Anda di halaman 1dari 13

Take Home Assignment

Kloning Dalam Sudut Pandang Filsafat Ilmu Kedokteran

Diajukan oleh
dr. Wulandari Hidayat
17/451530/PKU/1843

Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Kedokteran Klinik


Minat Utama MSPPDS Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat
Universitas Gadjah Mada
2019

1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini kloning merupakan topik yang hangat dalam studi bioteknologi dan
biomedik. Kloning yang pertama kali dipopulerkan oleh Dreisch pada sekitar akhir
tahun 1800 telah mengalami perkembangan pesat dan menyumbangkan berbagai
penemuan baru yang dapat dikatakan sangat menjanjikan. Secara garis besar, kloning
adalah sejumlah proses yang dapat digunakan untuk menghasilkan salinan suatu
kesatuan biologik yang secara genetik identik tanpa melalui proses reproduksi
seksual. Bahan salinan ini di-sebut klon (clone) dan mempunyai genetik yang sama
dengan asalnya.
Pada dasarnya secara alamiah kloning organisme unisel sampai ke yang
multisel telah berlangsung selama ribuan tahun. Contohnya, bakteri menghasilkan tu
runannya melalui proses reproduksi aseksal, sel kanker yang beranak pinak dalam
tubuh manusia, tumbuhan dalam hutan sejenis, bahkan sampai organisme multisel
yang lebih tinggi yaitu mamalia, termasuk manusia. Kembar identik pada manusia
dan mamalia terjadi bila sel telur yang telah difertilisasi membelah dan menghasilkan
dua atau lebih embrio yang menyandang DNA yang hampir identik.
Seiring dengan kemajuan biotekonologi maka terdapat perkembangan pesat
dalam kloning artifisial. Keberhasilan dalam melakukan kloning pada mamalia
dengan menggunakan sel non embrionik telah membuka wawasan penelitian
biomolekular dan bioteknologi yang sangat luas.

B. Rumusan Masalah
Terdapat permasalahan, salah tanggap, dan kontroversi dalam proses kloning ini, baik
dalam segi teknologi, penelitian dan pengamatan, maupun tanggapan dari pihak-pihak
yang berkompeten, terlebih lagi bila kloning yang terkait langsung dengan nilai-nilai
kemanusiaan, hukum, dan etika. Meskipun demikian, bagi para peneliti biomolekuler,
kloning masih tetap merupakan sebuah kajian yang sangat menarik, penuh dengan

2
tantangan, dan amat sangat pantas diperjuangkan demi kemajuan masa depan.
Diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk menentukan apakah impian para peneliti
akan terwujud atau tetap status quo sebagai masalah serius dan mendasar secara etik,
apalagi mengenai keberadaan dan status moral embrio manusia dan penggunaan nya
dalam penelitian.
Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulis akan mencoba
menguraikan tentang kloning dalam pandangan filsafat ilmu kedokteran dengan
menggunakan trilogi filosofis ilmu pengetahuan yang terdiri atas kajian ontologis,
epistemologis, dan aksiologis.

II. PEMBAHASAN
Manusia pada dasarnya adalah makhluk hidup yang dapat ditinjau dan dipahami dari
beberapa segi yakni: agama, ilmu kedokteran, ilmu sosial, antropologi, budaya, dan
ilmu filsafat. Dengan kata lain ada dua aspek besar dalam mengkaji manusia yaitu
dari aspek empiris dan metafisis. Aspek empiris seperti pada ilmu kedokteran,
melihat manusia sebagai kumpulan organ (materi) yang memiliki karakteristik seperti
terlihat secara kasat mata, dapat dihitung jumlahnya, memiiki sifat dan bentuk
tertentu, memiliki cara kerja tentu, dan sebagainya.
Kajian mengenai kloning dalam pandangan filsafat ilmu kedokteran adalah
sebuah topik yang menarik. Hal ini tentunya karena cloning merupakan salah satu
ilmu pengetahuan. Adapun kajian yang dimaksud adalah sebagai berikut:

A. Kajian Ontologis
Ontologi adalah salah satu bagian penting dalam filsafat yang membahas atau
mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada baik abstrak maupun riil.
Ontologi disini membahas semua yang ada secara universal, berusaha mencari inti
yang dimuat setiap kenyataan meliputi semua realitas dalam segala bentuknya.
Ontologi kerap disebut juga metafisika atau filsafat pertama. Kata ontologi berasal
dari bahasa Yunani, yaitu on atau ontos yang berarti ada atau keberadaan dan logos
yang bermakna studi atau ilmu tentang. Karena itu, ontologi berarti ilmu tentang ada.

3
Dengan kata lain, ontologi adalah cabang filsafat yang mengupas masalah
keberadaan. Jika dua kata tersebut digabungkan, maka kata ontologi memiliki arti
ilmu yang mempelajari hakekat atau wujud atau keberadaan.
Studi ontologi membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh
Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales,
Plato, dan Aristoteles. Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati
ontology dengan dua macam sudut pandang:
1. Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau
jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut
memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna
kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas
atau kenyataan konkret secara kritis. Istilah istilah terpenting yang terkait dengan
ontology adalah: yang-ada (being), kenyataan/realitas (reality), eksistensi (existence),
esensi (essence), substansi (substance), perubahan (change), tunggal (one), jamak
(many).
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kajian ontologis dari kloning adalah sebagai
berikut:
1. Pengertian Kloning
Clone berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti batang atau cabang; istilah
ini mengacu ke proses dimana tanaman yang baru dihasilkan dari cabang atau ranting.
Dalam ilmu perkebunan (horticul-ture), istilah clon dipakai sampai abad ke-20, yang
kemudian berkembang menjadi clone, yang masih digunakan sampai saat ini.
Di dalam ilmu biologi kloning adalah proses untuk menghasilkan populasi
individu yang identik secara genetik, yang terjadi di dalam alam ketika organisme
seperti bak-teri, insekta, atau tumbuhan bereproduksi secara aseksual. Secara lebih
rinci Biotek nologi menjelaskan kloning sebagai proses untuk menghasilkan salinan
fragmen DNA (kloning molekular), sel (kloning sel), atau organisme (kloning
organisme).

4
Dalam pengertian lain, kloning adalah kreasi suatu organisme yang
merupakan salinan genetik dari organisme pendahulu. Clone adalah salinan genetik
yang iden-tik dari potongan DNA, sel, atau orgisme keseluruhan.
Menurut Oxford Advanced Learner’s Dictionary clone adalah satu kelompok
tumbuhan atau organisme yang dihasilkan secara aseksual dari satu pendahulu
(ancestor).
Menurut Encyclopedia Britannica clone (whole organism cloning) adalah
organisme individual yang tumbuh dari satu sel tubuh tunggal orang tuanya yang
secara genetik identik.

2. Jenis-Jenis Kloning
a) Kloning Molekuler
Di dalam alam DNA tersusun sangat panjang dimana satu molekul tunggal
menyandang banyak gen. Untuk organisme multisel gen menempati hanya
sebagian kecil dari DNA kromosom; sisanya merupa-kan sekuens nukleotid yang
berulang dan noncoding. Sebagai contoh, gen manusia menyusun 1/100.000
molekul DNA dimana ia terdapat. Kloning DNA bertujuan meng-hasilkan
sejumlah besar DNA yang identik, termasuk gen, promotor, sekuens non-coding,
dan fragmen DNA, untuk penelitian lanjut atau menggunakan DNA pada
organisme yang intak untuk menghasilkan protein yang bermanfaat baik bagi
penelitian maupun aplikasi bagi kesehatan manusia.
Kloning dilakukan dengan mengguna-kan bakteri dan plasmid. Plasmid
merupa-kan molekul DNA sirkular berukuran kecil, tetapi mempunyai ukuran
sama atau bahkan lebih besar dari ukuran bahan genetik utamanya (kromosom
bakteri), dan bereplikasi di dalam sel bakteri.
Dalam hal melakukan kloning gen atau potongan DNA, plasmid asal
(cloning vector) diisolasi dari sel bakteri. Gen sel tertentu disisipkan ke dalam
plasmid, sehingga terbentuk plasmid dengan DNA rekombinan. Plasmid yang
baru dimasukkan ke dalam sel bakteri, dan terbentuk bakteri rekombinan yang
akan membentuk sel klon. Gen yang disisipkan akan terikut pada bakteri yang

5
bermitosis. Klon bakteri ini akan menghasilkan protein yang sesuai dengan gen
yang disisipkan. Produk protein yang dihasilkan dapat digu-nakan untuk
penelitian lanjut atau diaplikasikan bagi kesehatan manusia ataupun bi-dang
lainnya. Sebagai contoh perusahaan farmasi menghasilkan berbagai jenis hor-mon
dengan menggunakan bakteri yang me-nyandang gen manusia. Gen yang resisten
terhadap hama dari satu spesies dapat diklon dan disisipkan ke spesies yang lain.
Pada dasarnya kloning fragmen DNA mencakup lima langkah strategi
kloning:
• Isolasi: Isolasi dan pemurnian DNA sel sampel.
• Fragmentasi: Fragmentasi dengan menggunakan enzim restriksi yang
memisahkan untaian DNA.
• Ligasi: Ligasi untuk melekatkan potongan-potongan DNA dalam sekuens
yang di-inginkan. Fragmen DNA dicampurkan dengan plasmid yang telah
dipotong dengan enzim restriksi yang sama. DNA ligase ditambahkan untuk
mengikatkan fragmen DNA ke plasmid.
• Transfeksi: Transfeksi untuk menyisipkan potongan baru DNA ke dalam sel.
• Seleksi: Skrining/seleksi: seleksi sel-sel yang ber-hasil ditransfeksi dengan
DNA baru.

b) Kloning Sel
Kloning sel bertujuan menghasilkan suatu populasi sel dari satu sel tunggal.
Pada organisme unisel seperti bakteri dan jamur, proses ini relatif mudah dan
hanya me-merlukan inokulasi pada media yang sesuai. Pada kultur sel dari
organisme multisel, baik sel dewasa maupun sel punca, kloning sel
merupakan hal yang cukup rumit karena sel-sel ini tidak dapat tumbuh pada
media standar. Tehnik yang diperkenalkan adalah dengan menggunakan
cincin kloning. Sus-pensi sel tunggal yang telah dipapar dengan agen
mutagenik atau obat tertentu ditem-patkan pada pengenceran tinggi untuk
menghasilkan koloni-koloni yang terisolasi. Setiap koloni tumbuh dari satu sel

6
tunggal. Sel-sel klon dikumpulkan dari dalam cincin dan dipindahkan untuk
pertumbuhan lanjut.

c) Kloning Organisme
Kloning ini disebut juga kloning reproduksi yang bertujuan untuk
menghasilkan organisme multisel yang identik secara genetik. Proses kloning
ini merupakan reproduksi aseksual dimana tidak terjadi fertilisasi. Disini dila-
kukan transfer inti dari sel dewasa donor ke dalam sel telur tanpa inti. Bila sel
telur telah membelah normal maka akan dipindahkan ke dalam uterus inang
substitusi. Klon yang dihasilkan tidak sepenuhnya identik oleh karena sel
somatik dapat mengandung mu-tasi DNA inti. Selain itu mitokondria di dalam
sitoplasma juga mengandung DNA, dan selama SCNT, DNA ini sepenuhnya
berasal dari sel telur donor, jadi genom mitokondria tidak serupa dengan sel
telur donor. Hal ini sangat perlu diperhatikan pada cross species nuclear
transfer oleh karena bila terjadi incompatbilitas mito-kondria maka akan
mengarah ke kematian sel. Selain itu dalam proses kloning peran kromosom
seks (inaktivasi) belum dapat dipenuhi.
Secara umum proses kloning pada mamalia dan manusia serupa, tetapi
aplikasi pengunaan klon pada manusia lebih kom-pleks. Kloning dapat
berfungsi sebagai terapeutik, reproduktif, dan replacement. Kloning terapeutik
merupakan kloning sel punca ataupun sel dewasa untuk diapli-kasikan pada
pengobatan dan penelitian. Kloning reproduktif secara teoritik untuk
membentuk klon manusia. Kloning replacement merupakan gabungan
keduanya, dan berfungsi untuk penggantian bagian tubuh individu yang
dilakukan kloning yang mengalami kerusakan, atau gagal organ, dan diikuti
oleh transplantasi otak sebagian atau seluruhnya. Salah satu keuntungan bila
menggunakan klon organ dari diri sendiri yaitu tidak terjadi reaksi penolakan
jaringan, dan dengan sendirinya tidak memerlukan pemberian obat
imunosupresif. Koning replacement masih mendapat banyak tan-tangan

7
karena belum terdapat persesuaian pendapat mengenai hasil klon, antara lain
apakah sudah layak pakai atau belum.
Walaupun kloning telah berhasil dila-kukan pada berbagai spesies,
pemahaman mengenai proses cloning subselular dan molecular masih sangat
terbatas. Aborsi, lahir mati dan perkembangan yang abnor-mal pada hewan
klon masih sangat tinggi, yang menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dan
keamanan SCNT masih belum me-yakinkan. Masalah lain yang cukup serius
adalah pemendekan telomer. Telomer merupakan sekuens DNA berulang
pada ujung kromosom. Dengan bertambahnya usia he-wan telomer akan
memendek. Bila telomer sel sudah sangat memendek, maka sel terse-but akan
mati. Bila klon diambil dari sel yang tua, maka telomerya pun akan memen-
dek yang mengakibatkan kecenderungan menderita penyakit dan mengalami
kematian pada usia yang relatif muda

3. Metode Melakukan Kloning


a. Artificial embryo twinning
Cara ini relatif lowtech, yang mencontohi proses alamiah terjadinya kembar
identik. Pada embrio yang masih dini dilakukan separasi secara manual sehingga
menghasil-kan sel-sel individu, yang selanjutnya akan membelah dan
berkembang. Embrio ini diimplantasikan pada inang subtitusi sampai cukup
bulan dan kemudian dilahirkan. Oleh karena embrio-embrio klon ini berasal dari
zigot yang sama maka mereka secara genetik identik.

b. Somatic cell nuclear transfer (SCNT)


Cara ini agak berbeda dengan artificial embryo twinning tetapi memberi hasil
yang relatif sama yaitu salinan genetik yang sama. Sel somatik yang dipakai
adalah sel-sel di dalam tubuh selain sel sperma dan sel telur. Pada mamalia setiap
sel somatik mempunyai dua set kromosom yang leng-kap. Inti sel somatik
ditransfer ke sel telur yang telah dilakukan enukleasi. Sel telur dengan inti baru
ini akan berlaku sebagai zigot, yang kemudian diimplantasikan ke inang

8
subtitusi. SCNT bertujuan utama un-tuk menghasilkan embrio yang akan diguna-
kan pada riset, terutama riset sel punca. Sel-sel ini kemudian dipanen untuk
digunakan pada riset bioteknologi dengan harapan da-pat diaplikasikan bagi
berbagai aspek yang menunjang kesejahteraan manusia, terma-suk aspek
kesehatan dan pengobatan.

B. Kajian Epistimologis
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan, ilmu
pengetahuan) dan logos (pengetahuan, informasi). Jadi, epistemologi berarti
“pengetahuan tentang pengetahuan” atau teori pengetahuan. Epistemologi mengkaji
tentang hakikat dan wilayah pengetahuan. Epistemologi membahas berbagai hal
tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.
Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan
berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pendekatan/metode non-ilmiah adalah
pengetahuan yang diperoleh dengan cara penemuan secara kebetulan, untung-
untungan (trial and error), akal sehat (common sense), prasangka, otoritas
(kewibawaan), dan pengalaman biasa. Metode ilmiah adalah cara memperoleh
pengetahuan melalui pendekatan deduktif dan induktif. Tujuan utama adalah untuk
menemukan teori-teori, kebenaran pengetahuan, batasan pengatahuan, prinsip-prinsip
generalisasi dan hukum-hukum. Temuan itu dapat dipakai sebagai dasar, bingkai atau
kerangka pemikiran untuk menerangkan, mendeskripsikan, mengontrol,
mengantisipasi atau meramalkan sesuatu kejadian secara lebih tepat.
Secara sederhana epistemologi juga disebut teori pengetahuan (theory of
knowledge). Pengetahuan dalam arti sebuah usaha yang dilakukan secara sadar baik
dalam proses atau penarikan kesimpulan mengenai kebenaran suatu hal. Kebenaran
dalam kajian ini lebih dari sebuah eksistensi mengingat banyakanya kemungkinan
pendapat yang muncul mengenai nilai dari suatu objek dalam filsafat.

9
Berdasarkan uraian di atas, mengkaji kloning dari sisi epistimologis berarti
menguraikan bagaimana kloning itu bisa ditemukan. Pada tahun 1800 Hans Dreisch
memelopori melakukan kloning pada sea urchins dengan dasar pemikiran hewan laut
ini mempunyai sel embrio yang besar dan dapat berkembang tanpa ketergantungan
pada induknya. Dreich melakukan Kloning dengan memisahkan sel embrio bersel
dua. Selang 20 tahun kemudian yaitu tahun 1902 Hans Spemman berhasil melakukan
pemi-sahan sel embrio bersel dua dari salaman-der, yang selanjutnya berkembang
diluar tubuh induk. Perkembangan yang pesat terjadi pada 1951 oleh tim peneliti di
Philadelphia yang melakukan kloning em-brio katak. Inti sel embrio katak
dikeluarkan untuk menggantikan inti sel telur yang belum dibuahi. Percobaan ini
merupakan awal metode nuclear transplant.
Penerobosan yang bermakna terjadi pada tahun 1986 dengan dilakukannya
koning mamalia oleh dua tim peneliti di Inggris (kloning biri-biri) dan di Amerika
(kloning sapi). Walaupun demikian, tidak satupun tim yang berpendapat bahwa
kloning ma-malia dapat dilakukan dengan menggunakan sel somatik dewasa yang
telah berdiferen-siasi. Tahun 1996 tim peneliti Wilmut et al dari Roslin Institute di
Scotlandia berhasil melakukan kloning biri-biri dengan meng-gunakan sel
nonembrionik yaitu sel kelenjar mama biri-biri dewasa, yang dikenal dengan ”Dolly
the sheep”. Dengan berhasilnya proses kloning tersebut, maka peneliti-peneliti
lainnya berlomba-lomba melakukan kloning dengan menggunakan berbagai spesies
hewan.

C. Kajian Aksiologi
Aksiologi membahas masalah nilai atau norma yang berlaku pada kehidupan
manusia. Aksiologi disebut juga teori nilai, karena ia dapat menjadi sarana orientasi
manusia dalam usaha menjawab suatu pertanyaan yang amat fundamental, yakni
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak? Teori nilai atau aksilogi ini kemudian
melahirkan etika (apa yang baik dan tidak baik) dan estetika (apa yang indah dan
tidak indah). Dengan kata lain, aksiologi adalah ilmu yang menyoroti masalah nilai
dan kegunaan ilmu pengetahuan itu. Secara moral dapat dilihat apakah nilai dan

10
kegunaan ilmu itu berguna untuk peningkatan kualitas kesejahteraan dan
kemaslahatan umat manusia atau tidak. Nilai (values) bertalian dengan apa yang
memuaskan keinginan atau kebutuhan seseorang, kualitas dan nilai sesuatu.
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang berarti teori tentang nilai.
Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:
• Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
• Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
• Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
• Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral
dan professional?

Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa akar dari kajian aksiologi
adalah menyoroti masalah nilai dan kegunaan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu,
kajian aksiologi dari kloning adalah sebagai berikut:
1. Pemanfaatan kloning dapat sebagai terapeutik, reproduktif, dan replacement.
2. Kloning gen yang menghasilkan salinan gen atau segmen DNA dan kloning sel
punca ataupun sel dewasa dapat diaplikasikan dalam pengobatan.
3. Kloning reproduktif menghasilkan salinan hewan seutuhnya (termasuk
manusia).
4. Kloning bermanfaat sebagai replace-ment yaitu berfungsi untuk penggantian
bagian tubuh individu (yang dilakukan klon ing) yang mengalami kerusakan,
atau gagal organ.

III. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian kloning dalam sudut pandang filsafat ilmu kedokteran yang telah
diulas secara ontologis, epistimologis, dan aksiologis didapatkan 3 kesimpulan
sebagai berikut:
1. Dalam kajian ontologis, kloning adalah kreasi suatu organisme yang merupakan
salinan genetik dari organisme pendahulu. Clone adalah salinan genetik yang
iden-tik dari potongan DNA, sel, atau orgisme keseluruhan.

11
2. Dalam kajian epistimologis, kloning sudah mulai diteliti sejak tahun 1800 an.
Pada tahun 1996 tim peneliti Wilmut et al dari Roslin Institute di Scotlandia
berhasil melakukan kloning biri-biri dengan meng-gunakan sel nonembrionik
yaitu sel kelenjar mama biri-biri dewasa, yang dikenal dengan ”Dolly the
sheep”.
3. Dalam kajian aksiologis, cloning bermanfaat antara lain sebagai terapeutik,
reproduktif, dan replacement.

12
DAFTAR PUSTAKA

Beddington, R. 1997. Cloning. NIMR: Mill Hill Essays.

Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 199. DNA technology In: Biology 5th ed.
California: AddisonWesley Longman Inc.
Cloning-A Webliography [homepage on the Internet]. Available from:
http://staff.lib.msu,cdu/skendall/cloning/
Wardana, Made. 2016. Filsafat Kedokteran. Denpasar: Vaikuntha International
Publication.
What is cloning? [homepage on the Internet]. Available from:
http://learn.genetics.utah.edu/content/teh/cloning/whatiscloning/
Yuwono, T. 2008. Organisasi Biologis Jasad Hidup Dalam Biologi Molekular.
Jakarta: Erlangga.

13

Anda mungkin juga menyukai