Anda di halaman 1dari 19

Lab/SMF Ilmu Radiologi Referat

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

PENYAKIT BUERGER

Oleh
Rinda Nugrahini
NIM. 1810029051

Pembimbing
dr. Dompak Suryanto Hutapea, Sp.Rad

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan referat tentang “Penyakit Buerger”. Referat ini disusun
dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. Dompak Suryanto
Hutapea, Sp.Rad selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan kepada
penulis sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari masih terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran demi
penyempurnaan referat ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna bagi para pembaca.

Samarinda, Februari 2019

Penulis,

Rinda Nugrahini

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………….………………………..2
DAFTAR ISI…………………………………………….………………………….3
BAB I PENDAHULUAN……………………………….………………………….4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………..…………………………..5
BAB III PENUTUPAN……………………………….……………………………18
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit buerger kadang disebut tromboangitis obliterans (TAO) mereupakan


penyakit obtruksi yang mengenai pembuluh darah kecil sampai sedang. Terutama mengenai
pembuluh darah dibagian ekstermitas. Sering pada pembuluh darah bagian ektremitas bawah
daripada ekstremitas atas. Pembuluh darah sentral, mesenterial dan coroner jarang terkena.
Biasanya kelainan patologik bersifat segmental, artinya terdapat daerah normal diantara lesi
yang dapat berukuran beberapa milimeter sampai sentimeter, namun pada fase lanjut, seluruh
pembuluh darah dapat terkena (Rachmat et al, 2011).

Penyakit burger ini jarang terjadi di Eropa dan Amerika, namun sering terjadi di
India, Korea, Jepang dan Israel. Prevalensi penyakit arteri perifer berkisar antara 0,5 – 5,6%
di Eropa Barat, 45-63% di India, 16-66% di Korea dan Jepang serta 80% di Israel. (Chavarria
& Gutierrez, 2016). Umumnya terjadi pada usia dewasa 25-40 tahun. Penyakit buerger ini
banyak terjadi pada laki-laki. Namun, berdasarkan penelitian terbaru terjadi peningkatan
prevalensi pada wanita 11-23% (Vijayakumar, Tiwari, & Prabhuswamy, 2013).

Penyebab dari penyakit ini belum jelas. Tidak ada hubungan dengan faktor keturunan
maupun penyakit diabetes melitus. Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang
kebanyakan mulai merokok pada usia muda. Penyakit buerger ini juga dapat terjadi pada
orang yang mengkonsumsi tembakau dalam bentuk lain seperti mengunyah tembakau (Center
For Disease Control and Prevention, 2018). Gejala yang paling umum adalah nyeri saat
istirahat. Nyeri bertambah pada malam dan keadaan dingin, nyeri dapat berkurang bila
ektremitas dalam keadaan tergantung. Pada keadaan lanjut dapat terjadi tukak atau gangren
pada ekstemitas (Rachmat et al, 2011).

1.2 Tujuan
Tujuan membuat Referat ini adalah untuk dapat mengetahui tentang penyakit Buerger
atau Tromboangitis Obliteran, meliputi definisi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinik, penegakan diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan serta diharapkan penulis
dapat mnambah wawasan mengenai tata cara penulisan referat secara baik dan benar.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Histologi Pembuluh Darah


Komponen dari dinding pembuluh darah adalah extracellular matrix (ECM) yang
mempunyai komponen elastin, kolagen, dan glycosaminoglycans. Dinding pembuluh darah
terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut (Eroscheko, 2010):

a) Tunika intima (tunika interna) terdiri atas selapis sel endotel yang membatasi
permukaan dalam pembuluh darah. Dibawah endotel adalah lapisan subendotel,
terdiri jaringan penyambung jarang yang halus yang mengandung otot polos yang
berfungsi untuk kontraksi pembuluh darah.
b) Tunika media tersusun atas otot polos yang tersusun melingkar (sirkuler). Pada arteri
tunika media ini dipisahkan dengan tunika interna oleh membrane elastis interna.
Membran ini terdiri atas elastin yang berlubang-lubang sehingga zat-zat dapat
berdifusi melalui lubang-lubang tersebut dan menyampaikan ke sel-sel yang jauh di
dalam pembuluh darah.
c) Tunika adventisia terdiri atas jaringan penyambung serat-serat elastin. Pada pembuluh
besar terdapat vena vasorum yang bercabang ke tunika adventisia ini. Vena vasorum
berfungsi untuk memberika metabolit-metabolit untuk tunika adventisia dan media
pada pembuluh darah besar Karen tebalnya lapisan pembuluh darah.

Arteri membawa darah dari jantung untuk di sebarkan keseluruh jaringan tubuh.
Jantung memompa darah yang telah teroksigenasi melalui arteri, arteriol, dan bantalan
kapiler. Berdasarkan ukurannya, arteri dapat diklasifikasikan menjadi arteri besar atau arteri
elastis, arteri sedang atau arteri muskuler, dan arteriol.
a) Arteri besar (arteri elastin) termasuk aorta dan cabang-cabang besarnya, meliputi
meliputi, aorta, karotis, subklavia, dan iliaka.
b) Arteri sedang dan kecil memiliki lapisan muskuler yang tebal. Sel-sel ini bercampur
dengan serabut elastin, kolagen dan proteoglikan.
c) Arteriol merupakan pembuluh yang paling kecil, berdiameter kurang dari 0,5 mm dan
memiliki lumen yang kecil. Memiliki tunika intima tanpa lapisan subendotel dan
tidak memiliki membran elastick interna. Tunika adventisia juga tipis dan
menunjukan tidak memiliki membrane elastik eksterna. Sedangkan tunika media
terdiri atas otot polos yang melingkar.

Vena adalah pembuluh darah yang mengalirkan darah kembali ke jantung. Dinding
vena terdiri atas lapisan tunika intima dari endhotelium, sel-sel pipih selapis dan
subendothelium, jaringan ikat tipis yang berhubungan langsung degan tunika adventisia.
Tunika adventisia terdiri atas jaringan ikat longkar dengan serabut kolagen yang berbentuk
longitudinal, sel fibroblast dan sel otot polos diantaranya (Price, 2006).

5
Berdasarkan ukurannya vena terdiri :
a) Vena besar mempunyai tunika intima yang berkembang baik. Tunika adventisia yang
paling tebal dan pada pembuluh darah besar dapat mengandung berkas longitudinal
otot polos. meliputi vena kava superior, vena kava inferior, dan vena jugularis.
b) Vena sedang dan kecil mempunyai garis tengah 1 -9 mm. Menunjukan ada katub-
katub didalamnya. Katub banyak terdapat pada vena anggota badan (lengan dan
tungkai) . Mereka mendorong darah vena kea rah jantung berkat kontraksi otot-otot
rangka yang terletak disekitar vena.
c) Venula, vena paling kecil mempunyai diameter 0,2 – 1mm.

Kapiler adalah pembuluh darah mikroskopis yang membentuk jalinan yang


menghubungkan arteriol dan venula. Pada beberapa daerah tubuh, terutama pada ujung-
ujung jari dan ibu jari, terdapat hubungan langsung antara arteri dan vena tanpa di perantarai
kapiler. Tempat hubungan seperti ini dinamakan anastomosis arteriovenosa. Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Histologi Pembuluh Darah

2.2 Anatomi Pembuluh Darah pada Ektremitas


Arteri mayor dari sirkulasi sistemik meliputi, aorta, karotis, subklavia, dan iliaka.
Setelah meluas melalui rongga thorax, arteri subklavia menjadi arteri aksilaris. Arteri
aksilaris kemudian menyebrangi aksila dan menjadi arteri brakhialis, yang terletak di dalam
lekukan/sulkus otot bisep-trisep pada lengan atas. Pada fosa kubiti, arteri brakhialis
bercabang menjadi arteri radialis dan ulnaris, yang meluas kebawah dan selanjutnya
bercabang menjadi arkus palmaris yang mengalirkan darah ke telapak tangan (Rhonda M
Jones, 2008). Dapat dilihat pada gambar 2.2.

6
Gambar 2. 2 Arteri pada Ekstremitas Atas

Gambar 2. 3 Vena pada Ekstremitas Atas

Vena-vena mayor dari sirkulasi meliputi vena kava superior, vena kava inferior, dan
vena jugularis. Vena di lengan di mulai dari arkus palmaris meluas dari tangan menujung ke
lengan bawah, dimana vena-vena ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena ulnaris
dan radialis mencapai fosa kubiti, vena-vena ini bergabung membentuk vena brakhialis,. Saat
vena brakhialis meluas ke lengan atas, vena ini bergabungn dengan vena superfisialis lengan
untu membentuk vena aksilaris dan menjadi vena subklavia menuju ke thorax pada vena
superior (Rhonda M Jones, 2008). Dapat dilihat pada gambar 2.3.

Setelah melewati darah pelvis, arteri iliaka menjadi arteri femoralis yang bergerak
turun di sebelah anterior paha. Pada bagian bawah femur, arteri femoralis menyilang di
posterior menjadi arteri poplitea. Arteri poplitea lalu bercabang menjadi arteri tibialis anterior
dan tibialis posterior. Arteri tibialis terus turun di sebalah depan kaki menuju bagian dorsal
telapak kaki menjadi arteri dorsal pedis. Arteri tibialis posterior bergerak turun menyusuri ke
bagian bawah menjadi arteri plantaris di telapak kaki bawah (Rhonda M Jones, 2008). Dapat
dilihat pada gambar 2.4.

Darah yang berasal dari jaringan kaki, dimulai dari kapiler-kapiler di setiap jari kaki
bergabung membentuk vena planari, mengalirkan darah menuju vena dalam tibialis anterior,
tibilais posterior, popliteal dan femoralis. Vena safena magna dan safena parva superfisial
mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus vena dorsalis menuju vena popliteal dan
femoralis (Rhonda M Jones, 2008). Dapat dilihat pada gambar 2.4.

7
Gambar 2. 4 Arteri dan Vena pada Ekstremitas Bawah

2.3 Definisi Penyakit Buerger


Penyakit buerger dikenal juga dengan nama tromboangitis obliterans. . Penyakit ini di
perkenalkan pertama kali tahun 1879 oleh van winiwarter dari Jerman dalam sebuah artikel
berjudul “A strange form of endarteritis and endhophlebitis with gangrene of the feet” dan
melaporkan penemuan patologi pada pasien dengan riwayat nyeri lebih dari 10 tahun yang
berakibat gangren dan harus diamputasi (Winiwater, 1879). Kemudian tahun 1908 leo
buerger dari Amerika Serikat, mendiskrpsikan penyakit ini menurut evaluasi patologikal dari
ekstremitas yang telah diamputasi dan dipublikasikan dalam bukunya pada tahun 1924
(Buerger, 1908).
Penyakit buerger adalah penyakit pada pembuluh darah nonaterosklerotik yang ditandai
dengan okklusi pembuluh darah, inflamasi segmental pembuluh darah arteri dan vena
berukuran kecil dan sedang yang mengenai bagian ektremitas (Malecki et al, 2009). Kelainan
di ektremitas bawah biasanya dimulai dari poplitea terus ke arteri dorsalis pedis, arteri tibialis
posterior, arteri fibularis da arteri digitalis. Sedangkan kelainan pada ektremitas atas dimulai
dari arteri radialis dan ulnaris, berlanjt kerateri jari-jari.

2.4 Epidemiologi
Prevalensi penyakit Buerger paling banyak di negara-negara Timur Tengah, Asia
Selatan, Asia Tenggara, Asia Timur dan Eropa Timur. Prevalensi penyakit diantara arteri perifer
antara 0,5 – 5,6% di eropa barat, 45-65% di Eropa Barat, 63% di India, 16-66% di Korea dan
Jepang serta 80% di Israel. (Chavarria & Gutierrez, 2016). Umumnya terjadi pada usia
dewasa 25-40 tahun. Penyakit buerger ini banyak terjadi pada laki-laki. Namun, berdasarkan

8
penelitian terbaru terjadi peningkatan prevalensi pada wanita 11-23% (Vijayakumar, Tiwari,
& Prabhuswamy, 2013).

5 Etiopatologi
Penyebab dari penyakit ini tidak jelas dan biasanya tidak ada hubungannya dengan
faktor famili serta hubungannya dengan penyakit diabetes mellitus. Penderita penyakit ini
umumnya adalah perokok berat yang mulai merokok pada usia muda. Merokok merupakan
faktor utama onset dan progresifitas dari penyakit ini. Dengan menggunakan uji timidin,
menunjukan bahwa pada pasien penyakit buerger memiliki sensitivitas sel meningkat untuk
kolagen tippe I dan II dibanding dengan pasien arteriosklerosis atau pria yang sehat. Ada
kemungkinan bahwa ada sensitivitas abnormal atau alergi terhadap beberapa komponen
tembakau dan sensitivitas ini menyebabkan penyakit inflamasi pembuluh kecil. Selain itu
pada penyakit ini terjadi aktivasi jalur endotelin-1 yang bersifat vasokontriktor proten,
peningkatan kadar molekul adhesi dan sitokin yang berperan terhadap proses inflamasi
(Nurtamin, 2014).

Meskipun reaktan fase akut seperti laju sedimentasi eritrosit, protein C-reactif dan
beberapa antibody meunujukan hasil normal, namun proses imunoreaktif dipercaya
memegang peranan penting dalam inflamasi yang terjadi. Penyakit ini hampir sama dengan
autoimun lainnya, penyakit buerger ini memiliki predisposisi genetik tanpa mutasi gen secara
langsung. Beberapa peneliti telah mendokumentasikan peningkatan antigen HLA-A9 dan
HLA-B8, B35 dan B40 pada penderita Eropa dan Asia Timur (Nurtamin, 2014).

Fase Akut di tandai dengan peradangan akut yang melapisi seluruh pembuluh darah
terutama vena yang menjadi thrombus oklusif. Disekiling thrombus didapatkan leukosit
polimorfonuklear dengan karioreksis yaitu proses kerusakan sel yang ditandai dengan
pecahnya inti sel dan rusaknya kromatin. Hal ini sering disebut dengan mikro abses.

Fase intermediet terjadi penumpukan thrombus yang progresif serta infiltrasi sel
inflamasi baik pada thrombus dan dinding pembuluh.

Fase kronik di tandai dengan thrombus oklusid dengan rekanalisasi yang luas, terjadi
fibrosis lapisan adventisia dan perivaskuler. Dalam ketiga fase ini bentukan dinding
pembuluh darah yang terdapat thrombus oklusif dan lamina interna tetap utuh.

2.7 Manifestasi klinik


klinis penyakit buerger terutama disebabkan oleh iskemik. Dapat dilihat pada
gambar 2.4. yang khas dan dan sangat erat dengan kebiasaan merokok. Gejala yang paling
sering dan uatama adalah nyeri. Nyeri terjadi saat istirahat sehingga pengelompokan Fontain
tidak dapat digunakan pada penyakit ini. Nyeri bertambah pada waktu malam dan keadaan
dingin, dan akan berkurang dengan cara ektremitas dibat tergantung (Rachmat et al, 2011).

9
Gambar 2. 4 Gambaran obstruksi pembuluh darah pada
penyakit buerger

Perubahan kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik lainnya kurang tampak.
Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan, terutama diujung jari. Dapat dilihat pada
gambar 2.5. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang ditandai dengan campuran
pucat-sianosis-kemerahan bila mendapat rangsangan dingin. Pada perabaan, kulit sering
terasa dingin. Selain itu, pulsasi arteri yang hilang merupakan tanda yang penting . Dapat
dilihat di gambar 2.3.

Gambar 2. 5 Sianosis dan lesi pre gangren pada ujung-ujung jari

Tromboflebitis migrans superfisialis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum
tampaknya gejala sumbatan penyakit buerger. Fase akut menunjukan kulit kemerahan, sedikit
nyeri dan vena teraba sebagai saluran yang mengeras sepanjang beberapa milimeter sampai
sentimeter dibawah kulit. Kelainan ini sering muncul dibeberapa tempat pada ektremitas dan
berlangsung beberapa minggu, 2 – 3 minggu. Setelah itu tampak berkas yang berbenjol-
benjol. Muncul sebelum onset iskemik pada ektremitas.

Gejala klinis penyaki buerger sebenarnya cukup beragam. Ulkus dan gangrene dapat
terjadi pada fase yang lebih lanjut. Dapat dilihat pada gambar 2.6. Namun pasien biasanya
tidak menyadari. Sering dicetuskan dengan adanya udema dan dicetuskan dengan trauma

10
kecil. Daerah iskemik ini sering berbatas tegas, yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas
ini akan mengabur bila ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai tanda selulitis.

Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap. Gangren biasanya mengenai satu
jari pada awalnya diawali pada ujung jari kemudian dapat disusul beberapa jari yang lain
dalam beberapa waktu perjalanan penyakit. Dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.6 Fase lanjut penyakit buerger

Gambar 2.7 Perjalanan penyakit buerger yang menyebar ke jari-jari lain

2.8 Diagnosis

2.8.1 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya fenomena Reynaud, yaitu di temukan
perubahan wwarna kulit menjadi lebih pucat. Fenomena ini terjadi sekitar 40% pada pasien
penyakit buerger.

Tes Allen juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan vaskularisasi di tangan.
Pada tes Allen, pasien diminta untuk mengepalkan tangannya dan pemeriksa menekan
pergelangan tangan pasien yang bertujuan untuk mengobtruksi aliran darah ke tangan.
Setelah itu, pasien diminta untuk membuka tangan tangan, dan pemeriksa akan melepaskan
tekanan pada pengelangan tangan pasien. Normlanya telapak tangan akan dialiri darah
kembali dalam 5-15 detik. Hasil tes Allen pada pasien buerger disease biasanya negatif
abnormal, dimana terjadi perlambatan aliran darah pada tangan pasien.

11
Penegakan diagnosis penyakit buerger sulit dilakukan pada tahap awal, karena gejala
tidak spesifik maka dibantu dengan suatu kriteria diagnosis yaitu kriteria Shionoyo dan
kriteria Olin (Arkkila PET, 2006).
Kriteria Shionoyo terdiri:
a) Riwayat Merokok
b) Onset terjadi sebelum usia 50 tahun
c) Oklusi arteri Infrapoplitea
d) Keterllibatan ektremitas atas atau phlebitis migrans
e) Tidak ada factor aterosklerosis lainnya selain rokok

Kriteria Ollin terdiri:


a) Onset terjadinya sebawah 45 tahun
b) Riwayat penggunaan tembakau
c) Terjadi iskemik bagian distal dengan indikasi klaudikasio
d) Nyeri saat istirahat
e) Ulserasi iskemik atau gangrene
f) Didokumentasikan dengan tes vaskuler non invasif
g) Tidak termasuk penyakit autoimun, hiperkoagulabilitas dan diabetes mellitus
h) Tidak termasuk emboli yang bersumber di proksimal dengan menggunkan
ekokardiografi atau arteriografi

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang


Pemerikasaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
pengujian antibody antinuklear, faktor rematoid, tanda-tanda serologi pada CREST
(calcinosis cutis, Raynaud, sklerodaktili dan Telangngiektasis), angiografi, biopsi vascular,
dan pemeriksaan histopatologi.
Angiografi pada ektremitas atas dan/atau bawah dapat membantu mendiagnosis
penyakit buerger. Ditemukan gambaran “Corkscrew” dari arteri yang terjadi akibat kerusakan
vaskuler, bagian kecil dari arteri pada bagian pergelangan tangan dan kaki. Gambaran
“Corkscrew” mengindikasi adanya perubahan kompensasi pada vasa vasorum akibat lesi
segmental atau karena adanya oklusi (hambatan) atau stenosis (kekakuan) pada berbagai
daerah tangan dan kaki. Dapat dilihat pada gambar 2.8-12.

12
Gambar 2. 9 Gambaran angiogram pembuluh darah normal dan abnormal

Gambar 2. 10 Gambaran Corscrew pada Penyakit Buerger

13
Gambar 2. 11 Gambaran Corkscrew pada humerus

gambar 2.12 Angiografi sumbatan arteri ulnaris (kiri), corkscrew (kanan)

14
Gambar 2.13 Gambaran angiografi Corkscrew pada ekstremitas bawah (daerah popliteal )

Gambar 2.14 Penyakit buerger

15
Pada pemeriksaan Biopsi vaskular sering digunkan untuk pasien-pasien yang atipikal,
seperti pasien lanjut usia, atau pasien yang terkena penyakit ini pada ateri besar.
Pemeriksaan histopatologi secara umum ditemukan adanya trombus dan infiltrat
leukosit polimorfonuklear dan terdapat juga sel raksasa multinuklearpada arteri dan vena
yang terkait (Conde, 2014).
Gambaran histopatologi fase akut termasuk oklusif trombus inflamatori dengan
sedikit inflamasi di dinding pembuluh darah. Terdapat juga leukosit polimorfonuklear,
mikroabses, dan dapat ditemukan juga sel raksasa multinuklear. Ketika Buerger’s disease
terjadi di lokasi pembuluh darah yang tidak umum, maka diagnosisnya dapat ditegakkan jika
terdapat gambaran fase akut ini. Lesi fase intermediate ditemukan gambaran progresif dari
trombus dalam pembuluh darah .

2.9 Diagnosis Banding


Penyakit buerger harus dibedakan dari penyakit oklusi arteri kronik aterosklerotik.
Keadaan terakhir ini jarang mengenai ekstremitas atas. Penyakit oklusi aterosklerotik
diabetes timbul dalam distribusi yang sama seperti Tromboangitis Obliterans, tetapi neuropati
penyerta biasanya menghalangi perkembangan klaudikasi kaki. Diagnosis Banding untuk
penyakit buerger antara lain:
a) Sindrom antibodi Antiphospholipid and Pregnancy
b) Atherosclerosis
c) Diabetes Mellitus Tipe 1
d) Diabetes Mellitus Tipe 2
e) Frostbite
f) Giant Cell Arteritis
g) Gout
h) Infrainguinal Occlusive Disease
i) Peripheral Arterial Occlusive Disease
j) Polyarteritis Nodosa
k) Raynaud Phenomenon
l) Reflex Sympathetic Dystrophy
m) Scleroderma
n) Systemic Lupus Erythematosus
o) Takayasu Arteritis
p) Thoracic Outlet Obstruction

2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana awal yang paling penting harus dilakukan pasien dengan penyakit
buerger adalah menghentikan konsumsi rokok, ini bertujuan untuk mencegah progesi
penyakit. Pengurangan mengisap rokok tidak mempengaruhi prognosis penyakit (Rachmat et
al, 2011).

Terapi medikamentosa yang digunakan untuk penyakit buerger dibagi dalam


beberapa kategori sesuai mekanisme obatnya yaitu vasodilatasi, antikoagulan, anelgetik
NSAID dan prednisone. Namun pemberian medikamentosa ini tidak memberikan hasil yang

16
memuaskan. Rekontruksi arteri dengan bedah pintas juga tidak berhasil karena penyakit ini
bersifat difus, segmental dan umumnya menyerang bagian distal ekstremitas.

Simpatektomi lumbal dan torakal menyebabkan vasodilatasi perifer dan perbaikan


peredaran darah yang hanya memuaskan untuk sementara waktu tetapi biasanya terjadi
kekambuhan. Revaskularisasi pada kasus Penyakit Buerger biasanya merupakan terapi yang
tidak memungkinkan karena terlibatan lesi yang difus dan perjalanan patofisiologi penyakit
ini. Kecuali pada kasus dimana terjadi iskemik berat dengan masih terdapat pembuluh darah
target distal (dapat dilihat melalui angiografi).

17
BAB III
PENUTUP

Penyakit bueger disease adalah penyakit pada pembuluh darah nonaterosklerotik yang
ditandai dengan okklusi pembuluh darah, inflamasi segmental pembuluh darah arteri dan
vena berukuran kecil dan sedang yang mengenai bagian ektremitas. Penyebab dari penyakit
ini tidak jelas dan biasanya tidak ada hubungannya dengan faktor famili serta hubungannya
dengan penyakit diabetes mellitus. Penderita penyakit ini umumnya adalah perokok berat
yang mulai merokok pada usia muda. Merokok merupakan faktor utama onset dan
progresifitas dari penyakit ini.

Pasien datang dengan keluhan nyeri, perubahan warna dari pucat kemerahan dan
adanya ulkus bahkan gangren. Pemerikasaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, pengujian antibody antinuklear, faktor rematoid, tanda-tanda
serologi pada CREST (calcinosis cutis, Raynaud, sklerodaktili dan Telangngiektasis),
angiografi, biopsi vascular, dan pemeriksaan histopatologi. Pada angiografi ditemukan
bentukan Corkscrew pada pembuluh darah.

18
DAFTAR PUSTAKA

Arkkila PET. (2006). Thromboangiitis Obliterans (Buerger's Disease). Orphanet Journal Of


Rare Disease.

(Buerger, L. (1908). A Study Of The Vascular Lesions Leading To Presenile Spontaneous


Gangrene. In Thromboangitis Obliterans. Am J Med Sci.

Center For Disease Control and Prevention. (2018). Retrieved Februari 25, 2019, from
https://www.cdc.gov/tobacco/campaign/tips/diseases/buergers-disease.html#

Chavarria, I. J., & Gutierrez, J. D. (2016). Thromboangitis Obliterans (Buerger's Disease).


Annals Of Medicine And Surgery, 80.

Conde. (2014). Buerger Desease (thromboangiitis Obliterans). Tech Vasc Interv Rad, 234-40.

Eroscheko. (2010). Atlas Histology Difore dengan Korelasi Fungsional. Jakarta: EGC.

Malecki R, Zdrojowy K, & Adamiec R. (2009). Tromboangiitis Obliterans in The 21st


Century-A new Face Of Disease.

Nurtamin, T. (2014). Penyakit Buerger. CDK-221, 41, 749.

Price, W. (2006). Patofisiologi . In Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Rachmat, J., Puruhito, Tahalele, P., Dahlan, M., Hakim, T., & Jusi, D. (2011). Sistem Organ
dan Tindak Bedahnya. In R. Sjamsuhidajat, Buku Ajar Ilmu Bedah (p. 575). Jakarta:
EGC.

Rhonda M Jones. (2008). Sistem Vaskuler Perifer. (Ni Luh Agustini Leonita, & D. Lyrawati,
Trans.)

Vijayakumar, A., Tiwari, R., & Prabhuswamy, V. K. (2013). Thomboangitiis


Obliterans(Buerger's Disease)-Current Practices. (J. C. Kaski, Ed.)

Winiwater, V. (1879). Ueber Eine Eigenthumliche Form Von Endarteritis und Endophlebitis
Mit Gangran des Fusses. Arch Klin Chir.

19

Anda mungkin juga menyukai