𝑃𝑜 ∆𝐻𝑓 ∆𝑇
𝑙𝑛 = 𝑋𝐵 , 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑋𝐵= 𝑥𝑇
𝑃 𝑅 𝑜𝑇
∆𝑇𝑓 adalah penurunan titik beku dan nilai T=To sehingga nilainya (To)2, lalu disubstitusikan
kepersamaan diatas menjadi:
𝑅𝑇 2
∆𝑇𝑓 = 𝑋
∆𝐻𝑓 𝐵
Pada larutan encer, XB = nB/n pelarut = (MA/1000).m , dimana adalah molalitas zat terlarut.
Dari persamaan ini dapat diubah menjadi :
𝑅𝑇 2 𝑀𝐴
∆𝑇𝑓 = 𝑚
1000. ∆𝐻𝑓
Untuk mengetahui berat molekul dari zat tersebut dapat diperoleh dengan variasi persamaan
diatas sehingga akan diperoleh persamaan:
1000𝐾𝑓 𝑊𝑥 𝑊1
∆𝑇𝑓 = 𝑥 {( ) + ( )}
𝑊 𝑀𝑥 𝑀1
2.1 Alat
- Gelas beker 1, 2, 3
- Wadah es
- Sensor temperatur
- Pengaduk
- Pipet mohr
- Ball Pipet
- Gelas beker
- Neraca analitik
2.2 Bahan
- Asam cuka glasial
- Naftalena
- Zat X
- Akuades
- Es batu
- Tisu
2.3 Diagram Kerja
2.3.1 Penentuan nilai Kf
Nilai Kf
3.2 Pembahasan
Praktikum pertama ini membahas tentang titik beku larutan. Tujuan dari dilaksanakannya
praktikum ini adalah untuk menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan
menentukan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui. Titik beku molal pelarut
merupakan titik dimana pada suhu tersebut larutan menjadi setimbang dengan pelarut
padatnya. Bahan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah asam cuka glasial sebagai
pelarut, naftalena, dan zat x. Dalam percobaan ini penambahan naftalena dan zat x (zat
nonvolatil) kedalam pelarut akanmenyebabkan terjadiya penurunan titik beku. Pelarut akan
membeku namun zat terlarutnya tidak akan membeku ketika larutan tersebut mengalami
pembekuan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan semua alat dan bahan yang
dibutuhkan. Sejumlah es dan garam dimasukkan pada gelas beker A (paling besar) kemudian
dimasukkan gelas beker B sebagai tempat air. Suhu larutan diturunkan dengan bantuan es batu
dan garam yang diletakkan didalam gelas beker A dan disekeliling gelas beker B. Es
digunakan untuk menurunkan suhu karena es akan menyerap kalor dari dinding-dinding gelas.
Penambahan garam pada es batu bertujuan untuk menurunkan titik beku es batu sehingga es
batu tidak cepat mencair. Apabila tidak ada penambahan garam akan menyebabkan suhu es
batu lebih tinggi dari 0oC saat es batu menjadi cair. Penambahan es dan garam ini
memanfaatkan sifat koligatif dari larutan. Gelas beker B diisi dengan air untuk mempermudah
penempatan tabung C yang akan diisi asam cuka glasial. Tujuan penggunaan air adalah karena
air merupakan larutan yang baik dalam proses kesetimbangan suhu dengan lingkungannya,
sehingga air dapat menjadi penghantar suhu yang baik sehingga suhu larutan dapat turun
dengan cepat. Hal ini terbukti dengan membekunya sebagian air membentuk kristal es saat
proses penentuan titik beku larutan. Tabung C diisi dengan asam cuka glasial. Asam cuka
glasial digunakan karena dapat melarutkan berbagai senyawa dengan baik. Asam cuka diukur
titik bekunya menggunakan alat pengukur titik beku sehingga diperoleh titik beku asam cuka.
Didapatkan data bahwa titik beku asam cuka glasial adalah 6oC. Penentuan titik beku ini
didasarkan saat suhu sudah konstan. Kemudian asam cuka dicairkan dan diukur kembali titik
bekunya sehingga diperoleh titik beku 4oC. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa titik beku asam asetat sebesar 16,7oC. Hal ini dimungkinkan kesalahan teknis saat
melakukan praktikum, salah satunya dimungkinkan karena terlalu banyaknya es dan garam
sehingga temperatur larutan menjadi cepat turun dan membeku. Berikut grafik dari hasil
percobaan penentuan titik beku asam cuka glasial.
30
Grafik penurunan titik beku
25
asam cuka
20
Suhu (oC)
15
Series1
10 Linear (Series1)
y = -0.3216x + 16.436
5
R² = 0.1164
0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)
0
0 2 4 6 8
-5
Waktu (menit)
Dari grafik 2 dapat diketahui bahwa setelah ditambahkan naftalena titik beku larutan
cenderung meningkat dibandingkan sebelum ditambahkan naftalena, yakni titik bekunya yakni
6oC dan 8oC. Seharusnya setelah ditambahkan naftalena titik beku menurun karena titik beku
larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut. Hal ini dimungkinkan larutan yang dicairkan
belum benar-benar mencair sehingga pada suhu 8oC sudah mulai membeku. Dari grafik juga
dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu yang berjalan maka temperatur naftalena dalam
asam asetat juga semakin rendah. Titik beku naftalena ditentukan dari temperatur yang
konstan.Berdasarkan titik beku asam cuka dan naftalena dapat ditentukan tetapan penurunan
titik beku molal pelarut. Namun, titik beku larutan cenderung meningkat, seharusnya
menurun. Berdasarkan kombinasi rumus yang ada, diperoleh nilai 𝐾𝑓 = −5,383 .
Percobaan selanjutnya adalah penentuan berat molekul zat x. Sama halnya dengan
naftalena, zat x juga ditambahkan kedalam larutan asam cuka+naftalena sebanyak 1 gram.
Tujuan penambahan zat x ini adalah untuk mengetahui berat molekul dari zat x sehingga dapat
ditentukan jenis zat x yang ditambahkan. Diukur titik beku larutan setelah ditembahkan zat x
menggunakan prosedur yang sama dengan naftalena. Dilakukan 2 kali pengulangan dan
hasilnya didapat larutan membeku pada suhu 2,5oC dan 2oC. Berikut adalah grafiknya.
30
25
Grafik penurunan titik beku zat x
dalam asam cuka
20
Suhu (oC) 15
Series1
10 Linear (Series1)
5
y = -2.9807x + 19.744
R² = 0.8419
0
0 2 4 6 8
-5
Waktu (menit)
Dapat diketahui bahwa penambahan zat x mampu menurunkan titik beku larutan . Hal ini dikarena
zat x memiliki kemampuan untuk mmenurunkan titik beku. Telihat bahawa larutan yang telah
ditambah zat x memiliki titik beku yang lebih redah dari pada pelarut murni dan pelarut yang telah
ditambah naftalena. Dari data titik beku pelarut dan larutan setelah ditambah zat x dapat dihitung berat
molekul zat x dan didapatkan hasil −186,42 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙. Nilainya negatif karena Kf bernilai
negative. Dari berat molekul yang didapatkan dapat diketahui bahwa zat x yang digunakan meruapak
molekul kompleks. Padahal zat x yang digunakan adalah NaCl yang memiliki berat molekul 58,44
gram/mol. Ketidaksesuaian ini dikarenakan titik beku yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan.
Berdasarkan semua grafik dapat disimpulkan bahwa titik beku larutan lebih rendah dari pada
pelarut murni, meskipun ada penyimpangan pada naftalena. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
partikel dalam suatu larutan daripada pelarut murni, sehingga partikel yang bekerja juga semakin
banyak. Ketika pelarut murni membeku, kemudian zat-zat terlarutnya juga baru akan membeku. Itulah
kenapa titik bekunya lebih rendah dari pada pelarut murninya.
Nilai regresi dari ketiga grafik adalah 0,116; 0,831; dan 0,841. Hal ini menunjukkan bahwa grafik
yang didapat kurang linier. Terjadi penurunan suhu yang signigikan dari meit pertama hingga menit
kedua. Perbedaan titik beku akibat penambahan partikel-partikel zat pelarut inilah yang dinamakan
penurunan titik beku (∆𝑇𝑓 ).
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Tetapan penurunan titik beku molal pelarut (Kf) adalah sebesar -5,383
3.1.2 Berat molekul zat x diperoleh sebesar 186,42 gram/mol
3.2 Saran
Praktikum penentuan titik beku larutan ini merupakan praktikum yang berhubungan
dengan suhu. Adapun saran yang dapat diberikan pada percobaan ketiga ini yaitu diharapkan
agar praktikan dapat menjaga suhu agar tidak terlalu dingin sehingga menggaggu dalam
penentuan titik bekunya. Dan juga praktikan harus lebih cermat dalam melakukan percobaan
agar tidak terjadi penyimpangan data yang terlalu jauh
DAFTAR PUSTAKA
1. Penentuan nilai Kf
Tf asam cuka = 6oC dan 4 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 5oC = 278 K
Tf naftalena = 6oC dan 8 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 7 oC = 280 K
∆Tf1 = ∆Tf asam cuka − ∆Tf naftalena
∆Tf1 = 278𝐾 − 280 𝐾 = −2𝐾
𝑊𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 =
𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝑊𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 𝑥 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
= 1,05 gram/cm3 x 20 cm3
= 21 gram
2. Penentuan Mr zat X
Tf asam cuka = 6oC dan 4 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 5oC = 278 K
Tf zat x = 2,5oC dan 2 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 2,25 oC = 275.25
∆Tf2 = ∆Tf asam cuka − ∆Tf zat x
∆Tf2 = 278 K − 275.25 K = 2,75 K
∆T f total = ∆Tf1 + ∆Tf2 = -2 𝐾+ 2,75 K = 0,75 𝐾
1000 𝑥 𝐾𝑓 𝑊 𝑊
∆Tf total = (𝑊 ) {(𝑀𝑟𝑧𝑎𝑡 𝑥 ) + (𝑀𝑟𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎 )}
𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎
𝑔
1000 𝑥(−5,383 𝐾) 2 𝑔𝑟𝑎𝑚 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙
0,75𝐾 = ( 21 𝑔𝑟𝑎𝑚
) {( 𝑥 ) + (128,17 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙)}
𝐾 2 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75 K = −256,3 𝑚𝑜𝑙 ( 𝑥 + 0,0078 𝑚𝑜𝑙)
512,66 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75𝐾 = − 𝐾 − 2𝐾
𝑥 𝑚𝑜𝑙
512,66 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75 + 2𝐾 = − 𝐾
𝑥 𝑚𝑜𝑙
512,66 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 = − 2,75 𝐾 𝑚𝑜𝑙 𝐾 = | − 186,42 𝑚𝑜𝑙 | = 186,42 𝑚𝑜𝑙