Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA

1. Definisi
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak menangis setelah lahir yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih
lanjut. Tujuan tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu
persalinan. (Hidayat, Aziz. 2009).

2. Etiologi
Menurut Sarwono Prawirohardjo, 2010, terdapat empat faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya asfiksia, yaitu :
1) Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau
anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan
segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya
aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan
pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena
perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2) Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada
plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3) Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam
pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan

5
janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4) Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang
terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan
kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru.

Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi pada masa


kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Penyebab asfiksia
menurut Rahayu, Sri Dedeh. 2009) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2
b. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
c. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri
d. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
e. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
f. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
g. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
h. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.
i. Paralisis pusat pernafasan
j. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps

6
k. Trauma dari dalam : akibat obat bius

Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi


karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin
sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan
CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau
kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal
yang diderita ibu dalam persalinan. (Rahayu, Sri Dedeh. 2009).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi
selama anestesi, penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau
keracunan karbonmonoksida
b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat
merupakan komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava
dan aorta pada uterus gravid
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat
adanya tetani uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin
berlebih-lebihan
d. Pemisahan plasenta prematur
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi
atau pembentukan simpul pada tali pusat
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan
pasca maturitas. (Rahayu, Sri Dedeh. 2009)

7
3. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan
biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.Bila janin
kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi
lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2009)

8
Patway

(Hidayat, Aziz. 2009)

9
4. Tanda dan Gejala
a. Asfiksia ringan (Hidayat, Aziz. 2009)
1) Takipnea dengan napas >60x/menit
2) Bayi tampak sianosis
3) Adanya retraksi sela iga
4) Bayi merintih
5) Adanya pernapasan cuping hidung
6) Bayi kurang aktif
7) Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing
positif
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2) Usaha napas lambat
3) Adanya pernapasan cuping hidung
4) Adanya retraksi sela iga
5) Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun
tampak lemah
7) Bayi tampak sianosis
8) Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2) Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3) Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4) Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.

10
5. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik
sama asfiksia berat (Kamarullah, 2005).

menilai tingkatan APGAR score menurut Dewi, 2011


Tanda tanda Jumlah
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
vital Nilai
Tubuh Seluruh tubuh
Appearance Seluruh tubuh
kemerahan kemerah-
(warna kulit) biru atau putih
Ekstermitas biru merahan
Pulse
(Frekuensi
Tidak ada < 100 x/ menit > 100 x/ menit
jantung)

Grimance
Batuk/Bersin/
(reflek) Tidak ada Menyeringai
Menangis
Activity Fleksi
Tidak Ada Fleksi kuat,
(tonus otot) ekstremitas
Gerakan gerak aktif
(Lemah)
Lambat atau
Respiration Menangisl
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) kuat atau keras
(Merintih)

11
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber :
(Dewi, Vivian. 2011).

6. Penilaian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir


Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai
bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan
tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien akan efektif berlangsung
melalui rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan
lanjutan. Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh
tiga tanda penting, yaitu :
a. Penafasan
b. Denyut jantung
c. Warna kulit
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian
pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat,
harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi
dengan tekanan positif (VTP).

7. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang

12
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan
lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya hipoksemia padapembuluh darah mesentrium
dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
c. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran
gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan
kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada
otak.

8. Pemeriksaan Diagnostik
1. Analisis gas darah ( ph kurang dari 7,20 )
2. Penilaian apgar scor meliputi ( warna kulit, usaha bernafas, tonus otot )
3. Pemeriksaan EEG dan CT scan jika sudah terjadi komplikasi
4. Pengkajian spesifik

13
9. Penatalaksanaan Medis
a. Pencegahan Asfiksia Neonatorum
Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :

a) Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk


mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu
mendapat rujukan ke rumah sakit secara segera.
b) Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum untuk penangan segera agra tidak terjadi kematian ibu dan
bayi.
c) Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
d) Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan
deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi untuk mengontrol pernafasan bayi.
e) Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
f) Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
g) Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko
saat persalinan berlangsung yang terdiri dari :
1) Persalinan yang bersih dan aman
2) Stabilisasi suhu
3) Inisiasi pernapasan spontan
4) Inisiasi menyusu dini
5) Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi

14
b. Terapi suportif
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru
lahir yang bertujuan untuk rnempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusiksi bayi baru
tahir mengikuti tahap tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trakea
c. Bila perlu masukkan ET untuk memastikan pernafasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan taktil
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
c. Mempertahankan sirkulasi darah (Rangsang dan pertahankan sirkulasi
darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-
obatan.
d. Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah, elektrolit )

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :


Tindakan Umum
Menurut Hidayat (2009), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan
asfiksia, antara lain : Pengawasan suhu, Pembersihan jalan nafas, dan
Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
3) Bersihkan badan dan tali pusat.
4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1) Bersihkan jalan napas.

15
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum
ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah
tekanan intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3) Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4) Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
5) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.

Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum diselenggarakan tanpa hasil
prosedur yang dilakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia yang timbul
pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi-rendahnya Apgar.
1. Asfiksia berat (nilai Apgar 0 – 3)
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian 02 dengan tekanan dan
intemitery cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan 02
tidak lebih dari 30 mmHg. Asfikasi berat hampir selalu disertai asidosis,
koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula
glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4 mEq/kgBB Kedua obat ini disuntikan
ke dalam intra vena perlahan melalui vena umbilikatis, reaksi obat ini
akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan.
Pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal

16
dikerjakan dengan & frekuensi 80-I00/menit. Tindakan ini diselingi
ventilasi tekanan dalam perbandingan 1 : 3 yaitu setiap kali satu ventilasi
tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding torak. Jika tindakan ini
tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan
oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikorekrsi atau
gangguan organik seperti hernia diaftagmatika atau stenosis jalan nafas.
2. Asfiksia ringan – sedang (nilai Apgar 4 – 6)
Stimulasi agar timbul reflek pernafasan dapat dicoba bila dalam
waktu 30-60 detik tidak timbul pernapaan spontary ventilasi aktif harus
segera dilakukan. Ventilasi sederhana dengan kateter 02 intranasal
dengan filtrat 1-2 x/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala.
Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding torak dan abdomen. Bila
bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti
gerakan tersebut, ventilasi dihehtikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2
menit sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dari mulut ke rnulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada
ventitasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu
dengan 02, ventilasi dilahirkan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan
perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhak jika setelah dilekuknn berberapa saat teqadi
penurunan frekuens jantung atau perbaikan tonus otot intubasi
endotrakheal harus segera dilahirkan, bikarbonas natrikus dan glukosa
dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak
memperlihatkan pernapasan teratur meskipun ventilasi telah dilakukan
dengan adekuat.

17
b. Terapi Medikamentosa
Epinefrin
Indikasi:
1. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2. Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam larutan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg /
kgBB). Cara : IV atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila
perlu

Volume Ekspander
Indikasi:
1. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan
tidak ada respon dengan resueitasi.
2. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis,
diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.

Jenis Cairan :
1. Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal
10 ml / kgBB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
2. Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.

Bikarbonat
Indikasi:
1. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan
kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).

18
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak
diberikan secara IV dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.

Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan
depresi pernapasan.
Indikasi:
1. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan
narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
2. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai
pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-
tiba pada sebagian bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : IV endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan IM atau SC

19
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA

1. Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga
b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu
1) Riwayat Kehamilan Sekarang
2) Riwayat Persalinan ibu
c. Objektif
d. Pemeriksaan Umum
e. Pemeriksaan Fisik
f. Antropometri
g. Eliminasi
2. Diagnosa Keperawatan dengan Asfiksia Sedang
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin dalam kandungan
kekurangan 02 dan kadar co2 meningkat yang ditandai dengan apnea,
bayi tidak menunjukkan bernafas spontan,tekanan darah menurun,bayi
tidak bereaksi terhadap rangsangan,denyut jantung janin lambat,bayi
terlihat lemas.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ganguan perfusi
ventilasi di tandai dengan sianosis, pernafasan cuping hidung, takikardi
dan pH arteri menurun.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pada system syaraf
pusat yang sangat terangsang dalam kondisi asfiksia ditandai dengan
tekanan darah abnormal,frekuensi jantung abnormal,dispnea.
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
adaanya kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan
e. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya infeksi nosokomial dan
respon imun yang terganggu.

20
3. Diagnosa Keperawatan dengan Asfiksia Berat
a. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan dengan post asfiksia
berat.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan dengan reflek
menghisap lemah.
c. Resiko terjadinya hipoglikemia
d. Resiko terjadinya hipotermia
e. Resiko terjadinya infeksi
f. Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi sehubungan dengan
rawat terpisah

21
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN ASFIKSIA SEDANG

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional


1 Pola nafas tidak efektif Tujuan : Pola nafas tetap 1. Observasi ttv terutama irama, 1. Mengetahui status pernafasan

berhubungan dengan janin dalam paten atau efektif kedalaman dan frekuensi nafas 2. Jalan nafas yang baik dapat

kandungan kekurangan 02 dan Kriteria hasil: 2. Pertahankan jalan nafas tetap baik menjamin lancarnya proses
kadar co2 meningkat yang 1. Kecepatan dan irama 3. Berikan rangsangan taktil inspirasi dan ekspirasi
ditandai dengan apnea, bayi tidak respirasi dalam batas 4. Ajarkan keluarga untuk 3. rangsangan taktil dapat
menunjukkan bernafas normal menempatkan bayi pada posisi merangsang terjadinya usaha
spontan,tekanan darah 2. Tidak adanya bunyi terlentang dengan leher sedikit nafas spontan
menurun,bayi tidak bereaksi nafas tambahan ekstensi dan hidung menghadap 4. untuk mencegah adanya
terhadap rangsangan,denyut 3. Denyut jantung bayi ke atas penyempitan jalan nafas
jantung janin lambat,bayi terlihat normal 5. Kolaborasi pemberian O2 sesuai 5. Mengetahui perkembangan
lemas 4. Bayi bereaksi terhadap indikasi oksigen pemberian O2 dapat
rangsangan 6. Kolaborasi dalam pemeriksaan mencegah terjadinya
5. Bayi menunjukkan AGD metabolisme anaerob
upaya bernafas spontan 6. Mengetahui perkembangan

6. Ekspansi dada simetris oksigen

22
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
Gangguan pertukaran gas yang Tujuan : Diharapkan 1. Observasi pola napas. Catat 1. Pasien pada ventilator dapat
2
berhubungan dengan ganguan gangguan pertukaran gas frekuensi pernapasan, jarak antara mengalami
perfusi ventilasi di tandai dengan pasien dapat teratasi. pernapasan spontan dan napas hiperventilasi/hipoventilasi.
sianosis, pernafasan cuping ventilator. Dispnea dan berupaya
Criteria hasil:
hidung, takikardi dan pH arteri 2. Auskultasi dada secara periodik, memperbaiki kekurangan
1. Membuat atau
menurun. catat adanya/takadanyadan dengan bernapas berlebihan.
mempertahankan pola
kualitas bunyi napas, bunyi napas 2. Memberikan informasi
pernapasan efektif
tambahan, juga simetrisitas tentang aliran udara melalui
melalui ventilator
gerakan dada. trakeobronkial dan
dengan tanpa
3. Tinggikan posisi kepala bayi adanya/takadanya cairan,
penggunaan otot
dengan menggunakan bantal. obstruksimukosa.
pernapasan aksesori,
4. Periksa kecepatan interval napas 3. Peninggian kepala pasien
sianosis atau tanda lain
panjang (biasanya 1,5 sampai 2 atau turun dari tempat tidur
hipoksia, saturasi
kali volume tidal ). sementara masih ada
oksigen dalam rentang
5. Awasi rasio inspirasi dan ventilator secara fisik dan
normal.
ekspirasi( I:E ). psikologi menguntungkan.
2. Berpartisipasi dalam
6. Bila bayi sudah mulai bernafas 4. Napas panjang meningkatkan
upaya penyapihan(
tetapi masih sianosis berikan ventilasi maksimal alveoli
dengantepat ) dalam
narium bikarbonat 7.5% sebanyak untuk mencegah atau
kemapuan individu.
6cc. dekstrosa 40% sebanyak 4cc menurunkan atelektasis dan

23
3. Menunjukkan perilaku disuntikkan malalui vena meningkatkan secret.
untuk mempertahankan umbilicus secara perlahan – 5. Fase ekspirasi biasanya dua
fungsi pernapasan. lahan. kali panjangnya dari
kecepatan inspirasi, tetapi
lebih lama untuk
mengkonsumsi jebakan udara
untuk memperbaiki
pertukaran gas pada pasien.
6. Untuk mencegah tekanan
intracranial meningkat

24
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
3 Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan : 1. Observasi tanda vital 1. Untuk mengetahui

dengan gangguan pada system diharapkan gangguan 2. berikan posisi yang perkembangan kondisi

syaraf pusat yang sangat intoleransi aktifitas dapat nyaman,memberikan bantal dan cardiac pulmonal
terangsan dalam kondisi asfiksia tertatasi tempat tidur yang nyaman 2. Pasien mungkin nyaman
ditandai dengan tekanan darah Kriteria hasil : 3. Menganjurkan keluarga untuk dengan kepala tinggi,karena
abnormal,frekuensi jantung 1. Tekanan darah normal mengurangi sentuhan aliran darah lebih mudah
abnormal,dispnea. 2. Frekuensi jantung 4. Memberikan informasi kepada masuk ke otak dan bahu
normal keluarga mengenai penyakit rileks
3. RR normal asfiksia dan hal – hal yang 3. Menurunkan stress dan
berhubungan dengan asfiksia rangsangan
tersebut berlebihan,meningkatkan
5. kolaborasi analgesic sesuai istirahat
dengan kondisi 4. Dengan informasi yang benar
diharapkan keluarga dapat
membantu dalam proses
kesembuhan
5. Obat ini dapat meningkatkan
kenyamanan atau istirahat
umum

25
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Risiko ketidakefektifan perfusi Tujuan : Risiko 1. Auskultasi frekuensi dan irama 1. takikardi sebagai akibat
4
jaringan otak yang berhubungan ketidakefektifan perfusi jantung. Catat terjadinya bunyi sebagai hipoksimia dan
dengan adaanya kemungkinan jaringan otak dapat diatasi jantung ekstra kompensasi upaya
hipovolemia atau kematian Kriteria Hasil : 2. Observasi warna dan suhu kulit peningkatan aliran darah dan
jaringan 1. irama jantung ataau atau membrane mukosa perfusi jaringan. Gangguan
frekuensi dan nadi 3. Ukur haluaran urine dan catat irama berhubungan dengan
perifer dalam batas berat jenisnya hipoksemia,ketidakseimbanga
normal 4. Anjurkan keluarga untuk ikut n elektrolit,dan atau
2. tidak adanya sianosis memantau keadaan pasien peningkatan peregangan
sentral atau perifer 5. Berikan cairan (IV/ per oral) jantung kanan bunyi jantung
3. kulit hangat atau kering sesuai indikasi ekstra misalnya S3 dan S4
4. haluaran urine dan terlihat sebagai peningkatan
berat jenis dalam batas kerja jantung atau terjadinya
normal dekompensasi.
2. Kulit pucat/sianosis, kuku,
membrane bibir atau lidah
atau dingin, kulit burik
menunjukkan vasokontriksi
perifer (syok) dan atau
gangguan darah sistemik.

26
3. syok lanjut atau penurunan
curah jantung menimbulkan
penurunan perfusi ginjal.
Dimanifestasikan oleh
penurunan haluaran urine
dengan berat jenis normal
atau meningkat.
4. untuk mengurangi terjadinya
resiko perfusi jaringan
5. peningkatan cairan
diperlukan untuk menurunkan
hipervsikositas darah
(potensial pembentukan
thrombus ) atau mendukung
volume sirkulasi atau perfusi
jaringan.

27
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
5 Risiko infeksi berhubungan 1. Observasi keadaan umum dan 1. demam mengindikasikan efek
dengan adanya infeksi tanda – tanda vital dari endotoksin dan endorphin
nosokomial dan respon imun 2. Berikan isolasi atau pantau yang melepaskan tirogen.
yang terganggu. pengunjung Hipotermi adalah tanda genting
3. Batasi penggunaan alat atau yang merefleksikan
prosedur infasif perkembangan status syok atau
4. Ajarkan keluarga pasien untuk penurunan perfusi jaringan
mencuci tangan sebelum dan 2. isolasi/pembatasan pengunjung
sesudah melakukan aktifitas yang dibutuhkan untuk melindungi
melibatkan pasien (bayi) pasien imunosupresi mengurangi
5. Kolaborasi dengan laboratorium resiko kemungkinan infeksi
mengambil specimendarah urine 3. mengurangi jumlah lokasi yang
dan feses bayi dapat menjadi tempat masuk
organism
4. untuk mengurangi kontaminasi
silang
5. untuk mengidentifikasi portal
entry dan organisme
kemungkinan infeksi.

28
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN ASFIKSIA BERAT
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan pemenuhan Tujuan: Kebutuhan O2 1. Letakkan bayi terlentang dengan 1. Memberi rasa nyaman dan
kebutuhan O2 sehubungan bayi terpenuhi alas yang data, kepala lurus, dan mengantisipasi flexi leher yang
dengan post asfiksia berat Kriteria: Pernafasan leher sedikit tengadah/ekstensi dapat mengurangi kelancaran
normal 40-60 kali dengan meletakkan bantal atau jalan nafas.
permenit, Pernafasan selimut diatas bahu bayi sehingga 2. Jalan nafas harus tetap
teratur, Tidak cyanosis, bahu terangkat 2-3 cm. dipertahankan bebas dari lendir
Wajah dan seluruh tubuh 2. Bersihkan jalan nafas, mulut, untuk menjamin pertukaran gas
warna kemerahan, Gas hidung bila perlu. yang sempurna.
darah normal. 3. Observasi gejala kardinal dan 3. Deteksi dini adanya kelainan.
tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam. 4. Menjamin oksigenasi jaringan
4. Kolaborasi dengan team medis yang adekuat terutama untuk
dalam pemberian O2 dan jantung dan otak. Dan
pemeriksaan kadar gas darah peningkatan pada kadar PCO2
arteri. menunjukkan hypoventilasi.

29
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
2 Resiko terjadinya hipotermi Tujuan: Tidak terjadi 1. Letakkan bayi terlentang diatas 1. Mengurangi kehilangan panas
sehubungan dengan adanya hipotermia. pemancar panas (infant warmer). pada suhu lingkungan sehingga
proses persalinan yang lama Kriteria: Suhu tubuh 36,5 2. Singkirkan kain yang sudah meletakkan bayi menjadi hangat.
dengan ditandai akral dingin – 37,5°C; Akral hangat; dipakai untuk mengeringkan 2. Mencegah kehilangan tubuh
suhu tubuh dibawah 36° C. Warna seluruh tubuh tubuh, letakkan bayi diatas melalui konduksi.
kemerahan handuk /kain yang kering dan 3. Perubahan suhu tubuh bayi
hangat. dapat menentukan tingkat
3. Observasi suhu bayi tiap 6 jam. hipotermia.
4. Kolaborasi dengan team medis 4. Mencegah terjadinya
untuk pemberian Infus Glukosa hipoglikemia.
5% bila ASI tidak mungkin
diberikan.

3 Resiko gangguan penemuan Tujuan: Kebutuhan nutrisi 1. Lakukan observasi BAB dan 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi sehubungan terpenuhi BAK jumlah dan frekuensi serta eliminasi bayi dan segera
dengan reflek menghisap Kriteria: Bayi dapat konsistensi. mendapat tindakan/ perawatan
lemah. minum pespeen / personde 2. Monitor turgor dan mukosa yang tepat.
dengan baik; Berat badan mulut. 2. Menentukan derajat dehidrasi
tidak turun lebih dari 10%, 3. Monitor intake dan out put. dari turgor dan mukosa mulut.
Retensi tidak ada. 4. Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan. 3. Mengetahui keseimbangan
5. Lakukan control berat badan cairan tubuh (balance).

30
setiap hari. 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
secara adekuat.
5. Penambahan dan penurunan
berat badan dapat di monitor.

4 Resiko terjadinya infeksi. Tujuan: Selama perawatan 1. Lakukan teknik aseptik dan 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
tidak terjadi komplikasi antiseptik dalam memberikan tubuhnya kurang / rendah
(infeksi) asuhan keperawatan 2. Mencegah penyebaran infeksi
Kriteria: Tidak ada tanda- 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah nosokomial.
tanda infeksi; Tidak ada melakukan tindakan. 3. Mencegah masuknya bakteri
gangguan fungsi tubuh. 3. Pakai baju khusus/ short waktu dari baju petugas ke bayi
masuk ruang isolasi (kamar bayi). 4. Mencegah terjadinya infeksi dan
4. Lakukan perawatan tali pusat memper-cepat pengeringan tali
dengan triple dye 2 kali sehari. pusat karena mengan-dung anti
5. Jaga kebersihan (badan, pakaian) biotik, anti jamur, desinfektan.
dan lingkungan bayi. 5. Mengurangi media untuk
6. Observasi tanda-tanda infeksi dan pertumbuhan kuman.
gejala kardinal. 6. Deteksi dini adanya kelainan.
7. Hindarkan bayi kontak dengan 7. Mencegah terjadinya penularan
sakit. infeksi.
8. Kolaborasi dengan team medis 8. Mencegah infeksi dari
untuk pemberian antibiotik. pneumonia.

31
9. Siapkan pemeriksaan laboratorat 9. Sebagai pemeriksaan penunjang.
sesuai advis dokter yaitu
pemeriksaan DL, CRP.

5 Resiko terjadinya hipoglikemia Tujuan: Tidak terjadi 1. Berikan nutrisi secara adekuat 1. Mencegah pembakaran glikogen
sehubungan dengan hipoglikemia selama masa dan catat serta monitor setiap dalam tubuh dan untuk
metabolisme yang meningkat. perawatan. pemberian nutrisi. pemantauan intake dan out put.
Kriteria: Akral hangat; 2. Beri selimut dan bungkus bayi 2. Menjaga kehangatan agar tidak
Tidak cyanosis; Tidak serta perhatikan suhu lingkungan. terjadi proses pengeluaran suhu
apnea; Suhu normal 3. Observasi gejala kardinal (suhu, yang berlebihan sedangkan suhu
(36,5°C -37,5°C); nadi, respirasi). lingkungan berpengaruh pada
Distrostik normal (> 40 4. Kolaborasi dengan team medis suhu bayi.
mg). untuk pemeriksaan laborat yaitu 3. Deteksi dini adanya kelainan
distrostik. 4. Untuk mencegah terjadinya
hipoglikemia lebih lanjut dan
kompli-kasi yang ditimbulkan
pada organ - organ tubuh yang
lain.

32
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
5 Gangguan hubungan Tujuan: Terjadinya 1. Jelaskan para ibu / keluarga 1. Ibu mengerti keadaan bayinya
interpersonal antara bayi dan hubungan batin antara bayi tentang keadaan bayinya dan mengura-ngi kecemasan
ibu sehubungan dengan dan ibu. sekarang. serta untuk kooperatifan
perawatan intensif. Kriteria: Ibu dapat segera 2. Bantu orang tua / ibu ibu/keluarga.
menggendong dan mengungkapkan perasaannya. 2. Membantu memecah-kan
meneteki bayi, Bayi segera 3. Orientasi ibu pada lingkungan permasalahan yang dihadapi.
pulang dan ibu dapat rumah sakit. 3. Ketidaktahuan memperbesar
merawat bayinya sendiri. 4. Tunjukkan bayi pada saat ibu stressor.
berkunjung (batasi oleh kaca 4. Menjalin kontak batin antara ibu
pembatas). dan bayi walaupun hanya
5. Lakukan rawat gabung jika melalui kaca pembatas.
keadaan ibu dan bayi jika 5. Rawat gabung merupakan upaya
keadaan bayi memungkinkan mempererat hubungan ibu dan
bayi/setelah bayi diperbolehkan
pulang.

33
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi.


8. Jakarta: EGC.

Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika

Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 20018-2020, EGC, Jakarta

Hidayat, Aziz. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta

Huda,amin. Kusuma, hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawtan edasarkan


Diagnosis dan Nanda Nic Noc Edisi Revisi Jilid 1. Mediaction Jogja,
Jogjakarta

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta:
Salemba Medika

Sarwono Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC

34

Anda mungkin juga menyukai