Anda di halaman 1dari 6

B.

Analisis Buku Kebudayaan Jawa “Pola Rekreasi Orang Priyayi dan


Kehidupan Kesenian di Kota”

Berbagai jenis rekreasi muncul dalam kehidupan orang priyayi yang


tinggal di kota. Seperti menghadiri undangan-undangan upacara tedhak sinten,
khitanan dan perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal disekitar
mereka. Selain rekreasi tersebut, terdapat rekreasi lain yang diadakan di pasar
malam. Pertunjukan waya Di kota,pasar malam dijadikan sebagai tempat untuk
pertunjukan wayang orang, ketoprak maupun ludruk seperti di Surab baya.
Meskipun pada awalnya rekreasi yang berupa pertunjukan-pertunjukan tersebut
dianggap sebagai hiburan bagi “tiyang alit”, akan tetapi pada akhirnya orang
priyayi pun juga tertarik dengan pertunjukan tersebut dan menikmatinya.

Adapun bentuk rekreasi lain bagi orang priyayi pada zaman dahulu yang
tinggal di kota-kota yang sudah memiliki aliran listrik, yaitu hiburan biosko.
Sementara kebiasaan lain yang dilakukan oleh orang priyayi yang agak
menyimpang dari agama adalah pergi ke restoran Tionghoa dan berjudi atau
bermain kartu seperti domino dan ceki. Mereka menganggap hal tersebut tidak
begitu “haram”. Masih terdapat bentuk rekreasi lain bagi orang priyayi yang
bercorak tradisional dan sangat penting bagi peradaban Jawa yaitu Saraseyan,
sebuah pertemuan yang dihadiri oleh suatu kelompok yang tetap, yang biasanya
beranggotakan lima sampai delapan orang yang mempunyai perhatian intelektual
yang sama. Pertemuan tersebut biasanya mendiskusikan hal-hal mengenai etika,
moral, kesusastraan, filsafat, maupun politik. Pertemuan tersebut dilaksanakan
dalam 35 hari sekali berdasarkan perhitungan Jawa.

Orang Jawa mempunyai kesenian bermacam-macam dan masih sangat


digemari orang priyayi seperti seni drama wayang kulit, seni suara gamelan Jawa
dan tarian tradisional Keraton. Kesenian wayang kulit masih banyak di gemari
oleh masyarakat Jawa terutama oleh golongan priyayi. Akan tetapi di buku ini
dibahas mengenai wayang Jawa, mungkin keduanya mempunyai persamaan atau
bahkan penjelasan mengenai wayang Jawa cakupannya lebih luas, lagi pula semua
wayang yang ada di Jawa kebanyakan terbuat dari kulit. Wayang Jawa merupakan
“compelling religious mythology” serta menjadi unsur penting kebudayaan Jawa
yang menyatukan masyarakat Jawa secara menyeluruh.Orang Jawa mengenal
paling sedikit mengenal enam jenis pertunjukan wayang, yaitu:1. Ringgit purwa,
2. Ringgit gedhog, 3. Ringgit golek, 4.nringgit klithik, 5. Ringgit beber, 6. Ringgit
madya.

Salah satu jenis wayang, yaitu wayang ringgit purwa dapat dikatakan
sebagai seni drama wayang yang umurnya sudah sangat tua. Dalam buku
kebudayaan Jawa “Pola Rekreasi Orang Priyayi dan Kehidupan Kesenian di
Kota” dipaparkan beberapa ahli berusaha membuktikan bahwa wayang
merupakan peninggalan asli orang Jawa, bukan dari kebudayaan India ataupun
kebudayaan lainnya. Misalnya saja W. H. Rassers, yang mengungkapkan
pendapatnya Bahwa “wayang adalah sisa darisuatu upacara inisiasi totem di
zaman prasejarah di Jawa”. Untuk memperkuat gagasannya, W. H. Rassers
menunjukan beberapa bukti. Salah satu bukti untuk memperkuat pendapatnya
adalah mengenai tokoh dalang yang diserupakan dengan pendeta dari upacara itu,
juga mengenai layar putih yang digantung di pintu masuk untuk memisahkan
bagian dalam rumah yang merupakan tempat bagi para wanita. Hal tersebut
diserupakan dengan pertunjukan wayang zaman dahulu yang telah memisahkan
pria dan wanita pada pertunjukannya.

Yang kedua adalah kesenian gamelan Jawa. Orkes gamelan jawa tentunya
sebuah seni suara gamelan yang erat kaitannnya dengan seni drama wayang kulit
karena gamelan ini yang mengiringi pertunjukan wayang. Gamelan Jawa terdiri
dari alat-alat pukul dna genderang, sedangkan alat tiup dan alat gesek tidak begitu
penting. Selain alat musick, orkes gamelan juga terdiri dari paduan suara pria dan
wanita serta penyanyi tunggal (pesindhen).
Ketiga adalah kesenian Jawa yang berupa tari-tarian lebih tepatnya tarian
keratin Jawa. Kesenian tari tradisional yang berasal dari keratin ini memiliki dua
gaya, yakni gaya kraton Surakarta dan kraton Yogyakarta. Kedua gaya tarian ini
jelas memiliki perbedaan, perbedaan tersebut terletak pada gerakan kaki. Tarian
kraton Surakarta mempunyai gerakan kaki menghadap ke samping luar (lebih
terbuka) dan hanya memindahkannya dengan menggeser. Sedangkan gerakan
untuk yang berasal dari kraton Yogyakarta mempunyai gerakan kaki dengan
lompatan ke samping.
Menurut fungsinya, tari-tarian keratin dapat digolongkan kedalam empat
golongan, yaitu: 1. Tarian upacara dengan latar belakang keramat, 2. Tarian
senjata dan perang, 3. Tarian drama, 4. Tarian wanita penghibur.
Selain digolongkan berdasarkan fungsinya, tari-tarian tradisional keratin Jawa
juga di golongkan berdasarkan berbagai kepribadian manusia, yaitu: 1. Tari
putrid, 2. Tari alusan, 3. Tari gagahan kalang kinantang, 4. Tari gagahan
kambeng, 5. Tari bapang, 6. Tari wanara, 7. Tari cantrik, dan masih banyak lagi.

Pada dasarnya seni tari Jawa merupakan suatu ekspresi seni kolektif.
Kebanyakan komposisi tarian Jawa juga harus dilakukan lebih dari satu orang,
jika terdapat satu orang yang melakukannya pasti memerankan peranan yang
sangat penting. Seiring perkembangan zaman, yang di tandai dengan adanya era
globalisasi menjadikan tarian tradisional Jawa juga semakin berkembang,
perkembangan tersebut ditandai dengan munculnya penari-penari yang
mengembangkan gaya-gaya tariannya mirip dengan tarian Eropa. Beberapa
gerakan dalam tarian Jawa dimodifikasi dengan tarian Eropa, misalnya lompatan,
ekspresi muka dan lain-lain. Namun, hal ini menyebabkan tarian klasik atau tarian
asli keraton sedikit banyak mengalami perubahan. Meskipun mengalami
perubahan dalam gaya atau gerakannya dan telah mengalami beberapa
perkembangan orang Jawa masih menganggap luhur tarian-tarian tersebut dan
belum ada yang bisa menandingi tarian tradisional Jawa.
Kehidupan manusia tidak akan lepas dari sebuah aktivitas yang pastinya
membuat manusia tersebut merasa bosan dan jenuh dengan segala rutinitas
maupun aktivitas yang setiap hari dilakukan. Untuk menghilangkan kejenuhan
atau kebosanan tersebut manusia membutuhkan hiburan atau rekreasi. Rekreasi
merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh oramg-orang secara sengaja yang
tujuannya untuk mencari kesenangan, kepuasan serta untuk me-refres rohani dan
jasmani seseorang. Pola rekreasi terdiri dari tiga bentuk yaitu bemtuk pesta atau
hajatan, bepergian atau melancong, dan bentuk belanja. Akan tetapi hanya bentuk
pola rekreasi yang pertama yang mempunyai hubungan langsung dengan
fenomena kesenian lokal di Jawa.
Pada hakekatnya, pola rekreasi dan kehidupan kesenian masyarakat Jawa
tidak jauh berbeda antara daerah satu dengan daerah lainnya. Misalnya saja
bentuk rekreasi yang berhubungan dengan fenomena kesenian lokal di kota Solo,
Jawa Tengah pastinya tidak berbeda jauh dengan rekreasi masyarakat kota
Lamongan, Jawa Timur.
Dalam buku kebudayaan Jawa Pola Rekreasi Orang Priyayi dan
Kehidupan Kesenian di Kota (Koentjaraningrat:286) mengatakan “ di kota orang
priyayi masih harus memenuhi undangan untuk menyaksikan upacara tedhak
sinten, khitanan, perkawinan, yang diselenggarakan oleh para kenalannya untuk
memelihara hubungan baik dengan penduduk desa, agar program pemerintah
pusat dijalankan dengan baik”… “untuk itu mereka kadang-kadang terpaksa
menonton wayang kulit semalan suntuk”
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa orang-orang priyayi yang tinggal di
Jawa akan menonton wayang kulit sebagai salah satu bentuk rekreasi dalam
sebuah undangan pesta atau hajatan yang dilaksanakan oleh rekan-rekannya yang
ada di kota maupun di desa. Namun mereka melakukannya dengan terpakasa
karena mereka menganggap bahwa menonton wayang kulit merupakan hiburan
atau rekreasi bagi tiyang alit atau masyarakat kecil dan orang-orang priyayi tidak
pantas untuk menonton pertunjukan tersebut. Akan tetapi, akhir-akhir ini
rombongan wayang orang serta rombongan ludruk telah berhasil meningkatkan
mutu pertunjukan mereka sehingga mereka berhasil menarik perhatian orang-
ornag priyayi. Selain wayang kulit atau wayang orang, kesenian Jawa lain yang
dijadikan rekreasi adalah gamelan Jawa dan tarian keraton Jawa. Untuk gamelan
Jawa sendiri erat kaitannya dengan pertunjukan wayang ataupun tari-tarian.
Karena pertunjukan wayang atau tari-tarian tidak akan terlihat nilai estetikanya
tanpa diiringi music gamelan Jwa tersebut.
Sedangkan untuk tari tradisional keraton diselenggarakan di pendhopo
untuk menyambut acara-acara besar atau hari-hari besar pada kalangan orang
priyayi. Tari-tarian keraton Jawa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan
fungsinya dan berdasarkan kepribadian manusia. Jadi untuk pementasan tari-
tarian keraton Jawa sendiri dapat disesuaikan berdasarkan fungsi dari tari-tarian
tersebut.
Hal yang sama ditunjukan pula pada buku Purifikasi dan Reproduksi
Budaya di Pantai Utara Jawa bab tiga tentang pola rekreasi dan kesenian rakyat
(Asyuri bin Samin:33) bahwa “pola rekreasi dalam bentuk pesta atau hajatan
diselenggarakan dalam rangka pernikahan, khitanan atau sunatan, sedekah bumi
atau untuk memperingati hari-hari besar lainnya”.
Namun bedanya, acara tersebut dilakukan oleh para petani kaya yang
akan menikahkan atau mengkhitankan putra/putrinya. Selain dalam acara
pernikahan atau khitanan dan hari-hari penting lainnya, pentuk rekreasi pesta atau
hajatan biasanya diselenggarakan pada bulan-bulan setelah musim panen berakhir.
Para petani kaya tersebut seringkali menanggap kesenian local seperti wayang
kulit, penari gambyong (tandhak),pemain kentrung, ludruk dan lain-lain.
Pertunjukan seni tersebut biasanya diselenggarakan di pekarangan rumahkeluarga
yang punya hajat. Sedangkan bagi para petani miskin yang ingin
menyelenggarakan hajatan cukup dengan menggunakan tabuh-tabuhan dari tape
atau sound system yang disewa. Namun ada pula beberapa petani miskin kadang
kala nekat untuk menanggap kesenian-kesenian local, meskipun mereka harus
menjual asset-aset yang mereka miliki, seperti sawah, ternak, atau bangunan.
Hal ini menunjukan bahwa setiap manusia memerlukan rekreasi dalam
kehidupan mereka. Mereka akan berusaha untuk mendapatkan sebuah rekreasi
yang mereka inginkan bagaimanapun caranya. Rekreasi juga dapat dikatakan
sebagai kebutuhan manusia yang harus di penuhi. Rekreasi tersebut memiliki
berbagai macam bentuk seperti yang telah dipaparkan diatas. Sebagai orang Jawa,
akan lebih baik jika memilih bentuk rekreasi yang berhubungan langsung dengan
fenomena kesenian lokal atau kesenian Jawa. Dengan demikian, selain kita
mendapatkan kesenangan atau kepuasan kita juga dapat melestarikan kesenian-
kesenian lokal yang ada di Jawa.

Daftar Pustaka:
Koentjaraningrat.1984.Kebudayaan Jawa.PN Balai Pustaka
Chamin, Asykuri Ibn, dkk. 2003.Purifikasi dan Reproduksi Budaya di Pantai
Utara Jawa.Surakarta:Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Anda mungkin juga menyukai