Anda di halaman 1dari 283

Buku Ajar Keperawatan Keluarga iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Penyayang. Atas karunia-Nya, sehingga
Buku Ajar Keperawata Keluarga ini dapat diselesaikan tepat waktu. Buku Ajar Keperawatan
Keluarga berstandar nasional dengan mengacu kepada Kurikulum Pendidikan Diploma III
Keperawatan Indonesia. AIPVIKI: Jakarta Tahun 2018. Terselesaikannya penulisan buku ini juga
tidak terlepas dari doa, dorongan dan bantuan banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
Kapusdik SDM kesehatan BPSDM Kemenkes RI, Ketua Umum AIPVIKI, Direktur Poltekkes
Kemenkes Jakarta I dan III beserta seluruh jajaran manajemen serta keluarga tercinta. Penulis
menyadari bahwa buku ini masih mempunyai kelemahan sebagai kekurangannya. Karena itu,
penulis berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritikan dan sarannya. Dengan segala
pengharapan dan keterbukaan, penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan
setulustulusnya. Akhir kata, penulis berharap agar buku ini dapat membawa manfaat kepada
para pembaca, khususnya para dosen dan mahasiswa Prodi D-III Keperawatan dalam
mempelajari keperawatan keluarga.

Jakarta, 13 Mei 2019

Penulis
Buku AjarKeperawatan Keluarga iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
Pengantar 1
Campai Pembelajaran Mata Kuliah 1
Diskripsi Mata Kuliah 1
Manfaat mata kuliah 2
BAB II KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA 3
Pendahuluan 3
Capaian pembelajaran 3
Topik 1: Konsep pelayanan kesehatan primer 4
Topik 2: Konsep komunitas 8
Topik 3: Konsep keluarga 13
Topik 4: Model konseptual keperawatan keluarga 18
Topik 5: Trend dan issue dalam keperawatan keluarga 26
Topik 6: Manajemen sumber daya keluarga 28
Topik 7: Tingkatan/level dalam asuhan keperawatan keluarga 31
Topik 8: Peran dan fungsi perawat keluarga 35
Latihan 38
Ringkasan 38
Test 40
Kunci jawaban 44
Daftar Pustaka 44
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA 46
Pendahuluan 46
Capaian pembelajaran 51
Topik 1: Pengkajian tahap pertama dan kedua 52
Topik 2: Diagnosis keperawatan keluarga 64
Topik 3: Rencana keperawatan keluarga 72
Topik 4: Tindakan keperawatan keluarga 88
Topik 5: Evaluasi keperawatan keluarga 96
Latihan 99
Ringkasan 100
Test 101
Kunci jawaban 105
Daftar Pustaka 105
BAB IV PROSEDUR PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA 107
Pendahuluan 107
Capaian pembelajaran 108
Topik 1: Pengkajian tahap pertama 109
Buku AjarKeperawatan Keluarga v

Topik 2: Pengkajian tahap kedua 113


Latihan 114
Ringkasan 116
Test 117
Kunci jawaban 118
Daftar Pustaka 118
BAB V PROSEDUR TINDAKAN KELUARGA 119
Pendahuluan 119
Capaian pembelajaran 120
Topik 1: Pendidikan kesehatan 121
Topik 2: Merawat anggota keluarga yang sakit 140
Topik 3: Pemberdayaan keluarga 157
Latihan 161
Ringkasan 162
Test 162
Kunci jawaban 165
Daftar Pustaka 165
BAB VI PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH 166
KESEHATAN
Pendahuluan 166
Capaian pembelajaran 166
Topik 1: Asuhan keperawatan klien TB Paru dalam konteks keluarga 168
Topik 2: Asuhan keperawatan klien Pneumonia dalam konteks keluarga 177
Topik 3: Asuhan keperawatan klien Diare dalam konteks keluarga 186
Topik 4: Asuhan keperawatan klien HIV-AIDS dalam konteks keluarga 198
Topik 5: Asuhan keperawatan klien Hipertensi dalam konteks keluarga 210
Topik 6: Asuhan keperawatan klien Diabetes Mellitus dalam konteks keluarga 219
Topik 7: Asuhan keperawatan klien Stroke dalam konteks keluarga 231
Topik 8: Asuhan keperawatan klien Maternal Risti dalam konteks keluarga 243
Topik 9: Asuhan keperawatan klien Gizi kurang dalam konteks keluarga 268
Latihan 273
Ringkasan 274
Test 275
Kunci jawaban 276
Daftar Pustaka 277
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 1

Bab 1
PENDAHULUAN
Wahyu Widagdo, SKp, MKes, SpKom & Yeti Resnayati, SKp, MKes.

Pengantar

Buku ini berisikan materi pembelajaran mata kuliah keperawatan keluarga yang mengacu kepada
kurikulum pendidikan diploma III keperawatan Indonesia yang dikeluarkan oleh AIPViKI tahun
2018. Mata Kuliah Keperawatan keluarga membahas konsep keperawatan keluarga dengan
segala kompleksitas permasalahannya dan asuhan keperawatan keluarga dalam berbagai
pemasalahan kesehatan yang dihadapi. Lingkup asuhan keperawatan keluarga meliputi upaya
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan pemulihan
kesehatan melalui pendekatan proses keperawatan keluarga. Praktik keperawatan keluarga
ditekankan pada asuhan keperawatan individu dalam kontek keluarga di tatanan komunitas
dimana didisain untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan asuhan
keperawatan keluarga.

Capaian Pembelajaran Mata Kuliah

Capaian pembelajaran mata kuliah keperawatan keluarga adalah:


1. Mampu menguasai konsep keperawatan keluarga
2. Mampu menguasai konsep asuhan keperawaan keluarga
3. Mampu menguasai prosedur pengkajian keperawatan keluarga
4. Mampu menguasai prosedur tindakan keperawatan
5. Mampu menerapkan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah kesehatan sesuai
dengan tahap perkembangan

Deskripsi Mata Kuliah

Mata kuliah ini membahas tentang konsep pelayanan kesehatan primer, konsep komunitas,
konsep keluarga, trend dan issue dalam keperawatan keluarga, manajemen sumber daya
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 2

keluarga dan asuhan keperawatan keluarga. Praktik di tatanan komunitas didisain untuk
memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengaplikasikan keperawatan keluarga secara
nyata

Manfaat Buku Ajar

Setelah mempelajari buku ajar Keperawatan Keluarga ini diharapkan mahasiswa akan
memperoleh manfaat berupa peningkatan pemahaman tentang konsep keperawatan keluarga
dan asuhan keperawatan keluarga dengan berbagai permasalahan kesehatan yang dihadapi.
Keperawatan keluarga yang dipahami oleh mahasiswa akan menjadi landasan yang kuat dalam
memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan menggunakan pendekatan keluarga
sehingga akan mempercepat dalam pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang lebih
optimal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 3

Bab 2
KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA
Yeti Resnayati, SKp, MKes.

Pendahuluan

Memahami pentingnya sebuah keluarga dan keperawatan dimana keluarga merupakan unit
terkecil dari masyarakat yang dapat mempengaruhi kesehatan; upaya penemuan kasus ada
dalam keluarga; keluarga sebagai sistem pendukung yang vital bagi anggotanya; keluarga sebagai
sumber daya kritis untuk membawa pesan-pesan kesehatan; dan keluarga adalah unit yang
apabila ada disfungsi di dalamnya (mis. penyakit, cidera, perpisahan) dapat memengaruhi
anggotanya menjadi bagian dari pentingnya bab ini untuk dijabarkan.
Bab konsep keperawatan keluarga ini akan membahas konsep pelayanan kesehatan primer,
konsep komunitas, konsep keluarga, model konseptual keperawatan keluarga, trend dan issue
dalam keperawatan keluarga, manajemen sumberdaya keluarga, dan tingkatan/ level dalam
asuhan keperawatan keluarga. Diharapkan seorang perawat di keluarga akan memahami
pentingnya keluarga sebagai fokus sentral dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi
dan bersama keluarga membuat perencanaan dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
Untuk selanjutnya, akan diuraikan materi dalam beberapa topik. Semoga bab ini dapat
dipahami oleh mahasiswa dan menjadi dasar dalam melakukan kegiatan praktik keperawatan
keluarga. Selamat belajar !

Capaian Pembelajaran

Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan konsep Keperawatan
Keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 4

Topik 1

Konsep Pelayanan Kesehatan Primer


Definisi PHC

Primary Health Care (PHC) adalah pelayanan kesehatan pokok yang berdasarkan pada metode
dan teknologi praktis, ilmiah dan sosial yang dapat diterima secara umum, baik oleh individu
maupun keluarga dalam masyarakat melalui partisipasi mereka sepenuhnya, serta dengan biaya
yang dapat terjangkau oleh masyarakat dan negara untuk memelihara setiap tingkat
perkembangan mereka dalam semangat untuk hidup mandiri dan menentukan nasib sendiri
(Widagdo & Kholifah, 2016).

Tujuan PHC

Tujuan umum PHC adalah mendapatkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang
diberikan, sehingga akan dicapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan,
sedangkan yang menjadi tujuan khusus adalah berikut ini.
1. Pelayanan harus mencapai keseluruhan penduduk yang dilayani.
2. Pelayanan harus dapat diterima oleh penduduk yang dilayani.
3. Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan medis dari populasi yang dilayani.
4. Pelayanan harus secara maksimum menggunakan tenaga dan sumber-sumber daya lain
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

FUNGSI PHC

PHC hendaknya harus memenuhi fungsinya sebagai berikut:


1. Pemeliharaan kesehatan.
2. Pencegahan penyakit.
3. Diagnosa dan pengobatan.
4. Pelayanan tindak lanjut.
5. Pemberian sertifikat.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 5

Selanjutnya yang menjadi unsur utama PHC adalah:


1. mencakup upaya-upaya dasar kesehatan;
2. melibatkan peran serta masyarakat;
3. melibatkan kerja sama lintas sektoral.

Prinsip Dasar PHC

Pada tahun 1978, dalam konferensi Alma Alta ditetapkan prinsip-prinsip PHC sebagai pendekatan
atau strategi global guna mencapai kesehatan bagi semua. Lima prinsip PHC sebagai berikut.

1. Pemerataan upaya kesehatan


Distribusi perawatan kesehatan menurut prinsip ini, yaitu perawatan primer dan layanan lainnya
untuk memenuhi masalah kesehatan utama dalam masyarakat yang harus diberikan sama bagi
semua individu tanpa memandang jenis kelamin, usia, kasta, warna, lokasi perkotaan atau
pedesaan, dan kelas sosial.
2. Penekanan pada upaya preventif
Upaya preventif adalah upaya kesehatan yang meliputi segala usaha, pekerjaan dan kegiatan
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dengan peran serta individu agar berperilaku
sehat serta mencegah berjangkitnya penyakit.
3. Penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan
Teknologi medis harus disediakan yang dapat diakses, terjangkau, layak, dan diterima budaya
masyarakat (misalnya, penggunaan kulkas untuk vaksin cold storage).
4. Peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian
Peran serta atau partisipasi masyarakat untuk membuat penggunaan maksimal dari lokal,
nasional, dan sumber daya yang tersedia lainnya. Partisipasi masyarakat adalah proses individu
dan keluarga untuk bertanggung jawab atas kesehatan mereka sendiri dan orang-orang di sekitar
mereka serta mengembangkan kapasitas untuk berkontribusi dalam pembangunan masyarakat.
Partisipasi bisa dalam bidang identifikasi kebutuhan atau selama pelaksanaan. Masyarakat perlu
berpartisipasi di desa, lingkungan, kabupaten atau tingkat pemerintah daerah. Partisipasi lebih
mudah dilakukan di tingkat lingkungan atau desa karena masalah heterogenitas yang minim.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 6

5. Kerja sama lintas sektoral dalam membangun kesehatan


Pengakuan bahwa kesehatan tidak dapat diperbaiki oleh suatu intervensi hanya pada sektor
kesehatan formal. Sektor lain sama pentingnya dalam mempromosikan kesehatan dan
kemandirian masyarakat. Sektor-sektor ini mencakup, sekurang-kurangnya: pertanian (misalnya,
keamanan makanan), pendidikan, komunikasi (misalnya, menyangkut masalah kesehatan yang
berlaku, metode pencegahan dan pengontrolan mereka), perumahan, pekerjaan umum
(misalnya, menjamin pasokan yang cukup dari air bersih dan sanitasi dasar), pembangunan
perdesaan, industri, dan organisasi masyarakat (termasuk Panchayats atau pemerintah daerah,
organisasi-organisasi sukarela, dan sebagainya) (Kementerian Kesehatan RI, 2017).

Elemen PHC

Elemen PHC adalah sebagai berikut.

1. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta


pengendaliannya.
2. Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi.
3. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar.
4. Kesehatan ibu dan anak termasuk KB.
5. Imunisasi terhadap penyakit- penyakit infeksi utama.
6. Pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat.
7. Pengobatan penyakit umum dan ruda paksa.
8. Penyediaan obat-obat essential.

Ciri-Ciri Pelaksanaan PHC

Pelaksanaan PHC memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Pelayanan yang utama dan dekat dengan masyarakat.


2. Pelayanan yang menyeluruh.
3. Pelayanan yang terorganisasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 7

4. Pelayanan yang mementingkan kesehatan individu maupun masyarakat.


5. Pelayanan yang berkeseninambungan.
6. Pelayanan yang progresif.
7. Pelayanan yang berorientasi pada keluarga.
8. Pelayanan yang tidak berpandangan kepada salah satu aspek saja.

Gambar 2.1 Kegiatan penimbangan balita merupakan salah satu bentuk Kegiatan PHC di Desa.

Tanggung Jawab Perawat Dalam PHC

Sebagai seorang perawat memiliki tanggung jawab dalam PHC meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan dan implementasi pelayanan
kesehatan dan program pendidikan kesehatan.
2. Kerja sama dengan masyarakat, keluarga dan individu.
3. Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan teknik asuhan diri sendiri pada masyarakat.
4. Memberikan dukungan dan bimbingan kepada petugas pelayanan kesehatan dan kepada
masyarakat.
5. Koordinasi kegiatan pengembangan kesehatan masyarakat (Maglaya, 2009).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 8

Topik 2

Konsep Komunitas
Batasan Komunitas
Bila dilihat sudut sosiologi, kata Community berasal dari bahasa latin “ munus” , yang bermakna
the gift (memberi), cum, dan together (kebersamaan) antara satu sama lain. Dapat diartikan,
komunitas adalah sekelompok orang yang saling berbagi dan saling mendukung satu sama lain.
Syarat pokok agar mereka dapat saling berbagi dan saling mendukung adalah adanya interaksi
social sehari-hari yang intensif.

Secara umum, komunitas adalah sekelompok orang yang hidup bersama pada lokasi yang sama,
sehingga mereka telah berkembang menjadi sebuah “ kelompok hidup “ (group lives) yang diikat
oleh kesamaan kepentingan (common interests). Secara harfiah makna komunitas adalah “
masyarakat setempat “(Soekanto,1999). Komunitas dapat diartikan juga sebagai sekumpulan
anggota masyarakat yang hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka dapat merasakan
dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama. Artinya ada social relationship
yang kuat diantara mereka, pada suatu batasan geografi tertentu. Elemen dasar yang
membentuk adalah adanya interaksi yang intensif diantara anggotanya, dibandingkan dengan
orang-orang di luar batas wilayah. Ukuran derajat hubungan social, terkait dengan kesamaan
tujuan adalah pemenuhan kebutuhan utama individu dan anggota pembentuk kelompok dalam
masyarakat.

Ada beberapa batasan komunitas yang digunakan diantaranya adalah:


1. Komunitas adalah unit dari organisasi sosial dan teritorial, yang tergantung dari besarnya
dapat berupa RT, RW, desa dan kota (Ficken,1984)
2. Komunitas adalah sekelompok manusia serta hubungan yang ada di dalamnya sebagaimana
yang berkembang dan dipergunakan dalam suatu agen, institusi serta lingkungan fisik yang
lazim (Moe,1977)
3. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan lebih sering dibandingkan
dengan manusia lain yang berada di luarnya serta saling tergantung untuk memenuhi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 9

keperluan barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-hari (Wilson,
1970).
Dalam batasan komunitas ada tiga pengertian pokok yang kita temukan yaitu :
a. Pengertian kelompok manusia (Group people)
Pemahaman komunitas dalam kaitan kelompok manusia mempunyai arti penting dalam
mempelajari karakteristik sasaran.
Contoh : Komunitas lansia (umur), Komunitas wanita (jenis kelamin), Komunitas Jawa (suku
bangsa), Komunitas Islam (agama)
b. Pengertian tempat (place)
Pemahaman komunitas dalam kaitan tempat mempunyai arti penting dalam menentukan
lokasi sasaran
Contoh : Komunitas rukun warga, komunitas desa, komunitas kota
c. Sistem social (Social system)
Pemahaman komunitas dalam kaitan sistem sosial mempunyai arti penting dalam
mempelajari interaksi sasaran.
Contoh : Komunitas petani, komunitas nelayan, komunitas pegawai negeri.
Dari tiga pengertian pokok diatas tentang komunitas, maka dapat disimpulkan bahwa
komunitas adalah sekelompok manusia yang hidup dan bertempat tinggal dalam suatu
wilayah yang sama, serta memiliki kegiatan dan atau mata pencaharian yang sama untuk
memenuhi kebutuhan hidup utama secara bersama.

