Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH KROMATOGRAFI GAS

Disusun Oleh Kelompok 2 :

La Ode Muh. Alfiqra


Sri Handayani
Wa ode fitra saripati
Anissa putri dwi yanti
Monica citra defanti
Ahmad rizal
Nova destika ramadhani
Nur intan
Zelty wardina
Suriadin

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES MANDALA WALUYA KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini, dan kami buat dengan waktu yang telah di tentukan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan makalah seperti ini, pembaca dapat belajar dengan baik dan benar
mengenai Kromatografi gas.
Penulis mengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang telah
memberi sumbangsi kepada kami dalam penyelesaian makalah ini. Dan tentunya
penulis juga menyadari, bahwa masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
pada makalah ini. Hal ini Karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh
karena itu, penulis senantiasa menanti kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak guna penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini kita dapat belajar bersama demi
kemajuan kita dan kemajuan ilmu pengetahuan.
Amien.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


DAFTAR ISI ...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang ........................................................................................
B. Tujuan ......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................
1. Kromatografi.........................................................................................
2. Pengertian dan Prinsip kromatografi gas ................................................
3. Komponen pembawa kromotografi gas ................................................
4. Cara menjalankan GC............................................................................
5. Mekanisme Kerja Dalam Kromatografi Gas..........................................
BAB III PENUTUP ........................................................................................
A. Kesimpulan .............................................................................................
JURNAL
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kromatografi adalah teknik pemisahan fisik suatu campuran zat-zat kimia
yang berdasar pada perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen
campuran yang terpisah pada fase diam dibawah pengaruh pergerakan fase yang
bergerak. Kromatografi bertujuan untuk pemisahan komponen dari matriks
sampel dan tetap dibiarkan dalam fase diam kemudian ditentukan untuk analisis.
Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama
kali pada tahun 1950-an. Pekerjaan di laboratorium analisis pada umumnya tidak
dapat dipisahkan dengan proses pemisahan campuran zat-zat kimia, terutama
apabila yang dianalisis adalah suatu sampel dengan susunan yang kompleks.
Cara-cara pemisahan dan kecermatan pelaksanaan pemisahan campuran zat-zat.
Di samping itu metode analisis yang dipakai untuk penentuan zat kimia juga
menuntut adanya proses pemisahan sebelum dilakukan pengukuran kadar (secara
kuantitatif) maupun penentuan sifat fisika-kimia yang khas dari suatu zat yang
akan ditentukan. Maksud dan tujuan dilakukan pemisahan adalah untuk
memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni tidak
tercampur dengan komponen-komponen yang lainnya.
Kromatografi gas (GC) merupakan salah satu teknik spektroskopi yang
menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan
migrasi komponen-komponen penyusunnya. Kromatografi gas ditemukan pada
tahun 1903 oleh Tswett dan biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu
senyawa yang terdapat pada campuran gas. Pengidentifikasian secara lebih lanjut
dapat digunakan dalam mengestimasi konsentrasi suatu senyawa dalam fasa gas.
Kromatografi gas biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa
yang terdapat pada campuran gas dan juga mempunyai peranan penting dalam
mengestimasi konsentrasi suatu senyawa dalam fasa gas. Data-data yang
dihasilkan oleh detektor GC adalah kromatogram yang pembacaannya memiliki
fungsi tertentu tiap spesifikasinya.
Kromatografi gas merupakan salah satu jenis teknik analisis yang semakin
banyak diamati, karena terbukti dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai
masalah analisis. Pada awalnya (GC) hanya digunakan untuk analisis gas saja.
Akan tetapi dengan kemajuan ilmu dan teknologi, akhirnya (GC) dapat digunakan
untuk analisis bahan cair dan padat termasuk bahan polimer. Sekarang ini,
kromatografi sangat diperlukan dalam kefarmasian dalam memisahkan suatu
campuran senyawa. Dalam kromatografi, komponen-komponen terdistribusi
dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa antara fase
bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap pada
permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau terbagi
kedalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam pori.
Kromatografi gas merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang:
industri, farmasi, kimia, klinik, forensik, makanan, dll. (Himawan, 2009).
Kromatografi gas juga merupakan metode yang tepat dan cepat untuk
memisahkan campuran yang sangat rumit. Waktu yang dibutuhkan beragam,
mulai dari beberapa detik utnuk campuran sederhana sampai berjam-jam untuk
campuran yang mengandung 500-1000 komponen. Komponen campuran dapat
diidentifikasikan dengan menggunakan waktu tambat (waktu retensi) yang khas
pada kondisi yang tepat. Waktu tambat ialah waktu yang menunjukkan berapa
lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.waktu tambat diukur dari jejak
pencatat pada kromatogram dan serupa dengan volume tambat dalam KCKT dan
Rf dalam KLT. Dengan kalibrasi yang patut, banyaknya (kuantitas) komponen
campuran dapat pula diukur secara teliti . kekurangan utama KG adalah bahwa ia
tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.
Pemisahan pada tingkat mg mudah dilakukan, pemisahan campuran pada tingkat
g mungkin dilakukan; tetapi pemisahan dalam tingkat pon atau ton sukar
dilakukan kecuali jika tidak ada metode lain.
B. Tujuan
Adapun tujuan pada percobaan ini yaitu sebagai berikut:
1. Mempelajari instrumen pada metode kromatografi gas.
2. Memisahkan komponen menggunakan kromatografi gas.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kromatografi
Metode kromatografi bukanlah merupakan suatu metoda pemisahan
yang tunggal, akan tetapi terdiri dari sekelompok jenis kromatografi yang
pada hakekatnya satu sama lain saling berhubungan. Semua metoda
kromatografi didasarkan pada retardasi (penghambatan) selektif oleh fasa
diam terhadap pergerakan komponen-komponen oleh fasa gerak. Pemeberian
nama daripada masing -masing jenis metode kromatografi didasarkan pada
banyak hal yang berbeda sehingga sama sekali tidak ada konsistensi di dalam
nama- nama yang diberikan.
Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada pemberian nama daripada
masing- masing metode kromatografi sebagai berikut :
 Kromatografi kertas dan kromatografi gel diberiukan nama atas dasar
penggunaan “solid support” sebagai medium pemisahan
 Kromatografi adsorpsi dan partisi diberikan nama atas dasar sifat
daripada proses fisika yang terjadi selama pemisahan
 Kromatografi gas diberikan nama atas dasar penggunaan gas sebagai fasa
gerak
 Kromatografi kolom diberikan nama atas dasar penggunaan kolom
sebagai kontainer untuk fasa diam.
Seperti dijelaskan di atas, proses yang esensial di dalam kromatografi
adalah proses distribusi daripada zat terlarut (komponen- komponen sampel)
diantara fasa diam dan fasa gerak. Tabel-1 di bawah ini menunjukkan
klasifikasi metode kromatografi berdasarkan perbedaan proses distribusi,
jenis fasa gerak dan fasa diam yang digunakan
2. Pengertian dan Prinsip Kromatografi Gas
Kromatografi gas adalah suatu metode analisis yang didasarkan pemisahan
fisik zat organic atau anorganik yang stabil pada pemanasan dan mudah
diatsirikan. Pada umumnya kegunaan kromatografi gas adalah untuk melakukan
pemisahan dan identifikasi senyawa yang mudah menguap dan juga untuk
melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam campuran. Dalam
kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai
uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase
diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat
pada zat padat penunjangnya.
GC menggunakan gas sebagai gas pembawa/fase geraknya. Ada 2 jenis
kromatografi gas, yaitu :
1. Kromatografi gas–cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang
diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam.
2. Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan
kadang-kadang berupa polimerik.
Prinsip kromatografi gas: Pada dasarnya prinsip yang digunakan pada
kromatografi gas dan HPLC secara garis besar adalah sama karena sama-sama
menggunakan kolom, hanya saja pada kromatografi gas, sampel yang diinjeksikan
harus yang tahan panas karena menggunakan gas pembakar. Disamping itu pada
kromatografi gas, selain oleh afinitasnya terhadap fase diam maupun fase gerak,
pemisahannya juga ditentukan oleh titik didih keatsirian dari sampel.
Fase Diam Dan Fase Gerak Pada Kromatografi Gas
1) Fase Diam
Pemilihan fasa diam juga harus disesuaikan dengan sampel yang akan
dipisahkan. Untuk sampel yang bersifat polar sebaiknya digunakan fasa diam
yang polar. Begitupun untuk sampel yang nonpolar, digunakan fasa diam yang
nonpolar agar pemisahan dapat berlangsung lebih sempurna.
Fase diam pada Kromatografi Gas biasanya berupa cairan yang disaputkan
pada bahan penyangga padat yang lembab, bukan senyawa padat yang berfungsi
sebagai permukaan yang menyerap (kromatografi gas-padat). Sistem gas-padat
telah dipakai secara luas dalam pemurnian gas dan penghilangan asap, tetapi
kurang kegunaannya dalam kromatografi. Pemakaian fase cair memungkinkan
kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan
memisahkan hampir segala macam campuran.
2) Fase Gerak
Disebut juga sebagai gas pembawa. Fungsi utamanya adalah untuk
membawa uap analit melalui system kromatografi tanpa berinteraksi dengan
komponen-komponen sampel.
Adapun syarat-syarat fase gerak pada kromatografi gas yaitu sebagai
berikut::
1. Tidak reaktif
2. Murni (agar tidak mempengaruhi detector)
3. Dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi. Biasanya mengandung gas
helium, nitrogen, hydrogen, atau campuran argon dan metana
4. Pemilihan gas pembawa yang digunakan tergantung dari detektor apa yang
digunakan
3. Komponen dalam Kromatografi Gas
a. Gas pembawa
Pada pengamatan ini, terlihat tiga tabung gas yang memiliki warna yang
berbeda. Pada tabung 1, berisi gas tekan; tabung 2, berisi gas Nitrogen (N2) dan
pada tabung 3, berisi gas Hidrogen (H2).
Gas pembawa harus bersifat inert artinya gas ini tidak bereaksi dengan
cuplikan ataupun fasa diamnya. Gas ini disimpan dalam silinder baja bertekanan
tinggi sehingga gas ini akan mengalir cepat dengan sendirinya. Karena aliran gas
yang cepat inilah maka pemisahan dengan kromatografi gas berlangsung hanya
dalam beberapa menit saja.
Gas pembawa yang biasa digunakan adalah gas argon, helium, hidrogen
dan nitrogen. Gas nitrogen memerlukan kecepatan alir yang lambat (10 cm/detik)
untuk mencapai efisiensi yang optimum dengan HETP (High Eficiency
Theoretical Plate) minimum. Sementara hidrogen dan helium dapat dialirkan lebih
cepat untuk mencapai efisiensi optimumnya, 35 cm/detik untuk gas hidrogen dan
25 cm/detik untuk helium. Dengan kenaikan laju alir, kinerja hidrogen berkurang
sedikir demi sedikit sedangkan kinerja nitrogen berkurang secara drastis.
Semakin cepat solut berkesetimbangan di antara fasa diam dan fasa gerak
maka semakin kecil pula faktor transfer massa. Difusi solut yang cepat membantu
mempercepat kesetimbangan di antara dua fasa tersebut, sehingga efisiensinya
meningkat (HETP nya menurun). Pada kecepatan alir tinggi, solut berdifusi lebih
cepat melalui hidrogen dan helium daripada melalui nitrogen. Hal inilah yang
menyebabkan hidrogen dan helium memberikan resolusi yang lebih baik daripada
nitrogen. Hidrogen memiliki efisiensi yang relatif stabil dengan adanya perubahan
kecepatan alir. Namun, hidrogen mudah meledak jika terjadi kontrak dengan
udara. Biasanya, helium banyak digunakan sebagai penggantinya. Kotoran yang
terdapat dalam carrier gas dapat bereaksi dengan fasa diam. Oleh karena itu, gas
yang digunakan sebagai gas pembawa yang relatif kecil sehingga tidak akan
merusak kolom. Biasanya terdapat saringan (molecular saeive) untuk
menghilangkan kotoran yang berupa air dan hidrokarbon dalam gas pembawa .
Pemilihan gas pembawa biasanya disesuaikan dengan jenis detektor.
b. Injektor
Sampel dapat berupa gas atau cairan dengan syarat sampel harus mudah
menguap saat diinjeksikan dan stabil pada suhu operasional (50°-300° C). Injektor
berada dalam oven yang temperaturnya dapat dikontrol. Suhu injektor biasanya
50° C di atas titik didih cuplikan. Jumlah cuplikan yang diinjeksikan sekitar 5 µL.
Tempat pemasukkan cuplikan cair pada kolom pak biasanya terbuat dari tabung
gelas di dalam blok logam panas. Injeksi sampel menggunakan semprit kecil.
Jarum semprit menembus lempengan karet tebal disebut septum yang mana akan
mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar.
Untuk cuplikan berupa gas dapat dimasukkan dengan menggunakan alat
suntik gas (gas-tight syringe) atau kran gas (gas-sampling valve). Alat pemasukan
cuplikan untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu injeksi
split (split injection) dan injeksi splitless (splitless injection). Injeksi split
dimaksudkan untuk mengurangi volume cuplikan yang masuk ke kolom. Cuplikan
yang masuk biasanya hanya 0,1 % hingga 10 % dari 0,1-2 µL, sementara sisanya
dibuang.
Kolom
Kolom pada umumnya terbuat dari baja tahan karat atau terkadang dapat
terbuat dari gelas. Kolom kaca digunakan bila untuk memisahkan cuplikan yang
mengandung komponen yang dapat terurai jika kontak dengan logam. Diameter
kolom yang digunakan biasanya 3 mm – 6 mm dengan panjang antara 2-3 m.
kolom dibentuk melingkar agar dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam oven (
thermostat ).
Kolom adalah tempat berlangsungnya proses pemisahan komponen yang
terkandung dalam cuplikan. Di dalam kolom terdapat fasa diam yang dapat berupa
cairan, wax, atau padatan dengan titik didih rendah. Fasa diam ini harus sukar
menguap, memiliki tekanan uap rendah, titik didihnya tinggi (minimal 100º C di
atas suhu operasi kolom) dan stabil secara kimia. Fasa diam ini melekat pada
adsorben. Adsorben yang digunakan harus memiliki ukuran yang seragam dan
cukup kuat agar tidak hancur saat dimasukkan ke dalam kolom. Adsorben
biasanya terbuat dari celite yang berasal dari bahan diatomae. Cairan yang
digunakan sebagai fasa diam di antaranya adalah hidrokarbon bertitik didih tinggi,
silicone oils, waxes, ester polimer, eter dan amida. (The Techniques). Pemilihan
fasa diam juga harus disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Untuk
sampel yang bersifat polar sebaiknya digunakan fasa diam yang polar. Begitupun
untuk sampel yang nonpolar, digunakan fasa diam yang nonpolar agar pemisahan
dapat berlangsung lebih sempurna.
Ada dua tipe kolom yang biasa digunakan dalam kromatografi gas, yaitu
kolom pak (packed column) dan kolom terbuka (open tubular column).
a. Kolom pak (packed column)
Kolom pak terbuat dari stainless steel atau gelas Pyrex. Gelas Pyrex
digunakan jika cuplikan yang akan dipisahkan bersifat labil secara termal.
Diameter kolom pak berkisar antara 3 – 6 mm dengan panjang 1 – 5 m. kolom
diisi dengan zat padat halus sebagai zat pendukung dan fasa diam berupa zat cair
kental yang melekat pada zat pendukung. Kolom pak dapat menampung jumlah
cuplikan yang banyak sehingga disukai untuk tujuan preparatif. Kolom yang
terbuat dari stainless steel biasa dicuci dengan HCl terlarut, kemudian ditambah
dengan air diikuti dengan methanol, aseton, metilen diklorida dan n-heksana.
Proses pencucian ini untuk menghilangkan karat dan noda yang berasal dari agen
pelumas yang digunakan saat membuat kolom. Kolom pak diisi dengan 5%
polyethylene glycol adipate dengan efisiensi kolom sebesar 40,000 theoretical
plates
b. Kolom terbuka (open tubular column)
Kolom terbuka terbuat dari stainless steel atau quartz. Berdiameter antara 0,1
– 0,7 mm dengan panjang berkisar antara 15 - 100 m. semakin panjang kolom
maka akan efisiensinya semakin besar dan perbedaan waktu retensi antara
komponen satu dengan komponen lain semakin besar dan akan meningkatkan
selektivitas. Penggunaan kolom terbuka memberikan resolusi yang lebih tinggi
daripada kolom pak. Tidak seperti pada kolom pak, pada kolom terbuka fasa
geraknya tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom sehingga waktu
analisis menggunakan kolom ini lebih singkat daripada jika menggunakan kolom
pak.
4. Termostat (Oven)
Termostat (oven) adalah tempat penyimpanan kolom. Suhu kolom harus
dikontrol. Temperatur kolom bervariasi antara 50ºC - 250ºC. Suhu injektor lebih
rendah dari suhu kolom dan suhu kolom lebih rendah daripada suhu detektor.
Suhu kolom optimum bergantung pada titik didih cuplikan dan derajat pemisahan
yang diinginkan.
Operasi GC dapat dilakukan secara isotermal dan terprogram. Analisis
yang dilakukan secara isotermal digunakan untuk memisahkan cuplikan yang
komponen-komponen penyusunnya memiliki perbedaan titik didih yang dekat,
sedangkan sistem terprogram digunakan untuk memisahkan cuplikan yang
perbedaan titik didihnya jauh.
5. Detektor
Detektor adalah komponen yang ditempatkan pada ujung kolom GC yang
menganalisis aliran gas yang keluar dan memberikan data kepada perekam data
yang menyajikan hasil kromatogram secara grafik. Detektor menunjukkan dan
mengukur jumlah komponen yang dipisahkan oleh gas pembawa. Alat ini akan
mengubah analit yang telah terpisahkan dan dibawa oleh gas pembawa menjadi
sinyal listrik yang proporsional. Oleh karena itu, alat ini tidak boleh memberikan
respon terhadap gas pembawa yang mengalir pada waktu yang bersamaan.
Beberapa detektor yang dapat digunakan antara lain: detektor hantar bahang
(DHB), detektor ionisasi nyala (FID), detektor tangkap ion, dan lain sebagainya
6. Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pencetak hasil percobaan pada lembaran kertas
berupa kumpulan puncak, yang selanjutnya disebut sebagai kromatogram. Seperti
telah diberitahukan diawal, jumlah puncak dalam kromatogram menyatakan
jumlah komponen penyusun campuran. Sedangkan luas puncak menyatakan
kuantitas komponennya.

C. Cara Menjalankan alat GC


Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui tahap-tahap
dalam menjalankan alat GC tersebut. Yaitu:
1. Mengaktifkan dan melakukan pemanasan terhadap alat sebelum dipergunakan
dengan cara menekan tombol power dan mendiamkan selama ± 15 menit.
2. Mengalirkan gas menuju injektor dengan cara memutar knop yang terdapat
pada tabung gas.
3. Melakukan pengaturan suhu pada detektor dengan cara menekan tombol DET
lalu mengatur suhu sebesar 100oC kemudian menekan tombol OK.
4. Melakukan pengaturan suhu pada injektor dengan cara menekan tombol INJ
lalu mengatur suhu sebesar 150oC kemudian menekan tombol OK.
5. Melakukan pengaturan suhu pada kolom dengan cara menekan tombol COL
lalu mengatur suhu sebesar 200oC kemudian menekan tombol OK.
6. Mengaktifkan Detektor apabila telah tercapai suhu yang dikehendaki. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara memasukkan api ke dalam lubang detektor.
7. Melakukan pengujian terhadap detektor untuk mengetahui proses pembakaran
telah berlangsung. Hal ini dilakukan dengan cara menempelkan sebuah pada
lubang bagian atas dan mengamati apakah terdapat butiran embun atau tidak.
Apabila terdapat butiran embun maka alat detektor sudah siap digunakan.
8. Mengambil sampel dan memasukkannya ke dalam injektor dengan bantuan
alat syringe.
9. Menekan tombol spasi pada alat komputerisasi bersamaan dengan
memasukkan sampel, kemudian melihat hasil kromatografi.
10. Mengamati kromatogram dan menetukan waktu retensi (tR) sampel.
D. Mekanisme Kerja Dalam Kromatografi Gas
Pada percobaan ini, akan dilakukan pemisahan komponen-komponen pada
larutan n-Heksana. N-Heksana dapat dideteksi dikarenakan senyawa ini
merupakan senyawa organik yang memiliki titik didih cukup rendah dan bersifat
volatil.
Adapun mekanisme kerja kromatografi gas adalah sebagai berikut : gas
bertekanan tinggi dialirkan ke dalam kolom yang berisi fasa diam, kemudian
sampel berupa n-Heksana diinjeksikan ke dalam aliran gas dan ikut terbawa oleh
gas ke dalam kolom. Di dalam kolom akan terjadi proses pemisahan dari n-
Heksana menjadi komponen-komponen penyusunnya. Komponen-komponen
tersebut satu per satu akan keluar kolom dan mencapai detektor yang diletakkan di
ujung akhir kolom. Hasil pendeteksian direkam oleh rekorder dan dikenal sebagai
kromatogram. Jumlah peak pada kromatogram menyatakan jumlah komponen
yang terdapat dalam cuplikan dan kuantitas suatu komponen ditentukan
berdasarkan luas peaknya
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Kromatografi gas adalah teknik pemisahan yang didasarkan atas sampel di


antara suatu fase gerak yang bisa berupa gas dan fase diam yang juga bisa berupa
caira ataupun suatu padatan. Prinsip utama pemisahan dalam kromatografi gas
adalah berdasarkan perbedaan laju migrasi masing-masing komponen dalam
melalui kolom. Komponen- komponen yang terelusi dikenali (analisa kualitatif)
dari nilai waktu retensinya (Tr).
Aplikasi penggunaan dari kromatografi gas sangat beragam antara lain
pada bidang industri oil and gas, petrokimia, bidang bioteknologi, klinik, forensik,
lingkungan, dan industri lainnya seperti industri kertas, pertambangan, proses
logam, pertanian, kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA
Gritter,Roy J. Dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung: Penerbit ITB

Khopkar, S. M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Jakarta: UI-Press

R.A. Day, JT. & AL. Under wood. 2006. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6.
Jakarta: Erlangga

Yazid, Estien. 2005. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: CV. Andi Offset
JURNAL KIMIA 2 (2), JULI 2008 : 100-104

ISOLASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI MINYAK ATSIRI


DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga L.)

I M. Oka Adi Parwata dan P. Fanny Sastra Dewi

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak
atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L.) dengan ekstrak berwarna kuning bening
sebanyak 3,5 mL.

Hasil uji aktivitas minyak atsiri terhadap bakteri E. coli pada konsentrasi 100
ppm dan 1000 ppm menunjukkan diameter daerah hambatan sebesar 7 mm dan 9 mm,
sedangkan minyak atsiri hanya mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus pada
konsentrasi 1000 ppm sebesar 7 mm. Analisis Kromatografi Gas – Spektrometer Massa
menunjukkan bahwa minyak atsiri rimpang lengkuas didominasi oleh 8 senyawa : D-
limonen; Eukaliptol; 3-sikloheksen-1-ol, 4-metil-1-(1-metietil); Fenol, 4-(2-profenil)-
asetat; 2,6-oktadien-1-ol, 3,7-dimetil-asetat; 1,6,10-dodekatrien, 7,11-dimetil-3-metilen;
Pentadesen; sikloheksen, 1-metil-4-(5-metil-1-metilen-4-heksenil.

Kata kunci : antibakteri, minyak atsiri, Alpinia galanga L.

ABSTRACT

Isolation and antibacterial activity test of the languas rhizomes (Alpinia galanga
L.) essential oil was carried out The extract was yellow in colour with a volume of 3,5
mL. The activity test on E. coli bacteria at concentrations 100 ppm and 1000 ppm showed
a retardation area of 7mm and 9 mm in diameters. At 1000 ppm it retarded S. aureus
bacteria to a diameter of 7 mm. Gas Chromatography – Mass Spectrometer data show
that the essential oil of the languas rhizomes contains mainly 8 components : D-limonen;
Eukaliptol; 3-sikloheksen-1-ol, 4-metil-1-(1-metietil); Fenol, 4-(2-profenil)-asetat; 2,6-
oktadien-1-ol, 3,7-dimetil-asetat; 1,6,10-dodekatrien, 7,11-dimetil-3-metilen; Pentadesen;
sikloheksen, 1-metil-4-(5-metil-1-metilen-4-heksenil.

Keywords : antibacterial, essential oil, Alpinia galanga L.


PENDAHULUAN Berlatar belakang khasiat obat yang
diyakini masyarakat secara turun-temurun.
Indonesia merupakan negara yang terkenal Penelitian yang lebih intensif menemukan bahwa
dengan keanekaragaman tanaman terutama hasil rimpang lengkuas mengandung zat-zat yang dapat
pertanian dan rempah-rempah. Hal ini didukung menghambat enzim xanthin oksidase sehingga
oleh keadaan geografis Indonesia yang beriklim
bersifat sebaga antitumor. Lengkuas mengandung
tropis dengan curah hujan rata-rata tinggi
asetoksi kavikol asetat dan asetoksi eugenol asetat
sepanjang tahun. Sumber daya alam yang
dimiliki telah memberikan manfaat dalam yang bersifat antiradang dan. serta kandungan
kehidupan sehari-hari disamping sebagai100 minyak atsiri dan senyawa kimia lainnya dari
bahan makanan dan bahan bangunan, juga rimpang lengkuas, maka perlu dilakukan penelitian
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Penelitian lebih lanjut tentang aktivitas minyak atsiri rimpang
tentang kimia bahan alam dewasa ini semakin lengkuas pada berbagai konsentrasi sebagai
banyak dieksploitasi sebagai bahan obat-obatan antibakteri dan komponen-komponen senyawa
baik untuk farmasi maupun untuk kepentingan yang terkandung didalamnya pada konsentrasi
pertanian, karena disamping keanekaragaman yang aktif sebagai antibakteri (Buchbaufr, 2003)
struktur kimia yang dihasilkan juga mengurangi
efek samping yang ditinggalkan dan mudah MATERI DAN METODE
didapatkan. Salah satu tanaman tersebut adalah
lengkuas (Alpinia galanga Linn) (Muhlisah, Bahan
1999). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
Bagian dari tanaman lengkuas yang adalah rimpang lengkuas yang diperoleh di Pasar
sering digunakan sebagai obat adalah Badung, Kota Denpasar. Bahan uji hayati yang
rimpangnya. Rimpang lengkuas secara digunakan yaitu: mikroba Escherichia coli dan
tradisional digunakan untuk mengobati penyakit Staphilococcus aureus. Bahan-bahan yang
seperti : diare, disentri, panu, kudis, bercak- digunakan dalam penelitian adalah kalsium klorida
bercak kulit dan tahi lalat, menghilangkan bau anhidrat (CaCl2), natrium klorida (NaCl), akuades,
mulut, dan sebagai obat kuat. Khasiat obat pada tetrasiklin, dan amoxisilin.
suatu tanaman umumnya disebabkan oleh
kandungan metabolit sekundernya, salah satu Peralatan
diantaranya adalah minyak atsiri (Anonim, Peralatan yang digunakan dalam penelitian
2007). ini adalah seperangkat alat distilasi uap,
Minyak atsiri merupakan minyak yang seperangkat alat gelas, neraca analitik, botol tempat
mudah menguap yang akhir-akhir ini menarik minyak atsiri, aluminium foil, cakram kertas saring,
perhatian dunia, hal ini disebabkan minyak atsiri cawan Petri, dan seperangkat alat Kromatografi
dari beberapa tanaman bersifat aktif biologis Gas – Spektometer Massa.
sebagai antibakteri dan antijamur. Beberapa hasil
Cara Kerja
penelitian menemukan bahwa minyak atsiri dari
daun sirih, rimpang temu kunci, dan kunyit Rimpang lengkuas yang sudah dipotong-
memiliki aktivitas sebagai antijamur dan potong sebanyak ±10 kg, dimasukkan ke dalam
antibakteri (Elistina, 2005). Minyak atsiri pada dandang alat distilasi uap sebanyak ±3 kg secara
umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu bertahap. Dandang dirangkai dengan pendingin
golongan hidrokarbon dan golongan hidrokarbon (kondensor), kemudian dipanaskan. Air dialirkan
teroksigenasi (Robinson, 1991; Soetarno, 1990) pada kondensor dan dijaga agar air terus mengalir.
.Menurut Heyne (1987), senyawa-senyawa Temperatur kondensor dijaga tetap dingin dengan
turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) menambahkan es, sehingga minyak yang menguap
memiliki daya antibakteri yang kuat. semuanya terembunkan dan tidak lepas ke udara
Lengkuas selain mengandung minyak Distilat yang diperoleh merupakan
atsiri juga mengandung golongan senyawa campuran minyak dengan air yang selanjutnya
flvonoid, fenol, dan terpenoi. Berdasarkan dipisahkan dalam corong pisah. Untuk pemisahan
penelitian yang sudah dilakukan minyak atsiri sempurna, distilat
pada rimpang lengkuas mengandung senyawa
eugenol, sineol, dan metil sinamat (Buchbaufr, ditambah natrium klorida (NaCl) agar minyak yang
2003) teremulsi terpisah. Fase air ditampung dengan
erlenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena
kemungkinan masih mengandung sedikit minyak
yang teremulsi. Fase air ini ditambah lagi
dengan natrium klorida kemudian dipisahkan Spesies bakteri
dalam corong pisah. Pekerjaan ini dilakukan
berulang-ulang sampai semua minyak No. Antibiotik E. coli S. aureus
terpisahkan. Fase minyak yang diperoleh
(mm) (mm)
kemungkinan masih bercampur dengan sedikit
air, kemudian ditambah kalsium klorida anhidrat 1. Tetrasiklin 100 19 8
dan didekantasi. Minyak atsiri yang didapat
selanjutnya diuji aktivitas antibakteri dan ppm
dianalisis dengan Kromatografi Gas –
Spektrometer Massa. 2 Tetrasiklin 25 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 1000 ppm

Dari ±10 kg rimpang lengkuas yang 3. Amoxisilin 0 11


diekstrak, diperoleh distilat berwarna kuning
bening sebanyak 3,5 mL. 100 ppm

Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri 4. Amoxisilin 11 19


yang diperoleh dari hasil distilasi uap rimpang
1000 ppm
lengkuas dengan konsentrasi 100 ppm dan 1000
ppm dalam pelarut metanol dapat dilihat pada
Tabel 1.
Minyak atsiri rimpang lengkuas dapat
dikatakan aktif terhadap bakteri E. coli dan S.
Tabel 1 menunjukkan bahwa minyak
aureus, bila dibandingkan dengan senyawa standar
atsiri pada konsentrasi 100 ppm belum dapat
(antibiotik) seperti tetrasiklin dan amoxilin (lihat
menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus,
Tabel 2).
tapi

mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. Pada konsentrasi yang sama terlihat bahwa
coli dengan diameter daerah hambatan 7 mm. minyak atsiri menunjukkan aktivitas lebih rendah
Konsentrasi minyak atsiri pada 1000 ppm dapat terhadap kedua bakteri, hal ini disebabkan
menghambat pertumbuhan kedua bakteri yang banyaknya komponen senyawa yang kurang aktif
diuji yaitu bakteri E. coli dan S. aureus dengan pada minyak atsiri rimpang lengkuas.
diameter daerah hambatan masing-masing 9 mm
dan 7 mm.
Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri
Uji aktivitas bakteri pada konsentrasi pada umumnya mengandung gugus fungsi
minyak atsiri 100 ppm dan 1000 ppm hidroksil ( -OH) dan karbonil. Turunan fenol
menunjukkan bahwa diameter daerah hambatan berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada
(lihat Tabel 1). kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol
dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami
peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan
menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein.
Tabel 2. Hasil pengukuran diameter daerah
Pada kadar tinggi fenol
hambatan (mm) pertumbuhan bakteri
oleh antibiotik pada konsentrasi 100
ppm dan 1000 ppm
6. Puncak 6 9.90 1,6,10-dodekatrien,

Tabel 3. Spektrum massa masing-masing 7,11-dimetil-3-

puncak setelah dicocokkan dengan metilen

database 7. Puncak 7 10.39 Pentadesen

No. Puncak Waktu Senyawa yang 8. Puncak 8 10.60 Sikloheksen, 1-

Retensi diduga metil-4-(5-metil-1-

(menit) metilen-4-heksenil

Kromatogram di atas menunjukkan minimal


1. Puncak 1 4.33 D-Limonen 8 puncak yang terdeteksi. Masing-masing
puncak kemudian dianalisis dalam
2. Puncak 2 4.39 Eukaliptol
spektrometer massa. Hasil analisis minyak
3. Puncak 3 6.30 3-sikloheksen-1-ol, atsiri rimpang lengkuas dengan
Kromatografi Gas – Spektrometer Massa
4-metil-1-(1-
sesuai dengan literatur yang menyebutkan
metiletil) bahwa kandungan minyak atsiri rimpang
4. Puncak 4 8.50 Penol, 4-(2-
lengkuas adalah beberapa turunan fenol dan
terpen. Spektrum massa masing-masing
propenil)-, asetat puncak setelah dicocokkan dengan database
5. Puncak 5 8.94 2,6-oktadien-1-ol, merujuk senyawa-senyawa seperti pada
Tabel 3.
3,7-dimetil,asetat
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2007, Kunyit, http://www.id.online.org, 21 Juni 2007


Buchbaufr G., 2003, Original research paper, Acta Pharm, 53 : 73-81
Elistina, M. D., 2005, Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Dari Daun Sirih ( Piper
betle L), Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Udayana, Denpasar

Heyne K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta

Muhlisah, F., 1999, Temu-temuan dan Empon-empon Budaya dan Manfaatnya, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta

Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, a.b. Kosasih
Padmawinata, ITB, Bandung, h.132-136 Soekardjo B. dan Siswandono, 1995, Kimia
Medisinal, Universitas Airlangga,Surabaya

Soetarno S., 1990, Terpenoid, Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB, Bandung

Anda mungkin juga menyukai