Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“ANALISIS KADAR AIR DALAM PANGAN”

Nama : Andriani

NIM : 19 001 001

Mata Kuliah : Metode Analisa dan Manajemen Laboratorium Pengujian Mutu


Hasil Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


SEKOLAH TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah yang Maha Esa, sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu. Dimana
makalah ini yang berjudul “ ANALISIS KADAR AIR DALAM PANGAN”
Dalam kesempatan ini, saya juga ingin mengucapkan terimakasih
banyak kepada seluru pihak yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan makalah ini, Semoga Tuhan senantiasa membalas dengan
kebaikan yang berlipat ganda.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak guna perbaikan dan kelengkapan penyusunan
makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palu, 9 Oktober 2021

Andriani
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Kata Pengantar


Kadar air dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu
bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam
makanan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan
(dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia, metode khusus
(Anonim,2003).
Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari
kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan
aktivitas air. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai
dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet
bahan pangan tersebut. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam
pengolahan dan pengelolaan pasca olah bahan pangan (Purnomo,1995). Selain
air, bahan pangan juga mengandung zat-zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan
atau biasa disebut dengan zat-zat gizi. Zat gizi tersebut telah dibuktikan
bermanfaat dalam menjaga atau mengobati satu atau lebih penyakit atau
meningkatkan performa fisiologisnya (Winarno 1990).
Kandungan air dari suatu bahan pangan perlu diketahui terutama untuk
menentukan persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Jumlah kadar air yang
terdapat di dalam suatu bahan pagan sangat berpengaruh atas seluruh susunan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan. Dengan diketahuinya kandungan air
dari suatu bahan pangan, maka dapat diketahui berat kering dari bahan tersebut
yang biasanya konstan.
Penentuan kadar air suatu bahan pangan bergantung pada sifat bahan
pangan itu sendiri. Penentuan ini terkadang tidak mudah dilakukan karena
terdapat bahan yang mudah menguap pada beberapa jenis bahan pangan, dan
adanya air yang terurai pada bahan pangan, serta oksidasi lemak pada bahan
pangan tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi penentuan kadar air yang tepat
yaitu air yang ada dalam bahan pangan terikat secara fisik dan Ada yang secara
kimia.
1.2. Rumusan
a. Apa itu analisis kadar air?
b. Apa saja metode yang digunakan pada analisis kadar air?
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian analisis kadar air
b. Untuk mengetahui metode yang digunakan pada analisis kadar air
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Dalam Bahan Pangan


Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan,
meskipun Bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial
dalam Kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air dalam bahan
pangan Terdapat dalam berbagai bentuk, yaitu :
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan inter-granular
serta Pori-pori yang terdapat pada bahan
2. Air terikat secara lemah karena teradsorpsi pada permukaan koloid
Makromolekuler seperti protein, pectin pati,dan selulosa. Selain itu air
juga Terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat
yang ada Dalam sel. Air dalam bentuk ini masih memiliki sifat air
bebas dan dapat Dikristalkan dalam proses pembekuan. Ikatan antara
air dengan koloid Tersebut merupakan ikatan hidrogen
3. Air dalam keadaan terikat kuat yaitu air yang membentuk hidrat.
Ikatannya Bersifat ionic sehingga relative sukar dihilangkan atau
diuapkan. Air jenis ini Tidak membeku meskipun didinginkan pada
suhu 0°
Air bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan
pangan, Seperti proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh
aktivitas Serangga perusak. Sedangkan air dalam bentuk lain tidak
membantu terjadinya Proses kerusakan pada bahan pangan. Sehingga kadar
air bukan parameter Absolut untu dipakai meramalkan kecepatan terjadinya
kerusakan bahan Makanan. Dalam hal ini, digunakan pengertian aktivitas air
(Aw) untuk
Menentukan kemampuan air dalam proses-proses kerusakan bahan
makanan.

Hubungan kadar air dan air bebas atau Aw ditunjukan dengan


Kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar air semakin tinggi pula nilai
Aw. Akan tetapi, hubungan tersebut tidak linier melainkan berbentuk kurva
sigmoid. Kadar air dinyatakan dalam prosen (%) dalam skala 0-100,
sedangkan nilai Aw Dinyatakan dalam angka decimal pada kisaran skala
0-1,0. Kurva hubungan Antara kadar air dan Aw bahan disebut juga
sebagai kurva Isoterm Sorbsi Lembab (ISL).

2.2. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu bahan.


Dalam simplisia, menentukan tingkat keamanan untuk disimpan. Dalam
bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan. Selain itu
juga sebagai penentu dalam proses pengolahan maupun pendistribusian
agar ditangani secara tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven
biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus. Daya awet bahan
pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik,
kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam bahan
pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat
erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Dalam Bahan Pangan


Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan temperature 273,15 K (0ºC). Air
merupakan pelarut yang kuat, melarutkan banyak zat kimia. Zat-zat yang larut
dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut sebagai zat-zat “hidrofilik”
(pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tecampur dengan air (misalnya lemak
dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik” (takut air) (Wulanriky, 2011).

Meskipun sering diabaikan, air merupakan salah satu unsur penting dalam
makanan. Air sendiri meskipun bukan merupakan sumber nutrien seperti bahan
makanan lain, namun sangat esensial dalam kelangsungan proses biokimia
organisme hidup. Salah satu pertimbangan penting dalam penentuan lokasi pabrik
pengolahan bahan makanan adalah adanya sumber air yang secara kualitatif
memenuhi syarat. Dalam pabrik pengolahan pangan, air diperlukan untuk berbagai
keperluan misalnya : pencucian, pengupasan umbi atau buah, penentuan kualitas
bahan (tenggelam atau mengambang), bahan baku proses, medium pemanasan
atau pendinginan, pembentukan uap, sterilisasi, melarutkan dan mencuci bahan sisa
(Sudarmadji,2003).

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen
di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedangkan bentuk air dapat ditemukan
sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila
terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan
cara tersebut. Sebenarnya air dapat terikat secara fisik, yaitu ikatan menurut sistem
kapiler dan air terikat secara kimia, antara lain air kristal dan air yang terikat dalam
sistem dispersi (Purnomo,1995).

Air di dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air
terikat lemah atau air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Pada umumnya air bentuk
pertama dan yang kedua dominan, sedangkan air terikat jumlahnya sangat kecil.

1. Air Bebas
Air bebas ada didalam ruang antar sel, intergranular, pori-pori bahan,
Atau bahkan pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut juga sebagai
Aktivitas air atau “water activity” yang diberi notasi Aw. Disebut aktivitas air,
Karena air bebas mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan
Aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan. Didalam air bebas Terlarut
beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk Tumbuh dan
berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut juga Memungkinkan beberapa
reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu, Bahan yang mempunyai
kandungan atau nilai Aw tinggi pada umumnya Cepat mengalami kerusakan,
baik akibat pertumbuhan mikroba pembusuk Maupun akibat terjadinya reaksi
kimia tertentu, seperti oksidasi dan reaksi Enzimatik. Air bebas sangat mudah
untuk dibekukan maupun diuapkan.
2. Air Teradsorbsi
Air yang terikat lemah atau air teradsorbsi terserap pada permukaan Koloid
makromolekul (protein, pati, dll) bahan. Air teradsorbsi juga terdispersi Diantara
koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Ikatan antara air
dengan koloid merupakan ikatan hidrogen. Air teradsorbsi Relatif bebas bergerak
dan relatif mudah dibekukan ataupun diuapkan.
3. Air Terikat Kuat
Air terikat kuat sering juga disebut air hidrat, karena air tersebut Membentuk
hidrat dengan beberapa molekul lain dengan ikatan bersifat ionik. Air terikat kuat
jumlahnya sangat kecil dan sangat sulit diuapkan dan Dibekukan.

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya Proses
kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobilogis, kimiawi, Ensimatik,
bahkan oleh aktivitas serangga perusak (Sudarmadji,2003).
Jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh
Mikroorganisme dinyatakan dalam besaran aktivitas air (Aw = water activity).
Mikroorganisme memerlukan kecukupan air untuk tumbuh dan berkembang Biak.
Seperti halnya pH, mikroba mempunyai niali Aw minimum, maksimum Dan optimum
untuk tumbuh dan berkembang biak ( Ahmadi & Estiasih,2009).

Sampai sekarang belum diperoleh sebuah istilah yang tepat untuk air Yang
terdapat dalam bahan makanan. Istilah yang umumnya dipakai hingga sekarang ini
adalah “air terikat” (bound water). Walaupun sebenarnya istilah Ini kurang tepat,
karena keterikatan air dalam bahan berbeda-beda, bahkan Ada yang tidak terikat.
Karena itu, istilah “air terikat” ini dianggap suatu sistem Yang mempunyai derajat
keterikatan berbeda-beda dalam bahan (Winarno,1992).

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat dibagi atas empat tipe.

a. Tipe I adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain Melalui
suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak Dapat membeku
pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dapat Dihilangkan dengan
cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan Sering kali disebut air
terikat dalam arti sebenarnya.
b. Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan Molekul
air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak Berbeda dengan air
minum. Air ini lebih sukar dihilangkan dan Penghilangan air tipe II akan
mengakibatkan penurunan Aw (water Activity). Jika air tipe II dihilangkan
seluruhnya, kadar air bahan akan Berkisar 3-7 % dan kestabilan optimum
bahan makanan akan tercapai, Kecuali pada produk-produk yang dapat
mengalami oksidasi akibat Adanya kandungan lemak tidak jenuh.
c. Tipe III adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks Bahan
seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah Yang sering
kali disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan Dan dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi Reaksi-reaksi
kimiawi. Apabila air tipe ini diuapkan seluruhnya, Kandungan air bahan
berkisar antara 12-25 % dengan Aw (water Activity) kira-kira 0,8% tergantung
dari jenis bahan dan suhu.
d. Tipe IV adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau Air
murni dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Winarno,1992).

2.2. Kadar Air Dalam Bahan Makanan


Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
Dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka Kadar
airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara Disekitarnya.
Kadar air ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relatif tertentu
dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian dapat
dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.

Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan


kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara
kadar air dan aktivitas air. Kurva sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab (ISL).
Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada kurva
tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu memberikan Aw
yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang tinggi belum tentu
memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini dikarenakan mungkin
bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mengikat air sehingga air bebas
relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini mempunyai Aw yang rendah
(Wulanriky,2011).

Nilai Aw suatu bahan atau produk pangan dinyatakan dalam skala 0 sampai
1. Nilai 0 berarti dalam makanan tersebut tidak terdapat air bebas, sedangkan nilai 1
menunjukkan bahwa bahan pangan tersebut hanya terdiri dari air murni. Kapang,
khamir, dan bakteri ternyata memerlukan nilai Aw yang paling tinggi untuk
pertumbuhannya. Niai Aw terendah dimana bakteri dapat hidup adalah 0,86. Bakteri-
bakteri yang bersifat halofilik atau dapat tumbuh pada kadar garam tinggi dapat
hidup pada nilai Aw yang lebih rendah yaitu 0,75. Sebagian besar makanan segar
mempunyai nilai Aw = 0,99. Pada produk pangan tertentu supaya lebih awet biasa
dilakukan penurunan nilai Aw. Cara menurunkan nilai Aw antara lain dengan
menambahkan suatu senyawa yang dapat mengikat air ( Ahmadi & Estiasih,2009).

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan


makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan Aw yaitu jumlah air bebas
yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Berbagai
mikroorganisme mempunyai Aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya
bakteri Aw : 0,90 ; khamir Aw : 0,80-0,90 ; kapang Aw : 0,60-0,70. Untuk
memperpanjang daya tahan suatu bahan, sebagian air dalam bahan harus
dihilangkan dengan beberapa cara tergantung dari jenis bahan. Umumnya dilakukan
pengeringan, baik dengan penjemuran atau dengan alat pengering buatan
(Winarno,1992).

Semua bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda,


baik itu bahan makanan hewani maupun nabati. Air berperan sebagai pembawa zat-
zat makanan dan sisa-sisa metabolisme, sebagai media reaksi yang menstabilkan
pembentukan boiopolimer, dan sebagainya. Bahan pangan kita baik yang berupa
buah, sayuran, daging, maupun susu, telah banyak berjasa dalam memenuhi
kebutuhan air manusia. Buah mentah yang menjadi matang selalu bertambah
kandungan airnya, misalnya calon buah apel yang hanya mengandung 10% air akan
dapat menghasilkan buah apel yang kadar airnya 80%, nenas mempunyai kadar air
87% dan tomat 95%. Buah yang paling banyak kandungan airnya adalah semangka
dengan kadar air 97%.

Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,


kesegaran, dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan
makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-
alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Sebagian besar dari perubahan-
perubahan bahan makanan terjadi dalam media air yang ditambahkan atau yang
berasal dari bahan itu sendiri.

Bila badan manusia hidup dianalisis komposisi kimianya, maka akan


diketahui bahwa kandungan airnya rata-rata 65% atau sekitar 47 liter per orang
dewasa. Setiap hari sekitar 2,5 liter harus diganti dengan air yang baru. Diperkirakan
dari sejumlah air yang harus diganti tersebut 1,5 liter berasal dari air minum dan
sekitar 1,0 liter berasal dari bahan makanan yang dikomsumsi. Dalam keadaan
kesulitan bahan pangan dan air, manusia mungkin dapat tahan hidup tanpa
makanan selama lebih dari 2 bulan, tetapi tanpa minum akan meninggal dunia
dalam waktu kurang dari satu minggu.
Yang terdapat pada bahan pangan berbeda-beda. Untuk menentukan kadar
air pada bahan pangan tersebut, harus dilakukan dengan uji analisa kandungan air
yang dilakukan dengan suatu metode tertentu. Bentuk fisik bahan pangan tidak
dapat dijadikan patokan untuk menentukan kandungan bahan.

Jika dilihat dari bentuk fisik, seharusnya kadar air nenas harusnya lebih tinggi
dari kol, namun pada kenyataanya, kadar air Kol lebih tinggi dari nenas bahkan dari
susu sapi yang bentuk fisiknya adalah cair. Karena itu untuk mengetahui kandungan
air suatu bahan perlu dilakukan suatu analisa yang nantinya bukan hanya
menentukan jumlah kandungan air tetapi juga berfungsi untuk mengetahui tipe air
dari bahan pangan tersebut.

2.3. Penentuan Kadar Air dalam Bahan Makanan

Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini
tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-110ºC selama 3 jam atau
sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan
adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas,
dilakukan pemanasan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Seperti
bahan bekadar gula tinggi, minyak daging, kecap, dan lain-lain. kadang-kadang
pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator
dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat yang konstan.
Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan
menggunakan refraktometer disamping menentukan padatan terlarutnya pula.
Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai komponen-komponen yang
mempengaruhi indeks refraksi. Disamping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia
untuk menentukan kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas
asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan
diperiksa. cara ini dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit,
bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935
menggunakan cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dari titrasi langsung
dari bahan basah dengan larutan iodine, sulfur, dioksida, dan piridina dalam
methanol. Perubahan warna menunjukkan titik akhir titrasi (Winarno.1992).

Kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan beragai cara
antara lain :

 Metode pengeringan
 Metode destilasi
 Metode kimiawi
 Metode fisis
1) Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua
air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah :
 Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang
bersamadengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan
lain-lain.
 Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap. Contoh gula mengalami dekomposisi atau
karamelisasi,
 lemak mengalami oksidasi. Bahan yang dapat mengikat air secara kuat
sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan. Maka
dapat dilakukan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan demikian akan
diperoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya
(Sudarmadji.2003).
a. Metode Oven
Dari keseluruhan metode-metode yang dapat digunakan untuk penentuan
kadar air bahan cara langsung maka yang akan diterapkan dalam praktik analisis
pangan adalah terbatas pada penentuan kadar air dengan menggunakan metode
oven udara yang mengacu pada metode oven yang dikembangkan oleh AOAC
(1984). Pada metode ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ketelitian
penentuan kadar air bahan, yaitu: yang berhubungan dengan penanganan bahan,
kondisi oven dan perlakuan bahan setelah pengeringan.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penanganan bahan yang
mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
 Jenis bahan
 Ukuran bahan
 Partikel bahan
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi oven yang dapat
mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
 Suhu oven
 Gradien suhu oven
 Kecepatan aliran dan kelembaban udara oven
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perlakuan bahan setelah
pengeringan yang dapat mempengaruhi analisis kadar air meliputi:
 ifat higroskopis bahan
 Kelembaban udara ruang analisis
 Kelembaban udara ruang penimbangan
Untuk dapat mengurangi pengaruh faktor-faktor tersebut di atas maka
perlu dilakukan beberapa langkah awal sebagai persiapan sebagai berikut:
 Persiapan Bahan
Untuk bahan yang mengandung banyak air seperti buah-buahan,
sayuran (tomat, timun, labu air) hingga bentuk selai, saus atau kecap,
diperlukan sebanyak 10 – 20 g bahan. Selanjutnya bahan diuapkan
sampai mengental baru kemudian dikeringkan dalam oven hingga
mencapai berat konstan. Untuk bahan semi basah seperti produk cake,
bolu dan roti diperlukan sebanyak 5 – 10 g bahan. Terhadap bahan jenis
ini juga dilakukan penguapan terlebih dahulu, lalu dihancurkan hingga
kehalusan 20 mesh, baru kemudian dikeringkan dalam oven hingga
mencapai berat konstan. Untuk bahan kering seperti tepung dan susu
bubuk diperlukan sebanyak 2 – 5 g bahan. Bahan jenis ini dapat
langsung dikeringkan dalam oven. Namun untuk bahan kering seperti biji-
bijian atau kacang-kacangan harus dihancurkan terlebih dahulu hingga
kehalusan 20 – 40 mesh, baru kemudian dikeringkan dalam oven hingga
mencapai berat konstan. Penentuan banyaknya bahan yang digunakan
dalam analisis ini diperlukan untuk mendapatkan residu (bahan kering)
berkisar 1 – 2 g. untuk menghindari kesalahan dalam penimbangan.
 Persiapan Wadah Pengering dan Oven
Untuk wadah pengering dapat digunakan cawan yang terbuat dari
bahan porselen, 5 – 9 cm. dengan kedalaman cawan 2 – 3 cm. Tutup
cawan disesuaikan ukuran cawan
Oven yang digunakan dalam keadaan baik, dilengkapi dengan termostat,
sehingga suhunya dapat di kontrol (Gambar 1.2). Selama pengeringan
suhu harus dijaga konstan dengan fluktuasi suhu tidak melebihi 0,5°C.
Untuk oven vakum disarankan pengaturan penggun
 100k buah-buahan, kacang-kacangan, lemak dan minyak.
 50 mmHg untuk gula dan produk-produk dari gula.
 25 mmHg untuk biji-bijian, telur dan produk-produk dari telur.
 Persiapan Penanganan Residu Bahan Kering
pada wadah pengering yang telah dikeringkan dalam oven perlu
dijaga agar tetap kering. Karenanya cawan berisi bahan yang akan
dikeluarkan dari oven, ditutup dengan penutup cawan yang sama-sama
dikeringkan dalam oven. Cawan berisi bahan kering dari oven langsung
dimasukkan dalam desikator yang kering dan berisi bahan pengikat air
seperti fosfor pentoksida kering, kalsium klorida atau butiran halus silika
gel (Gambar 1.3). Ruang timbangan analitis juga diusahakan dalam
keadaan kering dan penimbangan dilakukan dengan segera. Sebaiknya
analisis kadar air bahan dilakukan pada saat lingkungan kelembaban
udara kering atau tidak hujan
 Analisis Kadar Air Dengan Metode Oven Udara
a) Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven udara pada suhu 100 – 102°C
sampai diperoleh berat konstan dari residu bahan kering yang dihasilkan.
Kehilangan berat selama pengeringan meripakan jumlah air yang
terdapat dalam bahan pangan yang dianalisis.
b) Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air dengan metode
ini adalah oven udara seperti terlihat pada Gambar 1.2. di atas, cawan
dengan tutupnya yang terbuat dari bahan porselen, nikel, baja tahan
karat atau aluminium. Desikator yang berisi bahan pengikat air, penjepit
cawan, dan timbangan analitis.
c) Prosedur kerja
Lakukan langkah berikut:
 Lakukan persiapan sebagaimana tersebut di atas terhadap bahan
yang akan dianalisis, persiapkan wadah pengeringan yang
diperlukan sesuai karakter bahan yang dianalisis dan dalam
keadaan bersih, persiapkan oven dengan termostat dalam
keadaan baik, serta persiapkan peralatan untuk penanganan
residu bahan kering.
 Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 105°C. selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator
selama 10 menit untuk cawan aluminium dan 20 menit untuk
cawan porselen. Cawan kemudian ditimbang. Pengeringan cawan
diulangi hingga diperoleh berat konstan dari cawan dan tutupnya
 Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut pada
persiapan bahan di atas segera dimasukkan dalam cawan dan
ditutup. Dalam keadaan terbuka cawan berisi bahan beserta tutup
cawan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 – 102°C. selama 6
jam. Cawan diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
menyentuh dinding dalam oven. Untuk bahan yang tidak
terdekomposisi dengan pemanasan yang lama, dapat dikeringkan
dalam oven selama satu malam (16 jam).
 Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan berisi bahan
dikeluarkan dari oven langsung dimasukkan dalam desikator dan
ditutup dengan penutup cawan. Dinginkan selama 10 – 20 menit,
lalu timbang cawan berisi bahan kering tertutup penutup cawan.
Setelah penimbangan, cawan berisi bahan beserta tutupnya
dikeringkan kembali ke dalam oven hingga diperoleh berat
konstan dari cawan berisi bahan beserta tutupnya.

 Analisis Kadar Air dengan Metode Oven Vakum


 Prinsip
Bahan dikeringkan dalam oven vakum dengan tekanan 25 –
100 mmHg bergantung jenis bahan (sesuai yang disebutkan dalam
persiapan oven pengering di atas), sehingga air dapat menguap pada
suhu lebih rendah dari 100°C misalnya pada suhu 60 – 70°C.
Penggunaan suhu yang lebih rendah dari metode oven udara dapat
mempermudah analisis terhadap bahan yang mudah terurai pada
suhu tinggi.
 Peralatan
Peralatan yang digunakan pada analisis kadar air dengan
metode oven vakum adalah seperangkat alat oven vakum seperti
yang terlihat pada Gambar 1.4, cawan logam dengan tutupnya,
desikator yang berisi bahan pengikat air, penjepit cawan, dan
timbangan analitis.
 Prosedur kerja
Lakukan langkah berikut:
 Pertama-tama lakukan persiapan-persiapan terhadap bahan yang
akan dianalisis kadar airnya, wadah pengering dan oven, serta
persiapan penanganan bahan hasil pengeringan seperti telah
diuraikan di atas.
 Cawan kosong beserta tutupnya dikeringkan dalam oven pada
suhu 105°C. selama 30 menit dan didinginkan dalam desikator
selama 10 menit untuk cawan aluminium dan 20 menit untuk
cawan porselen. Cawan kemudian ditimbang. Pengeringan cawan
diulangi hingga diperoleh berat konstan dari cawan dan tutupnya
 Bahan yang telah dipersiapkan sebagaimana tersebut pada
persiapan bahan di atas segera dimasukkan dalam cawan dan
ditutup. Dalam keadaan terbuka cawan berisi bahan beserta tutup
cawan dikeringkan dalam oven pada tekanan disesuaikan bahan
yang digunakan dan suhu di bawah 100°C. selama 6 jam. Cawan
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak menyentuh dinding
dalam oven. Untuk bahan yang tidak terdekomposisi dengan
pemanasan yang lama, dapat dikeringkan dalam oven selama
satu malam (16 jam).
 Setelah pemanasan, dengan penjepit cawan, cawan berisi bahan
dikeluarkan dari oven langsung dimasukkan dalam desikator dan
ditutup dengan penutup cawan. Dinginkan selama 10 – 20 menit,
lalu timbang cawan berisi bahan kering tertutup penutup cawan.
Setelah penimbangan, cawan berisi bahan beserta tutupnya
dikeringkan kembali ke dalam oven hingga diperoleh berat
konstan dari cawan berisi bahan beserta tutupnya.
 Perhitungan
Kadar air dalam bahan baik berdasarkan basis basah atau
basis kering dapat dihitung dengan persamaan yang digunakan pada
penentuan kadar air dengan metode oven udara.
2) Penentuan Kadar Air Cara Destilasi
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan
“pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi dari pada air dan
tidak dapat bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah dari
pada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain : toluen, xylen, benzen,
tetrakhlorethilen dan xylol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia
sebanyak 75-100 ml pada sampel yang diberikan mengandung air sebanyak 2-5 ml
kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan
dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis air lebih besar
daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung
penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka banyaknya dapat
diketahui. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang
kandungan airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara gravimetri. Penetuan
kadar air ini hanya memerlukan waktu ± 1 jam (Sudarmadji,2003).
 Analisis Kadar Air dengan Metode Destilasi Azeotropik
 Prinsip
Prinsip yang digunakan pada metode destilasi azeotropik adalah
penguapan air dari bahan bersama pelarut yang bersifat immiscible
pada suatu perbandingan yang tetap. Uap air bahan dan uap pelarut
dikondensasi dan ditampung dalam labu destilat. Jumlah air hasil
destilasi bahan dapat langsung ditentukan dengan membaca
meniskus pada labu destilat.
 Pereaksi dan Peralatan yang Digunakan
Pereaksi yang digunakan pada metode destilasi adalah pelarut
toluene, pelarut jenis xilen, atau tetrakloretilen. Sementara, peralatan
yang digunakan adalah seperangkat peralatan destilasi dengan labu
penampung destilat Sterling-Bidwel yang di bagian luarnya berskala,
pemanas berjaket (hot plate), kondensor tipe cold finger, labu didih,
kawat (thin glass rod) atau bulu ayam, oven untuk mengeringkan
peralatan gelas dan timbangan analitis untuk menimbang bahan yang
akan dianalisis
 Prosedur kerja
Lakukan langkah berikut:
 Bersihkan seluruh peralatan yang akan digunakan hingga benar-
benar bersih dan bebas lemak. Keringkan peralatan gelas dalam
oven pada suhu 105°C. dan dinginkan. Rangkai peralatan destilasi
seperti terlihat pada Gambar 1.6. Sampel ditimbang secukupnya
sehingga air yang terkandung di dalamnya berkisar 3 – 4 g. Biasanya
untuk sampel bawang merah cukup 5 g (Ws). Sampel dimasukkan ke
dalam labu didih dan ditambah 60 – 80 ml pereaksi (toluene, jenis
xilen atau tetrakloretilen).
 Campuran kemudian dipanaskan dengan pemanas listrik (jangan
menggunakan api) sambil di refluks perlahan-lahan dengan suhu
rendah, selama 45 menit. Selanjutnya refluks diteruskan dengan
pemanas yang tinggi selama 1 – 1½ jam. Air yang tertampung di
dalam labu penampung destilat dikumpulkan dengan menggunakan
kawat (thin glass rod) atau bulu ayam. Setelah seluruh air terkumpul,
volume air dibaca (Vs).
 Agar hasil yang diperoleh memiliki ketelitian yang tinggi maka perlu
ditetapkan faktor destilasi, yaitu faktor koreksi terhadap jumlah air
yang benar-benar dapat diuapkan oleh peralatan yang digunakan
dalam metode ini. Faktor koreksi ini dapat diperoleh dengan
merefluks air murni yang telah diketahui jumlahnya, yaitu sebanyak 3
– 4 g air murni dengan alat dan kondisi pemanasan yang sama
dengan analisis sampel. Setelah air habis terdestilasi maka air yang
tertampung pada labu penampung destilat ditentukan volumenya
dengan membaca meniskus yang ada pada labu.
 Perhitungan
Kadar air dapat dihitung dengan rumus berikut:

Keterangan:
Ws = berat sampel (g)
Vs = volume air yang didestilasi dari sampel (ml)
FD = faktor destilasi

Faktor destilasi dapat dihitung dengan rumus berikut:


Keterangan:
W = berat air yang akan didestilasi (g)
V = berat air yang terdestilasi (ml)
FD = Faktor destilasi (g/ml)

3) Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi

Yaitu antara lain :

 Cara Titrasi Karl Fischer (1935)


Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodine
dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah
sulfur dioksida dan piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk
melarutkan yodin dan dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi
lebih baik. Selain itu piridin dan methanol akan mengikat asam sulfat
yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama
masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi tetapi begitu air habis,
maka iodin akan bebas. Titrasi dihentikan pada saat timbul warna iodine
bebas. Untuk memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilen
biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau. I2 dengan mtilen biru
akan berubah warnanya menjadi hijau. Cara titrasi ini telah berhasil
dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa
lipida, lilin, pati, tepung gula, madu, dan bahan makanan yang
dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan harga yang
tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan
dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2
mg (Sudarmadji,2003).
 Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air
menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan
alat yang rumit. Jumlah asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan
berbagai cara.
 Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi
ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.
 Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup
dan mengukur volumenya.
Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui
banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
 Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi
dikerjakan dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan
volume asetilin dapat diketahui
 Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga
Dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri
Atau volumetri atau secara kolorimetri. Ketelitiannya tergantung pada
pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Penentuan kadar
air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu sekitar 10 menit
(Sudarmadji,2003).
 Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida
dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa.
Asetil khlorida yang digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan
didispersikan dalam piridin.
4) Metode Fisis
Ada beberapa cara penentuan kadar air cara secara fisis ini antara lain:
 Berdasarkan tetapan dieletrikum
 Berdasarkan konduktivitas listrik (daya hantar listrik) atau resistensi
 Berdasarkan resonansi nuklir magnetic (NMR = Nuclear Magneti
 resonance) (Sudarmadji,2003).
BAB IV
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan,
meskipun bukan sumber nutrient namun keberadaannya sangat esensial
dalam kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup. Air di dalam bahan
pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu: (1) air bebas, (2) air terikat lemah atau
air teradsorbsi, dan (3) air terikat kuat. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa
dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar)
dan temperature 273,15 K (0ºC).
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Penentuan kandungan air dapat dilakukan dengan
beberapa cara, tergantung pada sifat bahannya. Kadar air dalam bahan
makanan dapat ditentukan dengan beragai cara antara lain :
1. Metode pengeringan
2. Metode destilasi
3. Metode kimiawi
4. Metode fisis

DAFTAR PUSTAKA

Estiasih, T. dan Ahmadi, K. (2009). Teknologi Pengolahan Pangan.Jakarta:


PT. Bumi Aksara.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan


Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.http://repository.ipb.ac.id.
Diakses tanggal 16 November 2013

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM.


Yogyakarta.http://risnafranisa.blogspot.com/.../air-dalam-bahan
pangan. Diakses tanggal 16 November 2013

Winarno Surachmad. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung; Tarsito


Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.http://www.goodreads.com/book/show/6044215-kimia-
pangan-dan-gizi. Diakses tanggal 16 November 2013
Wulanriky. 2011. Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven Pengering.
http://wulanrikiy.wordpress.com/Penetapan-Kadar-Air-Metode-Oven-
Pengering-aa/. Diakses tanggal 16 November 2013.

Anda mungkin juga menyukai