Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

POLIKISTIK

Untuk Memenuhi Laporan Tugas di Ruang Hemodialisa


RSUD dr. Moewardi

Disusun oleh :
Aditya Putra Hary
Nina Fitriani Rahayu
Supriyanto
Woro Ajeng Mulyaningrum
YB Himawan Cuk Purnomo

PELATIHAN DIALISIS RSUD dr.MOEWARDI


ANGKATAN
2018

1
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Kista adalah suatu kantung tertutup yang dilapisi oleh jaringan epitel dan
berisi cairan atau bahan setengah padat. Kista ginjal dapat disebabkan oleh
anomaly congenital ataupun kelainan yang di dapat. Kista ginjal dibedakan dalam
beberapa bentuk, yaitu :
1. Ginjal multikistik diplastik
2. Ginjal polikistik
3. Kista ginjal Soliter.

Diantara bentuk – bentuk kista ginjal ini, ginjal polikistik berkembang secara
progresif menuju kerusakn kedua buah ginjal.

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang
berarti rongga tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau
bahan semi solid, jadi polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik
(cytstic) pada ginjal.

Kista-kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi


yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi
oleh kelompok kista-kista yang menyerupai anggur. Kista-kista itu terisi oleh
cairan jernih atau hemorargik.

Polikisitik berasal dari dua kata poly yang berarti banyak dan Cystic yang
berarti rongga tertutup abnormal, dilapisi epitel yang mengandung cairan atau
bahan semisolid, jadi polikistik (polycystic) ginjal adalah banyaknya kistik
(cytstic) pada ginjal.

Kista-kista tersebut dapat dalam bentuk multipel, bilateral, dan berekspansi


yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan. Ginjal dapat membesar (kadang-kadang sebesar sepatu bola) dan terisi
oleh kelompok kista – kista yang menyerupai anggur. Kista-kista itu terisi oleh

2
cairan jernih atau hemorargik. Penyakit Ginjal Polikista adalah suatu penyakit
keturunan diamana pada kedua ginjal ditemukan banyak kista, ginjal menjadi
lebih besar tetapi memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang masih berfungsi.

B. Klasifikasi

Polikistik memiliki dua bentuk yaitu bentuk dewasa yang bersifat autosomal
(5).
dominan dan bentuk anak-anak yang bersifat autosomal resesif Namun pada
buku lain menyebutkan polikistik ginjal dibagi menjadi dua bentuk yaitu penyakit
ginjal polikistik resesif autosomal (Autosomal Resesif Polycystic Kidney/ARPKD)
dan bentuk penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant
Polycytstic Kidney/ADPKD) (1).

Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic


Kidney/ARPKD)

1. Anomali perkembangan yang jarang ini secara genetis berbeda dengan


dengan penyakit ginjal polikistik dewasa karena memiliki pewarisan yang
resesif autosomal, terdapat subkategori perinatal, neonatal, infantile dan
juvenile (6).
2. Terdiri atas setidaknya dua bentuk, PKD1 dan PKD2, dengan PKD1
memiliki lokus gen pada 16p dan PKD2 kemungkinan pada kromosom 2.
PKD2 menghasilkan perjalanan penyakit yang secara klinis lebih ringan,
dengan ekspresi di kehidupan lebih lanjut (7).

Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic


Kidney/ADPKD).

1. Merupakan penyakit multisistemik dan progresif yang dikarakteristikkan


dengan formasi dan pembesaran kista renal di ginjal dan organ lainnya
(seperti : liver, pancreas, limfa) (8).

3
2. Kelainan ini dapat didiagnosis melalui biopsi ginjal, yang sering
menunjukkan pre dominasi kista glomerulus yang disebut sebagai penyakit
ginjal glomerulokistik, serta dengan anamnesis keluarga (7).

3. Terdapat tiga bentuk Penyakit Ginjal Polikistik Dominan Autosomal

 ADPKD – 1 merupakan 90 % kasus, dan gen yang bermutasi


terlentak pada lengan pendek kromosom 16.

 ADPKF – 2 terletak pada lengan pendek kromosom 4 dan


perkembangannya menjadi ESRD terjadi lebih lambat daripada
ADPKD.

 Bentuk ketiga ADPKD telah berhasil di identifikasi, namun gen


yang bertanggung jawab belum diketahui letaknya.

C. ETIOLOGI
1. Kelainan genetik yang menyebabkan panyakit ini bisa bersifat dominan
maupun resesif. Artinya penderita bisa memiliki 1 gen dominan dari salah
satu orangtuanya atau 2 gen resesif dari kedua orangtuanya.
2. Penderita yang memiliki gen dominan biasanya baru menunjukkan gejala
pada masa dewasa; penderita yang memiliki gen resesif biasanya
menunjukkan penyakit yang berat pada masa kanak-kanak.
3. Etiologi berdasarkan klasifikasi
a) Ginjal Polikistik Resesif Autosomal (Autosomal Resesif Polycystic
Kidney/ARPKD)
Disebabkan oleh mutasi suatu gen yang belum teridentifikasi
pada kromosom 6p. Manifestasi serius biasanya sudah ada sejak lahir,
dan bayi cepat meninggal akibat gagal ginjal. Ginjal memperlihat banyak
kista kecil dikorteks dan medulla sehingga ginjal tampak seperti spons (6).
b) Ginjal Polikistik dominan autosomal (Autosomal Dominant Polycytstic
Kidney/ADPKD)
Diperkirakan karena kegagalan fungsi antara glomerulus dan
tubulus sehingga terjadi pengumpulan cairan pada saluran buntu tersebut.
Kista yang semakin besar akan menekan parenkim ginjal sehingga terjadi
iskemia dan secara perlahan fungsi ginjal akan menurun. Hipertensi

4
dapat terjadi karena iskemia jaringan ginjal yang menyebabkan
peningkatan renin angiotensin.

D. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ginjal polikistik pada dewasa atau penyakit ginjal polikistik dominan
autosomal tidak menimbulkan gejala hingga dekade keempat, saat dimana ginjal
telah cukup membesar. Gejala yang ditimbulkan adalah :
1. Nyeri
Nyeri yang dirasakan tumpul di daerah lumbar namun kadang-kadang juga
dirasakan nyeri yang sangat hebat, ini merupakan tanda terjadinya iritasi di
daerah peritoneal yang diakibatkan oleh kista yang ruptur. Jika nyeri yang
dirasakan terjadi secara konstan maka itu adalah tanda dari perbesaran satu
atau lebih kista.
2. Hematuri
Hematuria adalah gejala selanjtnya yang terjadi pada polikistik. Gross
Hematuria terjadi ketika kista yang rupture masuk ke dalam pelvis ginjal.
Hematuria mikroskopi lebih sering terjadi dibanding gross hematuria dan
merupakan peringatan terhadap kemungkinan adanya masalah ginjal yang tidak
terdapat tanda dan gejala.
3. Infeksi saluran kemih
4. Hipertensi
Hipertensi ditemukan dengan derajat yang berbeda pada 75% pasien.
Hipertensi merupakan penyulit karena efek buruknya terhadap ginjal yang
sudah kritis.
5. Pembesaran ginjal murapakan hasil dari penyebaran kista pada ginjal yang
akan disertai dengan penurunan fungsi ginjal, semakin cepat terjadinya
pembesaran ginjal makan semakin cepat terjadinya gagal ginjal.

6. Aneurisma pembulu darah otak


Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) terdapat
kista pada organ-organ lain seperti : hati dan pangkreas.
Gejala lainnya :
1) Pada anak-anak, penyakit ginjal poli kista menyebabkan ginjal menjadi
sangat besar dan perutnya membuncit.

5
2) Bayi baru lahir yang menderita penyakit berat bisa meninggal segera
setelah dilahirkan, karena gagal ginjal pada janin menyebabkan
terganggunya perkembangan paru-paru.
3) Gejalanya berupa nyeri punggung.
4) darah dalam air kemih (hematuria).
5) infeksi dan nyeri kram hebat akibat batu ginjal (kolik renalis).
6) Pada penderita lain yang memiliki lebih sedikit jaringan ginjal yang
berfungsi bisa kelelahan, mual, berkurangnya pembentukan air kemih
dan gejala lainnya akibat gagal ginjal.

E. PATOFISIOLOGI
Kedua ginjal membesar dan secara makroskopis menampakkan banyak
sekali kista di seluruh korteks dan medula. Pemeriksaan mikroskopis
menunjukkan bahwa “kista-kista” merupakan dilatasi duktus kolektivus.
Interstitium dan sisa tubutus mungkin normal pada saat lahir, tetapi perkembangan
fibrosis inierstisial dan atrofi tubulus dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Sebagian besar penderita juga mempunyai kista di dalam hati. Pada kasus-
kasus yang berat, kista dalam hati dapat dihubungkan dengan sirosis, hipertensi
aorta, dan kematian karena varises esofagus. Apabila keparahan manifestasi butt
melebihi keparahan manifestasi keterlibatan ginjal, gangguannya disebut fibrosis
hati kongenital. Apakah penyakit polikistik infantil dan fibrosis ban kongenital
merupakan ujung spektrum dari sebuah gangguan tunggal yang berlawanan atau
gangguan autosom resesif tersendiri dengan manifestasi yang serupa, masih harus
tetap ditentukan.

F. PEMERIKSAAAN PENUNJANG
1. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat keluarga dan gejala-gejalanya.
Jika penyakit telah mencapai stadium lanjut dan ginjal sangat membesar, maka
diagnosisnya sudah pasti.
2. USG dan CT scan menunjukkan gambaran ginjal dan hati yang sudah dimakan
ngengat akbiat kista.
3. Pemeriksaan Urin
a) Proteinuria
b) Hematuria
c) Leukosituria
d) Kadang Bakteriuria
e) Pemeriksaan Darah

6
4. Pada penyakit yang sudah lanjut menunjukkan:

a) Uremia

b) Anemia karena hematuria kronik.

c) Ultrasonografi ginjal

5. MRI
Magnetic resonance imaging (MRI) lebih sensitif dan dapat
mengidentifikasi kistik ginjal yang memiliki ukuran diameter 3 mm seperti
pada lampiran 3.3. MRI dilakukan untuk melakukan screening pada pasien
polikistik ginjal autosomal dominan (ADPKD) yang anggota keluarganya
memiliki riwayat aneurisma atau stroke.
6. Computed tomography (CT)
Sensitifitasnya sama dengan MRI tetapi CT menggunakan media kontras.
7. Biopsi
Biopsi ginjal ini tidak dilakukan seecara rutin dan dilakukan jika diagnosis
tidak dapat ditegagkan dengan pencitraan yang telah dilakukan.

G. PENATALAKSANAAN
Karena kista soliter sangat jarang memberikan gangguan pada ginjal,
penetalaksanaan kasus ini ialah konservatif, dengan evaluasi rutin menggunakan
USG.Apabila kista sedemikian besar, sehingga menimbulkan rasa nyeri atau
muncul obstruksi, dapat dilakukan tindakan bedah. Sementara ada kepustakaan
yang menyatakan bahwa meskipun kista ginjal asimptomatik, apabila ditemukan
kista ginjal yang besar merupakan indikasi operasi, karena beberapa kista yang
demikian cenderung mengandung keganasan.
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada kista adalah (6,8) :
1. Aspirasi percutan.
2. Bedah terbuka
a) Eksisi
b) Eksisi dengan cauterisasi segmen yang menempel ke parenkim
c) Drainase dengan eksisi seluruh segmen eksternal kista
d) Heminefrektomi.
3. Laparoskopik
Pada tindakan aspirasi percutan harus diingat bahwa kista merupakan

7
suatu kantung tertutup dan avaskuler, sehingga teknik aspirasi harus betul-
betul steril, dan perlu pemberian antibiotik profilaksis. Karena apabila ada
kuman yang masuk dapat menimbulkan abses. Seringkali kista muncul lagi
setelah dilakukan aspirasi, meskipun ukurannya tidak sebesar awalnya.
Pemberian injeksi sclerosing agent, dapat menekan kemungkinan
kambuhnya kista. Tetapi preparat ini sering menimbulkan inflamasi, dan
sering pasien mengeluh nyeri setelah pemberian injeksi. Yang perlu
diperhatikan adalah apabila terjadi komplikasi. Jika terjadi infeksi kista,
perlu dilakuka drainase cairan kista dan pemberian antibiotik. Pada
komplikasi hidronefrosis akibat obstruksi oleh kista, dapat dilakukan eksisi
kista untuk membebaskan obstruksi.
Pemberian antibiotik pada pyelonefritis akibat stasis urin karena obstruksi oleh
kista akan lebih efektif apabila dilakukan pengangkan kista, yang akan
memperbaiki drainase urin. Perawatan pascaoperasi harus baik. Drainase harus
lancar. Setelah reseksi kista yang cukup besar, cairan drainase sering banyak
sekali, hingga beberapa ratus mililiter per hari. Hal ini dapat berlangsung sampai
beberapa hari. Sebaiknya draininase dipertahankan sampai sekitar 1 minggu pasca
operasi.

8
9
H. PATHWAY

Dominan Resesif

PKD 1 & PKD 2 PKDH 1

Sel epitel kehilangan polarisasi Kerusakan kromosom 6P21

EGF Mutasi gen

Proliferasi sel Kista

Kista
Polikistik ginjal
Fungsi ginjal
penekanan pada ginjal
Ginjal membesar

Kompensasi Na+ & K+ Produksi urin menurun & Penurunan Rupture kista penekanan pada
tubuh gangguan pemekatan urin GFR daerah abdomen
GGK
Masuk ke vaskular
Pelepasan Hematuria Infeksi
nyeri tumpul di
Poliuria & nokturia peritoneum
renin Berikatan dengan air Sekresi Protein punggung dan
Terganggu Anemia abdomen
Angiostensi 1 Perubahan pola peritonitis Peristaltik usus
Volume vaskular Intoleransi
eliminasi urin Viskositas Nyeri akut
aktivitas
Angiostensi 2 Sindrom Uremia Mengaktifkan
Tekanan hidrostatik neutropil & makrofag
usus menjadi
Perfusi darah meregang
TD Pompa jantung Perpospatemia
Semipermeabel
Pelepasan zat
pembuluh darah Beban jantung absorbsi
Perubahan Pruritis pirogen andogen Malabsorbsi
Hipertropi jantung air pada makanan
perfusi
ekstravasasi Hipertropi otot colon terganggu
jaringan Merangsang sel endotel hipotalamus
perifer Gagal jantung jantung
Kerusakan
Edema Konstipasi BB
Integritas Mengeluarkan asam arakidonat
Curah jantung Kompensasi jantung
Kulit 10
Kelebihan volume s
Memacu kerja termostat hipotalamus
cairan Gagal jantung
Suhu tubuh
Hipertermia
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah infeksi, meskipun sangat jarang, atau
kadang-kadang terjadi perdarahan ke dalam kista. Hal ini akan dirasakan sebagai
nyeri pada daerah pinggang yang cukup berat. Apabila kista menekan atau
menjepit ureter. dapat terjadi hidronefrosis, dan dapat berlanjut menjadi
pyelonefritis akibat stasis urin.

J. PROGNOSIS
Pada penyakit ginjal polikistik autosomal resesif (ARPKD), anak-anak
dengan perbesaran ginjal yang berat dapat meninggal pada masa neonatus
karena insufisensi paru atau ginjal dan pada penderita yang sedang menderita
fibrosis hati, serosis dapat mengakibatkan hipertensi serta memperburuk
(13).
prognosisnya Ada atau tidaknya hipoplasia paru merupakan faktor utama
prognosis ARPKD. Pada bayi yang dapat bertahan pada masa neonatal, rata-
rata sekitar 85% bertahan selama 3 bulan, 79% bertahan selama 12 bulan, 51%
(10).
bertahan selama 10 tahun dan 46% bertahan selama 15 tahun Namun dari
buku lain menyebutkan bahwa pada anak-anak yang dapat bertahan selama
bulan pertama kehidupan,78% akan bertahan hingga melebihi 15 tahun.
Pada penyakit ginjal polikistik dominan autosomal (ADPKD) cenderung
relative stabil dan berkembang sangat lambat. Sekitar 50% akan menjadi gagal
ginjal stadium akhir atau uremia pada usia 60 tahun dan 25% pada usia 50
tahun(1), Namun pada buku lain menyebutkan bahwa gagal ginjal terjadi pada
usia sekitar 50 tahun, tetapi perjalanan penyakit ini bervariasi dan pernah
dilaporkan pasien dengan rentang usia yang normal.

BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

11
A. Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, malaise, merasa gelisah dan ansietas,
pembatasan aktivitas/ kerja sehubungan dengan proses penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda: Takikardi (respon demam, proses inflamasi dan nyeri), bradikardi
relatif, hipotensi termasuk postural, kulit/membran mukosa turgor buruk,
kering, lidah kotor.
3. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, gelisah, emosi, kesal misal perasaan tidak berdaya/ tidak ada
harapan.
Tanda: Menolak, perhatian menyempit.
4. Eliminas
Gejala: Diare/konstipasi.
Tanda: Menurunnya bising usus/tak ada peristaltik meningkat pada
konstipasi/adanya peristaltik.
5. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual dan muntah.
Tanda: Menurunnya lemak subkutan, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit
buruk, membran mukosa pucat.
6. Hygiene
Tanda: Ketidak mampuan mempertahankan perawatan diri, bau badan.
7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala: Hepatomegali, Spenomegali, nyeri epigastrium.
Tanda: Nyeri tekan pada hipokondilium kanan atau epigastrium.
8. Keamanan
Tanda : penglihatan kabur, gangguan mental delirium/ psikosis
Gejala: Peningkatan suhu tubuh 38C-40C
9. Interaksi Sosial
Gejala: Menurunnya hubungan dengan orang lain, berhubungan dengan
kondisi yang di alami.
10. Penyuluhan/ Pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga berpenyakit kista ginjal.

Pengkajian khusus :

1. Riwayat atau adanya faktor resiko


a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat

12
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu
2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan
konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang
timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine
keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih
dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak
adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri
bila terdapat kerusakan jaringan ginjal
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah
menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus
renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0),
asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan
magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam :
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin
meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN
hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan
ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan
secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat
dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan
status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-
laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl
tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk
mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada
serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif
pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau

13
polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH
merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi
serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik
pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri
abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur
anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat
menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

B. Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d peningkatan tekanan pada saluran vesika urinaria.
2. Inefektif pola nafas b.d penurunan reekspansi paru.
3. Perubahan eliminasi urin b.d kesulitan berkemih dan penurunan
kontraksi otot saluran kemih.
4. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

C. Intervensi

No Tujuan / Kriteria
Rencana Tindakan Rasional
Dx Hasil
1 Setelah dilakukan 1.Minta px untuk menilai1.Untuk menilai skala nyeri px.
tindakan nyeri pada skala 0-10. 2.Untuk mengetahui lokasi,
2.Lakukan pengkajian
keperawatan selama karakteristik, durasi frekuensi,

14
± 24jam rasa nyeri nyeri yang kualitas, keparahan nyeri.
px menurun atau komprehensif meliputi3.Mengetahui ungkapan nonverbal
lokasi, karakteristik,
berkurang dengan px.
durasi frekuensi,
kriteria hasil: kualitas, 4.Agar px tidak terfokus pada nyeri
o Perasaan senang intensitas/keparahan yang dirasakan.
nyeri.
secara fisik dan 5.Untuk pemberian analgetik yang
3.Observasi isyarat
psikologis. ketidaknyamanan non sesuai.
o Ekspresi wajah verbal.
menunjukkan 4.Ajarkan penggunaan
teknik nonfarmakologis
kenyamanan.
(distraksi, relaksasi).
5.Kolaboratif dalam
pemberian analgetik.
2 Setelah dilakukan1.Pantau adanya pucat1.Untuk mengetahui adanya
tindakan selama ± dan sianosis. gangguan difusi.
24jam diharapkan: 2.Pantau kecepatan,2.Menilai dan mengetahui RR.
o Menunjukan irama, kedalaman dan3.Mengetahui adanya penggunaan
pola nafas usaharespirasi. otot bantu dalam pernafasan.
efektif. 3.Observasi dan4.Mengetahui adanya bunyi
o Kedalaman dokumentasiekspansi abnormal atau tambahan dalam
inspirasi dan dada bilateral pada px paru.
kemudahanberna dengan ventilator. 5.Untuk mengalihkan perhatian dan
fas. 4.Auskultasibunyi nafas, merelaksasikan bernafas.
o Tidak ada
perhatikan adanya6.Untuk meberikan obat
penggunaan otot
keabnormalan. bronkodilator yang sesuai dengan
bantu.
5.Informasikankepadapx indikasi.
dan keluarga tentang
teknik relaksasi untuk
meningkatkan pola
pernafasan.
6.Kolaborasi dalam
pemberian obat

15
bronkodilator sesuai
dengan progam.
3 Setelah dilakukan1.Mempertahankan pola1.Agar pola eliminasi urin yang
tindakan eliminasi urin yang otimum.
keperawatan selama otimum. 2.Untuk mengetahui dan menilai
± 2x24 jam2.Pantau eliminasi, perkembangan.
diharapkan masalah frekuensi, konsistensi,3.Untuk mengetahui pemeriksaan
dapat teratasi volume dan warna dengan tepat.
dengan kriteria dengan tepat. 4.Agar eliminasi dapat lancar dan
standar: 3.Dapatkan spesimen urin teratur.
1. Menunjukan pancar tengah dengan5.Untuk menyeimbangkan
kontinesia urin. tepat. kebutuhan cairan dan elimanasi.
4.Intruksikan pada px
untuk berespon segera
terhadap keb eliminasi.
5.Ajarkan px untuk
minum 200ml cairan
pada saat makan.

16
4 Setelah dilakukan 1.Kaji status mental dan1.Untuk mengetahui tingkat dari
tindakan tingkat ansietasnya. anxietas px
keperawatan selama 2.Berikan penjelasan2.Agar mengetahui tentang penyakit
± 2x24 jam tentang penyakitnya yang dialami.
diharapkan masalah dan sebelum tindakan3.Agar px dapat mengungkapkan
dapat teratasi prosedur. perasaan.
dengan kriteria 3.Beri kesempatan untuk4.Agar px mendapat dukungan dari
standar: mengungkapkan pihak keluarga.
1.Px perasaan.
mengungkapkan 4.Libatkan
sudah mengetahui keluarga/pasien dalam
tentang penyakit perawatan dan beri
yang sedang dukungan serta
dialami. petunjuk sumber
penyokong.

DAFTAR PUSTAKA

Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK


pajajaran, 1996
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan, Diagnosis dan
Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta, EGC,1998
Basuki B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya,
2009

17
Amin, H,N.,Hardi,K.,2006. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda. Mediaction Jogja, Yogyakarta.
Bulechek.M. G., Buthcer. K. et al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC)
Edisi Keenam. Yogyakarta: Moco Media
Heardman. T.H., Kamitsuru. S., Nanda Internasional. 2015-2017. Diagnosis
Keperawatan Definisi & Klasifikasi Edisi 10. Jakarta : EGC Keluarga FKUI
Herman.2013.Daftar Diagnosa Keperawatan Nanda NOC.http:// hermankampus.
blogspot.com/2013/04/daftar-diagnosa-keperawatan-nanda-noc.html. diakses
tanggal 5 September 2014.
Moorhead.S., Johnson.M., Mass. M.L., Swanson.E ., 2016. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Edisi Kelima.Yogyakarta. Moco Media
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC.
Price, S.A., Wilson. L. M. 2007. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Suryo,H., (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta.
Wilson, M. G. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 EGC. Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai