aliran lambat ion kalsium berhenti, akan tetapi aliran ion kalium yang keluar
membran sel tetap terjadi sehingga potensial membran menjadi turun (lebih negatif) dan
disebut dengan repolarisasi.
Fase 4 (Istirahat/resting state)
Di periode ini, potensial membran menjadi ke fase istirahat dimana potensialnya sekitar – 90
mV. Dikarenakan ion natrium yang berlebihan di dalam sel dan ion kalium yang berlebihan di
luar sel dikembalikan ke tempat semula dengan pompa natrium-kalium, sehingga ion natrium
kembali ke luar sel dan ion kalium kembali ke dalam sel.
ELEKTROKARDIOGRAM
Potensial aksi menjalar di jantung menghasilkan aliran listrik yang dapat dideteksi di
permukaan tubuh. Elektrokardiogram (EKG/ECG) merupakan catatan signal listrik. EKG merupakan
susunan catatan potensial aksi yang dihasilkan oleh seluruh serabut otot jantung selama setiap
debaran jantung. Instrumen digunakan untuk mencatat perubahan adalah electrocardigraph.
Dalam praktik klinik elektrode ditempatkan di lengan dan kaki (limb leads) dan di 6 posisi dada
(chest leads) untuk mencatat EKG. Electrocardiograph memperkuat signal listrik jantung dan
9
menghasilkan 12 tracing yang berbeda dari kombinasi yang berbeda dari limb leads dan chest leads.
Setiap elektrode limb dan dada mencatat aktifitas listrik yang sedikit berbeda karena perbedaan
posisinya relatif terhadap jantung. Dengan membandingkan catatan-catatan ini dengan yang lain dan
dengan catatan normal dimungkinkan bisa mendeteksi: (1) konduksi yang tidak normal, (2)
pembesaran jantung, (3) kerusakan regio jantung dan (4) penyebab nyeri dada.
Pada catatan EKG terdapat 3 gelombang yang dikenal (Gambar 4). Pertama disebut
gelombang P merupakan defleksi kecil kearah atas di EKG. Gelombang P menunjukkan depolarisasi
atrium, yang menyebar dari SA node melalui serabut kontraktil di kedua atrium. Gelombang kedua
adalah gelombang kompleks QRS, mulai defleksi turun, melanjut sebagai gelombang yang lebar, naik
dan trianguler dan berakhir sebagai gelombang turun. Kompleks QRS menunjukkan depolarisasi
ventrikuler cepat, sebagai potensial aksi yang menyebar melalui serabut kontraktil ventrikel.
Gelombang yang ketiga adalah gelombang defleksi bentuk kubah kearah atas yang disebut sebagai
gelombang T. Ini menunjukkan repolarisasi ventrikel dan terjadi saat ventrikel mulai relaksasi.
Gelombang T lebih kecil dan lebar dibanding kompleks QRS karena repolarisasi terjadi lebih lambat
dari pada depolarisasi. Selama periode plateau depolarisasi stabil, tracing EKG flat.
Dalam pembacaan EKG, ukuran gelombang dapat memberikan petunjuk abnormalitas.
Gelombang P yang lebar menunjukkan pembesaran atrium, pelebaran gelombang Q bisa menunjukkan
infark miokard, dan pelebaran gelombang R menunjukkan pembesaran ventrikel. Gelombang T yang
lebih flat dari pada normal terjadi jika otot jantung kekurangan oksigen, misal pada penyakit jantung
koroner. Gelombang T bisa meninggi pada hiperkalemi.
Analisis EKG juga melibatkan pengukuran lebar waktu antara gelombang yang disebut interval
atau segmen. Contoh, interval P-Q adalah waktu dari awal gelombang P ke awal kompleks QRS. Ini
menunjukkan waktu konduksi dari awal eksitasi atrium ke awal eksitasi ventrikel. Interval P-Q adalah
waktu yang dibutuhkan untuk potensial aksi menjalar melaui atrium, AV node dan serabut di sistim
konduksi jantung.
Segmen S-T yang mulai di akhir gelombang S dan berakhir di awal gelombang T,
menunjukkan waktu ketika serabut ventrikel kontraksi depolarisasi selama fase plateau potensial aksi.
