Anda di halaman 1dari 20

PAPER TEORI AKUNTANSI

Asset
Dosen :
Erly Sherlita, S.E., M.Si., Ak.

Disusun oleh

Kelompok

Anggota
Inten Rosmalina 0113U092
Inri Handayani 0113U508

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1

UNIVERSITAS WIDYATAMA

BANDUNG

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Asset” tepat
pada waktunya tanpa adanya hambatan yang berarti. Terimakasih yang sebesar-besarnya
kami ucapkan kepada dosen pembimbing, teman-teman dan berbagai pihak yang turut
membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian paper ini. Kami
menyadari bahwa makalah yang kami sajikan saat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
paper - paper selanjutnya.

Bandung, November 2015

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii

ABSTRAK................................................................................................................................1

I. PENDAHULUAN....................................................................................................................2
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Asset............................................................................................................2
B. Jenis – Jenis Asset.........................................................................................................4
C. Pengukuran....................................................................................................................5
D. Penilaian........................................................................................................................6
E. Pengakuan......................................................................................................................8
F. Pengungkapan................................................................................................................9
G. Penyajian.......................................................................................................................9
III.KESIMPULAN................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................11
LAMPIRAN (Isu Tentang Asset).........................................................................................12

2
3
ABSTRAK

Asset adalah elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik berupa posisi
keuangan jika dihubungkan dengan elemen neraca yang lain yaitu modal dan kewajiban.
Asset juga didefinisikan dalam PSAK 19 sebagai sumber daya yang dikendalikan oleh entitas
sebagai akibat peristiwa masa lalu dan manfaat ekonomis di masa depan dari asset tersebut
diharapkan diterima oleh entitas. Sedangkan dalam PSAK 16 asset adalah sumber daya yang
dikuasai oleh entitas yang digunakan dalam aktivitas produksi dan tidak untuk dijual
serta memiliki masa manfaat ekonomis lebih dari satutahun. Nilai yang dapat diakui sebagai
asset tetap dalam standar ini dapatdikategorikan dalam dua macam, yaitu Biaya perolehan
dan Biaya-biaya setelah perolehan.
Penyajian Asset harus dilakukan sedemikian rupa sehingga bisa dihubungkan dengan
komponen laporan posisi keuangan (neraca) lainnya (liabilitas atau kewajiban dan modal)
sehingga akan menggambarkan posisi keuangan perusahaan. Dalam laporan keuangan asset
dikategorikan menjadi asset lancar dan asset tidak lancar, hal ini didasarkan atas waktu
lamanya asset dapat direlisasikan. Dalam pencatatan asset diperlukan perhitungan alokasi
yang dianggap sebagai beban yaitu depresiasi untuk asset berwujud dan amortisasi untuk
asset tidak berwujud adapun deplesi untuk asset berupa pertambangan.
Dalam mengidentifikasi asset diperlukan sebuah perlakuan akuntansi untuk mengatur
pencatatan dan penyajian asset dalam laporan keuangan yaitu dengan cara mengetahui cara
dalam pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan asset . Maka kami menyusun paper ini
menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis tentang asset terutama dalam
pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan asset dari berbagai sumber salah satunya dengan
membaca buku yang berkaitan dengan asset . Tujuan digunakannya metode kuantitafi yaitu
untuk memahami secara mendalam mengenai asset secara keseluruhan.

1
I. PENDAHULUAN

Elemen yang terdapat dalam sebuah laporan keuangan keuangan memiliki makna
yang menunjukkan realitas kegiatan perusahaan sehingga pembaca laporan keuangan dapat
memperoleh gambaran yang jelas dan memadai mengenai realitas tersebut secara finansial
tanpa harus mengamati sendiri secara fisis realitas finansial tersebut. Salah satu komponen
kerangka konseptual adalah pengidentifikasian elemen-elemen laporan keuangan.
Pengidentifikasian tersebut meliputi pengertian, pengakuan, pengukuran penilaian dan
pengungkapan. Salah satu elemen tersebut adalah asset. Asset merupakan elemen neraca yang
akan membentuk informasi semantik berupa posisi keuangan jika dikaitkan dengan elemen
lainnya yakni kewajiban dan ekuitas.

II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Asset

Dalam kerangka konseptualnya, FASB mendefinisikan asset sebagai manfaat


ekonomis masa depan memungkinkan diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas
akibat transaksi atau kejadian masa lalu. Sementara itu AASB mendefinisikan asset sebagai
Potensial jasa atau manfaat ekonomis masa depan yang dikendalikan dengan pelaporan
entitas sebagai hasil dari transaksi atau kejadian masa lalu.

