PENDAHULUAN
Istilah batimetri berasal dari bahasa Yunani yaitu Bathy- yang berarti
kedalaman dan -metry yang berarti ilmu ukur, sehingga batimetri
didefinisikan sebagai pengukuran dan pemetaan dari topografi dasar laut
(Pipkin et.al., 1977). Batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar
laut dimana peta batimetri memberikan infomasi mengenai dasar laut
(Nurjaya, 1991). Pemanfaatan peta batimetri dalam bidang kelautan misalnya
dalam penentuan alur pelayaran, perencanaan bangunan pantai, pembangunan
jaringan pipa bawah laut dsb (Fauzi,2009).Batimetri merupakan unsur
serapan yang secara sederhana dapat diartikan sebagai kedalaman laut. Dari
Kamus Hidrografi yang dikeluarkan oleh Organisasi Hidrografi Internasional
(International Hydrographic Organization, IHO) tahun 1994, Batimetri adalah
penentuan kedalaman laut dan hasil yang diperoleh dari analisis data
kedalaman merupakan konfigurasi dasar laut (Anonim, 2013).
Awalnya, batimetri mengacu kepada pengukuran kedalaman
samudra.Teknik-teknik awal batimetri menggunakan tali berat terukur atau
kabel yang diturunkan dari sisi kapal. Keterbatasan utama teknik ini adalah
hanya dapat melakukan satu pengukuran dalam satu waktu sehingga dianggap
tidak efisien. Teknik tersebut juga menjadi subjek terhadap pergerakan kapal
dan arus. Sekarang ini, peta batimetri ini dapat divisualisasikan dalam
tampilan 2 dimensi maupun 3 dimensi. Visualisasi tersebut dapat dilakukan
karena perkembangan teknologi yang semakin maju, sehingga penggunaan
komputer untuk melakukan kalkulasi dalam pemetaan mudah dilakukan. Data
batimetri dapat diperoleh dengan penggunaan teknik interpolasi untuk
pendugaan data kedalaman untuk daerah-daerah yang tidak terdeteksi
merupakan hal mutlak yang harus diperhatikan. Teknik interpolasi yang
sering digunakan adalah teori Universal Kriging dan teori IRFK (Wikipedia,
2013).
Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran
dengan garis-garis kontor (contour lines) yang disebut kontor kedalaman
(depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan berupa
informasi navigasi permukaan. Di daratan, garis kontur menghubungkan
tempat-tempat berketinggian sama, sedangkan kontur pada batimetri
menghubungkan tempat-tempat dengan kedalaman sama di bawah permukaan
air. Penggukuran kedalaman juga berpengaruh pada cahaya (kecerahan).
Cahaya matahari merupakan sumber energi bagi kehidupan jasad hidup
diperairan. Cahaya matahari dibutuhkan oleh tumbuhan air dimana untuk
proses fotosintesis. Cahaya yang jatuh dipermukaan air sebagian akan
dipantulkan dan sebagian lagi akan diserap. Cahaya yang diserap akan diubah
menjadi panas. Cahaya inilah yang nantinya akan menentukan kecerahan
suatu perairan (Anonim, 2013).
Kedalaman penetrasi cahaya dialam laut bergantung pada beberapa
faktor antara lain absorpsi cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya,
kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik dan
musim. Peta batimetri dalam aplikasinya memiliki banyak manfaat dalam
bidang teknik sipil dan kelautan antara lain penentuan jalur pelayaran yang
aman, perencanaan bangunan pinggir pantai dan lepas pantai, pendeteksian
adanya potensi bencana tsunami di suatu wilayah, dan pertambangan minyak
lepas pantai. Selain itu, peta batimetri diperlukan untuk mengetahui kondisi
morfologi suatu daerah perairan. Karena kondisi laut yang sangat dinamis,
peta batimetri harus selalu di-update dengan perubahan dan perkembangan
kondisi perairan tersebut (Fauzi,2009).
Pengukuran kedalaman perairan secara konvensional dilakukan dengan
menggunakan metode batu duga, namun metode ini memiliki kelemahan
terutama hasil yang kurang akurat. Kemajuan teknologi yang semakin pesat
membuat metode ini sudah muali ditinggalkan dan beralih ke metode
pengukuran kedalaman yang mnenggunaka prinsip perambatan gelombang
bunyi (Fauzi,2009).
Penentuan Batimetri
a. Metode Akustik
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di
laut dengan mempertimbangkan proses-proses perambatan suara;
karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas); faktor lingkungan /
medium; kondisi target dan lainnya. Aplikasi metode ini dibagi menjadi 2,
yaitu sistem akustik pasif dan sistem akustik aktif. Salah satu aplikasi dari
sistem aplikasi aktif yaitu Sonar yang digunakan untuk penentuan
batimetri.Sonar (Sound Navigation And Ranging): Berupa sinyal akustik
yang diemisikan dan refleksi yang diterima dari objek dalam air (seperti
ikan atau kapal selam) atau dari dasar laut. Bila gelombang akustik
bergerak vertikal ke dasar laut dan kembali, waktu yang diperlukan
digunakan untuk mengukur kedalaman air, jika c juga diketahui (dari
pengukuran langsung atau dari data temperatur, salinitas dan tekanan).Ini
adalah prinsip echo-sounder yang sekarang umum digunakan oleh kapal-
kapal sebagai bantuan navigasi. Echo-sounder komersil mempunyai lebar
sinar 30-45o vertikal tetapi untuk aplikasi khusus (seperti pelacakan ikan
atau kapal selam atau studi lanjut dasar laut) lebar sinar yang digunakan
kurang 5o dan arahnya dapat divariasikan. Walaupun menunjukkan
pengaruh temperatur, salinitas dan tekanan pada laju bunyi dalam air laut
(1500 ms-1) relatif kecil dan sedikit perubahan pada c dapat menyebabkan
kesalahan pengukuran kedalaman dan kesalahan sudut akan menambah
keburukan resolusi (Supangat, 2003)
Teknik echo-sounding untuk menentukan kedalaman dan pemetaan
dasar laut bertambah maju dengan berkembangnya peralatan sonar seperti
SeaBeam dan Hydrosweep yang merupakan sistem echo-sounding multi-
beam yang menentukan kedalaman air di sepanjang swath lantai laut di
bawah kapal penarik, menghasilkan peta-peta batimetri yang sangat detail.
Sidescan imaging system, sperti GLORIA (Geological Long Range
Inclined Asdic), SeaMARC, dan TOBI (Towed Oceand Bottom
Instrument) menghasilkan fotografi aerial yang sama atau citra-citra radar,
menggunakan bunyi atau microwave. Echo-sounding banyak juga
digunakan oleh nelayan karena ikan menghasilkan echo, dan kawanan ikan
atau hewan lain dapat dikenali sebagai lapisan-lapisan sebaran dalam
kolom air (Supangat, 2003).
b. Satelit Altimetri
Altimetri adalah Radar (Radio Detection and Ranging) gelombang
mikro yang dapat digunakan untuk mengukur jarak vertikal antara
permukaan bumi dengan wahana antariksa (satelit atau pesawat terbang).
Pengukuran ini dapat menghasilkan topografi permukaan laut sehingga
dapat menduga geoid laut, arus permukaan dan ketinggian gelombang.
Inderaja altimetri untuk topografi permukaan laut pertama kali
dikembangkan sejak peluncuran SKYLAB dengan sensor atau radiometer
yang disebut S-193. Satelit altimetri yaitu : GEOS-3, SEASAT, ERS-1,
dan yang terakhir yang sangat terkenal adalah TOPEX/POSEIDON.
Satelit terakhir ini adalah satelit misi bersama antara Amerika Serikat
(NASA) dengan Perancis (Susilo, 2000).
Satelit altimetri memiliki prinsip penggambaran bentuk paras laut
dimana bentuk tersebut menyerupai bentuk dasar laut dengan
pertimbangan gravitasi yang mempengaruhi paras laut dan hubungan
antara gravitasi dan topografi dasar laut yang bervariasi sesuai dengan
wilayah. Satelit altimetri juga memberikan bentuk gambaran paras muka
laut. Satelit ini mengukur tinggi paras muka laut relatif terhadap pusat
massa bumi. Sistem satelit ini memiliki radar yang dapat mengukur
ketinggian satelit di atas permukaan laut dan sistem tracking untuk
menentukan tinggi satelit pada koordinat geosentris. Satelit Altimetri
diperlengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter), penerima pulsa
radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi (Hery Andreas
dalam Hasanuddin Z A).
Pada sistem ini, altimeter radar yang dibawa oleh satelit
memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik (radar)
kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan
laut dan diterima kembali oleh satelit. Informasi utama yang ingin
ditentukan dengan satelit altimetri adalah topografi dari muka laut. Hal ini
dilakukan dengan mengukur ketinggian satelit di atas permukaan laut
dengan menggunakan waktu tempuh dari pulsa radar yang dikirimkan
kepermukaan laut, dan dipantulkan kembali ke satelit (Heri Andreas dalam
Hasanuddin Z A).
c. Kontur Batimetri
Bentuk kontur batimetri dari plot hasil sounding diamati sesuai
dengan aturan-aturan sederhana sederhana. Garis kontur tidak pernah
saling berpotongan/melewati/tumpang tindih satu sama lainnya.
Contoh,jika garis kontur 100 meter adalah gambaran garis lepas pantai ke
sambungangaris pantai,semua kedalaman 100 m harus pada garis tersebut
dan semua hasil sounding yang lebih dangkal dari 100 m harus di antara
garis kontur tersebut dan pantai. Jika hasil sounding lebih besar dari 100 m
yang ditemui di wilayah yang dilukiskan dengan kontur tersebut,letak
garis-garis harus disesuaikan.
Asas yang sama digunakan untuk letak dari garis ysng bertambah
kedalamannya. Wilayah garis antara 100-200 m tidak harus memuat titik-
titik kurang dari 100 m atau lebih dari 200 m. Jarak penutup antara kontur-
kontur menunjukkan suatu slope yang curam atau suatu kecuraman diubah
menjadi kedalaman. Akhirnya garis kontur menutup diatasnya. Kontur-
kontur yang sedikt menonjol dapat tertutup di dalam daerah peta,sehingga
ujungnya bergabung/menyatu,sedangkan kontur-kontur yang lebih besar
akan menonjol dan menutup turunan wilayah peta (Hutabarat,1986).
Kita dapat memperleh topografi dari peta kontur ataupun peta laut
dengan membentuk atau membangun suatu topografi sepanjang garis
pilihan atau lintasan.Profil adalah seperti suatu grafik kedalaman dasar laut
yang diplotkan secara vertical dan jaraknya diplotkan secara horizontal.
Berdasarkan hasil penggambaran tersebut akan diperoleh bentuk-bentuk
dasar laut (Hutabarat,1986).
Bentuk-bentuk dasar laut terdiri dari :
Ridge dan Rise
Ini adalah suatu bentuk proses peninggian yang terdapat di atas laut (
sea floor) yang hampir serupa dengan adanya gunung-gunung di
daratan
Trench
Bagian laut yang terdalam dengan bentuk seperti saluran seolah-olah
terpisah sangat dalam yang terdapat di perbatasan antara benua.
Abyssal Plain
Daerah yang relatif tebagi rata dari permukaan bumi yang terdapat
dibagian sisi yang mengarah ke daratan.
Continetal Island
Beberapa pulau yang menurut sifat geologisnya bagian dari massa
tanah daratan benua besar yang kemudian terpisah
Island Arc (kumpulan pulau-pulau)
Kumpulan pulau-pulau seperti indonesia yang mempunyai perbatasan
dengan benua
Mid-Oceanic Volcanic Island
Pulau-pulau vulkanik yang terdapat di tengah-tengah lautan. Terdiri
dari pulau-pulau kecil, khususnya terdapat di Lautan pasifik
Atol-atol
Daerah yang terdiri dari kumpulan pulau-pulau yang sebagian besar
tenggelam di bawah permukaan laut dan berbentuk cincin.
Seamout dan guyot
Gunung-gunung berapi yang mucul dari dasar lantai lautan tetapi tidak
mencapai permukaan laut ( Hutabarat,1986).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai
berikut :
a. Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
Kedua satuan ini sangat jelas terlihat dengan kondisi geografi daerah
penelitian yaitu berada di daerah teluk palu.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengatan yang dilakukan di daerah pantoloan
menyatakan bahwa kawasan laut tersebut termasuk dalam kategori laut
kontinental shelf di mana lautnya memiliki lereng yang landai dan berbatasan
langsung dengan daratan.
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat pengukuran batymetri, praktikan memperhatikan
dan lebih teliti dalam pengukuran sehingga data yang didapatkan lebih akurat
dan mempermudah dalam pengolahan datanya. Sehingga peta yang dihasilkan
maksimal dan dapat di jadikan acuan selanjutnya untuk pengembangan daerah
laut.