PEMBAHASAN
a.
b.
c.
d.
B.
Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan
makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, ensimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak
(Sudarmadji,2003).
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme dinyatakan
dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity). mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk
tumbuh dan berkembang biak. Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum
dan optimum untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air yang terdapat dalam bahan
makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini adalah air terikat (bound water).
Walaupun sebenarnya istilah ini kurang tepat, karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan
ada yang tidak terikat. Karena itu, istilah air terikat ini dianggap suatu sistem yang mempunyai derajat
keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno,1992).
Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe.
Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang
berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat
dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat
dalam arti sebenarnya.
Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam
mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dengan air minum. Air ini lebih sukar dihilangkan dan
penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (water activity). Jika air tipe II dihilangkan
seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai,
kecuali pada produk-produk yang dapat mengalami oksidasi akibat adanya kandungan lemak tidak
jenuh.
Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler,
serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah
diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi.
Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, kandungan air bahan berkisar antara 12-25 % dengan Aw
(water activity) kira-kira 0,8% tergantung dari jenis bahan dan suhu.
Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air
biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992).
Kadar Air dalam Bahan Makanan
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan.
Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan
kelembaban udara disekitarnya. Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban
relatif tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat dibuat
hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.
Aktivitas air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Aw = ERH/100
Aw = aktivitas air
ERH = kelembaban relative seimbang
Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif pada
hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut
kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya.
Pada kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw yang sama
tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila
bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat
mengikat air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw
yang rendah (Wulanriky,2011).
Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai 1. Nilai 0 berarti
dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1 menunjukkan bahwa bahan pangan
tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang, khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang
paling tinggi untuk pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteribakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat hidup pada nilai Aw
yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk
pangan tertentu supaya lebih awet biasa dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara
lain dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009).
Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan
mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik,
misalnya bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk memperpanjang
daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus dihilangkan dengan beberapa cara tergantung
dari jenis bahan. Umumnya dilakukan pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering
buatan (Winarno,1992).
Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda, baik itu bahan makanan
hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-zat makanan dan sisa-sisa metabolisme,
sebagai media reaksi yang menstabilkan pembentukan boiopolimer, dan sebagainya.
Bahan pangan kita baik yang berupa buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak berjasa dalam
memenuhi kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah kandungan
airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air akan dapat menghasilkan buah apel
yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air 87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak
kandungan airnya adalah semangka dengan kadar air 97%.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan
itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan
makanan tersebut atau alat-alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari
perubahan-perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang berasal dari
bahan itu sendiri.
Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan diketahui bahwa kandungan airnya
rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air
yang baru. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum
dan sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan kesulitan bahan
pangan dan air, manusia mungkin dapat tahan hidup tanpa makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi
tanpa minum akan meninggal dunia dalam waktu kurang dari satu minggu.
Yang terdapat pada bahan pangan berbeda-beda. Untuk menentukan kadar air pada bahan pangan
tersebut, harus dilakukan dengan uji analisa kandungan air yang dilakukan dengan suatu metode
tertentu. Bentuk fisik bahan pangan tidak dapat dijadikan patokan untuk menentukan kandungan air
bahan. Pada tabel berikut ini dapat dilihat kandungan air beberapa jenis bahan pangan:
Jenis Bahan Pangan
KA (%)
KA (%)
Tomat
94
Ikan Kering
38
Semangka
93
Daging Sapi
66
Kol
92
Roti
36
Nanas / Nenas
85
Buah kering
28
Kacang Hijau
90
Susu Bubuk
Susu Sapi
88
Tepung Terigu
12
Seperti yang bisa dilihat dari tabel (table) diatas, jika dilihat dari bentuk fisik, seharusnya kadar air nenas
harusnya lebih tinggi dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air Kol lebih tinggi dari nenas bahkan
dari susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu untuk mengetahui kandungan air suatu bahan
perlu dilakukan suatu analisa yang nantinya bukan hanya menentukan jumlah kandungan air tetapi juga
berfungsi untuk mengetahui tipe air dari bahan pangan tersebut.
C. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan
Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat
bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada
suhu 105-110C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan
sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas,
dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti bahan bekadar gula
tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan,
bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat
yang konstan. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan
refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap
sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi.
Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan kadar air. Mc Neil
mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan
bahan yang akan diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk
biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara pengeringan
berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur,
dioksida, dan piridina dalam methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi
(Winarno.1992).
Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :
1. Metode pengeringan
2. Metode destilasi
3. Metode kimiawi
4. Metode fisis
1.
bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat
diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang kandungan airnya kecil
yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan kadar air ini hanya memerlukan waktu 1 jam
(Sudarmadji,2003).
3.
Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain :
a. Cara Titrasi Karl Fischer (1935)
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine dalam metanol. Reagen lain yang
digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk
melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin
dan methanol akan mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan
tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis, maka iodin akan
bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka
dapat ditambahkan metilen biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru
akan berubah warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil dipakai untuk penentuan kadar air
dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang
dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat
ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat
mencapai 0,2 mg (Sudarmadji,2003).
b.
1)
2)
1)
2)
c.
4.
Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:
a. Berdasarkan tetapan dieletrikum
b. Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi
c. Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti resonance) (Sudarmadji,2003).
Sumber : http://artikelkesmas.blogspot.com/2013/12/makalah-analisis-kadar-air.html
2.1 Metode Analisa Kadar Air
2.1.1 Metode Pengeringan (Oven)
Metode oven biasa/ pengeringan yang digunakan merupakan salah satu metode pemanasan
langsung dalam penetapan kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu
tertentu sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode
pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang terkandung.
Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap pemanasan yang agak tinggi,
serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan glukosanya seperti tepung-tepungan dan
serealia (AOAC 1984).
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jlaan pemanasan. Kemudian
menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan
murah. Kelemahannya antara lain:
Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap misalnya alkohol,
asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.
Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh
gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.
- Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun
sudah dipanaskan.
2.1.2
Metode Destilasi
Metode destilasi adalah suatu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air suatu bahan
pangan yang mudah menguap, memiliki kandungan air tinggi, dan bahan yang mudah teroksidasi.
Metode ini digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki ciri-ciri di atas agar pengeringan yang
dilakukan
tidak
menghilangkan
kadar
air
seluruhnya.
Destilasi dilakukan melalui tiga tahap, yakni evaporasi yaitu memindahkan pelarut sebagai uap air dari
cairan; pemisahan uap cairan di dalam klom, untuk memisahkan komponen dengan titik didih lebih
rendah yang lebih volatil dari komponen lain yang kurang volatil; dan kondensasi dari uap cairan untuk
mendapatkan fraksi pelarut yang lebih volatil (Guenther 1987).
Metode destilasi ini diguanakan suatu pelarut yang immiscible yaitu pelarut yang tidak dapat
saling bercampur dengan air dan diisuling bersama-sama dari contoh yang telah ditimbang dengan teliti.
Pelarut tersebut memiliki titik didih sedikit di atas titik didih air. Pelarut yang biasa digunakan adalah
toluene, xylene, dan campuran pelarut-pelarut ini dengan pelarut lain. Metode ini sering digunakan pada
produik-produk bahan pangan yang mengadung sedikit air atau mengandung senyawa volatil,
diantaranya adalah keju biru, kopi dan bahan volatil seperti rempah-rempah yang banyak mengandung
minyak volatile (Guenther 1987).
2.1.3
Metode ini sangat sesuai untuk bahan yang mengandung senyawa volatil (mudah menguap)
tinggi, seperti rempah-rempah. Penggunaan suhu kamar dapat mencegah hilangnya senyawa menguap
selama pengeringan
2.1.4