Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Asuhan
Keperawatan pada Ny.E dengan stroke iskemik di Gedung A Lantai 5 Zona A Commented [U1]: Gedung, ruang baru nama rumah sakit

(Ruang Neurologi) Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo. Laporan


makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
Praktik klinik KMB II dalam memenuhi nilai semester ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Bara Miradwiyana S.Kp MKM selaku koordinator mata kuliah Commented [U2]: SKp

Praktik klinik KMB II.


2. Ibu Ns Halimah S.Kep. dan Ibu Ns. Nur Susanti S.Kep. selaku CI
pembimbing ruangan.
3. Seluruh dosen mata kuliah Prakik Klinik Keperawatan Medikal Bedah
II Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1
4. Kedua orang tua yang selalu memberikan do’a, serta dukungan baik
secara moril maupun materil, selama kegiatan penyusunan makalah ini
berlangsung.
5. Teman-teman angkatan 2019/2020 Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Jakarta 1.
Penyusun mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan
perbaikannya sehingga akhirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
bidang pendidikan dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi
lebih lanjut.

Jakarta, 30 Oktober 2019

Kelompok
5B
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke terjadi akibat adanya gangguan suplai darah ke otak. Ketika
aliran darah ke otak terganggu, maka oksigen dan nutrisi tidak dapat
dikirim ke otak. Kondisi ini akan mengakibatkan kerusakan sel otak
mati. Presentasi tertinggi stroke adalah stroke iskemik, yang terjadi
akibat penyumbatan aliran darah. Penyumbatan dapat terjadi karena
timbunan lemak yang mengandung kolesterol (disebut plak) dalam
pembuluh darah besar (arteri karotis) atau pembuluh darah sedang
(arteri serebri) atau pembuluh darah kecil (Diwanto, 2009).
Berdasarkan laporan WHO, stroke merupakan penyebab kematian
nomor dua dan penyebab utama kecacatan dengan angka sekitar 5,54
juta kematian. Jumlah ini merupakan 9,5% dari seluruh kematian di
dunia (Bahrudin, 2012). Berdasarkan data di negara maju seperti
Amerika Serikat, pada tahun 2002, stroke menduduki peringkat ke tiga
sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung dan kanker.
Tahun 2006 didapatkan setiap tahunnya 700.000 orang menderita
stroke dengan 550.000 diantaranya merupakan kasus stroke baru (HS
Dourman, 2013). Stroke secara luas diklasifikasikan ke dalam stroke
iskemik dan hemoragik. Faktor risiko stroke di antaranya adalah
merokok, hipertensi, hiperlipidemia, fibrilasi atrium, penyakit jantung
iskemik, penyakit katup jantung, dan diabetes (Goldszmith, 2013).
Dari data South East Asian Medical Information Centre (SEAMIC)
diketahui bahwa angka kematian stroke terbesar terjadi di Indonesia
yang kemudian diikuti secara berurutan oleh Filipina, Singapura,
Brunei, Malaysia, dan Thailand (Dinata et al., 2013). Hasil Riskesdas
Kemenkes RI, 2013 terjadi peningkatan prevalensi stroke dari tahun
2007 hingga 2013 yaitu 8,3 per mil menjadi 12,1 per mil. Prevalensi
tertinggi terjadi di daerah Sulawesi utara (10,8 per mil), Yogyakarta
(10,3 per mil), Bangka Belitung (9,7 per mil) dan DKI Jakarta (9,7 per
mil) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah mendapatkan data bahwa kasus
tertinggi stroke terdapat di Kota Semarang sebesar 17,36% yaitu 4.516
(Wurtiningsih, 2012). Menurut data Riskesdas Depkes RI, 2007 stroke
merupakan penyebab kematian yang utama pada usia > 45 tahun
(15,4% dari seluruh kematian) (Yudawijaya et al., 2011). Penelitian
yang dilakukan Misbach dan Wendra (2000) di 28 rumah sakit di
Indonesia terhadap 2.065 pasien stroke, sebagian 2 besar pasien stroke
yang dirawat di rumah sakit dalam penelitian ini berada pada
kelompok usia 45-65 tahun. Stroke pada dewasa muda dan usia tua
masing-masing 12,9% dan 35,8%. Insiden stroke iskemik lebih tinggi
antara 70% - 85% dari stroke perdarahan 15% - 30%. Di Asia kejadian
stroke iskemik terjadi sekitar 70% dan stroke perdarahan 30%
(Junaidi, 2011). Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke
iskemik merupakan jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar
52,9%, diikuti perdarahan intraserebral (38,5%), emboli (7,2%) dan
perdarahan subaraknoid (1,4%) (Dinata et al, 2013).

Stroke iskemik adalah jenis stroke yang paling umum.


Sebanyak 88% kasus stroke berupa stroke iskemik. Serangan stroke
umumnya menyerang pasien berusia 60 tahun atau lebih, terutama
pasien dengan tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit jantung, dan
merokok. Stroke iskemik terjadi saat arteri yang mengangkut oksigen
dan nutrien ke otak tersumbat. Kondisi ini terjadi saat arteri otak
tersumbat oleh darah yang menggumpal di otak. Di sisi lain, stroke
embolik disebabkan oleh gumpalan darah yang terbentuk di bagian
tubuh lain (sering kali dari jantung). Gumpalan darah akan bergerak
mengiringi aliran darah dan tersangkut di dalam arteri otak.
Gumpalan darah menghalangi darah yang mengalir ke otak. Tanpa
pasokan oksigen dan nutrien yang cukup, sel-sel otak akan segera
berhenti bekerja. Dalam beberapa menit, sel tersebut dapat mati
kecuali jika aliran darah ke otak lancar kembali. Orang yang
mengalami stroke biasanya mengalami gangguan fungsional, seperti
gangguan motorik, psikologis atau perilaku, dimana gejala yang
paling khas adalah hemiparesis, kelemahan ekstremitas sesisi, hilang
sensasi wajah, kesulitan bicara dan kehilangan penglihatan sesisi
(Irfan, 2010). Data 28 RS di Indonesia, pasien yang mengalami
gangguan motorik sekitar 90,5% (Misbach & Soertidewi, 2011).
Untuk mencegah terjadinya stroke maka pengetahuan keluarga dan
pasien perlu ditingkatkan. Ini bertujuan agar berbagai faktor resiko
yang dapat menimbulkan kejadian stroke berulang dapat dicegah atau
dihindari. Stroke akan berdampak terhadap menurunnya tingkat
produktivitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial
ekonomi keluarga. Dampak yang ditimbulkan dari penyakit stroke
pada setiap pasien berbeda-beda tergantung dari bagian otak yang
terkena injuri, keparahan injuri, dan status kesehatan seseorang,
namun secara umum dampak tersebut dapat dikelompokkan menjadi
empat yaitu dampak fisik atau biologis, dampak psikologis, dampak
sosial dan spiritual. Dampak penyakit stroke tersebut menyebabkan
pasien mengalami selfcare deficit atau ketergantungan kepada orang
lain dan membutuhkan bantuan keperawatan secara
berkesinambungan agar secara bertahap pasien dan keluarga dapat
melakukan perawatan diri (self-care) secara mandiri. Perawat
berperan penting dalam semua fase perawatan pada pasien stroke,
peran perawat tersebut terlihat melalui intervensi asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat. Perawat dapat memberikan
pembelajaran serta pemahaman kepada masyarakat dengan melalui
penyuluhan kesehatan. Peran perawat dalam mencegah serangan
stroke berulang adalah perawat sebagai educator. Dimana perawat
membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan pengetahuan
tentang stroke , agar stroke tidak berulang. Perawat dalam hal ini
berperan sebagai koordinator. Dengan mengarahkan pasien agar
pasien rajin melakukan terapi pemulihan stroke. Perawat juga
melakukan mobilisasi sedini mungkin dalam rangka mencegah
kekakuan sendi dan mengembalikan kemampuan klien secara fisik.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawaran pada Ny. E
yang mengalami stroke iskemik di ruang neurologi lantai 5 zona A
RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
2. Tujuan khusus
a. Memberikan gambaran nyata tentang :
1) Pengkajian pada Ny. E
2) Penetapan diagnosis keperawatan Ny. E
3) Perencanaan untuk pemecahan masalah yang ditemukan
pada Ny. E
4) Implementasi pada Ny. E
5) Evaluasi pada Ny. E
b. Membahas antara teori dan kasus Ny. E yang mengalami kasus
stroke iskemik.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan
keperawatan dengan stroke iskemik sehingga mahasiswa mampu
mengaplikasikan dengan baik.
2. Bagi Institusi
Institusi dapat menjadikan makalah sebagai referensi kasus
neurologi.
D. Sistematika Penulisan
Memberikan gambaran isi makalah untuk masing-masing bab, yaitu :
1. Bab I berisi tentang pendahuluan, terdiri dari latar belakang,
tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan.
2. Bab II berisi tentang tinjauan teori dari konsep dasar stroke
iskemik dan konsep dasar askep stroke iskemik.
3. Bab II berisi tentang tinjauan kasus
4. Bab IV berisi tentang pembahasan mengenai kesenjangan teori
dengan kasus stroke iskemik
5. Bab V penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Stroke

1. Pengertian Stroke

Stroke atau cerebrovascular accident (CVA) adalah kehilangan


fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplay ke bagian
otak (Smeltzer & Bare 2014). Stroke adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang
disebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian dari otak.
Selain itu Perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya
gangguan suplai darah kebagian dari otak (Black & Hawks 2014).

2. Anatomi fisiologi
Otak merupakan suatu alat yang sangat penting karena merupakan
system pusat semua organ tubuh bagian dari syaraf sentral yang
terletak dalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak
yang kuat.
Berat jaringan otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat
orang dewasa. Otak menerima 20% dan seluruh curah jantung
membutuhkan sekitar 20% dari pemakaian oksigen tubuh. Otak
merupakan jaringan yang paling banyak memakai energy dalam
seluruh tubuh manusia dan membutuhkan oksigen serta glukosa
melalui aliran darah tetap konstan karena jaringan otak sangat
rapuh. Bila aliran darah ke otak terhenti selama 10 detik saja dapat
mengakibatkan hilangnya kesadaran dan dalam beberapa menit
saja dapat menimbulkan kerusakan irreversible yang kritis sebagai
pusat integritas dan koordinasi organ dan system efektor perifer
tubuh dan berfungsi sebagai penerima informasi mengeluarkan
impuls dan tingkah laku.
Bagian-bagian hemisfer otak setiap hemisfer serebri dibagi dalam
4 lobus, yaitu : lobus frontal, pariental, temporal, dan oksipital.
Fungsi dari setiap lobus berbeda-beda. Lobus frontal terlihat dalam
mental, emosi, dan fungsi fisik. Bagian anterior mempunyai peran
dalam control tingkah laku sosial, pendapat dan aktivitas
intelektual yang kompleks, bagian sentral dan posterior mengatur
fungsi motoric. Lobus parietal, menterjemahkan input sensorik
sensasi yang dirasakan pada satu sisi bagian tubuh yang lain
diterjemahkan melalui lobus pariental bagian kontra lateral.
Sensasi somatic yang diterima adalah nyeri, temperature, sentuhan
dan tekanan, lobus pariental juga berperan dalam proses memory.
Lobus oksipital mengandung daerah veiseral primer dan daerah
gabungan visual. Daerah visual primer menerima informasi dan
menafsirkan warna. Lobus temporalis berfungsi dalam sensorik
pendengaran, penciuman, dan rasa. Berikut adalah 12 nervus dan
fungsinya :
Saraf I (Olfaktorius) : Menerima rangsang dari hidung dan
menghantarkannya ke otak untuk di proses sebagai sensai bau.
Saraf II (Optikus) : Menerima rangsang dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk di proses sebagai persepsi visual
Saraf III (Okulomotor) : Menggerakkan sebagian besar otot mata
Saraf IV (Troklearis) : Menggerakkan beberapa otot mata
Saraf V (Trigeminus) : Menerima rangsangan dari wajah untuk di
proses di otak sebagai sentuhan dan menggerakkan rahang
Saraf VI (Abdusen) : Abduksi mata
Saraf VII (Fasialis) : Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
ekspresi wajah
Saraf VIII (Vestibulokoklearis) : Mengendalikan keseimbangan
Saraf IX (Glosofaringeal) : Mengendalikan sensasi rasa
Saraf X (Vagus) : Mengendalkan organ-organ dalam
Saraf XI (Aksesorius) : Mengendalikan pergerakan kepala
Saraf XII (Hipoglosus) : Mengendalikan pergerakan lidah.

3. Etiologi Stroke

Menurut Muttaqin (2008) stroke terbaru dalam beberapa etiologi,


diantaranya :

a. Trombosis serebral

Trombosis ini tenadi pada pembuluh darah yang mengalarni


oklusi sehingga menyebabkan iskenni jaringan otak yang dapat
menimbulkan edema dan kongesti disekitamya. Trombus
disebabkan oleh adanya aterosklerosis yang menyebabkan zat
lemak tertumpuk dan membentuk plak pada dinding pembuluh
darah. Plak ini terus membesar dan menyebabkan penyempitan
(stenosis) pada arteri (Black & Hawks 2014).

b. Hemoragi

Perdarahan intrakrantal atau intraserebral tennasuk dalam ruang


subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
tersebut menyebakan spasme pembuluh darah serebral dan iskemik
pada serebral karena darah yang berada diluar pembuluh darah
membuat iritasi jaringan. selain itu akan terjadi aneurisma yaitu
penthengkakan pada pernbuluh darah sehingga tedadi ruptur
(Black & Hawks 2014).
c. Hipoksia Umum

Hipatensi yang panth, henti jantung dan penurunan eurah jantung


akibat aritmia adalah penyebab yang berhubungan dengan hipoksia
umum.

d. Hipoksia Setempat

Spasme arteri serebral yang disertai dengan perdarahan


subaraknoid dan vasokontriksi arteri namun tidak disertai dengan
sakit kepala merupakan penyebab yang berhubungan dengtut
hipoksia setempat.

4. Faktor Risiko

Faktor resiko yang dapat menimbulkan terjadinya stroke menurut


Black & Hawks (2014), yaitu:

a. Tekanan darah tinggi


Hipertensi mempercepat terjadinya Aterosklerosis, yaitu
dengan cara menyebabkan pelukaan secara mekanis pada sel
endotel (dinding pembuluh darah) ditempat yang mengalami
tekanan tinggi.
b. Penyakit jantung
Jenis pcnyakit jantung yang menjadi penyebab faktor resiko
stroke diantaranya penyakit jantung koroner, penyakit katup
jantung, gagal jantung, gangguan irama jantung seperti fibrilasi
atrium yang dapat menyebabkan penurunan cardiac output,
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan serebral.
c. Diabetes mellitus
Pada penyakit Diabetes mellitus terjadi gangguan vaskuler
pada pembuluh darah besar maupun pembuluh darah kecil
karena hiperglikemia sehingga aliran darah menjadi lambat,
termasuk juga hambatan dalam aliran darah ke otak.

d. Hiperkolesterol dan lernak

Kolesterol dalam tubuh menyebabkan aterosklerosis pada


pembuluh darah otak dan terbentuknya lemak sehingga aliran
darah lambat.

e. Obesitas dan kurang aktivitas

Obesitas dan kurang aktivitas merupakan faktor penyebab


terjadinya hiperkolesterol, hipertensi dan penyakit jantung.

f. Usia
Makin bertambahnya usia, resiko stroke makin tinggi. Hal ini
berkaitan dengan elastisitas pembulult darah yang mengalami
penurunan.

g. Jenis kelamin

Laki-laki mempunyai kecenderungan lebih tinggi terkena stroke.

h. Polisitemia

Kadar Hb yang tinggi menimbulkan darah menjadi lebih kental


dengan demikian aliran darah ke otak menjadi lebih lambat.

i. Perokok

Rokok rnenimbulkan plak pada pembuluh darah karena nikotin,


sehingga terjadi aterosklerosis

j. Alkohol

Pada alkoholik dapat rnengalami hipertensi, penurunan aliran


darah ke otak dan kardiak aritmia.

k. Kontrasepsi oral dan kadar estrogen

Estrogen diyakini menyebabkan peningkatan pembekuan darah


sehingga beresiko terjadinya stroke.

l. Riwayat stroke dalam keluarga

Keturunan dari penderita stroke diketahui meneyebabkan


perubahan dalam penanda aterosklerosis awal, yaitu proses
teradinya stroke. zat lemak dibawah lapisan Pembuluh darah yang
dapat memicu terjadinya stroke

m. Penyempitan pembuluh darah karotis

Pembuluh darah karotis berasal dari pembuluh darah jantung yang


menuju otak dan dapat diraba pada leher.

5. Manifestasi Klinis

a. Hemiparesis dan hemiplegia


Penurunan kemampuan ini terjadi akibat adanya kerusakan
pada saraf motoric yang mengontrol pergerakan di korteks
bagian frontal.
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan
Gangguan terjadi karena kerusakan system saraf otonom
dan gangguan saraf sensorik.
c. Penurunan kesadaran
Terjadi akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian
menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolic
akibat hipoksia.
d. Afasia
Afasia terjadi jika terdaoat kerusakan pada area pusat
bicara primer yang berada pada hemisfer kiri.
e. Disartria
Terjadi karena kerusakan nervus kranial sehingga terjadi
kelemahan otot bibir, lidah, laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia
Hal ini terjadi karena kerusakan pada lobus temporal atau
parietal yang dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf
kranial III, IV dan VI.
g. Disfagia
Terjadi karena kerusakan nervus kranial IX. Selama
menlan, bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup
kemudian makanan masuk ke esophagus.
h. Inkontinensia
Saraf mengirim pesan kondisi kandung kemih penuh ke
otak, tapi otak tidak mengartikan pesan ini dengan benar
dan tidak meneruskan pesan mengeluarkan urine ke
kandung kemih yang mengakibatkan kondisi sering
berkemih dan inkontinensia.
i. Vertigo, mual, muntah.
Terjadi karena peningkatan TIK, edema serebri.

6. Klasifikasi Stroke

Menurut Muttaqin (2008) klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari


serangan stroke meliputi :

a. Stroke hemoragik
Stroke ini terjadi karena perdarahan atau pecahnya pembuluh darah
otak baik di subarkhnoid, intraserebral (Black & Hawks 2014).
Perdarahan otak dibagi menjadi dua :
1) Perdarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembulih darah terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk
massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Pecahnya arteri
dan keluar dari ruang subarachnoid menyebabkan peningkatan
TIK, vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi
otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan sensorik, afasia).
b. Stroke iskemik
Iskemik terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang. Hal ini
disebabkan karena obsruksi total atau sebagian pembuluh darah.
1) Trombosis
Pembentukan bekuan atau gumpalan di arteri yang menyebabkan
penyumbatan sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah
ke otak. Trombosis berkaitan dengan kerusakan local dinding
pembuluh darah akibat aterosklerosis yang menyebabkan zat
lemak tertumpul dan membentuk plak pada dinding pembuluh
darah. Plak ini dapat menyebabkan penyempitan (stenosis) pada
arteri sehingga menghambat aliran darah.
2) Emboli
Sumbatan arteri serebral yang disebabkan oleh embolus, embolus
terlepas dibagian luar otak, kemudian terlepas dan mengalir sampai
embolus tersebut melekat di pembuluh darah dan menyumbat
arteri. (Muttaqin, 2008).

7. Patofisiologi

Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.


Luasnya infark bergantung pada factor factor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokasi (thrombus
perdarahan, dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering kali merupakan
factor untuk otak, thrombus berasal dari plak aterosklerosis atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan ambat atau terjadi
turbulensi. Trombus dapat pecah dan dinding pembuluh darah dan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan
otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan
edema disekitar area.

Area edema menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark itu
sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang sesudah
beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukan
perbaikan. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidka terjadi
perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah, makan reversible akan
terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini menyebabkan perdarahan serebri jika aneurisma pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupture eterosklerotik dan
hipertensi mebulh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan TIK yang lebih berat dapat menyebabkan hernia otak pada plak
serebri.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nucleus kaudatus, thalamus dan pons. Jika sirkulasi serebri terhambat,
dapat berkembang anoksia serebri. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebsi
dapat reversible untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible bila
anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebri dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
parenkim otak akibat volume perdarahan yang rekatif banyak akan
mengakubatkan peningkatan tekanan intracranial yang menyebabkan
menurunnya tekenan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta eksudat iskemik akibat


menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang kelyar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka risiko
kematian sebesar 93% oada berdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lebar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60
cc diperkirakan kemingkinan sebesar 75% tetapi volume darah 5cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin, 2008).
8. Pathway

Faktor-faktor risiko stroke iskemik

Aterosklerosis, Katup jantung rusak,


Aneurisma,
hiperkoagulasi miokard infark,
malformasi,
endokarditis
arterivenous

Thrombosis Penyumbatan pembuluh


serebral darah otak oleh bekuan Pendarahan
darah, lemak dan udara intraserebral

Pembuluh darah
Perembesan darah ke
oklusi Emboli serebral dalam parenkim otak


Ikemik jaringan otak Stroke Penerkanan jaringan otak
↓ (cerebrovascular ↓
accident) Infark otak, edema dan
Edema dan kongesti
jaringan sekitar herniasi
Defisit neurologis

Infark Kehilangan Risiko Kerusakan terjadi Disfungsi


serebral konrol peningkatan pada lobus frontal bahasa dan
volunter TIK kapasitas, memori komunikasi
atau fungsi
Perubahan
Hemiplagia intelektual kortikal
perfusi Disatria,
dan Herniasi falks
jaringan Kerusakan disfasia/
hemiparesis serebri dan ke
serebral fungsi kognitif afasia,
foramen magnum
dan efek apraksia

Gangguan psikolgis
Kompresi batang
mobilitas fisik otak
Gangguan
komunikasi
koma Depresi saraf verbal
kardiovaskular dan
pernafasan
Kegagalan Lapang perhatian
kardiovaskular terbatas, kesulitan
Intake nutrisi Kelemahan
dalam pemahaman ,
tidak adekuat fisik umum
lupa dan kurang
kematian
motivasi, frustasi,
Defisit Defisit labilitas emosional
nutrisi perawatan diri bermusuhan, dendam,
kurang kerja sama,
penurunan gairah
seksual
Peurunan Disfungsi persepsi - Gangguan - Gangguan citra
tingkat visual spasial dan psikologis tubuh
kesadaran kehilangan sensorik - Perubahan - Kurang
peran pengetahuan
keluarga mengenai kondisi
Risiko Perubahan - Ansietas pengobatan
cedera persepsi - Risiko - Gangguan memori
sesorik penutuan - Resiko harga diri
pelaksanaan redah situasional
Penekanan ibadah
jaringan Risiko
setempat kerusakan
integritas kulit
Kemampuan batuk Disfungsi
menurun, kurang kandung
mobilitas fisik, dan kemih dan
produksi sekret saluran
pencernaan

Risiko bersihan Gangguan


jalan nafas tidak eliminasi
efektif urin
9. Pemeriksaan penunjang

Menurut Corwin (2009) pemeriksaan tersebut yaitu :

a. Radiologi
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, titik oklusi atau rupture.
2) Elektro Encephalography (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3) Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri
karotis atau aliran darah atau aterosklerosis).
4) CT-Scan
Memperlihatkan adanya infark, edema, hematoma, iskemia,
struktur dan system ventrikel otak.
5) Lumbal fungsi
Menunjukan adanya tekanan yang abnormal dan biasanya ada
thrombosis emboli dan TIA.
6) MRI
Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arterovena
7) Rontgen Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung, jika terdapat pembesaran
ventrikel kiri merupakan salah satu tanda hipertensi kronis.
8) Electrocardiogram (ECG)
Mengetahui adanya kelainan jantung yang juga menjadi factor
penyebab stroke.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah lengkap
2) Kadar Elektrolit Serum
3) Pemeriksaan kimia darah
4) Profil lemak darah diukur untung mengevaluasi resiko
aterosklerosis (Wijaya & Putri, 2013).

10. Penatalaksanaan

a. Terapi umum

1) Letakan kepala pasien pada posisi 30-45o

2) Ubah posisi tidur setiap 2 jam

3) Mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik stabil


4) Bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
AGD.

5) Pemberian nutrisi dengan cairan isotonic, kristaloid, atau koloid 1500-200


ml. Pemberian nutrisi per oral jika fungsi menelannya baik, jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun dianjurkan melalui NGT.

6) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.

7) Kontrol tekanan darah. Jika terjadi hipotensi berikan NaCl 0,9% 250 ml
selama 1 jam. Kemudian dilanjutkan 500 ml selama 5 jam dan 500 ml selama
8 jam sampai hipotensi dapat diatasi. Jika didapatkan tekanan intracranial
meningkat, diberikan manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB/30 menit.

b. Terapi khusus

Untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti


koagulan, trombolitik rt-PA, dapat juga diberikan agen neuroproteksi yaitu
sitikolin atau pirasetam jika didapatkan afasia (Myrtha et al., 2012).

11. Komplikasi

Komplikasi stroke meliputi hipoksia serebral, penuruan aliran darah serebral


dan luasnya area cidera (Smeltzer & Bare, 2014).

a. Fase akut
1) Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirim ke
jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematocrit akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2) Penurunan aliran darah serebral
Aliran darah bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan
integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran
darah serebral. Hipertensi dan hipotensi perlu dihindari untuk
mencegan perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3) Embolisme serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium datau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
menurunkan aliran serebral.
4) Edema serebral
Edema terjadi jika area mengalami hipoksia atau iskemik maka
tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut dengan
cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatnya tekanan
sehingga cairan interstesial akan berpindah ke ekstraseluler
sehinga terjadi edema di jaringan otak.
5) Peningkatan TIK
Bertambahnya massa pada otak seperti adanya perdarahan atau
edema otak akan meningkatkan tekanan intracranial yang ditandai
adanya defisit neurologi seperti adanya gangguan motoric,
sensorik, nyeri kepala, gangguan kesadaran. Peningkatan tik yang
tinggi dapat mengakibatkan herniasi serebral yang dapat
mengancam kehidupan (Black & Hawks, 2014).

b. Komplikasi pada masa pemulihan atau lanjut


1) Komplikasi yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan
biasanya terjadi akibat imobilisasi seperti decubitus, kontraktur,
thrombosis vena dalam, atropi, inkontinensia urine dan bowel.
2) Kejang terjadi akibat kerusakan atau gangguan pada aktivitas
listrik otak.
3) Nyeri kepala kronis seperti migrane, nyeri kepala tension, nyeri
kepala kluster.
4) Malnutrisi karena intake yang tidak adekuat (Tarwoto, 2013).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami
Stroke.
Menurut Muttaqin (2008) Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesis,
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pengkajian psikososial.

1. Pengkajian keperawatan
a. Anamnesis
1) Identitas klien meliputi nama usia (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosis medis.
2) Keluhan utama yang sering dirasakan adalah kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat
kesadaran.
b. Riwayat penyakit
1) Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak pada saat
klien sedang melakukan aktivitas.
2) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama
penggunaan obat obat antikoagulan, aspirin vasodilator, obat-obat adiktif dan
kegemukan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
c. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi kognitif dan perilaku klien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
umumnya mengalami penurunan kesadaran titik suara bicara kadang
mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti atau tidak bisa berbicara dan
tanda-tanda vital tekanan darah meningkat.
2) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator
paling sensitif untuk mendeteksi diskusi sistem persyarafan. Klien dengan
penurunan kesadaran maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian
asuhan keperawatan.
3) Fungsi cerebri
a) Status mental
Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik dimana pada klien stroke tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
b) Fungsi intelektual
Penurunan ingatan dan memori baik jangka pendek maupun jangka panjang.
pada beberapa kasus klien mengalami kerusakan otak yaitu kesukaran untuk
mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c) Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung dari daerah lesi yang
mempengaruhi fungsi cerebri titik pada daerah hemisfer yang dominan pada
bagian posterior dari girus temporalis superior (area wernicke) terjadi disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) terjadi
disfagia expensive, yaitu klien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab
dengan tepat dan bicara tidak lancar.
d) Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas memori atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak. disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah frustasi dalam
program rehabilitasi mereka. depresi umum terjadi dan mungkin diperberat
oleh respon alamiah klien terhadap klien katastropik ini masalah psikologis
lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional,
bermusuhan frustasi dendam dan kurang kerjasama.
e) Hemisfer
stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian
buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga
kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut. Stroke pada hemisfer
kiri mengalami hemiparese kanan, perilaku lambat dan sangat berhati-hati
kelainan lapang pandang sebelah kanan, afasia dan mudah frustasi.

f) Pemeriksaan saraf kranial


1) Saraf I : biasanya pada kain stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman
2) Saraf II : disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer
di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual sering terlihat
pada klien dengan hemiplegia kiri.
3) Saraf III,IV,VI : apabila keadaan stroke mengakibatkan paralisis seisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat lateral
di sisi yang sakit.
4) Saraf V : stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus didapatkan
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
5) Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX,X : kemampuan menelan kurang baik.
8) Saraf XI : tidak ada atrofi otot stemokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII : lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi,
indra pengecapan normal.

f. Sistem motorik
1) Inspeksi umum, didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah
satu sisi tubuh.
2) Fasikulasi didapatkan pada otot otot ekstremitas.
3) Tonus otot didapatkan meningkat.
4) Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan nilai kekuatan otot
pada sisi yang sakit didapatkan nilai 0.
5) Keseimbangan dan koordinasi, mengalami gangguan karena hemiparesis
dan hemiplegia.

g. Pemeriksaan refleks
1) Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.
2) Pemeriksaan reflek patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali di dahului dengan refleks patologis.

h. Sistem sensorik
Kehilangan sensorik dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin
lebih berat, dengan kehilangan proprioseptif (kemampuan untuk merasakan
posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimulus visual taktil, dan auditorius.

2. Diagnosa keperawatan
Menurut PPNI (2017) diagnosa keperawatan stroke adalah sebagai berikut :
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan aterosklerosis aorta,
aneurisma serebri, infark miokard akut, embolisme, hiperkolesterolemia.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular,
gangguan neurologis.
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
faktor psikologis (stress, keengganan untuk makan).
d. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan penurunan tonus otot
kandung kemih, hambatan mobilisasi.
e. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan serat,
ketidakcukupan asupan cairan, perubahan kebiasaan makan, ketidakadekuatan
toileting.
f. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
penurunan massa otot kekakuan sendi kontraktor, gangguan neuromuskular.
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi rumah
penurunan mobilitas.
h. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
kelemahan.
i. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
gangguan saraf kranialis, paralysis cerebral.
j. Gangguan Citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
3. Intervensi keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif ditandai dengan atherosclerosis
aorta, aneurisma serebri infark miokard akut, embolisme,
hiperkolesterolemia.
Tujuan : perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil :
- pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif sensorik
,motorik.
- tanda-tanda vital stabil
- tidak ada peningkatan TIK (tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang)
- klien mampu berorientasi dengan baik
- pupil isokor
- refleks cahaya (+)
Intervensi :
1. Monitor tanda-tanda vital
2. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
3. Kaji pupil
4. Pertahankan kepala tempat tidur 30 sampai 45 derajat dengan posisi leher
tidak melakukan atau fleksi
5. Anjurkan klien untuk menghindari batuk berlebihan dan mengendan
6. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah
7. Kolaborasi dalam pemberian medikasi sesuai program dan monitor efek
samping
a. Antifibrinolitik : mencegah lisis dan perdarahan
b. Antihipertensi : menstabilkan tekanan darah
c. Vasodilator perifer : memperbaiki sirkulasi kolateral
d. Diuretik : membantu pengeluaran elektrolit dan air dari dalam tubuh

b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan


makanan, faktor psikologis (stress, keengganan untuk makan)
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
- turgor kulit baik
- asupan dapat masuk sesuai kebutuhan
- terdapat kemampuan menelan
- BB meningkat
- hasil lab HB dan albumin dalam batas normal
Intervensi :
1) observasi turgor kulit
2) melakukan oral hygiene
3) observasi intake dan output nutrisi
4) tentukan kemampuan klien dalam mengunyah menelan dan refleks batuk
5) kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan makan melalui selang

c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan


otot, penurunan massa otot, kekuatan sendi kontraktur ,gangguan
neuromuskular.
Tujuan : mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
Kriteria hasil :
- mempertahankan kebutuhan tubuh secara optimal seperti tidak adanya
kontraktur, footdrop
- mempertahankan kekuatan fungsi tubuh secara optimal
- mempertahankan integritas kulit
- kebutuhan ADL terpenuhi.
Intervensi :
1) kaji kemampuan motorik
2) ajarkan pasien untuk melakukan room aktif atau pasif
3) bila kalian di tempat tidur, melakukan tindakan untuk meluruskan postur
tubuh : gunakan papan kaki, ubah posisi sendi bahu tiap 2 sampai 4 jam,
sanggah tangan dan pergelangan pada kelurusan alamiah
4) observasi daerah yang tertekan termasuk warna, edema
5) rubah posisi setiap 2 jam
6) beri hambatan lunak dan lakukan massage pada daerah tertekan
7) kolaborasi dengan fisioterapi

4. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan menurut Black and Hawks (2014) adalah evaluasi
pencapaian tingkat hasil secara terus-menerus. Setelah stroke, beberapa hasil,
seperti perfusi serebral akan dicapai paling awal; yang lain seperti perawatan
diri, mungkin membutuhkan rehabilitas jangka panjang. Pantau kemajuan
yang mengarah pada hasil.

Anda mungkin juga menyukai