Definisi asset yang dinyatakan oleh FASB dan AASB ini cukup representatif karena
asset dinilai memiliki sifat sebagai manfaat ekonomis dan bukan sebagai sumber ekonomis
(resources) karena manfaat ekonomis tidak membatasi bentuk atau jenis sumber ekonomis
yang dapat dikategorikan sebagai asset. Selain itu, FASB dan AASB juga tidak membatasi
pengendali asset hanya perusahaan bisnis, tapi secara luas juga organisasi non bisnis.
Berdasarkan penjelasan definisi di atas, secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga
karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek dapat dikategorikan sebagai asset,
yaitu:

1. Manfaat Ekonomis

Asset harus memiliki nilai manfaat ekonomis di masa depan yang cukup pasti.
Misalkan seperti kas memiliki manfaat atau potensi jasa karena memiliki daya beli atau daya
tukar dalam unit moneter. Objek selain kas lainnya harus memiliki nilai manfaat ekonomis
yang dapat ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, sehingga dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, atau dapat digunakan untuk melunasi kewajibannya.

2. Dikuasai atau Dikendalikan Entitas

2
Asset harus dimiliki dan dikendalikan oleh entitas. Namun, konsep penguasaan atau
kendali lebih penting daripada konsep kepemilikan. Penguasaan disini mengandung arti
kemampuan entitas untuk mendapatkan, memelihara, menahan, menukarkan, menggunakan
manfaat ekonomis serta mencegah pihak lain menggunakan manfaat tersebut. Hal ini
dilandasi oleh konsep substance over form. Pemilikan (ownership) hanya mempunyai makna
yuridis atau legal.

Menurut Most (1982) dalam (Suwardjono 2005) menjelaskan bahwa penguasaan atau
kendali atas suatu asset dapat diperoleh dengan cara-cara sebagai berikut:

a. Pembelian (by purchase)


b. Pemberian (by gift)
c. Penemuan (by discovery)
d. Perjanjian (by agreement)
e. Produksi atau nformasi
f. Penjualan
g. Dan lainnya.

3. Timbul Akibat Transaksi Masa Lalu

Asset harus timbul sebagai akibat dari transaksi atau kejadian masa lalu adalah
kriteria untuk memenuhi definisi. Kepemilikan atau penguasaan suatu asset harus didahului
oleh transaksi atau kejadian ekonomis yang telah terjadi. FASB memasukkan transaksi atau
kejadian sebagai kriteria asset dengan alasan transaksi atau kejadian tersebut dapat
memengaruhi jumlah asset, baik menambah maupun mengurangi. Contohnya adalah
pembayaran tunai atas penjualan sebelumnya, penjualan kredit, asuransi yang dibayar di
muka, dan lainnya.

Selain tiga karakteristik yang dijelaskan di atas, FASB juga memberikan beberapa
karakteristik pendukung yaitu:

 Melibatkan Kos

Pemerolehan asset akan melibatkan kos atau biaya. Apabila kos timbul akibat
perolehan suatu objek dengan pertukaran maupun pembelian, objek tersebut dapat
dikategorikan sebagai asset walaupunn nilai kos teresbut harus ditaksir secara layak sebagai
dasar pencatatan awal. Esensi utama terletak pada nilai ekonomis yang akan diperoleh dimasa
mendatang.

 Berwujud

3
Wujud bukanlah merupakan kriteria yang baku untuk mengidentifikasi asset. Objek
seperti hak paten, goodwill dan pos-pos tak berwujud lainnya dapat dikategorikan sebagai
asset lancar dan tidak masuk dalam asset tidak berwujud karena objek-objek tersebut
memiliki nilai tersendiri.

 Pertukaran

Banyak pendapat yang mengatakan dalam memenuhi definisi sebagai asset, suatu
sumber ekonomis harus dapat ditukarkan dengan sumber ekonomis lainnya. Syarat ini
diajukan untuk melihat seberapa jauh manfaat ekonomi akan menjadi cukup pasti dan terukur
dengan handal apabila suatu asset tersebut memiliki nilai ukur maupun nilai tukar.

 Terpisahkan

Syarat dari suatu asset untuk dapat ditukarkan harus dapat dipisahkan ddengan
sumber ekonomis lain atau berdiri sendiri,akan tetapi argument lain menyatakan keterpisahan
dan dan ketertukaran hanyalah merupkan syarat untuk memperoleh manfaat asset. Dengan
argumen diatas FASB tidak memasukkan keterpisahan sebagai kreteria untuk mendefinisikan
asset.

 Berkekuatan Hukum

Penguasaan atas asset tidak harus didukung dengan cara yuridis. Klaim atas piutang
tidak harus diidukung oleh dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum untuk
memenuhi definisi asset.

B. Jenis – Jenis Asset


Aktiva dalam akuntansi umumnya dikelompokkan ke dalam tiga bagian, Aset Lancar,
Aset Tetap dan Aset Tak Berwujud. penjelasan singkatnya bisa dilihat berikut ini, penjabaran
lebih lanjut akan diposting di lain tempat, silahkan klik link yang ada.

 Aktiva Lancar (Current Assets)

Aktiva ini biasanya digunakan dan bermanfaat dalam waktu yang relatif singkat, tidak
lebih dari satu tahun buku dan bisa dikonversikan ke bentuk uang kas. contoh aktiva
lancar seperti uang tunai (kas/cash), temporary invesment ( investasi jangka pendek),
accounts receivable (piutang dagang), notes receivable (wesel tagih), inventories
(persediaan), accrued receivable (pendapatan yg msih akan diterima), prepaid expense
(beban dibayar dimuka).

4
 Aktiva Tetap (Fixed Assets)

Aktiva tetap merupakan sumberdaya/kekayaan harga yang dimiliki suatu entitas bisnis
yang sifatnya permanen dan bisa diukur dengan jelas. digunakan dan bermanfaat dalam
waktu yang relatif lama, lebih dari satu tahun buku. tujuan aktiva tetap diperoleh
perusahaan untuk digunakan sendiri dan tidak dijual kecuali ada hal hal atau kondisi
khusus yang mengharuskan perusahaan menjual aktiva tetapnya. contoh aktiva tetap
misalnya bangunan, tanah, peralatan kantor, mesin, kendaraan dan yang lainnya.
 Aktiva Tak Berwujud (Intangible Asset)

Sesuai namanya, Wujud aktiva ini tak tampak, tidak bisa disimpan, dipegang bentuknya
namun bisa dirasakan manfaatnya. Aset Tak Berwujud ini bisa merupakan hak hak
perusahaan yang kepemilikannya diatur dan dilindungi oleh peraturan perundang
undangan. misalnya hak paten, hak guna bangunan, hak sewa atau hak kontrak, franchise,
trademark dan goodwill. dll

C. Pengukuran

Pengukuran menurut (Procházka 2011) adalah sebagai berikut:

“Measurement of accounting elements is one of the crucial factors in the process of


preparing fi nancial statements, which fairly present economic activity of an
accounting entity. Elements of fi nancial statements can be measured by various
attributes, corresponding to the nature of an element and the purpose for which the
element has been incurred by entity. The reliability and relevance of the attribute
measured are the key points of measuring assets, liabilities, equity and other
elements”.

Salah satu kriteria pengakuan asset adalah manfaat ekonomis yang akan datang dapat
diukur (measureability). Yang dimaksud pengukuran di sini adalah penentuan jumlah rupiah
yang harus dilekatkan pada suatu objek asset pada saat perolehan, yang akan dijadikan data
dasar untuk mengikuti aliran fisik objek tersebut. Apabila suatu sumber daya yang diperoleh
suatu entitas tidak handal (reliable) pada elemen pengukurannya, maka sumber daya tersebut
tidak dapat ditampilkan sebagai asset melainkan diakui sebagai pendapatan ketika terjadi
transaksi. Sebagai aliran informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi
mengikuti aliran fisik yaitu:

5
1. Pengukuran (measurement), pengakuan (recognition), dan klasifikasi (classification)
pertama kali pada saat perolehan asset. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dana
edalam tahap ini disebut pengukuran saja.
2. Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset berupa alokasi,
distribusi dan penggabungan untuk kepentingan internal/manajerial atau untuk
kepentingan pengekosan produk. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini
disebut penelusuran (tracing).
3. Pembebanan kependapatan periode berjalan atau periode periode yang akan datang.
Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya) akan tetap melekat pada objek
menjadi asset badan usaha. Untuk selanjutnya seluruh kegiatan dalam tahap ini
disebut pembebanan ke pendapaatan (charging to revenues).

D. Penilaian

Dalam menilai suatu objek untuk tujuan penyajian, akuntansi dapat menggunakan
berbagai dasar penilaian (bases for valuation), tergantung pada makna yang ingin
ditunjukkan melalui pos laporan keuangan. Penilaian pos asset dimaksudkan untuk
menentukan berapa jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap pos asset dan apa dasar
penilaiannya.

 Tujuan dan Basis Penilaian

Tujuan dari penilaian asset adalah untuk merepresentasi atribut pos-pos asset yang
tarkait dengan tujuan laporan keuangan dengan menggunakan basis penilaian yang sesuai.
Sedangkan tujuan pelaporan keuangan sendiri yaitu untuk menyediakan informasi yang dapat
membantu pengguna laporan keuangan dalam menilai jumlah, waktu, dan ketidakpastian
aliran kas bersih ke entitas.

 Konsep dan Basis Penilaian

Hendriksen dan Van Breda (1992) dalam (Suwardjono 2005) membahas konsep dan
dasar penilaian asset untuk tujuan pelaporan keuangan dari dua dimensi yaitu arah aliran
asset dan waktu. Bila suatu asset telah dikuasi oleh suatu entitas, masalah penilaian yang
muncul adalah dasar apa yang digunakan untuk mempresentasikan makna atau atribut asset
secara tepat. Nilai yang diperoleh atas dasar pertukaran pemerolehan disebut dengan nilai
masuak (input/entry value) sedangkan jika dilihat dari nilai pertukaran pemanfaatan disebut
nilai keluaran (output/exit value).

6
Nilai masukan didasari pada jumlah rupiah yang harus dikeluarkan atau dikorbankan
untuk memperoleh suatu asset tertentu yang masuk ke dalam entitas. FASB mengidentifikasi
lima makna atau atribut yang dapat direpresentasi berkaitan dengan asset, dasar penilaian
menurut FASB (SFAC No. 5, prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:

a. Historical cost
Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik, dan kebanyakan persediaan
dilaporkan atas dasar kos historisnya. Kos historis merupakan jumlah rupiah kas atau
setaranya yang dikorbankan untuk memperoleh asset tersebut. Kos historis ini
nantinya akan disesuaikan dengan penyusutan nilai manfaat asset tersebut.
b. Current (replacement) cost
Beberapa persediaan disajikan sebesar nilai sekarang. Nilai sekarang adalah jumlah
rupiah kas atau setaranya yang harus dikorbankan apabila asset tertentu diperoleh
sekarang.
c. Current market value
Beberapa jenis investasi dalam surat berharga disajikan atas dasar nilai pasar saat ini.
Nilai pasar saat ini adalah jumlah rupiah kas atau setaranya yang dapat diperoleh
entitas dengan menjual asset tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak
akan dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk asset yang memiliki
kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.
d. Net realizable value
Beberapa jenis piutang jangka pendek dan persediaan barang disajikan sebesar nilai
realisasi bersih. Nilai realisasi bersih merupakan jumlah rupiah kas atau setaranya
yang akan diterima (tanpa didiskon) dari asset tersebut dikurangi dengan
pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk mengonversi asset tersebut menjadi kas
atau setaranya.
e. Present (or discounted) value of future cash flows
Piutang dan investasi jangka panjang disajikan sebesar nilai sekarang penerimaan kas
di masa mendatang sampai piutang terlunasi (dengan tarif diskon implisit) dikurangi
dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan penerimaan
tersebut.
f. Fair value
Berdasarkan FAS 157, nilai wajar adalah harga yang dapat diterima untuk menjual
asset atau membayar transfer kewajiban di pasaran saat tanggal pengukuran.
Menurut (Yongkui 2013)
“The introduction of fair value can be attributed to the modern measurement
concept, according to which, a measurement attribute which reflects the company’s
real value should be introduced, so that the enterprise’s market value can be

7
reflected as much as possible in the book value of equity. However, there is an
intrinsic conflict between fair value and asset specificity, using fair value to measure
specific asset will enlarge the gap between the book value and market value of the
enterprise’s equity. Therefore, the future accounting model will not necessarily be
dominated by fair value; rather, it is very likely to be a mixed measurement model
incorporating historical cost, fair value, and value-in-use.”

E. Pengakuan

Pada umumnya pengakuan asset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi,


kejadian, atau keadaan tetentu. Adapun kondisi perlu dan kondisi cukup yang merupakan
penguji yang cukup rinci untuk mengakui asset:
1. Deteksi adanya asset. Untuk mengakui asset, harus ada transaksi yang menandai
timbulnya asset.
2. Sumber ekonomis dan kewajiban. Untuk mengakui asset, suatu objek harus
merupakan sumber ekonomis yang langka, dibutuhkan, dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas. Untuk mengakui asset, entitas harus mengendalikan atau
menguasai objek asset.
4. Mengandung nilai. Untuk mengakui asset, suatu objek harus mempunyai manfaat
yang dapat ditentukan besarnya secara moneter.
5. Berkaitan dengan waktu pelaporan. Untuk mengakui asset, semua penguji di atas
harus dipenuhi pada tanggal pelaporan.
6. Verifikasi. Untuk mengakui asset, harus ada bukti pendukung untuk meyakinkan
bahwa kelima penguji diatas dipenuhi

Penjelasan di atas sebenarnya menjelaskan apa yang disebut dengan kaidah


pengakuan yang merupakan prosedur dalam menerapkan empat kriteria pengakuan FASB,
yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Masalah akuntansi yang
menyangkut pengakuan biasanya berkaitan dengan masalah apakah suatu kos atau jumlah
rupiah yang terlibat dalam transaksi atau kejadian tertentu dapat diassetkan. Hal ini biasanya
berkaitan dengan eksplorasi minyak dan gas bumi, rugi selisih kurs valuta asing, sewa guna,
riset dan pengembangan, bunga selama masa konstruksi asset tetap, dan sumber daya
manusia.

F. Pengungkapan
Apabila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi, tentu saja akan terdapat sebagian
informasi yang hilang. Sehingga diperlukan adanya pengungkapan (disclosure) mengenai hal

8
ini sehingga laporaj keuangan dapat dipercaya dan tidak menyesatkan para penggunanya.
Agar laporan keuangan tetap informatif, hal-hal yang harus diungkapkan sebagai penjelas
laporan keuangan adalah sebagai berikut:
1. Apabila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi selama
periode dibebankan sebagai biaya perioda tersebut.
2. Apabila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi menjadi bagian
yang dikapitalisasi.

G. Penyajian
Prinsip akuntansi yang diterima umum, terutama standar akuntansi, menetapkan
penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos asset. Meskipun asset didefinisikan secara umum
sebagai manfaat ekonomis masa depan yang dikuasai dan dikendalikan oleh entitas dan yang
benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos asset diidentifikasi lebih lanjut dan
spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut. Pengungkapan dan penyajian pos-pos asset harus
dipelajari dari standar yang mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi yang diterima
umum memberi pedoman penyajian dan pengungkapan asset sebagai berikut:
 Asset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau di bagian
atas dalam neraca berformat laporan.
 Asset diklasifikasi menjadi asset lancar dan tetap.
 Asset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang
paling lancar dicantumkan pada urutan pertama.
 Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan
(misalnya metoda depresiasi asset dan dasar penilaian sediaan barang).

III. KESIMPULAN

FASB mendefinisikan asset sebagai manfaat ekonomis masa depan memungkinkan


diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas akibat transaksi atau kejadian masa
lalu. terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek dapat
dikategorikan sebagai asset, yaitu:

1) Manfaat Ekonomis
2) Dikuasai atau Dikendalikan Entitas
3) Timbul Akibat Transaksi Masa Lalu

Secara umum, prinsip akuntansi yang diterima umum memberi pedoman penyajian
dan pengungkapan asset sebagai berikut:

9
 Asset disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun atau di bagian atas
dalam neraca berformat laporan.
 Asset diklasifikasi menjadi asset lancar dan tetap.
 Asset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang paling
lancar dicantumkan pada urutan pertama.
 Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus diungkapkan
(misalnya metoda depresiasi asset dan dasar penilaian sediaan barang).

DAFTAR PUSTAKA

Procházka, D. (2011). "THE ROLE OF FAIR VALUE MEASUREMENT IN THE RECENT


FINANCIAL CRUNCH. PRAGUE ECONOMIC PAPERS 1(1): 71-88.

Suwardjono (2005). Teori Akuntansi. Yogyakarta, BPFE Yogyakarta.

Yongkui, Z. (2013). "Financial Accounting Measurement Concept, Asset Specificity, and the
Application of Fair Value to Ecotourism Enterprises Journal of Convergence
Information Technology(JCIT) 8(1).

Nicho Eka. 2015. http://nichonotes.blogspot.co.id. [online]. Pengertian Aktiva. [9 November


2015]

Awin. 2012. [online].http://meweks.blogspot.co.id. [online]. Pengertian Aset (Teori


Akuntansi). [9 November 2015]

10
LAMPIRAN

Penilaian Aset Infrastruktur: PERLUKAH?


Oleh: Odi Renaldi
(Akuntan – Penilai, Kepala Seksi Penilaian Properti Komersial I)

Salah satu jenis barang milik Negara (BMN) yang jumlahnya cukup banyak serta memiliki
nilai yang cukup signifikan adalah aset infrastruktur yaitu aset yang dimaksud-kan sebagai
sarana utilitas utama publik seperti jalan, jembatan, jaringan saluran air dan jaringan listrik.

Pelaksanaan penilaian aset infrastruktur dalam rangka koreksi nilai neraca awal yang saat ini
dilakukan, cukup banyak menemui kendala. Tulisan ini akan mengkaji beberapa isu berkaitan
dengan penilaian aset infrastruktur antara lain perbandingan antara cost and benefit pelak-
sanaan penilaian aset infrastruktur dengan mutu informasi yang akan ditampilkan di dalam
LKPP selain itu akan dibahas juga mengenai pelaksanaan penilaian aset infrastruktur di luar
negeri.

Posisi Aset Infrastruktur Dalam Sistem Akuntansi Pe-merintah: “Best Practices”


Dalam sistem Akuntansi Pemerintah di Indonesia, aset infrastruktur merupakan salah satu
kategori aset tetap. Aset Tetap diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah
(PSAP) 07 tentang Akuntansi Aset Tetap. Klasifi-kasi aset Tetap dalam PSAP 07 adalah:

1. Tanah;

11
2. Peralatan dan Mesin;
3. Gedung dan Bangunan;
4. Jalan, Irigasi dan Jaringan;
5. Aset Tetap Lainnya;
6. Konstruksi Dalam Pekerjaan.

PSAP 07 tidak secara eksplisit menyebut aset infrastruktur, namun dapat dipahami bahwa
Jalan, Irigasi dan Jaringan merupakan aset infrastruktur. Mengacu pada de-finisi yang
diberikan oleh Government Accounting Standards Board (GASB) dalam GASB Statement
No. 34 disebutkan bahwa aset infrastruktur adalah: “long-lived capital asets that normally are
stationary in nature and normally can be pre-served for a significantly greater number of
years than most capital asets”

Kebijakan umum akuntansi aset tetap dalam PSAP 07 adalah pencatatan dilakukan dalam
nilai perole-hannya, namun ketika akan dilakukan revaluasi maka harus diatur dalam
peraturan yang berlaku secara nasional. Selain itu dalam paragraf yang mengatur tentang
revaluasi tidak diatur secara eksplisit mengenai penilaian, apakah harus dilakukan secara
keseluruhan aset tetap atau dapat dilaku-kan secara parsial.

Bila mengacu pada kebijakan yang digariskan dalam kegiatan Penertiban BMN maka semua
BMN yang diperoleh sebelum tahun 2004 harus dinilai karena dianggap belum
mencerminkan nilai wajarnya. Hal ini berarti aset infrastruktur yang diperoleh sebelum tahun
2004 juga harus dinilai. Namun dalam pelaksanaannya, penilaian atas aset infrastruktur ini
mengalami beberapa kendala seperti:

Jumlahnya yang tersebar hingga ke pelosok negeri; Lokasi aset yang kadangkala tidak dapat
diinspeksi secara langsung karena letaknya yang tersembunyi di bawah tanah atau terendam
di bawah air; Kurangnya pemahaman satker terhadap aset infra-struktur; Kurang lengkapnya
dokumen yang berkaitan dengan aset infrastruktur seperti dokumen kontrak, laporan akhir
proyek dan gambar-gambar teknik (seperti poton-gan melintang) dari aset yang bersangkutan;
Masih kurangnya penilai yang memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian aset
infrastruktur; Kurangnya referensi baik dari dalam maupun luar negeri berkaitan dengan
penilaian aset infrastruktur.

Melihat kendala dalam penilaian aset infrastruktur serta mengingat PSAP belum mengatur
secara rinci men-genai revaluasi aset infrastruktur, maka perlu kiranya untuk mengacu pada
best practices praktek pengakuan aset tetap yang berlaku di beberapa Negara.

Sebagaimana dipahami, standar akuntansi inter-nasional – baik di sektor privat (swasta)


maupun sektor pub-lik – memberikan opsi bagi entitas usaha untuk menggunakan nilai

12
perolehan atau melakukan revaluasi atas aset secara berkala. Di sektor privat Indonesia, sejak
1 Januari 2008, Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) 16 tentang Akuntansi Aset
Tetap, mengijinkan perusahaan untuk memilih model pencatatan aset tetap (setelah penga-
kuan awal) dengan model revaluasi. Namun selanjutnya diatur bahwa revaluasi atas aset tetap
ini harus diterapkan terhadap seluruh aset tetap dalam kelompok yang sama.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa bila perusahaan memilih opsi untuk melakukan
revaluasi atas aset tetapnya, maka tidak diwajibkan untuk melakukan penilaian atas
keseluruhan aset tetapnya, tapi revaluasi tersebut harus dilakukan terhadap seluruh aset tetap
dalam kelompok yang sama, artinya bila dilakukan revaluasi atas tanah maka seluruh tanah
harus direvaluasi sementara kelompok aset tetap lain berupa bangunan dapat tidak dilakukan
revaluasi.

Sedangkan bila mengacu kepada pernyataan Government Accounting Standards Board


(GASB) yang terkait pengakuan aset tetap, diatur bahwa aset tetap dapat dilakukan revaluasi
secara berkala. Khusus untuk aset infrastruktur dicatat dalam nilai historis dengan kebijakan
kapitalisasi untuk setiap pengeluaran yang berkaitan den-gan perbaikan dan dilakukan
depresiasi atas nilai yang terkapitalisasi. Namun demikian GASB memberikan opsi dalam hal
pemerintah dapat memastikan dan mendo-kumentasikan kondisi aset infrastruktur dalam
level kondisi tertentu, maka nilai aset tidak perlu dilakukan depresiasi.

Sementara itu, Komite Sektor Publik IFAC (International Federation of Accountants)


cenderung untuk mencatat aset infrastruktur dengan historical cost tanpa depresiasi.
Selangkah lebih maju, IFAC juga mendorong penyusun standar akuntansi pemerintah untuk
membuat standar tersendiri mengenai aset infrastruktur yang terpisah dari standar yang
mengatur aset tetap. Dikemukakan pula bahwa IFAC tidak merekomendasikan revaluasi atas
aset infrastruktur dengan beberapa alasan sebagai berikut:

memerlukan biaya tinggi (high cost);


cenderung terdistorsi karena memerlukan proses estimasi;
tidak berkorelasi langsung dengan kinerja operasi aset yang bersangkutan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa otoritas penyusun standar
akuntansi seperti GSAB dan IFAC cenderung untuk mengakui aset infrastruktur pada nilai
perolehan. Namun penerapan stan-dar akuntansi ini nampaknya tidak seragam antara satu
Negara dengan Negara lainnya.

Peterson dalam Kogawa (2006) menyebutkan bahwa secara umum Negara-negara bagian di
Amerika Serikat mencatat aset tetap (termasuk aset infrastruktur) pada nilai perolehannya.
Metode ini dipilih karena diangap sulit untuk menerapkan penilaian terhadap keseluruhan
aset yang dimiliki pemerintah. Di sisi lain, disebutkan juga bahwa Inggris memilih untuk

13
mengakui aset tetap berupa tanah dan bangunan dalam nilai pasar (dilakukan revaluasi secara
regular), namun untuk aset-aset infrastruktur dicatat pada nilai historis yang disusutkan.

Menelaah Cost and Benefit Penilaian Aset Infrastruktur


Dari standar internasional yang ada dan penera-pannya yang berbeda di dua Negara besar,
menarik untuk dikaji bagaimana pencatatan aset infrastruktur ini dalam LKPP?
Diakui bahwa seiring tuntutan yang semakin besar terhadap akuntabilitas publik, maka timbul
implikasi bagi pemerintah untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
kinerja yang telah dicapainya selama satu tahun. Wujud akuntabilitas tersebut salah satunya
adalah pempublikasian LKPP.

Ada tiga alasan urgensi pempublikasian LKPP ini. Pertama alasan akuntabilitas yaitu untuk
mempertang-gungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelak-sanaan kebijakan. Alasan
kedua adalah alasan manajerial, yaitu untuk menyediakan informasi keuangan yang berguna
untuk perencanaan dan pengelolaan keuangan pemerintah serta memudahkan pengendalian
yang efektif atas seluruh aset, hutang, dan ekuitas dana. Alasan ketiga adalah trans-paransi,
yang berarti menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi masyarakat dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan di atas, langkah utama yang harus diambil adalah penyajian
nilai aset dalam LKPP dengan nilai yang sesungguhnya dari aset tersebut. Tersajinya nilai
aset pada nilai yang sesungguhnya akan memudahkan pengambilan keputusan oleh
pemerintah. Namun dalam konteks pelayanan publik, bagi masyarakat umum tentunya,
pelayanan yang diperoleh dari aset infra-struktur lebih penting dari sekedar kewajaran nilai
aset dalam LKPP.

Pelayanan dari aset infrastruktur tercermin dari kualitas fisik aset tersebut. Biasanya aset
infrastruktur diperoleh dari proyek-proyek besar pemerintah. Karena merupakan proyek besar
yang menghabiskan dana pem-bangunan yang tidak kecil, maka kebijakan pengelolaan atas
aset infrastruktur ini memegang prinsip utama yaitu aset jenis ini cenderung diperpaharui
item per item dari pada dilakukan penggantian (pembangunan kembali) aset secara
keseluruhan

Implikasi dari kebijakan di atas adalah sulit bagi Penilai untuk mengestimasi umur ekonomis
dari aset infra-struktur ini. Secara teknik biasanya para insinyur yang mendisain aset
infrastruktur telah memberikan estimasi umur ekonomis seperti untuk bendungan besar umur
eko-nomisnya adalah 100 tahun sedangkan untuk bendungan berukuran sedang umur
ekonomisnya adalah 60 tahun. Namun dengan kebijakan untuk mempertahankan aset tersebut
dengan cara meperbaiki item per item, maka san-gat mungkin ada aset infrastruktur yang
telah melampaui umur ekonomisnya tetap beroperasi dengan baik.

14
Kesulitan lain dalam pelaksanaan penilaian adalah Penilai harus melakukan estimasi-estimasi
tertentu. Estimasi ini harus dilakukan karena sifat bangunan infra-struktur yang kompleks dan
tidak seluruh bagiannya dapat diinspeksi secara langsung. Sebagaimana telah disebutkan
pada bagian terdahulu, salah satu alasan IFAC tidak mere-komendasikan pelaksanaan
revaluasi atas aset infrastruk-tur, adalah karena dikhawatirkan adanya distorsi sebagai akibat
estimasi yang dilakukan penilai.

Kendala lain yang berkaitan pelaksanaan penilaian aset infrastruktur adalah biaya
penilaiannya relatif lebih besar bila dibandingkan pelaksanaan penilaian tanah, bangunan dan
kendaraan. Biaya yang besar ini antara lain terkait waktu inspeksi lapangan yang lebih
panjang dan keterlibatan SDM yang lebih besar.

Dikaitkan dengan Kerangka Konseptual Sistem Akuntansi Pemerintah, disebutkan bahwa


salah satu ken-dala dalam mempersiapkan informasi laporan keuangan yang andal dan
relevan adalah pertimbangan antara man-faat dan biaya. Hal ini berarti dalam penyusunan
laporan keuangan, akuntan harus memastikan bahwa manfaat yang dihasilkan dari informasi
yang tersaji haruslah lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk menyajikan informasi
tersebut. Tentunya masyarakat akan mengharapkan biaya yang dibutuhkan untuk menyusun
LKPP tidak akan lebih besar dari manfaat dari LKPP tersebut.

Kebijakan pengelolaan aset infrastruktur adalah mempertahankan kondisi aset pada level
tertentu. Untuk mempertahankan kondisi tersebut dibutuhkan biaya pemeli-haraan yang
cukup besar. Biaya pemeliharan yang signifi-kan ini selayaknya harus dikapitalisasi
(menambah nilai) pada nilai perolehan aset. Berdasarkan hal ini dapat diambil kesimpulan
bahwa seiring berjalannya waktu nilai perole-han sebelum depresiasi akan meningkat. Bila
satker sudah melakukan kapitalisasi atas biaya-biaya pemeliharaannya, maka nilai aset
infrastruktur yang disajikan pada LKPP sudah menunjukkan nilai wajarnya.

Bila prosedur pengkapitalisasian sudah dilak-sanakan satker, maka sebenarnya tidak perlu
melakukan penilaian atas aset infrastruktur untuk kepentingan koreksi neraca awal
pemerintah pusat. Bila demikian halnya, bagi profesi Penilai, pertanyaan yang berkembang
adalah apakah terdapat benchmark pelaksanaan penilaian atas aset infrastruktur dan apa
tujuan pelaksanaan penilaian tersebut?

Sebenarnya terdapat beberapa pelaksanaan penilaian atas infrastruktur yang pernah dilakukan
di be-berapa Negara. Dalam rangka restrukturisasi konsesi jalan tol, Thailand pernah
melakukan penilaian atas konsesi tersebut pada tahun 2000. Canada dalam pelaksanaan
transfer aset dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan atau operator swasta, juga
melakukan penilaian atas aset infrastrukturnya. Contoh lainnya adalah penilaian aset
pembangkit tenaga listrik di China untuk menentukan rate yang harus dibayar oleh publik.
15
Malaysia juga pernah melaksanakan penilaian atas aset berupa jalur kereta api untuk
kepentingan penetapan pajak property kepada peru-sahaan operator kereta.

Dari pelaksanaan penilaian atas aset infrastruk-tur, pendekatan penilaian yang umum dipakai
adalah pendekatan pendapatan, hal ini erat kaitannya dengan potensi pendapatan dari aset-
aset tersebut. Pendekatan pendapatan ini tentu sulit diterapkan untuk aset infrastruktur yang
murni berfungsi sebagai utilitas publik tanpa mengha-silkan pendapatan. Penilaian atas aset
seperti ini lebih tepat menggunakan pendekatan biaya. Namun bila penilaian tersebut
ditujukan untuk penyusunan laporan keuangan, tentunya harus dipertimbangkan
perbandingan antara biaya dan manfaat yang dihasilkan dari penilaian aset infrastruk-tur
tersebut.

KESIMPULAN

Praktek penilaian aset infrastruktur yang pernah dilakukan di manca negara adalah penilaian
aset infrastruk-tur untuk kepentingan pengalihan kepemilikan aset dari pemerintah ke swasta
(privatisasi). Penilaian aset infra-struktur yang dilakukan untuk kepentingan penyusunan
laporan keuangan akan terkendala pada pertimbangan apakah informasi yang dihasilkan dari
kegiatan penilaian ini akan menghasilkan manfaat yang signifikan bagi pembaca laporan
keuangan.

Dalam kegiatan penertiban BMN, tim inventa-risasi dan penilaian banyak menemui kendala
dalam mela-kukan penertiban BMN di lingkungan satker yang memiliki aset infrastruktur,
yaitu selain komplektisitas berkaitan dengan karakteristik aset infrastruktur, juga berkaitan
den-gan ketidaktertiban pencatatan aset infrastruktur.

Berkaca pada pelaksanaan penertiban BMN berupa aset infrastruktur dan best practices
pengakuan aset infrastruktur di berbagai Negara, maka perlu dipikirkan apakah aset
infrastruktur perlu dilakukan koreksi untuk mendapatkan nilai wajarnya ataukah cukup
mencatat nilai aset infrastruktur dalam nilai perolehan yang dikapitalisasi.

Namun dari sisi profesi penilai, terlepas dari apakah aset infrastruktur dinilai atau tidak, para
penilai tentunya diharapkan untuk terus meningkatkan kompetensi untuk menguasai semua
teknis penilaian termasuk aspek-aspek teknis untuk melaksanakan penilaian aset infrastruk-
tur. Peningkatan kompetensi ini penting dilakukan mengin-gat di kemudian hari tidak
menutup kemungkinan penilai DJKN ditugaskan untuk melakukan penilaian aset infra-
struktur dalam rangka pemanfaatan.

16

Anda mungkin juga menyukai