Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN

Nama : Inayatul Mukarromah


NIM : 131810301052
Kelompok : 1
Asisten : Eka Yustiana

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


Percobaan ini mempunyai dua tujuan, yaitu menentukan tetapan penurunan titik beku
molal pelarut dan menentukan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui.

1.2 Latar Belakang


Terdapat 2 jenis campuran, yakni homogen dan heterogen. Campuran antara 2 zat yang
bercampur secara homogen inilah yang disebut larutan. Salah satu sifat yang dimiliki larutan
adalah sifat koligatif. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada
jenis zat terlarut, namun hanya bergantung pada konsentrasi zat pelarut. Salah satu sifat
koligatif adalah penurunan titik beku. Titik beku sendiri merupakan titik dimana suhu larutan
menjadi setimbangdengan pelarut padatnya. Penurunan titik beku merupakan selisih antara
titik beku pelarut dengan larutannya.
Fenomena penurunan titik beku ini dapat terjadi apabila sejumlah zat terlarut
dimasukkan kedalam suatu zat pelarut sehingga akan menurunkan titik bekunya. Oleh karena
itu, percobaan ini perlu dilakukan untuk mengetahui penurunan titik beku larutan karena
penambahan zat terlarut yang juga akan menurunkan tekanan uapnya. Sehingga dari
penurunan titik beku kita dapat mengetahui tetepan penurunan titik beku molal pelarut dan
juga dengan variasi rumus yang dihasilkan dapat dihitung berat zat nonvolatile yang tidak
diketahui. Percobaan dapat dilakukan dengan menghitung titik beku pelarut murni dan juga
titik beku pelarut yang sudah dicampur zat tertentu kemudian dihitung selisih titik beku
pelarut murni dan larutan. .

1.3 Tinjauan Pustaka


1.3.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
1.3.1.1. Akuades
Akuades atau air distilasi merupakan bentuk dari air murni. Wujudnya cair dan stabil,
serta tidak berwarna. Titik didih akuades adalah 100oC (212 oF), tekanan uapnya adalah 2,3
kPa, densitas uapnya adalah 0,62 dan memiliki pH 7 (netral). Akuades bukan merupakan
bahan yang berbahaya sehingga tidak menyebabkan korosi, iritasi, dan sensitif pada kulit.
Akuades tidak mengiritasi mata dan kulit serta tidak menyebabkan gangguan pencernaan dan
pernafasan. Akuades tidak akan menyebabkan gejala kulit yang serius. KUlit yang sensitive
mungkin akan mengalami gejalan apabila terkena akuades. Akuades disimpan dalam wadah
tertutup dan dijaga agar tidak terkontaminasi dengan bahan lain, serta tidak terkena cahaya
matahari langsung (Anonim, 2015).
1.3.1.2. Garam / NaCl (Natrium Klorida)
Garam atau biasa disebut Natrium Klorida (NaCl) merupakan bahan kimia yang
berwujud kristal putih padat. Bau dari NaCl tidak menyengat namun rasanya asin. NaCl
memiliki massa molekul 58,44 g/mol, titik didihnya 1413oC (2575oC), titik lelehnya 801oC
(1473,8oF) serta memiliki pH 7 (netral). NaCl dapat menyebabkan iritasi, gangguan
pencernaan dan pernafasan, serta menimbulkan efek mutagen. Mata yang terkena NaCl harus
dibilas dengan air, terutama air dingin Selama 15 menit. Kulit yang terkena NaCl dibilas
dengan air dan disabun hingga bersih. Korban yang menghirup NaCl segera dievakuasi
ketempat yang berudara segar. Korban yang tidak bernapas diberi napas buatan atau oksigen.
NaCl yang tertelan tidak boleh dimuntahkan tanpa instruksi tim medis. Segera menghubungi
tim medis untuk mendapat penanganan lebih lanjut. NaCl disimpan diwadah yang kering dan
tertutup rapat, simpan ditempat yang sejuk, berventilasi baik, dan jauh dari bahan
pengoksidasi (Anonim, 2015).
1.3.1.3. Asam Asetat Glasial (CH3COOH)
Asam asetat glasial adalah asam asetat dalam keadaan murni. Bentuknya cairan tidak
berwara, memiliki bau asam pedas yang kuat dan rasanya sangat asam. Asam cuka glacial
memiliki berat molekul 60,05 g/mol. pH 2, titik didihnya 118,1 oC (255,6 oF), titik lelehnya
16,6 oC (61,9 oF). Bahan ini mudah larut dalam air, dietil eter, gliserol alkohol, karbon
benzene, tetraklorida, namun tidak larut dalam disulfida karbon. Bahan ini dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pada selaput lendir mata, mulut dan saluran
pernapasan. Tersentuh dengan kulit dapat menghasilkan luka bakar. Terhirup gas tersebut
akan menghasilkan iritasi pada saluran pernapasan. Mata yang terkena bahan ini segera
disiram dengan air bersih. Kulit yang terkena bahan ini segera dibasuh dengan air sedikitnya
selama 15 menit. Korban yang menghirup bahan ini segera mencari tempat yang mengandung
udara bersih. Asam asetat yang tertelan tidak boleh dimuntahkan kecuali bila diarahkan oleh
petugas medis. Asam asetat disimpan diwadah kaca yang kering dan tertutup rapat, simpan
ditempat yang sejuk, berventilasi baik, dan jauh dari bahan pengoksidasi (Anonim, 2015).
1.3.1.4. Naftalena (C10H8)
Naftalena merupakan bahan kimia yang berwujud padatan berwarna putih dan
memiliki bau yang harum. Naftalena memiliki berat molekul 128,19 g/mol, titik didih 218 oC
(424,4 oF), titik leleh 80,2 oC (176,4oF). Naftalena sedikit larut dalam air panas, methanol, dan
n–oktanol. Naftalena dapat menyebabkan iritasi amta dan kulit, gangguan pencernaan dan
pernafasan, serta menimbulkan efek mutagen. Mata yang terkena naftalena harus dibilas
dengan air, terutama air dingin selama 15 menit. Kulit yang terkena naftalena dibilas dengan
air dan disabun hingga bersih. Korban yang menghirup naftalena segera dievakuasi ketempat
yang berudara segar. Korban yang tidak bernapas diberi napas buatan atau oksigen. Naftalena
yang tertelan tidak boleh dimuntahkan tanpa instruksi tim medis. Segera menghubungi tim
medis untuk mendapat penanganan lebih lanjut. Naftalena disimpan diwadah yang kering dan
tertutup rapat, simpan ditempat yang sejuk, berventilasi baik, dan jauh dari bahan
pengoksidasi (Anonim, 2015).
1.3.2. Dasar Teori
Larutan merupakan campuran antara zat pelarut dan zat terlarut yang bercampur secara
homogen untuk mencapai konsentrasi tertentu. Zat pelarut adalah zat yang digunakan untuk
melarutkan zat terlarut, biasanya jumlahnya lebih banyak dari pada zat terlarut. Sedangkan zat
terlarut adalah zat yang konstituennya lebih kecil. Berdasarkan sifat koligatifnya, larutan
memiliki dua sifat, yakni larutan yang bergantung pada jenis dan konsentrasi zat terlarut dan
larutan yang tidak bergantung pada jenis namun hanya bergantung pada konsentrasi. Artinya,
zat dengan konsentrasi zat terlarut sama akan memiliki sifat yang sama, yang kemudian sifat
ini dikenal dengan sifat koligatif larutan (Petrucci,1996).
Contoh yang paling erat dari sifat koligatif larutan dalam kehidupan sehari-hari adalah
penurunan titik beku. Titik beku merupakan titik dimana pada suhu tersebut larutan menjadi
setimbang dengan pelarut padatnya. Titik beku air murni pada tekanan 1 atm adalah 0oC
karena pada saat tersebut tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Larutan akan memiliki
titik beku lebih rendah daripada pelarut murni. Penurunan titik beku dapat terjadi jika terjadi
penambahan zat terlarut kedalamnya sehingga titik bekunya menjadi lebih rendah. Selisih
antara titik beku pelarut dengan larutannya disebut penurunan titik beku (∆𝑇𝑓 ). Alat yang
dapat digunakan untuk menentukan perubahan titik beku adalah alat Beckman (Sukardjo,
2002).
Menurut Petrucci (1987), titik beku merupakan perpotongan antara tekanan tetap pada 1
atm dengan kurva peleburannya. Penurunan titik beku sama sebanding dengan konsentrasi
fraksi molnya, dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Melalui titik beku, dapat diketahui
bobot molekul zat terlarut, aktivitas dan koefisien aktivitas, konstanta disosiasi dari elektrolit
lemah dan vaktor Vant Hoff.
Suatu pelarut yang mengandung zat terlarut yang sukar menguap (misalnya gula), maka
titik bekunya lebih kecil dari 0 oC. Fenomena ini disebut penurunan titik beku (∆Tf).
Penyimpangan ini dapat dijelaskan dengan bantuan diagram fasa. Suatu larutan akan
membeku jika tekanan uap air sama dengan tekanan uap es. Namun, penambahan zat terlarut
akan menurunkan tekanan uapnya, sehingga untuk untuk membeku dibutuhkan suhu yang
lebih rendah. Apabila nilai ∆Tf tidak terlalu besar, maka larutan tersebut ideal (Syukri, 1999).
Penurunana titik beku sebanding dengan konsentrasi zat terlarut (molalitas). Dengan
menggunakan persamaan ∆𝑇𝑓 = 𝑚. 𝐾𝑓 untuk larutan nonelektrolit dan persamaan ∆𝑇𝑓 =
𝑚. 𝐾𝑓 . 𝑛 untuk larutan elektrolit, maka penurunan titik beku dapat diketahui. Tetapan
penurunan titik beku molal merupakan nilai penurunan titik beku jika konsentrasi larutan
sebesar 1 molal. Persamaan tersebut tidak hanya berlaku untuk larutan yang mengandung zat
terlarut nonvolatil, tetapi juga berlaku untuk larutan yang mengandung zat terlarut volatil
(Bird, 1987 : 188).
Zat terlarut nonvolatil artinya zat tersebut tidak mudah menguap, tidak memiliki tekanan
uap yang dapat diukur. Larutan selalu memiliki tekanan uapa lebih kecil daripada pelarut
murninya. Tekanan uap larutan dan pelarut bergantung pada konsentrasi zat terlarut.
Hubungan antara keduanya dijelaskan dengan persamaan hukum Raoult yang menjelaskan
bahwa tekanan parsial pelarut (Pp) adalah tekanan uap pelarut murni (Pi˚) dikalikan fraksi mol
pelarut dalam larutan, Xi = Pi = XiPi˚. Dengan menggunakan persamaan Cousius-Clapeyron,
maka terhadap larutan ideal yang encer berlaku :
𝑃𝑜 ∆𝐻𝑓 ∆𝑇
𝑙𝑛 = 𝑥𝑇
𝑃 𝑅 𝑜𝑇

𝑃𝑜 ∆𝐻𝑓 ∆𝑇
𝑙𝑛 = 𝑋𝐵 , 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑋𝐵= 𝑥𝑇
𝑃 𝑅 𝑜𝑇

∆𝑇𝑓 adalah penurunan titik beku dan nilai T=To sehingga nilainya (To)2, lalu disubstitusikan
kepersamaan diatas menjadi:
𝑅𝑇 2
∆𝑇𝑓 = 𝑋
∆𝐻𝑓 𝐵
Pada larutan encer, XB = nB/n pelarut = (MA/1000).m , dimana adalah molalitas zat terlarut.
Dari persamaan ini dapat diubah menjadi :
𝑅𝑇 2 𝑀𝐴
∆𝑇𝑓 = 𝑚
1000. ∆𝐻𝑓
Untuk mengetahui berat molekul dari zat tersebut dapat diperoleh dengan variasi persamaan
diatas sehingga akan diperoleh persamaan:
1000𝐾𝑓 𝑊𝑥 𝑊1
∆𝑇𝑓 = 𝑥 {( ) + ( )}
𝑊 𝑀𝑥 𝑀1

(Tim Kimia Fisik, 2015).


BAB 2. METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat
- Gelas beker 1, 2, 3
- Wadah es
- Sensor temperatur
- Pengaduk
- Pipet mohr
- Ball Pipet
- Gelas beker
- Neraca analitik

2.2 Bahan
- Asam cuka glasial
- Naftalena
- Zat X
- Akuades
- Es batu
- Tisu
2.3 Diagram Kerja
2.3.1 Penentuan nilai Kf

Campuran air, es, dan garam

- Disusun alat seperti contoh


- Diisi tabung gelas E dengan campuran secukupnya.
- Diisi tabung D dengan air secukupnya
- Dimasukkan 20 mL asam cuka glacial kedalam tabung B sambil
didinginkan. Diamati perubahan suhu pada monitor tiap-tiap menit
- Diamati pelarut sudah membeku apa belum jika suhu sudah terlihat tetap
- Dicatat suhunya pada saat membeku
- Diulangi percobaan sekali lagi dan ditentukan titik beku pelarut murni Tof
- Dibiarkan pelarut mencair kembali, kemudian dimasukkan 1 gram
naftalena.
- Diamati perubahan suhu pada monitor tiap-tiap menit
- Diamati pelarut sudah membeku apa belum jika suhu sudah terlihat tetap
- Diulangi percobaan sekali lagi dan ditentukan titik beku larutannya

Nilai Kf

2.3.2 Penentuan Mr zat X

Larutan asam cuka+naftalena

- Dibiarkan larutan dari percobaan di atas mencair kembali kemudian


ditambahkan 2 gram zat x.
- Diamati perubahan suhunya dan diperhitungkan Tf nya.
- Dihitung BM zat X dengan memakai modifikasi rumus
- Dicatat hasilnya.
Mr zat X
3. Hasil dan pembahasan
3.1 Hasil
Kf Mr zat X
-5,383 186,42 gram/mol

3.2 Pembahasan
Praktikum pertama ini membahas tentang titik beku larutan. Tujuan dari dilaksanakannya
praktikum ini adalah untuk menentukan tetapan penurunan titik beku molal pelarut dan
menentukan berat molekul zat non volatil yang tidak diketahui. Titik beku molal pelarut
merupakan titik dimana pada suhu tersebut larutan menjadi setimbang dengan pelarut
padatnya. Bahan utama yang digunakan pada praktikum ini adalah asam cuka glasial sebagai
pelarut, naftalena, dan zat x. Dalam percobaan ini penambahan naftalena dan zat x (zat
nonvolatil) kedalam pelarut akanmenyebabkan terjadiya penurunan titik beku. Pelarut akan
membeku namun zat terlarutnya tidak akan membeku ketika larutan tersebut mengalami
pembekuan.
Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan semua alat dan bahan yang
dibutuhkan. Sejumlah es dan garam dimasukkan pada gelas beker A (paling besar) kemudian
dimasukkan gelas beker B sebagai tempat air. Suhu larutan diturunkan dengan bantuan es batu
dan garam yang diletakkan didalam gelas beker A dan disekeliling gelas beker B. Es
digunakan untuk menurunkan suhu karena es akan menyerap kalor dari dinding-dinding gelas.
Penambahan garam pada es batu bertujuan untuk menurunkan titik beku es batu sehingga es
batu tidak cepat mencair. Apabila tidak ada penambahan garam akan menyebabkan suhu es
batu lebih tinggi dari 0oC saat es batu menjadi cair. Penambahan es dan garam ini
memanfaatkan sifat koligatif dari larutan. Gelas beker B diisi dengan air untuk mempermudah
penempatan tabung C yang akan diisi asam cuka glasial. Tujuan penggunaan air adalah karena
air merupakan larutan yang baik dalam proses kesetimbangan suhu dengan lingkungannya,
sehingga air dapat menjadi penghantar suhu yang baik sehingga suhu larutan dapat turun
dengan cepat. Hal ini terbukti dengan membekunya sebagian air membentuk kristal es saat
proses penentuan titik beku larutan. Tabung C diisi dengan asam cuka glasial. Asam cuka
glasial digunakan karena dapat melarutkan berbagai senyawa dengan baik. Asam cuka diukur
titik bekunya menggunakan alat pengukur titik beku sehingga diperoleh titik beku asam cuka.
Didapatkan data bahwa titik beku asam cuka glasial adalah 6oC. Penentuan titik beku ini
didasarkan saat suhu sudah konstan. Kemudian asam cuka dicairkan dan diukur kembali titik
bekunya sehingga diperoleh titik beku 4oC. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan
bahwa titik beku asam asetat sebesar 16,7oC. Hal ini dimungkinkan kesalahan teknis saat
melakukan praktikum, salah satunya dimungkinkan karena terlalu banyaknya es dan garam
sehingga temperatur larutan menjadi cepat turun dan membeku. Berikut grafik dari hasil
percobaan penentuan titik beku asam cuka glasial.
30
Grafik penurunan titik beku
25
asam cuka
20
Suhu (oC)

15
Series1
10 Linear (Series1)

y = -0.3216x + 16.436
5
R² = 0.1164

0
0 5 10 15 20 25
Waktu (menit)

Grafik 1. Penurunan titik beku asam cuka


Berdasarkan grafik dapat diketahui bahwa semakin lama waktu berjalan maka temperatur
larutan menjadi semakin rendah. Penentuan titik beku didasarkan pada konstannya suhu pada
monitor saat sensor suhu dicelupkan pada larutan. Suhu mencapai kekonstanan terlihat pada
menit ke 14, 15 dan 16 pada suhu 6oC sehingga titik tersebut dapat ditentukan sebagai titik
beku asam cuka glasial.
Kemudian percobaan dilanjutkan dengan menentukan tetapan titik beku asam asetat
melalui penambahan zat terlarut naftalena. Setelah asam cuka dicairkan kembali, ditambahkan
naftalena sebanyak 1 gram. Naftalena yang dicampurkan pada asam asetat berfungsi sebagai
zat terlarut yang akan diuji titik bekunya. Naftalena adalah zat volatil yang berfungsi
menurunkan energi bebas dari pelarut sehingga kemampuan pelarut untuk berubah menjadi
fase uapnya akan menurun. Hal ini menyebabkan tekanan uap pelarut dalam larutan akan lebih
rendah bila dibandingkan dengan takanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni.
Penurunan tekanan uap sebanding dengan penurunan titik beku. Jadi, apabila tekanan uapnya
turun , maka titik bekunya juga akan turun. Berikut grafik penurunan titik bekunya:
30
Grafik penurunan titik beku naftalena
25
dalam asam cuka
20
Suhu (oC)
15
Series1
10 Linear (Series1)
y = -2.8178x + 18.964
5
R² = 0.8315

0
0 2 4 6 8
-5
Waktu (menit)

Grafik 2. Penurunan titik beku naftalena dalam asam cuka

Dari grafik 2 dapat diketahui bahwa setelah ditambahkan naftalena titik beku larutan
cenderung meningkat dibandingkan sebelum ditambahkan naftalena, yakni titik bekunya yakni
6oC dan 8oC. Seharusnya setelah ditambahkan naftalena titik beku menurun karena titik beku
larutan lebih rendah dari pada titik beku pelarut. Hal ini dimungkinkan larutan yang dicairkan
belum benar-benar mencair sehingga pada suhu 8oC sudah mulai membeku. Dari grafik juga
dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu yang berjalan maka temperatur naftalena dalam
asam asetat juga semakin rendah. Titik beku naftalena ditentukan dari temperatur yang
konstan.Berdasarkan titik beku asam cuka dan naftalena dapat ditentukan tetapan penurunan
titik beku molal pelarut. Namun, titik beku larutan cenderung meningkat, seharusnya
menurun. Berdasarkan kombinasi rumus yang ada, diperoleh nilai 𝐾𝑓 = −5,383 .
Percobaan selanjutnya adalah penentuan berat molekul zat x. Sama halnya dengan
naftalena, zat x juga ditambahkan kedalam larutan asam cuka+naftalena sebanyak 1 gram.
Tujuan penambahan zat x ini adalah untuk mengetahui berat molekul dari zat x sehingga dapat
ditentukan jenis zat x yang ditambahkan. Diukur titik beku larutan setelah ditembahkan zat x
menggunakan prosedur yang sama dengan naftalena. Dilakukan 2 kali pengulangan dan
hasilnya didapat larutan membeku pada suhu 2,5oC dan 2oC. Berikut adalah grafiknya.
30

25
Grafik penurunan titik beku zat x
dalam asam cuka
20

Suhu (oC) 15
Series1
10 Linear (Series1)

5
y = -2.9807x + 19.744
R² = 0.8419
0
0 2 4 6 8
-5
Waktu (menit)

Grafik 3. Penurunan titik beku zat x dalam asam cuka

Dapat diketahui bahwa penambahan zat x mampu menurunkan titik beku larutan . Hal ini dikarena
zat x memiliki kemampuan untuk mmenurunkan titik beku. Telihat bahawa larutan yang telah
ditambah zat x memiliki titik beku yang lebih redah dari pada pelarut murni dan pelarut yang telah
ditambah naftalena. Dari data titik beku pelarut dan larutan setelah ditambah zat x dapat dihitung berat
molekul zat x dan didapatkan hasil −186,42 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙. Nilainya negatif karena Kf bernilai
negative. Dari berat molekul yang didapatkan dapat diketahui bahwa zat x yang digunakan meruapak
molekul kompleks. Padahal zat x yang digunakan adalah NaCl yang memiliki berat molekul 58,44
gram/mol. Ketidaksesuaian ini dikarenakan titik beku yang dihasilkan tidak sesuai dengan kenyataan.
Berdasarkan semua grafik dapat disimpulkan bahwa titik beku larutan lebih rendah dari pada
pelarut murni, meskipun ada penyimpangan pada naftalena. Hal ini disebabkan karena semakin banyak
partikel dalam suatu larutan daripada pelarut murni, sehingga partikel yang bekerja juga semakin
banyak. Ketika pelarut murni membeku, kemudian zat-zat terlarutnya juga baru akan membeku. Itulah
kenapa titik bekunya lebih rendah dari pada pelarut murninya.
Nilai regresi dari ketiga grafik adalah 0,116; 0,831; dan 0,841. Hal ini menunjukkan bahwa grafik
yang didapat kurang linier. Terjadi penurunan suhu yang signigikan dari meit pertama hingga menit
kedua. Perbedaan titik beku akibat penambahan partikel-partikel zat pelarut inilah yang dinamakan
penurunan titik beku (∆𝑇𝑓 ).
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
3.1.1 Tetapan penurunan titik beku molal pelarut (Kf) adalah sebesar -5,383
3.1.2 Berat molekul zat x diperoleh sebesar 186,42 gram/mol

3.2 Saran
Praktikum penentuan titik beku larutan ini merupakan praktikum yang berhubungan
dengan suhu. Adapun saran yang dapat diberikan pada percobaan ketiga ini yaitu diharapkan
agar praktikan dapat menjaga suhu agar tidak terlalu dingin sehingga menggaggu dalam
penentuan titik bekunya. Dan juga praktikan harus lebih cermat dalam melakukan percobaan
agar tidak terjadi penyimpangan data yang terlalu jauh
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. MSDS Akuades. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321.


Diakses pada tanggal 13 September 2015.
Anonim. 2015. MSDS Asam cuka Glasial.
http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922769. Diakses pada tanggal 13
September 2015.
Anonim. 2015. MSDS NaCl. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927593. Diakses
pada tanggal 13 September 2015.
Anonim. 2015. MSDS Naftalena. http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927671.
Diakses pada tanggal 13 September 2015.
Bird, T. 1987. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia.
Petrucci. 1996. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Edisi ke-4 Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta.
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung: Penerbit ITB.
Tim Kimia Fisik. 2015.Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember: Universitas Jember.
Lembar Perhitungan

1. Penentuan nilai Kf
Tf asam cuka = 6oC dan 4 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 5oC = 278 K
Tf naftalena = 6oC dan 8 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 7 oC = 280 K
∆Tf1 = ∆Tf asam cuka − ∆Tf naftalena
∆Tf1 = 278𝐾 − 280 𝐾 = −2𝐾
𝑊𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 =
𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
𝑊𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 = 𝜌𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 𝑥 𝑉𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎
= 1,05 gram/cm3 x 20 cm3
= 21 gram

𝑊𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 𝑥𝑀𝑟𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎 𝑥∆𝑇𝑓


𝐾𝑓 =
1000𝑥𝑊𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎
𝑔𝑟𝑎𝑚
21 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 128,17 𝑥 − 2𝐾
𝐾𝑓 = 𝑚𝑜𝑙
1000 𝑥 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑔𝑟𝑎𝑚
𝐾𝑓 = −5,383 𝑚𝑜𝑙 𝐾

2. Penentuan Mr zat X
Tf asam cuka = 6oC dan 4 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 5oC = 278 K
Tf zat x = 2,5oC dan 2 oC , jadi Tf rata-ratanya adalah 2,25 oC = 275.25
∆Tf2 = ∆Tf asam cuka − ∆Tf zat x
∆Tf2 = 278 K − 275.25 K = 2,75 K
∆T f total = ∆Tf1 + ∆Tf2 = -2 𝐾+ 2,75 K = 0,75 𝐾
1000 𝑥 𝐾𝑓 𝑊 𝑊
∆Tf total = (𝑊 ) {(𝑀𝑟𝑧𝑎𝑡 𝑥 ) + (𝑀𝑟𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎 )}
𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑐𝑢𝑘𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝑥 𝑛𝑎𝑓𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑎
𝑔
1000 𝑥(−5,383 𝐾) 2 𝑔𝑟𝑎𝑚 1 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙
0,75𝐾 = ( 21 𝑔𝑟𝑎𝑚
) {( 𝑥 ) + (128,17 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑚𝑜𝑙)}
𝐾 2 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75 K = −256,3 𝑚𝑜𝑙 ( 𝑥 + 0,0078 𝑚𝑜𝑙)
512,66 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75𝐾 = − 𝐾 − 2𝐾
𝑥 𝑚𝑜𝑙
512,66 𝑔𝑟𝑎𝑚
0,75 + 2𝐾 = − 𝐾
𝑥 𝑚𝑜𝑙
512,66 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑥 = − 2,75 𝐾 𝑚𝑜𝑙 𝐾 = | − 186,42 𝑚𝑜𝑙 | = 186,42 𝑚𝑜𝑙

Anda mungkin juga menyukai