NURUL LATIFAH
Nurul Latifah
NIM F34100082
ii
ABSTRAK
NURUL LATIFAH. Label Indikator Pendeteksi Staphylococcus aureus
Berbahan BPA (Baird Parker Agar) dan Egg Yolk Tellurite. Dibimbing oleh
MULYORINI RAHAYUNINGSIH dan ENDANG WARSIKI.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan
keracunan makanan karena menghasilkan enterotoksin. Pada penelitian ini akan
dibuat label yang dapat memberikan informasi kepada konsumen tentang
keberadaan S. aureus pada produk pangan terkemas. Tujuan penelitian ini adalah
(i) membuat label pendeteksi Staphylococcus aureus, (ii) mendapatkan formulasi
yang tepat untuk pembuatan label cerdas pendeteksi bakteri S. aureus, dan (iii)
menguji respon label cerdas dalam mendeteksi keberadaan S. aureus. Formulasi
terbaik untuk membuat label cerdas pendeteksi S. aureus meliputi, 2% agar
bubuk, 0,5% tapioka,1% gliserol, dan 0,5% BPA (Baird Parker Agar) + egg yolk
tellurite. Penelitian pendahuluan terdiri dari konfirmasi bentuk koloni S. aureus di
media BPA + egg yolk tellurite, pemilihan metode pembuatan label terbaik dan
konfirmasi pertumbuhan S. aureus pada label kering dan basah, pemilihan
komposisi bahan pembuatan label terbaik, dan uji kebenaran keberadaan S.
aureus. Penelitian utama terdiri dari uji sensitivitas label dalam mendeteksi S.
aureus dan aplikasi label pada daging sapi. Label yang dihasilkan adalah label
basah, karena S. aureus hanya dapat tumbuh pada media berkadar air tinggi. Rata-
rata nilai aw label cerdas adalah 0,856. Sensitivitas label cerdas dalam mendeteksi
keberadaan S. aureus tidak tergantung dengan jumlah S. aureus, tapi tergantung
pada suhu. Berdasarkan hasil aplikasi label pada daging sapi, label belum dapat
mendeteksi jumlah minimal koloni S. aureus dengan cepat dan mendeteksi
dengan pasti jumlah S. aureus yang terdapat pada produk.
ABSTRACT
not depend on the number of S. aureus existence, but on the temperature. Based
on result of label application on beef, the label could not yet identified both the
minimum number quickly and exactly number of S. aureus in beef.
NURUL LATIFAH
F34100082
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
pengemasan, dengan judul Label Indikator Pendeteksi Staphylococcus aureus
Berbahan BPA (Baird Parker Agar) dan Egg Yolk Tellurite.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Mulyorini Rahayuningsih,
Msi dan Ibu Dr Endang Warsiki, STP MSi selaku dosen pembimbing, serta Ibu
Ari selaku pegawai PAU yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Alm. Ali Aksan dan Siti Mualifah selaku
orang tua penulis, serta Abdullah Hanif, Nasichatun Nisa, Siti Malichah, dan
Lailatul Fitri selaku kakak penulis, atas segala doa dan kasih sayangnya. Serta
kepada teman-teman, Dayyus Assegaf, Andre Wahyu Nugroho, Novi Kurniawan,
Ridha Alfhia, Ardhi Novrialdi Ginting, Fitrian Rahmad Hartanto, Jannatin
Alfaafa, Mentari Medinawati, Fatimah Jumiati Pasaribu, Roseiga Retno
Anggarani, dan Ninuk Gilang Wiranti atas bantuan, dukungan, dan nasehatnya
dalam menjalankan penelitian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Nurul Latifah
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Kemasan Cerdas 2
Staphylococcus aureus 4
Baird Parker Agar 5
Staphylococcus aureus Pada Daging Sapi 5
Fase Pertumbuhan Mikroorganisme 6
Low Density Polyethilen (LDPE) 7
METODE 8
Bahan 8
Alat 8
Metodologi 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 14
Pertumbuhan S. aureus di Baird Parker Agar + egg yolk tellurite 14
Metode Pembuatan Label Terbaik dan Konfirmasi Pertumbuhan S. aureus Pada
Label Kering dan Basah 14
Komposisi Bahan Label Terbaik 16
Uji Kebenaran Keberadaan S. aureus 19
o
Uji Sensitivitas Label Dalam Mendeteksi S. aureus pada Suhu (4 ± 2) C, (25 ±
2) oC, dan (37 ± 2) oC 21
Aplikasi Label Pada Daging Sapi 22
SIMPULAN DAN SARAN 28
Simpulan 28
Saran 28
DAFTAR PUSTAKA 28
RIWAYAT HIDUP 33
x
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir metode penanaman S. aureus di media BPA + egg yolk 9
2 Diagram alir pembuatan label cerdas dengan metode Lestari (2013)
modifikasi pertama 10
3 Diagram alir pembuatan label dengan metode Lestari (2013)
modifikasi kedua 11
4 Ilustrasi cara konfirmasi pertumbuhan S. aureus pada label (Lestari
2013) 11
5 Ilustrasi uji sensitivitas label dalam jar 12
6 (a) penampakan S. aureus hasil penelitian, (b) penampakan S. aureus
(Acumedia 2012) 14
7 Label dengan PVA (a) 0,5%; (b) 0% 15
8 Penampakan label hari ke (a) 0; (b) 7 15
9 Penampakan S. aureus pada label basah 16
10 Hasil uji Staphylococcus aureus (a) positif; (b) negatif 19
11 Hasil uji katalase: (a) negatif; (b) positif 20
12 Penampakan S. aureus menggunakan pewarnaan gram (perbesaran
1000×) 21
13 Jumlah koloni S. aureus di daging sapi pada suhu (4±2)oC 23
14 Jumlah koloni S. aureus di daging sapi pada suhu (25±2)oC 24
15 Pengamatan pada suhu (4±2)oC hari ke-0: (a) daging); (b) label 25
16 Pengamatan pada suhu (25±2)oC jam ke-0: (a) daging; (b) label 26
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
perut, dan diare. Beberapa gejala seterusnya adalah berkeringat, kedinginan, sakit
kepala, dan dehidrasi (Ray 2004). Pada tingkatan yang lebih parah dapat terjadi
sakit kepala, kram otot, peningkatan denyut nadi, perubahan tekanan darah dan
kadang-kadang sampai pingsan (Jay 2000). Staphylococcus aureus sangat mudah
tumbuh di makanan yang mengandung protein tinggi dan tidak diolah dengan
baik, seperti daging babi, daging yang telah diawetkan dengan garam, salami,
daging barbeque, salad, produk panggang yang mengandung krim, saus, dan keju.
Berdasarkan informasi di atas, mendeteksi keberadaan S. aureus
menggunakan label cerdas perlu dilakukan untuk menghindari kontaminasi dari
bakteri tersebut. Label cerdas merupakan label yang dapat memberikan informasi
kepada konsumen tentang keadaan bahan yang dikemas. Bahan-bahan untuk
membuat label cerdas meliputi, agar bubuk, tapioka, gliserol, dan media
pertumbuhan mikroba (Lestari 2013). Pada penelitian ini media pertumbuhan S.
aureus yang ditambahkan adalah Baird Parker Agar (BPA) dan egg yolk tellurite.
Baird Parker Agar (BPA) adalah salah media untuk isolasi dan perbanyakan S.
aureus serta membedakannya dari Staphylococcus yang lain. Baird Parker Agar
(BPA) mengandung karbon dan nitrogen sumber kebutuhan pertumbuhan S.
aureus. Glisin, lithium klorida, dan potassium tellurit berperan sebagai selective
agents untuk menekan pertumbuhan mikroba lain selain staphylococcus.
Staphylococcus aureus memproduksi koloni abu-abu gelap hampir hitam karena
mereduksi tellurite. S. aureus yang memproduksi lesitinase memecah egg yolk
dan menyebabkan zona bening di sekitar koloni. Sebuah zona opak mungkin juga
terbentuk karena aktivitas lipase (Acumedia 2012).
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kemasan Cerdas
erpa (Aerva sanguinolenta) oleh Nofrida et al. (2012) dan label cerdas pendeteksi
Eschericia coli yang telah diteliti oleh Lestari (2013).
Staphylococcus aureus
Baird Parker Agar (BPA) adalah media selektif dan diferensial untuk
mengisolasi dan memperbanyak Staphylococcus aureus yang terdapat dalam
makanan, lingkungan, dan bahan klinis. BPA secara umum digunakan dan
dimasukkan ke dalam banyak prosedur standar untuk menguji makanan,
kosmetik, atau air kolam renang yang terdapat S. aureus. Media ini tidak
digunakan untuk mengisolasi Staphylococcus lain kecuali S. aureus.
Baird Parker Agar (BPA) mengandung karbon dan nitrogen sumber
kebutuhan pertumbuhan S. aureus. Glisin, lithium klorida, dan potassium tellurit
berperan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme lain selain
staphylococcus. Staphylococcus aureus memproduksi koloni abu-abu gelap
hampir hitam karena mereduksi potassium tellurite. Staphylococcus aureus yang
mengandung lesitinase memecah egg yolk dan menyebabkan zona bening
disekitar koloni. Sebuah zona opak mungkin juga terbentuk karena aktivitas
lipase. Baird Parker Agar berbahaya bagi kesehatan apabila tertelan, terhirup,
ataupun terkena kulit (Acumedia 2012). Respon masing-masing mikroorganisme
ketika ditumbuhkan di Baird Parker Agar dapat dilihat di Tabel 2.
Low Density Polyethilen (LDPE) dibuat dari gas etilen karena tersusun dari
banyak rantai cabang maka struktur molekul LDPE kurang rapat dan amorf,
mempunyai densitas 0,910-0,925 g/cm3, serta dihasilkan melalui proses tekanan
tinggi. Low Density Polyethilen (LDPE) merupakan kelompok Polyethylene (PE).
Polyethylene (PE) memiliki sifat lemas, lebih lunak, kekuatan tarik rendah, serta
tidak tahan panas dan bahan kimia. Polyethylene (PE) apabila dipanaskan pada
suhu tinggi akan mengakibatkan karbonil yang menyebabkan timbulnya bau
plastik terhadap produk yang ada di dalamnya (Syarief 1989).
8
METODE
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain, agar bubuk, Baird
Parker Agar + egg yolk tellurite, gliserol, tapioka, aquades, polivinil alkohol,
biakan S. aureus, alkohol, garam fisiologis, Nutrient Broth.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain, gelas piala, coloni
counter quebec, magnetic stirer, hot stirer, batang penyebar, termometer, neraca
analitik, mikro pipet, cawan petri, sudip alumunium, plat kaca berukuran 20 cm ×
30 cm dan oven.
Metodologi
Akuades 100 mL
pemanasan
Penuangan ke cawan
Gambar 1 Diagram alir metode penanaman S. aureus di media BPA + egg yolk
tellurite
Kultur murni S. aureus yang diinjeksikan ke atas media BPA + egg yolk
tellurite harus diencerkan dulu menggunakan NaCl fisiologis 0,85%. Menurut
Rahardhianto et al. (2012), NaCl fisiologis berfungsi untuk mengurangi aktifitas
mikroorganisme sehingga dapat mempertahankan kehidupan mikroorganisme
tersebut. Larutan NaCl fisiologis memberikan sifat buffer sehingga dapat
mempertahankan pH dalam suhu ruang dan bersifat isotonis dalam cairan sel.
larutan dihomogenisasi hingga suhu 70oC. Lalu agar bubuk dan BPA ditambahkan
dan larutan dihomogenisasi hingga suhu 90oC. Larutan kemudian didinginkan
hingga suhu 50oC, lalu gliserol ditambahkan kemudian diaduk untuk
menghomogenisasi larutan. Setelah larutan homogen, egg yolk tellurite
ditambahkan kemudian dihomogenisasi. Setelah itu, larutan dicetak menggunakan
plat kaca ukuran 30×20 cm. Kemudian larutan label dikeringkan di dalam oven
50oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, label diambil dari oven dan jadi label dengan
karakteristik kering.
Pada dasarnya langkah-langkah metode Lestari (2013) modifikasi pertama
sama dengan modifikasi keduanya. Perbedaan kedua metode tersebut terdapat
pada cara pengeringan label di oven suhu 50oC. Berdasarkan metode Lestari
(2013) modifikasi pertama, setelah label selesai dibuat kemudian label dituang ke
plat kaca ukuran 30×20 cm, lalu dikeringkan pada oven dalam keadaan terbuka
suhu 50oC selama 24 jam sehingga dihasilkan label kering. Sedangkan metode
Lestari (2013) modifikasi kedua, dilakukan dengan mengeringkan label pada oven
suhu 50oC dalam keadaan tertutup di cawan petri sehingga menghasilkan label
basah. Diagram alir pembuatan label menggunakan metode Lestari (2013)
modifikasi pertama dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan pembuatan label
cerdas menggunakan metode Lestari (2013) modifikasi kedua dapat dilihat pada
Gambar 3.
Akuades
Tapioka
Homogenisasi hingga suhu 60oC
PVA
Homogenisasi hingga suhu 70oC
Agar dan
BPA
Homogenisasi hingga suhu 90oC
Gliserol
Pencetakan
Label kering
Gambar 2 Diagram alir pembuatan label cerdas dengan metode Lestari (2013)
modifikasi pertama
11
Akuades
Gliserol
Pendinginan hingga 50oC
Egg yolk
tellurite
Penuangan ke cawan petri
Label basah
Gambar 3 Diagram alir pembuatan label dengan metode Lestari (2013) modifikasi
kedua
Tutup jar
Jar
Biakan S. aureus
(a) (b)
Gambar 6 (a) Penampakan S.aureus hasil penelitian, (b) penampakan S. aureus
(Acumedia 2012)
tinggi, fleksibilitas yang baik, dan sifat penghalang oksigen yang baik. Pada tahun
1998 Shrogen et al. menambahkan PVA untuk meningkatkan kekuatan,
fleksibilitas, dan ketahanan foam berbasis pati pada adonan sebelum proses
pembakaran. Hal tersebut dilakukan karena foam berbasis pati memiliki sifat yang
rapuh dan sensitif terhadap air sehingga membutuhkan perlakuan lebih lanjut atau
modifikasi bahan. Pada penelitian ini ada dua perlakuan, yaitu penambahan 0%
PVA dan 0,5% PVA. Hasil pembuatan pembuatan label dapat dilihat pada
Gambar 7.
(a) (b)
Gambar 7 Label dengan PVA (a) 0,5%; (b) 0%
(a) (b)
Gambar 8 Penampakan label hari ke (a) 0; (b) 7
7
18
PVA lebih cepat mendeteksi keberadaan S. aureus dibanding label yang ditambah
PVA 0,5%. Label tanpa penambahan PVA dapat mendeteksi keberadaan S. aureus
dalam 2 hari, sedangkan label dengan penambahan PVA dapat mendeteksi
keberadaan S. aureus dalam 4 hari. Hal tersebut bisa terjadi karena PVA
mempunyai sifat kedap terhadap uap air sehingga mampu menjaga komponen
aktif dan bahan lainnya yang terkandung di dalam bahan dari kontak dengan
oksigen.
(a) (b)
Gambar 10 Hasil uji Staphylococcus aureus (a) positif; (b) negatif
20
Uji Konfirmasi
Setelah terbukti bahwa koloni yang tumbuh merupakan S. aureus yang
diketahui melalui uji S. aureus menggunakan metode BAM (2001), maka S.
aureus dikonfirmasi kembali melalui uji katalase dan pewarnaan gram.
a. Uji katalase
Menurut Beishir (1991), S. aureus menghasilkan enzim katalase. Enzim
katalase dapat memecah hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen.
Apabila mencampur satu lup Staphylococcus dengan 3% hidrogen peroksida
(H2O2), maka gelembung-gelembung oksigen akan muncul. Oleh karena itu, S.
aureus merupakan katalase positif. Berikut adalah hasil uji katalase pada S.
aureus. Hasil uji katalase dapat dilihat pada Gambar 11.
(a) (b)
sehingga memperbesar daya rembes atau permeabilitas dinding sel. Jadi kompleks
ungu kristal-yodium yang telah memasuki dinding sel selama langkah awal dalam
proses pewarnaan dapat terekstraksi. Kandungan lipid yang lebih rendah pada
dinding sel bakteri gram positif menjadi terdehidrasi selama perlakuan etanol.
Ukuran pori-pori mengecil, permeabilitasnya berkurang, dan kompleks ungu
kristal-yodium tidak dapat terekstraksi.
Kedua, dinding sel bakteri gram negatif mengandung peptidoglikan jauh
lebih sedikit dan peptidoglikan ini mempunyai ikatan silang yang jauh kurang
ekstensif dibandingkan dengan yang dijumpai pada dinding bakteri gram positif.
Oleh karena itu, pori-pori pada peptidoglikan bakteri gram negatif masih cukup
besar meskipun telah diperlakukan dengan etanol sehingga memungkinkan
ekstraksi kompleks ungu kristal-yodium. Setelah perlakuan etanol, kompleks ungu
kristal-yodium terperangkap di dalam dinding bakteri gram positif yang
mengurangi diameter pori-pori pada peptidoglikan dinding sel. Hasil pewarnaan
gram S. aureus dengan perbesaran mikroskop 1000× dapat dilihat pada Gambar
12.
Uji Sensitivitas Label Dalam Mendeteksi S. aureus pada Suhu (4 ± 2)oC, (25 ±
2)oC, dan (37 ± 2)oC
Uji sensitivitas label terhadap jumlah S. aureus pada suhu (4 ± 2)oC, (25 ±
2) C, dan suhu (37 ± 2)oC perlu dilakukan untuk mengetahui suhu optimum label
o
dalam mendeteksi S. aureus. Pengamatan pada suhu (4 ± 2)oC dan (25 ± 2)oC
perlu dilakukan karena umumnya masyarakat terbiasa untuk menyimpan makanan
pada suhu tersebut. Koswara (2001) menyebutkan bahwa temperatur refrigerasi
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan mencegah
22
Tabel 6 Hasil pengujian sensitivitas label pada suhu (4 ± 2)oC, (25 ± 2)oC,
dan (37 ± 2)oC
Hari Suhu
(4 ± 2) oC (25 ± 2) oC (37 ± 2) oC
S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3
1 - - - - - - - - -
2 - - - - - - + - -
3 - - - - - + + - -
4 - - - - - + + - -
5 - - - + - + + - +
6 - - - + - + + - +
7 - - - + - + + - +
Pertumbuhan S. aureus pada daging sapi yang telah diinjeksi S. aureus dan
tanpa Diinjeksi S. aureus
Berdasarkan literatur pada tinjauan pustaka yang menyebutkan bahwa S.
aureus sangat berpotensi tumbuh pada daging karena beberapa faktor yang
mempengaruhi, maka aplikasi label diuji coba pada daging sapi. Cara aplikasi
yang dilakukan sama dengan cara pengujian sensitivitas label. Aplikasi ini
23
dilakukan pada dua suhu yang berbeda, yaitu suhu (4 ± 2)oC berdasarkan suhu
refrigerator dan suhu (25 ± 2)oC berdasarkan suhu ruang. Pengamatan pada suhu
(4 ± 2)oC dilakukan selama 12 hari karena menurut Jay (2000), fase pertumbuhan
eksponensial mikroorganisme pada daging yang disimpan pada suhu 5oC adalah 8
- 12 hari.
Daging yang diberi perlakuan pada suhu (4 ± 2)oC berasal dari pasar
tradisional, sedangkan daging yang diberi perlakuan pada suhu (25 ± 2)oC berasal
dari rumah pemotongan hewan (RPH) Elders yang bertempat di kampus IPB,
Dramaga. Rata-rata S. aureus yang berada dalam daging setelah diambil dari pasar
tradisional adalah 1,2×106 cfu/gram, sedangkan jumlah koloni untuk daging sapi
yang berasal dari RPH Elders adalah 3,5×102 cfu/gram. Jumlah tersebut tidak
sesuai dengan SNI daging yang mensyaratkan jumlah maksimum S. aureus pada
daging yaitu 1×102 cfu/gram. Kontaminasi S. aureus pada makanan dapat berasal
saat proses pengolahan, yang berasal dari tangan, hidung, atau kulit. Bakteri ini
disebarkan oleh para pengelola pangan. Hal tersebut sangat mendukung adanya
kontaminasi S. aureus pada daging sapi karena pengolahan daging sapi di pasar
tradisional pada umumnya menggunakan tangan. Meskipun pengolahan daging
sapi di RPH Elders sangat higienis, namun adanya kontaminasi dapat terjadi pada
saat distribusi daging sebelum diberi perlakuan. Jumlah koloni S. aureus di daging
sapi pada suhu (4 ± 2)oC dapat dilihat pada Gambar 13.
2,5
Jumlah koloni (x109
2,2
2 1,9
1,9
cfu/g)
1,5
1 tidak diinjeksi
0,5 0,425 diinjeksi
0,0012
0
0 6 12
Waktu penyimpanan (hari)
fase eksponensial hingga hari ke-6, namun setelah itu langsung mengalami fase
kematian. Hal tersebut mungkin dikarenakan pertumbuhan jasad renik lain yang
dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Menurut Lawrie (1995) bakteri
pencemar daging yang paling sering ditemukan adalah Salmonella, Shigella,
Eschercia coli, Bacillus cereus, Bacillus proteus, Staphylococcus albus,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus dari feses. Clostridium botulinum yang
berasal dari tanah juga dapat mencemari daging. Jumlah koloni S. aureus di
daging sapi pada suhu (25 ± 2)oC dapat dilihat pada Gambar 14.
20
19
18
Jumlah koloni (x1011 cfu/g)
16
14
12
10
diinjeksi
8
6 tidak diinjeksi
4
3,5E-09 0,0074 1,8
2 0,00021 0,003
0
0 12 0,00075 24 0,0058 36 0,63 48
Waktu penyimpanan (jam)
Gambar 14 Jumlah koloni S. aureus di daging sapi pada suhu (25 ± 2)oC
dapat dilihat pada Gambar 15. Sedangkan hasil pengamatan suhu (4 ± 2)oC hari
ke-6 dan hari ke-12 dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.
(a) (b)
o
Gambar 15 Pengamatan pada suhu (4 ± 2) C hari ke-0: (a) daging); (b) label
Tabel 7 Hasil pengamatan sampel yang tidak diinjeksi S. aureus 102 cfu/mL pada
suhu (4 ± 2)oC
Hari Sampel 1 Sampel 2
1
6
12
Tabel 8 Hasil pengamatan sampel yang diinjeksi S. aureus 102 cfu/mL pada suhu
(4 ± 2)oC
Hari Sampel 1 Sampel 2
6
12
Gambar 16 Pengamatan pada suhu (25 ± 2) oC jam ke-0: (a) daging; (b) label
Tabel 9 Hasil pengamatan sampel yang tidak diinjeksi S. aureus 102 cfu/mL
pada suhu (25 ± 2)oC
J
Jam Sampel 1 Sampel 2
1
12
2
24
3
36
4
48
27
Tabel 10 Hasil pengamatan sampel yang diinjeksi S. aureus 102 cfu/mL pada
suhu (25 ± 2)oC
J
Jam Sampel 1 Sampel 2
1
12
2
24
3
36
4
48
Simpulan
Saran
Aplikasi label belum bisa diterapkan di produk karena waktu label dalam
mendeteksi S. aureus kurang cepat dan label baru bisa mendeteksi koloni S.
aureus dengan jumlah yang sangat banyak. Hal tersebut mungkin dikarenakan
formulasi label yang kurang tepat, sehingga disarankan untuk memperbaiki
formulasi label terutama memperbaiki kadar media tumbuh S. aureus (BPA + egg
yolk tellurite) atau melakukan penelitian lebih dalam tentang penentuan kadar
media tumbuh S. aureus yang paling tepat.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMethods/ucm0714
29.htm.
Beishir L. 1991. Microbiology In Practice: A Self-Instructional Laboratory
Course, Fifth Edition. New York: Harper Collins Publisher Inc.
Day BPF. 2003. Active Packaging. In: Food Packaging Technologies (eds Coles
R, McDowell D, and Kirwan M). CRC Press, Boca Raton, FL, USA, pp.282-
302
Fardiaz S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta: Gramedia.
Food Drug Administration. 2003. Handbook of Foodborne Pathogens. New
York : Marcel Dekker Inc.
Fontana AJ. 2008. Understanding The Importance of Water Activity in Food,
Innovation in Food Technology. [internet]. [diunduh pada 18 Juni 2014].
Tersedia pada www.innovfoodtech.com
Himedia Technical Data. 2011. Baird Parker Agar Base [Internet]. [Diunduh pada
9 Agustus 2014]. Tersedia pada http://himedialabs.com/TD/M043.pdf.
Jay JM, 2000. Modern Food Microbiology, sixth edition. Las Vegas, Nevada:
University of Nevada Las Vegas.
Kerry J, Buttler P, editor. 2008. Smart Packaging Technologies for Fast Moving
Consumer Goods. England: J Wiley.
Koswara E. 2001. Studi tentang lama simpan bakso daging sapi dengan tipe
pengemasan dan tingkat suhu penyimpanan yang berbeda pada kegiatan
magang di pusat inkubator agribisnis dan agroindustri Institut Pertanian
Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): IPB.
Koswara S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek).
eBookPangan.com
Lawrie RA. 1995. Ilmu Daging. Ed ke-5. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta (ID):
UI Pr.
Lestari IA. 2013. Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Esherichia coli [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Loir LY, Baron F, Gautier M. 2003. Staphylococcus aureus and Food Poisoning.
Genet. Mol. Res. 2:63-76.
Nofrida R, Warsiki E, Yuliasih I. 2013. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap
Perubahan Warna Label Cerdas Indikator Warna Dari Label Daun Erpa (Aerva
sanguinolenta). Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 23(3):232-241.
Parker AC. 1962. An improved diagnostic and selective medium for isolating
coagulase-positive staphylococci. J. Appl. Bacteriol. 25:12-19.
Pelczar MJ Jr, Chan ECS. 2006. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta (ID): UI Pr.
Phillips D, Sumner J, Alexander JF, Dutton KM. 2001. Microbiological quality of
Australian beef. J. Food Protect. 6:692-696.
Rahardhianto A, Abdulghani N, Trisyani N. 2012. Pengaruh Konsentrasi Larutan
Madu dalam NaCl Fisiologis terhadap Viabilitas dan Motilitas Spermatozoa
Ikan Patin (pangasius pangasius) selama Masa Penyimpanan. ITS, siap terbit
Ray B. 2004. Fundamental Food Microbiology, Third Edition. USA: CRC Press
LLC
Robertson GI. (ed).2006. Food Packaging- Principles and Practice. Second
edition. CRC Press, Boca Raton, FL, USA.
30
31
2
32
Suhu/
(4 2)°C (25 °C (37 °C
minggu
Sampel 1 Sampel 2 Smapel 3 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3
5
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 18 Juni 1992 dari pasangan Ali
Aksan (alm) dan Siti Mualifah. Penulis adalah putri kelima dari lima bersaudara.
Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Semarang dan pada tahun yang
sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Teknologi
Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan
perkuliahan. Penulis aktif di beberapa organisasi, yaitu Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) TPB periode 2010-2011, BEM FATETA periode 2011-2013.
Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum fisika TPB dan
mengajar les privat SMP.
Penulis melakukan Praktik Lapangan di pabrik gula Tasikmadu PTPN IX,
Surakarta pada bulan Juni-Agustus 2013. Judul Praktik Lapangan yang diambil
adalah Pengkajian Teknologi Produksi Gula di Pabrik Gula Tasikmadu PT.
Perkebunan Nusantara IX (Persero) Surakarta. Selain itu, pada bulan Februari
hingga Juli 2014 penulis melakukan penelitian di Laboratorium Dasar Ilmu
Terapan, Laboratorium Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi, dan
Laboratorium Bioindustri dengan judul Pembuatan Label Indikator Pendeteksi
Staphylococcus aureus Berbahan BPA (Baird Parker Agar) dan Egg Yolk
Tellurite.