Segmen S-T meninggi (diatas normal) pada AMI dan depressed (dibawah base line) jika otot jantung
kekurangan oksigen. Interval Q-T melebar dari permulaan komplek QRS sampai akhir gelombang T. Ini
merupakan waktu dari awal depolarisasi ventrikel ke akhir repolarisasi ventrikel. Interval Q-T dapat
memanjang karena kerusakan miokardial, miokardial iskemi atau abnormalitas konduksi.
10
Gambar 4. EKG normal (lead II)
11
memasuki miokardium ventrikel. Depolarisasi berlanjut turun ke septum , ke arah atas
apeks dan keluar dari permukaan endokardium, menghasilkan gelombang kompleks QRS.
Pada saat yang bersamaan, terjadi repolarisasi atrium, namun kadang tidak terjadi di EKG
karena kompleks QRS yang besar menutupinya.
4. Kontraksi serabut kontraktil ventrikel (sistolik ventrikel) mulai, lebih pendek setelah muncul
kompleks QRS dan berlanjut selama segmen S-T. Ketika kontraksi beralih dari apeks ke
dasar jantung darah didorong ke katup semiluner.
5. Repolarisasi serabut kontraktil ventrikel mulai di apeks dan menyebar melalui miokardium
ventrikel. Ini menghasilkan gelombang T di EKG sekitar 0,4 detik setelah onset gelombang
P.
6. Sesaat setelah gelombang T muncul, ventrikel mulai relaksasi (diastolik ventrikel). Dengan
0,6 detik repolarisasi ventrikel lengkap dan serabut kontraktil ventrikel relaksasi.
Selama 0,2 detik berikutnya, serabut kontraktil di atrium dan ventrikel relaksasi. Pada 0,8 detik,
gelombang P muncul lagi di EKG, atrium mulai kontraksi dan siklus berulang seumur hidup.
12
Gambar 5. Waktu dan jalur potensial aksi depolarisasi dan repolarisasi melalui sistim konduksi dan
miokardium.
13
SIKLUS JANTUNG
Satu siklus jantung mencakup kejadian dalam 1 debaran jantung. Siklus jantung mengandung
sistolik dan diastolik atirium serta sistolik dan diastolik ventrikel.
14
demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan katup AV dan pembukaan katup aorta
pada saat ventrikel menjadi bilik tertutup. Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk
atau keluar ventrikel selama waktu ini. Interval waktu ini disebut sebagai kontraksi ventrikel
isovolumetrik (isovolumetric berarti volume dan panjang konstan). Karena tidak ada darah yang masuk
atau keluar ventrikel, volume ruangan ventrikel tetap dan panjang serat-serat otot juga tetap. Selama
periode kontraksi ventrikel isovolumetrik, tekanan ventrikel terus meningkat dan volume tetap.
Pada saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta, katup aorta dipaksa membuka dan darah mulai
menyemprot. Kurva tekanan aorta meningkat ketika darah dipaksa berpindah dari ventrikel ke dalam
aorta lebih cepat dari pada darah mengalir ke pembuluh-pembuluh yang lebih kecil. Volume ventrikel
berkurang secara drastis sewaktu darah dengan cepat di pompa keluar. Sistem ventrikel mencakup
periode kontraksi isovolumetrik dan fase ejeksi (penyemprotan) ventrikel. Ventrikel tidak
mengosongkan diri secara sempurna selama penyemprotan. Dalam keadaan normal hanya sekitar
separuh dari jumlah darah yang terkandung di dalam ventrikel pada akhir diastolik di pompa keluar
selama sistolik. Jumlah darah yang tersisa di ventrikel pada akhir sistolik ketika fase ejeksi usai disebut
volume sistolik akhir (end systolic volume = ESV), yang jumlah besarnya sekitar 65 ml. ini adalah
jumlah darah paling sedikit yang terdapat di dalam ventrikel selama siklus ini.
Jumlah darah yang di pompa keluar dari setiap ventrikel pada setiap kontraksi dikenal sebagai volume /
isi sekuncup (stroke volume,SV); SV setara dengan volume diastolik akhir dikurangi volume sistolik
akhir; dengan kata lain perbedaan antara volume darah di ventrikel sebelum kontraksi dan setelah
kontraksi adalah jumlah darah yang di semprotkan selama kontraksi.
