Disusun Oleh:
APRIANIS, S.Kep
2018032007
CI LAHAN CI AKADEMIK
....................................... .........................................................
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :
a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c. Ketahanan epitel esofagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
e. Kelainan pada lambung
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat
saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
j. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2012).
4. Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high
pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter.
Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat
terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran
retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada
atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2012).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan
oleh gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada
bagian ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang
fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah
dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi
spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat
terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas
ataupun sebaliknya (Hadi, 2013).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara
faktor defensif dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang
termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan
asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan
yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya
tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat
terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien
GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal
antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan,
peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah
gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi
refluks sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan
dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki
lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme
ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari :
1) Membran sel
2) Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi
H+ ke jaringan
3) esophagus
4) Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan
bikarbonat, serta
5) mengeluarkan ion H+ dan CO2
6) Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Penyempitan/Strikture Pada Esophagus Distensi Esofagus Masuk Ke Faring Laring, Mulut Atau
Nasofaring
Risiko Aspirasi Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Inflamasi Pada
Esofagus
Nyeri Akut
6. Tanda Dan Gejala
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan
gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
a. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn
adalah gejala tersering.
b. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
c. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009)
Gejala Atipikal :
a. Batuk kronik dan kadang wheezing
b. Suara serak
c. Pneumonia
d. Fibrosis paru
e. Bronkiektasis
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE
tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik
dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat
asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi
endoskopi).
b. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 %
pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan
fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.
c. Tes Provokatif
1) Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa
esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1
% yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki
arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus.
Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut
kepustakaan berkisar antara 80-90%.
2) Tes Edrofonium
Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan
intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya
komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik
esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
3) Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada
tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap
diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada
dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus
menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik
esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan
pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut
dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE.
4) Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan
esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2012).
5) Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan
mukosa esofagus, erosi, dan striktur.
6) Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada
pasien yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang
selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
7) Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi
pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.
8) Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2012).
8. Penatalaksanaan
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala
pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal,
mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah
berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme
pertahanan yang mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang
memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
a. Modifikasi Gaya Hidup
1) Tidak merokok
2) Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
3) Tidak minum alcohol
4) Diet rendah lemak
5) Hindari mengangkat barang berat
6) Penurunan berat badan pada pasien gemuk
7) Jangan makan terlalu kenyang
8) Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
b. Terapi Endoskopik.
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi,
endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah
dengan memanaskan gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini
adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup,
dan mengurangi reflux.
c. Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk
terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan
yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:
1) Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan
sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine,
famotidin, nizatidin) atau golongan prokinetik
(metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat
supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).
2) Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil
lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
d. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi
rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa
esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai
esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s
esophagus
e. Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm
maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.
f. Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi
bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi
endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal
atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian.
(Djajapranata, 2012).
9. Komplikasi
Komplikasi GERD antara lain :
a. Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik.
b. Esofagitis ulseratif
c. Perdarahan
d. Striktur esofagus
e. Aspirasi . (Asroel, 2012).
B. Konsep Dasar Keperawatan :
1. PENGKAJIAN
a. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda vital
Meliputi pemeriksaan :
1) Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji
tekanan nadi, dan kondisi patologis.
2) Pulse rate
3) Respiratory rate
4) Suhu
c. Keluhan utama
Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi,
faktor pencetus, manifestasi yang berhubungan :
1) Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.
2) Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak,
pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.
3) Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena,
odinofagia.
d. Riwayat kesehatan dahulu
1) Penyakit gastrointestinal lain
2) Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
3) Alergi/reaksi respon imun
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang dialami keluarga seperti penyakit diabetes melitus, hipertensi,
jantung, dan lain-lain atau penyakit menular seksual atau penyakit menular.
f. Pola Fungsi Keperawatan
1) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif: Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di
daerah epigastrium, seperti terbakar.
Data obyektif : Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran, Tidak terjadi
perubahan tonus otot.
2) Sirkulasi
Data Subyektif: Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.
Data Obyektif: Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC), Kadar WBC
meningkat.
3) Eliminasi
Data Subyektif: Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif: Bising usus menurun (<12x/menit)
4) Makan/ minum
Data Subyektif: Klien mengatakan mengalami mual muntah, Klien
mengatakan tidak nafsu makan, Klien mengatakan
susah menelan, Klien mengatakan ada rasa pahit di
lidah.
Data Obyektif: Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.
5) Sensori neural
Data Subyektif: Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.
Data obyektif: Status mental baik.
6) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah
epigastrium.
P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh
cairan refluks.
Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.
S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.
T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan. Nyeri
pada dada menetap.
Perencanaan
No. Diagnosa Rasional
Kriteria Hasi(NOC) Intervensi (NIC)
1. Risiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan
berhubungan dengan tindakan keperawatan kesadaran, reflek batuk ekspansi paru
hambatan menelan, selama ...x 24 jam dan kemampuan maksimal dan alat
penurunan refleks laring masalah aspirasi pada menelan. pembersihan jalan
tubuh berhubungan dengan selama .....x 24 disukainya dan disukai pasien maka
intake kurang akibat mual jam, nutrisi pada makanan yang tidak selera makan si
5 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien untuk 1. Peninggian kepala
tidak tindakan keperawatan memaksimalkan tempat tidur
Aru, Sudoyo. 2012. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas
Indonesia.
Djajapranata, Indrawan. 2012. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
Jakarta : FKUI.