Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/307552701

EKSISTENSI KAMPUNG LAMA MELALUI KEARIFAN LOKAL DI KAMPUNG


BUSTAMAN SEMARANG

Article · May 2016


DOI: 10.14710/tataloka.18.2.108-117

CITATIONS READS
2 691

2 authors:

Annisa Muawanah Sukmawati Nany Yuliastuti


Universitas Teknologi Yogyakarta Universitas Diponegoro
7 PUBLICATIONS   13 CITATIONS    28 PUBLICATIONS   28 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Annisa Muawanah Sukmawati on 05 September 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


TATA LOKA T A T A
VOLUME 18 NOMOR 2, MEI 2016, 108-117
© 2016 BIRO PENERBIT PLANOLOGI UNDIP
P ISSN 0852-7458- E ISSN 2356-0266
L O K A

EKSISTENSI KAMPUNG LAMA MELALUI KEARIFAN


LOKAL DI KAMPUNG BUSTAMAN SEMARANG

The Existence Of The Old Kampung Through Local Wisdom


At Kampung Bustaman Semarang

Annisa Mu’awanah Sukmawati1 dan Nany Yuliastuti2

Diterima: 26 Februari 2016 Disetujui: 13 April 2016

Abstrak: Kampung Bustaman adalah salah satu kampung lama yang terletak di pusat Kota
Semarang yang masih tetap bisa eksis. Penelitian bertujuan untuk menemukan faktor yang
mempengaruhi eksistensi Kampung Bustaman dan memberikan strategi untuk memperkuat
eksistensi Kampung Bustaman melalui kearifan lokalnya. Penelitian dilakukan dengan metode
penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus. Metode pengambilan sampel dilakukan
dengan teknik snowball sampling. Analisis dilakukan dengan analisis deksriptif kualitatif yang
bertujuan untuk memberikan deskripsi mendalam tentang kondisi eksistensi Kampung Bustaman
melalui kearifan lokalnya. Penelitian menunjukan bahwa Kampung Bustaman dapat eksis di
tengah pembangunan kota melalui kearifan lokal yang dimiliki. Kearifan lokal telah termanifestasi
dalam keseharian masyarakat berwujud artefak fisik, aktivitas ekonomi, tradisi keagamaan, dan
kehidupan sosial. Kearifan lokal berupa aktivitas ekonomi telah menjadi jiwa bagi Kampung
Bustaman. Keberadaan kambing dan diversifikasi aktivitas terkait perkambingan serta usaha
kuliner yang digeluti warga ternyata mampu menghidupkan ruang kampung dan juga menjadi jiwa
bagi sebagian besar warga Bustaman. Kearifan lokal yang dimiliki juga terus mengalami penguatan
sejalan dengan perkembangan zaman dan peningkatan kebutuhan warga yang membutuhkan
keberadaan ruang dan adanya peran berbagai pihak untuk menguatkannya.

Kata kunci: kampung lama, eksistensi, kearifan lokal, Kampung Bustaman

Abstract: Kampung Bustaman is an old kampong in the center of Semarang City that still can exist. The
research aims to find the factors that influence the existence of Kampung Bustaman and to give the
strategy to strengthen the existence of Kampung Bustaman through its local wisdom. The research was
conducted using qualitative research with case study approach. The sampling technique used is
snowball sampling. Analysis was conducted using descriptive qualitative analysis which aims to
provide in-depth descriptions of the conditions of existence of Kampung Bustaman through local
wisdom. The results shows that Kampong Bustaman still able to exist in the middle of urban
development using local wisdom. Local wisdom has manifested in the daily life, consist of physical
artifacts, economic activity, religious traditions, and social life. Local wisdom in the form of economic
activity has been the spirit for the Bustaman’s occupants. The existence of the diversification activities
related to the goats and culinary business that was involved Bustaman’s occupants were able to enliven
kampung space condition and the most of Bustaman’s occupants. Local wisdom possessed also
continued to strengthen in line with the times and the increasing need for people who require the
existence of space and the role of the various parties to reinforce it.

Keywords: old kampong, existence, local wisdom, Kampung Bustaman

1 Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang
2 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang

Korespondensi: annisa.muawanah@gmail.com

Available online: http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/tataloka


109 Sukmawati dan Yuliastuti

PENDAHULUAN
Kampung lama sebagai embrio perkembangan kota memberi identitas dalam
perjalanan perkembangan. Namun saat ini, keberadaan kampung-kampung lama yang
terletak di kawasan pusat kota rentan mengalami tekanan, baik tekanan secara fisik dan
non-fisik terkait dengan dinamika masyarakat yang menghuni kampung lama tersebut
(Suliyati, 2012). Dalam banyak kasus di Kota Semarang, kampung-kampung lama banyak
yang hilang. Faktor ekonomi adalah salah satu penyebab eksistensi kampung lama tersebut
menjadi hilang (Subagyo, 2014).
Kampung Bustaman adalah salah satu kampung lama di pusat Kota Semarang yang
masih mampu eksis di tengah pembangunan Kota Semarang. Eksisnya Kampung Bustaman
dilatarbelakangi oleh kemampuan warga lokal kampung untuk bertahan hidup dengan
mengembangkan perikehidupan di dalam kampungnya sebagai cara untuk menghidupkan
kampung. Kehidupan yang ada di dalam kampung tidak terlepas dari nilai-nilai kehidupan
yang diwariskan dari para orang tua mereka terdahulu dan terwujud dalam bentuk fisik,
tradisi, dan aktivitas masyarakat. Terkait dengan aspek kesejarahan, Kampung Bustaman
juga memiliki korelasi sejarah dengan Raden Saleh, yang tak lain adalah cucu dari Kyai
Kertoboso Bustam sang pendiri Kampung Bustaman. Kampung Bustaman juga memiliki
keunikan dengan identitasnya sebagai “kampung kambing” karena di dalam kampung
terdapat berbagai aktivitas masyarakat terkait kambing, seperti penyembelihan kambing,
pembersihan kepala kambing, pemasakan gulai kambing, bahkan adapula kandang
kambing di dalam kampung.
Meskipun masih mampu eksis di tengah kota, Kampung Bustaman dihadapkan pada
masalah keterbatasan ruang kampung serta dinamika masyarakat yang terjadi di dalam
Kampung Bustaman. Dari rumusan masalah tersebut maka muncul pertanyaan penelitian
mengapa dan bagaimana kampung lama Bustaman dapat tetap eksis di tengah
pembangunan kota? Adapun tujuan penelitian adalah untuk menemukan faktor yang
menentukan eksistensi Kampung Bustaman.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus. Melalui pendekatan studi kasus peneliti berupaya untuk mengeksplorasi mengapa
dan bagaimana kampung lama masih mampu eksis di tengah pembangunan kota dengan
mengambil wilayah studi kasus pada sebuah kampung lama di Kota Semarang, yaitu
Kampung Bustaman. Dalam penelitian digunakan teknik sampling yakni snowball
sampling. Jumlah informan yang didapatkan selama kegiatan pengumpulan data sebanyak
16 informan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode pengumpulan data
primer, berupa wawancara semi tersrtuktur, observasi lapangan dan audio visual berupa
foto dan video dan pengumpulan data sekunder dengan menggunakan telaah dokumen.
Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Analisis
dimulai dengan memberikan deskripsi tentang kearifan lokal yang dimiliki Kampung
Bustaman, pemanfaatan ruang di Kampung Bustaman sebagai aktivitas masyarakat, peran
serta masyarakat, pemerintah dan pihak lain untuk Kampung Bustaman hingga akhirnya
dapat dirumuskan tentang faktor yang menentukan eksistensi Kampung Bustaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potret Kampung Bustaman Sebagai Kampung Lama Kota Semarang


Kampung Bustaman adalah salah satu kampung lama kota yang terletak di RW III,
Kelurahan Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. Kampung

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


Eksistensi Kampung Lama Melalui Kearifan Lokal 110

Bustaman memiliki luas wilayah sekitar 0,6 Ha dan terdiri atas 2 wilayah RT, yaitu RT 04
dan RT 05. Peta lokasi Kampung Bustaman terlihat di gambar 1. Kampung Bustaman
memiliki jumlah penduduk sebanyak 366 jiwa atau 114 KK dengan jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 189 jiwa dan perempuan sebanyak 177. Rata-rata jumlah orang per KK di
Kampung Bustaman adalah 3-4 jiwa/KK dengan jumlah KK yang menghuni setiap satuan
rumah rata-rata sebanyak 2-4 KK/rumah. Kepadatan penduduk di Kampung Bustaman
mencapai 610 jiwa/Ha dan tergolong sebagai permukiman berkepadatan sangat tinggi.
Kampung Bustaman masih didominasi oleh warga berusia produktif, yaitu antara 15-60
tahun sekitar 65% dari total jumlah penduduk.

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Gambar 1. Wilayah Studi: Kampung Bustaman Semarang

Kondisi prasarana di Kampung Bustaman rata-rata sudah dalam kondisi baik, seperti
jalan lingkungan kampung yang sudah dipaving dan sumber air bersih dari sumur dan
PAM. Namun untuk drainase kondisinya buruk. Di dalam kampung juga terdapat beberapa
sarana yang biasa digunakan warga untuk melakukan berbagai aktivitas, yaitu sanimas
(sanitasi berbasis masyarakat), balai warga, musola, dan ruang warga.
Dilihat dari tingkat pendidikannya, penduduk Kampung Bustaman masih memiliki
tingkat pendidikan yang rendah dimana sekitar 27% penduduk hanya tamatan SD, 18%
penduduk tamatan SMP, dan 21% penduduk tamatan SMA. Ini dikarenakan cara pandang
orang tua yang kurang mengutamakan urusan pendidikan anak-anaknya. Meskipun begitu,
kehidupan sosial antar warga Bustaman dicirikan dengan kehidupan yang guyub rukun dan

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


111 Sukmawati dan Yuliastuti

saling tolong-menolong. Ini dikarenakan antar warga memiliki ikatan ketetanggaan dan
ikatan kekerabatan. Berbagai kegiatan sosial keagamaan masih terdapat di Kampung
Bustaman, seperti PKK untuk Ibu-Ibu, santunan kematian, kerja bakti, kegiatan TPQ untuk
anak-anak. Kampung Bustaman juga memiliki perkumpulan remaja bernama Ikatan
Remaja Bustaman (IRB) serta paguyuban warga bernama forum guyub warga yang
menampung aspirasi warga Bustaman dalam lingkup 2 RT.
Kampung Bustaman didominasi oleh penduduk yang bermatapencaharian sebagai
swasta, pelajar, buruh, dan Ibu rumah tangga. Geliat kehidupan ekonomi di Kampung
Bustaman berlangsung hampir selama 24 jam. Sejak pagi pukul 02.00 hingga sebelum
subuh aktivitas pemotongan kambing sudah nampak di kampung ini. Sekitar pukul 06.30
para bakul pengambil daging dan jeroan kambing mulai berdatangan ke Kampung
Bustaman. Pukul 09.00 hingga sore hari aktivitas kuliner harian oleh warga lokal Bustaman
berlangsung di dalam kampung. Setelah maghrib, mulai masuk penjual makanan keliling
dari luar kampung yang menjajakan makanan hingga tengah malam.

Kearifan Lokal Bagi Eksistensi Kampung Lama


Kampung lama merupakan bagian dari permukiman perkotaan yang dibentuk oleh
konsep keruangan dalam kurun waktu yang sangat lama dan muncul secara spontan
sehingga jaringan prasarana kurang memadai. Kampung lama menjadi salah satu
komponen pembentuk struktur kota yang muncul terlebih dahulu sebelum proses
perencanaan sehingga kampung berkembang secara organis serta minim penyediaan
infrastruktur (Wijanarka, 2007). Sementara itu, kearifan lokal merupakan usaha manusia
untuk bertindak dengan menggunakan akal budinya terhadap sesuatu dengan pengetahuan
lokal dimiliki pada ruang tertentu (Ridwan, 2007).Bagi suatu permukiman, kearifan lokal
membentuk pola dan struktur ruang kampung lama, dimana nilai-nilai kearifan lojal
terwujud dalam bentuk adat istiadat, tradisi, bahasa, kehidupan sosial yang guyub, dan
sistem nilai dalam berperikehidupan yang telah diwariskan secara turun temurun
(Madiasworo, 2009).
Kampung lama yang masih eksis hingga saat ini menggambarkan bahwa kampung
memiliki kemampuan untuk bertahan dari masa ke masa, dimana interaksi antara manusia
dengan ruang kampung dan aktivitas yang ada di dalamnya tidak bisa dipisahkan. Putra
(2013) mengungkapkan bahwa eksistensi kampung mencerminkan bagaimana kampung
kota mampu bertahan (survival) di tengah pembangunan perkotaan modern dengan nilai-
nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat lokal sebagai hasil interaksi manusia dengan
ruang kampung, aktivitas yang dilakukan, dan latar belakang sosial budaya.
Kearifan lokal memberi makna tersendiri bagi keberadaan sebuah kampung lama di
tengah kota. Kearifan lokal tidak hanya mencerminkan identitas lokal suatu kawasan
kampung atau sekelompok masyarakat, namun juga dapat meningkatkan kondisi
perekonomian masyarakat lokal. Melalui langkah revitalisasi kearifan lokal, suatu citra
kawasan kampung lama dapat dibangkitkan. Kampung lama yang sarat akan kesejarahan,
kebudayaan, tradisi lokal yang menunjukan ciri khas budaya lokal dapat dijadikan peluang
untuk mengesksiskan kampung melalui aktivitas pariwisata kreatif yang di dalamnya
terdapat upaya untuk mengkolaborasikan antara nilai ekonomi dengan daya jual untuk
wisata dan budaya (Panich et al, 2014; Mustika & Apriliani, 2013). Dari segi kebijakan,
langkah untuk memasukan unsur kearifan lokal dalam kebijakan penataan ruang perlu
dilakukan. Ini karena kampung-kampung lama kota memiliki nilai memori tersendiri dalam
sejarah perkembangan kota (Ernawi, 2010).

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


Eksistensi Kampung Lama Melalui Kearifan Lokal 112

Eksistensi Kampung Lama Bustaman Melalui Kearifan Lokal


Analisis terhadap kondisi eksistensi Kampung Bustaman dilakukan dengan
memberikan pemahaman mendalam secara deskriptif terhadap kearifan lokal yang dimiliki
oleh Kampung Bustaman, pemanfaatan ruang di Kampung Bustaman, peran masyarakat,
pemerintah dan pihak lain untuk eksistensi Kampung Bustaman. Hasil analisis dari masing-
masing sasaran tersebut akan menghasilkan temuan studi dari tentang mengapa dan
bagaimana Kampung Bustaman dapat eksis di tengah pembangunan kota.

Kearifan Lokal Kampung Bustaman


Kampung Bustaman adalah salah satu kampung lama di Kota Semarang yang
memiliki kearifan lokal yang diwariskan secara turun temurun dan kini termanifestasi ke
dalam wujud aktivitas ekonomi masyarakat, artefak fisik, tradisi, dan kehidupan sosial
masyarakat sebagai warisan budaya yang patut dilestarikan. Berikut penjelasannya:
Aktivitas ekonomi yang ada di Kampung Bustaman terkait dengan identitas kampung
kampung kambing karena mewarisi usaha berdagang kambing sejak zaman kolonial.
Hingga saat ini, diversifikasi aktivitas terkait perkambingan ada di dalam Kampung
Bustaman, mulai dari kegiatan penyembelihan kambing, pemotongan kambing menjadi
bagian-bagian tertentu, pengolahan bahan kambing menjadi kuliner seperti gulai, sate,
tongseng, pembuatan dan penjualan bumbu-bumbu untuk masakan kambing, dan transaksi
jual beli terkait perkambingan lainnyadilakukan di dalam kampung, bahkan ditemukan pula
tempat penyimpanan kambing di dalam kampung. Sementara itu, warga yang tidak
memiliki keterampilan dalam aktivitas ekonomi terkait perkambingan, menopang
kehidupan ekonomi dengan berjualan kuliner harian di dalam kampung. Geliat kehidupan
ekonomi warga berbasis pada kambing dan olahan kuliner inilah yang menjadi jiwa
aktivitas keseharian warga Bustaman.
Kampung Bustaman masih memiliki beberapa peninggalan artefak fisik yang
memiliki nilai sejarah. Meskipun sudah mengalami perubahan bentuk bangunan dan tidak
mencerminkan kondisi aslinya, namun beberapa bangunan tersebut masih memiliki
memori tersendiri bagi warga Bustaman. Artefak fisik yang dimiliki oleh Kampung
Bustaman berupa musola yang ada sejak zaman Belanda, sanimas Pangrukti Luhur yang
merupakan eks MCK kuno Belanda, cagak listrik kayu yang dibangun tahun 1938dan
beberapa rumah berciri tradisional Jawa dan jengki. Peninggalan artefak fisik tersebut
hingga saat ini juga masih digunakan sebagai ruang aktivitas warga. Beberapa rumah kuno
tersebut juga masih dijadikan sebagai tempat tinggal.
Tradisi keagamaan yang masih dilestarikan oleh warganya hingga saat ini, seperi
tradisi-tradisi menjelang puasa Ramadhan, seperti Gebyuran Bustaman dan doa bersama
(nyadran), kegiatan rutin saat Bulan Ramadhan (solat teraweh berjamaah, tadarusan, dan
jaburan puasa Ramadhan dengan ciri khasnya bubur jangan), pengajian, syawalan, dan
peringatan hari-hari keagamaan umat Islam, seperti Isra Mi’raj, maulidan, dan lainnya.
Tradisi keagamaan masih dilestarikan hingga saat ini sebagai wujud penghormatan warga
terhadap nilai keagamaan yang telah diwariskan oleh para orang tua terdahulu.
Kehidupan sosial masyarakat Bustaman dicirikan dengan kehidupan sosialnya yang
guyub rukun karena ada ikatan ketetanggaan dan kekerabatan.
Kearifan lokal tersebut memiliki nilai lokalitas dan menjadi identitas masyarakat
Kampung Bustaman. Meskipun berada di tengah kehidupan perkotaan modern, kearifan
lokal yang masih dipertahankan hingga saat ini mencerminkan bahwa ada keinginan dari
masyarakat Bustaman untuk melestarikan warisan budaya para orang tua mereka
terdahulu. Disamping berfungsi sebagai upaya untuk mempertahankan hidup masyarakat,
kearifan lokal yang dimiliki juga menjadi strategi untuk mempertahankan eksistensi
kampung di tengah pembangunan kota karena melalui kearifan lokal tersebut kampung

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


113 Sukmawati dan Yuliastuti

dapat tetap menggeliat aktivitasnya disamping meningkatkan kondisi kehidupan sosial,


ekonomi dan spiritual warga Bustaman. Penguatan kearifan lokal dilakukan dengan cara
mengimplementasikan dan terus melakukan serta mewariskan tradisi dan kebiasaan ke
generasi penerus. Kondisi ini sejalan dengan ungkapan (Ernawi, 2010) bahwa kearifan lokal
dapat bertahan jika mampu menyesuaikan degan perkembangan zaman dan diperkuat
kondisinya sejalan dengan interaksi manusia dengan lingkungannya.

Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015

Gambar 2. Deretan Penjaja Kuliner Harian Di Dalam Kampung Bustaman (kiri) dan Penyembelihan Kambing
Pada Dini Hari (kanan)

Lebih lanjut, hasil analisis terhadap kondisi kearifan lokal di Kampung Bustaman
menunjukan kearifan lokal berwujud aktivitas ekonomi memiliki signifikansi baik untuk
memperkuat eksistensi Kampung Bustaman. Aktivitas ekonomi yang dimaksud terkait
dengan aktivitas perkambingan dan keberadaan penjaja kuliner harian. Melalui geliat
kehidupan ekonomi di dalam Kampung Bustaman setiap harinya, ruang dan warga
kampung dapat bertahan hidup. Kearifan lokal berwujud aktivitas ekonomi mencerminkan
keterampilan lokal warga Bustaman. Keberadaan kegiatan perdagangan kambing di dalam
Kampung Bustaman yang telah ada sejak zaman kolonial dan masih berlangsung hingga
sekarang telah memberi identias bagi Kampung Bustaman sehingga Bustaman dikenal
sebagai kampung kambing. Diversifikasi aktivitas terkait perkambingan ini juga muncul di
dalam kampung. Kambing yang menjadi komoditas basis warga Bustaman telah mampu
memberi lapangan kerja tersendiri bagi sebagian warga Bustaman seperti jagal, tukang
kelet, dan membersihkan kepala kambing berasal dari warga lokal Bustaman sendiri.
Sedangkan mengolah masakan menjadi kuliner telah menjadi strategi tersendiri bagi
sebagian besar warga Bustaman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitu pula dengan
gulai kambing bustaman yang telah menjadi ciri khas kuliner Bustaman dan terus
diupayakan untuk dilestarikan.

Pemanfaatan Ruang Kampung Bustaman


Kampung Bustaman sebagai permukiman lama memiliki beberapa ruang yang biasa
dimanfaatkan oleh warga sebagai ruang aktivitas. Di tengah keterbatasan ruang kampung,
warga didorong untuk dapat memaksimalkan setiap ruang yang ada guna menunjang
aktivitasnya. Dikaitkan dengan potensi kearifan lokal yang dimiliki oleh Kampung

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


Eksistensi Kampung Lama Melalui Kearifan Lokal 114

Bustaman berupa aktivitas ekonomi berbentuk warisan berdagang kambing dan


diversifikasi aktivitas terkait perkambingan serta kuliner harian, warga Bustaman memiliki
caranya tersendiri dalam memanfaatkan setiap jengkal ruang yang ada sebagai ruang
ekonomi warga. Berikut ini adalah wujud pemanfaatan ruang kampung dikaitkan dengan
aktivitas ekonomi yang dilakukan di dalamnya. Gambar 3 menggambarkan peta persebaran
fungsi ruang di Kampung Bustaman dikaitkan aktivitas ekonomi yang terjadi di dalamnya.

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Gambar 3. Peta Persebaran Fungsi Ruang Untuk Aktivitas Ekonomi di Kampung Bustaman

Dalam menunjang aktivitas ekonomi, keberadaan ruang-ruang di Kampung


Bustaman mampu dioptimalkan pemanfaatannya oleh warga Bustaman, yaitu warga asli
Bustaman dan warga pendatang. Warga asli Bustaman merupakan penduduk Bustaman
yang sudah menetap di Kampung Bustaman sejak lahir dan masih mewarisi aktivitas
ekonomi dari para orang tua terdahulu, baik aktivitas terkait perkambingan maupun
menjual kuliner. Sedangkan warga pendatang adalah para boro yang bertempat tinggal di
dalam Kampung Bustaman. Hal ini sejalan dengan ungkapan Doxiadis (1968) bahwa

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


115 Sukmawati dan Yuliastuti

permukiman dapat hidup karena ada keterpaduan antara contain yang menyangkut
manusia dengan segala aktivitas yang dilakukannya dengan container yang menyangkut
wadah dimana aktivitas itu terjadi. Serupa dengan Sujatini et al (2015) yang
mengungkapkan bahwa ada kaitan antara ruang, waktu dan aktor. Begitu pula dengan
Kampung Bustaman yang ternyata dapat hidup karena adanya manusia, aktivitas, ruang
kampung, dan diferensiasi waktu kehidupan aktivitas. Di dalam Kampung Bustaman sendiri
terjadi fenomena waktu dan ruang dalam satu wilayah kampung, dalam artian bahwa
beragam aktivitas terkait ekonomi terjadi di dalam Kampung Bustaman dengan aktor/
pelaku aktivitas yang berbeda (tabel 1).

Peran Serta Masyarakat, Pemerintah dan Pihak Lain bagi Eksistensi Kampung Bustaman
Dalam upaya mengeksiskan Kampung Bustaman tidak terlepas dari perlunya peran
serta masyarakat, pemerintah dan pihak lain. Adapun kontribusi atau wujud peran serta
masing-masing pihak bagi eksistensi Kampung Bustaman terlihat dalam skema di gambar 4

Sumber: Hasil Analisis, 2015

Gambar 4. Peran Serta Masyarakat, Pemerintah dan Pihak Lain Untuk Eksistensi Kampung Bustaman

Tabel 1. Pelaku Ekonomi, Aktivitas Ekonomi Yang Dilakukan, dan Ruang yang Digunakan
Wujud Aktivitas
Aktor Pemanfaatan Ruang Keterangan
Ekonomi
Pemotongan kambing, Tempat pemotongan Setiap hari antara pukul
pengkeletan kambing, hewan sementara 03.00-05.00
pembersihan jeroan Jalan lingkungan kampung
Pemotongan kambing menjadi Jalan lingkungan kampung Setiap hari antara pukul
bagian kecil, pembersihan 05.30-07.00
Warga asli
kepala kambing
Bustaman
Kuliner harian Jalan lingkungan kampung Setiap hari antara pukul
09.00-16.00
Memasak kuliner kambing Rumah Kondisional (jika ada
pesanan/ catering)
Pembuatan bumbu dan Rumah Setiap hari di pagi hari

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


Eksistensi Kampung Lama Melalui Kearifan Lokal 116

Wujud Aktivitas
Aktor Pemanfaatan Ruang Keterangan
Ekonomi
penjualan bumbu gule kambing
Memasak dan menjual kuliner Rumah boro untuk tempat Setiap hari
kambing bustaman, seperti gulai memasak kuliner kambing Penjaja gule (antara
Warga
bustaman keluar kampung bustaman pukul 05.30-09.00)
pendatang
Penjaja sate dan
(boro)
tengkleng (antara pukul
09.00-17.00)
Sumber: Hasil Analisis, 2015

KESIMPULAN
Kampung Bustaman dapat tetap eksis di tengah pembangunan kota karena memiliki
keunikan. Keunikan yang dimiliki Kampung Bustaman berupa kearifan lokal yang
termanifestasi dalam kehidupan sehari-hari warga Bustaman. Kearifan lokal yang dimiliki
oleh Kampung Bustaman mencerminkan strategi warga Bustaman untuk mempertahankan
kehidupan masyarakat dan ruang kampung dari tekanan pembangunan kota. Manifestasi
kearifan lokal yang terlihat saat ini merupakan hasil interaksi antara manusia dengan ruang
kampung yang terjadi dalam kurun waktu lama dan diwariskan secara turun temurun.
Kearifan lokal yang dimiliki oleh Kampung Bustaman merupakan hasil interaksi
antara manusia dengan ruang kampung yang mencerminkan strategi warga Bustaman
dalam mempertahankan hidup. Kearifan lokal mampu memberi jiwa bagi kehidupan
Kampung Bustaman melalui implementasinya dalam keseharian warga berwujud aktivitas
ekonomi, kehidupan sosial, tradisi keagamaan, dan peninggalan artefak fisik. Kearifan lokal
berwujud aktivitas ekonomi memiliki dampak signifikan bagi eksistensi Kampung
Bustaman saat ini dan di masa mendatang. Ini dikarenakan saat ini, Kampung Bustaman
dapat tetap hidup melalui geliat aktivitas ekonomi sehari-hari yang terjadi di dalam
kampung, baik yang dilakukan oleh warga asli Bustaman maupun warga pendatang (boro).
Tidak hanya memberi jiwa bagi kehidupan masyarakat, namun juga memberi jiwa bagi
hidupnya ruang-ruang kampung. Ruang-ruang kampung dapat hidup melalui ragam
aktivitas ekonomi yang terjadi karena ruang berguna dalam menunjang keberlangsungan
aktivitas ekonomi.
Adanya hubungan timbal balik antara aktivitas ekonomi sebagai kearifan lokal dan
ruang karena ruang dapat hidup akibat aktivitas dan aktivitas juga memerlukan ruang
sebagai wadahnya. Di dalamnya juga tidak terlepas oleh adanya para aktor baik dari
masyarakat setempat, pemerintah dan pihak lain yang menggunakan ruang sebagai tempat
beraktivitas dan berupaya mendorong atau men support eksistensi kearifan lokal agar dapat
terus berlanjut. Di sisi lain, langkah pemanfaatan ruang yang dilakukan merepresentasikan
bagaimana upaya mereka untuk bisa tetap bertahan hidup di tengah kondisi ruang yang
terbatas namun tetap bisa melakukan aktivitas keseharian yang telah menjadi kebiasaan
dan warisan ini. Sementara itu, kearifan lokal berwujud aktivitas ekonomi juga dapat hidup
karena adanya dukungan dari berbagai pihak untuk menjaga kelestariannya.

DAFTAR PUSTAKA
Doxiadis, C.A. 1968. Ekistics: An Introduction to the Science of Human Settlement. London: Hutchinson and
Co.
Ernawi. 2010. Harmonisasi Kearifan Lokal dalam Regulasi Penataan Ruang. [Home page of Direktorat Jenderal
Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum] [Online]. Available at:
http://penataanruang.net/taru/upload/paper/sinkronisasikearifanlokal_300410.pdf. Diakses pada 18
Maret 2015.
Madiasworo, T.. 2009. “Revitalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kampung Melayu Semarang dalam
Pembangunan Berkelanjutan.” Jurnal Local Wisdom, Vol. 1.1, pp.10-18.

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266


117 Sukmawati dan Yuliastuti

Mustika, M.D.S dan Putu D. Apriliani. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebertahanan
Pedagang Kuliner Tradisional di Kabupaten Klungkung. Jurnal Kuantitatif Terapan, Vol. 6.2, hal. 119-
127.
Nasution, Ivan K. dan Mediatrich Triani. 2012. “Kecerdasan Ruang Marjinal dan Potensi Ruang Publik.”
Proceding Temu Ilmiah IPLBI, hal. 21-24.
Panich, Winita, Thirachaya M., Taksina K., Thongphon Promasaka N.S. 2014. “Management Strategy of
Cultural Tourism: A Case Study of Sakon Nakhon Province, Thailand.” Asian Social Science, Vol. 10.5,
pp. 48-54.
Putra, Budi A.. 2013. “The Survival Phenomenon of Kampong Kuningan Amidst the Development of Mega
Kuningan Business-area in Jakarta.” International Journal of Scientific & Engineering Research, Vol.4.1,
pp.1-6.
Ridwan, Nurma Ali. 2007. “Landasan Keilmuan Kearifan Lokal.” Ibda’, Vol. 5.1, hal. 27-38.
Subagyo. 2014. Tiga Kampung Kini Tinggal Kenangan. [Home Page of Koran Wawasan] [Online]. Available at:
http://www.koranwawasan.com/02/05/2014/tiga-kampung-kini-tinggal-kenangan/. Diakses pada
tanggal 17 Maret 2015.
Sujatini, Siti, Tresna P. Soemardi, Abimanyu T.A, Linda D. 2015. “Temporary Public Open Space as a Spatial
Product on Social Life of City Kampong Community, Jakarta.” IACSIT International Journal of
Engineering and Technology, Vol. 7.2, pp. 156-159.
Suliyati, Titiek. 2012. Dinamika Kawasan Permukiman Etnis di Semarang. [Home Page of Institutional
Repository of Diponegoro University] [Online]. Available at:
http://eprints.undip.ac.id/34046/1/Dinamika_Kaw.Etnis _di_Semarang.doc. Diakses pada tanggal 21
Maret 2015.
Wijanarka. 2007. Semarang Tempo Dulu: Teori Desain Kawasan Bersejarah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

TATALOKA - VOLUME 18 NOMOR 2 - MEI 2016 - p ISSN 0852-7458 - e ISSN 2356-0266

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai