Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN

A. Air Dalam Bahan Pangan


Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada
tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0C). Air merupaka pelarut yang kuat, melarutkan
banyak zat kimia. Zat-zat yang larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zatzat hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air (misalnya lemak dan
minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik (takut air) (Wulanriky, 2011).
Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam makanan. Air sendiri
meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan makanan lain, namun sangat esensial dalam
kelangsungan proses biokimia organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan
lokasi pabrik pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara kualitatif memenuhi
syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai keperluan misalnya : pencucian,
pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku
proses, medium pemanasan atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci
bahan sisa (Sudarmadji,2003).
Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut
sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air
bebas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit
dibebaskan dengan cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem
kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam sistem dispersi
(Purnomo,1995).
Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat lemah atau
air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air bentuk pertama dan yang kedua dominan,
sedangkan air terikat jumlahnya sangat kecil.
1). Air Bebas
Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan, atau bahkan pada
permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai aktivitas air atau water activity yang diberi
notasi Aw. Disebut aktivitas air, karena air bebas mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan
aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan. Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient yang
dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga
memungkinkan beberapa reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu, bahan yang mempunyai
kandungan atau nilai Aw tinggi pada umumnya cepat mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan
mikroba pembusuk maupun akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan reaksi
enzimatik. Air bebas sangat mudah untuk dibekukan maupun diuapkan
2). Air Teradsorbsi.
Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan koloid makromolekul (protein, pati,
dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang
ada dalam sel. Ikatan antara air dengan koloid merupakan ikatan hidrogen. Air teradsorbsi relatif bebas
bergerak dan relatif mudah dibekukan ataupun diuapkan.
3). Air Terikat Kuat
Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut membentuk hidrat dengan beberapa
molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat jumlahnya sangat kecil dan sangat sulit
diuapkan dan dibekukan.

a.

b.

c.

d.
B.

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan
makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak
(Sudarmadji,2003).
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme dinyatakan
dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity). mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk
tumbuh dan berkembang biak. Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum
dan optimum untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan
makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah air terikat (bound water).
Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan
ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah air terikat ini dianggap suatu sistem yang mempunyai derajat
keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno,1992).
Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe.
Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang
berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat
dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat
dalam arti sebenarnya.
Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam
mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum. Air ini lebih sukar dihilangkan dan
penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water activity). Jika air tipe II dihilangkan
seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai,
kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak
jenuh.
Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler,
serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah
diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi.
Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan Aw
(water activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis bahan dan suhu.
Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air
biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992).
Kadar Air dalam Bahan Makanan
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan.
Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan
kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban
relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat
hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.
Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aw = ERH/100
Aw = aktivitas air
ERH = kelembaban relative seimbang
Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada
hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut
kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya.
Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama
tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila
bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat
mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw
yang rendah (Wulanriky,2011).

Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti
dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan
tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang
paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteribakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw
yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk
pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara
lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan
mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang
daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung
dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering
buatan (Winarno,1992).
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan
hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme,
sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan sebagainya.
Bahan pangan kita baik yang berupa buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak berjasa dalam
memenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan
airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air akan dapat menghasilkan buah apel
yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air 87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak
kandungan airnya adalah semangka dengan kadar air 97%.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan
itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan
makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari
perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari
bahan itu sendiri.
Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa kandungan airnya
rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air
yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum
dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan kesulitan bahan
pangan dan air, manusia mungkin dapat tahan hidup tanpa makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi
tanpa minum akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari satu minggu.
Yang terdapat pada bahan pangan berbeda-beda. Untuk menentukan kadar air pada bahan pangan
tersebut, harus dilakukan dengan uji analisa kandungan air yang dilakukan dengan suatu metode
tertentu. Bentuk fisik bahan pangan tidak dapat dijadikan patokan untuk menentukan kandungan air
bahan. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kandungan air beberapa jenis bahan pangan:
Jenis Bahan Pangan

KA (%)

Jenis Bahan Pangan

KA (%)

Tomat

94

Ikan Kering

38

Semangka

93

Daging Sapi

66

Kol

92

Roti

36

Nanas / Nenas

85

Buah kering

28

Kacang Hijau

90

Susu Bubuk

Susu Sapi

88

Tepung Terigu

12

Source: F.G. Winarno (1977)

Seperti yang bisa dilihat dari tabel (table) diatas, jika dilihat dari bentuk fisik, seharusnya kadar air nenas
harusnya lebih tinggi dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air Kol lebih tinggi dari nenas bahkan
dari susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu untuk mengetahui kandungan air suatu bahan
perlu dilakukan suatu analisa yang nantinya bukan hanya menentukan jumlah kandungan air tetapi juga
berfungsi untuk mengetahui tipe air dari bahan pangan tersebut.
C. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada
suhu 105-110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan
sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas,
dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula
tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan,
bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat
yang konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan
refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap
sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.
Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil
mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan
bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk
biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan
berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur,
dioksida, dan piridina dalam methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi
(Winarno.1992).
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :
1. Metode pengeringan
2. Metode destilasi
3. Metode kimiawi
4. Metode fisis
1.

Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan


Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang
bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.
Kelemahan cara ini adalah :
a. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol,
asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
b. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap. Contoh gula
mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi.
c. Bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya
air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan. Maka dapat dilakukan dengan suhu rendah dan tekanan
vakum. Dengan demikian akan diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya
(Sudarmadji.2003).
2.

Penentuan Kadar Air Cara Destilasi


Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan pembawa cairan kimia
yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan tidak dapat bercampur dengan air serta
mempunyai berat jenis lebih rendah dari pada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain : toluen,
xylen, benzen, tetrakhlorethilen dan xylol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia
sebanyak 75-100 ml pada sampel yang diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml kemudian
dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung
penampung. Karena berat jenis air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian

bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat
diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil
yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya memerlukan waktu 1 jam
(Sudarmadji,2003).

3.

Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain :
a. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol. Reagen lain yang
digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk
melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin
dan methanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan
tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka iodin akan
bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka
dapat ditambahkan metilen biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru
akan berubah warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air
dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang
dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat
ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat
mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).
b.

1)
2)
1)
2)

c.

4.

Cara Kalsium Karbid


Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini
sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan
berbagai cara.
Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya
merupakan berat asetilin.
Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan mengukur volumenya.
Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat
diketahui kadar air bahan.
Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan dalam ruang tertutup.
Dengan mengetahui tekanan dan volme asetilin dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat
diketahui kadar air baha
Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga dihasilkan tembaga asetilin yang
dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada
pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat
singkat yaitu sekitar 10 menit (Sudarmadji,2003).
Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air menghasilkan asam yang
dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan
didispersikan dalam piridin.

Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:
a. Berdasarkan tetapan dieletrikum
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance) (Sudarmadji,2003).

Sumber : http://artikelkesmas.blogspot.com/2013/12/makalah-analisis-kadar-air.html
2.1 Metode Analisa Kadar Air
2.1.1 Metode Pengeringan (Oven)
Metode oven biasa/ pengeringan yang digunakan merupakan salah satu metode pemanasan
langsung dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu
tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode
pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung.
Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi,
serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti tepung-tepungan dan
serealia (AOAC 1984).
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jlaan pemanasan. Kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan
murah. Kelemahannya antara lain:
Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap misalnya alkohol,
asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.
Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh
gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.
- Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun
sudah dipanaskan.
2.1.2

Metode Destilasi
Metode destilasi adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air suatu bahan
pangan yang mudah menguap, memiliki kandungan air tinggi, dan bahan yang mudah teroksidasi.
Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki ciri-ciri di atas agar pengeringan yang
dilakukan
tidak
menghilangkan
kadar
air
seluruhnya.
Destilasi dilakukan melalui tiga tahap, yakni evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap air dari
cairan; pemisahan uap cairan di dalam klom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih
rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil; dan kondensasi dari uap cairan untuk
mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil (Guenther 1987).
Metode destilasi ini diguanakan suatu pelarut yang immiscible yaitu pelarut yang tidak dapat
saling bercampur dengan air dan diisuling bersama-sama dari contoh yang telah ditimbang dengan teliti.
Pelarut tersebut memiliki titik didih sedikit di atas titik didih air. Pelarut yang biasa digunakan adalah
toluene, xylene, dan campuran pelarut-pelarut ini dengan pelarut lain. Metode ini sering digunakan pada
produik-produk bahan pangan yang mengadung sedikit air atau mengandung senyawa volatil,
diantaranya adalah keju biru, kopi dan bahan volatil seperti rempah-rempah yang banyak mengandung
minyak volatile (Guenther 1987).
2.1.3

Metode Desikasi Kimia


Dengan bantuan bahan kimia yang mempunyai kemampuan menyerap air tinggi, seperti: fosfor
pentaoksida (P2O5), barium monoksida (BaO), magnesium perklorat (MgCl 3), kalsium klorida anhidrous
(CaCl2), dan asam sulfat (H2SO4) pekat. Senyawa P2O5, BaO, dan MgClO3 merupakan bahan kimia yang
direkomendasi oleh AOAC (1999).
Metode analisis ini cukup sederhana. Contoh yang akan dianalisis ditempatkan pada cawan
kemudian diletakkan dalam desikator. Bahan pengering ditaburkan atau dituangkan pada alas desikator.
Proses pengeringan berangsung pada suhu kamar sampai berat konstan/tetap. Untuk mencapai berat
konstan dibutuhkan waktu lama dan keseimbangan kadar airnya tergantung pada reaktivitas kimia
komponen dalam contoh tersebut terhadap air.

Metode ini sangat sesuai untuk bahan yang mengandung senyawa volatil (mudah menguap)
tinggi, seperti rempah-rempah. Penggunaan suhu kamar dapat mencegah hilangnya senyawa menguap
selama pengeringan

2.1.4

Metode Karl Fischer


Metode ini digunakan untuk mengukur kadar air contoh dengan metode volumetri berdasarkan
prinsip titrasi. Titran yang digunakan adalah pereaksi Karl Fischer (campuran iodin, sulfur dioksida, dan
pridin dalam larutan metanol). Pereaksi karl fischer pada metode ini sangat tidak stabil dan peka
terhadap uap air oleh karena itu sebelum digunakan pereaksi harus selalu distandarisasi.
Selama proses titrasi terjadi reaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan adanya air. Reaksi
reduksi iodin akan berlangsung sampai air habis yang ditunjukka munculnya warna coklat akibat
kelebihan iodin. Penentuan titik akhir titrasi sulit dilakukan karena kadang-kadang perubahan warna
yang terjadi tidak terlalu jelas.
Pereaksi karl fischer sangat sensitif terhadap air. Sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk
analisis kadar air bahan pangan yang mempunyai kandungan air sangat rendah (seperti minyak/lemak,
gula, madu, dan bahan kering). Metode Karl Fischer juga dapat digunakan untuk mengukur kadar air
konsentrasi 1 ppm.
2.2.5 Metode Termogravimetri
Metode ini dilakukan dengan cara mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan panas. Perubahan
berat (karena hilangnya air dari bahan selama pemanasan) dicatat oleh neraca termal (thermobalance)
secara otomatis sebagai fungsi dari waktu dan suhu. Diperoleh kurva perubahan berat selama pemanasan
untuk suatu program suhu tertentu.
Pencatatan berlangsung sampai bahan mencapai berat konstan/tetap. Penimbangan dilakukan secara
otomatis di dalam alat pengering dan kesalahan akibat penimbangan sangat kecil. Analisis dilakukan
dalam waktu yang singkat. Jumlah sampel yang digunakan hanya sedikit yaitu berkisar mg sampai 1
gram. Kurva perubahan berat air selama pengeringan dapat menunjukkan sifat fisiko kimia tentang gaya
yang mengikat air pada komponen di dalam contoh serta data kinetik dari proses pengeringan.

Anda mungkin juga menyukai