Ketika ventrikel mulai berelaksasi karena repolarisasi, tekanan ventrikel turun di bawah
tekanan aorta dan katup aorta menutup. Penutupan katup aorta menimbulkan gangguan atau takik
pada kurva tekanan aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik (dikrotik notch). Tidak ada lagi darah yang
keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah tertutup. Namun katup AV belum terbuka
karena tekanan ventrikel masih lebih tinggi daripada tekanan atrium. Dengan demikian semua katup
sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang disebut relaksasi ventrikel isovolumetrik. Panjang serat
otot dan volume bilik tidak berubah. Tidak ada darah yang masuk atau keluar seiring dengan relaksasi
ventrikel dan tekanan terus turun. Ketika tekanan ventrikel turun dibawah tekanan atrium, AV
membuka dan pengisian ventrikel terjadi kembali. Diastolik ventrikel mencakup periode relaksasi
isovolumetrik dan fase pengisian ventrikel,
Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi secara bersamaam, sehingga atrium
berada dalam diastolik sepanjang sistolik ventrikel. Darah terus mengalir dari vena pulmonalis kedalam
atrium kiri. Karena darah yang masuk ini terkumpul dalam atrium, tekanan atrium terus meningkat.
Ketika katup AV terbuka pada akhir sistolik ventrikel, darah yang terkumpul di atrium selama sistolik
15
ventrikel dengan cepat mengalir ke ventrikel. Dengan demikian, mula-mula pangisian ventrikel
berlangsung cepat karena peningkatan tekanan atrium akibat penimbunan darah di atrium. Kemudian
pengisian ventrikel melambat karena darah yang tertimbun tersebut telah di salurkan ke ventrikel, dan
tekanan atrium mulai turun. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena-
vena pulmonalis ke dalam atrium kiri dan melalui katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama
diastolik ventrikel tahap akhir, sewaktu pengisian ventrikel berlangsung lambat, nodus SA kembali
mengeluarkan potensial aksi dan siklus jantung dimulai kembali
16
Gambar 6. Siklus jantung.
a. EKG
b. Perubahan tekanan di atrium kiri (garis hijau), tekanan di ventrikel kiri (garis biru), tekanan di
aorta (garis merah) yang berhubungan dengan pembukaan dan penutupan katub-katub
jantung.
c. Bunyi jantung
d. Perubahan volume ventrikel
e. Fase-fase dalam siklus jantung
17
SISTOLIK ATRIUM
Selama sistolik atrium sekitar 0,1 detik, atrium kontraksi. Pada saat yang bersamaan ventrikel
relaksasi.
1. Depolarisasi SA node menyebabkan depolarisasi atrium, ditandai dengan gelombang P di
EKG.
2. Depolarisasi atrium menyebabkan sistolik atrium. Ketika atrium kontraksi, tekanan ke darah
yang terdapat di dalamnya meningkat, yang mendorong darah melalui katub AV yang
terbuka menuju ke ventrikel.
3. Sistolik atrium berperan menambah 25 mL volume akhir di setiap ventrikel (sekitar 105 mL).
Akhir sistolik atrium juga merupakan akhir diastolik ventrikel (relaksasi). Setiap ventrikel
mengandung sekitar 130 mL di akhir periode relaksasi (diastolik). Volume darah ini disebut
sebagai end-diastolic volume (EDV).
4. Komplek QRS di EKG menandai onset depolarisasi ventrikel.
SISTOLIK VENTRIKULER
Selama sistolik ventrikel sekitar 0,3 detik ventrikel kontraksi. Pada saat yang bersamaan atrium
relaksasi dalam diastolik atrium.
5. Depolarisasi ventrikel menyebabkan sistolik ventrikel. Ketika sistolik ventrikel mulai, tekanan
di ventrikel meningkat dan mendorong darah melawan katub atrioventricular (AV), memaksa
untuk membuka. Sekitar 0,05 detik katub semilunar (SL) dan AV menutup. Ini merupakan
periode isovolumtric contraction. Selama interval ini, serabut otot jantung kontraksi
memperbesar kekuatannya namun belum memendek. Kontraksi otot ini isometric
(panjangnya sama). Lebih lanjut karena keempat katub tertutup, volume ventrikel masih
sama (isovolumic).
6. Kontraksi ventrikel berlanjut, menyebabkan tekanan di dalam ruangan meningkat tajam.
Ketika tekanan ventrikel kiri melebihi tekanan aorta pada 80 mmHg dan tekanan ventrikel
kanan meningkat diatas tekanan pulmonary trunk (sekitar 20 mmHg) kedua katub SL
membuka. Pada saat ini mulai ejeksi darah dari jantung. Periode ketika katub SL membuka
disebut ventrikular ejection dan berlangsung sekitar 0,25 detik. Tekanan di ventrikel kiri
berlanjut meningkat sampai 120 mmHg dimana tekanan di ventrikel kanan meningkat
sekitar 25-30 mmHg.
7. Ventrikel kiri mengejeksikan sekitar 70 mL darah ke aorta dan ventrikel kanan
mengejeksikan darah dengan volume yang sama ke pulmoanary trunk. Volume yang tersisa
di setiap ventrikel di akhir sistolik sekitar 60 mL adalah end-systolic volume (ESV). Stroke
18
volume (volume sekuncup), merupakan volume yang diejeksikan setiap debaran dari setiap
ventrikel, setara dengan EDV – ESV. Pada saat istirahat stroke volume sekitar 130 mL – 60
mL = 70 mL.
8. Gelombang T dalam EKG menunjukkan onset repolarisasi ventrikel.
PERIODE RELAKSASI
Selama periode relaksasi yang berlangsung sekitar 0,4 detik, atrium dan ventrikel relaksasi.
Ketika debaran jantung semakin bertambah cepat, periode relaksasi semakin memendek, dimana
durasi sistolik atrium dan ventrikel memendek ringan.
9. Repolarisasi ventrikel menyebabkan diastolik ventrikel. Ketika ventrikel relaksasi, tekanan di
dalam ruangannya turun sehinggga darah di aorta dan pulmonary trunk mulai mengalir balik
ke tempat yang tekanannnya lebih rendah di ventrikel. Aliran balik darah menutup katub SL.
Katub aorta menutup pada tekanan sekitar 100 mmHg. Aliran balik di katub aorta yang
tertutup menghasilkan gelombang dicrotic pada kurva tekanan aorta. Setelah katub SL
tertutup terdapat interfal ketika volume darah ventrikel tidak mengubah karena keempat
katubnya tertutup. Ini disebut periode isovolumetrik relaksasi.
10. Ketika ventrikel berlanjut relaksasi, tekanan turun secara cepat. Ketika tekanan ventrikel
turun dibawah tekanan atrium, katub AV membuka, dan ventricular filling mulai. Darah
masuk dari atrium ke ventrikel secara cepat. Pada akhir periode relaksasi, ventrikel terisi
sekitar ¾. Gelombang P nampak di EKG menandai mulai siklus berikutnya.
Irama Jantung
Irama jantung terdiri dari 3 macam yaitu Irama Sinus, Irama Junction, dan Irama Ventrikel.
Masing-masing irama dinamai sesuai dengan asal impuls listrik keluar. Bila pencetus impuls listrik
keluar dari SA Node maka irama yang muncul disebut Irama Sinus, dari AV Node disebut Irama
Junction dan dari Ventrikel disebut Irama Idioventrikuler (Irama Ventrikel).
A. Irama Sinus
Asal impuls dari SA Node, kalau diibaratkan listrik di rumah pencetus SA Node ini adalah
PLN sehingga dia mempunyai daya yang kuat mampu menghasilkan impuls 60-
100x/menit.
Ciri irama sinus adalah :
1. Gelombang P (+) (membentuk gambar cembung seperti bukit)
2. Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.
Bila denyutan jantung normal 60-100 x/menit disebut irama sinus ritme, lebih dari
19
100x/menit disebut irama sinus takikardi, dan bila kurang dari 60x/menit disebut
irama sinus bradikardi.
3. Pencetus impuls listrik jantung muncul dari SA Node terus menjalar ka AV Node,
Berkas His, Cabang Berkas Kiri dan Kanan, Serabut Purkinje dan akhirnya sampai
ke otot ventrikel jantung.
Arus listrik yang menjalar dari SA Node ke Berkas His membentuk interval PR dan
arus listrik dari cabang berkas sampai serabut purkinje membentuk kompleks QRS
Durasi normal Interval tidak lebih dari 5 kotak kecil (kk), dan Kompleks QRS tidak
lebih dari 3 kk.
B. Irama Junction
Asal impuls dari area junction, impuls ini muncul bila SA Node gagal mengeluarkan impuls
karena berbagai sebab. AV Node diibaratkan Genset dia tidak bisa menghasilkan daya
sekuat listrik dari PLN hanya mampu menghasilkan impuls 40-60x/menit. Ciri irama
junction adalah:
1. Gelombang P (-) (membentuk gambar cekung seperti lembah)
2. Kompleks QRS sempit tidak lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.
Contoh Irama Junction takikardi
C. Irama Ventrikel
Asal impuls dari area ventrikel, ibarat lampu templok dayanya kecil sekali hampir tidak bisa
menerangi rumah, seperti itulah kira-kira irama ventrikel daya pompa jantung sudah sangat
lemah, menghasilkan impuls 20-40 x/menit. Ciri-ciri:
20
1. Gelombang P tidak ada
2. Kompleks QRS lebar lebih dari 3 kotak kecil atau 0,12 detik.
3. Bila denyut jantung lebih dari 40x/menit disebut irama ventrikel takikardi.
Bila daya listrik jantung terus menurun, dia akan menunjukkan irama ventrikel fibrilasi
seperti gambar dibawah ini
21
BUNYI JANTUNG (Gambar 7).
Bunyi jantung 1 (S1) dideskripsikan sebagai suara lubb, lebih keras dan debarannya lebih
lama dari pada S2. S1 disebabkan oleh turbulensi darah sehubungan dengan penutupan katub AV
segera setelah ventrikel sistolik mulai. S2 lebih pendek dan tidak sekeras S1, dideskripsikan sebagai
bunyi dupp. S2 disebabkan oleh turbulensi darah sehubungan dengan penutupan katub SL diawal
diastolik ventrikel. Meskipun S1 dan S2 karena turbulensi darah sehubungan dengan penutupan katub,
mereka paling baik didengarkan di permukaan dada di lokasi sedikit berbeda dari lokasi katub. Hal ini
disebabkan bunyi jantung dibawa oleh darah mengalir jauh dari katub. S3 terdengar karena turbulensi
selama ventriculer filling yang cepat dan S4 karena turbulensi darah selama sistolik atrium, keduanya
secara normal tidak terdengar cukup keras.
22
Lokalisasi dan asal bunyi jantung.
Auskultasi bunyi jantung dilakukan pada tempat-tempat sebagai berikut : ictus cordis untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral, sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung
yang berasal dari katup pulmonal, sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
aorta, sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk mendengar bunyi
jantung yang berasal dari katup trikuspidal. Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai
dengan tempat dan letak anatomis dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran
bunyi jantung ke dinding dada.
Menentukan bunyi jantung I dan II:
Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung : bunyi jantung I, ditimbulkan oleh
penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistolik ventrikel.
Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan tanda dimulainya
fase diastolik ventrikel. Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri
carotis.
Intesitas dan Kualitas Bunyi
Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut:
tebalnya dinding dada, adanya cairan dalam rongga pericardium. Intensitas dari bunyi jantung harus
ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya
lebih keras dari bunyi jantung II di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II
lebih keras daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (MI) lebih keras dari M2, sedang di
daerah basal P2 lebih besar dari P1, A2 lebih besar dari A1. Hal ini karena:
M1: adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung
M2: adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P1: adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A1: adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A2: adalah penutupan katub aorta secara langsung
A2 lebih besar dari A 1.
Kesimpulan: pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi jantung
II hanya dirambatkan (tidak langsung). Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2
merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan
Meskipun jantung mempunyai serabut otoritmik yang dapat berdebar independen, namun
gerakannya diatur oleh kejadian yang berlangsung ditubuh. Semua sel tubuh harus mendapatkan
23
darah yang mengandung oksigen setiap menitnya untuk menjaga kesehatan dan kehidupan. Ketika sel
aktif bermetabolisme, seperti saat berolahraga, mereka mengambil lebih banyak oksigen dari darah.
Selama periode istirahat, kebutuhan metabolisme sel menurun, dan beban kerja jantung berkurang.
CARDIAC OUTPUT
Cardiac output (COP) adalah volume darah yang diejeksikan dari ventrikel kiri (atau kanan) ke
aorta (atau pulmonary trunk) dalam setiap menitnya. COP setara dengan stroke volume (SV), yaitu
volume darah yang diejeksikan dari ventrikel setiap kontraksinya dikalikan dengan heart rate (HR),
yaitu jumlah debaran jantung setiap menitnya.
CO (mL/min) = SV (mL/beat) x HR (beats/min)
Pada laki-laki dewasa istirahat, SV sekitar 70 mL/beat dan HR sekitar 75 beats/min. Maka CO rata-rata:
CO = 70 mL/beat x 75 beats/min
= 5.250 mL/min
= 5,27 L/min
Volume tersebut mendekati volume total darah, sekitar 5 L pada pria dewasa. Terdapat
beberapa faktor yang meningkatkan SV atau HR, yang secara normal akan meningkatkan CO.
Misalkan selama olah raga ringan SV mungkin meningkat 100 mL/debaran dan HR 100 beats/min, CO
10 L/min. Selama olah raga berat HR mungkin 150 beats/min dan SV meningkat 130 mL/beat, CO 19,5
L/min.
REGULASI STROKE VOLUME
Jantung yang sehat akan memompa darah yang masuk ke ruangannya pada saat diastolik
sebelumnya. Dengan kata lain, jika lebih banyak darah kembali ke jantung selama diastolik, maka
banyak darah yang diejeksikan selama sistolik berikutnya. Pada saat istirahat, SV sekitar 50-60% dari
end-diastolic volume, karena 40-50% darah tersisa di ventrikel setelah setiap kontraksi (end-systolic
volume). Terdapat 3 faktor yang mengatur SV dan menjamin pompa ventrikel kiri dan kanan memompa
darah dengan volume yang sama (1) preload (derajad peregangan jantung sebelum kontraksi), (2)
kontraktilitas (kekuatan kontraksi serabut otot ventrikel), (3) afterload (tekanan yang besar sebelum
ejeksi darah dari ventrikel).
PRELOAD: EFEK PEREGANGAN
Preload (peregangan) yang lebih besar dari serabut otot jantung sebelum kontraksi akan
meningkatkan kekuatannya sebelum kontraksi. Preload dapat digambarkan sebagai peregangan tali
karet, jika tali karet lebih kuat diregangkan, maka saat kembali akan semakin kuat. Dalam betas
tertentu, jika lebih banyak jantung diisi dengan darah selama diastolik, maka kekuatan kontraksi
selama sistolik akan lebih besar. Hubungan ini dikenal sebagai hukum FRANK-STARLING dari
24
jantung. Preload proporsional dengan EDV. Lebih besar EDV kekuatan kontraksi selanjutnya akan
lebih besar.
Dua faktor yang mendeterminasi EDV (1) durasi diastolik ventrikel dan (2) venous return, yaitu
darah yang kembali ke ventrikel kanan. Jika HR meningkat maka durasi diastolik memendek. Filling
time yang lebih pendek maka berarti EDV yang lebih sedikit, dan ventrikel mungkin kontraksi sebelum
terisi secara adekuat. Sebaliknya, jika venous return meningkat, volume darah yang mengalir ke
ventrikel lebih besar dan EDV meningkat.
Ketika HR meningkat melebihi 160 beats/min, SV biasanya turun karena waktu pengisian yang
memendek. Jika HR nya cepat sekali EDV berkurang, dan preload lebih sedikit. Seseorang yang
mempunyai HR istirahat yang rendah, biasanya mempunyai SV istirahat yang besar karena waktu
pengisian yang memanjang dan preloadnya lebih besar.
Hukum Frank-Starling pada jantung, menyamakan output ventrikel kanan dan kiri dan menjaga
volume darah yang sama yang mengalir ke sirkulasi sistemik dan pulmoner. Jika bagian kiri pompa
jantung sedikit lebih banyak darah dari pada bagian kanan, maka volume darah yang kembali ke
ventrikel kanan (venous return) meningkat. Kenaikan EDV menyebabkan ventrikel kanan kontraksi
lebih kuat pada debaran berikutnya, menyeimbangkan kedua bagian kiri dan kanan.
KONTRAKTILITAS
Faktor kedua yang mempengaruhi SV adalah kontraktilitas miokardium. Substansi yang
meningkatkan kontraktilitas adalah agen inotropik positif, sedangkan yang menurunkan kontraktilitas
adalah agen inotropik negatif. Untuk preload yang konstan, SV meningkat ketika terdapat substansi
inotropik positif. Agen inotropik positif meningkatkan inflow Ca2+ selama aksi potensial jantung, yang
memperkuat kontraksi berikutnya. Rangsangan divisi simpatetik dari sistem saraf simpatik, hormon
seperti epinefrin dan norepinefrin meningkatkan kadar Ca2+ di cairan interstitial, misal obat digitalis
mempunyai efek inotropik positif. Sebaliknya, penghambatan divisi simpatetik ANS, anoksi, asidosis,
beberapa anestetik, dan peningkatan kadar K+ di cairan interstitial mempunyai efek inotropik negatif.
Contohnya obat calsium channel blocker mempunyai inotropik negatif dengan pengurangan inflow
Ca2+, yang menurunkan kekuatan debaran jantung.
AFTERLOAD
Ejeksi darah dari jantung mulai jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di pulmonary
trunk (sekitar 20 mmHg), dan tekanan di ventrikel kiri melebihi tekanan di aorta (sekitar 80 mmHg).
Pada saat itu, tekanan di ventrikel yang lebih tinggi menyebabkan darah mendorong katub semilunar
untuk membuka. Tekanan yang ada sebelum katub SL bisa membuka disebut afterload. Kenaikan
afterload menyebabkan SV menurun, sehingga darah yang tersisa di ventrikel lebih banyak di akhir
25
sistolik. Terdapat beberapa keadaan yang dapat meningkatkan afterload termasuk hipertensi dan
penyempitan arteri oleh atherosclerosis.
26
ventrikel, NE meningkatkan Ca2+ masuk melalui voltage-gate slow Ca2+ channels, yamg meningkatkan
kontraktilitas. Akibatnya sejumlah besar darah diejeksikan selama sistolik.
Impuls saraf parasimpatetik mencapai jantung melaui saraf vagus (X) kanan dan kiri. Akson
vagal berakhir di SA node, AV node dan miokardium atrium. Mereka melepaskan asetil kolin yang
menurunkan HR dengan memperlambat laju depolarisasi spontan di serabut autoritmik. Hanya sedikit
serabut vagal yang menginerfasi otot ventrikel, perubahan-perubahan di aktifitas parasimpatetik
mempunyai sedikit pengaruh pada kontraktilitas ventrikel.
27
potensial aksi. Kenaikan sedang kadar Ca2+ interstitial (juga intraseluler) meningkatkan HR
dan memperkuat debaran jantung.
3. FAKTOR LAIN DALAM REGULASI HR. Umur, gender, kebugran fisik dan suhu tubuh juga
mempengaruhi HR resting. Bayi yang baru lahir, mempunyai HR resting lebih dari 120
beats/min, selanjutnya menurun sesuai perkembangan usianya. Wanita dewasa
mempunyai HR resting sedikit lebih tinggi dibanding pria dewasa, meskipun olah raga yang
teratur cenderung menyebabkan HR resting lebih rendah dikedua jenis kelamin. Seseorang
dengan fisik yang bugar bisa menunjukkan bradikardi, HR resting kurang dari 50 beats/min.
Ini merupakan efek yang menguntungkan dari latihan tipe endurance karena debaran
jantung yang lambat lebih efisien dari pada yang lebih cepat.
Kenaikan suhu tubuh, seperti pada saat demam atau olah raga keras, menyebabkan SA
node melepas impuls lebih cepat, sehingga HR meningkat. Penurunan suhu tubuh
menurunkan HR dan memperkuat kontraksi.
28
Gambar 9. Faktor-faktor yang mempengaruhi cardiac output.
29