Anda di halaman 1dari 22

KEPERAWATAN ANAK II

“URTIKARIA PADA ANAK”

Dosen Pembimbing: Idola Perdana S.S. S.Kep., Ns., M.Si

Disusun Oleh Kelompok 5:

1. Desi Permatasani 15620993


2. Nur Kholifah 15621003
3. Restu Novitasari 15621006

PSIK 5

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KADIRI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta karunia-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah “Urtikaria pada Anak” ini sebatas pengetahuan dan kemampuan
yang dimiliki. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Idola Perdana S.Kep.,
Ns., M.Si. selaku Dosen mata kuliah Keperawatan Anak II yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Urtikaria pada anak.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang , mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi
kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon
maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Kediri, September 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi .......................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
1.3. Tujuan ........................................................................................... 2

Bab II Pembahasan ..........................................................................................

2.1. Pengertian ................................................................................... 3


2.2. Epidemiologi ............................................................................... 3
2.3. Etiologi........................................................................................ 4
2.4. Klasifikasi ................................................................................... 5
2.5. Patofisiologi ................................................................................ 5
2.6. Patogenesis.................................................................................. 8
2.7. Tanda dan gejala ......................................................................... 8
2.8. Diagnosis .................................................................................... 8
2.9. Penatalaksanaan .......................................................................... 10
2.10. Komplikasi ................................................................................. 11

Bab III Asuhan Keperawatan .......................................................................... 13

Bab IV Penutup

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 18

Daftar Pustaka ................................................................................................. 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

3.1. Latar Belakang


Urtikaria atau dikenal juga dengan “hives” adalah kondisi kelainan
kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya
disebabkan oleh suatu reaksi alergi, yang mempunyai karakteristik
gambaran kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan
(elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan
oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan. Dalam istilah awam
lebih dikenal dengan istilah “kaligata” atau “biduran”. Meskipun pada
umumnya penyebab urtikaria diketahui karena rekasi alergi terhadap alergen
tertentu, tetapi pada kondisi lain dimana tidak diketahui penyebabnya secara
signifikan, maka dikenal istilah urtikaria idiopatik. Sejumlah faktor, baik
imunologik dan nonimunologik, dapat terlibat dalam patogenesis terjadinya
urtikaria.

3.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Urtikaria?
2. Apa epidemiologi dari Urtikaria?
3. Bagaimana etiologi dari Urtikaria?
4. Apa klasifikasi Urtikaria?
5. Bagaimana patofisiologi Urtikaria?
6. Bagaimana patogenesis Urtikaria?
7. Apa tanda dan gejala Urtikaria?
8. Bagaimana diagnosis Urtikaria?
9. Bagaimana penatalaksanaan Urtikaria?
10. Apa komplikasi Urtikaria?
11. Bagaimana Asuhan Keperawatan Urtikaria?

1
3.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Urtikaria?


2. Untuk mengetahui epidemiologi dari Urtikaria?
3. Untuk mengetahui etiologi dari Urtikaria?
4. Untuk mengetahui klasifikasi Urtikaria?
5. Untuk mengetahui patofisiologi Urtikaria?
6. Untuk mengetahui patogenesis Urtikaria?
7. Untuk mengetahui tanda dan gejala Urtikaria?
8. Untuk mengetahui diagnosis Urtikaria?
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan Urtikaria?
10. Untuk mengetahui komplikasi Urtikaria?
11. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Urtikaria?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Urtikaria (hives, biduren) adalah erupsi eritematosa yang meninggi,
terjadi secara singkat atau edema bagian dermis bagian atas dan
berhubungan dengan rasa gatal. Gambaran dari urtikaria yaitu peninggian
dengan berbagai ukuran baik dengan atau tanpa dikelilingi eritema, rasa
gatal atau kadang-kadang timbul rasa terbakar dan kulit akan kembali
normal, biasanya dalam waktu 1–24 jam.
Hives merupakan reaksi alergi hipersensitif tubuh anak untuk satu
atau yang lainiritasi. Faktor-faktor ini dapat berfungsi sebagai dingin, panas,
kontak dengan hewan, menerima obat-obatan, makanan penyebab alergi,
matahari dan air. Urtikaria alergi pada anak dapat terjadi setiap saat
sepanjang tahun. Dapat dikarena reaksi merugikan atau efek samping dari
makanan atau karena penyakit-penyakit virus.

2.2. Epidemiologi
Prevalensi urtikaria di dunia berkisar antara 0,3-11,3% tergantung
populasi yang diteliti. Prevalensi hospitalisasi akibat urtikaria dan
angioedema makin meningkat di Australia. Hospitalisasi akibat urtikaria 3
kali lebih tinggi pada anak usia 0-4 tahun. Peningkatan hospitalisasi akibat
urtikaria paling sering dijumpai pada usia 5-34 tahun, sedangkan
hospitalisasi akibat angioedema tinggi pada usia >65 tahun. Urtikaria lebih
sering ditemukan pada wanita usia 35-60 tahun (usia ata-rata 40 tahun).
Di Indonesia, prevalensi urtikaria belum diketahui pasti. Penelitian di
Palembang tahun 2007 pada 3000 remaja usia 14-19 tahun, mendapatkan
prevalensi urtikaria sebesar 42,78%.5 Sebanyak 8-20% populasi
diperkirakan pernah atau akan menderita urtikaria dalam perjalanan
hidupnya dan sebanyak 0,1% akan berkembang menjadi urtikaria kronis
spontan. Prevalensi urtikaria kronis lebih kecil dibandingkan urtikaria akut,
yaitu 1,8% pada dewasa dan berkisar antara 0,1-0,3% pada anak. Prevalensi

3
urtikaria kronis pada dewasa berdasarkan durasinya adalah: 6-12 minggu
(52,8%), 3-6 bulan (18,5%), 7-12 bulan (9,4%), 1-5 tahun (8,7%), >5 tahun
(11,3%).

2.3. Etiologi
Etiologi Urtikaria. (Harrison, 2005) :
1. Gangguan kulit primer
Urtikaria fisikal, yang terdiri dari:
a. Dermatografisme
b. Urtikaria solaris
c. Urtikaria dingin
d. Penyakit sistemik
2. Urtikaria kolinergik
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: (Davey, 2005)
a. Obat-obatan sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik
yang mampu menginduksi degranasi sel mast, bahan kolinergik
misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang
mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel
mast untuk melepaskan mediator. Obat-obatan seperti : Aspirin,
kodein, morfin, OAINS
b. Jenis makanan yang dapat menyebabakan alergi misalnya: telur, ikan,
kerang, coklat, jenis kacang tertentu, tomat, tepung, terigu, daging
sapi, udang, dll.
c. Inhalan bisa dari serbuk sari, spora, debu rumah.
d. Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing)
e. Sistemik : SLE, retikulosis, dan karsinoma
f. Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan
getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast.
g. Genetik, terjadi difesiensi alfa-2 glikoprotein yang mengakibatkan
pelepasan mediator alergi.

4
2.4. Klasifikasi
Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan faktor yang
menginduksi (induced vs spontaneus). Berdasarkan durasi, urtikaria
dibedakan menjadi urtikaria akut dan kronis. Urtikaria akut terjadi <6
minggu, apabila >6 minggu disebut sebagai urtikaria kronis. Klasifikasi
berdasarkan durasi penting untuk mengetahui patogenesis dan menentukan
terapi.

2.5. Patofisiologi
Patofisiologi dari urtikaria ini sendiri mirip dengan reaksi
hipersensifitas.
Pada awalnya alergen yang menempel pada kulit merangsang sel mast
untuk membentuk antibodi IgE, setelah terbentuk, maka IgE berikatan
dengan sel mast. Setelah itu, pada saat terpajan untuk yang kedua kalinya,
maka alergen akan berikatan dengan igE yang sudah berikatan dengan sel
mast sebelumbnya. Akibat dari ikatan tersebut, maka akan mengubah
kestabilan dari isi sel mast yang mengakibatkan sel mast akan mengalami
degranulasi dan pada akhirnya sel mast akan mengekuarkan histamin yang
ada di dalamnya. Perlu diketahui bahwa sanya sel mast adalah mediator
kimia yang dapat menyebabkan gejala yang terjadi pada seseorang yang
mengalami urtikaria.

5
Pada urtikaria, maka gejala yang akan terjadi dapat meliputi merah,
gatal dan sedikit ada benjolan pada permukaan kulit, yang menyebabkan hal
itu terjadi yaitu, pada dasarnya sel mast ini sendiri terletak didekat saraf
perifer, dan pembuluh darah. Kemerahan dan bengkak yang terjadi karena
histamin yang dikeluarkan sel mast itu menyerang pembuluh darah yang
menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas. Gatal yang terjadi
juga diakibatkan karena histamin menyentuh saraf perifer.

6
 Faktor Imunologi:  Faktor Non-Imunologi Dan
ɤ Genetik Modulasi:
ɤ Jumlah Antibody ɤ Bahan-Bahan Kimia
IgE Dalam Darah ɤ Paparan Fisik
Besar ɤ Zat Kolinergik
Tekanan Yang Terus
Menerus/Gesekan

Sel Mast Terangsang

Demografisme

Pelepasan Histamin
Pembengkakan pada
Pembuluh Darah
Peningkatan
Vasodilatasi Pembuluh
Permeabilitas Kapiler
Darah
Setempat

Urtikaria

Cairan & Sel Terutama Eosinofil Trasnfusi


Keluar Dari Pembuluh Darah Cairan

Pengumpulan Cairan Lokal


Pembengkakan Kulit Merangsang Ujung
Lokal Saraf Perifer
Edema Lokal Edema

Gatal Berulang
Nyeri Akut

Digaruk Terjadi Pada Malam


Hari

Lesi Sering Terbangun Saat Malam

Gangguan Pola Tidur


Resiko Infeksi

Kerusakan Integritas
Jaringan

7
2.6. Patogenesis
Urtikaria adalah penyakit yang diperantarai sel mast. Sel mast yang
teraktivasi akan mengeluarkan histamin dan mediator lain seperti platelet
activating factor (PAF) dan sitokin. Terlepasnya mediator-mediator ini akan
menyebabkan aktivasi saraf sensoris, vasodilatasi, ekstravasasi plasma, serta
migrasi sel-sel inflamasi lain ke lesi urtikaria. Pada kulit yang terkena, dapat
ditemukan berbagai jenis sel inflamasi, antara lain eosinofil dan/atau
neutrofil, makrofag, dan sel T

2.7. Tanda dan Gejala


Urtikaria ditandai dengan timbulnya peninggian pad kulit dan/atau
angioedema secara mendadak. Peninggian kulit pada urtikaria harus
memenuhi kriteria di bawah ini:
a. Ditemukan edema sentral dengan ukuran bervariasi, dan bisa disertai
eritema di sekitarnya
b. Terasa gatal atau kadang-kadang sensasi terbakar
c. Umumnya dapat hilang dalam 1-24 jam, ada yang < 1 jam.
Angioedema ditandai dengan karakteristik berikut:
a. Edema dermis bagian bawah atau jaringan subkutan yang timbul
mendadak, dapat berwarna kemerahan ataupun warna lain, sering disertai
edema membran mukosa.
b. Lebih sering dirasakan sebagai sensasi nyeri dibandingkan gatal, dapat
menghilang setelah 72 jam

2.8. Diagnosis
Diagnosis urtikaria meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, tes
diagnostik rutin; tes diagnostik lanjutan dilakukan jika perlu. Tujuan
diagnosis adalah menentukan tipe dan subtipe urtikaria serta
mengidentifikasi etiologi. Urtikaria akut lebih sering dijumpai dan biasanya
cepat menghilang, tetapi identifikasi etiologi penting untuk mencegah
kekambuhan. Etiologi urtikaria akut sebagian besar dapat diketahui melalui
anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh, jarang dibutuhkan

8
pemeriksaan penunjang. Pada anak, etiologi yang sering adalah infeksi virus
dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Makanan dan obat-obatan,
seperti antibiotik dan NSAID (nonsteroidal anti-inflammatory drug), dapat
sebagai penyebab ada anak ataupun dewasa. Tes diagnostik hanya
diindikasikan apabila dicurigai didasari oleh alergi tipe I.
Urtikaria kronis mempunyai lebih banyak etiologi dan subtipe,
sehingga selain anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh, dibutuhkan
tes diagnostik rutin; antara lain darah lengkap, fungsi hati, laju endap darah
(LED), dan kadar C-reactive protein (CRP). Tes diagnostik lanjutan
dipertimbangkan pada urtikaria kronis berat dan persisten untuk identifikasi
faktor pencetus dan menyingkirkan diagnosis banding. Tes dermografisme
untuk diagnosis urtikaria dermografik. Urtikaria, terutama tipe kronis, dapat
mengganggu kualitas hidup. Salah satu kriteria penilaian kualitas hidup
adalah Urticaria activity score.

9
2.9. Penatalaksanaan
Penatalaksana urtikaria, baik akut maupun kronis terdiri dari 2 hal utama,
yaitu:
1. Identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus
Identifikasi faktor penyebab membutuhkan diagnostik yang menyeluruh
dan tepat. Jika didapatkan perbaikan setelah eliminasi faktor diduga
penyebab, faktor ini baru bisa disimpulkan sebagai penyebab jika
terjadi kekambuhan setelah tes provokasi.
2. Terapi simptomatis
a. Antihistamin1
Antihistamin-H1 non-sedatif/ generasi kedua (azelastine, bilastine,
cetirizine, desloratadine, ebastine, fexofenadine, levocetirizine,
loratadine, mizolastine, dan rupatadine) memiliki efikasi sangat
baik, keamanan tinggi, dan dapat ditoleransi dengan baik, sehingga
saat ini digunakan sebagai terapi lini pertama. Apabila keluhan
menetap dengan pemberian antihistamin-H1 non-sedatif selama 2
minggu, dosis antihistamin-H1 nonsedatif dapat ditingkatkan
sampai 4 kali lipat dosis awal yang diberikanAntihistamin generasi
pertama sudah jarang digunakan, hanya irekomendasikan sebagai
terapi tambahan urtikaria kronis yang tidak terkontrol dengan
antihistamin generasi kedua. Antihistamin generasi pertama
sebaiknya diberikan dosis tunggal malam hari karena mempunyai
efek sedatif.
b. Antagonis H2
Antagonis H2 (cimetidine) diberikan dalam kombinasi dengan
antagonis H1 pada urtikaria kronis. Meskipun efikasinya rendah,
beberapa ahli berpendapat bisa diberikan sebelum terapi lini kedua.
c. Antagonis reseptor leukotrien
Bukti efektivitas terapi ini masih terbatas, dan tingkat
rekomendasinya rendah. Dari beberapa penelitian, disimpulkan
bahwa terapi ini hanya bermanfaat pada urtikaria kronis spontan
yang berhubungan dengan aspirin atau food additives, tetapi tidak

10
bermanfaat pada urtikaria kronis lain. Terapi ini dapat dicoba pada
pasien yang tidak merespons pengobatan antihistamin.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan hanya pada urtikaria akut atau
eksaserbasi akut urtikaria kronis. Belum ada konsensus yang
mengatur pemberian kortikosteroid, disarankan dalam dosis
terendah yang memberikan efek dalam periode singkat. Salah satu
kortikosteroid yang disarankan adalah prednison 15 mg/hari,
diturunkan 1 mg setiap minggu.
e. Agen anti-inflamasi
Meskipun bukti efikasinya masih terbatas, terapi ini dapat
dipertimbangkan karena harganya terjangkau dan efek sampingnya
minimal, antara lain menggunakan dapson, sulfasalazine,
hidroksiklorokuin, dan kolkisin.
f. Imunosupresan
Imunosupresan yang saat ini digunakan adalah inhibitor kalsineurin
(siklosporin). Imunosupresan lain (azatioprin, metotreksat,
siklofosfamid, dan mikofenolat mofetil) dapat dipertimbangkan
untuk urtikaria kronis yang tidak merespons antihistamin generasi
pertama.
g. Agen biologis Obat
Obat baru yang sekarang mulai digunakan adalah omalizumab.
Omalizumab dianggap bisa menjadi obat pilihan beberapa tahun
lagi, tetapi mahal dan efek samping jangka panjang masih belum
diketahui.

2.10. Komplikasi

1. Urtikaria dan angiodema dapat menyebabkan rasa gatal yang


menimbulkan ketidaknyamanan. Urtikaria kronik juga menyebabkan
stres psikologis dan sebaliknya sehingga mempengaruhi kualitas hidup
penderita seperti pada penderita penyakit jantung.

11
2. Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan
gatal yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa
menjadi infeksi sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan
somnolens dan bibir kering. Pasien dengan keadaan penyakit yang berat
bisa mempengaruhi kualitas hidup.

12
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien cystitis menggunakan pendekatan
bersifat menyeluruh yaitu :
1. Identitas Pasien.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, merasa panas pada tubuh
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada
pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien
untuk menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini
atau penyakit kulit lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah
sedang mengalami stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai
pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap
sesuatu obat.
4. Pemeriksaan fisik
KU : lemah
TTV : suhu naik atau turun.
o Kepala :

13
Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
o Mulut :
Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang
disebabkan oleh obat.
o Abdomen :
Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
o Ekstremitas :
Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
o Kulit :
Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga
terjadi ekstropion pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan
pigmentasi. Adanya eritema , pengelupasan kulit , sisik halus
dan skuama.

II. Diagnosa
1. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka akibat
gangguan integritas
2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus

III. Intervensi
1. Dx: Potensial terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka
akibat gangguan integritas
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil :
a. Hasil pengukuran tanda vital dalam batas normal.
b. Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor,
infusiolesa)

14
Intervensi Rasional
a. Lakukan tekni aseptic dan a. Dengan teknik septik dan aseptik
antiseptic dalam melakukan dapat mengirangi dan mencegah
tindakan pada pasien. kontaminasi kuman.
b. Ukur tanda vital tiap 4-6 jam b. Suhu yang meningkat adalah
c. Observasi adanya tanda-tanda imdikasi terjadinya proses infeksi
infeksi c. Deteksi dini terhadap tanda-tanda
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk infeksi
pemberian diet d. Untuk menghindari alergen dari
e. Libatkan peran serta keluarga makanan
dalam memberikan bantuan pada e. Memandirikan keluarga
klien. f. Menghindari alergen yang dapat
f. Jaga lingkungan klien agar tetap meningkatkan urtikaria.
bersih

2. Dx: Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan pada kulit
Kriteria Hasil : Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai
dengan menghindari alergen.
Intervensi Rasional
a. Ajari klien menghindari atau a. Menghindari alergen akan
menurunkan paparan terhadap alergen menurunkan respon alergi.
yang telah diketahui. b. Menghindari dari bahan makanan
b. Pantau kegiatan klien yang dapat yang mengandung alergen.
menyebabkan terpapar langsung c. Binatang sebaiknya hindari
dengan alergen. Seperti : stimulan memelihara binatang atau batasi
fisik. dan kimia keberadaan binatang di sekitar
c. Baca label makanan kaleng agar area rumah.
terhindar dari bahan makan yang d. AC membantu menurunkan
mengandung alergen. paparan terhadap beberapa
d. Hindari binatang peliharaan. alergen yang ada di lingkungan.

15
3. Dx: Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
a. Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan
berkurangnya lecet akibat garukan.
b. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
c. klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman

Intervensi Rasional
a. Jelaskan gejala gatal berhubungan a. Dengan mengetahui proses
dengan penyebabnya (misal keringnya fisiologis dan psikologis dan
kulit) dan prinsip terapinya (misal prinsip gatal serta penangannya
hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal- akan meningkatkan rasa
garuk. kooperatif.
b. Cuci semua pakaian sebelum b. Pruritus sering disebabkan oleh
digunakan untuk menghilangkan dampak iritan atau allergen dari
formaldehid dan bahan kimia lain bahan kimia atau komponen
serta hindari menggunakan pelembut pelembut pakaian.
pakaian buatan pabrik. c. Bahan yang tertinggal (deterjen)
c. Gunakan deterjen ringan dan bilas pada pencucian pakaian dapat
pakaian untuk memastikan sudah menyebabkan iritasi.
tidak ada sabun yang tertinggal. d. Mengurangi penyebab gatal
d. Jaga kebersihan kulit pasien. karena terpapar alergen.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk e. Mengurangi rasa gatal.
pemberian obat pengurang rasa gatal

4. Dx: Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus


Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus
Kriteria Hasil :
a. Mencapai tidur yang nyenyak.

16
b. Melaporkan gatal mereda
c. .Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
d. .Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
e. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi Rasional
a. Mengerjakan hal ritual a. Udara yang kering membuat kulit
menjelang tidur. terasa gatal, lingkungan yang
b. Menjaga agar kulit selalu nyaman meningkatkan relaksasi.
lembab. b. Tindakan ini mencegah kehilangan
c. Nasihati klien untuk menjaga air, kulit yang kering dan gatal
kamar tidur agar tetap biasanya tidak dapat disembuhkan
memiliki ventilasi dan tetapi bisa dikendalikan.
kelembaban yang baik. c. Memudahkan peralihan dari
keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

IV. Implementasi
Implementasi adalah serangkai kegiatan yang di lakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari status masalah kesehatan yang di hadapi ke
status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kreteria hasil yang di
harapkan ( gordon, 1994, dalam potter dan perry, 1997)

V. Evaluasi
1. Tidak terjadinya infeksi
2. Tidak terjadinya kerusakan kulit klien
3. klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal karena berkurangnya
pruritus dan ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan.
4. Tercapainya pola tidur/istirahat yang memuaskan
5. Menerima keadaan diri
6. Memahami tentang perawatan kulit dan terapi pengobatan

17
BAB IV

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa
(wheal) yang terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi
akibat pelepasan histamine selama respons peradangan terhadap alegi
sehingga individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat menyertai
penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. (Elizabeth,
2007)
Penyebab terjadinya urtikari bisa karena: Obat-obatan, Jenis
makanan , Inhalan yang berasal dari serbuk sari, spora, debu
rumah, Infeksi Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE,
retikulosis, dan karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar),
dingin (urtikaria dingin), gesekan atau tekanan (dermografisme), panas
(urtikaria panas), dan getaran (vibrasi) dapat langsung menginduksi
degranulasi sel mast, serta Genetik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sianoto, M. (2017). Diagnosis dan Tatalaksana Urtikaria. Jurnal Ilmiah, 190-193.

Aishah S. Urtikaria. ln:Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin Tempat. Indonesia: Balai Penerbit FKUI Jakarta; 2007.p.169

Linscott. Urticaria. www.emedicine.com. Diupdate pada tanggal 21 Agustus 2008.

Urticaria. www.wikipedia.com. Diupdate pada tanggal 9 Agustus 2008.

19

Anda mungkin juga menyukai