Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KIMIA PANGAN

ISOTHERM SORBSI LEMBAB

Oleh :
KELOMPOK 2
1. Yoga Nugroho
2. Sulistyani
3. Tutut Kurniati

(14031001)
(14031003)
(14031004)

Dosen Pengampu : Dr.Ir. Ch. Wariyah, M.P.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari

sebuah atom oksigen yang berikatan secara kovalen dengan dua atom hidrogen. Sifat
fisik air yaitu tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
Air juga merupakan sebagai pelarut yang memiliki kemampuan untuk melarutkan
banyak zat kimia lainnya seperti garam, asam, dan gula. Air memiliki ikatan hidrogen
antara molekulnya secara konstan terputus dan terbentuk kembali karena molekul air
yang secara terus menerus bergerak.
Air memiliki peran yang sangat penting dalam bahan pangan. Karena air dapat
mempengaruhi tekstur, penampakan serta cita rasa pada bahan pangan. Air memang
bukan merupakan sumber nutrien, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses
biokimiawi organisme hidup. Semua bahan pangan baik itu nabati maupun hewani
mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Air berperan sebagai pembawa
zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme serta sebagai media reaksi berbagai
senyawa kimia.
Air merupakan komponen bahan pangan yang mempengaruhi sifat fisik, kimia
dan biologis

suatu bahan pangan. Setelah dipanen, bahan pangan yang tidak

dilakukan penanganan dengan baik, akan mengalami perubahan fisik, kimia dan
mikrobiologi secara kontinyu. Hal ini dapat terjadi secara cepat pada sayuran daun,
misalnya sayur daun singkong (Manihot esculenta). Kualitas pada daun dapat
terdegradasi secara serius dalam beberapa hari. Pada kenyataannya, perubahan ini
sangat di pengaruhi oleh kadar air bahan dan kelembaban relativ udara. Sebenarnya,
sekitar 40% produk hasil pertanian kehilangan mutunya setelah dipanen, oleh karena
itu diperlukan suatu analisis menggunakan metode yang dapat di terapkan oleh semua
kelompok bahan pangan.
Proses pengeringan dirasa merupakan salah satu cara penyelesaian dalam masalah
ini. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi sebagian kadar air pada bahan. Dengan
berkurangnya air dan berubahnya wujud air pada bahan maka pertumbuhan
mikroorganisme dan reaksi enzimatis dapat dihambat atau dihentikan, sehingga bahan
lebih awet. Untuk mendesain sebuah mesin pengering, parameter yang harus
diketahui antara lain waktu pengeringan, energi yang dibutuhkan untuk proses
pengeringan dan sorpsi panas isosterik pada produk. Sorpsi panas isosterik dapat
ditentukan menggunakan data penyerapan isotherm.

Pengetahuan tentang isothem sorpsi lembab (ISL) dan sorpsi panas isosteric
adalah kunci penting pada berbagai proses pengolahan pangan, seperti pengeringan,
penyimpanan dan pengemasan, karena data isotherm sorpsi lembab dan sorpsi panas
isosteric dapat

digunakan untuk menghitung waktu pengeringan, untuk

memperkirakan reaksi antar bahan pada saat proses pencampuran, pilihan


pengemasan, perubahan pemodelan kelembaban yang terjadi selama penyimpanan,
dan kecepatan kerusakan bahan makanan selama penyimpanan (Lim. dkk, 1995).
Bahan makanan yang mempunyai kadar air yang berbeda, mempunyai aw yang
berbeda pula, tergantung pada keberadaan dan keterikatan air dalam bahan makanan.
Stabilitas bahan pangan terutama ditentukan oleh karakteristik sorpsi air produk dan
Isotermi Sorpsi Lembab (ISL) dapat digunakan untuk menjelaskan struktur dan
perilaku

air

pada

permukaan

maupun

bagian

interior

bahan

pangan

(Dominguez,2007). Selain air yang terdapat pada bahan, yang menjadi ancaman pada
bahan adalah air yang terdapat di udara dalam bentuk uap air. Hal ini menjadi
ancaman bahan pada saat penyimpanan. Perbedaan tekanan uap air antara bahan dan
lingkungan dapat menyebabkan air berpindah dari lingkungan ke bahan atau
sebaliknya. Hal ini dapat menyebabkan kandungan air pada bahan bertambah atau
berkurang.

B. TUJUAN
1. Mengetahui penyerapan isothermis pada tiga suhu yang berbeda.
2. Untuk menentukan model yang terbaik dalam menyajikan kurva hasil percobaan.
3. Untuk memperkirakan penyerapan panas isosteric pada daun Manihot esculenta.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Air

Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O. Satu molekul air tersusun atas
dua atom hidrogen yang terkait secara kovalen pada satu atom oksigen. Kedua atom
hidrogen melekat di satu atom oksigen dengan sudut 104,5 o. Akibat perbedaan
elektronegativitas antara H dan O, sisi hidrogen molekul air bermuatan positif dan sisi
oksigen bermuatan negatif. Karena itu, molekul air dapat ditarik oleh senyawa lain yang
bermuatan positif atau negatif.

Gambar 1. Molekul air.

Gambar 2. Ikatan air (ikatan hidrogen dan kovalen).

Gambar 3. Ikatan hidrogen pada air.


Daya tarik-menarik diantara kutub positif sebuah molekul air dengan kutub negatif
molekul air lainnya menyebabkan terjadinya penggabungan molekul-molekul air melalui
ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen jauh lebih lemah dari pada ikatan kovalen. Ikatan
hidrogen terjadi antara atom H dengan atom O dari molekul air yang lain. Ikatan hidrogen
mengikat molekul-molekul air lain di sebelahnya dan sifat inilah yang menyebabkan air
dapat mengalir pada tekanan 1 atmosfer dan pada rentang suhu 0-100oC.

Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu
pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0C). Zat kimia ini merupakan
suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat
kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam
molekul organik. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam)
disebut sebagai zat-zat hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur
dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik (takut air).

B. Air Dalam Bahan Pangan


Semua bahan pangan pasti memiliki kandungan air, karena kandungan air dalam
bahan pangan akan menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan. Istilah
umum yang dipergunakan adalah air terikat (bound water) walaupun air terikat ini
berbeda-beda tergantung daya ikat air terhadap suatu bahan. Air terikat yaitu air yang
terikat secara fisik menurut sistem kapiler atau absorpsi karena adanya tenaga
penyerapan. Air terikat secara kimia, yaitu air yang berada dalam bahan dalam bentuk
kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi koloid. Air terikat di atas dapat berikatan
dengan protein, selulosa, zat tepung, pektin, dan sebagian zat-zat yang terkandung dalam
bahan pangan.
Air terikat (bound water) merupakan interaksi air dengan solid atau bahan pangan.
Ada beberapa definisi air terikat adalah sejumlah air yang berinteraksi secara kuat dengan
solute yang bersifat hidrofilik. Air terikat adalah air yang tidak dapat dibekukan lagi pada
suhu lebih kecil atau sama dengan -40C, merupakan subtansi nonaqueous dan mempunyai
sifat yang berbeda dengan air kamba. Air dalam bahan pangan terikat secara kuat pada
sisi-sisi kimia komponen bahan pangan misalnya grup hidroksil dari polisakarida, grup
karbonil dan amino dari protein dan sisi polar lain yang dapat memegang air dengan
ikatan hidrogen.
Menurut Nagashima dan Suzuki (1981), air terikat meliputi:

Air hidratasi : berada dalam bahan makanan dalam bentuk hidrat yang terikat
dalam jaringan makanan. Ikatannya kimia-fisika, sehingga tidak begitu kuat
karena ikatan kimia kuat dan ikatan fisika tidak kuat sehingga apabila
digabungkan akan menjadi tidak begitu kuat dan mudah lepas.

Air dalam mikrokapiler atau air yang terjebak dalam mikrokapiler : berada
terjebak diantara jaringan bahan makanan (pori-pori yang kecil) sehingga tidak

mengalir begitu bebas.


Air yang terabsorbsi pada permukaan solid : berada pada permukaan bahan yang
menyerap air sehingga tidak akan mudah dihilangkan walaupun dengan cara
penguapan atau pengeringan.

Menurut Wirakartakusumah, dkk (1989) bahwa air dibagi atas empat tipe molekul air
berdasarkan derajat keterikatan air dalam bahan pangan, sebagai berikut:
a. Tipe I, yaitu moleku air yang terikat secara kimia dengan molekul-molekul lain
melalui ikatan hidrogen yang berenergi besar. Derajat pengikatan air ini sangat besar
sehingga tidak dapat membeku pada proses pembekuan dan sangat sukar untuk
dihilangkan dari bahan. Molekul air membentuk hidrat dengan molekul-molekul lain
yang mengandung atom-atom oksigen dan nitrogen seperti karbohidrat, protein dan
garam.
b. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air
lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis
ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan
penurunan aw (water activity). Bila sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan
mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang bersifat merusak bahan makanan seperti reaksi
browning, hidrolisis, atau oksidasi lemak akan dikurangi. Jika air tipe II dihilangkan
seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3-7%, dan kestabilan optimum
bahan makanan akan tercapai, kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami
oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak jenuh.
c. Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut air
bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan
mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi. Apabila air tipe III ini diuapkan
seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25% dengan aw (water activity)
kira-kira 0,8 tergantung dari jenis bahan dan suhu.
d. Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni,
dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh.
Selain ke-IV tipe diatas, ada pula yang membedakan air kedalam air imbibisi dan air
kristal. Air imbibisi merupakan air yang masuk ke dalam bahan pangan dan akan
menyebabkan pengembangan volume, tetapi air ini tidak merupakan komponen
penyusun bahan tersebut. Sedangkan air kristal adalah air terikat dalam semua bahan,

baik pangan maupun nonpangan yang berbentuk kristal, seperti gula, garam, CuSO4 dan
lain lain.
Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat
lemah atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air bentuk pertama dan
yang kedua dominan, sedangkan air terikat jumlahnya sangat kecil.
a. Air Bebas
Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan
pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai aktivitas air atau
water activity yang diberi notasi Aw. Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient
yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Adanya
nutrient terlarut tersebut juga memungkinkan beberapa reaksi kimia dapat
berlangsung. Oleh sebab itu, bahan yang mempunyai kandungan atau nilai Aw tinggi
pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan mikroba
pembusuk maupun akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan reaksi
enzimatik. Air bebas sangat mudah untuk dibekukan maupun diuapkan.
b. Air Teradsorbsi
Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan koloid
makromolekul (protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi diantara
koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Ikatan antara air
dengan koloid merupakan ikatan hidrogen. Air teradsorbsi relatif bebas bergerak dan
relatif mudah dibekukan ataupun diuapkan.
c. Air Terikat Kuat
Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut membentuk hidrat
dengan beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat
jumlahnya sangat kecil dan sangat sulit diuapkan dan dibekukan.
Peran air dalam bahan pangan dan pengolahannya sangat penting sekali, antara lain:

Mempengaruhi kesegaran, stabilitas, dan keawetan pangan


Untuk reaksi kimia

Mempengaruhi penampakan tekstur serta cita rasa makanan.

Menentukan kualitas bahan makanan.

Adanya karakter air yang dapat menentukan: titik cair, titik didih, energy
perubahan fase, dan parameter titik krisis.

Mempengaruhi aktifitas enzim dalam bahan pangan


Dalam bahan pangan, terdapat beberapa enzim yang hanya dapat bekerja jika
ada air. Enzim tersebut tergolong enzim hidrolase seperti enzim protease,

lipase, dan amylase.


Pelarut Universal untuk Senyawa Ionik dan Polar
Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan berbagai senyawa
yang ada dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan, air berfungsi sebagai
pelarut. Air hanya dapat melarutkan berbagai bahan yang bersifat polar karena
air sifat air yang merupakan senyawa polar. Bahan yang dapat larut dalam air
seperti garam, gula, pigmen klorofil, vitamin yang larut dalam air, mineral,

senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam teh dan kopi.
Medium Pindah Panas
Dalam proses pengolahan pangan sering dilakukan pemasakan, dalam proses
pemasakan tersebut digunakan kalor (panas). Kalor tersebut akan dihantarkan
oleh air kebagian-bagian dalam bahan pangan secara merata, hal ini karena air

mempunyai konduktivitas panas yang baik.


Air mempengaruhi kestabilan bahan pangan selama proses penyimpanan
Hal ini karena kestabilan bahan pangan tergantung dari aktivitas mikroba
pembusuk seperti kapang, kamir dan jamur. Sedangkan aktivitas mikroba
tersebut membutuhkan aw (water activity) tertentu yang bersifat spesifik untuk
tiap jenis mikroba.

Air merupakan substansi yang paling penting dalam hidup. Substansi ini memiliki
susunan spesifik secara kimiawi maupun fisika yang berbeda nyata dengan komponen
lain ditijau dari struktur molekulnya. Karakteristik penting yang dimiliki oleh air di dalam
produk pangan mencakup kemampuannya sebagai pelarut dan plasticizer untuk
komponen karbohidrat dan protein (Fox, 1997).
Air berfungsi sebagai media antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam dan
membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air
yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6-9, hal ini disebabkan absorpsi air makin
meningkat dengan naiknya pH.
Peranan air dalam berbagai produk hasil pertanian dapat dinyatakan sebagai kadar air
dan aktivitas air. Sedangkan di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif dan
kelembaban mutlak.
C. Kadar Air

Kadar air merupakan jumlah total air yang dikandung oleh suatu bahan pangan (dalam
persen) dan istilah ini tidak menggambarkan aktivitas biologisnya. Kadar air dapat
dinyatakan dalam berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis), dihitung dengan
rumus :
Kadar air basis kering :

a
x 100
k

air; k= basis
basah
:
Keterangan : Kadar
a = berat air
bahan yang
dikeringkan
tanpa air.
Kadar air secara basis kering adalah perbandingan antara berat air di dalam bahan
tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah berat bahan asal
setelah dikurangi dengan berat airnya. Kadar air secara basis basah adalah perbandingan
berat air di dalam bahan tersebut dengan berat mentah.
Kadar air menggambarkan kandungan air yang terdapat dalam bahan pangan (dalam
persen). Jumlah air tersebut mencakup jumlah air bebas dan air terikat yang ada dalam
bahan pangan. Nilai kadar air yang besar belum tentu menunjukkan semakin mudah rusak
karena ada kemungkinan air yang ada dalam bahan pangan tersebut berupa air terikat.
Berikut tabel kadar air didalam beberapa komoditi :

Pada tabel dapat dilihat jika dari bentuk fisik, seharusnya kadar air nanas
lebih tinggi dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air kol lebih tinggi dari
nanas bahkan dari susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu

untuk mengetahui kandungan air suatu bahan perlu dilakukan suatu analisa
yang nantinya bukan hanya menentukan jumlah kandungan air tetapi juga
berfungsi untuk mengetahui tipe air dari bahan pangan tersebut.
Air yang terkandung dalam bahan pangan merupakan salah 1 faktor penyebab
kerusakan bahan pangan. Pada umumnya bahan pangan yang mudah rusak adalah bahan
pangan yang memiliki kandungan air yang tinggi. Air dibutuhkan oleh mikroba untuk
pertumbuhannya. Demikian juga air dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi
biokimia yang terjadi di dalam bahan pangan, misalnya reaksi-reaksi yang dikatalisis oleh
enzim.
Air yang dibutuhkan untuk terjadinya berbagai reaksi di dalam bahan pangan serta
tumbuhnya mikroba adalah air bebas. Air yang terikat kuat secara kimia sulit digunakan
oleh mikroba untuk hidupnya. Oleh karena itu, dengan menambahkan gula, garam dan
senyawa sejenis lainnya, jumlah yang cukup dapat mengikat air tersebut dan makanan
menjadi awet meskipun kandungan airnya masih cukup tinggi. Makanan seperti ini
disebut makanan semi basah, misalnya jem, jeli dan sejenisnya.
Untuk memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus
dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan
pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan. Kandungan air
suatu bahan yang dikeringkan mempengaruhi beberapa hal yaitu seberapa jauh penguapan
dapat berlangsung, lamanya proses pengeringan dan jalannya proses pengeringan. Pada
bahan yang berkadar air tinggi biasanya dilakukan evaporasi atau penguapan untuk
mengurangi kadar air. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat 2 tingkat kecepatan
penghilangan air. Pada awal pengeringan, kecepatan jumlah air yang hilang per satuan
waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan
waktu. Hal ini berhubungan dengan jenis air yang terikat dalam bahan.
Dengan berkurangnya air dan berubahnya wujud air pada bahan maka pertumbuhan
mikroorganisme dan reaksi enzimatis dapat dihambat atau dihentikan, sehingga bahan
lebih awet. Selain air yang terdapat pada bahan, yang menjadi ancaman pada bahan
adalah air yang terdapat di udara dalam bentuk uap air. Hal ini menjadi ancaman bahan
pada saat penyimpanan. Perbedaan tekanan uap air antara bahan dan lingkungan dapat
menyebabkan air berpindah dari lingkungan ke bahan atau sebaliknya. Hal ini dapat
menyebabkan kandungan air pada bahan bertambah atau berkurang.

Fennema (1985) memaparkan adanya hubungan yang erat antara kadar air dalam
bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan pengeringan atau
penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga
dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi. Kriteria ikatan
air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air,konsentrasi larutan,
tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitasair (Aw).
D. Kadar Air Keseimbangan (Equilibrium Moisture Content)
Kadar air keseimbangan adalah kadar air dimana laju perpindahan air dari bahan ke
udara sama dengan laju perpindahan air dari udara ke bahan. Kadar air keseimbangan
dapat digunakan untuk mengetahui kadar air terendah yang dapat dicapai pada proses
pengeringan dengan tingkat suhu dan kelembaban udara relatif tertentu. Menurut
Heldman dan Singh (1981), Kadar air keseimbangan dari bahan pangan adalah kadar air
bahan tersebut pada saat tekanan uap air dari bahan seimbang dengan lingkungannya,
sedangkan kelembaban relatif pada saat terjadinya kadar air keseimbangan disebut
kelembaban relatif keseimbangan.

Gambar Hubungan antara RH dan kadar air keseimbangan

Gambar Grafik Kondisi keterikatan air berdasarkan RH dan Kadar Air


Sifat-sifat kadar air keseimbangan dari bahan pangan sangat penting dalam
penyimpanan dan pengeringan. Kadar air keseimbangan didefinisikan sebagai kandungan
air pada bahan pangan yang seimbang dengan kandungan air udara sekitarnya. Hal
tersebut merupakan satu faktor yang menentukan sampai seberapa jauh suatu bahan dapat
dikeringkan pada kondisi lingkungan tertentu (aktivitas air tertentu) dan dapat digunakan
sebagai tolak ukur pencegahan kemampuan berkembangnya mikroorganisme yang
menyebabkan terjadinya kerusakan bahan pada saat penyimpanan.
Kadar air keseimbangan (equilibrium moisture content) adalah kadar air minimum
yang dapat dicapai pada kondisi udara pengeringan yang tetap atau pada suhu dan
kelembaban relatif yang tetap. Suatu bahan dalam keadaan seimbang apabila laju
kehilangan air dari bahan ke udara sekelilingnya sama dengan laju penambahan air ke
bahan dari udara di sekelilingya. Kadar air pada keadaan seimbang disebut juga dengan
kadar air keseimbangan atau keseimbangan higroskopis. Perhitungan empiris untuk
menentukan kadar air keseimbangan adalah (Henderson, 1952 dalam Hall, 1980):
Dengan:RH
n

1 RH e cTM e

= Kelembaban relatif (%)

= Suhu absolute (K)

Me

= Kadar air keseimbangan (%) b.k.

c dan n = Konstanta (tergantung dari jenis


bahan)
Tabel Nilai c dan n untuk beberapa jenis bahan.
Produk

Jagung pipil

1.98 10 5

1.90

Gandum

10.06 10 7

3.30

Kedelai

5.78 10 5

1.52

Kapas

8.84 10 5

1.70

Kayu

9.61 10 5

1.41

Sumber: Handerson dan Perry, 1976


Kadar air keseimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan setimbang
dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air yang menguap
dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan.Kadar air
kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar air keseimbangan
desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap airdisebut menyerap air
disebut kadar air kesetimbangan absorpsi.
E. Aktivitas Air (Water Activity).
Aktivitas air menggambarkan derajat aktivitas air dalam bahan pangan, baik reaksi
kimia maupun biologis. Nilainya antara 0 sampai 1, tanpa satuan. Aw air murni adalah 1,
sebaliknya bahan yang nilai Aw-nya 0 adalah bahan yang benar-benar kering. Istilah kadar
air berbeda dengan aktivitas air. Kadar air menggambarkan kandungan air yang terdapat
dalam bahan pangan (dalam persen). Kelembaban relatif menggambarkan kandungan air
di udara (dalam persen).
Kandungan air suatu bahan pangan tidak dapat digunakan sebagai petunjuk nyata
dalam menentukan ketahanan simpan. Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan
pangan bagi proses kehidupan biasanya dinyatakan dengan aktivitas air atau water
activity (Aw). Aktivitas air juga dinyatakan sebagai potensi kimia yang nilainya bervariasi
dari 0 sampai 1. Pada nilai aktivitas air sama dengan 0 berarti molekul air yang
bersangkutan sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas dalam proses kimia. Sedangkan
nilai aktivitas air sama dengan 1 berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi
maksimal.
Aktivitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas simpan sejumlah
makanan, dengan demikian diperlukan pengemasan untuk membantu mempertahankan
kualitas makanan. Produk higroskopis harus dikemas dalam wadah kaca dengan tutup

tidak tembus air atau dalam plastik kedap air (polivinil klorida tebal). Ada beberapa
makanan yang kelembapan nisbi kesetimbangannya di atas kondisi iklim luar. Dengan
demikian bahan kemas bekerja melindungi produk agar tidak kehilangan air. Hal ini
terjadi pada keju yang diproses dan makanan yang dipanggang.
Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air dari bahan
pangan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama.

P
Po

aw
Dimana :
P

: tekanan uap air dari bahan pangan pada suhu T

Po

: tekanan uap air murni pada suhu T

Aktivitas air dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan, menurut
hukum Raoult, aw berbanding lurus dengan jumlah molekul di dalam pelarut (solvent)
dan berbanding terbalik dengan jumlah molekul di dalam larutan (solution).

Aw

n2
n1 n2

Dimana:
n1

= jumlah molekul zat yang dilarutkan

n2

= jumlah molekul air

Parameter ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relatif berimbang


(equilibrium relative humidity = ERH) dibagi 100.

Aw

ERH
100

Aktivitas air mengambarkan sifat dari bahan pangan itu sendiri sedangkan ERH
menggambarkan sifat lingkungan atmosfir yang berada dalam keadaan seimbang dengan

bahan tersebut. Bertambah atau berkurangnya kandungan air sesuatu bahan pangan pada
suatu keadaan lingkungan yang diberikan tergantung pada ERH. Aktivitas air dari bahan
adalah untuk mengukur terikatnya air pada bahan pangan atau komponen bahan pangan
tersebut dimana aw dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan a w lingkungan
sekitarnya. Grafik hubungan antara kadar air dengan aw pada berbagai produk pangan.

Grafik Diatas Merupakan Hubungan Nilai aw dan Kadar Air pada berbagai bahan pangan
Berbagai jenis mikroorganime yang yang dapat hidup pada nilai Aw tertentu dapat
dilihat pada Tabel berikut :
Mikroorganisma

Aktivitas air

Organisma penghasil lendir pada daging

0,98

Spora Pseudomonas, Bacillus cereus

0,97

Spora B. subtilis, C. botulinum

0,95

C. botulinum, Salmonella

0,93

Bakteri pada umumnya

0,91

Ragi pada umumnya

0,88

Aspergillus niger

0,85

Jamur pada umumnya

0,80

Bakteri halofilik

0,75

Jamur Xerofilik

0,65

Ragi Osmofilik

0,62

Berikut adalah grafik hubungan antara aktifitas air dengan pertumbuhan mikroba pada
berbagai produk pangan.

Dalam mengontrol aktivitas air atau kelembaban relatif dapat digunakan berbagai
jenis garam seperti tercantum dalam tabel berikut:

Garam jenuh

Water Activity (Aw)


5 oC

15 oC

25 oC

35 oC

LiBr

0.074

0.069

0.064

0.597

LiCl

0.113

0.113

0.113

0.113

KCH3CO2

0.291

0.234

0.225

0.216

MgCl2

0.336

0.333

0.328

0.321

K2CO3

0.431

0.432

0.432

0.436

Mg(NO3)2

0.589

0.559

0.529

0.499

NaNO2

0.732

0.693

0.654

0.628

SrCl2

0.771

0.741

0.709

NaCl

0.757

0.756

0.753

0.749

(NH4)2SO4

0.824

0.817

0.803

0.803

KCl

0.877

0.859

0.843

0.830

BaCl2

0.910

0.903

0.895

K2SO4

0.985

0.979

0.973

0.967

Hubungan aw dan kadar air, yaitu peningkatan aktivitas air yang selalu diikuti
peningkatan kadar air tetapi tidak linier. Hubungan aktivitas air dengan kadar air dapat
digambarkan dengan kurva Isotherm Sorpsi Lembab (ISL).
Berikut adalah tabel yang menggambarkan kadar air dan Aw pada beberapa komoditi

F. Isotherm Sorpsi Lembab


Isothermis sorpsi lembab adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara
aktivitas air dan kadar air. Kurva ISL dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan
interaksi antara air dan substansi dalam bahan makanan (Diosady dkk., 1996).
Bentuk kurva ISL khas untuk setiap produk pangan dan dikelompokkan menjadi tiga
tipe yaitu tipe A, B dan C. Kurva ISL tipe A adalah bentuk kurva yang khas untuk bahan
anti kempal. Bahan ini menyerap air pada sisi spesifik dengan energi pengikatan yang
tinggi dan mampu menahan sejumlah besar air pada aw yang rendah. Tipe B adalah
bentuk kurva yang paling banyak ditemui pada produk pangan. Bentuk kurva ini sigmoid
disebabkan oleh kombinasi dari efek koligatif, kapiler dan interaksi antar-permukaan.
Tipe C mewakili kurva sorpsi untuk bahan kristal seperti sukrosa (Labuza,1984).

Gambar Kurva ISL pada setiap produk pangan


Labuza (1984), membagi kurva ISL bahan pangan menjadi tiga wilayah yaitu :
a) Wilayah I berada pada kisaran aw 0,00-0,20 atau yang disebut daerah
monolayer. Ikatan pada gugus ini lebih bersifat ionik, sehingga ikatannya
sangat kuat terhadap air. Kadar air monolayer menunjukkan jumlah air yang
dapat terikat pada gugus kimia bahan makanan seperti pada karbohidrat,
protein, mineral melalui ikatan hidrogen, ionik-dipol maupun antar kutub
(dipol).
b) Wilayah II pada aw 0,20 sampai 0,60 merupakan lapisan air yang terletak
diatas monolayer dan disebut air lapis ganda.
c) Wilayah III dianggap sebagai air yang terkondensasi pada pori-pori bahan.
Pada daerah ini sifat air menyerupai air bebas.
Isoterm sorpsi lembab bahan pangan dapat diperoleh dengan dua cara. Cara
pertama: bahan makanan dengan kadar air yang diketahui dibiarkan mencapai
kesetimbangan dengan sisa ruang dalam wadah tertentu yang tertutup sangat rapat.
Tekanan uap parsial uap airnya diukur dengan manometer, atau RH dari sisa ruang
tersebut diukur dengan higrometer listrik, point cells, atau psikrometer rambut.
Dengan demikian kita mendapatkan data hubungan kadar air dengan RH dalam

keadaan kesetimbangan atau dengan aw dari bahan makanan (RH = aw X 100). Cara
kedua dilakukan sebagai berikut: sampel dalam jumlah kecil diletakkan pada beberapa
ruangan yang tetap RH-nya (misalnya dalam desikator yang mengandung larutan
garam jenuh seperti litium klorida untuk RH sekitar 11%, MgCl2 untuk RH sekitar
32%, NaCl untuk RH 75%, dan kalium sufat untuk RH 97%). Setelah kesetimbangan
tercapai, kadar air bahan kemudian diukur secara gravimetris atau cara lain. Dengan
demikian kita mendapatkan hubungan antara kadar air bahan dan RH dalam keadaan
keseimbangan.
Kurva isotherm sorpsi lembab terdapat dua macam yaitu isotherm adsorpsi dan
isotherm desorpsi.
a) Kurva isotherm adsorpsi : Kurva dimulai dari kondisi kering hingga
kondisi basah (misal: proses rehidrasi/penyerapan air).
b) Kurva isotherm desorpsi :Kurva dimulai dari kondisi basah ke kondisi
kering (misal: proses dehidrasi/proses pengeringan).
Kurva adsorpsi isotherm dan desorpsi isotherm tidak melalui garis yang sama.
Fenomena ini disebut Histeresis yang dapat menyebabkan kondensasi kapilaritas dan
keadaan yang amorphous atau kristalin.

Gambar histerisis pada isotherm sorpsi lembab.


Pemodelan Isotherm Sorpsi Lembab
1. Isoterm Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:

a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat


mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak ada
interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
Persamaannya adalah

C/N = C/Nm + 1/K . Nm


Dimana:
C=konstanta akhir adsorbat
N=jumlah mol adsorbat yang teradsorbsi per gram karbon aktif
Nm= jumlah mol yang diperlukan untuk membuat lapisan tunggal karbon
K=konstanta
Berdasarkan Nm dan K yang diperoleh, luas total bidang teradsorbsi dihitung
dengan:
20 2
A = Nm . N0 . . 10 m / gram

Dimana:
N0= bilangan avogadro
= luasan yang ditempati oleh molekul teradsorbsi (21
C H 3 COOH

A2

untuk

Menurut teori langmuir ini, hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorbsi
maksimum.
(Maron & Lando, 1974)
2. Isoterm Freundlich
Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang berbedabeda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak digunakan saat
ini.
Persamaannya adalah :

x/m = kC1/n
dimana,
x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (mg)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n = konstanta adsorben

X/m= K.

Cn

Log (X/m)= log K + 1/n log C


Pada tekanan sedang, teori isoterm adsorbsi freundlich lebih akurat dibandingkan
teori isoterm adsorbsi langmuir (Maron & Lando, 1974).
3. Isotherm Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB)
Menurut Labuza (1984); Berg dan Bruin (1985) dalam Diosady dkk. (1996),
persamaan Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB), merupakan model teroritis
yang paling baik untuk menentukan fenomena penyerapan air dalam bahan
pangan. Peng dkk. (2007) menyatakan bahwa persamaan GAB banyak digunakan
karena deviasinya rendah (<10 %). Model GAB dijelaskan dengan persamaan
berikut:

M = kadar air seimbang (% bk)


Mo = kadar air monolayer (% bk)
C = konstanta GAB
k = faktor koreksi terhadap air bebas.
Model sorpsi air GAB merupakan pengembangan model BET (Braunauer,
Emmet dan Teller) yang menganggap terjadi interaksi antara molekul gas terikat
setelah lapisan monolayer dalam jumlah terbatas. Teori ini menganggap molekul
gas yang terikat setelah monolayer mengalami kondensasi sehingga sifatnya
seperti gas murni. Menurut Berg (1981), model GAB mempertimbangkan adanya
lapisan molekul air di atas lapisan monolayer yaitu lapisan multilayer. Pada
persamaan GAB dapat membedakan molekul terserap setelah lapis tunggal,
menjadi lapis ganda dan air terkondensasi. Dari sekian banyak model sorpsi
isotermis, model GAB adalah model yang banyak digunakan karena ketepatannya
tinggi berdasarkan nilai modulus deviasi relatif (E) yang dihitung dari persamaan :

dengan mi adalah data penelitian, mpt : nilai prediksi dari GAB, N : jumlah data
penelitian. Nilai E kurang dari 10%, artinya model cocok digunakan untuk tujuan
praktis.
Beberapa penelitian penggunaan model GAB untuk mengevaluasi sorpsi air
pada bahan pangan telah dilakukan. Peng dkk. (2007) menyatakan bahwa
penggunaan model GAB untuk mengevaluasi isoterm adsorpsi dan desorpsi
lembab pada pati jagung menunjukkan model GAB dapat digunakan untuk bahan
makanan dengan kisaran aw yang lebar (0,05 - 0,95) dengan nilai modulus deviasi
relatif (E) kurang dari 10% (untuk kurva adsorpsi nilai E rata-rata 6,10% dan
desorpsi 6,60 % pada suhu 45 oC). Sedangkan dengan model yang lain (BET,
Henderson, Smith, Ferro-Fontan) nilai E lebih dari 10 %. Menurut Dominguez
dkk. (2007), penggunaan model GAB untuk evaluasi adsorpsi air kacang
macadamia pada suhu 25 oC menunjukkan nilai deviasinya sekitar 4,66 % dan
cocok digunakan pada aw antara 0-0,90, sedangkan model BET cocok pada
kisaran aw 0- 0,5.
4. Isotherm Brunaver, Emmet, and Teller (BET)
Menurut teori ini, diasumsikan bahwa adsorban mempunyai permukaan
homogen. Perbedaan dengan langmuir adalah bahwa menurut teori ini molekulmolekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
permukaannya (Alberty, 1991).
Model ini digunakan untuk menghitung fraksi air terikat primer (monolayer),
karena model ini merupakan model yang paling banyak digunakan dan
memberikan data yang tepat pada berbagai jenis bahan pangan dengan kisaran aw
0,05-0.45 (Rizvi, 1995).
Persamaannya adalah :

M = kadar air bahan (% bk)


Mp =kadar air primer (monolayer % bk)
C = konstanta BET

G. Daun Singkong (Manihot Esculenta)

Daun ubi kayu atau cassava leaves adalah jenis sayur yang berasal dari tanaman
singkong. Tanaman ini memiliki nama latin Manihot utilissima atau Manihot esculenta.
Ada dua jenis daun ubi kayu yang berfungsi sebagai sayuran, yaitu daun ubi kayu biasa
dan daun ubi kayu semaian. Daun singkong biasa yang bertangkai merah tua dengan daun
berwarna hijau tua sedangkan daun singkong semaian atau semen (sebutan di daerah
Jawa) yang bertangkai merah muda keputihan dengan warna daun hijau muda. Kedua
jenis daun tersebut pada dasarnya berasal dari jenis atau varietas tanaman singkong yang
sama. Daun singkong biasa berasal dari tanaman singkong yang ditanam untuk diambil
umbinya, sedangkan daun singkong semen merupakan hasil dari tanaman singkong yang
sudah dipanen. Batang-batang singkong yang sudah tidak terpakai tersebut tidak ditanam
ulang, tetapi hanya disandarkan dan ditegakkan di atas tanah. Batang-batang tersebut
tidak ditanam, tetapi cukup disiram setiap hari. Daun-daun yang bersemi pada batang
itulah yang dikenal sebagai daun singkong semen (berasal dari kata semaian).
Daun-daun ubi yang dimakan sebagai sayuran atau sebagai ramuan, merupakan
sumber protein yang baik. Daun-daun itu pada gilirannya juga menyediakan vitamin dan
mineral per 100 gram, yaitu: kalsium 165,0 mg , zat besi 2,8 mg , thiamin 0,16 mg,
riboflavin 0,32 mg, beta-carotin 0,08 mg, niasin 1,8 mg, dan asam askorbin 82,0 mg.
(Ayu, 2002).
Daun ubi kayu sangat cocok sebagai tanaman pagar. Daunnya merupakan sayuran dan
daun hijau yang paling murah dan umum di Indonesia. Satu helai daun mengandung
cukup karotein untuk keperluan sehari. Bila dihaluskan dan direbus tidak akan tersisa
lebih dari satu sendok penuh. Daun ubi kayu merupakan sumber protein yang baik.
Daunnya mengandung asam hidrosianat yang beracun. Tetapi racun itu akan hilang
sesudah direbus selama 5 menit. Daunnya sebagai lalap jangan dimakan mentah. Air
perebusannya harus dibuang (Rubatzky, 1998).
Adapun kandungan kimia dalam daun singkong, antara lain:
1. Memiliki kadar protein yang cukup tinggi, sumber energi yang setara dengan
karbohidrat, 4 kalori setiap gram protein.
2. Sumber vitamin A setiap 100 gram yaitu mencapai 3.300 RE sehingga baik untuk
kesehatan mata.
3. Kandungan serat yang tinggi yang dapat memperlancar buang air besar dan mencegah
kanker usus dan penyakit jantung.

4. Kandungan vitamin C per 100 gram daun singkong mencapai 275 mg, bisa terbebas
dari sariawan dan kekebalan tubuh bisa lebih terjaga dengan asupan vitamin C (Johan,
2005).
Kandungan protein daun singkong enam kali lebih banyak dari pada umbinya yaitu
6,2 persen. Demikian pula karoten hanya terdapat pada daunnya dan sama sekali tidak
terdapat pada umbinya. Kandungan karoten pada daun singkong yaitu 7052 g/100 g.
Sedangkan kandungan serat kasar dan abu ubi kayu per 100 g yaitu 2,4 g dan 1,2 g. Selain
itu daun singkong juga mengandung air sebesar 84,4 g dan bagian yang dapat dimakan
sebesar 67 g. Kandungan protein tertinggi pada daun singkong dijumpai pada daun yang
masih muda, umur enam bulan. Makin tua daun ubi kayu, makin berkuranng kandungan
protein daun. Kandungan protein singkong ternyata sangat tinggi. Secara umum, dalam
berat yang sama dengan berat telur, berat protein nabati yang dikandung daun singkong
lebih kurang sama dengan yang dikandung telur.
Melihat begitu banyak manfaat dari daun singkong dan daun ini harganya cukup
ekonomis sehingga daun singkong banyak dimanfaatkan sebagai obat antara lain untuk
anti kanker, mencegah konstipasi dan anemia, serta
meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin dan mineralnya rata-rata lebih tinggi
dibandingkan dengan sayuran daun lain. Vitamin A dan C pada daun singkong berperan
sebagai antioksidan yang mencegah proses penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap serangan penyakit. Kandungan kalsium yang tinggi sangat baik untuk mencegah
penyakit tulang seperti rematik dan asam urat.
Dari berbagai analisis disebutkan, daun singkong dapat membantu mengubah
karbohidrat menjadi energi, membantu pemulihan kulit dan tulang, meningkatkan daya
ingat, mood, kinerja otak dan metabolisme asam amino lain. Dalam setiap 100 gram daun
singkong mengandung 3.300 RE vitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin
C sebanyak 275 mg yang baik untuk mencegah sariawan, dan meningkatkan kekebalan
tubuh, membantu menangkal radikal bebas, dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi.
Yang tidak kalah penting, kandungan serat pada daun singkong yang cukup tinggi
sehingga dapat membantu melancarkan buang air besar.
Khasiat dari daun singkong, antara lain untuk demam, sakit kepala, diare, dan mata
sering kabur. Selain itu, daun singkong juga dapat menambah nafsu makan. Daun
singkong yang dikonsumsi secara rutin juga dapat mencegah aterosklerosis (penimbunan
lemak di dinding pembuluh darah) yang bisa berdampak pada serangan jantung.
H. Isotherm Sorpsi Lembab pada Daun Manihot esculenta

Kura sorpsi isotherm pada daun Manihot esculenta merupakan grafik tipe B yang
berbentuk sigmoid pada produk pangan yang kaya akan karbohidrat (Emilio et al.,1997).
Untuk aw < 0.7, pada temperatur yang tinggi , mempunyai komposisi keseimbangan yang
rendah. Hasil ini sama pada penelitian Tsami et al. (1990) pada penelitian kismis,buah
ara, prune dan aprikot.
Pada aktivitas air yang tinggi, adsorpsi air akan meningkat seiring meningkatnya
suhu. Kurva isotherm pada adsorpsi dan desorpsi tidak mempunyai garis yang sama.
Kurva adsorpsi desorpsi menunjukkan bahwa pada kadar air keseimbangan yang sama,
komposisi air pada desorpsi lebih besar dari pada adsorpsi.

Hasil ini menguatkan

pendapat Lemus et al.,2008 dan Mariana et al., 2008 bahwa perbedaan kadar air
keseimbangan dilihat dari aktivitas air yang sama, antara proses adsorpsi dan desorpsi
merupakan siklus hysterisis. Fenomena hysterisis juga ada dalam pengamatan pada kasus
yang lain yang dilakukan oleh Ait Mohamed et al.,2005 ; Kouhila et al.,2007; Moreira et
al., 2008; Edoun et al.,2010.

Gambar Kurva Sorpsi Isotherm daun Manihot esculenta pada suhu 40 oC


Pada suhu yang tetap, kadar air keseimbangan meningkat seiring dengan
meningkatnya aktivitas air. Pada umumnya suhu dan aktivitas air mempunyai efek yang
sangat penting pada penelitian nilai kadar air keseimbangan. Hal serupa juga telah
diamati pada beberapa studi kasus untuk produk pangan dan produk pertanian (Zanoelo,
2005; Garcia Perez et al.,2008).

Grafik isotherm adsorpsi Manihot esculenta masing masing


pada suhu 30, 40 dan 50 oC .

Grafik isotherm desorpsi Manihot esculenta masing masin


pada suhu 30, 40 dan 50 oC.

Pemodelan Data
Untuk mendiskribsikan penyerapan isotherm, 5 model telahh diuji. Parameter nilai
pada model yang berbeda yang diuji dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa model GAB sesuai dengan literatur, itu yang
menunjukkan kinetik serapan pada daun M.esculenta dengan berbagai aktivitas air
(0,1105 0,8823). Nilai R2 , MRE dan SEE masing masing dimulai dari 0,993
0,996; dari 0,046 0,010 dan dari 0,0007 0,025 untuk isotherm desorpsi dan
adsorpsi.

Perbandingan Grafik Isotherm Adsorpsi Percobaan dan Grafik pada Teori

Pada grafik menunjukkan bahwa terdapat kecocokkan antara penelitian dan data
yang sudah ada / sudah ditemukan. Model GAB juga telah berhasil diaplikasikan pada

berbagai produk pertanian seperti kentang ( Al- Muhtaseb et al.,2004) dan daun lobak
serta batangnya ( Moreira et al.,2005) dan daun Gnetum africanum (Edoun et
al.,2010).
Panas isosteric penyerapan

Pada grafik diatas menunjukkan bahwa qst (panas isosteric) bertambah seiring
dengan berkurangnya kadar air, dan pada percobaan ini dengan interaksi kuat yang
ada antara air dan komponen absorban pada daun M.esculenta. Panas isosteric
penyerapan bervariasi dari rentang 32,15 3,54 kJ.mole-1 dengan variasi didalam
keseimbangan kadar air dari rentang 0,05 0,20 g water/g dry basis. Nilai yang tinggi
untuk penyerapan panas isosteric pada kadar air yang rendah menandakan bahwa
interaksi antara komponen produk dengan air sangat penting. Dan pada kandungan air
yang tinggi,itu mengarah pada panas kondensasi pada air murni (Matallah,2004; Neila
et al.,2008).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyerapan isothermis pada suhu 30, 40 dan 50 C mengikuti kurva
sigmoidal yaitu tipe B (berdasarakan model BET,) yaitu tipe dari
kebanyakan produk makanan.
2. Model GAB merupakan model yang terbaik dalam menyajikan kurva hasil
percobaan dengan nilai R adalah 0,99 % dan MRE kurang dari 10%.
3. Panas isosetric penyerapan pada daun Manihot escculena bervariasi pd
rentang 32,15 3,54 kJ/mol.

DAFTAR PUSTAKA
Bicao , Peng, dkk. 2007. Effects of zinc bath temperature on the coatings of hot-dip
galvanizing . China.
Diosady, L.L., Rizvi, S.S.H., Cai, W. dan Jagdeo, D.J. (1996). Moisture sorption isotherms of
canola meals, and applications to packaging. Journal of Food Science 61: 204-208.
Fennema, O.W., 1985. Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd (ed). Marcel Dekker
Inc, New York
Fox, P.F., 1997. Advanced Dairy Chemistry Vol 3 (Lactose, water, salts and vitamins).
Second ed. Chapman & Hall London.
Garca-Prez, J.V., Carcel, J.A., Clemente, G. and Mulet, A. 2008. Water sorption isotherms
for lemon peel at different temperatures and isosteric heats. LWT 4: 1825.
Hall, C. W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. AVI Publishing Company.
Westport Connecticut College of Engineering Washington State University. Pullman.
Washington.
Hartley, C.W.S. 1970. The Oil Palm. Longman Group, London.
Heldman, D.R. and P.R. Singh.1981. Food Proses Engineering.2nd ed. The AVI Publ.
Comp.,Inc. Wesport. CT, USA
Henderson, S. M. 1952. A basic concept of equilibrium moisture. Agricultural Engineering
33: 2932.
HENDERSON, S. M. and PERRY, R. L. (1976) Agricultural Process Engineering, 3rd
Edition, Wiley, New York.
John M deMan, Kimia Makanan, Bandung: Penerbit ITB, 1997.
Labuza, T.P. 1984. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurements in Use.
American Association of Cereal Chemists. St Paul. Minnesota.
Maron. S.H., Lando. J.B, (1974), Fundamental of Physical Chemistry, Macmilan
Publishing Co.Inc

Matallah, M. A. A. 2004. Contribution ltude de la conservation des dattes de la varit


Deglet-Nour : Isotherme dadsorption et de dsorption. Alger, Institut National
Agronomique dEl Harrach, Mmoire de fin dtudes Ingnieur dEtat.
Poerwo Soedarmo; dan Achmad Djaeni S.; Ilmu Gizi; Penerbit Dian Rakyat; 1997.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi, dan Gizi. ITB,
Bandung.
Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein : Processing Technology. Aplied Science Publishers
Ltd., London.
Van den berg, C. and Bruin, S. 1981. Water activity and its estimation in food systems:
theoretical aspects. In: Rockland, L.B., Stewart, G.F. (Eds.), Water Activity:
Influences on Food Quality, p. 161, New York: Academic Press Inc.
Zanoelo, E. F. 2005. Equilibrium moisture isotherms for mate leaves. Biosystems
Engineering 92 (4): 445452.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai