Anda di halaman 1dari 15
Vol. 01. No. 05. Oktober 2011 Jurnal Manajemen dan Akuntansi untuk Meningkatkan Kualitas SDM PENGARUH BELANJA MODAL DAN KEPADATAN PENDUDUK TERHADAP DANA ALOKASI UMUM MELALUI PENDAPATAN ASLI DAERAH Oleh : Herman PENGARUH DIFERENSIASI PRODUK DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK SUSU SEGAR MEREK DIAMOND DI JAKARTA Oleh : Budi Harsono PENGGUNAAN METODE FMECA (Failure Modes Effects and Criticality Analysis ) DALAM IDENTIFIKASI TITIK KRITIS TRACEABILITY INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BREADED Olch ; Bustami Ibrahim, Agoes M. Jacocb, dan Molly Hesamestyna ANALYSIS OF “Z” MAGAZINE DISTRIBUTION MIX POLICY FOR INCREASING SALES PERFORMANCE Oleh : Subandi KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGADAAN BARANG /JASA PEMERINTAH DI DAERAH Oleh : Dr. Tamrin Lanori, Usmar, dan Gerdha Erlinda KAJIAN KEBIJAKAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN EKONOMI KOREA SELATAN Oleh : Usmar MENCETAK KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN PARADIGMA BISNIS DAN DERIVASI PRODUK Oleh ; Eman Suherman Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Fakultas Ekonomi DAFTAR ISI Kebijakan Editorial... Dattan lalate ch peat Pedoman Penulisan Artikel .. PENGARUH BELANJA MODAL DAN KEPADATAN PENDUDUK TERHADAP DANA ALOKASI UMUM MELALUI PENDAPATAN ASLI DAERAH Oleh : Herman. Ee a rate 4-14 PENGARUH DIFERENSIASI PRODUK DAN SALURAN DISTRIBUSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KONSUMEN PRODUK SUSU SEGAR. MEREK DIAMOND DI JAKARTA Oleh : Budi Harsono .. PENGGUNAAN METODE FMECA (Failure Modes Effects and Critical 15-33 y Analysis ) DALAM IDENTIFIKASI TITIK KRITIS TRACEABILITY INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BREADED Oleh ; Bustami Ibrahim, Agoes M. Jacoeb, dan Molly Hesamestyna ANALYSIS OF “2” MAGAZINE DISTRIBUTION MIX POLICY FOR INCREASING SALES PERFORMANCE Olch : Subandi ...... KAJIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA. PENGADAAN BARANG /JASA PEMERINTAH DI DAERAH Oleh : Dr. Tamrin Lanori, Usmar, dan Gerdha Erlinda . KAJIAN KEBIJAKAN MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOREA SELATAN 34-45 46 - 64 65 - 92 Oleh ; Usmar. MENCETAK KEUNGGULAN KOMPETITIF MELALUI PENGEMBANGAN PARADIGMA BISNIS DAN DERIVASI PRODUK. Oleh: Eman Suherman 93 - 100 101-113 STOP PRESS — Catatan Edisi Ini : Dengan terbitnya Quality No. 5 ini, maka Quality sudah berumur satu tahun. Untuk tahun-tahun berikutnya pengelola berharap Quality akan lebih baik . Kebethasilan Quality ‘merupakan partisipasi semua pihak yang telah mengirimkan dan akan memgirimkan naskah untuk dimuat dalam Quality pada penerbitan berikutnya, PENGGUNAAN METODE FMECA (Failure Modes Effects and Criticality Analysis) DALAM — IDENTIFIKASI TITIK KRITIS TRACEABILITY INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BREADED FMECA (Failure Modes Effects and Criticality Analysis) METHOD APPROACH TO IDENTIFICATION OF TRACEABILITY CRITICAL, POINTS OF BREADED SHRIMP PROCESSING INDUSTRY Bustami Ibrahim, Agoes M. Jacocb, Molly Hesamestyna Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan mu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor Abstract Critical points of traceability are a stage production process which does not conduct process of labeling and documentstion when implement internal waccability. The purpose of this sudy was to analyzed and identified critical points in the implementation of intemal traceability using method of Failure Modes, Effects and Criticality Analysis (FMECA) in the production process of shrimp breaded in PT Adijaya Guna Satwatama, FMECA shared the management of internal traceability system in PT AGS has 10 possible point of failure which ie, ID 1:10; 1:20; 1:30; 9:10; 16:10; 17:10; 19:10; 19:20; 25.10; 25.20, The causes of failure were record less of the purchase agreement letter of shrimp (1.10); of purchasing the product (1.20); of weight of products currently in the pond) arrived in the company (1,30); employee group / individual employee ogging (9.10; 16:10; 17:10); labelless (19:10); final weight after the breaded shrimp (19:20); numbering of the remaining small amounts of product to be labeled with the largest number of products in an MC (10.25); and Mislabeling (25.20). Researchers proposing structural improvement to the traceabilicy system within the company. Keywords: critical points of traceability, labeling and documentation, method of Failure Modes, Erfects and criticality analysis (FMECA), production process Of shrimp breaded, Abstrak Titik kritis ¢raceability adalah ‘ahapan proses produksi yang tidak dilakukannya proses pelabelan dan dokumentasi stat implementasi intemal traceability, Tujuan dilakukannya peneltian ini adalah menganalisis dan mengidentifikasi titik kritis traceability dengan menggunakan metode FMECA pada implementasi intemal traceability dilam proses produksi udang breaded di PT Adijaya Guna Satwatama. Hesil FMECA pada manajenen sistem internal traceability di PT AGS memiiki 10 emungkinan ttik kegagalan yaitu failure 1D 1.10; 1,20; 1.30; 9.10; 16.10; 17.10; 19.10; 19.20; 25.10; 25.20. Penyebab-penycbab kemungkinan kegagalan adalah tidak ada pencatatan Surat perjanjian jual beli udang (1.10); tidak ada Nota pembelian produk (1.20); Tidak ada pencataian Nota timbang produk saat di tambak’ tiba ciperusahaan (1.30); Tidak ada tagging grup karyawan! ‘masing-masing Karyawan (9.10; 16.10; 17.10); Tidak dierikannya label (19.10); Tidak diketahui berat akhic udang setelah proses breaded (19.20): Penomoran produk tersisa yang jumlahnya sedikit menjadi label dengan jumlah produk yang terbanyak dalam 1 MC (25.10); dan Misslabelling (25.20), Peneliti mengajukan perbaikan struktural pada manajemen traceability di dalam perusahaan, Kata kunci: metode Failure Modes, Effects and Critealiy Analysis (FMECA), pelabelan dan dokumentasi, proses produksi udang breaded , titik kritis mampu telusur (traceabilit). PENDAHULUAN Sistem mampu telusur (traceability) merupakan salah satu’ tahapan dalam pelaksanaan —persyaratan standar_—_[SO 22000:2005. Acu silang antara HACCP dan ISO 22000:2005 menunjukkan bahwa dalam suatu perusahaan dibutuhkan — tahapan dokumentasi dan perekaman (record keepin Titik kritis ¢raceability adalah tahapan proses produksi, yang tidak dilakukan proses pelabelan dan dokumentasi dalam pelaksanaan sistem traceability dalam perusehaan, [dentifikasi terhadap titik kritis traceability digunakan untuk menganalisis dan mengidentifikasi titikkeritis pada implementasi internal traceability dalam proses produksi di perusahaan dengan menggunakan metode Failure Modes, Effects and Criticality Analysis (PMECA). Hasil dati identifikasi titik kritis metode FMECA dapat digunakan sebagai acuan bagi perusahaan untuk mengambil_tindakan koreksi terhadap pelaksanaan internal traceability —serta membuat pelaksanaan iraceability — menjadi efektif dan efisien (Bertolini er al. 2006). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menentukan titik kritis pada implementasi inernal traceability dengan menggunakan metode FMECA dalam proses produksi udang breaded di suatu perusahaan Seafood Industri, METODE Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data yang digunakan untuk menentukan penyebab-penyebab terjadinya _kegagalan (causes of failures) pada masing-masing tahapan proses, untuk digunakan pada tahapan analisis FMEA serta melakukan penilaian titik kritis, Analisis data dilekukan berdasarkan sistem Pakar dengan menggunakan aplikasi_tehnik FMECA. Analisis FMECA terdiriatas dua tahapan analisis yaitu: 1) Analisis ragam/ titik kegagalan dan analisis efek (Failure Modes and Effects Analysis’) FMEA). Analis FMEA dibagi menjadi dua tahapan analisis yaitu: a) Analisis titik-titik kegagalan traceability (failure mode analysis) Pada tahapan ini dilakukan beberapa tahapan yaitu: (@) Menentukan function 1D ; (b) Menentukan tahapan proses atau bisa di- sebut dengan function; (©) Menentukan titik-titik kegagalan traceability (failure mode) dan penyebab terjadinya kegagalan-kegagalan — tersebut (causes of failures). Evaluasi failure mode pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Risk Probability Number (RPN), b) Analisis efek (effects analysis) Analisis efek dibedakan menjadi dua macam yaitu: Analisis efek lokal (local effect) dan analisis efek global (global effect). 2) Analisis kritikal (Criticality Analysis/ CA) Analisis kritikal dilakukan melalui empat tahapan: a) Menentukan tingkat kepelikan (Severity /8) b) Menentukan peluang terjadinya (Proba- bility (P) ©) Menetukan nilai masing-masing titik kegagalan dengan menggunakan meto- de RPN (Bertolini et al. 2006; Bowles 2004; Carmignani 2009; Kwai Sang et al. 2009), RPN= $x Ox D 4) Menentukan posisi dalam matriks kritikal (criticality matrie) Matriks analisis kritikal disajikan pada Gambar 1, Semakin ke kiri kolom, ‘menujukkan bahwa peluang terjadinya titik-titik kegagalan semakin tinggi (begitu sebaliknya) dan semakin ke atas boris, menunjukkan —bahwa—tingkat kepelikan kegagalan tersebut semakin tinggi (begitu juga sebaliknya). ©) Menentukan tingkatan/ area kritis, (Criticaiity level) Tahapan ini dilakukan untuk menentukan permasalahan berada pada salah satu tingkatan/ area kritis, yaitu: Unacceptable, Undesirable, Acceptable with revision dan Acceptable without revision. a > Menentukan tingkat kepelikan dan peluang terjadinye kegagalan dilakukan berdasarkan pada MIL-STD-1629A disajikan pada Tabel 1. Hasil dari analisis. menuajukkan_perlu tidaknya tindakan koreksi dari perusahaan, Tindakan koreksi yang dilakukan dapat berupa : = Adopsi prosedur baru untuk manajemen operasi atau = Sejumlah perbaikan struktural skema proses sehitigga adanya modifikasi dari skema produksi yang sudah ada sebelumnya di peruszhaan, HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis implementasi sistem éraceabitity dalam perusahaan Proses dokumentasi dilakukan dengan encatat identitas bahan baku yang dicatat pada etiket secara manual berupa keterangan tanggal penerimaan bahen baku, supplier, serta jenis udang yang diterima. Ftiket _tersebut diikutkan pada setiap tahapan proses produksi. Kegiatan proses produksi udang breaded pada Perusahaan pengolahan Udang Breaded ini terdiri atas beberapa tahap proses yang dimulai dari pembelian hingga tahapan stuffing (pengisian pada kontainer). Keuntungan penggunaan metode tagging secara manual adalah murah dan sangat sederhana sehingga lebih fleksibel digunakan pada tiap tahapan proses produksi. Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan ketelitian yang tinggi dari operator dalam penulisan kode dilakukan secara manual, Disintegritas data sangat tinggi terjadi sehingga saat dilakukannya proses recall, akan lebih sulit dan membutuhkan = waktu yang lebih lama (Regattieri et al. 2007). Penggunaan persyaratan tcknis Uni Eropa pada penelitian ini. dikarenakan secara. umum — identifikasi konsistensi kebijakan Uni Eropa terhadap keamanan pangan, tingkat kelengkapan dan keketatan persyaratan —teknis —-Eropa_—_melebihi persyaratan lainnya sehingga diasumsikan dapat mencakup/ — mewakili__kriteria persyaratan teknis dan standar semua negara (Trilaksani er af. 2019). Failure Modes, Effects and Criticality Analysis (FMECA) Tahap —pertama —_analisis__ adalah. pengumpulan data melalui wawancara secara terbuka kepada para pakar. Setiap pertanyaan yang diajukan saat wawancara terstruktur dengan menggunakan angket yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah diamati terlebih dahulu sebelum dilakukan penelitian di perusahaan oleh _peneliti mengenai kemungkinan-kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi di perusahaan melalui studi literatur. Tipe dan bentuk pertanyaan yang diajukan pada tahap pertama bersifat terbuka artinya jawaban yang diberikan bersifat bebas sehingga pada saat wawancara tersebut — dapat memberikan masukan kepada peneliti untuk —kemudian ditambahkan dalam daflar _kemungkinan kegagalan traceability dalam perusahaan. Pakar pada saat wawancara adalah pihak yang berhubungan langsung pada saat proses produksi yaitu stafstaf QC dan staf-staf produksi. Wawancara terhadap staf QC dilakukan secara langsung pada saat proses produksi untuk —merangkum_kegagalan- kegagalan yang kemungkinan terjadi serta kegagalan-kegagalan yang pernah _ terjadi didalam perusahaan. Tahap wawancara juga dilakukan terhadap pakar dari pihak akademik dan pengumpulan deta dilakukan melalui studi literatur, Analisis titik-titik kegagalan traceability dilakukan melalui pengamatan tethadap kemungkinan terjadinya kegagalan iraceability dan efek yang ditimbulkannya (jika kegagalan tersebut terjadi pada setiap tahapan tersebut). Efek yang ditimbulkan pada setiap tahapan proses produksi mencakup efek loka dan efek global. Setiap kegagalan traceability pada tiap —tahapan proses __produksi diberi kode secara unik sesuai dengan tahapan dan kemungkinan —kegagalan yang dapat terjadi pada setiap tahapan proses produksi, misalkan pada takapan pertama diberi function ID = | dan seterusnya. Kode ini digunakan —_ untuk menganalisis secara spesifik pada tiap-tiap kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi pada tiap tahapan proses. Contoh hasil analisis FMEA disajikan pada Tabel 2. - eee Keuntungan FMECA penggunaan —_metode adslah metode ini merupakan visibility tool yang dapat dengan mudah dimengerti dan digunakan (Braglia 2000). Metode FMECA merupaken metode yang mudah — dioperasikan, — merupakan alt yang efektif untuk mengidentifikasi_ dan menilai bagaimana —potensi _terjadinya kegagalan dapat mempengaruhi kinerja proses atau produk = (US Military Standard 1983). Tahapan awal analisis. FMECA dikenal sebagai FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya kegagalan (cause of failures) (Bertolini et al. 2006; Braglia 2000). Pendekatan FMEA peda penelitian ini menggunakan hardware approach yang memiliki kelebihan yaitu menganalisis keterandalan sistem produksi baik keterandalan kescluruhan sistem atau per tahapan proses produksi (Braglia 2000; Carmignani 2009), Penggunaan metode FMECA pada penelitian ini dikarenakan sejarah data dan data statistik tidak tersedia di perusahaan, Pengaplikasian metode ini menggunakan dua pakar sehingga diharapkan dapat mengurangi hasil analisis yang subyektif (Carmignani 2009). Analisis CA Tahap kedua analisis FMECA dikenal sebagai CA (Criticality Analysis) yaitu tahapan yang berfungsi_ menilai _resiko kegagalan, serta menentukan peluang kejadian dan_ tingkat kepelikan, berdasarkan pada masing-masing titik kegagalan (failure mode) yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Evaluasi terhadap titik kegagalan (failure mode) dilakukan dengan mengembangkan Risk Priority Number (RPN) (Bertolini et al. 2006; Braglia 2000). Pada tehap ini peneliti_merangkum kemungkinan kegogalon-kegagalan yang dapat terjadi serta kegagalan-kegagalan yang pemah terjadi di dalam perusahaan dalam sebuah kuesioner. Pengisian kuesioner juga dilakukan — menggunaken dua pakar yaitu pakar dari pihak perusahaan dan pakar dari bidang —akademik, — Pakar menentukan tingkat kepelikan (Severity/ S) 37 dan peluang terjadinya —(Probability/P) terhadap kemungkinan - kemungkinan kegagalan yang pernah dan mungkin dapat terjadi di perusahaan, Pakar (misalkan: dari pihak akademik, manajer produksi, keamanan produk dan manajer mutu), merupakan sejumlsh orang yang pendapatnya dapat digunakan untuk mengaplikasiken metode FMECAberdasarkan sistem Pakar. Pakar deri pihak perusahaan terdiri tas QC yang berhubungan langsung pada saat proses produksi yaitu staf-staf QC dan staf-staf produksi. Braglia (2000) menyatakan, pakar dapat ditentukan menurut pengalaman dari staf yang berkaitan dengan traceability di perusahaan. Evaluasi titik kritis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan RPN, Perhitungan dilakukan menggunakan acuan RPN pada SAE 11739 yaitu standard yang digunakan pada industri automobile dan juga biasa digunakan sebagai standard pada industri lainnya, Penentuan peringkat pada masing-masing kemungkinan —kegagalan traceability menggu-nakan acuan MIL-STD 1629A secara kualitatif; Data kualitatif tersebut kemudian diberikan ranking pada masing-masing level sehingga dapat dihitung secara kuantitatif dengan menggunakan acuan pada Ford (1988) dalam Bowles dan Pelaez (1995) disajikan pada Tabel 3, 4.dan 5. Evaluasititik kritis dapat dilakuken dengan. dua _—_pendckatan yaitu. Criticality Number (CN) dan dengan mengembangkan Risk Priority Number (RPN) (Bertolini ¢/ al. 2006). Nilai RPN yang lebih tinggi diasumsikan— memiliki resiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai RPN yang lebih rendah (Bowles 2004; Carmignani 2009; Kwai-Sang et al. 2009). Kegagalan yang mempunyai nilai RPN lebih tinggi diasumsikan lebih penting dan diberi prioritas lebih tinggi untuk segera diperbaiki (Kwai-Sang ef al. 2009), Hasil analisis RPN kedua pakar dirata-ratakan untuk —mengetahuinilai__ masing-masing kemungkinan kegogalan dan disajikan pada Gambar 2. Analisis, masing-masing kemungkinan kegagalan secara kualitatif menggunakan matriks —kritikal, Analisis ‘menggunakan dua parameter yaitu tingkat Kepelikan (severity classification) dan peluang, terjadinya (probability of occurence level) untuk menentukan area kritis masing- masing kemungkinan kegagalan oleh pakar. Hasil analisis menggunakanmatriks kritikal disajikan pada Gambar 3. Tindakan selanjutnya adalah mengajukan proposal kepada perusahaan mengenai perbaikan serta tindakan koreksi yang perlu dilakukan perusahaan, Proposal yang diajukan ini nantinya bertujuan untuk mengurangi level’ area kritis dari masing- masing titik kritis traceability misalnya dari “undesirable” menjadi “acceptable with revision” (Bertolini et al. 2006), Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh pakar, didapatkanbahwa pada kode 2.10, 2.20, 3.10, 4.10, 4.20, 5.10, 6.10, 7.10, 8.10, 9.20, 10.10, 11.10, 12.10, 13.10, 14,10, 15.10, 23.10,23.20,24.10,26.10, 27.10 dan 27.20 adalah acceptable without revision, artinya pada tahapan tersebut sudah dilakukan penerapan traceability secara baik tanpa perlu adanya perbaikan pada tahapan tersebut. Kode 1.10, 1.20, 1.30, 19.10 adalah, acceptable with revision artinya masih diperlukannya sedikit revisi pada tahapan tesebut. Pada 1D 1.10 jika — terjadi kegalen traceability maka efek lokal yang ditimbulkan adalah tidak diketahuinya nomor tambak yang dipanen, Revisi yang dapat dilakukan adalah dengan selalu memastikan bahwa pemasok mencatat tambak yang dipanen sebelum udang dikirim ke perusahaan, Revisi ID 1.20 yaitu memper-hatikan pencatatan Nota pembelian produk dan Nota timbang produk sehingga dokumen-tasi perusahaan dapat terjamin 160% keberhasilannya. Revisi yang perlu dilakukan pada ID 19,20 adalah perlunya penimbangan berat akhir udang sebelum dimasukkan ke dalam kemasan, tetapi pada kenyataanya perusahaan sudah melakukannya dengan baik. Beberapa ID lainnya yaitu 9.10, 17.10, 18.10, 19,10, 20.10, 20.20, 21.10, 22,10, serta 25.10 belum diterapkan di perusahaan, Saran bagi perusahaan adalah melakukan penerapan dokumentasi secara menyeluruh pada setiap —tahapan proses produksi, walupun perusahaan sudah dapat menelusuri kembali asal bahan baku udang saat, terjadi penarikan produik. Tidak adanya keterangan atau kode pada ID 9.10, 16.10 dan 17.10 yang menjelaskan tentang pekerja/ nomor grup pekerja merupakan tahapan yang perl direvisi oleh perusahaan, Saran’ yang dapat diberikan pada perusahaan adalah perlunya dilakukan pelabelan yang mencakup nomor pekerjal nomor grup pekerja yang melakukan tahapan, Tidak adanya pelabelan yang mencakup nomor pekerja/ nomor grup pekerja dapat mengakibatkan —_kemungkinan kegagalan pada proses traceback saat dilakukan recall product dan mengakibatkan efek lokal yaitu sulit melakukan pengecekan terhadap karyawan yang menyebabkan produk menjadi terkontaminasi serta _efek global yaitu perusahaan menderita rug besar. Perusahaan tidak dapat melacak karyawan yang bermasalah sehingga penarikan produk dilakukan pada keseluruhan bahan baku yang, datang pada hari tersebut, ID 18.10, 19.20, 20.20, dan 22.10 tidek dilakukan proses tagging secara langsung pada udang pada saat proses produksi, sehingga saat dilakukan traceback secara langsung lewat tagging menjadi terputus, tetapi hal tersebut dapat ditelusurilewat dokumen dan rekaman yang berkaitan dengan tahapan proses produksi tersebut. Saran yang diberikan untuk perusahaan adalah agar diberikan label pada setiap tahapan proses produksi, ID 25.10 terjadi kegagalan berupa penomoran —produk —tersisa yang, jumlahnya sedikit menjadi label dengan jumlah produk yang. terbanyak dalam | MC. Kegagalan terscbut dapat —_menyebabkan kegagalan berupa efék global berupa rekaman pencatatan menjadi tidak akurat serla efek global mengakibatkan terjadinya bias dan sulitnya melakukan pelacakan produk, hal ini dilakukan oleh perusahaan karena permintaan dari pembeli, seharusnya ee = eae hal tersebut tidak boleh dilakukan Karena sangat menyulitkan perusahaan saat dilakukan recall product. Pada tahap pengemasan__sekunder dengan 1D 25.20, _yaitu_terjadinya kemungkinan —kegagalan__misslabelling, sehingga masih perlu dilakukan_revisi, Terjadinya kegagalan pada tahapen ini harus lebih diperhatikan —oleh_~—_perusahaan, terutama arena ——pelabelan pada pengemasan sekunder di perusahaan masih menggunakan cara manual (dengan alat bantu. stempel), maka —masih__bias dimungkinkan terjadinya kesalahan berupa Auman error. Titik kritis (raceabiliiy pada perusahaan adalah ID 11.0, 1.20 dan 1.30 yaitu pada tahapan penerimaan bahan baku serta ID 25.10 yaitu pada tahapan pengemasan _sekunder. Perusahaan merevisi proses sehingga _diperkirakan perusahaan melakukan traceability lebih efektif dan efisien (Bertolini ef al, 2006). Proposal yang digjukan untuk perusahaan disajikan pada Tabel 6 serta masing-masing area kritis dapat diturunkan menjadi satu level lebih rendah dari sebelumnya disajikan pada Gambar 4, Dupuy ef al. (2005), menyatakan sistem traceability tidak berfungsi meningkatkan = mutu _produk tetapi secara tidak langsung memperlihatkan mutu dari suatu. perusahaan. Sistem traceability tidak berfungsi — mengurangi kemungkinan terjadinya _krisis mutu pangan tapi mengurangi konsukensi tingkat keparahannya. Keefektifan sistem (misalnya, kemampuan dalam ‘mengumpulkan informasi penting) dan keefisicnan sistem (misalnya —seberapa_cepat__ kemampuan perusahaan untuk melakukan perbaikan/recover dan penggu-naan kembali informasi yang dihasilkan) —memberikan Keuntungan kompetitif bagi perusahaan sehingga dapat bersaing dengan kompetitor lainnya dalam memberi jaminan keamanan produk, transparansi dan perlindungan tethadap kesehatan konsumen (Bertolini et ai, 2006; Schroder 2008). Saran bagi perusahaan adalah pemberian keterangan pada label produk: Jenis produk breaded yang dihasilkan serta perbandingan komposisi_ udang dan breading. Ketebalan dari lapisan coating pada produk breaded dapat mencapai 40-60% dari berat produk. Tiga jenis produk udang breaded — mentah— berdasarkan persentase daging udang yaitu lightly breaded (yaitu produk hanya boleh memiliki 35% atau kurang dari 35% breading dan 65% atau lebih 65% udang: dalam produk), breaded shrimp (yaitu minimam 50% produk tersebut adalah udang), dan produk imitasi (yaitu produk tersebut dapat memiliki kurang. dari 50% udang dalam produk) (Kanduri dan Eckhardt 2002). KESIMPULAN Setelah dianalisis Perusahaan memiliki 10 kemungkinan titik kegagalan pada manajemen traceability. Penyebab—_kermungkinan kegagalan adalah tidak ada pencatatan Surat perjanjian jual beli udang; tidak ada Nota pembelian produk; Tidak ada pencatatan Nota timbang produk saat di tambak/ tiba diperusahaan; Tidak ada pemberian nomor grup karyawan/ karyawan; Tidak diberikannya label; Tidak diketahui berat akhir udang setelah proses breaded; Penomoran produk tersisa yang jumlahnya sedikit menjadi label dengan jumlah produk yang terbanyak dalam 1 MC; dan misslabelling. DAFTAR PUSTAKA. Bartolini M, B Maurizio, M Roberto, 2006, FMECA approach to product tracebility in the food industry. Journal of Food Control 17:137-145: Bowles JB.2004. An assesement of RPN priorization in a Failure Mode, Effects and Criticality Analysis. Journal of the IEST 47:51- 6. Bowles JB, CE Pelaez. 1995, Fuzzy logic priorization of failures in a sysiem Failure Mode, Effects and Criticality Analysis. Journal of Reliability Engineering and System Safety 50:203-213 err ie eae Braglia M. 2000, MAFMA:; Multi-attribute failure mode analysis. International Journal of Quality and Reliability Management 17(9):1017-1033. Carmignani G. 2009. An integrated structural framework to cost-based FMECA: The priority-cost. FMECA. Journal of Reliability — Engineering and System Safety 94:861-871. Dupuy CV. Botta-Genoulaz,dan A.Guinet. 2005. Batch dispersion model tooptimise traceability in food industry. Journal of Food Engineering 70:333-339. Kanduri, L, Eckhardt RA. 2002. Food Safety in Shrimp Processing - A Handbook for Shrimp Processors, Importers, Exporters. and Retailers. USA: Fishing New Books, a division of Blackwell publishing. Kwai-Sang C, Ying-Ming W, KKP Gary, Y LAMPIRAN Jian-Bo, 2009, Failure mode and effects using a group-based evidential reasoning, approach, Journal of Computers and Operations Research 36: 1768-1779. Regattieri A, Gamberi M, Manzini R.2007. Traceability of food —_productGeneral framework and experimental evidence. Journal Food Engineering 81:347-356, Schroder U. 2008. Challenges in the Traceability of Seafood. Journal of Consumer Protection and Food Safety 3: 45-48. Trilaksani W, M Bintang, DR Monintja, Hubeis M, 2010. Analisis regulasi sistem manajemen keamanan pangan tuna di indonesia dan negara tujuan ekspor. Jwnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 13(1):63-81. US Military Standard, MIL-STD-1629A. 1983. Procedures for Performing a Failure Mode, Effect and Criticality Analysis. USA: Department of Defense, Tebel_1 Klasifikasi tingkat kepelikan dan peluang terjadinya berdasarkan MILSTD-1629A. Tinga] epelikan | Catetstophie: tingkat kepelikan dimans menyebabkan kehilangan banyak informasi Corel tos) 3 fees een ortn Socennqtettinirioeateine ton de ae m W angsung (tanpa pest did Peluang, terjadinya ‘A| Frequent: peluang teriadinyatingsi Reasonably common: peluang terjadinya modera (sedang) B C | Occasional peluang ter 1D | Rare: sangat tak mangkin teja E Extremely rave terading ki an ada ‘Sumber: US Military Standard, MIL-STD-1629A (1983) ar bs ee Tabel 2 Contoh hasil analisis FMEA Analisis FMEA Function | [“Tahapan] —Kemangkinan | Eek Lokal] Eek Global wy | Failure) proses Kegagalan/ Penyebab T.] 110 | Penganghatan | Tidak ada Tide Kehifangan bahan baku | pencitatan Surat | diketahuinya | informasi Perjanjian Jual Beli | nomor tambak | tidak adanya Uderg yang dipanen | infommasi mengenai bahan baku 1.20 Tidak adaNota | Tidak adanya pembelian Produk | bukti pembelian 1.30 | Tidak ada Tidak adanya peneatatan Noa | Tidak dokumeniasi Timbang Produk | diketahuinya | perusahaan saat di tambak! tiba | berat total diperusahuan udang yang diterima perusahaan Tabel 3 Peluang terjadinya kegagalan (probability of occurence) Ranking _[ Peluang tejadinya keegan Level | Possible Failure Rates 1 Frequent: peluang terjadinya tinge A ind 9 Tin3 8 Reasonably common: pévang terjadnya |B Tin8 rmoderat (sedang) 7 Tin 6 Oceasional: peluang tejadinyajarang c Tn) 5 Tin 400 4 Tin 2000 3 Rare: sangat tak mungkin jadi D Tin 15.000 2 Tin 150.000 1 Extremely rare: peluang tejadiya E <1 in 1,500,000 kegagalan adalah nol. ere ia abel 4 Tingkat kepelikan (Severity classification) Ranking | Efek Level Ant kepelikan_ 9,10 Sangat Catastrophic “Tingkat kepelikan yang menyebabkan tinggi kehilangan banyak informasi (tota lost) 78 Ting Critical Tingkat Kepelikan yang menyebabkan ketidakefisienan berat dan atau ketidakefektifan saat rekonstruksi informasi. 456 | Sedang Warginal “Tingkat kepelikan yang menyebabkan kketidakefisienanringon dan atau kketidakefektifin saat _rekonstruksi informasi. 23 Rendah Minor “Tingkat Kepelikan yang dapat dilakukan tindakan penangaulangan secara langsung (tanpa perlu dijadwalkan). T ‘Sangat Very Minor rendah_ ‘Tabel 5 Deteksi terjadinya kega alan (detection) Ranking | Detection Criteria: Likelyhood of Detection by Design Conirol 10 Benar-bonar tidak — | Design Contra! Traceability tidak akan darvatan tidak dapat tentu mendeteksi kegagalan; atau tidak ada design Control a Sangat sedikit Sangat sedikit poluang Design Control Traceability dapat mendeteksi kegagalan titik its 8 ‘Seaikit ‘Sedikit sekall peluang Design Conrol Traceability dapat mendeteksi kegagalan ttk kritis z ‘Sangat rendah Sangat rendah peluang Design Control Traceability dapat mendeteksi kegagalan tiik kritis 6 Rendah Rendah peluang Design Control Traceability dapat mendeteksi kegagalantitik kritis si Sedang ‘Sedang peluang Design Control Traceability dapat mendetekst kegagalan ttik kris 7 ‘Keak tinge “Agak tinggi peluang Design Conirol Traceability dapat rmendeteksi kegagalan titi kritis 3 Tingei ‘Tinggi peluang Design Control Traceability dapat mendeteksi kegagalan ttik kritis z Sangat tinggi Sangat tinggi peluang Design Control Traceability dapat mendeteksi kegagalan titi kritis T ampir past ‘Design Control Traceability hampir pasti dapat mendeteksi kegagalan ee so z 40 a0 200 100 o SPELPILP SIS PMA ATH MHS SHIP LSS POLLS Failure ID Gambar | Kisaran RPN pada masing-masing titik kegagalan traceability Level a terjadinya kegagalan traceability fe as eae a ‘alan Tevel kemun a - a ae Area kritis Revision 4 4 i Gambar 2 Matriks analisis kritikal rer i ae (peningkatan tingkat kepelikan) i ti itl: 3 é m 2 |e i 16.10 Level_kemungkinan tejadinya keyayalan craceabitity peningkatan Tevel kemungkiran teyadnya keyagalan Bb Level_kemu Area kritis S| 19110-19.20 25.10-25.20 D Land 130 0 Acceptable with Wy Revision skinan_tesjadinya_kepigalon_iraceability (Peningkatan level kemungkinan tefjadinya kegagalan) c 9.10 17.10 D -ceprable will Revision Gambar4 Musil analisis CA: perbaikan struktural pada sistem (racuebigy “Tabel 6 Proposal pengajuan perbaikan struktural bagi perusahaan Possi dalam Area kts Failure | Kemungkiaan Kegagalas/ Penycbab | (sebelum | ebslum peuhan | Perubahanstruktual | (setelh | (sete perubahan peruaan ‘srukural) perubahan ‘suka saulsual) suktural) THD | Tilakada peneaaian Sunt Pajanjan [UD | Aecepuable wih Pelaksanaan poasiaan WC | deceptaBle ior Saal Bei Udang revision ‘Sarat Pejanian Ju Bei ‘revision Udang 1.20 | Tidakada Nota pembetian Produk UD | ceptable with Perchanan Note wee | Accepeable without revision pembelian Produk revision 1.30 | Tidakada pencstaan Now Timbang | UD | Acceptable with Perekaman No wc | decepabte wxihou Produk sat di tama tiba rension pembelan Produk revision Gipersahaan TrID | Tidakods essing Sup Karyowen” Wa | treat Pelican Gag co Apia wh recon snasing-masing karyawan saryawar masing sing Kara & TS:10 | Takada ageing pup Karyawan? WA | Aecepable with Pelaksanaan ageing grup] 1VC | feceprable without sasing-masing karyavan revision kanyawaw masing- revision asing kanawan THAD | Tidakada aging erup Karyawan” TEA | ndesiable Pelaksanaaa tageing grup | T1-C | decepuable wilrevbion smasing-masing haryawan anjawan masing- sing kanawan Ton | Tak eberRamapa Ee TS pad wr Pemberian bel TW aecepaabe ition T9B0 | Tidak Gikeabur bora ahr udang TC | Acceptable with Penimbangan beatalhir | IVS] docepable without sstlah prones breaded revision twang setelh proses rovelon Ts Aecqeabtewitrour WC _| Aecepeable without ) Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta Kampus 1: Jl. Hang Lekir 1/8 Jakrata Pusat Tel.7220269,7252682 Fax.725268 Kampus I Jl. Bintaro Permai Raya Ill Jakarta Selatan Tel,73885253,73885254 Kampus Ill: Swardama Raya No.54 Ulujami Jaksel. Tel 58902925-27, Fax.58902928 Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Program Studi : Program Profesi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas IImu Sosial Dan Politik (FISIP) Program Studi : IImu Adminitrasi Negara Iimu Hubungan Sosial Negara Fakultas Ekonomi (FE) Program Studi : Manajemen Akuntansi Fakultas imu Komunikasi (FIKOM) Program Studi : Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana (PPS) Program Studi : Magister Manjemen Magister Ilmu Adminitrasi Magister IImu Komunikasi Vu

Anda mungkin juga menyukai