KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Penyayang. Atas karunia-Nya, sehingga
Buku Ajar Keperawata Keluarga ini dapat diselesaikan tepat waktu. Buku Ajar Keperawatan
Keluarga berstandar nasional dengan mengacu kepada Kurikulum Pendidikan Diploma III
Keperawatan Indonesia. AIPVIKI: Jakarta Tahun 2018. Terselesaikannya penulisan buku ini juga
tidak terlepas dari doa, dorongan dan bantuan banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
Kapusdik SDM kesehatan BPSDM Kemenkes RI, Ketua Umum AIPVIKI, Direktur Poltekkes
Kemenkes Jakarta I dan III beserta seluruh jajaran manajemen serta keluarga tercinta. Penulis
menyadari bahwa buku ini masih mempunyai kelemahan sebagai kekurangannya. Karena itu,
penulis berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritikan dan sarannya. Dengan segala
pengharapan dan keterbukaan, penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan
setulustulusnya. Akhir kata, penulis berharap agar buku ini dapat membawa manfaat kepada
para pembaca, khususnya para dosen dan mahasiswa Prodi D-III Keperawatan dalam
mempelajari keperawatan keluarga.
Penulis
Buku AjarKeperawatan Keluarga iv
DAFTAR ISI
Bab 1
PENDAHULUAN
Wahyu Widagdo, SKp, MKes, SpKom & Yeti Resnayati, SKp, MKes.
Pengantar
Buku ini berisikan materi pembelajaran mata kuliah keperawatan keluarga yang mengacu kepada
kurikulum pendidikan diploma III keperawatan Indonesia yang dikeluarkan oleh AIPViKI tahun
2018. Mata Kuliah Keperawatan keluarga membahas konsep keperawatan keluarga dengan
segala kompleksitas permasalahannya dan asuhan keperawatan keluarga dalam berbagai
pemasalahan kesehatan yang dihadapi. Lingkup asuhan keperawatan keluarga meliputi upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan pemulihan
kesehatan melalui pendekatan proses keperawatan keluarga. Praktik keperawatan keluarga
ditekankan pada asuhan keperawatan individu dalam kontek keluarga di tatanan komunitas
dimana didisain untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan asuhan
keperawatan keluarga.
Mata kuliah ini membahas tentang konsep pelayanan kesehatan primer, konsep komunitas,
konsep keluarga, trend dan issue dalam keperawatan keluarga, manajemen sumber daya
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 2
keluarga dan asuhan keperawatan keluarga. Praktik di tatanan komunitas didisain untuk
memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan keperawatan keluarga secara
nyata
Setelah mempelajari buku ajar Keperawatan Keluarga ini diharapkan mahasiswa akan
memperoleh manfaat berupa peningkatan pemahaman tentang konsep keperawatan keluarga
dan asuhan keperawatan keluarga dengan berbagai permasalahan kesehatan yang dihadapi.
Keperawatan keluarga yang dipahami oleh mahasiswa akan menjadi landasan yang kuat dalam
memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan keluarga
sehingga akan mempercepat dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang lebih
optimal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 3
Bab 2
KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA
Yeti Resnayati, SKp, MKes.
Pendahuluan
Memahami pentingnya sebuah keluarga dan keperawatan dimana keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang dapat mempengaruhi kesehatan; upaya penemuan kasus ada
dalam keluarga; keluarga sebagai sistem pendukung yang vital bagi anggotanya; keluarga sebagai
sumber daya kritis untuk membawa pesan-pesan kesehatan; dan keluarga adalah unit yang
apabila ada disfungsi di dalamnya (mis. penyakit, cidera, perpisahan) dapat memengaruhi
anggotanya menjadi bagian dari pentingnya bab ini untuk dijabarkan.
Bab konsep keperawatan keluarga ini akan membahas konsep pelayanan kesehatan primer,
konsep komunitas, konsep keluarga, model konseptual keperawatan keluarga, trend dan issue
dalam keperawatan keluarga, manajemen sumberdaya keluarga, dan tingkatan/ level dalam
asuhan keperawatan keluarga. Diharapkan seorang perawat di keluarga akan memahami
pentingnya keluarga sebagai fokus sentral dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi
dan bersama keluarga membuat perencanaan dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
Untuk selanjutnya, akan diuraikan materi dalam beberapa topik. Semoga bab ini dapat
dipahami oleh mahasiswa dan menjadi dasar dalam melakukan kegiatan praktik keperawatan
keluarga. Selamat belajar !
Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep Keperawatan
Keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 4
Topik 1
Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan pada metode
dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum, baik oleh individu
maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan biaya
yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat
perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri dan menentukan nasib sendiri
(Widagdo & Kholifah, 2016).
Tujuan PHC
Tujuan umum PHC adalah mendapatkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diberikan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan,
sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah berikut ini.
1. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani.
2. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani.
3. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani.
4. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber-sumber daya lain
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
FUNGSI PHC
Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Alta ditetapkan prinsip-prinsip PHC sebagai pendekatan
atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima prinsip PHC sebagai berikut.
Elemen PHC
Gambar 2.1 Kegiatan penimbangan balita merupakan salah satu bentuk Kegiatan PHC di Desa.
Sebagai seorang perawat memiliki tanggung jawab dalam PHC meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi pelayanan
kesehatan dan program pendidikan kesehatan.
2. Kerja sama dengan masyarakat, keluarga dan individu.
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada masyarakat.
4. Memberikan dukungan dan bimbingan kepada petugas pelayanan kesehatan dan kepada
masyarakat.
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat (Maglaya, 2009).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 8
Topik 2
Konsep Komunitas
Batasan Komunitas
Bila dilihat sudut sosiologi, kata Community berasal dari bahasa latin “ munus” , yang bermakna
the gift (memberi), cum, dan together (kebersamaan) antara satu sama lain. Dapat diartikan,
komunitas adalah sekelompok orang yang saling berbagi dan saling mendukung satu sama lain.
Syarat pokok agar mereka dapat saling berbagi dan saling mendukung adalah adanya interaksi
social sehari-hari yang intensif.
Secara umum, komunitas adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada lokasi yang sama,
sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah “ kelompok hidup “ (group lives) yang diikat
oleh kesamaan kepentingan (common interests). Secara harfiah makna komunitas adalah “
masyarakat setempat “(Soekanto,1999). Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan
anggota masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan
dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya ada social relationship
yang kuat diantara mereka, pada suatu batasan geografi tertentu. Elemen dasar yang
membentuk adalah adanya interaksi yang intensif diantara anggotanya, dibandingkan dengan
orang-orang di luar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan social, terkait dengan kesamaan
tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok dalam
masyarakat.
keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari (Wilson,
1970).
Dalam batasan komunitas ada tiga pengertian pokok yang kita temukan yaitu :
a. Pengertian kelompok manusia (Group people)
Pemahaman komunitas dalam kaitan kelompok manusia mempunyai arti penting dalam
mempelajari karakteristik sasaran.
Contoh : Komunitas lansia (umur), Komunitas wanita (jenis kelamin), Komunitas Jawa (suku
bangsa), Komunitas Islam (agama)
b. Pengertian tempat (place)
Pemahaman komunitas dalam kaitan tempat mempunyai arti penting dalam menentukan
lokasi sasaran
Contoh : Komunitas rukun warga, komunitas desa, komunitas kota
c. Sistem social (Social system)
Pemahaman komunitas dalam kaitan sistem sosial mempunyai arti penting dalam
mempelajari interaksi sasaran.
Contoh : Komunitas petani, komunitas nelayan, komunitas pegawai negeri.
Dari tiga pengertian pokok diatas tentang komunitas, maka dapat disimpulkan bahwa
komunitas adalah sekelompok manusia yang hidup dan bertempat tinggal dalam suatu
wilayah yang sama, serta memiliki kegiatan dan atau mata pencaharian yang sama untuk
memenuhi kebutuhan hidup utama secara bersama.
Komponen Komunitas
1. Manusia (people)
Menjelaskan unsur “ The who” dari komunitas sangat bermanfaat dalam menjawab : Siapa
sasaran program, bagaimana karakteristiknya. Program kesehatan untuk komunitas remaja
tentu tidak sama dengan komunitas lansia, karena sasaran dan karakteristiknya berbeda.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 10
Fungsi Komunitas
Gambar 2.2 Kegiatan gotong royong membangun jalan merupakan salah satu fungsi
komunitas dalam bentuk partispasi
e. Dukungan bersama
Kemampuan masyarakat melaksanakan upaya khusus yang diperlukan oleh para anggota
terutama dalam keadaan darurat, dapat berupa bantuan keluarga untuk para anggota
keluarga, atau bantuan masyarakat untuk kelompok yang tidak punya/mampu (yatim piatu,
lansia).
Baiklah saudara dapat mencocokan pendapat saudara dengan penjelasan tentang pengaruh
komunitas terhadap kesehatan sebagai berikut :
Fungsi komunitas tidak sempurna dapat menimbulkan berbagai masalah, baik terhadap individu
maupun terhadap komunitas secara keseluruhan. Masalah yang bisa timbul seperti :
a. Gangguan pada fungsi produksi, distribusi dan konsumsi pangan misalnya dapat menimbulkan
kekurangan gizi
b. Gangguan pada fungsi dukungan bersama (mutual support) pada lansia misalnya, dapat
memperberat berbagai penyakit lansia.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 12
c. Gangguan pada fungsi sosialisasi nilai-nilai moral, misalnya dapat menimbulkan penyakit
seksual.
Apabila kesehatan komunitas tidak mendukung, akan berpengaruh buruk tidak hanya terhadap
fungsi, tetapi juga komponen komunitas yaitu :
• Terjangkitnya wabah penyakit menular dapat mengganggu fungsi produksi, distribusi dan
umur harapan hidup meningkat akan meningkatkan konsumsi (fungsi)
• Menyebabkan jumlah penduduk lansia bertambah (komponen menurut manusia)
Topik 3
Konsep Keluarga
Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri atau suami-isteri
dan anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam Konteks pembangunan Indonesia bertujuan ingin
menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materiil, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi,
selaras dan seimbang antar anggota, dan dengan masyarakat.
Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah perkawinan, dan adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika berpisah mereka tetap memperhatikan
satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial:
suami, isteri, anak, kakak, dan adik.
4. Mempunyai tujuan: menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem. Sebagai
sistem keluarga mempunyai anggota yaitu ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal
di dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi, interelasi dan
interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 14
sehingga dapat dipengaruhi supra sistemnya yaitu lingkungan (masyarakat), dan sebaliknya
sebagai sub sistem dari lingkungan (masyarakat), keluarga juga dapat memengaruhi masyarakat.
Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan sosial. Maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat
mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu
mengetahui berbagai tipe keluarga.
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, isteri dan anak.
b. Keluarga besar (extended), yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman dan bibi.
c. Keluarga Dyad yaitu suatu rumahtangga yang terdiri dari suami isteri tanpa anak.
d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orangtua dengan anak
(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa.
f. Keluarga usila, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami isteri yang berusia lanjut.
a. Commune Family, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.
b. Orangtua (ayah-ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
c. Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah tangga.
Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Fungsi Afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari
dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga
yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan
konsep diri yang positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah;
a. Saling mengasuh. Cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar
anggota keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari
anggota yang lain, maka kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat,
yang pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim
di dalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberik hubungan dengan oranglain
diluar keluarga/ masyarakat.
b. Saling menghargai. Bila angggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan
hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif.
c. Ikatan dan identifikasi. Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru
ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian
pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orangtua harus mengembangkan proses
identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 16
Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan
keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak
terpenuhi.
2. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan
interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir.
Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan
individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-norma,
budaya dan perilaku melalui hubungan interaksi dalam keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat berlindung (rumah).
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek pemeliharaan kesehatan, yaitu untuk
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.
Struktur Keluarga
Pola interaksi keluarga yang bersifat terbuka dan jujur, elalu menyelesaikan konflik keluarga,
berpikiran positif, dan tidak mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri.
Karakteristik komunikasi keluarga dibagi dalam karakteristik pengirim dimana yakin dalam
mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, dan elalu
meminta dan menerima umpan balik. Sedangkan karakteristik penerima dimana siap
mendengarkan, memberikan umpan balik, dan melakukan validasi.
2. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan.
Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya
status sebagai istri/ suami atau anak.
3. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan dari individu untuk mengendalikan atau memengaruhi untuk
merubah perilaku orang lain ke arah positif.
4. Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak,
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 18
Topik 4
Keluarga diuraikan sebagai fokus yang tepat untuk untuk pengkajian dan intervensi primer,
sekunder dan tertier. Proses keperawatan digunakan sebagai penghubung antara teori keluarga
dan praktik keperawatan. Model dari Neuman digunakan dalam pengkajian dan intervensi
keluarga.
Model konseptual dari Neuman memberi penekanan pada penurunan stress dengan
memperkuat garis pertahanan diri baik yang bersifat fleksibel, normal maupun yang resisten
diarahkan ketiga garis pertahanan tersebut yang terkait dengan tiga level prevensi.
Model ini menganalisa interaksi 4 level yang menunjang komunitas fisik, psikologis, sosial –
kultural dan spiritual. Adapun tujuan keperawatan adalah stabilitas klien dan keluarga dalam
lingkungan yang dinamis.
Asumsi yang dikemukakan Neuman tentang 4 konsep utama dari paradigma keperawatan
yaitu:
Manusia merupakan suatu sistem terbuka, yang selalu mencari keseimbangan dari harmoni dan
merupakan satu kesatuan dari variabel-variabel fisiologis, psikologis, sosio kultural,
perkembangan dan spiritual.
Lingkungan meliputi semua faktor internal dan eksternal atau pengaruh-pengaruh dari sekitar
klien atau sistem klien.
Sehat yaitu suatu kondisi terbebasnya dari gangguan pemenuhan kebutuhan. Sehat merupakan
keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan menghindari/ mengatasi stressor.
Sehat menurut model Neuman adalah suatu keseimbangan biopsikososiokultural dan spiritual
pada tiga garis pertahanan klien yaitu fleksibel, normal, dan resisten. Keperawatan ditujukan
untuk mempertahankan keseimbangan tersebut dengan berfokus pada empat upaya kesehatan,
yaitu intervensi yang bersifat promosi dilakukan apabila gangguan yang terjadi pada garis
pertahanan yang fleksibel, intervensi yang bersifat prevensi dilakukan apabila garis pertahanan
normal yang terganggu, sedangkan intervensi yang bersifat kuratif atau rehabilitatif dilakukan
apabila garis pertahanan resisten yang terganggu.
Keperawatan sebagai ilmu dan kiat, mempelajari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar klien
(individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
yang terjadi pada ketiga garis pertahanan, yaitu fleksibel, normal dan resisten dan berupaya
membantu mempertahankan keseimbangan untuk sehat.
Intervensi yang dilakukan terhadap klien ditujukan pada garis pertahanan yang mengalami
gangguan:
1. Intervensi bersifat promosi untuk gangguan pada garis pertahanan fleksibel berupa:
a. Pendidikan kesehatan
b. Mendemonstrasikan keterampilan keperawatan dasar yang dapat dilakukan klien di
rumah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan/ menyeimbangkan garis
pertahanan normal.
2. Intervensi bersifat prevensi untuk gangguan pada garis pertahanan normal, berupa:
a. Deteksi dini gangguan kesehatan/ gangguan keseimbangan garis pertahanan misalnya
deteksi dini tumbuh kembang balita.
b. Memberikan zat kekebalan pada klien yang bersifat individu misalnya imunisasi.
3. Intervensi bersifat kurasi dan rehabilitasi untuk gangguan pada garis pertahanan resisten,
berupa:
a. Melakukan prosedur keperawatan yang memerlukan keahlian perawat, misalnya melatih
klien duduk atau berjalan.
b. Memberikan konseling untuk penyelesaian masalah
c. Melakukan kerjasama lintas program/ sektor untuk penyelesaian masalah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 20
Model ini tepat digunakan untuk keperawatan keluarga. Karena tujuan akhir dari keperawatan
keluarga adalah kemandirian keluarga dalam melakukan upaya kesehatan yang terkait dengan
lima tugas kesehatan keluarga , yaitu:
1. Mengenal masalah
2. Mengambil keputusan untuk mengatasi masalah
3. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
4. Memodifikasi lingkungan yang dapat menunjang kesehatan
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan secara tepat.
Sistem Keperawatan berorientasi pada individu. Individu (klien) dianggap sebagai penerima
asuhan keperawatan utama. Keluarga dipandang sebagai faktor dasar bagi anggota keluarga
(klien), atau sebagai konteks utama dimana indiviu tersebut tinggal. Perawat memberikan
asuhan keperawatan pada keluarga yang tidak mampu merawat anggota keluarganya secara
mandiri.
Keperawatan mandiri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam menjaga fungsi
tubuh dan kehidupan yang harus dimilikinya. Keperawatan mandiri adalah suatu pelaksanaan
kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan
guna mempertahankan kehidupan, kesehatan sesuai keadaan baik sehat maupun sakit.
Individu merupakan integrasi keseluruhan (fisik, psikologis dan sosial) dengan berbagai variasi
tingkat kemampuan keperawatan mandiri. SelfCare merupakan refleksi untuk mengkaji
kebutuhan dan pilihan yang teliti, bagaimana untuk memenuhi kebutuhan. Individu dalam
konsep keluarga dipandang sebagai anggota keluarga yang harus dimandirikan untuk mencapai
kemandirian keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 21
Keperawatan yang berarti pelayanan terhadap manusia, proses interpersonal dan tehnikal
merupakan tindakan khusus. Tindakan keperawatan untuk meningkatkan kemampuan
perawatan mandiri yang terapeutik. Asuhan keperawatan mandiri dapat digunakan dalam
praktek keperawatan keluarga.
Sasaran keperawatannya adalah menolong klien dalam hal ini keluarga untuk keperawatan
mandiri secara terapeutik, menolong klien bergerak ke arah tindakan-tindakan asuhan mandiri,
dan membantu anggota keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan sehingga
kompeten.
Di dalam ssstem keperawatan mandiri dibagi atas tiga katagori bantuan yaitu:
1. “Wholly Compensatory” bantuan secara keseluruhan dibutuhkan untuk klien yang tidak
mampu mengontrol dan memantau lingkungannya, dan tidak berespon terhadap
rangsangan.
2. “Partially Compensantory” bantuan sebagian dibutuhkan oleh klien yang mengalami
keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.
3. “Supportive-Educative” dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukan
bantuan untuk mempelajari agar mampu melakukan keperawatan mandiri.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 22
Kerangka ini dikenal sebagai kerangka sistem terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka ini
adalah pertama, asuhan keperawatan berfokus pada manusia termasuk berbagai hal yang
mempengaruhi kesehatan seseorang. Kedua, tujuan asuhan keperawatan adalah kesehatan bagi
individu, kelompok dan masyarakat. Ketiga, manusia selalu berinteraksi secara konstan terhadap
lingkungan.
Dalam kerangka konsep ini terdapat tiga sistem yang saling berinteraksi dan saling
berhubungan erat. Pertama, kepribadian (personal system). Setiap individu mempunyai sistem
kepribadian tertentu. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh persepsi, konsep diri,
pertumbuhan dan perkembangan, gambaran diri, tempat dan waktu. Kedua, interpersonal
system. Sistem ini terbentuk karena hasil dan peran. Ketiga, social system. Sistem sosial meliputi
keluarga, kelompok keagamaan, pendidikan, pekerjaan, dan kelompok sebaya.
Menurut King tujuan pemberian asuhan keperawatan dapat tercapai jika perawat dan pasien
saling bekerjasama dalam mengidentifikasi masalah serta menetapkan tujuan bersama yang
hendak dicapai.
Roy mengembangkan teori adaptasi, dengan memandang keluarga sama halnya dengan individu,
kelompok, organisasi sosial yang akan beradaptasi terhadap perubahan baik pada lingkungan
internal ataupun eksternal. Koping dijadikan strategi penyelesaian masalah oleh keluarga.
Contoh: keluarga dengan pola menabung dan memiliki anggaran khusus untuk pengobatan
tidak akan merasa kesulitan saat salah satu anggota keluarganya ada yang membutuhkan.
Berbeda dengan keluarga yang menganut paham komsumtif, tidak memiliki persiapan saat salah
satu anggota keluarganya ada yang sakit dan sangat membutuhkan biaya pengobatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 23
Identifikasi:
• Subsistem keluarga
• Masalah kesehatan
individu
(Diagnosis Keperawatan)
Perencanaan asuhan
keperawatan keluarga
Intervensi:
Pelaksanaan berdasarkan
sumber daya keluarga
Evaluasi
Friedman (2003) menjelaskan bahwa terdapat dua komponen penting yang menjadi fokus kajian
sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan pada keluarga yaitu komponen struktur keluarga
dan komponen fungsional keluarga. Komponen struktur keluarga terdiri dari komposisi anggota
keluarga, sistem nilai yang dianut oleh keluarga, pola komunikasi yang digunakan keluarga,
struktur peran dalam keluarga dan struktur kekuatan dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk
dalam komponen fungsional keluarga adalah fungsi afektif, fungsi perawatan kesehatan, fungsi
ekonomi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan koping keluarga. Inti dari model ini adalah
intervensi keluarga berdasarkan kebutuhan dan tahapan perkembangan keluarga dengan tetap
memerhatikan tingkatan keluarga sebagai sasaran asuhan keperawatan baik keluarga sebagai
klien atau keluarga sebagai sistem.
Fokus utama dalam model keperawatan keluarga terkait upaya pencegahan dan penanganan
risiko jatuh pada lansia dalam konteks keperawatan komunitas adalah bahwa keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat mempunyai kekuatan yang akan mempengaruhi kekuatan eksternal
yaitu masyarakat itu sendiri. Keluarga menjadi sasaran utama dalam mewujudkan masyarakat
sehat melalui perilaku sehat dari setiap individu dalam keluarga. Hal ini menjadikan struktur
keluarga baik struktur peran dan kekuatan keluarga akan mempengaruhi kesehatan masyarakat
secara umum (Friedman, 2003).
Wright dan Leahey (2000, dalam Friedman, 2003) menggolongkan intervensi keperawatan
keluarga ke dalam tiga tingkatan fungsi keluarga yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (perilaku).
Intervensi yang mencakup tiga domain ini diharapkan keluarga tahu, mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya melalui sumber-sumber kekuatan yang ada di
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 25
keluarga. Beberapa contoh intervensi keperawatan keluarga yang dapat dilakukan antara lain
modifikasi perilaku, manajemen kasus, advokasi, kolaborasi, konsultasi, konseling, modifikasi
lingkungan, modifikasi gaya hidup, membuat jejaring dengan membentuk self help group dan
social support.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 26
Topik 5
a. Restrukturisasi Keluarga
Hubungan keluarga dan personal berubah secara dramatis dimana anak tinggal dalam keluarga
(tidak mau berpisah dengan keluarga), wanita bekerja di luar rumah, insiden single parents
meningkat, bertambahnya usia harapan hidup, insiden pasangan suami isteri usia lanjut
meningkat yang berdampak pada kondisi ekonomi. Hal ini akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan dimasa yang akan datang.
b. Informasi
Konsumen di masa yang akan datang lebih matur dan lebih menyadari akan kesehatannya
sehingga meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini menjadi tantangan
dalam penyediaan informasi kesehatan. Sistem informasi bagi perawat dan pemberi pelayanan
keperawatan berkembang di masa yang mendatang sehingga mempengaruhi praktik
keperawata. Contohnya penggunaan sistem komputer untuk dokumentasi catatan kesehatan
klien, monitoring pelayanan keperawatan dan identifikasi pola kebutuhan kesehatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 27
c. Budaya
Semua pemberi pelayanan menghadapi tantangan dalam memberi pelayanan yang kompeten
berdasarkan budaya sehingga mengembangkan keterampilan dalam memberi pelayanan pada
populasi yang berbeda.
d. Teknologi
Teknologi di masa depan harus dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga menuntut
perkembangan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh lama rawat di RS berkurang dan kebutuhan
pelayanan di luar RS meningkat. Penggunaan teknologi baru dalam pelayanan keperawatan di
rumah dimana keputusan tetap oleh klien dan keluarga. Keluarga menghadapi tantangan baru
dalam pengambilan keputusan pemilihan area pelayanan kesehatan berkaitan dengan cost
effective dan keterjangkauan.
e. Perubahan demografi
Jumlah individu yang perlu perawatan di long term care meningkat sehingga diharapkan
berkembang HHN. Ketentuan terkait HHN akan diusulkan pemerintah melalui perundang-
undangan termasuk cara pembayaran, kebijakan-kebijakan. Perawat harus mengambil inisiatif
dalam pebuatan kebijakan untuk mendukung mekanisme jaminan pelayanan berkelanjutan pada
semua aspek.
f. Kolaborasi
Melakukan kerjasama dengan orang lain dalam mendidik masyarakat umum dan pengambil
kebijakan (interprofesional collaboration). Kurikulum pendidikan keperawatan disesuaikan
dengan sistem pelayanan kesehatan yang mengalami perubahan sesuai kebutuhan konsumen
yang bervariasi. Kebijakan PIS-PK dan GERMAS, Praktik Keperawatan Mandiri, Satu Desa Satu
Perawat, dan Satu RW satu Perawat (DKI Jakarta).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 28
Topik 6
Manajemen sumber daya keluarga (SDK) adalah suatu proses yang dilakukan oleh keluarga dan
anggotanya dalam merencanakan dan melaksanakan penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan. Penggunaan sumber daya keluarga dalam usaha atau proses mencapai suatu tujuan yang
dianggap penting oleh keluarga. Sumber daya adalah alat atau bahan yang tersedia dan diketahui
potensinya untuk memenuhi keinginan (Friedman, 1998).
1. SDK tidak hanya terdapat di dalam keluarga sendiri tetapi juga terdapat di berbagai lingkungan
sekitar keluarga.
2. Kondisi dari sumber daya merupakan elemen dari sistem yang dapat mendorong atau
menghambat pencapaian tujuan keluarga.
3. Perubahan salah satu sumber daya akan berpengaruh pada sumber daya lainnya dalam sistem
keluarga
3. Peran dan Perubahan Keluarga. Manajemen sumber daya keluarga juga dipengaruhi oleh
peran masing-masing anggota keluarga di masyarakat dan juga oleh perubahan dalam
keluarga, misalnya adanya keluarga yang meninggal atau baru lahir.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 29
4. Teknologi. Dengan teknologi yang sudah semakin canggih, keluarga dapat melakukan
manajemen sumber dayanya dengan lebih terarah.
Proses manajemen sumberdaya keluarga terdiri dari masukan/ input, proses, keluaran/ output,
dan umpan balik.
Input (masukan)
Input dalam sumber daya keluarga meliputi benda, energi, dan atau informasi yang memasuki
sistem dalam berbagai bentuk untuk mempengaruhi proses dalam mencapai hasil atau keluaran.
Input atau masukan untuk keluarga adalah:
1. Tuntutan: tujuan atau kejadian yang memerlukan tindakan
2. Sumber-sumber: alat atau kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan yang terdapat
pada keluarga karena adanya tujuan dan kejadian
Proses
Proses adalah transformasi benda, energi dan atau informasi oleh suatu sistem dari masukan
sampai keluaran.
Output
Output meliputi benda, energi dan atau informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem dalam
respon terhadap input dari proses transformasi. Output dari sistem manajerial adalah respon
terhadap tuntutan dan perubahan sumber-sumber.
Umpan balik adalah tanggapan atau respon terhadap suatu pesan. Feedback bisa berupa respon
positif atau respon negatif.
Klasifikasi SDK
Ciri personal : kognitif, afektif, psikomotor; status kesehatan, bakat, tingkat intelegensia,
minat, sensitivitas. Ciri interpersonal : HAM, kerjasama/gotong royong dan keterbukaan
antar personal dalam kaitannya dengan pengembangan.
2. Sumber daya Non Manusia / Materi
Sumber daya non manusia atau sumber daya materi merupakan benda-benda yang
mempunyai kegunaan pada individu dan keluarga dalam mencapai tujuan.
Sumber daya materi dapat berupa Benda / barang serta aset keluarga (barang tahan lama ,
barang habis pakai); dan jasa.
Bersifat unik karena tidak dapat ditambah atau dikurangi, diakumulasi atau disimpan.
Sumber daya waktu yang dimiliki manusia sama yaitu sebanyak 24 jam.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 31
Topik 7
Tujuan
Prinsip-prinsip
Keluarga sebagai unit dalam pelayanan kesehatan; sehat sebagai tujuan utama; sarana mencapai
peningkatan kesehatan keluarlga; peran serta aktif keluarga; lebih mengutamakan promotif dan
preventif; pemanfaatan Sumber Daya Keluarga; sasaran asuhan adalah keluarga yang
bermasalah dan berisiko; dan Pendekatan Proses Keperawatan yang dilakukan dirumah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 32
3) Fokus pada individu dan keluarga secara simultan dan memandang keluarga sebagai
system
4) Jika terjadi sesuatu pada satu bagain dari system maka akan berpengaruh pada seluruh
anggota keluarga lainnya
d. Keluarga sebagai komponen dari masyarakat
1) Keluarga dipandang sebagai satu dari beberapa institusi di masyarakat
2) Keluarga merupakan unit dasar atau primer dari masyarakat
3) Keluarga sebagai keseluruhan berinteraksi dengan institusi lain untuk menerima, berbagi
atau memberi komunikasi dan pelayanan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 35
Topik 8
Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga yaitu (Hanson, 2001):
a. Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga dapat
melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab
terhadap masalah kesehatan.
b. Koordinator
c. Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun dirumah sakit
bertanggungjawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat
kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan
kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat
melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit.
d. Pengawas Kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visit atau kunjungan rumah
yang teratur untuk mengidentifikasikan atau melakukan pengkajian tentang kesehatan
keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 36
e. Advokat (Penasehat)
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar
keluarga mau meminta nasehat kepada perawat maka hubungan perawat-keluarga harus
dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Memberdayakan
keluarga untuk berbicara tentang dirinya, melindungi keluarga untuk memperoleh hak akan
kesehatan serta membuat keluarga lebih responsif terhadap kebutuhannya.
f. Kolaborator
Perawat harus bekerjasama dengan pelayanan puskesmas atau rumah sakit atau anggota
tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan yang optimal.
g. Fasilitator
Peran perawat disini membantu keluarga di dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan
derajat kesehatannya. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan di dalam
menggunakan pelayanan kesehatan; masalah ekonomi, dan sosial budaya. Agar dapat
melaksanakan peran fasilitator dengan baik maka perawat harus mengetahui sistem
pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan jaminan kesehatan.
h. Penemu Kasus
Peran perawat yang juga sangat penting yaitu mengidentifikasi masalah kesehatan sedini
mungkin yang terjadi pada keluarga sehingga tidak terjadi komplikasi, kecacatan dan
kematian.
i. Modifikasi Lingkungan
Perawat juga dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun lingkungan
masyarakat agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.
j. Role model
Perawat menjadi contoh peran bagi orang lain.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 37
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1. Identifikasi masing-masing keluarga anda sendiri dan jawablah dengan singkat pertanyaan
berikut.
a. Tuliskan tipe keluarga?
b. Berikan tiga contoh dari pelaksanaan fungsi afektif?
c. Berikan tiga contoh dari pelaksanaan fungsi ekonomi?
d. Berikan tiga contoh masalah kesehatan yang terjadi dan langkah apa yang sudah
dilakukan?
2. Tuliskan sumber daya yang ada di keluarga masing-masing? Uraikan dari jenis sumber daya
manusia, non manusia dan waktu.
3. Berikan contoh kasus masalah kesehatan dan bagaimana seorang perawat keluarga berperan?
Ringkasan
• Keluarga sebagai unit terkecil atau bagian dari suatu masyarakat sangat mempengaruhi
terhadap derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.
• Keluarga bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan dan tuntutan anggota
keluarganya antara lain kebutuhan akan kesehatan.
• Beberapa alasan penting keluarga menjadi fokus sentral dalam interaksi antara keluarga
dengan masyarakat, yaitu keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai
kekuatan yang akan mempengaruhi kekuatan eksternal atau yang lebih besar; norma-norma
sosial yang berlaku di masyarakat akan berpengaruh kepada norma-norma yang berlaku di
keluarga dan demikian pula sebaliknya; dan berbagai upaya kesehatan yang dilakukan
keluarga dapat mengurangi risiko permasalahan kesehatan di masyarakat.
• Kesehatan individu dan kesehatan keluarga merupakan dasar yang penting bagi kesehatan
masyarakat. Artinya sehatnya suatu masyarakat sangat ditentukan dari kesehatan individu,
keluarga dan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat tersebut.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 39
Tes 1
D. fungsi ekonomi
E. fungsi perawatan kesehatan
4. Sebuah keluarga terdiri dari seorang bapak berumur 50 tahun dan istrinya berumur 48 tahun
dengan 2 orang anaknya, laki-laki berumur 22 tahun dan adiknya seorang perempuan
berumur 17 tahun. Kedua anaknya aktif terlibat berbagai kegiatan di lingkungan sekolah
maupun tempat tinggalnya.
Aspek apakah yang perlu mendapat perhatian dari fungsi keluarga ditinjau dari segi sosial?
A. Meneruskan keturunan
B. Memenuhi kebutuhan gizi
C. Membentuk norma-norma tingkah laku
D. Memelihara dan membesarkan anak
E. Mencari sumber-sumber penghasilan
5. Seorang perawat keluarga memahami pentingnya keluarga sebagai fokus sentral dalam
menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi. Perawat bersama keluarga membuat
perencanaan dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
Apakah pernyataan yang tepat sesuai kasus di atas?
A. Upaya penemuan kasus ada dalam keluarga
B. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat
C. Keluarga sebagai sistem pendukung yang vital bagi anggotanya
D. Keluarga sebagai sumber daya kritis untuk membawa pesan-pesan kesehatan.
E. Keluarga adalah unit yang apabila ada disfungsi di dalamnya (penyakit) dapat
mempengaruhi anggotanya.
6. Perawat keluarga datang pada sebuah keluarga di RW 03 Kelurahan Jati dan membuat
perencanaan bersama keluarga dengan mengidentifikasi kekuatan keluarga seperti
kemampuan memberikan reinforcement.
Apakah bentuk kekuatan keluarga yang dimaksud sesuai kasus tersebut?
A. Dukungan dalam keluarga
B. Kemampuan merawat diri
C. Keterampilan Komunikasi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 42
A. Input
B. Proses
C. Output
D. Feedback
E. Impact
12. Mempunyai ciri-ciri status kesehatan yang kurang baik, ada bakat menulis, tingkat
intelegensia yang moderat, dan senang kerjasama/gotong royong merupakan klasifikasi
sumber daya …
A. Kelompok usia
B. Pembiayaan
C. Restrukturisasi keluarga
D. Tantangan sosiopolitik
E. Sensitifitas budaya
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 44
14. Adanya 12 indikator keluarga sehat di antaranya yaitu anggota keluarga tidak ada yang
merokok dan memiliki jamban sehat. Hal tersebut termasuk isu terkini yaitu…
A. Perawatan paliatif
B. Praktik mandiri perawat
C. Program PIS-PK
D. Satu desa satu perawat
E. Perawat desa
15. Peran perawat yang mengetahui ada kejadian seorang pemuda yang dipasung sejak remaja
dan memiliki luka terbuka di bagian paha sebelah kanan yaitu…
A. Pendidik
B. Role model
C. Pemberi pelayanan
D. Penemu kasus
E. Peneliti
Kunci Jawaban :
1. B
2. C
3. B
4. C
5. C
6. A
7. C
8. E
9. B
10. A
11. A
12. A
13. C
14. C
15. D
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 45
Daftar Pustaka
Allender, J. A., Rector, C. & Warner, K. D., 2014. Community Health Nursing. 8 ed. Philadelphia:
Lippincott & Wilkins.
Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory & Practice. Fourth ed. New Jersey: Appletion&
Lange.
Hanson, S. M. H., 2001. Family Health Care Nursing. Second ed. Philadephia: F.A Davis Company.
Kaakinen, J. . R., 2015. Family health care nursing : theory, practice, and research. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Modul Pelatihan Teknis Keperawatan Kesehatan Masyarakat Bagi
Perawat Pelaksana di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2017. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, Jakarta:
Available at: http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-
dengan-pendekatan-keluarga.html (Accessed: 19 November 2017).
Maglaya, A. S., 2009. Nursing Practice In The Community. Fifth ed. Marikina City: Argonauta Corporation.
Widagdo, W. & Kholifah, S. N., 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 46
Bab 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom.
Pendahuluan
Program Indonesia sehat melalui gerakan masyarakat hidup sehat dengan pendekatan keluarga
dalam mengatasi permasalahan kesehatan di masyarakat saat ini menjadi program prioritas
pemerintah dalam program pembangunan kesehatan secara nasional (Kementerian Kesehatan
RI, 2016). Pelayanan kesehatan keluarga, dimana salah satu layanan kesehatannya dilakukan oleh
perawat dalam bentuk pelayanan keperawatan keluarga. Pelayanan keperawatan keluarga
merupakan salah satu area dari pelayanan keperawatan di masyarakat yang dilakukan dengan
pendekatan keluarga. Pelayanan keperawatan keluarga diberikan secara komperhensif melalui
suatu proses yang komplek, dimana memerlukan kecakapan yang logis dan sistematis perawat
dalam bekerja dengan keluarga atau individu dalam keluarga. Pelayanan keperawatan keluarga
yang saat dikembangkan merupakan bagian pelayanan kesehatan masyarakat (Perkemas)
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Pelayanan keperawatan keluarga merupakan bentuk layananan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan keluarga yang dihadapi dan berada dalam lingkup praktik keperawatan.
Pelayanan keperawatan diberikan secara holistik dengan menempatkan keluarga dan
komponennya sebagai fokus pelayanan keperawatan dan melibatkan keluarga atau anggota
keluarga dalam tahap-tahapan proses keperawatan yaitu mulai tahap pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pelayanan keperawatan yang diberikan juga
menggunakan atau memanfaatkan seluruh potensi dan sumber-sumber yang ada di keluarga dan
yang ada di komunitas, serta program-program kesehatan dan sektor non kesehatan prioritas
yang ada di pemerintah (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Pelayanan keperawatan keluarga yang dilakukan di rumah merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain yang diberikan oleh
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 47
tenaga kesehatan yang lain. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat di keluarga dapat
dilaksanakan secara mandiri dan atau bisa diberikan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan
yang lain melalui dukungan klien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi
secara efektif.
Pelayanan keperawatan keluarga diberikan didasarkan pada tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yang harus dijalankan yang meliputi: keluarga mampu mengenal masalah kesehatan,
keluarga mampu mengambil kepeutusan untuk mengatasi masalah kesehatan, keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, keluarga mampu memodifikasi
lingkungannya, keluarga mampu memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan keluarga selalu
melibatkan atau memberdayakan keluarga agar keluarga dapat menjalankan tugasnya dalam
bidang kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat di keluarga
mencakup pada upaya pencegahan primer, pencegahan sekunder dan upaya kesehatan tersier
(Sahar, et al., 2018).
Praktik keperawatan keluarga terdiri dari pelayanan holistik yang menempatkan keluarga
sebagai fokus pelayanan atau individu sebagai pencari dukungan dan atau pelayanan. Perawat
keluarga dalam praktiknya menunjang keterlibatan anggota keluarga dalam pengkajian,
pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan perawatan. Perawat keluarga juga perlu
memobilisasi sumber-sumber lain yang dapat memberikan pelayanan kesehatan secara
maksimal untuk keluarga.
Pelayanan keperawatan keluarga dalam asuhan keperawatan keluarga bertujuan untuk: a.
memandirikan klien sebagai bagian keluarga; b. mensejahterakan klien sebagai gambaran
kesejahterakan keluarga; c. meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap anggota keluarga;
d. meningkatkan produktivitas klien dan keluarga; e. meningkatkan kualitas keluarga.
Pada buku ajar ini akan membahas dua level yaitu asuhan keperawatan individu dalam
keluarga dan asuhan keluarga. Asuhan keperawatan diberikan pada individu di rumah dengan
melibatkan peran serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Penemuan suspek/kasus kontak serumah
b. Penyuluhan/Pendidikan kesehatan pada individu dan keluarganya
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 48
d. Perawat menyadari bahwa gejala pada individu yang mempunyai masalah dapat berubah
sepanjang waktu.
e. Perawat mencoba meningkatkan interaksinya dengan seluruh komponen keluarga
maupun antar anggota keluarga.
f. Perawat mempertimbangkan bahwa komunitas sebagai sumber yang dapat berkontribusi
dan mendukung kesehatan keluarga.
g. Fokus pelayanan keperawatan keluarga pada kekuatan dan pertumbuhan seluruh
individu anggota keluarga.
h. Perawat bersama keluarga menetapkan tulang punggung keluarga untuk menempatkan
energi terapeutiknya.
Proses keperawatan keluarga suatu metode ilmiah yang teorganisir dan sistematis yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berfokus pada respon manusia yang
unik secara individual atau kelompok terhadap perubahan kesehatan secara aktual atau
potensial. Dalam proses keperawatan dilakukan melalui tahap: pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Setiap tahap proses keperawatan
keluarga sangat berkaitan erat dan sangat mempengaruhi tahap-tahap selanjutnya. Berikut ini
adalah Family Center Nursing Model yang menggambarkan pendekatan proses keperawatan
keluarga dari Friedman (Friedman, 1998).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 51
Perencanaan keperawatan
• Menyusun prioritas
• Menetapkan tujuan
• Menentukan intervensi keperawatan
Capaian Pembelajaran
Topik 1
Pengkajian adalah tahap pertama dari proses keperawatan, dimana seluruh keputusan dan
intervensi keperawatan didasarkan atas informasi yang dikumpulkan pada tahap ini. Untuk itu
tahap ini sangat penting guna menuju tahap berikut dalam proses keperawatan. Proses
pengkajian data pada proses keperawatan keluarga digunakan perawat untuk menetapkan status
kesehatan keluarga sebagai klien, kemampuan keluarga untuk mempertahankan diri sendiri
sebagai suatu sistem dan unit fungsional dan kemampuan mempertahankan kesehatan,
mencegah, mengontrol atau mengatasi masalah kesehatan dalam rangka mencapai kesehatan
yang lebih baik diantara anggota keluarga. Data tentang kondisi atau status keluarga yang
dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan dinamika keluarga, realita, kemungkinan dan
kerentananan umum atau faktor yang dikaitkan kesehatan dan pengalaman sakit. Berbagai
model-model teori digunakan untuk memahami karakteristik dan perilaku keluarga sebagai unit
fungsional dan klien (DeLaune & Ladner, 2011).
Pada pengkajian tahap pertama, dimana data tentang status kesehatan individu sebagai anggota
keluarga, keluarga sebagai suatu sistem dan lingkungannya akan dibandingkan dengan norma
atau standar personal, sosial, kesehatan lingkungan dan interaksi atau interpersonal dalam
sistem keluarga. Sebagai hasil akhir dari analisis data selama pengkajian tahap pertama dapat
dikategorikan sebagai: (1) Keadaan sehat; (2) ancaman kesehatan; (3) deficit kesehatan; (4)
Kondisi stress atau situasi krisis yang dapat diramalkan (Maglaya, 2009).
Pengkajian tahap kedua, lebih spesisik pada masalah keperawatan atau diagnosis
keperawatan, dimana keluarga dapat melakukan tugas dalam bidang kesehatan dengan menaruh
perhatian yang diberikan pada kondisi atau masalah kesehatan yang menghambat atau
menyebabkan ketidakmampuan keluarga menjalankan tugas kesehatannya (Freeman, 1981) .
Selanjutnya tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dijalankan meliputi:
1. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
2. Mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan
3. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko.
4. Mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk kesehatan dan perkembangan
personal.
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada.
Kegiatan yang dapat anda lakukan dalam kegiatan pengkajian keperawatan keluarga adalah
mengumpulkan data yang akurat dari klien dan keluarga sehingga diketahui berbagai masalah
kesehatan yang terjadi. Agar pengkajian dapat anda lakukan dengan baik dan benar, Perawat
harus memiliki pengetahuan diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan dasar manusia
sebagai sistem biopsikososial dan spiritual. Selama proses pengkajian, Perawat memandang
manusia dari aspek biologis, pskologis, sosial dan aspek spiritual. Kemampuan lain yang harus
dimiliki juga oleh perawat adalah melakukan observasi secara sistematis pada klien dan keluarga,
kemampuan dalam membangun suatu kepercayaan, kemampuan mengadakan wawancara serta
melakukan pemeriksaan fisik keperawatan.
mencakup keterampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian
yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan
memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara aktif, diam,
sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting
dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien dan
keluarga adalah sebagai berikut :
a. Menerima keberadaan klien dan keluarga sebagaimana adanya
b. Memberikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menyampaikan
keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas
c. Selama melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi
klien
d. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
e. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
f. Tidak bersifat menggurui
g. Memperhatikan pesan yang disampaikan
h. Mengurangi hambatan-hambatan
1) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
2) Menghindari adanya interupsi
3) Mendengarkan keluha-keluhan yang disampaikan klien dan keluarga
4) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien dan keluarga selama proses
pengumpulan data
Jenis wawancara yang dapat dilakukan perawat adalah :
a. Auto anamnese yaitu wawancara dengan klien dan keluarga secara langsung
b. Allo anamnese adalah wawancara dengan keluarga / orang terdekat dengan klien dan
keluarga.
Petunjuk meningkatkan Kesuksesan dalam wawancara
1. Bagaimana membina hubungan baik
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 59
1) Yakinkan privacy. Berikan suasana tenang, buat suasana pribadi tanpa adanya
ancaman yang mengganggu.
2) Gunakan nama klien. Diawali dari dari sendiri dan perlihatkan bahwa
sesungguhnya anda baik.
3) Jelaskan maksud dan tujuan. Jelaskan tujuan pertanyaan sehingga pertanyaan
yang diberikan untuk memberikan terbaik untuk arah perawatan dengan
mengetahui lebih banyak tentang klien dan keluarganya.
4) Gunakan kontak mata secara tepat. Hal ini untuk memberikan perhatian secara
penuh.
5) Jangan tergesa-gesa. Tergesa-gesa dapat menyebabkan sesorang merasa tidak
tertarik untuk mendengarkan apa yang anda katakan.
2. Bagaimana untuk mengamati.
1) Gunakan indra anda. Apakah anda melihat, mendengar, mencium adanya
ketidaknormalan?.
2) Catat penampilan secara umum. Apakah penampilan klien terlihat terawat dan
baik kesehatannya?.
3) Catat bahasa tubuh klien. Apakah tampak nyaman, gugup, menarik diri, gelisah.
Apa yang ada lihat?
4) Catat pola interaksi. Respon klien secara sadar terkait dengan gaya wawancara
(kadang-kadang perbedaan budaya akan menyebabkan hambatan dalam
komunikasi).
3. Bagaimana untuk bertanya.
1) Tanyakan berkaitan dengan masalah utama klien. Pertanyaan tentang masalah
yang membuat klien/keluarga mencari pertolongan pelayanan kesehatan terhadap
apa yang dirasakan.
2) Gunakan peristilahan yang dapat dipahami. Tanyakan pada klien, apakah ada yang
kurang dimengerti (misalnya anda dapat menjelaskan kepada klien tentang apa
yang dikatakan pada pagi ini)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 60
kemungkinan data yang diperoleh menjadi tidak valid, karena klien akan berusaha untuk
mengatur nafasnya.
b. Observasi dapat dilakukan berkaitan dengan kondisi fisik, mental, sosial dan spiritual
klien
c. Hasil observasi harus selalu didokumentasikan dengan baik sehingga datanya dapat
digunakan oleh tim kesehatan lain sebagai data pendukung yang penting.
3. Konsultasi dengan tenaga ahli atau spesialis sesuai dengan masalah kesehatan yang
ditemukan. Hasil konsultasi dapat digunakan sebagai data pendukung dan validasi data.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan masalah
kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah
a. Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan. Hasilnya seperti: Mata kuning (icteric), terdapat struma di leher,
kulit kebiruan (sianosis), dll
b. Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian
tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi
(patah/retak tulang), dll.
c. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Alat yang digunakan
adalah stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan
bising usus.
d. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan
tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang. Juga
dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Perkusi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 62
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat meliputi : pemeriksaan laboratorium, rontgen, dan
pemeriksaan lain sesuai dengan kondisi klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 64
Topik 2
Diagnosis Keperawatan Keluarga
Diagnosis keperawatan keluarga merupakan tahap kedua dari proses keperawatan keluarga.
Tahap ini merupakan kegiatan penting dalam menentukan masalah keperawatan yang akan
diselesaikan dalam keluarga. Penetapan diagnosis keperawatan yang tidak tepat akan
mempengaruhi tahapan berikutnya dalam proses keperawatan. Kemampuan perawat dalam
menganalisis data hasil pengkajian sangat diperlukan dalam menetapkan diagnosis keperawatan
keluarga (Hanson, 2001).
Diagnosis keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi
tanggung gugat perawat. Formulasi diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis
digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui identifikasi masalah dapat
digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan,
disamping itu dengan menentukan atau menginvestigasi dari etiologi masalah, maka akan
dijumpai faktor yang menjadi kendala atau penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan
gejala akan dapat digunakan untuk memperkuat masalah yang ada.
Untuk menyusun diagnosis keperawatan yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan
ketrampilan yang harus dimiliki diantaranya: kemampuan dalam memahami beberapa masalah
keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan karakteristik, beberapa ukuran
normal dari masalah tersebut serta kemampuan dalam memahami mekanisne penanganan
masalah,berpikir kritis, dan membuat kesimpulan dari masalah.
1 Diagnosis Aktual
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan
nya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala
mayor dan minor dapat ditemukan. Hal ini didukung oleh batasan karakteristik (manifestasi
tanda dan gejala) yang saling berhubungan.
Contoh diagnosis keperawatan aktual:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 66
• Defisit nutrisi
• Bersihan jalan napas tidak efektif
• Koping tidak efektif
• Defisit pengetahuan
2 Diagnosis Risiko
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan
nya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan
tanda/gejala mayor pada klien, namun klien memiliki factor risiko yang mengalami masalah
kesehatan. Label diagnosis risiko ini diawali dengan frase “Risiko”.
Contoh diagnosis keperawatan risiko:
• Risiko ketidakseimbangan cairan
• Risiko konstipasi
• Risiko infeksi
• Risiko harga diri rendah kronis
3 Diagnosis Promosi Kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya
ketingkat yang lebih baik atau optimal. Label diagnosis promosi diawali dengan frase
“Kesiapan meningkatkan”.
Contoh diagnosis keperawatan promosi kesehatan:
• Kesiapan meningkatkan nutrisi
• Kesiapan meningkatkan koping keluarga
• Kesiapan meningkatkan komunikasi
PERUMUSAN
DIAGNOSIS Rumusan Diagnosis Keperawatan pada setiap kondisi
Proses penegakan diagnosis
KEPERAWATAN keperawatan dapat
atau masalah diuraikan
kesehatan individusebagai berikut:
anggota keluaga
1. Diagnosis actual
2. Diagnosis risiko
3. Diagnosis promosi kesehatan
1. Analisis data
Analisis data dapat dilakukan dengan cara membandingkan dengan nilai normal atau standar.
Pergunakan nilai atau standar untuk menetapkan status keluarga sebagai klien yang dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tipe (Maglaya, 2009):
a. Kesehatan normal anggota keluarga, meliputi kondisi fisik, social dan emosional masing-
masing anggota keluarga.
b. Kondisi rumah dan lingkungan, meliputi kondisi lingkungan fisik, psikologis dan social
budaya. Sebagaimana yang perlu diperhatikan pada lingkungan ini yaitu: tipe dan kualitas
rumah, ruangan tempat tinggal yang adekuat, sanitasi rumah yang adekuat, sumber-
sumber yang ada di rumah dan masyarakat, kondisi tetangga, norma-norma sosial budaya,
nilai-nilai, pengendalian factor risiko dan bahaya yang menimbulkan kerusakan.
c. Karakteristik, dinamika dan fungsi keluarga, meliputi pola peran, respon terhadap
kebutuhan individu anggota keluarga, mekanisme pemecahan masalah yang dinamis,
kemampuan untuk menerima bantuan, pola komunikasi yang terbuka, kemampuan untuk
membina hubungan dan perhatian, caring dan kemampuan untuk mempertahankan dan
membangun hubungan yang konstruktif dengan tetangga dan masyarakatnya.
2. Identifikasi Kondisi/masalah keluarga
Setelah data keluarga hasil pengkajian diperoleh dan dibandingkan dengan norma atau
standar dan diinterpretasikan, dimana pada akhirnya pada pengkajian tahap pertama
diperoleh gambaran kondisi dan masalah kesehatan yang dapat diklasifikasikan sebagai:
Keadaan sehat, ancaman kesehatan, defisit kesehatan, kondisi stress atau situasi krisis.
3. Identifikasi diagnosis keperawatan untuk setiap kondisi/masalah keluarga.
Setiap kondisi atau masalah kesehatan yang ada di dalam pada keluarga, dilakukan
diidentifikasi terkait dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dijalankan
yaitu:
a. Kemampuan keluarga mengenal kondisi atau masalah kesehatan
b. Kemampuan mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi
masalah kesehatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 69
c. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau
beresiko.
d. Kemampuan keluarga mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk
kesehatan dan perkembangan personal.
e. Kemampuan keluarga memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada .
4. Perumusan diagnosis keperawatan
Berdasarkan identifikasi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dijalankan pada
setiap kondisi/masalah kesehatan yang ada, selanjutnya dapat ditetapkan dan dirumuskan
diagnosis keperawatan dalam tiga bagian yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016):
a. Diagnosis aktual
b. Diagnosis risiko
c. Diagnosis promosi kesehatan
Skema 3.2. Contoh : Masalah Kesehatan : Tuberkulosis paru pada Bapak A
No Data Pengkajian Tahap kedua Tugas Keluarga dalam bidang Diagnosis Keperawatan
Kesehatan
1 • Keluarga mengatakan tidak 1. Ketidakmampuan keluarga 1.Defisit pengetahuan:
mengetahui apa itu penyakit mengenal kondisi atau Penyakit TB paru.
TB, penyebab dan tanda dan masalah kesehatan
gejala tentang penyakit TB Paru
2 • Keluarga mengatakan tidak 2. Ketidakmampuan keluarga 2.Konflik pengambilan
tahu akibat lanjut dari mengambil keputusan keputusan.
penyakit TB. untuk mengatasi penyakit
• Keluarga mengatakan TB Paru
bingung dengan penyakitnya
3. • Klien penderita TB BTA (+) 3. Ketidakmampuan keluarga 3.Risiko penyebaran infeksi
sedang dalam pengobatan. dalam merawat anggota 4.Bersihan jalan napas tidak
Ada balita dan bayi di keluarga yang sakit efektif
rumah. 5.Defisit nutrisi
• Klien mengeluh batuk 6.Manajemen kesehatan
berdahak berwarna kental keluarga tidak efektif
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 70
dan lingkungan. Mengingat formulasi diagnosis keperawatan menggunakan SDKI belum optimal
mengakomodasi diagnosis keperawatan keluarga, kelompok dan komunitas sehingga dapat juga
digunakan rumusan diagnosis NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) dan ICNP
International Classifications for Nursing Practice) (Herdman & Kamitsuru, 2014).
Adapun beberapa contoh diagnosis keperawatan dalam SDKI yang berkaitan dengan
keperawatan keluarga yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016):
• Bersihan jalan napas tidak efektif
• Risiko perdarahan
• Defisit nutrisi
• Risiko ketidakseimbangan cairan
• Nyeri kronis
• Koping tidak efektif
• Penurunan koping keluarga
• Defisit pengetahuan
• Gangguan proses keluarga
• Risiko cidera
• Risiko infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 72
Topik 3
Perencanaan Keperawatan Keluarga
Perencanaan adalah langkah ketiga dari proses keperawatan, dimana digunakan untuk
merumuskan rencana perawatan klien. Sebelum langkah ini adalah pengumpulan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. Setelah seorang perawat secara menyeluruh mengkaji klien
dan menentukan diagnosis keperawatan (atau masalah) klien yang unik, maka disusunlah suatu
rencana dari tindakan yang dikembangkan dengan tujuan spesifik untuk menyelesaikan diagnosis
keperawatan atau masalah kesehatan. Mengikuti komponen perencanaan, proses keperawatan
berlanjut dengan langkah implementasi intervensi keperawatan dan evaluasi respons klien untuk
rencana perawatan (Allender, et al., 2014).
Perencanaan adalah tahapan yang penting dalam proses keperawatan karena menentukan
tindakan apa yang akan dilakukan pada tahap pelaksanaan oleh perawat. Penyusunan
perencanaan keperawatan keluarga hendaknya dilaksanakan bersama klien dan keluarga.
Perawat dan keluarga secara bersama-sama akan mampu mengidentifikasi sumber yang dimiliki
oleh keluarga yang dapat dimanfaatkan dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi.
Tujuan rencana keperawatan klien & keluarga untuk mempertahankan atau meningkatkan
kesehatan keluarga pada tingkat optimal. Perencanaan keperawatan adalah kerangka kerja yang
menjadi dasar praktik keperawatan ilmiah. Karena itu, perencanaan dilakukan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Perencanaan juga meningkatkan komunikasi
dan penyediaan tenaga layananan keperawatan secara berkelanjutan dan berkualitas untuk
semua klien.
berurutan, teratur menggunakan metode keterampilan pemecahan masalah dan kritis berpikir
untuk merumuskan rencana perawatan untuk menyelesaikan diagnosis keperawatan. Komponen
perencanaan proses keperawatan meliputi menetapkan prioritas, menetapkan tujuan,
mengembangkan kriteria hasil, memilih intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan
rencana perawatan (Doenges, 2005).
Perencanaan keperawatan juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah klien. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat diperlukan
berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan
kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga
kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis
tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan,
menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan
tingkat kesehatan lain.
Faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan
keperawatan keluarga yaitu:
1. Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisa data secara menyeluruh tentang
masalah atau situasi keluarga
2. Rencana keperawatan harus realistik
3. Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah instansi kesehatan
4. Rencana keperawatan dibuat bersama keluarga
Tujuan dari perencanaan keperawatan keluarga adalah
1 Alat komunikasi antar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga
2 Meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan yang diberikan pada keluarga,
3 Mendokumentasikan proses dan kriteria hasil sebagai pedoman bagi perawat dalam
melakukan tindakan kepada keluarga serta melakukan evaluasi
4 Mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok
5 Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya
6 Menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 74
Ketika seorang klien atau keluarga memiliki lebih dari satu kondisi atau masalah kesehatan,
perawat dan klien perlu menetapkan prioritas untuk mengidentifikasi kondisi yang mana dan
masalah kesehatan akan dibahas pada awalnya dalam rencana perawatan. Dengan
mengkomunikasikan proses pengambilan keputusan ini ke anggota lain dari tim perawatan
kesehatan, perawat mendorong pendekatan tetap untuk pencapaian kesehatan optimal untuk
setiap klien.
Penetapan prioritas adalah elemen pertama perencanaan. Saat menetapkan prioritas,
perawat memeriksa kondisi dan masalah kesehatan klien dan mengurutkannya sesuai urutan
kebutuhan fisiologis atau psikologis. Metode ini mengatur diagnosis keperawatan klien ke dalam
kerangka kerja sistematis untuk perencanaan asuhan keperawatan. Kondisi dan masalah
kesehatan klien harus diberi peringkat bersama oleh perawat dan klien atau keluarga. Melibatkan
klien atau keluarga dalam pengambilan keputusan secara bersama akan membantu memotivasi
klien dan memberi perasaan klien ikut terlibat, yang menginspirasi pencapaian keberhasilan
setiap tujuan.
Penetapan prioritas masalah kesehatan keluarga dengan cara menggunakan skoring.
Komponen dari prioritas masalah keperawatan keluarga adalah kriteria, bobot dan pembenaran.
Kriteria dari prioritas masalah kesehatan keluarga terdiri dari:
1 Sifat Kondisi atau masalah yang ada, kriteria sifat masalah ini dapat ditentukan dengan
melihat kondisi atau masalah klien yang dikelompokkan menjadi: keadaan atau potensi
sejahtera skor 3, defisit kesehatan skor 3, ancaman kesehatan dengan skor 2 dan krisis
dengan skore 1.
2 Kemungkinan untuk diubah, kriteria ini dapat ditentukan dengan melihat pengetahuan,
sumber daya keluarga, sumber daya perawatan yang tersedia dan dukungan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 75
masyarakatnya. Kriteri kemungkinan untuk diubah ini skornya terdiri dari mudah skornya
2, sebagaian skornya 1 dan tidak dapat skornya nol.
3 Potensial untuk dicegah, kriteria ini dapat ditentukan dengan melihat kepelikan masalah,
lamanya masalah, dan tindakan yang sedang dilakukan. Skor dari kriteria ini terdiri dari
tinggi dengan skor 3, cukup dengan skor 2 dan rendah dengan skor 1.
4 Menonjolnya masalah, kriteria ini dapat ditentukan berdasarkan persepsi keluarga dalam
melihat masalah. Penilaian dari kriteria ini terdiri dari segera dengan skor 2, tidak perlu
segera skornya 1 dan tidak dirasakan dengan skor nol 0 (Maglaya, 2009).
Cara perhitungannya sebagai berikut:
1. Tentukan skor dari masing-masing kriteria untuk setiap masalah keperawatam yang
terjadi. Skor yang ditentukan akan dibagi dengan nilai tertinggi kemudian dikalikan bobot
dari masing-masing kriteria. Bobot merupakan nilai konstanta dari tiap kriteria dan tidak
bisa diubah (Skor/angka tertinggi x bobot).
2. Jumlahkan skor dari masing-masing kriteria untuk tiap diagnosis keperawatan keluarga.
3. Skor tertinggi yang diperoleh adalah diagnosis keperawatan keluarga yang prioritas.
Skoring yang dilakukan ditiap-tiap kriteria harus diberikan pembenaran sebagai justifikasi dari
skor yang telah ditentukan oleh perawat, Justifikasi yang diberikan berdasarkan data yang
ditemukan dari klien dan keluarga.
Perawat perlu mempertimbangkan adanya faktor-faktor yang kemungkinkan bisa merubah
kondisi atau masalah kesehatan yaitu (Widagdo & Kholifah, 2016):
1. Adanya pengetahuan, teknologi dan intervensi saat ini yang dapat yang mendukung
keadaan menjadi lebih sehat atau bisa mengatasi masalah.
2. Sumber keluarga: fisik, keuangan dan tenaga.
3. Sumber perawat: pengetahuan, ketrampilan dan waktu.
4. Sumber masyarakat: Fasilitas, organisasi komunitas atau dukungan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 76
KRITERIA BOBOT
1. Sifat masalah
skala : Kondisi/potensi sejahtera 3 1
Defisit kesehatan 3
Ancaman kesehatan 2
krisis 1
2. Kemungkinan masalah dapat dirubah 2
skala ; dengan mudah 2
hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah 1
skala : tinggi 3
cukup 2
rendah 1
4. Menonjol masalah 1
skala : Masalah dirasakan dan ingin segera diatasi 2
Masalah dirasakan tidak perlu segara diatasi 1
Masalah tidak dirasakan 0
Dalam memutuskan skore yang sesuai untuk potensi masalah untuk dapat dicegah dari kondisi
atau masalah kesehatan, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan:
1. Komplek atau beratnya masalah- biasanya dikaitkan dengan perkembangan
penyakit/masalah yang mengindikasikan semakin luas kerusakan terjadi pada
klien/keluarga.
2. Lamanya dari masalah- semakin lama masalah itu berlangsung maka semakin sulit untuk
kemungkinan masalah dapat dicegah, dibandingkan dengan kondisi atau masalah
kesehatan baru terjadi.
3. Manajement saat ini- biasanya dikaitkan dengan adannya dan ketersedian program atau
intervensi dari Lembaga atau institusi yang dapat mendukung terjadinya kondisi sehat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 77
atau perbaikan masalah kesehatan. Adanya program dan intervensi dari Lembaga atau
organisasi yang memberikan dukungan ke keadaan yang lebih baik maka prioritas dalam
pencegahan akan diberikan prirotas yang tinggi.
4. Kelompok rentan atau kelompok risiko yang terpapar- adanya kelompok rentan atau
kelompok risiko tinggi maka akan diberikan prioritas yang tinggi untuk dilakukan tindakan
pencegahan (Maglaya, 2009).
Tabel 3.5. Contoh skoring prioritas masalah: Kurang Gizi pada anak B.
5
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 78
Berdasarkan tabel diatas, skor yang didapat adalah 5. Selanjutnya skoring dilakukan untuk semua
kondisi atau masalah kesehatan.
Tujuan
Penulisan tujuan dibutuhkan untuk membangun secara jelas dalam bentuk instruksi guna
memperbaiki kesempatan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Pada saat penulisan tujuan
harus secara jelas untuk memberikan arah dalam perencanaan keperawatan guna menentukan
evaluasi intervensi keperawatan. Sebagai petunjuk untuk memberikan perubahan yang
diharapkan pada klien, dan klien akan memiliki ide yang secara langsung terkait bagaimana
resolusi untuk masing-masing diagnosis. Tujuan ditetapkan sesuai dengan kriteria evaluasi untuk
mengukur efektivitas perencanaan intervensi keperawatan, dimana secara langsung mengatasi
diagnosis keperawatan klien.
Tujuan harus ditetapkan untuk memenuhi segera, seperti serta pencegahan dan rehabilitasi
jangka panjang, kebutuhan klien. Tujuan jangka pendek adalah pernyataan yang ditulis secara
objektif format yang menunjukkan harapan untuk dicapai dalam resolusi diagnosis keperawatan
dalam waktu singkat, biasanya dalam beberapa jam atau hari. Tujuan jangka panjang adalah
pernyataan ditulis dalam format objektif yang menunjukkan harapan untuk dicapai dalam
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 79
resolusi diagnosis keperawatan lebih lama periode waktunya, biasanya selama beberapa minggu
atau bulan.
Pertimbangan lain adalah ketepatan dalam mengidentifikasi etiologi masalah. Jika etiologi
masalahnya adalah diidentifikasi secara tidak benar, klien dalam mencapai tujuan jangka pendek,
dimana masalah yang ada tidak dapat diselesaikan. Jadi, ini penting sekali untuk mengidentifikasi
dengan benar etiologi masalah.
Kriteria Hasil
Setelah tujuan ditetapkan, kriteria hasil yang diharapkan bisa diidentifikasi berdasarkan tujuan.
Mengingat situasi unik klien dan sumber daya, kriteria hasil yang diharapkan dibangun menjadi:
• Realistis
• Saling diinginkan oleh klien dan perawat
• Dapat dicapai dalam periode waktu yang ditentukan.
Kriteria hasil yang diinginkan ini merupakan langkah terukur menuju pencapaian tujuan yang
ditetapkan sebelumnya (Doenges, 2005). Kriteria hasil yang diharapkan menggambarkan perilaku
yang terukur perubahan atau bukti perubahan pada klien saat tujuannya telah tercapai.
Beberapa kriteria hasil yang diharapkan mungkin diperlukan untuk setiap sasaran. Kriteria hasil
yang diharapkan digunakan di proses evaluasi dengan memberikan standar untuk perbandingan
dalam menentukan apakah klien berhasil mencapai target. Karena asuhan keperawatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 80
didasarkan pada pendekatan holistik, kriteria hasil yang diharapkan dapat ditulis dalam ukuran
spiritual, emosional, fisiologis, perkembangan, dan sosial.
Ketika tujuan dan kriteria hasil ditulis dengan jelas, perawat dapat memilih intervensi
keperawatan untuk memastikan bahwa klien data dasarnya dinilai secara menyeluruh,
kebutuhan individu klien diidentifikasi, dan pendekatan yang tepat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Biasanya, setiap diagnosis keperawatan memiliki satu tujuan dan beberapa kriteria hasil yang
diharapkan. Dalam menulis pernyataan tujuan, Perawat mempertimbangkan diagnosis
keperawatan untuk formulasi perilaku klien yang sesuai menggambarkan pengurangan diagnosis
keperawatan. Konsep-konsep ini diperlihatkan pada Tabel 3.7 Dalam membuat tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan, dimana komponen penting adalah subjek, kata kerja, kriteria,
kondisi (jika perlu), dan jangka waktu (Doenges, 2005).
Gangguan Pola Tidur Klien akan tidur tidak terputus • Klien akan meminta kembali
untuk 5 jam. pijat untuk relaksasi.
• Klien akan menetapkan batas
pada kunjungan keluarga.
Tidak efektifnya perfusi jaringan Klien akan memilikinya • Klien akan mengidentifikasi tiga
perifer denyut nadi perifer dengan faktor untuk ditingkatkan
jelas dalam 1 minggu sirkulasi perifernya.
• Kaki klien akan hangat bila
disentuh.
Ada lima komponen tujuan yang dibangun dengan baik dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu:
subjek, kata kerja, kriteria, kondisi, dan jangka waktu. Untuk lebih jelas adalah sebagai berikut
(DeLaune & Ladner, 2011):
1. Subjek.
Komponen yang harus dipertimbangkan pada awalnya dalam menulis tujuan adalah subjek.
Subjek mengidentifikasi orang yang akan melakukan perilaku yang diinginkan atau
memenuhi tujuan. Rencana asuhan keperawatan berfokus pada klien, klien adalah orang
yang perlu mencapai perubahan perilaku yang diinginkan.
2. Kata Kerja
Komponen selanjutnya dalam menulis tujuan adalah kata kerja. Komponen ini
menggambarkan apa yang dilakukan klien untuk mencapai perubahan perilaku yang
diharapkan. Kata kerja memungkinkan evaluator untuk menentukan pencapaian perilaku
yang dapat diamati. Ketika perilaku aktual dinyatakan sebagai kata kerja yang dapat diukur
secara jelas dan langsung, perawat dapat menentukan apakah klien menunjukkan
pencapaian tujuan. Hanya satu kata kerja yang harus digunakan untuk setiap tujuan.
3. Kriteria.
Komponen penting berikutnya adalah kriteria. Kriteria adalah standar yang digunakan untuk
mengevaluasi apakah perilaku tersebut ditunjukkan menunjukkan pencapaian tujuan.
Kriteria mungkin ditulis dalam berbagai cara dan dapat meliputi:
• Batas waktu
• Jumlah aktivitas
• Karakteristik kinerja yang akurat
• Deskripsi kinerja yang harus diikuti
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 82
4. Kondisi
Komponen selanjutnya yang akan dimasukkan dalam penulisan tujuan yang efektif adalah
kondisi di mana klien harus melakukan atau menunjukkan penguasaan tugas. Meskipun
komponen ini pilihan dalam hal menulis tujuan, ketentuan dapat memberikan kejelasan dan
membantu klien untuk menunjukkan perilaku yang diharapkan. Kondisi tersebut dapat
mencakup pengalaman yang klien diharapkan sebelum melakukan tugas.
5. Jangka Waktu
Komponen terakhir untuk dimasukkan dalam menulis tujuan dengan tepat adalah jangka
waktu, di mana klien harus melakukan atau menunjukkan penguasaan tugas. Jangka waktu
yang tertulis berfungsi sebagai parameter untuk mengevaluasi pencapaian tujuan.
Terkait dengan intervensi keperawatan maka Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
telah mengeluarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), namun masih terbatasnya
intervensi keperawatan yang ada pada SIKI, maka dapat juga menggunakan Nursing
Interventions Classification (NIC) (TIm POkja SIKI DPP PPNI, 2018) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2019).
Tabel. 3.8. Contoh Perencanaan Keperawatan Pada Klien TB dalam konteks keluarga dengan
menggunakan SIKI dan atau NIC
4 Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi 1 X • Manajemen jalan napas (SIKI / NIC):
napas tidak 30′ maka efektifitas bersihan ✓ Monitor pola napas, bunyi napas klien
efektif jalan napas klien meningkat ✓ Monitor sputum klien
dengan kriteria hasil: ✓ Berikan minum hangat
• Batuk efektif meningkat ✓ Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 86
Topik 4
Implementasi
Implementasi atau Pelaksanaan keperawatan keluarga merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan keluarga. Tahap ini perawat dapat melakukan intervensi keperawatan sesuai
dengan perencanaan secara mandiri dan atau melaksanakan kerjasama dengan tim kesehatan
lain. Keberhasilan tindakan keperawatan dipengaruhi oleh kemampuan perawat, partisipasi klien
dan keluarga, dan sarana yang tersedia
Tujuan Implementasi diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan klien yang dihasilkan melalui
kegiatan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, manajemen penyakit, atau pemulihan
kesehatan dalam berbagai pengaturan termasuk perawatan akut, perawatan kesehatan di
rumah, klinik rawat jalan,atau fasilitas perawatan yang diperluas. Implementasi juga melibatkan
pendelegasian tugas.
Pada tahap implementasi keperawatan keluarga ini, maka kemampuan yang diperlukan oleh
perawat adalah :
1 Kemampuan dalam berpikir kritis dan kreatif
2 Ketrampilan interpersonal yang kuat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 89
3 Kecakapan teknikal
4 Ketepatan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan
5 Kemampuan dalam mengobservasi
6 Kemampuan dalam komunikasi secara efektif
Wright & Leahey dalam Friedman (1998) menganjurkan untuk melakukan intervensi
keperawatan keluarga pada kondisi-kondisi berikut:
1 Adanya keluarga dengan suatu masalah yang berhubungan diantara anggota keluarga
2 Adanya anggota keluarga dengan penyakit yang memiliki dampak merugikan secara nyata
terhadap anggota yang lain
3 Anggota keluarga mendukung permasalahan atau gejala suatu individu
4 Salah satu anggota keluarga menunjukkan perbaikan dari gejala atau kemunduran dalam
anggota keluarga yang lain
5 Seseorang anggota keluarga didiagnosa penyakit pertama kali
6 Perkembangan anak dan remaja secara emosional, tingkah laku dan masalah fisik dalam
konteks anggota keluarga yang sakit.
7 Salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit kronis pulang atau pindah dari satu
institusi ke komuniti
8 Penyakit anggota keluarga yang mematikan.
Menurut Freeman dalam Friedman (1998) secara umum intervensi keperawatan keluarga dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1 Supplemental
Dimana perawat secara langsung memberi pelayanan, dimana keluarga tidak mampu.
2 Facilitative
Dimana perawat membantu mengatasi hambatan dari keluarga dalam memperoleh
pelayanan medis, kesejahteraan sosial, transportasi atau pel perawatan kesehatan di
rumah.
3 Developmental
Perawat membantu kel dalam kapasitasnya menolong diri sendiri dan membantu
keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kes yang bersumber dari diri sendiri.
Model intervensi keluarga Calgary, (CFIM, Calgary Family Intervension Model) oleh Wright and
Leahey (1994) merupakan kerangka pengorganisasian konseptual pembagian domain khusus dari
fungsi keluaga dan intervensi spesifik yang diusulkan oleh perawat. Fokus CFIM adalah
meningkatkan, memperbaiki dan membantu fungsi keluarga secara efektif dalam tiga domain,
yaitu : kognitif, afektif dan perilaku. (lihat tabel dibawah ini).
Domain Intervensi
3 Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara:
a. Mendemonstrasikan cara perawatan
b. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
c. Mengawasi keluarga melakukan perawatan
4 Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi
sehat dengan cara :
a. Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
b. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
5 Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara
a. Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
b. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Selama melakukan intervensi, perawat diharapkan tetap mengumpulkan data baru, seperti
respon klien terhadap intervensi atau situasi yang berganti dan perubahan-perubahan
situasi. Yang harus menjadi perhatian adalah pada keadaan ini perawat harus fleksibel dalam
menerapkan intervensi. Beberapa kendala yang sering terjadi dalam implementasi adalah
ide yang tidak mungkin, pandangan negatif terhadap keluarga, kurang perhatian terhadap
kekuatan dan sumber-sumber yang dimiliki keluarga serta penyalahgunaan budaya atau
gender.
Menurut Friedman (1998) bentuk intervensi keperawatan keluarga spesifik yang dapat dilakukan
oleh perawat adalah sebagai berikut :
1. Modifikasi tingkah laku
2. Kontrak
3. Manajemen kasus, meliputi koordinasi dan edukasi
4. Kolaborasi
5. Konsultasi
6. Konseling
7. Strategi pemberdayaan
8. Modifikasi lingkungan
9. Advokasi keluarga
10. Modifikasi gaya hidup, meliputi manajemen stress
11. Networking meliputi penggunaan kelompok swabantu dan dukungan sosial
12. Merujuk
13. Model peran
14. Model supplementation
15. Strategi pengajaran
16. Klarifikasi nilai-nilai
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 95
Topik 5
Evaluasi
Evaluasi keperawatan keluarga merupakan tahap kelima atau akhir dari proses keperawatan.
Tahap evaluasi ini akan menilai keberhasilan dari tindakan yang telah dilaksanakan. Indikator
evaluasi keperawatan adalah kriteria hasil yang telah ditulis pada tujuan ketika perawat
menyusun perencanaan tindakan keperawatan. Evaluasi dikatakan berhasil apabila tujuan
tercapai.
Bahasan topik evaluasi keperawatan keluarga ini akan mempelajari tentang materi
pengertian evaluasi keperawatan keluarga, tujuan evaluasi keperawatan keluarga, proses dan
jenis evaluasi keperawatan keluarga, metode dan sumber data evaluasi keperawatan keluarga.
Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan untuk :
1 Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2 Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
3 Melanjutkan rencana tindakan keperawatan.
Proses Evaluasi
1 Mengukur pencapaian tujuan klien
a. Kognitif ( pengetahuan )
Untuk mengukur pemahaman klien dan keluarga setelah diajarkan tehnik – tehnik
perawatan tertentu. Metode evaluasi yang dilakukan misalnya dengan melakukan
wawancara pada klien dan keluarga. Contoh: Setelah dilakukan pendidikan kesehatan
tentang pencegahan TB Paru, klien dan keluarga ditanya kembali tentang bagaimana
cara pencegahan TB Paru.
b. Affektif (status emosional)
Cenderung kepenilaian subyektif yang sangat sulit diukur. Metode yang dapat dilakukan
adalah observasi respon verbal dan nonverbal dari klien dan keluarga serta
mendapatkan masukan dari anggota keluarga lain.
c. Psikomotor (tindakan yang dilakukan)
Mengukur kemampuan klien dan keluarga dalam melakukan suatu tindakan atau
terjadinya perubahan perilaku pada klien dan keluarga. Contoh: Setelah perawat
mengajarkan batuk efektif, klien diminta kembali untuk mempraktikkan batuk efektif
sesuai dengan yang telah dicontohkan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 98
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Diskripsi Kasus:
Keluarga Bapak R (45 tahun) dan istrinya Ibu W (39 tahun) memiliki 2 orang anak berusia remaja
dan usia sekolah. Ibu W mengeluh sering pusing pada bagian tengkuk, terasa kaku dan tegang.
Ibu W menganggap bahwa ini keluhan biasa dan bias diobati dengan obat warung. Ibu W
mengatakan kalau pusing dapat dikurangi dengan makan sayur asam, ikan asin dan sambal terasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 100
Pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah diperoleh hasil tekanan darah 160/95 mmHg.
Selama ini ibu W tidak tahu kalua dia mengalami hipertensi dan tidak memahami apa itu
hipertensi, penyebab, tanda dan gejalanya.
Tugas:
1. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada tahap pertama dan tahap kedua untuk kasus
diatas.
2. Rumuskan diagnosis keperawatan pada kasus diatas
3. Buatlah rencana keperawatan berdasarkan prioritas masalah yang ada
Ringkasan
7. Evaluasi keperawatan keluarga merupakan tahap akhir dari proses keperawatan keluarga,
dimana pada tahap ini perawat menilai keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan.
Tes 2
D. promosi kesehatan
E. Wellness
9. Ibu H mengatakan anaknya S umur 1 tahun belum pernah diimunisasi, karena khawatir
anaknya sakit setelah disuntik imunisasi. Ibu H jarang membawa anaknya ke Posyandu,
sehingga tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang imunisasi. Diagnosiskeperawatan
keluarga yang dapat dirumuskan untuk keluarga Ibu H adalah....
A. kecemasan pada Ibu H
B. kurangnya pengetahuan pada Ibu H
C. risiko gangguan pertumbuhan pada An. S
D. kesiagaan meningkatkan pengetahuan pada Ibu H
E. Koping individu tidak efektif pada Ibu H
10. Untuk membantu keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga, intervensi perawat
antara lain...
A. hindari ancaman psikologis dengan memperbaiki pola komunikasi
B. mengenalkan keluarga tentang masalah kesehatan yang terjadi
C. melakukan pendekatan pada keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
D. melakukan observasi perilaku pada anggota keluarga yang sakit
E. merujuk keluarga ke fasilitas ke dekat untuk mendapatkan informasi
11. Faktor penentu prioritas masalah keperawatan keluarga berdasarkan….
A. sifat masalah
B. kemungkinan masalah tidak diubah
C. masalah yang mengancam jiwa
D. tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
E. Luasnya masalah
12. Seorang Perawat Komunitas akan melakukan kunjungan ke Rumah Bp. Y untuk
menjelaskan tentang penyakit TB Paru, Kegiatan Perawat tersebut untuk mencapai tugas
kesehatan keluarga adalah dengan….
A. mengenal masalah kesehatan
B. mengambil keputusan yang tepat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 104
Kunci Jawaban:
1. B 9. B
2. B 10. B
3. C 11. A
4. B 12. A
5. C 13. B
6. B 14. C
7. B 15. D
8. C
Daftar Pustaka
Allender, J. A., Rector, C. & Warner, K. D., 2014. Community Health Nursing. 8 ed. Philadelphia:
Lippincott & Wilkins.
DeLaune, S. C. & Ladner, P. K., 2011. Fundamentals of Nursing: Standards and Practice. Fourth
ed. New York: Delmar Cengage Learning.
Doenges, M. E., 2005. Nursing diagnosis manual : planning, individualizing, and documenting
client care. Philadelphia: F.A Davis Company.
Freeman, R. a. H., 1981. Community Health Nursing Practice (2nd ed). Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory & Practice. Fourth ed. New Jersey:
Appletion& Lange.
Hanson, S. M. H., 2001. Family Health Care Nursing. Second ed. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2014. NANDA International Nursing Definitions & Classification
2015 -2017. Oxford: Wiley Blackwell..
Kaakinen, J. . R., 2015. Family health care nursing : theory, practice, and research. Philadelphia:
F.A Davis Company.
Kementerian Kesehatan RI, 2006. Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 106
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jakarta: Kemenkes
RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2017. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,
Jakarta: Available at: http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-
indonesia-sehat-dengan-pendekatan-keluarga.html (Accessed: 19 November 2017).
Maglaya, A. S., 2009. Nursing Practice In Nursing The Community. Fifth edition ed. Marikina
City: Argonauta Corporation.
NANDA, 2012. Nursing Diagnosis Definition & Classification 2012-2014. New York: Wiley Black
Well. PPNI, T. P. S., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonasia. Kedua ed. Jakarta:
Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Riasmini, N. M., Permatasari, H., Chairani, R. & Astuti, N. P., 2017. Panduan Asuhan
Keperawatan individu, Keluarga, Kelompok dan Komunitas dengan Modifikasi NANDA,
ICNP,NOC dan NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI Press.
Sahar, J. et al., 2018. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga, St Louis: Elsevier.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta: DPP
PPNI.
TIm POkja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan. 1 ed. Jakarta: DPP PPNI.
Widagdo, W. & Kholifah, S. N., 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes
RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 107
Bab 4
PROSEDUR PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KELUARGA
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom.
Pendahuluan
Proses keperawatan keluarga merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis untuk
memberikan asuhan asuhan keperawatan pada individu dan keluarga yang berfokus pada respon
yang unik seseorang atau kelompok terhadap suatu perubahan baik actual atau risiko, dimana
melalui aktifitas keperawatan yang mana sesorang membutuhkan pelayanan kesehatan melalui
asuhan keperawatan yang terbaik.
Pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan informasi pada keluarga dapat dilakukan melalui
beberapa metode, diantaranya melalui wawancara, observasi dan melakukan pemeriksaan,
termasuk di dalamnya pemeriksaan fisik yang dilakukan pada setiap anggota keluarga. Untuk
mendapatkan informasi pada keluarga, tentu memerlukan pendekatan pada keluarga, agar
informasi atau data yang dibutuhkan bias disampaikan keluarga secara terbuka dan jelas.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 108
Pengkajian keperawatan keluarga yang dilakukan perawat melalui dua tahapan pengkajian,
yaitu tahap pertama dan pengkajian tahap kedua. Pada pengkajian tahap pertama bertujuan atau
berfokus untuk menetapkan kondisi/masalah kesehatan. Sedangkan untuk tahap kedua
bertujuan untuk menetapkan diagnosis keperawatan berdasarkan kondisi/masalah kesehatan
yang telah diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yang meliputi: (1) Mengenal kondisi atau masalah kesehatan; (2) Mengambil
keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan; (3) Merawat
anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko; (4)Mempertahankan
lingkungan rumah yang kondusif untuk kesehatan dan perkembangan personal; (5)
Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada (Maglaya, 2009).
Selanjutnya pada bab ini akan dibahas bagaimana prosedur pengkajian tahap pertama dan
pengkajian tahap kedua yang dilakukan oleh perawat pada tatanan keluarga.
Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan:
1. Menjelaskan Prosedur Pengkajian keluarga Tahap pertama
2. Menjelaskan Prosedur Pengkajian keluarga Tahap kedua
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 109
Topik 1
Prosedur Pengkajian tahap Pertama
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa pengkajian merupakan tahap
pertama dalam proses keperawatan keluarga, dimana pada pengkajian ini perawat
mengumpulkan informasi atau data keluarga dan individu anggota keluarga untuk
mengidentifikasi kondisi/masalah kesehatan keluarga. Informasi yang diperoleh pada tahap
pertama tentu akan mempengaruhi tahap selanjutnya dalam proses keperawatan keluarga.
Keluarga sebagai suatu yang unik, dimana seseorang untuk melakukan pengkajian tentu
harus dibutuhkan kemampuan yang dapat membantu dalam pengumpulan data, diantar adalah
kemampuan komunikasi interpersonal, kemampuan teknikal dan kemampuan berpikir kritis.
Pengkajian keluarga merupakan suatu kesempatan untuk berinteraksi dan menggunakan
informasi untuk memberikan asuhan keperawatan yang terbaik dimana perlu kemampuan
perawat yang kompeten. Kemampuan perawat untuk menyampaikan maksud dan tujuan kepada
klien untuk mengidentifikasi kondisi/masalah kesehatan yang dialami keluarga atau individu
anggota keluarga (Doenges, 2005).
Seorang perawat yang mampu menyampaikan maksud dan tujuan kepada keluarga secara
baik dan mudah untuk dipahami akan sangat menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam
tahap proses keperawatan. Menjalin hubungan baik dengan bersama keluarga merupakan kunci
sukses perawat dalam asuhan keperawatan keluarga. Perawat harus bisa menunjukkan
ketulusan hati untuk membantu mengatasi kondisi atau masalah kesehatan yang dihadapi klien
dan keluarga. Untuk itu perawat harus bisa menggali informasi terkait potensi yang dikeluarga
yang dimiliki dan potensi yang ada di komunitas (Allender, et al., 2014).
Berikut ini data apa saja yang harus dikumpulkan pada pengkajian tahap pertama, yaitu sebagai
berikut:
Pengkajian Keluarga
1. Data Identitas Keluarga
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 110
Data yang dikumpulkan meliputi nama Kepala Keluarga; alamat dan nomer telepon;
komposisi keluarga (termasuk genogram); tipe keluarga; suku bangsa; agama; status kelas
social; aktifitas rekreasi keluarga.
2. Tingkat perkembangan keluarga.
Data yang dikumpulkan meliputi tingkat perkembangan keluarga yang ada; tugas
perkembangan yang belum dijalankan; riwayat keluarga ini dan riwayat keluarga dari kedua
orang tua.
3. Data Lingkungan.
Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumah; karakteristik tetangga dan
komunitas; mobilitas geografi keluarga; dan kegiatan atau aktifitas yang diikuti keluarga di
komuniti.
4. Struktur keluarga.
Data yang dikumpulkan meluputi pola komunikasi; status kekuatan; struktur peran; dan
nilai-nilai keluarga.
5. Fungsi keluarga.
Data yang dikumpulkan meliputi fungsi akfektif keluarga; fungsi sosialisasi dan fungsi
perawatan kesehatan.
6. Stress dan koping keluarga.
Data yang dikumpulkan meliputi; stressor jangka pendek dan jangka Panjang; kemampuan
keluarga untuk merespon terhadap stress; koping yang digunakan; penggunan strategi
efektif disfungsional (Friedman, 1998).
Data yang dikumpulkan dapat dilakukan dengan pemeriksaan head to toe atau sistem
meliputi:
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda vital dan kesadaran
c. Status gizi: TB, BB, IMT
d. Status pernapasan: Suara napas, kedalaman, kecepatan dan batuk.
e. Status jantung: denyut apical, irama jantung dan suara jantung
f. Status sirkulasi:kecepatan, irama, dan kualitas denyut nadi.
g. Status kulit: warna, temparatur, tugor, edema, lesi/luka dan distribusi rambut.
h. Status neurologi: Status mental, orientasi, orentasi, reaksi pupil, penglihatan dan
penampilan mata, kemampuan mendengar, pengecap, penghidu, pengecap, sensasi
terhadap sentuhan, nyeri dan temperature.
i. Status muskuloskletal: Tonus otot, ukuran otot, kekuatan otot, berjalan, stabilitas,
dan jangkauan sendi.
j. Status gantroinstestinal: kondisi mulut, lidah, gusi, gigi, reflek menelan dan gag reflek,
suara usus, distensi abdomen, impaction, hemorrhoid, pembesaran hepar dan limfa.
k. Status genitourinary: adanya distensi kandung kemih, adannya cairan, kondisi
urethra, kondisi vagina dan payudara.
4. Pengkajian psikososial
5. Hasil pemeriksaan diagnostik/laboratorium dan prosedur deteksi dini/skrening kesehatan
untuk mendapatkan gambaran kondisi kesehatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 112
Tipe data yang dikumpulkan pada pada pengkajian data dasar di tahap pertama ini, maka
dapat digunakan untuk diidentifikasi kondisi atau masalah kesehatan klien/keluarga, apakah
itu kondisi sehat, ancaman kesehatan, deficit kesehatan,sakit dan stress atau krisis.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 113
Topik 2
Prosedur Pengkajian tahap Kedua
Pengkajian tahap kedua merupakan kelanjutan dari pengkajian tahap pertama, dimana setelah
diindentifikasi kondisi atau masalah kesehatan klien/ keluarga pada pengkajian tahap satu, maka
selanjutnya dilanjutkan dengan pengumpulan data tahap kedua. Pada pengkajian data tahap
kedua ini perawat mencoba untuk menggali secara luas tentang bagaimana keluarga melakukan
tugas keluarga dalam bidang kesehatan pada setiap kondisi atau masalah yang telah
diidentifikasi. Datanya meliputi:
1. Kemampuan keluarga mengenal kondisi atau masalah kesehatan;
2. Kemampuan keluarga mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan;
3. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau
beresiko;
4. Kemampuan keluarga mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk
kesehatan dan perkembangan personal;
5. Kemampuan keluarga memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada
(Maglaya, 2009).
Untuk melakukan pengkajian tahap kedua ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam
terhadap terkait dengan realita atau persepsi dari tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang
telah dijalankan. Selain itu juga dilakukan pegumpulan data dengan metode observasi untuk
mendapatkan gambaran dari kondisi atau masalah yang ada.
Adapun contoh bentuk pertanyaan terkait dengan pengkajian tahap kedua pada pengkajian
keluarga sebagai berikut (Maglaya, 2009).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 114
Tabel 4.1 Contoh bentuk pertanyaan terkait pengkajian tugas keluarga dengan masalah
Hipertensi
Gambar 4.2 .Skema Pengkajian Tahap Pertama dan Pengkajian Tahap Kedua
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 116
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Diskrisipsi kasus:
Bapak W (40 tahun) sebagai kepala keluarga dengan Ibu H (30 tahun) dengan dua anak balita an
S (4 tahun) dan anak J ( 1 tahun) tinggal di daerah lingkungan yang padat dan dipinggir sungai.
Saat ini bapak sedang dalam pengobatan TB paru baru sekitar satu bulan.
Tugas:
1. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada pengkajian tahap pertama untuk kasus diatas
2. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada pengkajian tahap kedua untuk kondisi atau
masalah kesehatan yang ada.
Ringkasan
1. Data yang dikumpulkan pada pengkajiantahap pertama dalam asuhan keperawatan keluarga,
meliputi: pengkajian keluarga (identitas keluarga, tingkat perkembangan keluarga, data
lingkungan rumah, struktur kekuatan keluarga, fungsi keluarga dan stress dan koping) dan
pengkajian individu (identitas individu, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pengkajian
psikososial dan hasil pemeriksaan diagnostic/laboratorium).
2. Data yang dikumpulkan pada pengkajian tahap kedua terkait dengan tugas keluarga terhadap
kondisi atau masalah kesehatan yang telah diidentifikasi, datanya meliputi kemampuan
keluarga:
a. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
b. Mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan
c. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 117
Tes 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1. Kondisi rumah yang kotor, ventilasi dan pencahayaan yang kurang termasuk dalam kondisi
atau masalah kesehatan?
A. Defisit kesehatan
B. Ancaman kesehatan
C. Situasi krisis
D. Stress lingkungan fisik
E. Kondisi sehat
2. Kondisi dimana kepala keluarga menderita penyakit TB paru BTA + termasuk dalam kondisi
atau masalah kesehatan?
A. Defisit kesehatan
B. Ancaman kesehatan
C. Situasi krisis
D. Stress lingkungan fisik
E. Kondisi sehat
3. Kondisi dimana ibu hamil yang teratur memeriksakan kehamilan ke Puskesmas termasuk
dalam kondisi atau masalah kesehatan?
A. Defisit kesehatan
B. Ancaman kesehatan
C. Situasi krisis
D. Stress lingkungan fisik
E. Kondisi sehat
4. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko termasuk
dalam tugas keluarga?
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 118
A. Pertama
B. Kedua
C. Ketiga
D. Keempat
E. Kelima
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada termasuk dalam tugas
keluarga?
A. Pertama
B. Kedua
C. Ketiga
D. Keempat
E. Kelima
Kunci Jawaban:
1. B
2. A
3. E
4. D
5. E
Daftar Pustaka
Allender, J. A., Rector, C. & Warner, K. D., 2014. Community Health Nursing. 8 ed. Philadelphia:
Lippincott & Wilkins.
Doenges, M. E., 2005. Nursing diagnosis manual : planning, individualizing, and documenting client care.
Philadelphia: F.A Davis Company.
Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory & Practice. Fourth ed. New Jersey: Appletion&
Lange.
Maglaya, A. S., 2009. Nursing Practice In Nursing The Community. Fifth edition ed. Marikina City:
Argonauta Corporation.
Widagdo, W. & Kholifah, S. N., 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 119
Bab 5
PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN
KELUARGA
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom dan Yeti Resnayati, SKp, MKes
Pendahuluan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIDI
DPP PPNI, 2018). Intervensi keperawatan keluarga adalah sebagai tindakan perawat untuk
kepentingan klien atau keluarga dengan tujuan untuk membantu klien atau keluarga dengan
tujuan meningkatkan dan memperbaiki kondisi fisik, emosional, psikososial, spiritual, budaya,
serta lingkungan tempat mencari bantuan. Selain itu juga Intervensi keperawatan keperawatan
keluarga merupakan tindakan yang dilakukan perawat terhadap klien atau keluarga untuk
mencegah penyakit (atau komplikasi) dan meningkatkan, mempertahankan atau mengembalikan
kesehatan. Intervensi keperawatan dilakukan meliputi sebagai berikut:
1. Melakukan tindakan langsung kepada klien dan keluarga.
2. Membantu klien dalam melakukan melakukan tindakan sendiri.
3. Melakukan supervisi kepada klien atau keluarga dalam melakukan tindakan sendiri.
4. Mengajar klien atau keluarga tentang perawatan kesehatannya.
5. Melakukan konseling klien atau keluarga dalam membuat pilihan tentang pencarian
dan penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan.
6. Monitoring (pengkajian) klien terhadap kemungkinan komplikasi penyakit.
Tindakan keperawatan adalah merupakan rangkaian perilaku atau aktifitas yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIDI DPP PPNI,
2018). Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik, edukasi dan
kolaborasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 120
Capaian Pembelajaran
Topik 1
Pendidikan Kesehatan Pada Keluarga
Asuhan keperawatan kepada keluarga bertujuan untuk membantu keluarga agar mampu mandiri
dalam memelihara kesehatan anggotanya. Tujuan itu dapat dicapai apabila keluarga memiliki
kemampuan untuk berperilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat dapat dibangun melalui upaya
pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan cara berfikir,
cara bersikap dan cara berbuat. Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi
keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan, meningkatkan dan memelihara kesehatannya.
Tahapan proses pendidikan kesehatan dalam keperawatan dilaksanakan dengan tahapan
pengkajian terhadap kebutuhan belajar, penegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi, dan pendokumentasian.
Perilaku Kesehatan
Konsep Perilaku
Berdasarkan psikologi pendidikan, terbentuknya perilaku baru dan berkembangnya kemampuan
seseorang, terjadi melalui tahapan tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan, sikap
sampai dimilikinya keterampilan baru atau pola perilaku baru. Lebih jauh Bloom (1976)
mengemukakan bahwa aspek perilaku yang dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi
tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa perilaku tersebut dapat dikembangkan berdasarkan
tahapan tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan, (ranah kognitif), sikap (ranah
afektif) dan keterampilan (ranah psikomotor) yang dalam proses pendidikan kesehatan menjadi
pola perilaku baru.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 122
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respons seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana seseorang berespon terhadap
sakit dan penyakit, baik secara pasif maupun aktif.
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap sistem
pelayanan kesehatan. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas kesehatan, petugas
kesehatan dan pengobatan yang berwujud pengetahuan, persepsi, sikap dan tindakan.
Perilaku terhadap makanan yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan
penting bagi hidup. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik seseorang
terhadap makanan serta unsur unsur yang terkandung didalamnya, pengolahannya dll.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan
sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup: perilaku sehubungan
dengan air bersih, pembuangan air kotor, limbah, rumah sehat, dan pembersihan vector.
Untuk tujuan pendidikan, para ahli membagi perilaku ke dalam tiga domain (ranah) yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya untuk kepentingan pengukuran hasil
pendidikan ketiga domain itu diukur dari: pengetahuan sasaran terhadap materi (knowledge),
sikap/ tanggapan (attitude) dan praktik atau tindakan yang dilakukan (practice).
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yaitu: tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan sikap terdiri dari empat tingkat
yaitu: menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab. Sementara itu tingkatan praktik
terdiri dari: persepsi, respons, mekanisme, adaptasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 123
Perilaku kesehatan dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa
pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya, sarana fisik. Pengaruh atau
rangsangan tersebut bersifat internal dan eksternal yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan.
1. Faktor predisposisi (predispossing factors) yaitu faktor internal yang ada dalam diri individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku seperti
pengetahuan, sikap, nilai, persepsi dan keyakinan.
2. Faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan individu berperilaku,
karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan, dan keterampilan.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang menguatkan perilaku seperti sikap,
keterampilan petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua atau atasan.
Pendidikan kesehatan merupakan salah satu peran keperawatan yang penting. Klien berhak
untuk mengetahui tentang penyakitnya agar dapat mengambil keputusan yang tepat bagi
kesehatannya dan gaya hidupnya. Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dalam
merawat dirinya dan mengembangkan keterampilan perilaku hidup sehat.
Pendidikan adalah proses belajar artinya dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,
perkembangan atau perubahan kearah lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang pada diri
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Pendidikan kesehatan dapat didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan berperilaku
untuk mencapai kesehatan mereka secara optimal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 124
Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, atau komunitas untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Tujuan ini dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut :
1. Keluarga memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan keluarganya, lingkungan,
dan masyarakat sekitarnya.
Pendidikan kesehatan dipandang sebagai sebuah sistem sehingga menyangkut aspek masukan,
proses dan keluaran yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 125
Masukan dalam proses pendidikan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat yang akan menjadi peserta didik. Peserta didik ini sangat dipengaruhi oleh berbagai
aspek latar belakangnya yaitu latar belakang pendidikan, social budaya, kondisi fisik maupun
psikologis (motivasi dan minat) (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Proses dalam pendidikan kesehatan merupakan mekanisme dan interaksi yang
memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada peserta didik dengan memperhatikan
komponen kurikulum, sumber daya, lingkungan belajar dan pedoman. Proses pendidikan
kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : materi/ bahan belajar, lingkungan belajar,
instrumental dan subjek belajar.
Materi atau bahan ajar dapat merupakan materi baru atau pelengkap atau pengulangan bagi
subjek belajar. Lingkungan belajar dapat berupa tatanan belajar di kelas, laboratorium,
lingkungan sosial, lingkungan fisik seperti cahaya, udara, dan suara. Instrumental terdiri dari
perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat peraga. Perangkat lunak
termasuk fasilitator belajar, metode belajar, dan organisasi., Subjek belajar dalam pendidikan
kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok atau masyarakat.
Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi
sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan dan dimensi tingkat pelayanan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 126
Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan dalam 3
tingkat pencegahan yakni:
1. Pencegahan primer
a. Promosi kesehatan
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam hal kebersihan
perorangan, pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan gizi, dan kebiasaan hidup sehat.
b. Perlindungan khusus
Pada tingkat pelayanan ini pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat, misalnya tentang pentingnya imunisasi, perlindungan khusus di
tempat kerja.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder mencakup deteksi dini dan penanganan secara tepat. Pendidikan
kesehatan diperlukan karena rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pada tingkat ini pendidikan kesehatan yang dilakukan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 127
meliputi penemuan kasus, survey penyaringan kasus, dan penanganan masalah kesehatan
secara tepat.
Metode pendidikan kesehatan pada dasarnya adalah kegiatan untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat agar terjadi perubahan
perilaku. Metode untuk sasaran individu akan berbeda dengan metode untuk sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa metode pendidikan kesehatan untuk
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Metode Individual
Metode individual digunakan untuk membina perilaku baru pada individu dan keluarga. Metode
individual yang biasa digunakan adalah bimbingan dan penyuluhan. Dengan metode ini kontak
antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi dapat digali lebih dalam
dan dibantu cara pemecahannya.
Metode Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kesehatan untuk kelompok perlu memperhatikan besarnya
kelompok sasaran.
1. Metode untuk kelompok besar, adalah:
Apabila peserta pendidikan kesehatan lebih dari 20 orang, metode yang tepat adalah:
ceramah dan seminar. Ceramah sesuai untuk sasaran yang berpendidikan tinggi ataupun
rendah. Sedangkan metode seminar sesuai untuk kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas.
2. Metode untuk kelompok kecil, adalah:
Apabila peserta pendidikan kesehatan kurang dari 20 orang, metode yang sesuai adalah:
diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, bermain peran (role play), dan permainan
simulasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 128
Metode Massa
Metode pendidikan massa untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat atau publik. Contoh metode yang biasa digunakan adalah: ceramah, pidato,
tulisan di media massa, sinetron, billboard yang dipasang di pinggir jalan.
Adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan/ materi. Alat ini juga
sering dikenal dengan alat peraga karena fungsinya untuk memperagakan sesuatu. Alat peraga
pada dasarnya dapat membantu peserta didik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan
panca inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam menerima pelajaran, maka akan
semakin baik penerimaan pelajaran. Edgar Dale membagi alat peraga ke dalam sebelas bentuk
yaitu: kata-kata, tulisan, rekaman, film, televisi, pameran, kunjungan lapangan, demonstrasi,
sandiwara, benda tiruan, benda asli. Berdasarkan intensitasnya alat peraga tersebut
digambarkan dalam segitiga sebagai berikut:
Kata-
kata
Tulisan
Rekaman
Film
Televisi
Pameran
Kunjungan Lapangan
Demonstrasi
Sandiwara
Benda Tiruan
Benda Asli
Pengkajian tentang kebutuhan belajar dapat digali dari riwayat keperawatan dan hasil pengkajian
fisik serta informasi dari orang yang dekat dengan klien (individu dan keluarga). Pengkajian juga
mencakup karakteristik klien misalnya kesiapan belajar, motivasi untuk belajar dan tingkat
kemampuan untuk membaca. Pengkajian data juga dilakukan melalui observasi terhadap
kemampuan dan kebutuhan klien. Kebutuhan belajar klien dapat diidentifikasi dari pertanyaan
klien tentang sesuatu hal yang tidak diketahui klien atau ketidakmampuan klien dalam
melakukan sesuatu.
• Sistem pendukung klien yang mungkin dapat meningkatkan dan mendorong proses
belajar klien. Anggota keluarga atau teman dekat mungkin dapat membantu klien
dalam mengembangkan keterampilan di rumah dan mempertahankan perubahan gaya
hidup yang diperlukan klien.
b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dapat memberikan petunjuk terhadap kebutuhan belajar klien. Hal lain
yang mencakup pengkajian fisik adalah pernyataan klien tentang kapasitas fisik untuk
belajar dan untuk aktifitas perawatan diri sendiri. Kemampuan melihat dan mendengar
memberi pengaruh besar terhadap pemilihan substansi dan pendekatan dalam mengajar.
Fungsi sistem muskuloskeletal mempengaruhi kemampuan keterampilan psikomotor dan
perawatan diri. Toleransi aktifitas juga dapat dapat mempengaruhi kapasitas klien untuk
belajar.
c. Pengkajian kesiapan klien untuk belajar
Klien yang siap untuk belajar dapat dibedakan dengan klien yang tidak siap. Seorang klien
yang siap belajar akan mencari informasi dengan bertanya, atau membaca buku atau
artikel atau tukar pendapat dengan orang lain yang umumnya menunjukkan ketertarikan.
Kesiapan fisik penting dikaji apakah klien dapat memfokuskan perhatian atau lebih
berfokus pada status fisiknya, misalnya terhadap nyeri, pusing, lelah, mengantuk atau hal
lain.
Kesiapan emosi juga merupakan hal yang sangat penting dikaji. Klien dalam status
cemas, depresi atau dalam keadaan berduka karena keadaan kesehatannya atau keadaan
keluarganya biasanya tidak siap untuk belajar. Perawat tidak dapat memaksanya tetapi
harus menunggu sampai keadaan klien siap menerima proses pembelajaran.
Kesiapan kognitif. Dapatkah klien berfikir secara jernih? apakah klien dalam keadaan sadar
penuh? apakah klien tidak dalam pengaruh zat yang mengganggu tingkat kesadaran?
Keadaan itu sangat penting diketahui oleh perawat.
Kesiapan berkomunikasi. Apakah klien sudah dapat menjalin hubungan saling percaya
dengan perawat? Berkomunikasi dua arah sangat diperlukan dalam proses belajar.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 132
d. Pengkajian motivasi
Seseorang harus mempunyai keinginan belajar demi keefektifan pembelajaran. Motivasi
seseorang dapat dipengaruhi oleh adanya masalah keuangan, penolakan terhadap status
kesehatan, kurangnya dorongan dari lingkungan sosial, pengingkaran terhadap penyakit,
kecemasan, ketakutan, rasa malu atau adanya konsep diri yang negatif.
Perawat mengkaji motivasi dan kemampuan klien agar mengerti sepenuhnya tentang
subjek belajar. Motivasi memang sulit untuk dikaji, mungkin dapat ditunjukkan secara
verbal atau nonverbal.
e. Pengkajian kemampuan membaca
Cara yang paling sederhana adalah berikan sesuatu untuk dibaca dan kemudian minta klien
untuk menjelaskan apa yang dibacanya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Jika
memungkinkan tawarkan kepada klien beberapa cara belajar (membaca,
menonton/melihat atau mendengarkan). Jika perawat ragu gunakan materi bacaan yang
mudah, sederhana baru kemudian ditambahkan yang lebih kompleks.
2. Pengkajian faktor pemungkin
Faktor pemungkin mencakup keterampilan serta sumber daya yang penting untuk
menampilkan perilaku sehat. Sumber daya dimaksud meliputi fasilitas yang ada, personalia
yang tersedia, ruangan yang ada, atau sumber lain yang serupa. Faktor ini juga menyangkut
keterjangkauan sumber tersebut oleh klien: apakah biaya, jarak, dan waktu dapat dijangkau?
3. Pengkajian faktor penguat
Faktor ini yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak.
Faktor penguat dapat berasal dari kepala keluarga, nenek, kakek atau keluarga dekat lainnya.
Apakah faktor penguat itu positif atau negatif tergantung dari sikap dan perilaku orang lain
yang berpengaruh.
Diagnosis Keperawatan
Definisi kurang pengetahuan adalah pernyataan pada saat individu, keluarga, kelompok atau
komunitas tidak dapat memahami, tidak dapat belajar, dan tidak dapat menunjukkan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 133
1. Menetapkan tujuan
Tujuan belajar yang ditetapkan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Menunjukkan perilaku atau penampilan yang dikehendaki. Contohnya: klien dapat
menunjukkan atau mendemonstrasikan cara menyusui dengan benar (psikomotor), klien
dapat mejelaskan alasan mengapa ia harus makan dengan pola sedikit tetapi sering
(kognitif), klien dapat mengemukakan rasa lega setelah menyampaikan permasalahannya
kepada perawat (affektif). Tujuan tidak dinyatakan dalam bentuk perilaku perawat.
b. Dapat diukur. Contohnya: klien dapat berjalan di sekitar rumahnya.
c. Menggambarkan kondisi yang diinginkan untuk mengklarifikasi dimana, kapan, atau
bagaimana perilaku yang ditampilkan. Contohnya: klien dapat berjalan dari ujung tempat
tidur ke ujung tempat tidur tanpa menggunakan tongkat pembantu.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 134
d. Terdapat kriteria waktu yang spesifik. Contohnya : klien akan menyebutkan tiga hal yang
mempengaruhi kadar gula darah.
2. Memilih substansi atau isi materi
Isi materi sangat ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai. Untuk menentukan isi/
materi pembelajaran, perawat harus menggunakan sumber pembelajaran yang akurat,
terbaru, didasarkan atas tujuan pembelajaran, disesuaikan dengan usia klien, budaya dan
kemampuan. Isi harus konsisten dengan mempertimbangkan waktu dan sumber daya yang
mungkin untuk pengajaran.
3. Memilih strategi belajar
Beberapa tujuan belajar mungkin dapat dicapai dengan mudah melalui tatap muka satu
persatu antara perawat dan klien tetapi tujuan yang lainnya dengan mudah dapat dicapai
dengan metode diskusi kelompok.
4. Memilih alat bantu dan media pembelajaran
Alat bantu dapat membantu proses pembelajaran, dan digunakan untuk menambah atau
menguatkan pengajaran dengan strategi tatap muka. Alat bantu pengajaran juga sangat
ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai, oleh karena itu pilihlah alat bantu secara
hati-hati.
5. Membuat rencana evaluasi
Rencana evaluasi harus disebutkan dalam perencanaan kegiatan pendidikan kesehatan,
misalnya waktu, sasaran, dan indikator apa yang akan dicapai. Evaluasi dapat dibedakan
menjadi evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah menilai langkah-langkah
yang telah dijadwalkan dalam perencanaan, apakah sesuai atau terjadi perubahan dalam
pelaksanaannya. Misalnya tentang jadwal waktu, tempat dan alat bantu belajar. evaluasi hasil
kegiatan adalah evaluasi ketercapaian tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan
kesehatan. Misalnya sudahkah terjadi perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan
tindakannya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 135
1. Waktu yang optimal untuk setiap sesi tergantung pada peserta didik
2. Kecepatan pengajaran dari setiap sesi mempengaruhi proses pembelajaran. Perawat
hendaknya sensitif terhadap tanda apakah pengajaran terlalu cepat atau lambat. Jika klien
tampak bingung atau tidak mengerti kemungkinan perawat mengajar terlalu cepat. Jika klien
tampak bosan dan kehilangan perhatian mungkin mengajar terlalu lambat atau periode
belajar terlalu lama.
3. Keadaan lingkungan dapat menurunkan atau sebaliknya membantu proses pembelajaran.
Lingkungan yang bising akan mengurangi konsentrasi, sedangkan lingkungan yang nyaman
dapat meningkatkan pembelajaran.
4. Alat bantu pengajaran dapat membantu perkembangan belajar dan membantu memfokuskan
perhatian klien. Untuk membantu klien belajar, perawat hendaknya menggunakan alat bantu
dan meyakinkan bahwa semua peralatan berfungsi dengan baik.
5. Jika menemukan sendiri isi atau substansi belajar, klien akan belajar lebih baik. Cara untuk
meningkatkan pembelajaran, mencakup rangsangan motivasi dan rangsangan pencarian
sendiri, misalnya dengan memberikan tujuan belajar yang hendak dicapai secara spesifik,
realistis dan memberi umpan balik serta membantu klien memperoleh kepuasan dari belajar.
6. Melakukan pengulangan untuk memperkuat pembelajaran, sebagai contoh merangkum
substansi, mengatakan dengan kata-kata lain.
7. Materi/ substansi yang dibahas mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks dan
hubungannya dilihat secara logis.
8. Gunakan bahasa yang umum untuk meningkatkan komunikasi dengan klien.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 136
Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Klien, perawat,
dan orang yang mendukung klien menentukan apa saja yang telah dipelajari. Proses evaluasi
ini sama seperti evaluasi terhadap pencapaian tujuan untuk diagnosa keperawatan.
Metode terbaik untuk evaluasi tergantung pada jenis pembelajaran. Evaluasi aspek kognitif
dapat dilakukan dengan cara observasi langsung, misalnya mengobservasi klien dengan
memilih cara pemecahan masalah yang menggunakan pengetahuannya yang baru.
Pengukuran bisa dengan cara menulis, misalnya dengan memberikan test kepada klien dan
pertanyaan secara oral.
Evaluasi kemahiran aspek psikomotor adalah dengan cara mengobservasi bagaimana klien
melakukan prosedur tindakan. Misalnya cara mengganti balutan tali pusat, atau cara
memandikan bayi. Perawat harus memberikan umpan balik terhadap apa yang dilakukan
klien.
Evaluasi sikap adalah penilaian terhadap sikap klien, apakah sikap atau nilai telah berubah.
Evaluasi sikap dapat dinilai dengan cara mendengarkan respon klien terhadap pertanyaan,
mencatat bagaimana bagaimana klien berbicara tentang subjek yang relevan dan dengan
mengobservasi perilaku klien yang mengekspresikan perasaan dan nilai.
Perawat dapat memodifikasi atau mengulang perencanaan pembelajaran jika tujuan tidak
tercapai atau hanya sebagian tujuan saja yang tercapai. Perubahan perilaku tidak selalu terjadi
segera setelah belajar, seringkali klien menerima perubahan intelektual terlebih dahulu dan
kemudian baru terjadi perubahan perilaku secara periodik sehingga evaluasi harus dilanjutkan
beberapa lama waktu kemudian.
2. Evaluasi pengajaran
Evaluasi pengajaran merupakan hal penting bagi perawat untuk menilai kemampuannya.
Evaluasi harus mencakup pertimbangan semua factor, yaitu: waktu, strategi mengajar, jumlah
informasi. Klien dapat memberikan evaluasi kepada perawat, apa yang telah membantunya,
apa yang menarik baginya. Perawat hendaknya tidak merasa bahwa pekerjaannya tidak efektif
apabila klien lupa sesuatu yang telah dipelajarinya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 137
Dokumentasi
Dokumentasi hasil pembelajaran adalah hal yang sangat penting, karena merupakan suatu
legalitas bahwa pengajaran telah dilakukan. Hal yang perlu didokumentasikan adalah respons
klien dan orang yang mendukungnya. Apa yang dilakukan klien atau keluarganya
mengindikasikan bahwa proses belajar telah terjadi. Dokumentasi hendaknya mencakup
diagnosis keperawatan, tujuan belajar, topik, hasil yang dicapai, kebutuhan mengajar tambahan,
dan sumber sumber yang diberikan.
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Penyuluh :
I. Diagnosa Keperawatan :
Tulis diagnosa keperawatan terkait kurang pengetahuan
II. Tujuan :
A. Tujuan Umum :
Sesuaikan dengan diagnosa keperawatan
B. Tujuan khusus :
Jelaskan dengan jelas dari segi kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan sub topik
yang dijelaskan.
Contoh:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 138
Topik 2
Merawat Anggota Keluarga yang Sakit
Merawat anggota keluarga yang sakit, merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan
yang dilakukan perawat di keluarga untuk mengembalikan kesehatan klien ke keadaan yang lebih
baik. Tentu intervensi yang dilakukan melalui suatu proses pengkajian, diagnosis keperawatan
dan perencanaan keperawatan. Intervensi keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit di
rumah dilakukan terhadap kondisi klien yang perlu dilakukan intervensi keperawatan langsung
dengan berbagai kondisi atau masalah kesehatan klien pada lingkup praktik keperawatan.
Beberapa intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien dan keluarga memerlukan
penguasaan beberapa prosedur keperawatan yang harus dikuasai. Selanjutnya Beberapa
petunjuk yang perlu diperhatikan dalam melakukan intervensi keperawatan yaitu:
1. Jangan melakukan intervensi keperawatan tanpa mengetahui maksud (rasional) untuk
melakukan tindakan tersebut.
2. Sebelum implementasi tindakan keperawatan, perawat perlu mengkaji kembali klien untuk
status masalah dan apakah intervensi sebelumnya yang diidentifikasi masih valid.
3. Melakukan intervensi keperawatan bukan berupa hafalan atau aktifitas mekanikal- perlu
terus mengkaji respon klien terhadap intervensi keperawatan dan siap mengubah
intervensi yang tidak dikerjakan.
4. Pada saat melakukan intervensi keperawatan kepada klien dan keluarga- maka harus selalu
dapat menjelaskan mengapa perawat melakukan intervensi.
5. Intervensi keperawatan dilakukan secara aman dan dalam lingkungan terapeutik.
Selanjutnya perlu memastikan bahwa lingkungan sesuai untuk apapun tindakan yang akan
dilakukan.
6. Pada saat melakukan intervensi keperawatan,pastikan perawat mengetahui protocol dan
prosedur tindakan keperawatan sesuai dengan standar (DeLaune & Ladner, 2011).
Beberapa prosedur keperawatan sering digunakan dalam melakukan perawatan anggota
keluarga yang sakit di rumah. Prosedur keperawatan ini dilakukan pada klien di rumah dilakukan
oleh perawat dengan melibatkan keluarga dalam perawatan yang dilakukan. Hal ini sesuai
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 141
dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan atau sakit. Adapun tindakan-tindakan keperawatan
yang digunakan dalam merawat klien di keluarga (rumah) (Hilton , 2004) adalah sebagai berikut:
1. Pernapasan
a. Mengkaji kemampuan klien untuk bernapas.
b. Memonitor kecepatan bernapas.
c. Mempertahankan jalan napas
d. Memonitor sekresi atau sputum klien.
e. Membuang sekresi atau sputum oral.
2. Mobilisasi
a. Mengkaji kemampuan mobilisasi
b. Melakukan pencegahan jatuh
c. Melakukan pergerakan atau mobilisasi.
3. Kebersihan diri & Memakai Pakaian
a. Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan kebersihan diri dan memakai pakaian.
b. Membantu klien untuk mandi dan memakai pakaian.
c. Membantu klien untuk membersihkan mulut.
d. Melakukan perawatan mata
e. Melakukan perawatan rambut
4. Makan dan Minum
a. Mengkaji status hidrasi klien.
b. Mengkaji klien dalam menseleksi pendekatan untuk makan atau minum.
c. Memonitor status nutrisi.
d. Memonitor pemasukan cairan.
e. Membantu makan dan minum.
f. Memberikan makan klien yang memiliki risiko kesulitan menelan.
g. Memberikan pertolongan pertama pada klien yang tersedak.
5. Komunikasi
a. Mengkaji kebutuhan komunikasi klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 142
1. Tuberkulosis Paru
Batuk efektif
Adalah membersihkan jalan nafas dari sekresi yang berlebih. Tujuannya adalah untuk
memberikan kesempatan paru-paru mengembang, mobilisasi sekret, dan mencegah efek
samping dari retensi sekresi paru.
Pelaksanaan:
a. Persiapan klien: jelaskan tujuan dan rasionalisasi tindakan
b. Persiapan alat: bantal, tempat tidur (yang dapat diatur) atau kursi, tempat/ wadah sputum
yang tertutup yang telah diisi larutan klorin, kertas tissue
c. Persiapan lingkungan:
Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
d. Langkah kerja:
• Cuci tangan
• Awali interaksi dengan mengucapkan salam
• Tempatkan klien dengan posisi duduk
• Anjurkan klien untuk rileks dan bernafas normal untuk beberapa menit hingga merasa
nyaman
• Lakukan nafas dalam dan panjang sebanyak lima kali dan tahan tarikan nafas terakhir
selama tiga detik (jika memungkinkan)
• Batukkan dengan segera setelah menahan nafas selama tiga detik, dengan cara
menggunakan otot-otot perut atau otot-otot respirasi yang lain. Tekan di kedua sisi
abdomen dengan menggunakan telapak tangan saat batuk. Upayakan lendir untuk
keluar
• Kembali rileks dan bernafas normal
• Anjurkan klien untuk batuk kembali secara teratur (tetap memperhatikan tindakan
hygienis)
• Anjurkan klien membuang dahak (bila ada) ke dalam sputum pot
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 144
Tujuan: Mengurangi kegiatan otot pernafasan yang tidak terkordinasi, menurunkan beban
kerja pernafasan, merelaksasi otot dan memulihkan kecemasan.
Pernafasan perut menjadi spontan dan respirasi lebih efisien dan rileks
Pelaksanaan:
a. Persiapan klien: jelaskan tujuan dan rasionalisasi tindakan
b. Persiapan alat: bantal, tempat tidur (yang dapat diatur) atau kursi.
c. Persiapan lingkungan:
Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
d. Langkah kerja:
• Cuci tangan
• Awali interaksi dengan mengucapkan salam
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 145
• Tempatkan klien dengan posisi sit up lurus dengan ditopang oleh bahu dan kepala
menengadah.
• Letakkan telapak tangan diatas perut, persis di bawah tulang iga dan tangan yang lain
pada bagian tengah dada
• Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan lambat secara perlahan melalui hidung
sampai perut menonjol keatas setinggi mungkin. Perut akan membesar selama
inspirasi dan mengempes selama ekspirasi
• Keluarkan nafas melalui ”pursed lip” sambil menegangkan otot perut dengan kuat
kearah dalam. Rongga dada tidak bergerak, perhatian ditujukan pada perut
• Lakukan latihan kira-kira satu menit dan istirahat 2 menit, lakukan selama 10 menit ( 4
kali sehari).Lakukan pernafasan diafragma pada saat berbaring, duduk dan akhirnya
saat berdiri dan berjalan. Kordinasikan pernafasan diafragma pada saat menaiki
tangga dan lakukan aktifitas selama masa ekspirasi yang panjang
• Lakukan evaluasi respon klien sebelum, selama dan setelah tindakan
• Rapihkan alat-alat
• Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam
• Cuci tangan
• Dokumentasikan hasil tindakan nafas dalam.
e. Evaluasi:
Respon verbal klien:
Klien dapat mengatakan bahwa bernafas menjadi lebih ringan dan rileks. Otot
pernafasan menjadi terkordinasi dan merasa lebih nyaman.
Respon non verbal:
Klien kooperatif ,pernafasan tampak spontan dan respirasi lebih efisien dan rileks
(Kementerian Kesehatan RI, 2013)
2. Stroke
Terapi Latihan Pergerakan Sendi
a. Pengertian
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 146
Terapi latihan pergerakan sendi adalah menggunakan pergerakan tubuh aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau meningkatkan fleksibelitas sendi.
b. Tujuan
1) Mempertahankan dan meningkatkan fleksibiltas sendi.
2) Mencegah kontraktur sendi
c. Langkah-langkah Kegiatan
1) Flexi dan Extensi Pergelangan Tangan
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan klien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan
• Pegang tangan klien dengan satu tangan dan tangan lain memegang pergelangan
tangan klien
• Tekuk tangan klien ke depan sejauh mungkin
• Catat perubahan yang terjadi
2) Flexi dan extensi Siku
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan klien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan
mengarah ke tubuhnya.
• Letakkan tangan di atas siku klien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya
• Tekuk siku klien sehingga tangannya mendekat bahu
• Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
• Catat perubahan yang terjadi
3) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan bawahmenjauhi tubuh klien dengan siku menekuk
• Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan klien dan pegang tangan klien
dengan tangan lainnya
• Putar lengan bawah klien sehingga telapak tangan menjauhinya
• Kembalikan ke posisi semula
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 147
Latihan Ambulasi
a. Pengertian
Ambulasi merupakan upaya seseorang untuk melakukan latihan jalan atau berpindah
tempat.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 149
b. Tujuan
Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
1) Langkah-langkah
1) Duduk ditempat diatas tidur
• Anjurkan klien untuk meletakkan tangan di samping badannya, dengan telapak
tangan menghadap ke bawah
• Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu klien
• Bantu klien untuk duduk dan beri penopang/bantal
2) Turun dan berdiri
• Atur kursi roda dalam posisi terkunci
• Berdirilah menghadap klien dengan ke dua kaki merenggang.
• Fleksikan lutut dan pinggang anda.
• Anjurkan klien untuk meletakkan ke dua tangannya di bahu Anda dan letakkan
kedua tangan Anda di samping kanan kiri pinggang klien
• Ketika klien melangkah ke lantai tahan lutut anda pada lutut klien
• Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kursi
• Bantu klien duduk di kursi dan atur posisi secara nyaman
3) Membantu berjalan
• Anjurkan klien untuk melctakkan tangan di samping badan atau memegang
tclapak tangan anda.
• Berdiri disamping klien dan pegang telapak dan lengan tangan pada bahu klien
• Bantu klien untuk jalan
4) Membantu Ambulasi dengan Memindahkan klien
• Atur branchard dalam posisi terkunci.
• Bantu klien dengan 2-3 orang.
• Berdiri menghadap klien.
• Silangkan tangan di depan dada.
• Tekuk lutut Anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh klien.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 150
• Orang pertama meletakkan tangan di bawah ieher/ bahu dan bawah pinggang,
orang kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul pasicn dan orang
ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
• Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard.
• Atur posisi klien di brachard (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Mengatur Posisi Tidur
a. Pengertian
Adalah suatu tindakan dengan memberikan posisi tidur untuk memperlancar sirkulasi
darah klien.
b. Tujuan
1) Untuk memperlancar sirkulasi darah
2) Untuk mencegah komplikasi terjadi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus,
pnemonia, kontraktur otot, keterbatasan gerak sendi
c. Langkah-langkah
1) Pastikan bahwa pasien memiliki kasur yang sesuai.
2) Lakukan mobilisasi (membalikkan) dari satu sisi ke sisi yang lainnya setiap 3 jam sekali
sepanjang siang dan malam.
3) Ubahlah posisi lengan setiap 2 jam sekali sepanjang siang dan malam hari.
4) Minimalkan posisi tidur terlentang sebab posisi tidur terlentang akan membuat otot-
otot postur menjadi tidak aktif dan berdampak semakin cepatnya terjadi penurunan
kekuatan otot. Jika tidur dalam keadaan terlentang, maka berikan sanggahan pada
sisi yang lemah agar posisi terlentang tidak secara penuh.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 151
5) Jika posisi tidur miring kekanan maka berikan topangan pada lengan kiri dan tungkai
kiri dengan menggunakan bantal. Usahakan posisi kepala sejajar dengan tulang
belakang.
6) Jika posisi miring ke kiri maka posisikan lengan kiri lurus dan geser tulang belikat agak
kedepan. Posisi kaki kiri lurus dan kaki kanan ditekuk dengan sanggahan bantal.
Usahakan kepala sejajar dengan tulang belakang.
3. Diabetes Mellitus
Perawatan Luka DM
a. Tujuan
1) Mencegah komplikasi lebih lanjut akibat luka DM.
2) Mempercepat proses penyembuhan luka.
3) Memberikan rasa nyaman klien
b. Pelaksanaan
1) Persiapan
a) Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan klien
disiapkan pada posisi yang nyaman
b) Persiapan Alat
Alat Seteril ( bak instrument bersisi ) :
- 2 Pinset anatomi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 153
- 2 pinset chirurgis
- 1 klem arteri
- 1 gunting jaringan
- 1 klem kocher
- Kassa dan deppers seteril
Alat Tidak Seteril
- Bethadine
- Larutan NaCl 0,9 %
- Handscone
- Kom kecil
- Verban dan plester
- Perlak
- Tempat cuci tangan
- Bengkok berisi larutan desinfektan ( Lysol )
- Sampiran jika perlu
- Masker jika perlu
- Schort bila perlu
- Obat-obatan sesuai program medis
2) Langkah Kerja
a) Cuci tangan.
b) Jelaskan pada klien tentang tujuan tindakan
c) Tutup tirai atau pintu ruangan
d) Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak perlu
menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan tangan yang
menggunakan sarung tangan.
e) Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa
dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar luka.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 154
Topik 3
Pemberdayaan Keluarga
Pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak
dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh
daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Pada hakekatnya
pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya,
kekuatan atau kemampuan kepada individu, keluarga dan masyarakat lemah agar dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi
dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi
yang dimiliki secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara
sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah individu, keluarga dan
masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju
keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber
inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan
sehingga memiliki keberdayaan. Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi
sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari individu, keluarga dan masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, individu, keluarga dan masyarakat harus menyadari akan perlunya memperoleh daya
atau kemampuan. Makna kata "pemberian" menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari
individu, keluarga dan masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau kekuatan
adalah pihak-pihak lain yangmemiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau
agen-agen pembangunan lainnya .
Tujuan Pemberdayaan
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi keluarga/ masyarakat
berkembang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membangun daya kreasi keluarga/
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 158
3. Melindungi, agar yang lemah tidak menjadi bertambah lemah, karena kurang berdaya dalam
menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, akibat eksploitasi oleh kelompok.
Proses Pemberdayaan
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan mengandung dua
kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan
atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada keluarga /masyarakat
agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai
kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau
kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi keluarga/
masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi
yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya.
Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan
mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki
serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
keluarga/masyarakat (empo-wering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari
iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 159
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang
berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan keluarga/masyarakat diharapkan dapat menjadikan
keluarga/masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya dengan
indikator masyarakat berdaya, memiliki ciri-ciri warga keluarga/masyarakat berdaya yaitu: (1)
mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi
perubahan ke depan), (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk
berunding, (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling
menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya. Selanjutnya masyarakat berdaya
adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan
peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative, mampu mengambil
keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu
bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan keluarga/masyarakat
yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengoptimalkan partisipasi keluarga/masyarakat secara bertanggungjawab. Meskipun proses
pemberdayaan suatu keluarga/masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan,
namun dalam implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus
dalam pelaksanaannya. Tak jarang ada keluarga/kelompok-kelompok dalam komunitas yang
melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul.
Beberapa kendala (hambatan) dalam pembangunan keluarga/masyarakat, baik yang berasal
dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial:
1. Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit),seleksi
Ingatan dan Persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan(Depedence),
Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima
pembaharuan, dan rasa tak percaya diri (self-Distrust)
2. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
yang”mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan
dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 160
kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sakral(The Sacrosanct), dan penolakan
terhadap ”Orang Luar” (Rejection of Outsiders)
Pemberdayaan adalah upaya agar keluarga/masyarakat memiliki:
1. Kesadaran, kemauan & kemampuan untuk dapat melayani pemenuhan kebutuhan
penyelenggara pembangunan kesehatan ( To Serve)
2. Memperjuangkan kepentingan kesehatan dan keberhasilan pembangunan kesehatan (To
Advocate)
3. Berperan serta aktif melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan dalam upaya
peningkatan pembangunan kesehatan (To Watch)
Pemberdayaan keluarga adalah merupakan upaya memfasilitasi agar keluarga mengenal
masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan setempat. Menurut
Wallerstein, 1992 Pemberdayaan keluarga/ masyarakat adalah suatu proses kegiatan sosial yang
mana meningkatkan partisipasi keluarga/masyarakat dan organisasi yang bertujuan
meningkatkan kontrol individu, keluarga dan masyarakat, kemampuan politik, memperbaiki
kwalitas hidup keluarga/masyarakat dan keadilan sosial (Hanson, 2001).
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Deskripsi Kasus:
Bapak H (60 tahun) tinggal bersama istri Ibu K (52 tahun) dengan dua orang anak H (25 tahun)
dan J (21 tahun). Saat ini bapak H mengalami paska stroke (1 minggu paska rawat di RS) dengan
kondisi klien tampak berbaring diatas tempat tidur dengan kelemahan pada bagian tubuh
sebelah kanan, klien mengakami hambatan dalam komunikasi verbal.
Tugas
1. Identifikasi intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk Bapak H yang mengalami
paska stroke di rumah.
2. Intervensi pemberdayaan keluarga yang dapat dilakukan oleh perawat untuk keluarga
bapak H
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 162
Ringkasan
1. Merawat anggota keluarga yang sakit, merupakan salah satu bentuk intervensi
keperawatan yang dilakukan perawat di keluarga untuk mengembalikan kesehatan klien
ke keadaan yang lebih baik.
2. Prosedur keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada klien di rumah dengan
melibatkan keluarga dalam perawatan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan tugas
keluarga dalam bidang kesehatan yaitu keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan atau sakit.
3. Pemberdayaan keluarga adalah merupakan upaya memfasilitasi agar keluarga mengenal
masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi keluarga sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan keluarga.
Tes 4
2. Untuk klien yang mengalami gangguan mobilisasi fisik, maka intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan oleh keluarga adalah…
C. Demontrasi
D. Film
E. Benda tiruan
7. Untuk mengevaluasi sejauhmana Ibu memahami cara mengatasi demam pada anak
balitanya dengan cara?
A. Menjelaskan pengertian demam.
B. Mendemostrasikan cara mengatasi demam dengan kompres air hangat.
C. Menjelaskan prosedur cara mengatasi demam
D. Menjelaskan cara mengatasi demam dengan obat antidemam
E. Menjelaskan pentingnya minum banyak untuk anak demam
8. Untuk mencegah agar tidak terjadi luka pada kaki, maka perlu diajarkan perawatan kaki.
Hal ini dilakukan pada klien?
A. Gagal ginjal
B. Gagal jantung
C. Rhematik
D. Diabetes Mellitus
E. Stroke
9. Untuk mencegah penularan TB Paru terhadap anggota keluarga, maka perawat perlu
mengajarkan tentang?
A. Pentingnya imunisasi lengkap
B. Pentingnya menutup mulut saat batuk dan membuang dahak pada tempat yang berisi
disinfektan.
C. Pentingnya makanan tinggi protein dan kalori untuk klien
D. Pentingnya memisahkan alat makan
E. Pentingnya menjaga kebersihan rumah
10. Mengajarkan tentang pentingnya membatasi konsumsi garam dan lemak oleh perawat, hal
diberikan pada klien?
A. Penyakit TB Paru
B. Hipertensi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 165
C. Diabetes Mellitus
D. Hepatitis
E. Gatritis
KUNCI JAWABAN
1 A
2 B
3 C
4 C
5 B
6 E
7 B
8 D
9 B
10 B
Daftar Pustaka
DeLaune, S. C. & Ladner, P. K., 2011. Fundamentals of Nursing: Standards and Practice. Fourth
ed. New York: Delmar Cengage Learning.
Freeman, R. a. H., 1981. Community Health Nursing Practice (2nd ed). Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory Practice. Fourth Edition ed. Norwalk:
Appleton and Lange.
Hanson, S. M. H., 2001. Family Health Care Nursing. Second ed. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Hilton , P. A., 2004. Fundamental Nursing Skills. Philadelphia: Whurr Publisher.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Modul Pelatihan Teknis Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Bagi Perawat Pelaksana di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Tim Pokja SIDI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 166
Bab 6
Penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom.
Pendahuluan
Proses keperawatan keluarga merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis untuk
memberikan asuhan asuhan keperawatan pada individu dan keluarga yang berfokus pada respon
yang unik seseorang atau kelompok terhadap suatu perubahan baik actual atau risiko, dimana
melalui aktifitas keperawatan yang mana sesorang membutuhkan pelayanan kesehatan melalui
asuhan keperawatan yang terbaik.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan asuhan yang diberikan pada klien di keluarga
dengan berbagai permasalahan kesehatan yang terjadi. Melalui asuhan asuhan keperawatan
keluarga perawat dapat melakukan berbagai upaya kesehatan terhadap keluarga dalam bentuk
upaya promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative yang tertuang dalam bentuk pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada keluarga dilakukan melalui tahap-tahapan proses
keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi yang dilakukan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan keperawatan
secara optimal.
Capaian Pembelajaran
Topik 1
Asuhan Keperawatan Klien Tuberkulosis Paru
dalam Konteks Keluarga.
Konsep Dasar TB Paru
Pengertian
Cara Penulaan TB
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA
negative tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak
yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Patofisiologi
Infeksi primer terjadi pada saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus
dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi mulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe
di sekitar hilus paru dan ini disebut sebagai komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besar
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persiter atau dorman (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh seseorang tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa
inkubasi TB sekitar 6 bulan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 170
Penyakit ini dapat menyebar melalui kelenjar getah bening atau pembuluh darah yang akan
menimbulkan lesi atau fenomena akut menyebabkan tuberkulosis milier. Hal ini terjadi bila fokus
necrotic merusak pembuluh darah dimana organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan
menyebar ke organ lain.
Manifestasi Klinik
Gejala utama adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.
Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis berkolaborasi dengan medis, obat tuberkulosis diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, agar semua
kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Jika paduan obat yang digunakan tidak
adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan) maka kuman TB akan berkembang menjadi
kuman kebal obat (resisten). Program Nasional Penangulangan TB di Indonesia menggunakan
paduan OAT (Kemenkes,2011):
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. Untuk menjamin
kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Secara rinci pengobatan tuberkulosis dapat dilihat
pada panduan OAT di Indonesia.
Efek samping obat TB yang ringan antara lain: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri
sendi, kesemutan, dan warna kemerahan pada air seni. Efek samping obat TB yang berat antara
lain: gatal dan kemerahan di kulit, kuning seluruh tubuh (ikterus), muntah-muntah, gangguan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 171
keseimbangan tubuh, gangguan penglihatan, tuli, renjatan (syok). Jika terjadi efek samping yang
berat maka segera rujuk pasien.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan stadium lanjut adalah: batuk darah berat
(hemoptisis), kolaps paru spontan karena kerusakan jaringan paru (pneumothorax spontan),
bronkhiektasis dan fibrosis paru, insufisiensi kardio pulmoner, penyebaran infeksi ke organ lain
seperti otak, tulang, persendian dan ginjal.
3. Psikososial
Status sosial ekonomi, pekerjaan, lingkungan rumah, perasaan terisolasi, penolakan dari
lingkungannnya, perubahan harga diri, peran, strategi koping, sistem pendukung, aktifitas
sehari-hari, aktifitas sosial dan hobby.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit TB Paru, meliputi: pengertian,
penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi TB Paru.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami TB Paru.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah TB Paru
5. Pemeriksaan diagnostik meliputi:
a. Kultur sputum
b. Ziehl Neelsen (pemeriksaan BTA)
c. Test kulit (Protein Purified Derivate/PPD atau Mantoux test)
d. Foto torak.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
2. Defisit nutrisi
3. Resiko tinggi penyebaran/ aktivasi ulang infeksi tuberkulosis.
4. Defisit pengetahuan mengenai proses penyakit, pencegahan, dan pengobatan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, perubahan status nutrisi dan demam
Rencana Tindakan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 173
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dapat mempertahankan jalan nafas yang
efektif
Kriteria Hasil:
Klien dapat: mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/
mempertahankan bersihan jalan nafas, berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana tindakan:
a. Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori)
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak melalui batuk efektif (catat karakter dahak,
jumlah sputum dan adanya hemoptisis)
c. Berikan klien posisi semi fowler atau fowler
d. Bantu klien latihan batuk efektif dan latihan nafas dalam
e. Anjurkan klien mempertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
f. Berikan obat–obatan sesuai indikasi seperti agen mukolitik bronkhodilator
2. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan status
nutrisi
Kriteria hasil:
Intake zat gizi meningkat, Intake makanan meningkat, Ratio BB/TT meningkat, tingkat energi
meningkat
Rencana tindakan:
a. Identifikasi pola diet klien terkait makanan yang disukai/ tidak disukai
b. Catat status nutrisi klien (turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan
menelan, riwayat mual/muntah atau diare)
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan pemberian
obat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 174
d. Jelaskan kebutuhan gizi seimbang (tinggi kalori dan protein dengan porsi kecil tetapi
sering)
e. Libatkan keluarga dalam mengawasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara
periodik
f. Ajarkan klien dan keluarga dalam menyusun menu seimbang sesuai kebutuhan klien
Rencana tindakan:
a. Kaji kemampuan klien dan keluarga untuk belajar (masalah, kelemahan, tingkat partisipasi,
lingkungan terbaik dimana klien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik dan
siapa yang terlibat)
b. Jelaskan pentingnya mempertahankan nutrisi tinggi kalori dan protein serta pemasukkan
cairan yang adekuat
c. Berikan informasi tertulis khusus pada klien sebagai panduan (jadwal obat)
d. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan, efek samping obat dan alasan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang
e. Ajarkan klien mengidentifikasi gejala yang perlu penanganan lanjut (batuk darah,nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran dan vertigo)
f. Libatkan keluarga sebagai PMO dalam mengawasi klien minum obat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 175
Rencana tindakan:
a. Kaji patologi penyakit dan penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin,
meludah, bicara, tertawa dan menyanyi
b. Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga di rumah, teman)
c. Ajarkan dan anjurkan klien untuk batuk/ bersin dengan cara menutup mulut pakai kertas
tisu/ saputangan dan hindari meludah sembarangan (meludah pada tempat tertutup yang
berisi/mengandung desinfektan: air sabun, lisol, cairan pemutih pakaian/klorin); gunakan
tisu sekali pakai; ajarkan teknik mencuci tangan yang tepat.
d. Ajarkan keluarga untuk menghindar saat klien batuk/bersin (pada fase aktif)
e. Anjurkan keluarga untuk memantau suhu tubuh klien
f. Jelaskan pentingnya terapi obat bagi klien sampai pengobatan tuntas
g. Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan BTA ulang secara periodik selama program
terapi
h. Motivasi untuk makan makanan bergizi (gizi seimbang) Berikan makanan porsi kecil tetapi
sering
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 176
Topik 2
Asuhan Keperawatan Klien Pneumonia dalam
Konteks Keluarga.
Pengertian
Infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang mengakibatkan alveoli berisi
exsudat (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Penyebab
Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus
diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Pada
dekade terakhir ini epidemi infeksi Human Immuno deficiency Virus (HIV) berkontribusi
meningkatkan insidens dan kematian pneumonia. Penyebab utama kematian pneumonia anak
dengan infeksi HIV adalah karena infeksi bakteri namun sering ditemukan patogen tambahan
seperti Pneumocystis jirovici (dulu Pneumocystis carinii). Di samping itu M tuberculosis tetap
merupakan penyebab penting pneumonia pada anak terinfeksi HIV (Said, 2010).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 178
1. Kemiskinan yang luas. Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat
kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.
2. Derajat kesehatan rendah. Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi
termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti
malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi
kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau
tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk derajat kesehatan.
3. Status sosio-ekologi buruk. Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya
lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan
biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang.
Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat
kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.
4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil. Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan
sangat kurang. Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh
dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara ber
penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk
di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan
fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak
adekwat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan
akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang
5. Proporsi populasi anak lebih besar. Di negara berkembang yang umumnya berpenghasi lan
rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara
ber penghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi
anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencega han pneumonia terutama
pada aspek pembiayaan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 179
Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan,
sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada
saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan
jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun
dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan
bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007)
Manifestasi Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang
hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam
kehidupan dan perlu rawat-inap. Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasi menjadi
2 kelompok. Pertama, „gejala umum‟ misalnya demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan
kurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Kedua, „gejala respiratorik‟
seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest
indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis
pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal
dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia (Said, 2010).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 180
Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada klien dengan pneumonia 2 bulan s/d 59 bulan adalah sebagai berikut
Penatalaksaan pada klien dengan Pneumonia kurang dari 2 bulan adalah sebagai berikut
- kesadaranmenurun
- stridor
- tangan dan kaki teraba
dingin
- wheezing
- Tanda gizi buruk
Komplikasi Pneumonia
Komplikasi pneumonia yang dapat terjadi adalah:
• Infeksi aliran darah. Infeksi aliran darah atau bakteremia terjadi akibat adanya bakteri yang
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ-organ
lain. Bakteremia berpotensi menyebabkan gagal berfungsinya banyak organ.
• Abses paru atau paru bernanah. Abses paru dapat ditangani dengan antibiotik, namun
terkadang juga membutuhkan tindakan medis untuk membuang nanahnya.
• Efusi pleura. Kondisi di mana cairan memenuhi ruang yang menyelimuti paru-paru.
c. Sumbatan nasal: dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi, serta dapat
menyebabkan otitis media dan sinusitis
d. Demam bisa mencapai 39.5ºC-40.5ºC (dapat mencetuskan kejang febris)
e. Anoreksia: kurang nafsu makan
f. Muntah: anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit dan merupakan petunjuk
untuk awitan infeksi.
g. Nyeri abdomen: keluhan umum
h. Diare, biasanya ringan dan merupakan penyerta infeksi pernafasan khususnya karena
virus.
i. Meningismus: sakit kepala, nyeri, dan kekakuan pada punggung dan leher
4. Pengetahuan keluarga dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit pneumonia, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi pneumonia.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami pneumonia.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber-
sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah pneumonia
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan ISPA adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Peningkatan suhu tubuh
4. Risiko tinggi infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 183
Rencana Tindakan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien mempertahankan jalan nafas yang paten
Kriteria hasil:
Jalan nafas tetap bersih, anak bernafas dengan mudah, anak mengeluarkan sekresi dengan
adekuat, pernafasan dalam batas normal.
Rencana tindakan:
a. Bantu anak dalam mengeluarkan sputum
b. Beri ekspektoran sesuai ketentuan
c. Lakukan fisioterapi dada
d. Pastikan masukan cairan yang adekuat untuk mengencerkan sekresi
e. Bantu anak batuk efektif
f. Buang sekret yang terakumulasi
e. Berikan makanan bergizi sesuai kesukaan anak dan kemauan untuk mengkonsumsi nutrisi
untuk mendukung pertahanan tubuh alami
f. Beri obat antibiotik sesuai dengan program pengobatan
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah Pneumonia. Disamping itu, perawat dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
5. Bersihan jalan nafas efektif
6. Pola nafas efektif
7. Suhu tubuh dalam batas normal
8. Tidak terjadi penyebaran infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 186
Topik 3
Asuhan Keperawatan Klien Diare dalam
Konteks Keluarga.
Penyebab.
Dibawah ini penjelasan tentang epidemiologi penyebab penyakit diare (Kementerian Kesehatan
RI, 2011):
1. Infeksi (kuman-kuman penyakit) Kuman-kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
makanan/minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita (feces oral)
Di dalam istilah bahasa Inggris disebutkan 5 F (Feces, Flies, Food, Finger, Fomites) siklus
penyebaran penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut melalui: Feces atau tinja Flies
atau lalat Food atau makanan Fomites atau peralatan makanan Finger atau tangan (jari
tangan) Dibawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran kuman yang
menyebabkan penyakit diare:
• Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara esklusif (ASI eksklusif) sampai 6 bulan kepada
bayi atau memberikan MP ASI terlalu dini. Memberi MP ASI terlalu dini mempercepat bayi
kontak terhadap kuman
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 187
• Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat
sulit membersihkan botol dan juga kualitas air dibeberapa wilayah Indonesia juga sudah
terkontaminasi kuman-kuman penyakit seperti bakteri E. Coli
• Menyimpan makanan pada suhu kamar dan tidak ditutup dengan baik
• Minum air/menggunakan air yang tercemar
• Tidak mencuci tangan setelah BAB, membersihkan BAB anak
• Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.
2. Penurunan Daya Tahan Tubuh
• Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia 2 tahun (atau lebih). Di dalam ASI terdapat
antibodi yang dapat melindungi bayi dari kuman penyakit
• Kurang gizi/malnutrisi terutama anak yang kurang gizi buruk akan mudah terkena diare
• Imunodefi siensi/Imunosupresi, terinfeksi oleh virus (seperti campak, AIDS)
• Segera proporsional, balita lebih sering terkena diare (55%).
3. Faktor Lingkungan dan Perilaku Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan yang
faktor utama dari kontaminasi air atau tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat.
Faktor Risiko
Perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare adalah :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bln pertama
2. Menggunakan susu botol
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
4. Jajan di sembarang tempat (makanan kurang bersih)
5. Air minum tercemar bakteri tinja
6. Tidak mencuci tangan dengan benar
7. Tidak membuang tinja dengan benar
Tanda-tandanya:
• Balita tetap aktif,
• Memiliki keinginan untuk minum seperti biasa
• Mata tidak cekung
• Turgor kembali segera
2. Diare Dehidrasi Ringan/Sedang
Kehilangan cairan 5 -10% Berat Badan penderita diare.
Tanda-tandanya:
• Gelisah atau rewel
• Mata cekung
• Ingin minum terus/rasa haus meningkat
• Turgor kembali lambat Diare
3. Diare Dehidrasi Berat
Kehilangan carian > 10% Berat Badan penderita diare.
Tanda-tandanya:
• Lesu/lunglai, tidak sadar
• Mata cekung
• Malas minum
• Turgor kembali sangat lambat ≥ 2 detik
Patofisiologi
Mekanisme terjadinya diare dapat disebabkan oleh beberapa gangguan seperti gangguan
osmotik, gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus. Masuknya patogen pada saluran
pencernaan dapat menyebabkan diare, dimana patogen akan memproduksi enterotoksin yang
akan menstimulasi sekresi air dan elektrolit, invasi langsung dan kerusakan sel epitel, inflamasi
lokal dan invasi sistemik oleh mikroorganisme.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Gangguan sekresi yang terjadi akibat
rangsangan tertentu (enterotoksin) pada dinding usus akan menyebabkan terjadinya
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, selanjutnya terjadi peningkatan isi
rongga usus dan timbul diare. Gangguan osmotik terjadi akibat adanya makanan atau zat yang
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 189
tidak dapat diserap yang menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat dan
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus secara berlebihan sehingga
merangsang usus untuk mengeluarkannya dan akhirnya timbul diare.
Gangguan motilitas usus hyperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebih dan timbul diare.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik diare adalah:
1. Pada anak biasanya cengeng dan gelisah
2. Nyeri perut bila membungkuk menyebabkan kram perut
3. Tinja cair atau mungkin disertai lendir
4. Muntah (terjadi sebelum, selama atau sesudah diare disebabkan lambung yang meradang
akibat gangguan keseimbangan basa dan elektrolit)
5. Suhu tubuh biasanya meningkat
6. Nafsu makan berkurang
7. Anus dan daerah sekitarnya lecet
8. Tampak lemah/lesu
Jika diare disertai muntah berlangsung lama, dapat menyebabkan dehidrasi dengan gejala: berat
badan berkurang, turgor kulit kurang elastisitasnya (turgor kulit kembali dengan lambat), mata
cekung, ubun-ubun cekung (pada bayi), mukosa bibir dan mulut kering, tampak lesu/lunglai.
Penatalaksanaan
Kematian karena diare dapat dihindari jika diberikan: cairan rumah tangga, ORALIT, ZINC,
makanan sesuai umur (saat diare dan selama masa penyembuhan) dan mengobati penyakit
penyerta.
(dehidrasi isotonik) atau hilangnya natrium yang lebih daripada air (dehidrasi hipotonik).
Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita
mengalami diare adalah:
1. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi yang masih
menyusui (bayi 0 – 24 bulan atau lebih) dan bagi petugas kesehatan sangat penting
untuk mendukung dan membantu ibu untuk menyusui bayinya jika ibu berhenti
menyusui bayinya yang masih berusia 0-24 bulan
2. Pemberian ORALIT sampai diare berhenti.
3. Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa diberikan oleh
keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare, dan memberikan sari makanan
yang cocok, contoh: kuah sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah
tangga dan oralit di rumah, bisa dengan memberikan air minum.
4. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan
2. Mengobati dehidrasi.
Bila terjadi diare, segera bawa ke petugas kesehatan atau ke sarana kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai dengan tatalaksana diare.
ORALIT
ORALIT adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl),
dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
Manfaat ORALIT.
ORALIT diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat
diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung
garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung
dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan oralit dengan osmolaritas rendah.
Berdasarkan penelitian dengan ORALIT osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare
akan:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 191
umur dan bergizi akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan
meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena perlu diperhatikan:
a. Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan meningkatkan
pemberian ASI selama diare dan selama masa penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau
lebih).
b. Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika bayinya
sudah diberikan makanan lain atau susu formula berikan konseling kepada ibu agar
kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan
meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI
memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
c. Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan: Makanan Pendamping ASI
(MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah
dapat diberikan makanan keluarga secara bertahap.
d. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak.
5. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan
pengobatan sesuai indikasi.
Komplikasi
dan > 3 jam pada anak) segera cari pertolongan medis terdekat untuk mendapat pengobatan
diare yang tepat.
2. Infeksi Berat
Pada penyakit diare akibat infeksi yang tak teratasi dengan baik, dapat terjadi komplikasi diare
berupa perluasan infeksi ke dalam darah (sepsis), atau ke otak maupun selaput otak
(meningitis, ensefalitis, maupun meningoensefalitis).
3. Malnutrisi
Pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun, diare merupakan salah satu penyebab malnutrisi,
dan malnutrisi akan menyebabkan kekebalan tubuh anak menurun dan lebih mudah terserang
diare. Komplikasi diare ini apabila terjadi diare terus – menerus, tentu fungsi usus yang
utamanya adalah untuk menyerap nutrisi dari makanan pun akan terganggu dan
menyebabkan malnutrisi. Oleh karena segera lakukan pencegahan diare agar diare pada anak
tidak dibiarkan berlarut – larut.
4. Ketidakseimbangan Elektrolit
Elektrolit akan ikut terbawa keluar bersama dengan air yang keluar saat diare. Hal yang dapat
menjadi tanda terjadinya ketidakseimbangan elektrolit ini adalah lemas, kesulitan
menggerakkan anggota tubuh, hingga kejang.
5. Iritasi Pada Kulit Sekitar Anus
Buang air besar yang sering ditambah lagi pH tinja yang asam bila diare diakibatkan oleh
intoleransi laktosa, dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada kulit sekitar anus.
Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
b. Riwayat kesehatan masa lalu: tidak mendapatkan ASI eksklusif, status imunisasi, status gizi
sebelumnya, perilaku hidup bersih dan sehat dan sanitasi lingkungan buruk
c. Riwayat kesehatan saat ini: frekuensi BAB yang meningkat, cair, adanya lendir atau darah
pada feses.rasa haus, lemas dan demam.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 194
2. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan umum: tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, Berat badan
b. Frekuensi BAB yang meningkat, caira, ada lender atau darah dalam feses
c. Hilang berat badan
d. Nafsu makan menurun
e. Nyeri abdomen atau kram
f. Distensi abdomen
g. Suara peristaltic usus yang meningkat
h. Demam
i. Kesadaran menurun
j. Dehidrasi: fontanel anterior depres, kelopak mata cekung, tugor kulit menurun, tidak ada
, membran mukosa kering, air mata saat menangis, Berat jenis urin meningkat, oliguria
3. Psikososial: Faktor yang mendukung terjadi masalah kesehatan, pola perilaku terkait hidup
bersih dan sehat, nilai dan keyakinan yang mempengaruhi kesehatan.
4. Pengetahuan klien dan keluarga dan tugas keluarga dalam bidang kesehatan terkait:
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit diare, meliputi: pengertian,
penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi diare.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami diare.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah diare.
5. Pemeriksaan diagnostic/laboratorium
Pemeriksaan darah dan pemeriksaan feses untuk kultur dan adanya darah.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan diare adalah sebagai berikut:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 195
1. Diare
2. Hipovolemia
3. Gangguan integritas kulit
4. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan penanganannya
Rencana Tindakan
1. Diare
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan proses pengeluaran
feses yang membaik
Kriteria Hasil:
Kontrol proses pengeluaran feses membaik, konsistensi feses membaik, frekuensi BAB
membaik, peristaltic usus membaik, nyeri abdomen dan kram menurun.
Rencana Tindakan:
a. Identifikasi penyebab diare
b. Identifikasi riwayat pemberian makanan
c. Monitor warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses
d. Monitor tanda dan gejala hypovolemia
e. Berikan asuhan cairan oral (misalnya ORALIT, larutan gula dan garam, dll)
f. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
g. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
h. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan mengandung laktosa.
i. Kolaborasi untuk pemberian terapi medis.
2. Hipovolemia
Tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan volume
cairan.
Kriteria hasil:
Asupan cairan meningkat, output urin meningkat, dehidrasi menurun, tekanan darah, denyut
nadi membaik, mukosa mulut dan bibir lembab, mata tidak cekung, dan turgor kulit membaik
Rencana tindakan:
a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (tekanan darah menurun, denyut nadi lemah, tugor
kulit menurun , mukosa mulut kering, haus, lemah, volume urin menurun)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 196
Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan dengan
melibatkan anggota keluarga dalam setiap tindakan keperawatan sehingga keluarga memiliki
kemampuan dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah
diare. Disamping itu, perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam
keluarga dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Diare yang dialami sudah teratasi
2. Volume cairan tubuh adekuat
3. Gangguan integritas kulit tidak terjadi
4. Pengetahuan keluarga tentang diare dan penanganannya meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 198
Topik 4
Asuhan Keperawatan Klien HIV positif/AIDS
dalam Konteks Keluarga.
Konsep Dasar HIV/AIDS
Pengertian
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan
menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan
tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit (Kementerian Kesehatan
RI, 2012).
Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV.
Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat untuk
memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita.
Tipe HIV
Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing tipe terbagi lagi
menjadi beberapa subtipe. Pada banyak kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90% di
antaranya adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang sebagian kecil
individu, terutama di Afrika Barat.
Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama bila seseorang tertular
lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi kurang
dari 4% penderita HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama setelah terinfeksi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat lebih dari 40 ribu kasus
infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti
lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari
7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 199
Data terakhir Kemenkes RI menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah
tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di Indonesia.
AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). HIV yang masuk ke dalam tubuh akan
menghancurkan sel CD4. Sel CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang melawan infeksi.
Semakin sedikit sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula sistem kekebalan tubuh
seseorang. Penularan HIV terjadi saat darah, sperma, atau cairan vagina dari seseorang yang
terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara, antara
lain:
• Hubungan seks. Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui vagina
maupun dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular melalui seks oral.
Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi bila terdapat luka terbuka di
mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau sariawan.
• Berbagi jarum suntik. Berbagi penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV, adalah
salah satu cara yang dapat membuat seseorang tertular HIV. Misalnya menggunakan
jarum suntik bersama saat membuat tato, atau saat menggunakan NAPZA suntik.
• Transfusi darah. Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah dari
penderita HIV (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Selain melalui berbagai cara di atas, HIV juga bisa menular dari ibu hamil ke janin yang
dikandungnya. Virus HIV juga dapat menular pada proses melahirkan, atau melalui air susu ibu
saat proses menyusui.
Perlu diketahui, HIV tidak menyebar melalui kontak kulit seperti berjabat tangan atau berpelukan
dengan penderita HIV. Penularan juga tidak terjadi melalui ludah, kecuali bila penderita
mengalami sariawan, gusi berdarah, atau terdapat luka terbuka di mulut.
Faktor Risiko AIDS
HIV bisa menginfeksi semua orang dari segala usia. Akan tetapi, risiko tertular HIV lebih tinggi
pada pria yang tidak disunat, baik pria heteroseksual atau lelaki seks lelaki. Risiko tertular HIV
juga lebih tinggi pada individu dengan sejumlah faktor, di antaranya:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 200
• Hubungan seks tanpa mengenakan kondom. Risiko penularan akan lebih tinggi melalui
hubungan seks anal, dan hubungan seks dengan berganti pasangan.
• Menderita infeksi menular seksual. Sebagian besar infeksi menular
seksual menyebabkan luka terbuka di kelamin penderita, sehingga meningkatkan risiko
tertular HIV.
• Berbagi suntikan. Pengguna NAPZA suntik umumnya berbagi jarum suntik dalam
menggunakan narkoba.
Manifestasi Klinis
Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi akut, dan terjadi
pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan
tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk melawan virus HIV.
Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi. Penderita
umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang muncul mirip dengan
gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini
jumlah virus di aliran darah cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi
pada tahap ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung hingga beberapa
minggu, yang meliputi (Bhatti, et al. , 2016):
• Demam hingga menggigil.
• Muncul ruam di kulit.
• Muntah.
• Nyeri pada sendi dan otot.
• Pembengkakan kelenjar getah bening.
• Sakit kepala.
• Sakit perut.
• Sakit tenggorokan dan sariawan.
Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung
hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan merusak
kekebalan tubuh.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 201
Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak merasakan gejala
apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita lainnya mengalami sejumlah gejala,
seperti (Kementerian Kesehatan RI, 2016):
• Berat badan turun.
• Berkeringat di malam hari.
• Demam.
• Diare.
• Mual dan muntah.
• Herpes zoster.
• Pembengkakan kelenjar getah bening.
• Sakit kepala.
• Tubuh terasa lemah.
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin berkembang.
Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Ketika penderita memasuki
tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah, sehingga membuat penderita lebih mudah
terserang infeksi lain (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Gejala AIDS meliputi:
• Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya.
• Berkeringat di malam hari.
• Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus.
• Bintik ungu pada kulit yang tidak bisa hilang.
• Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari.
• Diare kronis.
• Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan.
• Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina.
• Mudah memar atau berdarah tanpa sebab.
• Mudah marah dan depresi.
• Ruam atau bintik di kulit.
• Sesak napas.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 202
Penatalaksanaan
Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang
dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV
bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan
mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain (Bhatti, et al.
, 2016):
• Efavirenz
• Etravirine
• Nevirapine
• Lamivudin
• Zidovudin
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk
menilai respons pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6 bulan.
Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4 bulan
selama masa pengobatan (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar perkembangan
virus HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus terus merusak
sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS. Selain itu,
penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan konsumsi obat
akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pasien (Simon, et a,
2006).
Bila pasien melewatkan jadwal konsumsi obat, segera minum begitu ingat, dan tetap ikuti jadwal
berikutnya. Namun bila dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter.
Dokter dapat mengganti resep atau dosis obat sesuai kondisi pasien saat itu.
Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari. Karena itu, pasien perlu
mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi obat ini, di antaranya:
• Diare.
• Mual dan muntah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 203
• Mulut kering.
• Kerapuhan tulang.
• Kadar gula darah tinggi.
• Kadar kolesterol abnormal.
• Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis).
• Penyakit jantung.
• Pusing.
• Sakit kepala.
• Sulit tidur.
• Tubuh terasa lelah.
Infeksi HIV membuat sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga tubuh lebih rentan terserang
berbagai penyakit, antara lain:
• Tuberculosis (TB). TB adalah infeksi paru-paru yang sering menyerang penderita HIV,
bahkan menjadi penyebab utama kematian pada penderita AIDS.
• Toksoplasmosis adalah infeksi parasit yang dapat memicu kejang bila menyebar ke otak.
• Cytomegalovirus. Cytomegalovirus adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu
kelompok virus herpes. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
• Candidiasis. Candidiasis adalah infeksi jamur Candida yang menyebabkan ruam pada
sejumlah area tubuh.
• Infeksi ini disebabkan oleh parasit yang hidup di sistem pencernaan.
• Meningitis kriptokokus. Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan tulang
belakang yang disebabkan oleh jamur.
• Wasting syndrome. Wasting syndrome merupakan kondisi ketika penderita AIDS
kehilangan 10% berat badan. Kondisi ini umumnya disertai diare serta demam kronis.
• HIV-associated nephropathy (HIVAN). HIVAN adalah peradangan pada saringan di ginjal.
Kondisi ini menyebabkan gangguan untuk membuang limbah sisa metabolisme dari
tubuh.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 204
• Gangguan neurologis. Meski AIDS tidak menginfeksi sel saraf, akan tetapi penderita AIDS
dapat mengalami sejumlah kondisi se (Bhatti, et al. , 2016)perti depresi, mudah marah,
bahkan sulit berjalan. Salah satu gangguan saraf yang paling sering menimpa penderita
AIDS adalah demensia (Bhatti, et al. , 2016).
Selain sejumlah penyakit di atas, ada beberapa jenis kanker yang dapat menyerang penderita
HIV, di antaranya adalah sarkoma kaposi dan limfoma. Sarkoma kaposi adalah kanker yang bisa
muncul di sepanjang pembuluh darah atau saluran getah bening. Sedangkan limfoma merupakan
kanker kelenjar getah bening.
• Rongga mulut: ulkus, lesi putih, radang gusi, radang jaringan penyangga gigi, radang
sudut bibir, perdarahan gusi
• Paru-paru: ronchi, nafas pendek, dyspnea, Tachypnea
• Jantung: murmur
• Abdomen: pembesaran hepar, pembesaran limfa, kram abdomen
• Genetalia: ulkus/luka, kutil
• Anus: ulkus/luka, kutil
• Sistem neurologi: disorientasi, daya ingat menurun, kemampuan berhitung menurun,
apatis
• Tidak napsu makan, mual, muntah, diare.
3. Pengkajian psikososial
Kaji sistem pendukung termasuk keluarga, orang yang berarti dan teman; aktivitas
kehidupan sehari-hari termasuk perubahan yang terjadi; status pekerjaan, aktivitas sosial,
hobi, dan sumber finansial. Kaji tingkat kecemasan, suasana hati/mood, kemampuan
kognitif, perubahan harga diri, citra tubuh, peran, dan strategi koping.
4. Pengkajian terkait pengetahuan klien dan keluarga dan tugas keluarga dalam bidang
kesehatan terkait dengan HIV-AIDS :
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit HIV-AIDS, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi HIV-AIDS.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami HIV-AIDS.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah HIV-AIDS
5. Pemeriksaan diagnostic/laboratorium.
Pemeriksaan antibody HIV, pemeriksaan kultur, pemeriksaan darah lengkap, X-ray dada.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 206
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1. Defisit nutrisi
2. Risiko terjadi infeksi
3. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan perawatan
4. Harga diri rendah
Rencana Tindakan
1. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan status
nutrisi
Kriteria hasil:
Intake zat gizi meningkat, Intake makanan meningkat, Ratio BB/TT meningkat, tingkat energi
meningkat
Rencana tindakan:
a. Identifikasi pola diet klien terkait makanan yang disukai/ tidak disukai
b. Catat status nutrisi klien (turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan
menelan, riwayat mual/muntah atau diare)
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan pemberian
obat
d. Jelaskan kebutuhan gizi seimbang (tinggi kalori dan protein dengan porsi kecil tetapi sering)
e. Libatkan keluarga dalam mengawasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara
periodik
f. Ajarkan klien dan keluarga dalam menyusun menu seimbang sesuai kebutuhan klien
2. Risiko terjadi infeksi
Tujuan:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 207
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan terbebas dari infeksi oportunistik dan
infeksi lainnya
Kriteria hasil:
Tidak adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu tubuh, nyeri, panas; tidak ada
drainase sputum yang purulent, tidak ada diare, tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan:
a. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
b. Ajarkan klien cara menghindari infeksi seperti tehnik cuci tangan yang benar, pemasukan
nutrisi dan cairan yang adekuat, atur keseimbangan waktu aktivitas dan istirahat
c. Jelaskan pada klien pentingnya minum obat secara tepat dan libatkan keluarga untuk
memantau pengobatan klien
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk mengenali tanda-tanda infeksi seperti: peningkatan suhu
tubuh, batuk persisten, pengeluaran cairan atau pus pada daerah luka yang terbuka, urin
berbau
e. Jika ditemukan gejala infeksi, anjurkan keluarga membawa klien ke pelayanan kesehatan
untuk pemeriksaan lanjutan
3. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit, pencegahan transmisi HIV
dan pengobatan
Tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dan keluarga meningkat tentang
pencegahan transmisi HIV dan pengobatan
Kriteria hasil :
Klien dan keluarga mampu menjelaskan tentang pengertian, penyebab, gejala, faktor risiko
dan akibat dari HIV/AIDS; menjelaskan tentang cara transmisi HIV, perawatan dan
pengobatan yang dijalankan, klien minum obat secara teratur
Rencana tindakan:
a. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
faktor risiko dan akibat dari HIV
b. Jelaskan kepada klien dan keluarga cara transmisi HIV
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 208
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencegah transmisi HIV dengan cara:
• Menghindari kontak seksual dengan berbagai pasangan
• Menggunakan alat pengaman (kondom) saat melakukan hubungan
• Menghindari penggunaan obat melalui suntikan
d. Jelaskan jenis obat, aturan minum obat dan efek samping pengobatan
e. Jelaskan tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan secara rutin dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang bisa dikunjungi
Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan dengan
melibatkan anggota keluarga dalam setiap tindakan keperawatan sehingga keluarga memiliki
kemampuan dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah HIV-
AIDS. Disamping itu, perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam
keluarga dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Gejala infeksi tidak ada
3. Pengetahuan klien meningkat
4. Harga diri meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 210
Topik 5
Asuhan Keperawatan Klien Hipertensi dalam
Konteks Keluarga.
Penyebab
Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui (90 %),bila ditemukan penyebabnya
disebut sekunder (10%). Penyebab antara lain:
• Penyakit: penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, koarktasi aorta, obstructive sleep
apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism primer, penyakit renovascular,
penyakit tiroid.
• Obat-obatan:
- Prednisone, fludrokortison, triamsolon.
- Amfetamin/anorektik: phendimetrazine, phentermine, sibutramine
- Antivasculer endothelin growth factor agents.
- Estrogen: kontrasepsi oral.
- Calcineurin inhibitors: siklosporin, tatcrolimus.
- Dekongestan: phenylpropanolamine & analog.
- Erythropoiesis stimulating agents: erythropoietin, darbepoeitin.
- NSAIDs, COX-2 inhibitors,venlafaxine, bupropion, bromokriptin, buspirone,
carbamazepine, clozapine,ketamin, metoklopramid.
• Makanan: sodium, etanol, licorice
• Obat jalanan yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut: cocaine, cocaine
withdrawal, ephedra alkaloid, herbal ecstasy, phenylpropanolamineanalogs, nicotine
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 211
Klasifikasi
Patofisiologi
Biasanya jantung memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan sel akan
oksigen dan nutrisi. Saat memompa darah melalui pembuluh darah ke organ dan jaringan vital.
Tekanan diberikan oleh darah di dinding pembuluh darah diukur sebagai tekanan darah. Tekanan
darah ditentukan oleh cardiac output (CO), Peripheral Vascular Resistance (PVR; kemampuan
pembuluh untuk meregangkan), viskositas (Kekentalan) darah, dan jumlah darah yang beredar
volume. Penurunan kemampuan peregangan dan peningkatan viskositas dan volume cairan
meningkatkan tekanan darah.
Beberapa proses mempengaruhi tekanan darah dengan mengendalikan CO dan PVR. Proses
ini termasuk regulasi sistem saraf, baroreseptor dan kemoreseptor arteri, mekanisme renin-
angiotensin-aldosteron, dan keseimbangan cairan tubuh. Salah satu cara tekanan darah
dipengaruhi melalui penyesuaian CO, yang merupakan jumlah darah yang dipompa jantung
setiap menit. Denyut jantung naik untuk meningkatkan CO sebagai respons aktifitas fisik atau
emosional yang membutuhkan lebih banyak oksigen untuk organ dan jaringan. PVR juga
mempengaruhi tekanan darah. Apapun yang menyebabkan pembuluh darah menjadi semakin
sempit maka akan meningkatkan PVR, sehingga lebih banyak tekanan dibutuhkan untuk
mendorong darah melalui pembuluh, jadi tekanan darah meningkat sebagai hasilnya. Jika PVR
menurun, lebih sedikit tekanan yang dibutuhkan. Peningkatan PVR arteriolar adalah mekanisme
utama yang meningkatkan tekanan darah pada hipertensi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 212
Manifestasi Klinik
Seringkali hipertensi tidak menyebabkan tanda atau gejala selain tergambarnya tekanan darah
tinggi. Akibatnya, hipertensi disebut sebagai "silent killer." Pasien dengan hipertensi sering kali
pertama didiagnosis ketika mencari pelayanan kesehatan alasan yang tidak terkait dengan
hipertensi. Dalam sejumlah kecil kasus-kasus, seorang pasien dengan hipertensi dapat mengeluh
tentang sakit kepala, hidung berdarah, atau pandangan kabur, meskipun biasanya mustahil bagi
pasien untuk menghubungkan ketidakhadiran atau kehadiran gejala dengan derajat peningkatan
tekanan darah. Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek jangka panjang pada
pembuluh darah besar dan kecil jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit
organ target.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Kurangi berat badan bila kelebihan berat badan
2. Hindari minuman alkohol, merokok, dan minum kopi
a. Kurangi makan garam sesuai dengan tingkatan berat dan ringannya tekanan darah:
Tekanan darah antara 140-159/90-99 mmHg (maksimal 1 sendok teh/hari)
b. Tekanan darah antara 160-179/100-109 mmHg (maksimal ½ sendok teh/ hari)
c. Tekanan darah di atas 180/110 mmHg (maksimal ¼ sendok teh/hari)
3. Hindari makanan berlemak tinggi (gajih, usus, kulit ayam)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 213
4. Manajemen stress yang dapat dilakukan antara lain dengan teknik relaksasi pernafasan
dengan cara menarik nafas melalui hidung atau mulut, beri sedikit jeda sebelum dihembuskan,
dan kemudian hembuskan melalui hidung atau mulut
5. Minum obat secara teratur seperti inhibitor adrenergik (propranolol), diuretik (lasix),
vasodilator (apresoline), inhibitor ACE (captopril), dan antagonis Ca (nifedipine) (Smeltzer,
2001: hal 901-906)
b. Kepribadian
c. Kondisi gaya hidup
d. Stressor
e. Strategi koping yang digunakan
f. Obesitas
g. Denial (perlunya informasi tentang hipertensi, gejala-gejala, perlu pengobatan untuk
lebih baik)
h. Kecemasan dan ketegangan
i. Ketakutan kehilangan pekerjaan
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit hipertensi, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi hipertensi.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami hipertensi.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber-
sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah hipertensi.
6. Pemeriksaan Diagnostik/laboratorium
a. Pemeriksaan darah : elektrolit, aldosterone, kholesterol, triglesirida.
b. Pemeriksaan urin: urinalisis, BUN, asam urat, stroid, catecholamine, renin
c. Pemeriksaan EKG (untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri dan ischemia)
d. Pemeriksaan x-ray thorax (untuk rasio kardiotorakis)
e. Echocardiogram (untuk mengetahui adanya hipertropi venterikel kiri).
Diagnosis Keperawatan
1. Risiko penurunan curah jantung
2. Nyeri: Sakit kepala
3. Defisit pengetahuan: mengenai kondisi, rencana pengobatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 215
Perencanaan Keperawatan
1. Risiko penurunan curah jantung
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil:
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas menurunkan TD, mempertahankan TD dalam
rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
dalam rentang normal.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea, paroxysmal noctural dyspnea)
b. Pantau Tekanan darah secara teratur dan anjurkan keluarga untuk tekanan darah secara
teratur
c. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
d. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan setelah aktifitas
e. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
f. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk memberikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi
aktivitas atau kebisingan lingkungan
g. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan pembatasan aktivitas seperti: istirahat
ditempat tidur atau kursi
h. Anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti: pijatan
punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur
i. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
j. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
k. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan antihipertensi
l. Berikan dukungan emosional dan spiritual.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 216
Kriteria hasil:
Klien mampu menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan,
mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi, mempertahankan tekanan
darah dalam parameter normal
Rencana tindakan:
a. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat
b. Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal
c. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
d. Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol dengan baik
saat menggambarkan Tekanan darah klien dalam batas yang diinginkan
e. Bantu pasien dalam mengidentifikasi pentingnya menghentikan merokok dan bantu
pasien dalam membuat rencana untuk berhenti merokok
f. Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan tekanan darah mandiri
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang obat yang diresepkan
h. Hindari atau batasi pemasukan alkohol dan kafein seperti kopi, teh, cola dan coklat
i. Sarankan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring
j. Dorong klien untuk membuat program olahraga sendiri seperti olahraga aerobik
(berjalan,berenang) yang klien mampu lakukan
k. Berikan informasi tentang sumber-sumber dimasyarakat pada klien dan keluarga agar
memberi dukungan pada klien dalam membuat perubahan pola hidup
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah hipertensi. Disamping itu, perawat dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 218
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Tekanan darah normal
2. Sakit kepala teratasi
3. Pengetahuan keluarga tentang kondisi, rencana pengobatan hipertensi meningkat.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 219
Topik 6
Klasifikasi Diabetes Mellitus yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001) adalah sebagai
berikut:
Faktor keturunan atau genetik memiliki kontribusi untuk seseorang terserang penyakit
diabetes.
2. Obesitas atau kegemukan
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon
insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin.
3. Usia
Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai mengalami kepekaan
terhadap insulin.
4. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan
dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga pankreas.
5. Mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi
Kolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang cukup tinggi untuk seseorang mudah
terserang penyakit diabetes mellitus.
6. Stress dalam jangka waktu lama
Kondisi stress berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai hormon dalam tubuh termasuk
produksi hormon insulin. Disamping itu stress bisa memacu sel-sel tubuh bersifat liar yang
berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga memicu untuk sel-sel tubuh
menjadi tidak peka atau resiten terhadap hormon insulin.
7. Kehamilan
Pada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu keseimbangan hormon
insulin dan pada kasus tertentu memicu untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap hormon
insulin. Kondisi ini biasanya kembali normal setelah masa kehamilan atau pasca persalinan.
Namun demikian menjadi sangat beresiko terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepannya
punya potensi Diabetes Melitus.
8. Ras
Beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk terserang diabetes melitus.
Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.
Bahkan diperkirakan lebih 60% klien berasal dari Asia.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 221
Patofisiologi
Pada Tipe II Diabetes Mellitus terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresis insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan.
Pada klien dengan gangguan toleransi glukosa terjadi sekresi insulin yang berlebihan dalam
upaya mempertahankan kadar glukosa pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel–sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Klien Diabetes Melitus yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Pada klien diabetes tipe I, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan
gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sumber untuk
energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang
merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 222
Manifestasi Klinik
Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap Diabetes Melitus,
bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang
mengalami keluhan klasik DM berupa:
1. Poliuria (banyak berkemih).
2. Polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
3. Polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Gejala-gejala lain dari DM berupa:
1. Lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
2. Penglihatan kabur
3. Penyembuhan luka yang buruk
4. Disfungsi ereksi pada pasien pria
5. Gatal pada kelamin pasien wanita
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien DM meliputi: edukasi, pengaturan diet, aktivitas fisik secara teratur dan
pengelolaan farmakologis.
1. Edukasi
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
untuk melakukan perubahan perilaku pola hidup sehat pada klien DM. Berikut ini materi
edukasi untuk klien DM meliputi:
a. Makan makanan sehat
b. Latihan jasmani secara teratur
c. Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi
yang ada
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Mengelola diabetes dengan tepat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 223
Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetik
Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias, terutama
diakibatkan oleh defisiensi insulin absolut atau insulin relatif.
b. Hipoglikemi
Adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya disebabkan peningkatan kadar
insulin yang kurang tepat atau asupan karbohidrat kurang.
c. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis.
Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
2. Komplikasi Kronis
a. Mikroangiopati
Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor
terjadinya retinopati diabetikum: lamanya menderita diabetes, umur penderita, kontrol
gula darah, faktor sistematik (hipertensi, kehamilan).
b. Nefropati diabetikum
Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam
urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan
faktor resiko dari gagal ginjal kronik.
c. Neuropati diabetikum
Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi
poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan
gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik,
biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
d. Makroangiopati
Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 225
LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah
mengalami glikalisasi dan oksidasi.
e. Kaki diabetik
Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki diabetes mellitus : (1)Kelainan
vaskular: angiopati, contoh: aterosklerosis (2)Kelainan saraf: neuropati otonom dan perifer
(3)Infeksi (4)Perubahan biomekanika kaki.
Pekerjaan, hobi, stressor yang dialami, pola koping, dukungan keluarga dan orang
dekat/teman, perubahan gaya hidup untuk mengontrol penyakitnya, ungkapan verbal klien
tentang penyakit DM yang dialami.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit diabetes mellitus, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi diabetes mellitus.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami mellitus.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah diabetes mellitus.
5. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
a. Glukosa darah puasa (fasting blood glucose)
b. Glukosa darah sewaktu atau glukosa darah 2 jam postprandial (2 jam setelah makan)
c. Glycosylated hemoglobin (HbA1c)
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
3. Risiko tidak efektifnya manajemen regimen teraputik
Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan kestabilan kadar gula
darah dalam rentang normal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 227
Kriteria hasil:
Mengantuk klien menurun, lesu dan lelah menurun, pusing menurun, rasa lapar menurun,
kadar glukosa darah membaik.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi kemungkinan penyebab dari hiperglikemia
b. Monitor kadar glukosa darah, jika diperlukan dengan melibatkan klien dan keluarga
c. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan dengan melibatkan klien dan keluarga
d. Monitor berat badan setiap minggu atau sebagaimana kebutuhan dengan melibatkan klien
dan keluarga
e. Monitor adanya tanda-tanda hipoglikemia dengan melibatkan klien dan keluarga.
f. Anjurkan klien minum sesuai dengan anjuran atau minimal 2500 cc dalam sehari.
g. Anjurkan untuk menghindari olah raga atau aktifitas fisik berlebih bila kadar glukosa lebih
dari 250 mg/dl
h. Anjurkan untuk kepatuhan terhadap diet dan aktifitas.
i. Ajarkan pengelolaan diabates mellitus ( misalnya pengelolaan obat insulin, oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat dan bantuan profesional kesehatan)
j. Kolaborasi untuk pemberian insulin atau oral hipoglikemia.
2. Risiko cidera: kaki
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan bebas cidera kaki
Kriteria hasil:
Tempatur kulit meningkat, sensasi meningkat, elasitas kulit meningkat, kelembaban kulit
meningkat, perfusi jaringan meningkat, dan intergeritas kulit meningkat
Rencana tindakan:
a. Kaji penampilan umum kaki
b. Kaji status kuku klien
c. Kaji integeritas kulit klien
d. Kaji adanya pembentukan kalus
e. Kaji status status sirkulasi kaki dengan palpasi denyut nadi perifer
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 228
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah diabetes mellitus. Disamping itu, perawat
dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Glukosa darah klien dalam keadaan stabil
2. Injuri pada kaki klien tidak terjadi
3. Manajemen regimen terapeutik yang dijalani dengan efektif.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 231
Topik 7
Asuhan Keperawatan Klien Paska Stroke
dalam Konteks Keluarga
Konsep Dasar Stroke
Pengertian
Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak yang disebabkan karena sumbatan, penyempitan,
atau pecahnya pembuluh darah otak, yang mengakibatkan suplai darah ke salah satu bagian otak
terganggu yang dapat berdampak lanjut pada kelainan neurologi.
Penyebab
a. Hipotensi berat
b. Cardiac arrest
5. Hipoksia Lokal
a. Spasme arteri serebral yang dihubungkan dengan perdarahan subarachnoid
b. Vasokonstriksi arteri serebral yang dikaitkan dengan sakit kepala migrain.
Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan suplai oksigen. Pada saat
terjadi anoksia, sebagaimana pada stroke, metabolisme serebral akan segera mengalami
perubahan dan kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3–10 menit. Banyak
kondisi yang merubah perfusi serebral sehingga menyebabkan terjadi hipoksia atau anoksia.
Hipoksia pertama kali menimbulkan iskhemia. Iskhemia dalam waktu singkat (kurang dari 10–15
menit) menyebabkan defisit sementara. Iskhemia dalam waktu yang lama menyebabkan
kematian sel permanen dan infark serebral dengan disertai edema serebral.
Tipe defisit focal permanen akan bergantung pada daerah otak yang dipengaruhi. Daerah
otak yang terkena sangat tergantung pada pembuluh darah serebral yang dipengaruhi. Paling
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 233
umum pembuluh darah yang dipengaruhi adalah middle cerebral artery; yang kedua adalah arteri
karotis interna.
Stroke thrombotik, adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering dikaitkan dengan
atherosclerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri, sehingga menyebabkan gangguan
suplai darah yang menuju ke otak. Fase awal dari thrombus tidak selalu menyumbat komplit
lumen. Penyumbatan komplit dapat terjadi dalam beberapa jam. Gejala-gejala dari stroke akibat
thrombus terjadi selama tidur atau segera setelah bangun tidur. Hal ini berkaitan pada orang tua
aktifitas simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya tekanan darah,
yang akan menimbulkan iskhemia otak. Pada orang ini biasanya mempunyai hipotensi postural
atau buruknya reflek terhadap perubahan posisi. Tanda dan gejala neurologi sangat sering
memperlihatkan keadaan yang lebih buruk pada 48 jam pertama setelah thrombosis.
Stroke embolik, yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua dari stroke. Klien
yang mengalami stroke akibat embolus biasanya usianya lebih muda dan paling umum embolus
berasal dari thrombus jantung. Miokardial thrombus paling umum disebabkan oleh penyakit
jantung rhematik dengan mitral stenosis atau atrial fibrilasi. Penyebab yang lain stroke embolik
adalah lemak, tumor sel embolik, septic embolik, eksudat dari subakut bacterial endokarditis,
emboli akibat pembedahan jantung atau vaskuler.
Transient Ischemic Attack (TIA) berkaitan dengan iskhemik serebral dengan disfungsi
neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa hilang kesadaran dan hilangnya seluruh
fungsi sensorik dan motorik, atau hanya ada defisit focal. Defisit paling umum adalah kelemahan
kontralateral wajah, tangan, lengan, dan tungkai, dysphasia sementara dan beberapa gangguan
sensorik. Serangan iskhemik berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya. Arteri serebral
yang tersumbat oleh thrombus atau embolus dapat memperlihatkan tanda dan gejala sebagai
berikut:
a. Jika thalamus yang dipengaruhi, akan ada sensorik yang hilang dari seluruh modalitas,
nyeri spontan, intentional tremors dan hemiparesis ringan
b. Jika serebral penduncle yang dipengaruhi akan ada sindroma weber’s (kelumpuhan saraf
oculomotorik dengan kontralateral hemiplegia)
c. Jika batang otak dipengaruhi akan mempengaruhi conjungate gaze, nystagmus dan
ketidaknormalan pupil dengan gejala-gejala yang lain berupa tremor postural, ataxia
4. Sindroma arteri karotis internal
a. Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata
b. Parastesia dan kelemahan lengan kotralateral, wajah dan tungkai.
c. Hemiplegia dengan hilangnya sensorik secara komplit dan hemianopsia.
d. Kemungkinan atropi saraf optik pada mata ipsilateral.
e. Dysphasia intermittent
5. Sindroma arteri sereberal inferior posterior
a. Disphagia dan disarthria
b. Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi ipsilateral dari wajah
c. Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada sisi tubuh dan tungkai
d. Nystagmus horizontal
e. Sindroma horner’s ipsilateral
f. Tanda-tanda serebellar (ataxia dan vertigo)
6. Sindroma arteri serebellar inferior anterior
Sisi ipsilateral
a. Tuli dan tinnitus
b. Paralisis wajah
c. Hilangnya sensasi pada wajah
d. Syndrome horners’s
e. Tanda-tanda sereberal (ataxia dan nystagmus)
Sisi kontralateral
a. Gangguan sensasi nyeri dan temperatur pada tubuh dan tungkai
b. Nystagmus horizontal
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 236
Penatalaksanaan
Penatalasanaan medis pada klien dengan stroke meliputi:
1. Terapi antikoagulan
2. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan riwayat ulkus, uremia dan
kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV drip
3. Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang
4. Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu untuk menghancurkan
trombotik dan embolik
5. Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk stabilkan bekuan diatas anurisma
yang rupture
6. Calcium channel blocker (nimodipine) dapat diberikan untuk mengatasi vasospasme
pembuluh darah.
Komplikasi
1. Dekubitus
Akibat berbaring yang terlalu lama, akan mengakibatkan luka lecet pada bagian tubuh yang
sering sebagai tumpuan berbaring, misalnya, pinggul, bokong dan kaki. Sehingga di daerah
itu sering infeksi. Biasanya, klien pasca stroke yang depresi, mereka justru malas untuk
berpindah posisi dalam berbaring. Bisa seharian dalam posisi sama karena mereka ingin
merasakan ‘mati’ dari pada terus tahu bahwa tubuh fisiknya mengalami cacat dan dalam
derajat kecacatan tinggi.
2. Bekuan darah karena kelumpuhannya
Bekuan darah biasanya ada di beberapa tempat pada daerah kelumpuhan karena memang
anggota tubuh yang lumpuh tidak bergerak. Darah yang membeku, bisa mengancam sirkulasi
aliran darah mereka, sehingga akan berakibat pembengkakkan ke arah beberapa organ
penting tubuh, seperti ke otak,jantung atau paru-paru, sehingga komplikasi ini berlanjut dan
memburuk.
3. Kekakuan sendi dan otot karena kurang bergerak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 237
Klien pasca stroke yang terlalu lama berbaring, tubuhnya pasti akan kaku. Dan lama kelamaan
akan sakit. Bagi organ tubuh yang sehat (bukan yang lumpuh), seharusnya bagian tubuh ini
terus berusaha bergerak sehingga fisik tubuh bisa tetap beraktifitas.
4. Pneumonia
Pneumonia ini terjadi karena klien pasca stroke biasanya susah untuk menelan dan sering
terbatuk-batuk karena tersedak, yang mengakibatkan cairan berkumpul di paru-paru sampai
infeksi.
5. Stres dan depresi
Klien pasca stroke mengalami stres dan depresi, sampai berkepanjangan. Bila klien
mengalami serangan stroke berat dan mengkibatkan kelumpuhan separuh tubuh. Klien yang
mengalami pasca stroke tidak akan mampu menjalani hidupnya jika tidak mendapat
dukungan dari keluarganya.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler, transient ischemic attacks
(TIA).
b. Merokok
c. Menggunakan kontrasepsi hormonal
d. Gangguan sensorik/motorik
e. Gangguan penglihatan
b. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran dan status mental
b. Gangguan sensorik dan motorik
c. Aphasia
d. Penglihatan
e. Fungsi saraf kranial
f. Tanda-tanda vital
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 238
g. Kegemukan/obesitas
c. Psikososial
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Sistem dukungan
d. Gaya hidup
e. Strategi koping yang biasa digunakan
f. Pekerjaan
g. Peran dan tanggung jawab selama ini
h. Reaksi emosional terhadap penyakitnya
d. Pengetahuan klien dan keluarga tentang:
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit stroke, meliputi: pengertian,
penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi stroke.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami stroke.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber-
sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah stroke.
e. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah (pembekuan darah, hitung sel darah, Trigliserida, cholesterol, gula
darah)
b. CT scan; angiogram; EKG, EEG
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan stroke adalah sebagai berikut:
1 Gangguan mobilitas fisik
2 Defisit nutrisi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 239
Rencana Tindakan
1. Gangguan mobilitas fisik
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan menunjukkan peningkatan mobilisasi
fisik.
Kriteria hasil:
Klien dapat berdiri dari kursi roda dan melakukan ambulasi sesuai dengan kemampuan, klien
terhindar dari penekanan, atropi otot dan kontraktur
Rencana tindakan:
a. Kaji fungsi motorik klien, sensasi dan reflek pada seluruh ekstremitas untuk menetapkan
kemampuan dan keterbatasan
b. Pertahankan sikap tubuh anatomis yang meliputi kepala, bahu, dan sendi panggung pada
mattress dengan papan tempat tidur
c. Berikan footboard dan mattress untuk mencegah penekanan dan mencegah footdrop dan
kerusakan kulit.
d. Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional: siku sedikit fleksi, pergelangan tangan
ekstensi, handroll (dengan bola karet) untuk menjaga posisi menggenggam dan untuk
mengontrol spasme, lengan ditinggikan untuk mencegah edema.
e. Ajarkan keluarga untuk melakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
f. Berikan bimbingan klien dan keluarga untuk melakukan latihan pergerakan pasif ROM bila
tidak ada kontraindikasi
g. Bimbing klien dan keluarga untuk latihan ambulasi dengan tetap mempertahankan
keamanannya
h. Berikan petunjuk pada keluarga untuk dapat memberikan bantuan dalam melatih
kemampuan motorik klien secara bertahap.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 240
e. Ajarkan keluarga untuk dapat menggunakan alat-alat untuk mencegah penekanan, seperti
membuat lingkaran handuk yang diletakkan pada ujung-ujung tumit atau siku yang tertekan
lama.
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada klien pasca stroke.
Disamping itu, perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga
dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan. Pada klien dengan stroke yang perlu dievaluasi adalah:
1. Klien dapat melakukan mobilitas fisik secara oprimal
2. Klien memilki status nutrisi secara adekuat
3. Klien memilki konsep diri yang positif
4. Klien memiliki integritas kulit
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 243
Topik 8
Asuhan Keperawatan Klien Maternal Risiko
Tinggi Konteks Keluarga
Konsep Dasar Ibu Hamil
Pengertian
Ibu hamil adalah suatu kondisi dimana seorang perempuan mengalami kehamilan Kehamilan
adalah suatu kondisi yang terjadi bila ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum)
dan sperma (spermatozoa). Kehamilan terbagi atas: trimester I (1–14 minggu), trimester II (14 –
28 minggu), trimester III (28 – 42 minggu)
abortus, kehamilan mola atau kehamilan ektopik. Perdarahan pada awal kehamilan dapat
merupakan tanda keguguran.
Macam-macam perdarahan pervaginam:
1) Abortus
Pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat
janin kurang dari 500 gram. Tanda-tandanya: perdarahan dengan nyeri abdomen,
rasa mulas atau rasa nyeri, terkadang disertai syok.
2) Kehamilan ektopik
Kehamilan dimana implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium
atau diluar rahim. Tanda-tandanya: perdarahan berwarna coklat tua dan umumnya
sedikit, nyeri perut, uterus terasa lembek.
3) Molahydatidosa (hamil anggur)
Kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili korialisnya mengalami perubahan
hidrofik. Tanda-tandanya adalah perdarahan berulang, neyeri perut, tidak teraba
bagian janin, tidak terdengarnya denyut jantung janin (DJJ).
b. Mual muntah berlebihan
Mual dan muntah adalah gejala yang wajar dan sering ditemukan pada kehamilan trimester
I. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormone estrogen dan
HCG dalam serum (Matteson, 2001). Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan
keadaan ini, meskipun demikian gejala mual muntah yang berat dapat berlangsung sampai
4 bulan. Keadaan inilah disebut hiperemisis gravidarum. Mual dan muntah yang terus
menerus akan menyebabkan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan) dan kekurangan
kadar mineral dalam tubuh karena banyak cairan tubuh keluar lewat muntahan. Jika tidak
dirawat dan mendapat penanganan yang memadai.Hiperemesis bisa menjurus pada
kekurangan gizi dan dapat membahayakan ibu serta janin yang dikandungnya.
c. Sakit kepala yang hebat.
Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah serius dalam kehamilan adalah sakit kepala
hebat, menetap dan tidak hilang dengan beristirahat. Terkadang disertai penglihatan kabur
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 247
atau berbayang. Hal ini merupakan gejala dari pre-eklamsia dan jika tidak diatasi dapat
menyebabkan kejang maternal, stroke, koagulopati dan kematian.
Sakit kepala sering dirasakan pada awal kehamilan dan umumnya disebabkan oleh
peregangan pembuluh darah di otak akibat hormone kehamilan, khususnya hormone
progesterone. JIka ibu hamil merasa Lelah, pusing atau tertekan atau pandangan mata
bermasalah, sakit kepala akan lebih sering terjadi atau makin parah, jika sebelumnya
menderita migrain kondisi ini dapat semakin bermasalah selama 3 sampai 4 bulan pertama
kehamilan.
d. Nyeri perut yang hebat
Nyeri abdomen yang mengancam keselamatan jiwa adalah nyeri yang hebat, menetap dan
tidak hilang setelah beristirahat. Hal ini bisa berarti apendisitis, kehamilan ektopik, pre
eclampsia, aborsi, penyakit radang pelviks, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong
empedu, iritasi uterus, abrupsi plasenta, infeksi saluran kemih atau infeksi lain: kehamilan
ektopik, persalinan premature, solusio plasenta, abortus, rupture uteri imminens.
e. Ibu mengalami cidera atau trauma pada daerah perut.
Keadaan cedera tersebut bisa diakibatkan kecelakaan, terjatuh maupun akibat tindakan
kekerasan misalnya dipukul atau ditendang daerah perut. Keadaan seperti ini dapat
berakibat ibu mengalami perdarahan, keguguran dan gangguan pertumbuhan dalam
Rahim.
f. Anemia
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan keadaan haemoglobin dibawah 11 gr%
pada trimester I dan III, < 10,5gr% pada trimester II. Selama kehamilan terjadi pengenceran
darah (Hemodelusi). Hemodilusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai
puncaknya pada kehamilan 32 – 36 minggu. Secara fisiologis hemodelusi untuk membantu
meringankan kerja jantung.
Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tak
jarang kedua saling berinteraksi. Anemia ditandai dengan lemah, letih, lesu, pucat, pusing
(kadang berkunang-kunang) dan sering sakit-sakitan. Anemia atau kurang darah
merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu. Ibu hamil yang anemia tidak dapat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 248
memenuhi tubuh ibu dan janin akan nutrisi dan oksigen yang dibawa dalam darah,
sehingga pertumbuhan janin terganggu. Pada saat melahirkan, wanita yang menderita
anemia dapat mengalami syok karena kehilangan banyak darah dan bahkan berisiko pada
kematian.
g. Demam tinggi
Ibu menderita demam dengan suhu tubuh > 38 C dalam kehamilan merupakan suatu
masalah. Demam tinggi merupakan gejala adanya infeksi dalam kehamilan. Proses infeksi
dalam kehamilan yaitu masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh wanita hamil
yang kemudian menyebabkan timbulnya tanda atau gejala-gejala penyakit.
Ibu hamil dalam usia kehamilan berapapun bila mengalami panas atau demam tinggi
perlu segera dibawa kepada tenaga kesehatan atau pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pertolongan. Keterlambatan penanganan dapat menimbulkan bahaya bagi
ibu. Selain itu, bayi berpontensi mengalami keguguran dan terlahir premature bahkan
kematian bayi (Davidson, et al., 2012).
air ketuban atau perembesan air ketuban. Kondisi tersebut dapat mempermudah
terjadinya infeksi pada kandungan yang dapat membahayakan ibu maupun janinnya.
d. Perdarahan hebat.
Pada usia kehamilan yang lanjut mendekati cukup bulan, bila tiba-tiba mengalami keluar
darah merah segar maupun gumpalan kehitaman dari jalan lahir kemungkinan besar
berasal dari ari-ari atau plasenta yang terlepas sebagian sebelum bayi lahir.Pada kondisi ini
sebaiknya ibu hamil segera di bawa ke tempat pelayanan kesehatan.
e. Gerakan bayi berkurang
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke-5 atau ke-6, beberapa ibu dapat
merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur, gerakannya akan melemah. Bayi
harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Gerakan bayi akan lebih mudah
terasa jika berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik.Bila
dalam keadaan terjaga, diharapkan seorang ibu hamil bisa merasakan gerakan janin kurang
lebih sepuluh kali dalam 12 jam. Apabila ibu tidak merasakan gerakan janin,maka perlu
diwaspadai adanya risiko tanda bahaya. Janin kurang bergerak seperti biasa dapat
dikarenakan oleh aktifitas ibu yang terlalu berlebih, keadaan psikologis ibu maupun
kecelakaan sehingga aktifitas bayi didalam Rahim tidak seperti biasanya, sebaiknya segera
menuju tempat pelayanan kesehatan agar tidak terlambat dan terjadi kematian janin
dalam kandungan.
f. Berat badan ibu hamil tidak naik
Selama kehamilan, ibu hamil diharapkan mengalami penambahan berat badan sedikitnya
6 kg. Ini sebagai petunjuk adanya pertumbuhan janin. Tidak adanya kenaikan berat badan
yang diharapkan menunjukkan kondisi gizi yang buruk pada ibu hamil dan menunjukkan
adanya pertumbuhan janin yang terhambat. Pertambahan berat badan selama kehamilan,
kenaikan berat badan selama hamil muda 5 kg, selanjutnya tiap trimester (II dan III) masing-
masing bertambah 5 kg.Pada akhir kehamilan, pertambahan berat badan total adalah 9 –
12 Kg.Bila terdapat BB yang berlebihan,perlu dipikirkan adanya risiko bengkak, kehamilan
kembar, hidroamnion dan anak besar.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 250
4. Penatalaksanaan
Intervensi keperawatan utama yang dilaksanakan oleh perawat melaluikunjungan rumuh
bertujuan untuk memandirian klien dan keluarga melalui upaya-upaya pencegahan.
Komponen upaya pencegahan. Komponen upaya pencegahan yang essensial adalah
konseling, pendidikankesehatan, mengembangkan pemberdayaan klien dan keluarga untuk
berperilaku tepat dalam merawat anggota. Juga melibatkan sumber daya manusia dalam
memantau kesehatan ibu hamil dilingkungan tempat tingggal seperti kader kesehatan.
Kunjungan rumah bagi ibu hamil dengan resiko dilaksanakan setiap 4 minggu sampai usia
kehamilan 28 minggu, setiap 2 minggu untuk kehamilan 28 – 36 minggu dan selanjutnya setiap
minggu (> 36 mingggu).
Penetapan taksiran kelahiran:
• Rata-rata lama kehamilan adalah 280 hari (40 hari atau 9 bulan kalender).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 251
• Menghitung taksir kelahiran menurut Nagele rule (Straight, 2001); bulan dikurang 3, hari
ditambah 7 tahun ditambah 1
• Contoh: HPHT 15 Mei 2013 taksiran adalah 22 Februari 2014
• Jika tidak diketahui HPHT: ukur tinggi fundus uteri (minimal kehamilan 12 minggu)
• Denyut jantung janin, dapat dideteksi pada usia 10 - 12 minggu dengan menggunakan
dopler; dan 16 – 20 minggu dengan fetoscope
• USG dapat mendeteksi kehamilan berusia 5 – 6 minggu.
• Tanda-tanda vital (nadi, pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh), tingkat kesadaran.
• BB, TB, Lingkar lengan atas.
• Perubahan payudara : ukuran bertambah, putting payu dara lebih besar, kehitaman dan
tegak, adanya kolostrum)
• Perubahan kardiovaskuler: peningkatan denyut jantung, sedikit menurun tekanan darah
pada trimester kedua kecendrungan adanya edema)
• Perubahan pernapasan (hidung tersumbat, sinus tersumbat, peningkatan kecepatan
napas, peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan tidal volume).
• Perubahan perkemihan:peningkatan frekuensi berkemih,peningkatan kapasitas kandung
kemih, adanya sedikit protein atau glukosa di urin).
• Perubahan gastrointestinal: gusi lembut dan hiperemis, saliva berlebihan, mual dan
muntah pada trimester pertama.
• Perubahan neurologi: pusing, sakit kepala, perubahan sensorik pada tungkai bawah.
• Perubahan muskoloskeletal: penurunan tonus otot abdomen, peningkatan kurve
lumbosacral, hipermobilitas pada sendi perlvis.
• Perubahan integument: kulit menebal, lemak subdermal meningkat, hiperpigmentasi,
peningkatan pertumbuhan rambut dan kuku, peningkatan aktifitas kelenjar keringat dan
sebasea, acne vulgaris, angioma pada leher, thorak, muka dan tangan.
• Abdomen: tinggi fondus uteri, penurunan kepala janin, kesejahteraan janin, denyut
jantung janin (DJJ), pergerakan janin, kontraksi utus
• Pemeriksaan pelviks: nyeri abdomen atau nyeri perut bagian bawah.
• Anogenital: leukhorea/cairan vagina (karakteristik: warna, konsistensi, bau, banyaknya),
rembesan cairan vagina, haemorrhoid.
• Ekstremitas: reflek patella, edema
3. Psikososial
Pekerjaan, hobi, stressor yang dialami, pola koping, dukungan keluarga dan orang
dekat/teman, perubahan gaya hidup, ungkapan verbal klien tentang penyakit/kondisi yang
dialami.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 253
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang resiko tinggi kehamilan, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi risiko tinggi
kehamilan.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami risiko tinggi
kehamilan.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk
klien dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah resiko tinggi
kehamilan.
3. Pemeriksaan penunjang: Hemoglobin, gula darah dan Urinalysis
4. Riwayat medikasi dan obat-obat yang di konsumsi: misalnya antibiotic, vitamin, suplemen
Fe.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
keluarga dengan ibu hamil risiko tinggi adalah:
1. Defisit nutrisi
2. Kurang pengetahuan tentang risiko tinggi kehamilan dan penatalaksanaannya
3. Kecemasan/ansietas
4. Risiko hipolemia atau hipervolemia
Rencana Tindakan
1. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali keadaan status nutrisi klien meningkat
Kriteria hasil:
Porsi makan yang dihabiskan meningkat, berat badan membaik, IMT membaik, nafsu makan
membaik.
Rencana tindakan:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 254
3. Kecemasan
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali, tingkat kecemasan klien menurun
Kriteria hasil:
Perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, verbalisasi ketegangan menurun,
verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi, konsentrasi membaik, pola tidur membaik
Rencana tindakan:
a. Identifikasi saat tingkat kecemasan berubah (misalnya kondisi, waktu, stressor)
b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal atau nonverbal)
d. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan.
e. Pahami situasi yang membuat klien cemas
f. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya dan persepti
h. Ajarkan klien tentang latihan relaksasi
i. Ajarkan klien latihan kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan.
4. Risiko Hipovolemia/Hipervolemia
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 256
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memiliki status cairan yang membaik
Kriteria hasil:
Kekuatan nadi meningkat, output urin meningkat, membrane mukosa lembab, frekuensi nadi
membaik, tekanan darah membaik, tugor kulit membaik, edema menurun.
Rencana tindakan:
a. Periksa tanda-tanda hipovolemia atau hypervolemia
b. Monitor intake dan output
c. Hitung kebutuhan cairan
d. Berikan asupan cairan peroral dengan melibatkan keluarga (untuk risiko hypovolemia) atau
batasi asupan cairan dan garam (untuk hypervolemia)
e. Anjurkan pada klien dan keluarga memperbanyak asupan cairan peroral (untuk risiko
hypovolemia)
f. Anjarkan pada klien dan keluarga cara membatasi cairan (untuk hypervolemia)
g. Anjurkan kepada klien dan keluarga untuk menimbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama.
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga didalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah risiko tinggi pada ibu hamil. Disamping itu,
perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Peningkatan tehadap status nutrisi klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 257
2. Peningkatan pengetahuan klien dan keluarga mengenai risiko tinggi pada ibu hamil.
3. Penurunan kecemasan klien
4. Peningkatan terhadap status cairan klien
otot-otot plos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas
umbilicus. Selanjutnya turun kira-kira 1 – 2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke 6 akan berada di
pertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Pada hari ke 9 tidak bisa dipalpasi.
b. Lokhea
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokea terdiri dari
lokea rubra ( 1-4 hari) jumlah sedang, warna merah dan terutama darah; lokea serosa (4 -
8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa) lokea alba ( 8 -14
hari) jumlah sedikit, berwana putih atau hamper tidak berwarna).
c. Serviks
Serviks mengalami involusi Bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna
dapat dimasuki oleh 2 – 3 jari tangan setelah minggu postnatal, serviks menutup.
d. Vulva, vagina, perenium
Vulva, vagina & perineum mengalami penekanan dan peregangan sangat besar sehingga
pada beberapa hari pertama tetap dalam keadaan kendur, Setelah 3 minggu pulva dan
vagina kembali dalam keadaan sebelum hamil. Pada hari ke 5 perenium sudah mulai
kembali tonus ototnya.
e. Payudara
Payudara menjadi lebih besar, lebih kencang dan awalnya terdapat nyeri tekanan sebagai
reaksi terhadap perubahan status hormonal dan dimulainya laktasi.
2. Perubahan psikologis.
Perubahan psikologis masa nifas menurut Rubin (1997, dalam Straight, 2001) terbagi dalam
tiga tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 postpartum, pada masa ini terjadi interaksi dan kontak yang
lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang
tidak memerlukan hal-hal yang romantic, masing-masing saling memperhatikan bayinya
dan menciptakan hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 259
b. Septikemia
Sejak permulaan, klien sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari paska persalinan suhu
meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Suhu bisa mencapai 39 -
40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140 – 160x/menit atau lebih). Klien
dapat meninggal dalam 6 – 7 hari paska persalinan.
c. Piema
Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan
emboli memasuki peredaran darah umum. Gejala muncul tidak lama setelah persalinan
seperti klien merasa sakit, perut nyeri dan peningkatan suhu tubuh. Ciri khasnya adalah
berulang-ulang sehu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya
suhu. Selanjutnya lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.
d. Peritonitis
Infeksi perineum yang berkembang dari uterus melalui lymphatic ke rongga
abdomen.Peritonitis yang terbatas didaerah pelvik, gejala tidak seberat peritonitis umum
yaitu demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik. Sedangkan peritonitis
umum yaitu demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik. Sedangkan
peritonitis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri, dan terdapat defense musculaire, muka yang semula kemerah-merahan menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat fasies hippocratia. Akibat lanjut terdapat
pembentukan abses.
e. Selllulitis pelvik (parametritis)
Infeksi puerperal yang meluas, dimualai dari uterus dan meluas ke jaringan ligament. Tanda
dan gejala suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan
dan nyeri pada pemeriksaan dalam. Ditengah jaringan yang meradang bisa timbul abses
dimana suhu semula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai dengan menggigil. Klien
tampak sakit, nadi cepat dan nyeri perut.
2. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum terjadi jika kehilangan darah lebih dari 500 ml. Perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam disebut juga perdarahan yang timbul terlambat. Perdarahan dapat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 261
terjadi sebagai akibat dari subinvolusi uterus. Subinvolusi uteri merupakan kondisi
terhambatnya pengembalian corpus uteri ke fungsi ukuran normal pada masa nifas, Hal ini
terjadi karena peningkatan sirkulasi karena malposisi, mioma, penahanan hasil konsepsi,
infeksi dan penyakit gestasional trophoblast. Gejala yang terjadi adalah ketidaknyamanan
pelviks atau nyeri pada punggung, ditandai dengan adanya leukorrhea atau perdarahan dan
pembesaran uterus, leher Rahim dan uterus yang tidak berkontraksi.
3. Mastitis
Mastitis merupakan sustu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara dapat
disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir. Tanda dan gejala: demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh, payudara
kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah putting
lecet, jarang menyusui, pelekatan bayi yang kurang baik.
4. Thromboplebitis.
Thromboplebitis adalah sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan adanya darah
membeku. Tanda dan gejala: suhu badan subfebris 7 – 10 hari, suhu badan mendadak naik
kira-kira hari ke 10 – 20 disertai dengan menggigil dan neyeri sekali pada salah satu kaki yang
terkena.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan oleh perawat melalui intervensi keperawatan keluarga adalah
sebagai berikut:
1. Penanganan perdarahan:
a. Massage fundus (eksternal): Letakkan salah satu telapak tangan diatas simpisis pubis
untuk mensupport dan tangan yang lain diletakkan diatas umbilical/pusat untuk meraba
lokasi fundus. Kemudian tangan yang berada diatas fundus. Massage/memijat dengan
gerakan sirkuler/memutar searah jarum jam dengan sedikit menekan ke bawah, dimulai
dari titik fundus melebar kearah simpisis pubis.
b. Menurunkan kecemasan
c. Mencatat jumlah perdarahan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 262
Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat persalinan, obat atau suplemen yang dikonsumsi
b. Riwayat kesehatan saat ini
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 263
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga dengan ibu nifas risiko tinggi.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah ibu nifas resiko tinggi.
5. Pemeriksaan penunjang: Hemoglobin, hematokrit, pemeriksaan pembekuan darah
6. Riwayat medikasi dan obat-obat: misalnya oxytosin, antibiotic, vitamin, suplemen Fe. dll.
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
ibu nifas adalah sebagai berikut:
1. Risiko tinggi infeksi
2. Nyeri akut
3. Ketidakefektifan pemberian ASI
Rencana Tindakan
1. Risiko infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
Mencapai pemulihan tepat waktu, bebas komplikasi tambahan; klien dapat menampilkan
perilaku untuk menurunkan resiko/ membatasi penyebaran infeksi dan klien dapat
mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab masalah.
Rencana tindakan:
a. Kaji tanda-tanda vital, observasi dan catat tanda-tanda infeksi (lokhia bau busuk,
subinvolusio, nyeri tekan uterus yang hebat atau kemerahan, edema dan luka insisi).
b. Kaji keadaan payudara terhadap tanda erythema, nyeri, bengkak dan cairan yang keluar dari
putting. Anjurkan kepada ibu untuk menyusui secara teratur memeriksa mulut bayi terhadap
adannya bercak putih.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 265
c. Kaji keluhan jika nyeri kaki atau dada dan paresthesias. Perhatikan pucat bengkak atau
kekakuan ekstremitas bawah (tanda tromboplebitis paska persalinan)
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk mengenal tanda-tanda infeksi pada ibu postpartum serta
kapan harus pergi ke pelayanan kesehatan.
e. Ajarkan ibu dan keluarga untuk mengobservasi tanda-tanda vital: pengukuran suhu tubuh
sesuai dengan kondisi klien, mencatat adanya tanda-tanda pyrexia (38 C) pada 48 jam paska
persalinan. Mengobservasi tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malasie.
f. Ajarakan klien untuk selalu mencuci tangan (teknik aseptik dan antiseptik setiap melakukan
tindakan), dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta melakukan perilaku hidup
sehat.
g. Demontrasikan cara perawatan perineum (cara cebok, kompres dingin, panas lembab dan
kering)
h. Ajarkan klien dan keluarga melaksanakan pola hidup sehat:
1) Ambulasi dini yang diseimbangkan dengan istirahat adekuat
2) Menyiapkan makanan bergizi seimbang dalam jumlah yang cukup, bagi ibu nifas resiko
tinggi
3) Tidur selang seling/perubahan posisi. Hal ini penting bagi ibu, agar rahim tetap keras dan
cepat mengecil, sehingga perdarahan nifas lebih sedikit.
4) Menjaga kebersihan diri: sering mengganti pembalut, minimal 2 kali sehari dan selalu
menjaga luka perineum dalam keadaan kering.
5) Masukan cairan, dengan kebutuhan cairan paling sedikit 2000 ml//hr ( 8 -10 gelas/hari).
Perhatikan keluaran urin, adanya mual, muntah atau diare dan catat pemasukan dan
pengeluaran cairan.
i. Anjurkan klien dan keluarga untuk segera ke pelayanan kesehatan jika terdapat salah satu
dari tanda-tanda bahaya kehamilan.
2. Nyeri akut
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali nyeri dapat berkurang atau nyeri hilang
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 266
Kriteria hasil:
Klien akan berpartisipasi dalam perilaku /teknik untuk meningkatkan kenyamanan, klien
dapat rileks dan tidur/istirahat dengan tepat, klien dapat melaporkan nyeri yang terkontrol
atau hilang sama sekali.
Rencana tindakan:
a. Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau nyeri
b. Anjurkan untuk mempertahankan kebersihan dan kehangatan
c. Ajarkan untuk melakukan teknik relaksasi; memberikan aktivitas pengalihan (aktifitas
pengalihan seperti radio, TV atau membaca).
d. Anjurkan untuk tetap menyusui secara terus menerus jika kondisi klien memungkinkan.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi: analgesik , antipiretik
f. Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan pemanas atau rendam duduk sesuai
indikasi
g. Bersama keluarga lakukan teknik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi nyeri
h. Anjurkan untuk pelayanan kesehatan terdekat jika nyeri berlanjut.
d. Berikan infornasi verbal dan tertulis mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui,
perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor yang
memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
e. Ajarkan dan demonstrasikan teknik-teknik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama
menyusui dan lama menyusui.
f. Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah
menyusui dan memberikan preparat lanolin setelah menyusui atau menggunakan lampu
pemanas dengan lampu 40 watt ditempatkan 18 inchi dari payudara, selama 20 menit.
Instruksikan klien menghindari penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis
plastik dan mengganti bila basah atau lembab.
g. Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan pelindung putting kecuali secara
khusus diindikasikan.
h. Berikan pelindung putting payudara khusus (misalnya pelindung eschmann) untuk klien
menyusui dengan putting masuk atau datar. Anjurkan penggunaan kompres es sebelum
menyusui dan latihan putting dengan memutar diantara ibu jari dan jari tengah dan
menggunakan teknik Hoffman.
i. Anjurkan ibu untuk kontribusi pada kelompok pendukung, misalnya Posyandu.
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan melibatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keprawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Klien dapat menampilkan keadaan yang bebas dari infeksi
2. Klien dapat memperlihatkan peningkatan rasa nyaman dengan terbebas dari nye
3. Klien dapat memberikan ASI secara efektif pada bayinya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 268
Topik 9
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gizi
Kurang Konteks Keluarga
Pengertian
Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, aktivitas berpikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Penyebabnya
Gizi kurang dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
1. Kebiasaan makan makanan yang kurang mengandung kalori dan protein
2. Faktor sosial budaya dimana adanya pantangan mengkonsumsi makanan tertentu
3. Penyakit metabolik
4. Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lain
Faktor risiko
Gizi kurang umumnya terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.
Patofifisiologi
Pada tahap awal, adanya intake makanan yang kurang baik jumlah maupun kualitas makanan,
proses tersebut dalam waktu yang lama. Hal ini akan mempengaruhi sekresi asam lambung dan
memperlambat gerak peristaltik lambung sehingga akan terjadi edema pada lapisan mukosa
saluran cerna. Proses edema akan menimbulkan penekanan-penekanan pada jaringan usus atau
saluran cerna sehingga jaringan tersebut tidak mendapatkan makanan. Mukosa usus halus yang
tidak mendapatkan makanan dalam waktu yang lama akan mengalami atropi vili usus. Kondisi ini
akan merubah permukaan usus menjadi datar dan berubah karena adanya infiltrasi sel limposit
sehingga terbentuk sel-sel epitel indeks mitosis dan kegiatan disakarida berkurang, laju
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 269
peningkatan asam dan lemak berkurang. Hal ini akan mempengaruhi pankreas dimana fungsi
pankreas mengalami intoleransi disakarida dan secara bersamaan pada saluran cerna akan
timbul sindrom malabsorpsi yang berakhir dengan adanya diare. Kelanjutan dari kondisi tersebut
adalah cadangan protein yang ada dalam tubuh dimanfaatkan untuk sumber energi.
Manifestasi Klinik
Pada tahap lanjut dapat terjadi gangguan tumbuh kembang, berat badan terus menurun, pucat
karena anemia, perut membuncit, kulit kusam, keriput dan turgor jelek, otot atropi, tampak
lemah dan lesu. Akibatnya anak menjadi sangat rentan terhadap infeksi.
Penatalaksanaan
1. Memberikan makanan tinggi kalori dan protein, cairan, vitamin dan mineral
2. Memberikan makan pada anak dengan porsi kecil tetapi sering dan disajikan dalam keadaan
hangat dan bervariasi untuk merangsang selera makan anak
3. Menganjurkan keluarga agar tidak memberikan makanan kecil atau manis sebelum waktu
makan
4. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya gizi seimbang bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak
5. Mendemonstrasikan kepada keluarga tentang cara menyusun menu dengan gizi seimbang
sesuai dengan kebutuhan gizi anak
6. Menganjurkan keluarga agar membawa anak ke posyandu atau fasilitas kesehatan lainya
secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 270
Komplikasi
1. Gangguan pertumbuhan
2. Menurunnya daya tahan tubuh mengakibatkan anak sangat rentan terhadap infeksi
3. Gangguan struktur dan fungsi otak sehingga menyebabkan terganggunya fungsi otak secara
permanen seperti perkembangan IQ dan motorik terhambat
4. Gangguan perilaku seperti iritabilitas, apatis
Pengkajian
1. Kaji status sosial ekonomi keluarga: pekerjaan, penghasilan, kemampuan keluarga
menyediakan makanan bergizi
2. Kaji budaya dalam keluarga: adakah pantangan terhadap makanan tertentu
3. Kaji pola makan anak: jenis makanan, jumlah dan frekuensi makan, apakah sering jajan atau
makan makanan manis sebelum makan
4. Kaji tanda-tanda gizi kurang: kurus, anak cengeng, tampak lesu/lemah
5. Timbang berat badan dan tinggi badan
6. Keluhan yang dirasakan terkait kebutuhan nutrisi: mual, tidak nafsu makan
7. Kaji pengetahuan keluarga tentang kebutuhan gizi anak dan upaya yang telah dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi anak
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan gizi kurang adalah sebagai berikut:
1. Defisit nutrisi
2. Risiko terjadinya gangguan perkembangan pada anak
3. Defisit pengetahuan: gizi kurang dan perawatan anak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 271
Rencana Tindakan
1. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan mempertahankan status nutrisi yang
adekuat
Kriteria hasil:
Berat badan tidak turun/ cenderung naik, nafsu makan meningkat, anak tidak rewel, porsi
makanan yang dihabiskan meningkat
Rencana tindakan:
a. Timbang berat badan dan panjang/tinggi badan
b. Analisis status gizi anak (dilihat dari KMS)
c. Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan tinggi kalori dan protein, mineral dan
vitamin
d. Anjurkan keluarga untuk menyediakan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
untuk merangsang nafsu makan anak
e. Anjurkan keluarga agar memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
f. Anjurkan keluarga agar tidak memberikan makanan manis sebelum anak makan
g. Monitor berat badan anak secara rutin untuk memantau pertumbuhan anak
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga didalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah gizi kurang. Disamping itu, perawat dapat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 273
Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
Diskripsi Kasus:
Keluarga Bp.M (32 tahun) dan Ibu H (28 tahun) memiliki 2 orang anak balita An. J (3 tahun ) dan
An. S (1 Tahun). Bp. M menderita TBC dan dalam pengobatan sudah 1 bulan. Saat ini Bp.M
mengatakan sudah merasa enak, nafsu makan sudah mulai baik dan bertanya apakah
pengobatan TBC bisa dihentikan. Saat dilakukan pemeriksaan RR: 18X/mnt, suara paru masih
ronki+/+. Berat Badan Bp. M 58 kg, dengan TB 170 cm dan sebelum sakit berat badan 65 kg.
Tugas:
1. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada tahap pertama dan tahap kedua untuk kasus
diatas.
2. Rumuskan diagnosis keperawatan pada kasus diatas
3. Buatlah rencana keperawatan berdasarkan prioritas masalah yang ada
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 274
Ringkasan
1. Masalah kesehatan yang dihadapi klien dan keluarga di komunitas sangat bervariasi, baik itu
masalah penyakit menular dan penyakit tidak menular yang dapat dialami oleh seluruh tingkat
usia dari usia bayi sampai dengan usia lanjut.
2. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien dalam konteks keluarga
terhadap permasalahan kesehatan yang dialami klien di rumah dengan melibatkan keluarga
dalam perawatan klien, hal ini sesuai dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan.
3. Asuhan keperawatan klien yang dilakukan melalui tahap-tahap proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan
keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan seusai dengan standar asuhan yang telah
ditetapkan untuk menjamin kualitas asuhan keperawatan.
Tes 5
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1. Edukasi yang dapat diberikan pada klien dan keluarga terkait klien hipertensi adalah?
A. Batasi aktifitas fisik klien
B. Batasi konsumsi garam, lemak/minyak dan gula
C. Batasi jumlah kalori dalam makanan klien
D. Batasi konsumsi minuman bersoda dan kopi.
E. Batasi makanan yang rendah serat.
2. Masalah keperawatan utama yang dihadapi klien stroke adalah
A. Gangguan mobilitas fisik
B. Gangguan perfusi jaringan serebral
C. Defisit perawatan diri
D. Defisit nutrisi
E. Kecemasan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 275
3. Edukasi yang perlu diberikan pada klien diabetes mellitus untuk merawat kaki klien
diabetes mellitus adalah?
A. Membersihkan kaki dengan air hangat
B. Merendam kaki klien dengan air hangat
C. Merendam kaki klien dengan air dingin
D. Menghangat kaki klien dengan sinar infra merah.
E. Memberikan komperes hangat pada kaki klien
4. Perawat akan melaksanakan evaluasi formatif pada keluarga dengan hipertensi, yang
dilakukan perawat adalah....
A. Melakukan observasi perilaku setelah target waktu sesuai dengan tujuan
terpenuhi
B. Menanyakan kembali pada keluarga setelah dilakukan penyuluhan kesehatan
tentang perawatan hipertensi
C. Menyebarkan angket setelah intervensi keperawatan dilakukan selama 3 bulan
D. Menanyakan kembali tujuan umum dan tujuan khusus pada keluarga.
E. Mengecek pemanfaatan pelayanan kesehatan yang digunakan
5. Untuk melakukan evaluasi pada aspek afektif keluarga, metode yang tepat adalah....
A. Observasi
B. Wawancara
C. Redemonstrasi
D. Studi dokumentasi keperawatan
E. Rekaman
6. Pemeriksaan diagnostic utama untuk penderita TB paru adalah?
A. Pemeriksaan BTA.
B. Pemeriksaan X-ray torak
C. Pemeriksaan Kultur
D. Pemeriksaan patologi
E. Pmeriksaan USG.
7. Infeksi opurtunistik pada klien HIV-AIDS dapat berupa?
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 276
A. Hepatitis B
B. Meningitis
C. Encephalitis
D. Tuberkulosis
E. Pyelonephritis
8. Periode Taking Hold pada Ibu postnifas, biasa berlangsung pada?
A. Hari 1-2
B. Hari 3-4
C. Hari 5-6
D. Hari 7-8
E. Hari 9 -10
9. Tindakan yang dilakukan oleh perawat keluarga mendapatkan bayi dengan pneumonia
berat yaitu?
A. Berikan Pendidikan kesehatan untuk perawatan di rumah
B. Rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
C. Berobat jalan
D. Berikan antibiotic sebagaimana program
E. Berikan minum yang cukup dan kompres hangat
10. Tablet Zinc diberikan pada klien yang mengalami diare. Biasanya Zink diberikan?
A. 1 kali/hari
B. 2 kali/hari
C. 3 kali/.hari
D. 4 jam sekali
E. 8 Jam/sekali.
Kunci Jawaban:
1. B
2. A
3. A
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 277
4. B
5. A
6. A
7. D
8. B
9. B
10. A
Daftar Pustaka
Bhatti, et al. , 2016. Current Scenario of HIV/AIDS, Treatment Options, and Major. s.l.:s.n.
Davidson, M. R., London, M. L. & Ladewig, P. W., 2012. Olds' maternal-newborn nursing & women's
health across the lifespan. 9 ed. Philadelphia: Pearson.
Doenges,, M. E. & Moor, M. F., 2014. Nursing care plans : guidelines for individualizing client care across
the life span. 9 ed. Philadelphia: F. A. Davis Company.
Kementerian Kesehatan RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: s.n.
Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa dan Remaja,. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Modul Pelatihan Teknis Keperawatan Kesehatan Masyarakat Bagi
Perawat Pelaksana di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2015. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS. Jakarta:
Kemenkes RI.
Kementrian Kesehatan RI, 2017. Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual
(PIMS) Triwulan 1 Tahun 2017.. Jakarta: Kemenkes.
Mulholland K, 1999. Magnitude of Problems of Childhood Pneumonia. Lancet, pp. 354,590, 592.
Said, M., 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4. Buletin Jendela
Epidemiologi, Volume 3, pp. 16-20.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 278