Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan kadar asam urat.


Pemeriksaan kadar asam urat sangat penting untuk menegakkan diagnosis kondisi
patologis, sehingga dapat dilakukan terapi dengan tepat. Pengukuran kadar asam
urat perlu dilakukan karena hiperurisemia atau peningkatan kadar urat dalam darah
dapat mengakibatkan meningkatnya resiko pengendapan kristal asam urat dalam
jaringan dan menjadi gejala penyakit gout, sehingga dapat berguna untuk
monitoring penyakit gout.

Percobaan dilakukan dengan menguji larutan uji dan larutan standar


terhadap blangko reagensia. Pada larutan blangko berisi 1,0 mL reagen dan 25µL
aquadest. Larutan standar berisi 1,0 mL reagen dan 25µL larutan standar.
Sedangkan larutan sampel berisi 1,0 mL reagen dan 25µL serum darah.

Asam urat adalah hasil metabolisme purin dalam tubuh. Zat asam urat ini
biasanya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dalam kondisi normal. Namun
dalam kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan zat asam urat secara
seimbang, sehingga terjadi kelebihan dalam darah. Kelebihan zat asam urat ini
akhirnya menumpuk dan tertimbun pada persendian-persendian dan tempat lainnya
termasuk di ginjal itu sendiri dalam bentuk kristal-kristal. Bagian darah yang
digunakan adalah serum darah. Hal ini dikarenakan serum darah sudah tidak
mengandung faktor pembekuan darah, sehingga pengukuran lebih teliti dan tidak
akan mengganggu jalannya percobaan (Ahmad, 2011).

Pengukuran kadar asam urat kali ini dilakukan dengan metode enzimatis
dan pengukuran dengan spektrofotometer. Prinsip pemeriksaan kadar asam urat
metode enzimatik adalah uricase memecah asam urat menjadi allantoin dan
hidrogen peroksida. Selanjutnya dengan adanya peroksidase, peroksida, dan 4-
aminoantipirin membentuk warna quinoneimine. Intensitas warna merah yang
terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam urat. Nilai rujukan untuk laki laki:
3.4 –7.0 mg/dl, sedangkan untuk perempuan: 2.4 –5.7 mg/dl (Parahita, 2009).
Adapun reaksi dari metode ini adalah:
Setelah proses pencampuran, laruran diinkubasi pada suhu suhu kamar
selama 10 menit. Inkubasi dilakukan dengan waktu yang lebih lama karena suhu
yang digunakan lebih rendah dari suhu kerja optimum enzim yaitu ±37˚C. Pada
suhu kamar, darah tetap terjaga, tidak mengalami kerusakan dan reaksi reagen dan
serum tetap dapat bekerja secara sempurna (Martsiningsih, 2016). Setelah proses
inkubasi, pada tabung uji dan tabung standar mengalami perubahan warna dari tidak
berwarna menjadi sekilas merah muda. Perubahan warna ini menandakan reaksi
telah berlangsung, campuran antara plasma dan reagen.

Lalu absorbansi larutan standar dan uji diukur menggunakan


spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Pada panjang gelombang ini
asam urat akan mengabsorbsi radiasi dengan kuat sehingga memberikan hasil yang
sebenarnya. Penggunaan blangko bertujuan untuk menghilangkan pengaruh
pelarut, sehingga hasil yang didapat adalah hasil yang sebenarnya, tidak ada
pengaruh dari pelarut yang digunakan. Sementara pengukuran standar dilakukan
untuk membandingkan hasil supaya yang terukur benar-benar senyawa yang dituju.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban


suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Prinsip kerja spektrofotometer uv-
vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya monokromatik melalui
suatu media, maka sebagian cahaya tersebut akan diserap, sebagian dipantulkan dan
sebagian lagi akan dipancarkan. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang
520 nm karena merupakan panjang gelombang maksimum untuk quinoeimine
(Khopkar, 1990).

Prinsip dari pengujian ini adalah dengan menembakkan energi dengan


Panjang gelombang tertentu, yang dalam hal ini 520 nm, pada suatu senyawa yaitu
quinoneimine. Hal ini membuat elektron dari senyawa tersebut akan tereksitasi ke
orbital yang lebih tinggi. Setelah mengalami eksitasi, elektron tersebut akan turun
kembali ke ground state (keadaan dasar), sambil melepaskan emisi yang akan
terukur oleh detektor. Salah satu yang memegang peranan penting dalam pengujian
kali ini adalah adanya gugus kromofor dalam quinoneimine berupa ikatan rangkap
terkonjugasi, keton, dan imina (Khopkar, 1990).

Dari hasil pengukuran, diperoleh kadar asam urat dengan 5 kali pengukuran
yaitu 2,16 mg/dL; 2,03 mg/dL; 2,0 mg/dL; 2,06 mg/dL dan 1,77 mg/dL. Dan setelah
di rata-ratakan hasilnya adalah 2,0 mg/dL. Pengukuran tersebut dilakukan terhadap
darah yang disumbangkan seorang praktikan perempuan, sehingga kadar batas
normal asam uratnya adalah 2,4-5,7 mg/dL (Parahita, 2009). Melihat kadar batas
normal tersebut, maka praktikan tersebut dinilai hipourisemia. Kadar batas normal
pada wanita lebih rendah dibandingkan dengan kadar batas normal pada pria, ini
disebabkan perempuan memiliki hormon estrogen dan progesterone dalam jumlah
lebih banyak dari pria yang dapat berfungsi sebagai penghambat produksi asam urat
dalam tubuh (Basset, et al., 1994).

Hipourisemia merupakan defisiensi asam urat pada darah, bersama dengan


xanthinuriayang disebabkan oleh defiensi xanthin oksidase (Hidayat, 2011).
Menurunnya kadar asam urat dikarenakan diet rendah protein dan makanan rendah
senyawa purin lainnya. Purin merupakan senyawa yang banyak dirombak menjadi
asam urat dalam tubuh. Selain itu dapat pula dikarenakan genetik dan silsilah
keluarga (Hidayat, 2011).

Namun hasil yang di dapat tentu saja tidak mengindikasikan hasil yang
sebenarnya dari kondisi praktikan pendonor. Hal ini ditunjukkan dari nilai
simpangan baku relative (RSD) atau koefisien variasi (KV) yaitu 7% yang mana
cukup jauh dari seharusnya yaitu 2%. Kriteria seksama diberikan jika metode yang
digunakan memberikan simpangan baku relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV)
2% atau kurang (Ibrahim, 2001). Hasil tersebut dapat menunjukkan beberapa faktor
ketidaktelitian dalam pengujian antara lain, cara memipet, waktu inkubasi yang
tidak akurat, kondisi spektrofotometer, dan sebagainya.
KESIMPULAN

1. Metode pengukuran kadar asam urat pada praktikum kali ini adalah metode
enzimatis dengan menggunakan enzim uricase dan hidrogen peroksidase.
2. Kadar asam urat rata-rata dalam serum yang diperoleh yaitu sebesar 2,0
mg/dL.
3. Berdasarkan nilai batas normal kadar asam urat pada wanita, kadar asam urat
yang diperoleh termasuk ke dalam hipourisemia.
Dapus

Ahmad, Nablory. (2011). Cara Mencegah dan Mengobati Asam Urat dan Hipertensi.
Rineka cipta: Jakarta.
Martsiningsih, M. Atik, Dermawan O. (2016). G a m b a r a n K a d a r A s a m U r a t
Darah Metode Basah (Uricase -PAP) Pada Sampel Serum Dan
Plasma EDTA. Jurnal Teknologi Laboratorium. Poltekkes Kemenkes:
Yogyakarta.

Khopkar S. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik . Jakarta: Universitas Indonesia


(UI-Press).
Ibrahim S. (2001). Penggunaan Statistika dalam Validasi Metode Analitik dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pelita Ilmu

Parahita. 2009. SOP Roche Modular Analytic. Laboratorium Diagnostik Parahita.


Surabaya

A, Aziz, Hidayat. (2011). Metode penelitian Keperawatan dan TeknikAnalisis


Data. Jakarta: Salemba Medika.

Basset, J., R. C. Denney, G.H Jeffrey, J. Mendhom. 1994. Buku Ajar Vogel
Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai