Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN 7 DIAGNOSA KEPERAWATAN JIWA

DI RUANG GELATIK RSJ MENUR SURABAYA


14 OKTOBER-03 NOVEMBER 2019

Oleh :
CITRA AYU LAILATUL MAGHFIROH
NIM. 20194663041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

1. Definisi
 Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu
yang melibatkan panca indera berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perubahan atau penghiduan (Isaacs, 2002).
 Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
 Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2007).
 Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan
sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus.
2. Rentang respon

Adaptif Mal Adaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses fikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu  Kerusakan proses
dengan pengalaman  Ilusi emosi
 Perilaku cocok  Emosi berlebihan  Perilaku tak
 Hubungan sosial  Perilaku yang tidak terorganisasi
harmonis biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri
3. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan
dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami.
b. Psikologi
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.
4. Manifestasi Klinis
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri
b. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
c. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian
e. Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut
f. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Keliat, 2005)

5. Akibat
Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri
sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan
tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan
perilaku :
Data subjektif :

a) Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

b) Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :

a) Wajah tegang, merah

b) Mondar-mandir

c) Mata melotot rahang mengatup

d) Tangan mengepal

e) Keluar keringat banyak


f) Mata merah

6. Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comporting yaitu fase yang
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan
suka menyendiri.
2. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu
halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain
tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatnya
tanda-tanda system syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung
dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bias
membedakan realitas.
3. Fase ketiga
Adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan
halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-
tanda fisik berupa klien berkeringat, dan tidak mampu mematuhi
perintah.
4. Fase keempat
Adalah fase conquering atau panic yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik :
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi
klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. Perilaku
klien : Perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu
orang.

7. Jenis dan Tanda-Tanda Halusinasi


8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan
pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di
lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau
bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik
secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan
dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya
secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.

3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang


ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien

Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,


misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan

Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang


data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam
proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui
bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek.
Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar
jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan
ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar
tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.
9. Proses keperawatan
1. Faktor predisposisi
a. Genetika
b. Neurobiology
c. Neurotransmitter
d. Abnormal perkembangan syaraf
e. Psikologis
2. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3. Mekanisme koping
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
4. Perilaku halusinasi
a. Isi halusinasi
b. Waktu terjadinya
c. Frekuensi
d. Situasi pencetus
e. Respon klien saat halusinasi

10. Pohon Masalah

Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Gangguan Sensori Perseptual : Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakefektifan koping Klien dan Keluarga


11. Analisa Data
Data Subjektif Data Objektif
 Klien mengatakan melihat atau  Tampak bicara dan ketawa
mendengar sesuatu. Klien tidak sendiri.
mampu mengenal tempat, waktu,  Mulut seperti bicara tapi tidak
orang. keluar suara.
 Klien mengatakan merasa  Berhenti bicara seolah
kesepian. mendengar atau melihat sesuatu.
 Klien mengatakan tidak dapat Gerakan mata yang cepat.
berhubungan sosial.  Tidak tahan terhadap kontak
 Klien mengatakan tidak berguna yang lama.
 Klien mengungkapkan takut.  Tidak konsentrasi dan pikiran
 Klien mengungkapkan apa yang mudah beralih saat bicara.
dilihat dan didengar mengancam  Tidak ada kontak mata.
dan membuatnya takut.  Ekspresi wajah murung, sedih.
 Tampak larut dalam pikiran dan
ingatannya sendiri.
 Kurang aktivitas.
 Tidak komunikatif.
 Wajah klien tampak tegang,
merah.
 Mata merah dan melotot.
 Rahang mengatup.
 Tangan mengepal.
 Mondar mandir.

12. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut


adalah : Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
13. Intervensi

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN

TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK

Klien :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24  Bina hubungan saling percaya
jam klien mampu mengontrol  Adakan kontak sering dan singkat
halusinasi dengan kriteria secara bertahap
hasil:  Observasi tingkah laku klien terkait
halusinasinya
 Klien dapat membina
 Tanyakan keluhan yang dirasakan
hubungan saling percaya
klien
 Klien dapat mengenal
 Jika klien tidak sedang berhalusinasi
halusinasinya; jenis, isi,
klarifikasi tentang adanya
waktu, dan frekuensi
pengalaman halusinasi, diskusikan
halusinasi, respon
dengan klien tentang halusinasinya
terhadap halusinasi, dan
meliputi :
tindakan yg sudah
dilakukan SP I
 Klien dapat menyebutkan
Gangguan persepsi  Identifikasi jenis halusinasi Klien
dan mempraktekan cara
sensori: halusinasi
mengntrol halusinasi yaitu  Identifikasi isi halusinasi Klien
dengan menghardik,  Identifikasi waktu halusinasi Klien
bercakap-cakap dengan  Identifikasi frekuensi halusinasi Klien
orang lain, terlibat/  Identifikasi situasi yang menimbulkan
melakukan kegiatan, dan halusinasi
minum obat  Identifikasi respons Klien terhadap
 Klien dapat dukungan halusinasi
keluarga dalam  Ajarkan Klien menghardik halusinasi
mengontrol halusinasinya  Anjurkan Klien memasukkan cara
 Klien dapat minum obat menghardik halusinasi dalam jadwal
dengan bantuan minimal kegiatan harian
 Mengungkapkan
halusinasi sudah hilang SP II
atau terkontrol  Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
 Latih Klien mengendalikan halusinasi
dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

SP III

 Evaluasi jadwal kegiatan harian


Klien
 Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian

SP IV

 Evaluasi jadwal kegiatan harian


Klien
 Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
 Anjurkan Klien memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
 Beri pujian jika klien menggunakan
obat dengan benar.

Keluarga

 Diskusikan masalah yang dirasakn


keluarga dalam merawat Klien
 Jelaskan pengertian tanda dan gejala,
dan jenis halusinasi yang dialami
Klien serta proses terjadinya
 Jelaskan dan latih cara-cara merawat
Klien halusinasi
 Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung
 Discharge planning : jadwal aktivitas
dan minum obat
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan


Jiwa (Terjemahan). Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai