Anda di halaman 1dari 7

Air dalam Bahan Makanan

A. Sifat Fisiko-Kimia Air


a. Sifat Fisika Air
Pada suhu normal, air berada dalam fase cair. Namun, pada keadaan tertentu
air terdapat dalam tiga bentuk keseimbangan, yaitu cair-padat-uap. Air mempunyai
sifat fisik yang unik karena pembekuan air terjadi mulai dari atas. Hal ini
disebabkan pada waktu air menjadi dingin, kerapatan air menjadi lebih kecil
daripada suhu normal. Akibatnya, air yang dingin atau yang membeku akan
mengapung ke bagian atas. Volume air mengalami penyusutan apabila
didinginkan. Penyusutan air tersebut hanya berlangsung sampai suhu 4oC,
kemudian akan mengembang lagi sampai suhu 0oC (titik beku air). Pada
penurunan suhu selanjutnya, volume es akan tetap.
Panas jenis dan panas laten air relatif lebih besar dibandingkan dengan benda-
benda lain. Hal ini berarti jika diberikan panas yang sama pada beberapa zat maka
kenaikan suhu air lebih lama daripada benda-benda lain. Prinsip ini digunakan
dalam industri pangan untuk pendinginan makanan. Sebaliknya, panas yang
ditangkap oleh air juga sukar dilepas kembali. Pada keadaan normal, air tidak
mempunyai rasa, warna, dan bau. Rasa, warna, dan bau air dipengaruhi oleh
adanya zat-zat yang terlarut
b. Sifat kimia air
Air memiliki sifat yang lebih spesifik, es memiliki titik leleh dan titik didih
tinggi, panas laten tinggi untuk menguapkan molekul air. Es juga memiliki berat
jenis rendah, tetapan dielektrik lebih tinggi, konduktivitas proton dan mobilitas
yang lebih rendah dari pada air dalam bentuk cairan. Sifat-sifat spesifik inilah
sebagai penyebab ikatan antar molekul air pada es yang lebih kuat dari pada
ikatan antar molekul air dalam larutan.
Elektron yang tidak tersebar merata dalam molekul air. Ikatan O-H adalah
polar dan molekul air memiliki gugus dipole. Tiap molekul air dapat berpartisipasi
terhadap 4 tipe ikatan hidrogen dengan molekul air lainnya. Di mana 2 ikatan H
antar atom H dan 2 ikatan H dengan elektron atom oksigen. Pada es, molekul air
membentuk sistem jaringan 3 dimensi. Di mana tiap satu molekul air berikatan
secara tetrahedral dengan 4 molekul air lainnya. Air dalam bentuk cair, memiliki
tendensi seperti bentuk tetrahedral.
Pada sistem larutan (seperti larutan gula, larutan garam, larutan asam/basa)
terjadi kompetisi ikatan H antar molekul air-air dengan air-solutes (zat terlarut
dalam air). Zat hidrofilik biasanya higroskopis. Gula, garam misalnya menyerap
air dalam bentuk uap air. Molekul polar bermuatan maupun tidak bermuatan
biasanya hidrofilik. Apabila molekul semacam ini memiliki atom negatif yang
dapat berikatan dengan ikatan H dari molekul air. Namun, zat non-polar
cenderung menghindar atau tidak mau berikatan atau kontak dengan molekul air.
Kesimpulannya: dalam sistem pangan, molekul air saling berikatan melalui 2
tipe ikatan H antar molekul air dan 2 tipe ikatan H dengan elektron atom O. Tipe
ikatan ini akan saling berkompetisi antara ikatan H antar molekul air dengan
ikatan H dengan zat terlarut hidrofilik lainnya dalam sistem pangan.

B. Jenis Air dalam Bahan Makanan


Menurut derajat keterikatan air dalam makanan, air dapat dibedakan menjadi empat
tipe:
1. Tipe I (Air Terikat)
Air terikat yaitu molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui
suatu ikatan hidrogen yang berenergi tinggi. Derajat pengikatan air ini sangat
besar sehingga tidak dapat membeku pada proses pembekuan dan sangat sukar
dihilangkan dari bahan. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul
lain yang mengandung atom-atom O dan N, seperti karbohidrat, protein atau
garam. Air tipe ini tidak dapat bertindak sebagai pelarut, dan tidak membeku pada
suhu dibawah 0°C, tetapi sebagian dapat dihilangkan dengan cara pengeringan
biasa.
2. Tipe II (Air Kapiler)
Air kapiler adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler. Air jenis lebih sukar dihilangkan
dari bahan dan penghilangan air tipe ini akan mengakibatkan penurunan AW
(water activity). Apabila sebagian air tipe II ini dihilangkan maka pertumbuhan
mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan, seperti
browning, hidrolisis atau oksidasi lemak akan berkurang. Apabila seluruh air tipe
II ini dihilangkan maka kadar air bahan makanan sekitar 3 – 7%, dan kestabilan
optimum bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat
mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.
3. Tipe III (Air Bebas)
Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
seperti membran, kapiler, serat dll. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi.
Aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju dari banyak reaksi kimia dalam
makanan dan terhadap laju dari banyak reaksi kimia dalam makanan dan terhadap
laju pertumbuhan mikroba.
4. Tipe IV
Air jenis ini adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air
murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.

Selain keempat air di atas, air juga dapat dibedakan menjadi air imbibisi dan air
kristal. Air imbibisi adalah air yang masuk kedalam bahan makanan dan akan
menyebabkan pengembangan volume. Air ini tidak merupakan komponen
penyusunan bahan tersebut. Contoh : air dengan beras membentuk nasi, pembentuk
gel dari bahan pati. Air kristal adalah air terikat dalam semua bahan, baik makanan
ataupun non-makanan yang berbentuk kristal seperti gula, garam CuSO4 dan lain-
lain.

C. Peran Air dalam Bahan Pangan


Air mempunyai peranan penting di dalam suatu bahan pangan. Air merupakan
faktor yang berpengaruh terhadap penampakan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan
pangan, dan aktivitas mikroorganisme. Karakterisitik hidratasi bahan pangan
merupakan karakterisitk fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan
molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya.
Peranan air dalam berbagai produk hasil pertanian dapat dinyatakan sebagai kadar
air dan aktivitas air. Sedangkan di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan
kelembaban mutlak. Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa
komponen disamping ikut sebagai bahan pereaksi.
Peranan air dalam bahan pangan terdapat pada beberapa hal, diantaranya :
1. Aktivitas Enzim dalamBahan Pangan
Dalam bahan pangan, terdapat beberapa enzim yang hanya dapat bekerja jika
ada air. Enzim tersebut tergolong enzim hidrolase seperti enzim protease, lipase,
dan amilase.
2. Pelarut Universal
Air merupakan senyawa polar yang hanya akan melarutkan senyawa yang
polar. Senyawa-senyawa polar tersebut seperti garam (NaCl, vitamin (vitamin B
dan C), gula (monosakarida, disakida, oligosakarida dan polisakarida) dan pigmen
(klorofil).
3. Medium Pindah Panas
Dalam proses pengolahan pangan sering dilakukan pemasakan, dalam proses
pemasakan tersebut digunakan kalor (panas). Kalor tersebut akan dihantarkan oleh
air kebagian-bagian dalam bahan pangan secara merata, hal ini karena air
mempunyai konduktivitas panas yang baik. Selain itu adanya air juga akan
mempengaruhi kestabilan bahan pangan selama proses penyimpanan. Hal ini
karena kestabilan bahan pangan tergantung dari aktivitas mikroba pembusuk
seperti kapang, khamir dan jamur.

D. Aktifitas Air (Aw)


Aw menggambarkan derajat aktivitas air dalam bahan pangan, baik kimia dan
biologisnya. Nilai untuk aw berkisar antara 0 sampai 1 (tanpa satuan).
Aktivitas air menggambarkan jumlah air bebas yang dapat dimanfaatkan mikroba
untuk pertumbuhannya. Istilah ini paling umum digunakan sebagai kriteria untuk
keamanan pangan dan kualitas pangan. Nilai aw minimum yang diperlukan tiap
mikroba berbeda-beda sebagai contoh kapang membutuhkan aw > 0,7, khamir > 0,8
dan bakteri 0,9.
Pada praktiknya, berbagai mikroorganisme mempunyai nilai aw minimum, di
mana pada kondisi aw bahan pangan lebih besar daripada aw minimum, maka
mikroorganisme tersebut mampu tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya;
pada kondisi aw lebih kecil daripada nilai aw minimumnya, maka mikroorganisme
tersebut tidak akan mampu tumbuh dengan baik karena tidak tersedia air yang cukup
untuk pertumbuhannya.
Produk pangan dengan aw antara 0.6 dan 0.9 sering disebut sebagai makanan
semibasah (intermediate moisture foods). Produk-produk pangan semibasah ini
(misalnya produk-produk dodol atau jenang) perlu dilindungi dari kerusakan karena
pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menurunkan nilai aw-nya (yang berarti menekan laju reaksi kerusakan dan laju
pertumbuhan mikroorganisme). Penurunan aw ini dapat dilakukan dengan
penambahan bahan-bahan tambahan makanan (food additives) yang mempunyai
kapasitas mengikat air yang tinggi. Bahan-bahan demikian disebut sebagai humektan;
contohnya antara lain adalah garam, gliserol, sorbitol dan sukrosa atau gula pasir.
Namun demikian penambahan bahan-bahan tambahan tersebut perlu
memperhatikan pengaruhnya terhadap citarasa. Penambahan garam, misalnya,
walaupun sangat efektif untuk menurunkan nilai aw, namun akan memberikan rasa
asin yang sangat tinggi. Dengan demikian maka penambahan bahan-bahan tersebut
perlu disesuaikan dengan kebiasaan makan yang ada. Itulah sebabnya pada proses
pembuatan dodol dan jenang banyak ditambahkan gula pasir, sehingga diperoleh
produk dengan aw yang cukup rendah yang akan mampu bertahan segar pada waktu
yang relatif lama dan dengan citarasa yang disukai.

E. Kadar Air
Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan
pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian
mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam makanan dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa),
metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus.
Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan
mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile) seperti sayuran dan
susu, menggunakan destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluene, xilol, dan
heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Untuk bahan dengan kadar gula
tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer di samping
menentukan padatan terlarutnya pula. Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara
kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume
gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan
diperiksa. Cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan, seperti sabun, tepung, kulit,
bubuk biji vanili, mentega dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan
cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari basa
dengan larutan iodine, sulfur dioksida, dan piridina dalam methanol. Perubahan warna
menunjukkan titik akhir titrasi.
a. Penetapan Kandungan Air
Kadar air suatu bahan adalah persentase kandungan air dalam suatu bahan,
yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat
kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100%, sedangkan kadar air berat kering dapat lebih dari 100%.
Kadar air berat basah (bb) adalah perbandingan antara berat air yang diuapkan
dengan berat bahan sebelum pengeringan (berat total). Kadar air berat basah dapat
ditentukan dengan persamaan berikut:
Wm
m= x 100%
Wm+Wd
atau
Wm
m= x 100%
Wt
m = kadar air berat basah (% bb)
Wm = berat air dalam bahan (g)
Wd = berat bahan kering mutlak (g)
Wt = berat total = Wm + Wd, dalam g
Kadar air berat kering (bk) adalah perbandingan antara berat air yang
diuapkan dengan berat bahan setelah pengeringan. Jumlah air yang diuapkan
adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah
pengeringan. Kadar air berat kering dinyatakan dalam persamaan berikut:
Wm
M= x 100%
Wd
Atau
100. m
M= x%
100−m
M = kadar air berat kering (% bk)
Wm = berat air dalam bahan (g)
Wd = berat bahan kering mutlak (g)
m = kadar air berat basah (%)
Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam
waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang
terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian
hasil yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering.
Kadar air bahan makanan dapat diukur dengan berbagai cara. Metode
pengukuran yang umum dilakukan di laboratorium adalah dengan cara
pengeringan di dalam oven atau dengan cara destilasi. Pengukuran kadar air
secara praktis di lapangan dapat dilakukan dengan menggunakan moisture tester,
yaitu alat pengukur kadar air secara elektronik.
Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan
harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya
dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering
buatan. Pada bahan yang berkadar air tinggi biasanya dilakukan evaporasi atau
penguapan untuk mengurangi kadar air. Misalnya: susu. Pada pembuatan susu
kental, untuk mengurangi kadar air dilakukan dengan cara dehidrasi.

Anda mungkin juga menyukai