Komponen Komunitas

Menurut Shamansky dan Persznecker (1981) komponen komunitas meliputi :

1. Manusia (people)

Menjelaskan unsur “ The who” dari komunitas sangat bermanfaat dalam menjawab : Siapa
sasaran program, bagaimana karakteristiknya. Program kesehatan untuk komunitas remaja
tentu tidak sama dengan komunitas lansia, karena sasaran dan karakteristiknya berbeda.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 10

2. Ruang dan waktu (space and time )


Menjelaskan unsur “ the where and when dari komunitas sangat bermanfaat dalam menjawab
: Dimana lokasi sasaran, kapan waktu yang tepat melaksanakan program kesehatan untuk
komunitas desa tentu tidak sama dengan komunitas kota (lokasi). Program kesehatan untuk
komunitas pejuang 45 tentu tidak sama dengan komunitas remaja melenium (Waktu).
3. Tujuan (purpose)
Menyelesaikan unsur “ The why and now “ dari komunitas sangat bermanfaat dalam
menjawab penyebab timbulnya masalah kesehatan. Program kesehatan yang patut
dilaksanakan. Penyebab timbulnya masalah kesehatan pada komunitas buruh tentu tidak
sama dengan komunitas petani. Program kesehatan yang sesuai untuk komunitas seniman.

Fungsi Komunitas

Fungsi komunitas meliputi :

a. Produksi, distribusi dan konsumsi


Kemampuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggota. Biasanya
dicerminkan dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan perdagangan dan industri yang
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sendiri.
b. Sosialisasi
Kemampuan meneruskan nilai-nilai sosial, moral, budaya, pengetahuan dan ketrampilan
kepada para anggota. Biasanya dilakukan melalui institusi-institusi yang ada di masyarakat
seperti keluarga, sekolah, organisasi social.
c. Kontrol sosial
Kemampuan memelihara pelbagai ketentuan, peraturan serta norma masyarakat. Biasanya
terkait untuk menjamin keamanan masyarakat. Dilakukan melalui keluarga, sekolah,
pengajian.
d. Partisipasi
Cara masyarakat berperan serta dalam memuaskan para anggota. Biasanya dilaksanakan
melalui berbagai organisasi masyarakat. Termasuk keluarga (Untuk para anggota keluarga)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 11

Gambar 2.2 Kegiatan gotong royong membangun jalan merupakan salah satu fungsi
komunitas dalam bentuk partispasi

e. Dukungan bersama
Kemampuan masyarakat melaksanakan upaya khusus yang diperlukan oleh para anggota
terutama dalam keadaan darurat, dapat berupa bantuan keluarga untuk para anggota
keluarga, atau bantuan masyarakat untuk kelompok yang tidak punya/mampu (yatim piatu,
lansia).

Pengaruh Komunitas Terhadap Kesehatan

Baiklah saudara dapat mencocokan pendapat saudara dengan penjelasan tentang pengaruh
komunitas terhadap kesehatan sebagai berikut :

Fungsi komunitas tidak sempurna dapat menimbulkan berbagai masalah, baik terhadap individu
maupun terhadap komunitas secara keseluruhan. Masalah yang bisa timbul seperti :

a. Gangguan pada fungsi produksi, distribusi dan konsumsi pangan misalnya dapat menimbulkan
kekurangan gizi
b. Gangguan pada fungsi dukungan bersama (mutual support) pada lansia misalnya, dapat
memperberat berbagai penyakit lansia.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 12

c. Gangguan pada fungsi sosialisasi nilai-nilai moral, misalnya dapat menimbulkan penyakit
seksual.
Apabila kesehatan komunitas tidak mendukung, akan berpengaruh buruk tidak hanya terhadap
fungsi, tetapi juga komponen komunitas yaitu :
• Terjangkitnya wabah penyakit menular dapat mengganggu fungsi produksi, distribusi dan
umur harapan hidup meningkat akan meningkatkan konsumsi (fungsi)
• Menyebabkan jumlah penduduk lansia bertambah (komponen menurut manusia)

Prinsip Kesehatan Komunitas

Prinsip yang dipegang dalam kesehatan komunitas adalah :


a. Insiden/prevalen tinggi
b. Resiko kematian tinggi
c. Penyelesaian mengikutsertakan peran serta masyarakat
d. Lebih mengutamakan tindakan promotif/preventif dari pada kuratif/rehabilitatif
e. Tanggung jawab pemerintah lebih besar dari pada masyarakat/swasta
f. Aspek efektivitas dan efisien tinggi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 13

Topik 3

Konsep Keluarga
Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang
bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.

Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya
hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri atau suami-isteri
dan anak atau ayah/ibu dan anak. Dalam Konteks pembangunan Indonesia bertujuan ingin
menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang
dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, dan mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materiil, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi,
selaras dan seimbang antar anggota, dan dengan masyarakat.

Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah perkawinan, dan adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika berpisah mereka tetap memperhatikan
satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial:
suami, isteri, anak, kakak, dan adik.
4. Mempunyai tujuan: menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa keluarga juga merupakan suatu sistem. Sebagai
sistem keluarga mempunyai anggota yaitu ayah, ibu, dan anak atau semua individu yang tinggal
di dalam rumah tangga tersebut. Anggota keluarga tersebut saling berinteraksi, interelasi dan
interdependensi untuk mencapai tujuan bersama. Keluarga merupakan sistem yang terbuka
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 14

sehingga dapat dipengaruhi supra sistemnya yaitu lingkungan (masyarakat), dan sebaliknya
sebagai sub sistem dari lingkungan (masyarakat), keluarga juga dapat memengaruhi masyarakat.

Tipe Keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan sosial. Maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat
mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu
mengetahui berbagai tipe keluarga.

Tipe Keluarga Tradisional, terdiri dari:

a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, isteri dan anak.
b. Keluarga besar (extended), yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman dan bibi.
c. Keluarga Dyad yaitu suatu rumahtangga yang terdiri dari suami isteri tanpa anak.
d. Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orangtua dengan anak
(kandung atau angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e. Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa.
f. Keluarga usila, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami isteri yang berusia lanjut.

Gambar 2.3 Keluarga besar (extended)


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 15

Tipe Keluarga Non Tradisional, terdiri dari:

a. Commune Family, yaitu lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.
b. Orangtua (ayah-ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu
rumah tangga.
c. Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis hidup bersama dalam satu rumah tangga.

Fungsi Keluarga

1. Fungsi afektif

Fungsi Afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota
keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari
dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian keluarga
yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan
konsep diri yang positif.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah;

a. Saling mengasuh. Cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling mendukung antar
anggota keluarga. Setiap anggota yang mendapatkan kasih sayang dan dukungan dari
anggota yang lain, maka kemampuannya untuk memberikan kasih sayang akan meningkat,
yang pada akhirnya tercipta hubungan yang hangat dan saling mendukung. Hubungan intim
di dalam keluarga merupakan modal dasar dalam memberik hubungan dengan oranglain
diluar keluarga/ masyarakat.
b. Saling menghargai. Bila angggota keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan
hak setiap anggota keluarga serta selalu mempertahankan iklim yang positif.
c. Ikatan dan identifikasi. Ikatan keluarga dimulai sejak pasangan sepakat memulai hidup baru
ikatan antar anggota keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian
pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga. Orangtua harus mengembangkan proses
identifikasi yang positif sehingga anak-anak dapat meniru perilaku yang positif tersebut.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 16

Fungsi afektif merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga. Keretakan
keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul karena fungsi afektif yang tidak
terpenuhi.

2. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan
interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir.
Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan
individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-norma,
budaya dan perilaku melalui hubungan interaksi dalam keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Dengan adanya program keluarga berencana maka fungsi ini sedikit terkontrol.
4. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota
keluarga, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat berlindung (rumah).

5. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek pemeliharaan kesehatan, yaitu untuk
mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan/atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan
keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan keluarga.

Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut :

a. Mengenal masalah kesehatan.


b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat.
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 17

d. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah/ lingkungan yang sehat.


e. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.

Struktur Keluarga

1. Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang bersifat terbuka dan jujur, elalu menyelesaikan konflik keluarga,
berpikiran positif, dan tidak mengulang – ulang isu dan pendapat sendiri.

Karakteristik komunikasi keluarga dibagi dalam karakteristik pengirim dimana yakin dalam
mengemukakan sesuatu atau pendapat, apa yang disampaikan jelas dan berkualitas, dan elalu
meminta dan menerima umpan balik. Sedangkan karakteristik penerima dimana siap
mendengarkan, memberikan umpan balik, dan melakukan validasi.

2. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan.
Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya
status sebagai istri/ suami atau anak.

3. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan dari individu untuk mengendalikan atau memengaruhi untuk
merubah perilaku orang lain ke arah positif.

4. Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak,
mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu
pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 18

Topik 4

Model Koseptual Keperawatan Keluarga


Model Health Care System dari Betty Neuman

Keluarga diuraikan sebagai fokus yang tepat untuk untuk pengkajian dan intervensi primer,
sekunder dan tertier. Proses keperawatan digunakan sebagai penghubung antara teori keluarga
dan praktik keperawatan. Model dari Neuman digunakan dalam pengkajian dan intervensi
keluarga.

Model konseptual dari Neuman memberi penekanan pada penurunan stress dengan
memperkuat garis pertahanan diri baik yang bersifat fleksibel, normal maupun yang resisten
diarahkan ketiga garis pertahanan tersebut yang terkait dengan tiga level prevensi.

Model ini menganalisa interaksi 4 level yang menunjang komunitas fisik, psikologis, sosial –
kultural dan spiritual. Adapun tujuan keperawatan adalah stabilitas klien dan keluarga dalam
lingkungan yang dinamis.

Asumsi yang dikemukakan Neuman tentang 4 konsep utama dari paradigma keperawatan
yaitu:

Manusia merupakan suatu sistem terbuka, yang selalu mencari keseimbangan dari harmoni dan
merupakan satu kesatuan dari variabel-variabel fisiologis, psikologis, sosio kultural,
perkembangan dan spiritual.

Lingkungan meliputi semua faktor internal dan eksternal atau pengaruh-pengaruh dari sekitar
klien atau sistem klien.

Sehat yaitu suatu kondisi terbebasnya dari gangguan pemenuhan kebutuhan. Sehat merupakan
keseimbangan yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan menghindari/ mengatasi stressor.

Keperawatan dimana intervensi keperawatan bertujuan untuk menurunkan stressor melalui


pencegahan primer, sekunder, dan tertier.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 19

Sehat menurut model Neuman adalah suatu keseimbangan biopsikososiokultural dan spiritual
pada tiga garis pertahanan klien yaitu fleksibel, normal, dan resisten. Keperawatan ditujukan
untuk mempertahankan keseimbangan tersebut dengan berfokus pada empat upaya kesehatan,
yaitu intervensi yang bersifat promosi dilakukan apabila gangguan yang terjadi pada garis
pertahanan yang fleksibel, intervensi yang bersifat prevensi dilakukan apabila garis pertahanan
normal yang terganggu, sedangkan intervensi yang bersifat kuratif atau rehabilitatif dilakukan
apabila garis pertahanan resisten yang terganggu.

Keperawatan sebagai ilmu dan kiat, mempelajari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar klien
(individu, keluarga, kelompok, dan komunitas) yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
yang terjadi pada ketiga garis pertahanan, yaitu fleksibel, normal dan resisten dan berupaya
membantu mempertahankan keseimbangan untuk sehat.

Intervensi yang dilakukan terhadap klien ditujukan pada garis pertahanan yang mengalami
gangguan:

1. Intervensi bersifat promosi untuk gangguan pada garis pertahanan fleksibel berupa:
a. Pendidikan kesehatan
b. Mendemonstrasikan keterampilan keperawatan dasar yang dapat dilakukan klien di
rumah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan/ menyeimbangkan garis
pertahanan normal.
2. Intervensi bersifat prevensi untuk gangguan pada garis pertahanan normal, berupa:
a. Deteksi dini gangguan kesehatan/ gangguan keseimbangan garis pertahanan misalnya
deteksi dini tumbuh kembang balita.
b. Memberikan zat kekebalan pada klien yang bersifat individu misalnya imunisasi.
3. Intervensi bersifat kurasi dan rehabilitasi untuk gangguan pada garis pertahanan resisten,
berupa:
a. Melakukan prosedur keperawatan yang memerlukan keahlian perawat, misalnya melatih
klien duduk atau berjalan.
b. Memberikan konseling untuk penyelesaian masalah
c. Melakukan kerjasama lintas program/ sektor untuk penyelesaian masalah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 20

d. Melakukan rujukan keperawatan atau non keperawatan.

Model Perawatan Mandiri Self Care Orem

Model ini tepat digunakan untuk keperawatan keluarga. Karena tujuan akhir dari keperawatan
keluarga adalah kemandirian keluarga dalam melakukan upaya kesehatan yang terkait dengan
lima tugas kesehatan keluarga , yaitu:

1. Mengenal masalah
2. Mengambil keputusan untuk mengatasi masalah
3. Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
4. Memodifikasi lingkungan yang dapat menunjang kesehatan
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan secara tepat.
Sistem Keperawatan berorientasi pada individu. Individu (klien) dianggap sebagai penerima
asuhan keperawatan utama. Keluarga dipandang sebagai faktor dasar bagi anggota keluarga
(klien), atau sebagai konteks utama dimana indiviu tersebut tinggal. Perawat memberikan
asuhan keperawatan pada keluarga yang tidak mampu merawat anggota keluarganya secara
mandiri.

Keperawatan mandiri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam menjaga fungsi
tubuh dan kehidupan yang harus dimilikinya. Keperawatan mandiri adalah suatu pelaksanaan
kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu sendiri untuk memenuhi kebutuhan
guna mempertahankan kehidupan, kesehatan sesuai keadaan baik sehat maupun sakit.

Pandangan Orem terkait dengan paradigma keperawatan yaitu:

Individu merupakan integrasi keseluruhan (fisik, psikologis dan sosial) dengan berbagai variasi
tingkat kemampuan keperawatan mandiri. SelfCare merupakan refleksi untuk mengkaji
kebutuhan dan pilihan yang teliti, bagaimana untuk memenuhi kebutuhan. Individu dalam
konsep keluarga dipandang sebagai anggota keluarga yang harus dimandirikan untuk mencapai
kemandirian keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 21

Keperawatan yang berarti pelayanan terhadap manusia, proses interpersonal dan tehnikal
merupakan tindakan khusus. Tindakan keperawatan untuk meningkatkan kemampuan
perawatan mandiri yang terapeutik. Asuhan keperawatan mandiri dapat digunakan dalam
praktek keperawatan keluarga.

Sasaran keperawatannya adalah menolong klien dalam hal ini keluarga untuk keperawatan
mandiri secara terapeutik, menolong klien bergerak ke arah tindakan-tindakan asuhan mandiri,
dan membantu anggota keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan sehingga
kompeten.

Fokus Asuhan Keperawatan antara lain:

1. Aspek interpersonal yaitu hubungan di dalam keluarga.


2. Aspek sosial yaitu hubungan keluarga dengan masyarakat di sekitarnya.
3. Aspek prosedural yaitu melatih keterampilan dasar keluarga sehingga mampu
mengantisipasi perubahan yang terjadi.
4. Aspek teknis dimana mengajarkan keluarga teknik-teknik dasar yang mampu dilakukan
keluarga di rumah, misalnya cara mengompres dengan baik dan benar.

Di dalam ssstem keperawatan mandiri dibagi atas tiga katagori bantuan yaitu:

1. “Wholly Compensatory” bantuan secara keseluruhan dibutuhkan untuk klien yang tidak
mampu mengontrol dan memantau lingkungannya, dan tidak berespon terhadap
rangsangan.
2. “Partially Compensantory” bantuan sebagian dibutuhkan oleh klien yang mengalami
keterbatasan gerak karena sakit atau kecelakaan.
3. “Supportive-Educative” dukungan pendidikan dibutuhkan oleh klien yang memerlukan
bantuan untuk mempelajari agar mampu melakukan keperawatan mandiri.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 22

Model Sistem Terbuka King

Kerangka ini dikenal sebagai kerangka sistem terbuka. Asumsi yang mendasari kerangka ini
adalah pertama, asuhan keperawatan berfokus pada manusia termasuk berbagai hal yang
mempengaruhi kesehatan seseorang. Kedua, tujuan asuhan keperawatan adalah kesehatan bagi
individu, kelompok dan masyarakat. Ketiga, manusia selalu berinteraksi secara konstan terhadap
lingkungan.

Dalam kerangka konsep ini terdapat tiga sistem yang saling berinteraksi dan saling
berhubungan erat. Pertama, kepribadian (personal system). Setiap individu mempunyai sistem
kepribadian tertentu. Kepribadian seseorang dipengaruhi oleh persepsi, konsep diri,
pertumbuhan dan perkembangan, gambaran diri, tempat dan waktu. Kedua, interpersonal
system. Sistem ini terbentuk karena hasil dan peran. Ketiga, social system. Sistem sosial meliputi
keluarga, kelompok keagamaan, pendidikan, pekerjaan, dan kelompok sebaya.

Menurut King tujuan pemberian asuhan keperawatan dapat tercapai jika perawat dan pasien
saling bekerjasama dalam mengidentifikasi masalah serta menetapkan tujuan bersama yang
hendak dicapai.

Model Adaptasi Calista Roy

Roy mengembangkan teori adaptasi, dengan memandang keluarga sama halnya dengan individu,
kelompok, organisasi sosial yang akan beradaptasi terhadap perubahan baik pada lingkungan
internal ataupun eksternal. Koping dijadikan strategi penyelesaian masalah oleh keluarga.

Contoh: keluarga dengan pola menabung dan memiliki anggaran khusus untuk pengobatan
tidak akan merasa kesulitan saat salah satu anggota keluarganya ada yang membutuhkan.
Berbeda dengan keluarga yang menganut paham komsumtif, tidak memiliki persiapan saat salah
satu anggota keluarganya ada yang sakit dan sangat membutuhkan biaya pengobatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 23

Model Family Centered Nursing Friedman

Model ini menggambarkan pendekatan proses keperawatan keluarga.

Pengkajian keluarga Pengkajian anggota keluarga

• Sosial budaya • Mental


• Lingkungan • Fisik
• Struktur keluarga • Emosional
• Fungsi keluarga • Sosial
• Stres dan strategi koping • Spiritual
keluarga

Identifikasi:

• Subsistem keluarga
• Masalah kesehatan
individu
(Diagnosis Keperawatan)

Perencanaan asuhan
keperawatan keluarga

Intervensi:

Pelaksanaan berdasarkan
sumber daya keluarga

Evaluasi

Gambar 2.1 Model Family Centered Nursing dari Friedman


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 24

Friedman (2003) menjelaskan bahwa terdapat dua komponen penting yang menjadi fokus kajian
sebagai dasar pemberian asuhan keperawatan pada keluarga yaitu komponen struktur keluarga
dan komponen fungsional keluarga. Komponen struktur keluarga terdiri dari komposisi anggota
keluarga, sistem nilai yang dianut oleh keluarga, pola komunikasi yang digunakan keluarga,
struktur peran dalam keluarga dan struktur kekuatan dalam keluarga. Sedangkan yang termasuk
dalam komponen fungsional keluarga adalah fungsi afektif, fungsi perawatan kesehatan, fungsi
ekonomi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan koping keluarga. Inti dari model ini adalah
intervensi keluarga berdasarkan kebutuhan dan tahapan perkembangan keluarga dengan tetap
memerhatikan tingkatan keluarga sebagai sasaran asuhan keperawatan baik keluarga sebagai
klien atau keluarga sebagai sistem.

Fokus utama dalam model keperawatan keluarga terkait upaya pencegahan dan penanganan
risiko jatuh pada lansia dalam konteks keperawatan komunitas adalah bahwa keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat mempunyai kekuatan yang akan mempengaruhi kekuatan eksternal
yaitu masyarakat itu sendiri. Keluarga menjadi sasaran utama dalam mewujudkan masyarakat
sehat melalui perilaku sehat dari setiap individu dalam keluarga. Hal ini menjadikan struktur
keluarga baik struktur peran dan kekuatan keluarga akan mempengaruhi kesehatan masyarakat
secara umum (Friedman, 2003).

Friedman (2003) juga menjelaskan bahwa keluarga memengaruhi pembentukan perilaku


sehat dari setiap anggota keluarga. Pencegahan primer dalam bentuk peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit merupakan upaya pokok dalam keperawatan keluarga sehingga tercipta
perubahan gaya hidup sehat dan sejahtera menuju masyarakat sehat. Keluarga diharapkan
mampu melakukan berbagai upaya perawatan kesehatan diri sendiri dalam mencegah dan
menangani berbagai masalah kesehatan yang dialami seperti keluarga dengan risiko jatuh.

Wright dan Leahey (2000, dalam Friedman, 2003) menggolongkan intervensi keperawatan
keluarga ke dalam tiga tingkatan fungsi keluarga yaitu kognitif, afektif dan psikomotor (perilaku).
Intervensi yang mencakup tiga domain ini diharapkan keluarga tahu, mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya melalui sumber-sumber kekuatan yang ada di
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 25

keluarga. Beberapa contoh intervensi keperawatan keluarga yang dapat dilakukan antara lain
modifikasi perilaku, manajemen kasus, advokasi, kolaborasi, konsultasi, konseling, modifikasi
lingkungan, modifikasi gaya hidup, membuat jejaring dengan membentuk self help group dan
social support.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 26

Topik 5

Trend dan Issue Dalam Keperawatan


Keluarga

Kompleksitas permasalahan yang ada di masyarakat menggambarkan adanya perubahan dari


segi kelompok usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat ekonomi, struktur keluarga, dan sistem sosial.
Contohnya dengan jumlah populasi usia lanjut meningkat, data bahwa 50% usia lanjut tersebut
tinggal di masyarakat dan memerlukan bantuan ADL sehingga diperlukan pelayanan Home
Health Nursing (HHN).

Beberapa trend dan isu seputar keperawatan keluarga antara lain:

a. Restrukturisasi Keluarga

Hubungan keluarga dan personal berubah secara dramatis dimana anak tinggal dalam keluarga
(tidak mau berpisah dengan keluarga), wanita bekerja di luar rumah, insiden single parents
meningkat, bertambahnya usia harapan hidup, insiden pasangan suami isteri usia lanjut
meningkat yang berdampak pada kondisi ekonomi. Hal ini akan berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan dimasa yang akan datang.

b. Informasi

Konsumen di masa yang akan datang lebih matur dan lebih menyadari akan kesehatannya
sehingga meningkatkan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Hal ini menjadi tantangan
dalam penyediaan informasi kesehatan. Sistem informasi bagi perawat dan pemberi pelayanan
keperawatan berkembang di masa yang mendatang sehingga mempengaruhi praktik
keperawata. Contohnya penggunaan sistem komputer untuk dokumentasi catatan kesehatan
klien, monitoring pelayanan keperawatan dan identifikasi pola kebutuhan kesehatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 27

c. Budaya
Semua pemberi pelayanan menghadapi tantangan dalam memberi pelayanan yang kompeten
berdasarkan budaya sehingga mengembangkan keterampilan dalam memberi pelayanan pada
populasi yang berbeda.
d. Teknologi

Teknologi di masa depan harus dapat meningkatkan kualitas hidup sehingga menuntut
perkembangan pelayanan kesehatan. Sebagai contoh lama rawat di RS berkurang dan kebutuhan
pelayanan di luar RS meningkat. Penggunaan teknologi baru dalam pelayanan keperawatan di
rumah dimana keputusan tetap oleh klien dan keluarga. Keluarga menghadapi tantangan baru
dalam pengambilan keputusan pemilihan area pelayanan kesehatan berkaitan dengan cost
effective dan keterjangkauan.

e. Perubahan demografi

Jumlah individu yang perlu perawatan di long term care meningkat sehingga diharapkan
berkembang HHN. Ketentuan terkait HHN akan diusulkan pemerintah melalui perundang-
undangan termasuk cara pembayaran, kebijakan-kebijakan. Perawat harus mengambil inisiatif
dalam pebuatan kebijakan untuk mendukung mekanisme jaminan pelayanan berkelanjutan pada
semua aspek.

f. Kolaborasi

Melakukan kerjasama dengan orang lain dalam mendidik masyarakat umum dan pengambil
kebijakan (interprofesional collaboration). Kurikulum pendidikan keperawatan disesuaikan
dengan sistem pelayanan kesehatan yang mengalami perubahan sesuai kebutuhan konsumen
yang bervariasi. Kebijakan PIS-PK dan GERMAS, Praktik Keperawatan Mandiri, Satu Desa Satu
Perawat, dan Satu RW satu Perawat (DKI Jakarta).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 28

Topik 6

Manajemen Sumber Daya Keluarga

Manajemen sumber daya keluarga (SDK) adalah suatu proses yang dilakukan oleh keluarga dan
anggotanya dalam merencanakan dan melaksanakan penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan. Penggunaan sumber daya keluarga dalam usaha atau proses mencapai suatu tujuan yang
dianggap penting oleh keluarga. Sumber daya adalah alat atau bahan yang tersedia dan diketahui
potensinya untuk memenuhi keinginan (Friedman, 1998).

Pentingnya SDK antara lain:

1. SDK tidak hanya terdapat di dalam keluarga sendiri tetapi juga terdapat di berbagai lingkungan
sekitar keluarga.

2. Kondisi dari sumber daya merupakan elemen dari sistem yang dapat mendorong atau
menghambat pencapaian tujuan keluarga.

3. Perubahan salah satu sumber daya akan berpengaruh pada sumber daya lainnya dalam sistem
keluarga

Faktor-faktor yang memengaruhi manajemen SDK yaitu:

1. Kompleksitas kehidupan keluarga. Kehidupan keluarga yang sangat kompleks memerlukan


gaya manajemen yang berbeda daripada keluarga yang memiliki masalah tidak terlalu
kompleks.

2. Stabilitas/ ketidakstabilan keluarga. Keluarga yang stabil cenderung dapat melakukan


manajemen sumber daya keluarga dengan lebih baik karena semua anggota keluarga dapat
difokuskan untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.

3. Peran dan Perubahan Keluarga. Manajemen sumber daya keluarga juga dipengaruhi oleh
peran masing-masing anggota keluarga di masyarakat dan juga oleh perubahan dalam
keluarga, misalnya adanya keluarga yang meninggal atau baru lahir.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 29

4. Teknologi. Dengan teknologi yang sudah semakin canggih, keluarga dapat melakukan
manajemen sumber dayanya dengan lebih terarah.

Proses manajemen sumberdaya keluarga terdiri dari masukan/ input, proses, keluaran/ output,
dan umpan balik.

Input (masukan)

Input dalam sumber daya keluarga meliputi benda, energi, dan atau informasi yang memasuki
sistem dalam berbagai bentuk untuk mempengaruhi proses dalam mencapai hasil atau keluaran.
Input atau masukan untuk keluarga adalah:
1. Tuntutan: tujuan atau kejadian yang memerlukan tindakan
2. Sumber-sumber: alat atau kemampuan yang dimiliki untuk memenuhi tuntutan yang terdapat
pada keluarga karena adanya tujuan dan kejadian
Proses

Proses adalah transformasi benda, energi dan atau informasi oleh suatu sistem dari masukan
sampai keluaran.

Output

Output meliputi benda, energi dan atau informasi yang dihasilkan oleh suatu sistem dalam
respon terhadap input dari proses transformasi. Output dari sistem manajerial adalah respon
terhadap tuntutan dan perubahan sumber-sumber.

Umpan Balik (feedback)

Umpan balik adalah tanggapan atau respon terhadap suatu pesan. Feedback bisa berupa respon
positif atau respon negatif.

Klasifikasi SDK

Berdasarkan jenisnya terdiri dari:

1. Sumber daya manusia


Mempunyai dua ciri yaitu Personal dan Interpersonal
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 30

Ciri personal : kognitif, afektif, psikomotor; status kesehatan, bakat, tingkat intelegensia,
minat, sensitivitas. Ciri interpersonal : HAM, kerjasama/gotong royong dan keterbukaan
antar personal dalam kaitannya dengan pengembangan.
2. Sumber daya Non Manusia / Materi
Sumber daya non manusia atau sumber daya materi merupakan benda-benda yang
mempunyai kegunaan pada individu dan keluarga dalam mencapai tujuan.

Sumber daya materi dapat berupa Benda / barang serta aset keluarga (barang tahan lama ,
barang habis pakai); dan jasa.

3. Sumber daya Waktu

Bersifat unik karena tidak dapat ditambah atau dikurangi, diakumulasi atau disimpan.

Sumber daya waktu yang dimiliki manusia sama yaitu sebanyak 24 jam.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 31

Topik 7

Tingkatan/Level Dalam Asuhan Keperawatan


Keluarga
Pendekatan dalam Keperawatan Keluarga yaitu rangkaian Kegiatan praktik keperawatan yang
diberikan langsung kepada individu yang menjadi sasaran pelayanan keperawatan dan
melibatkan peran aktif keluarga dengan menggunakan pendekatan proses Keperawatan (level
tingkatan praktik 1) (Kaakinen, 2015)

Tujuan

Meningkatkan kemampuan individu dalam mengatasi masalah kesehatannya dengan


memberdayakan potensi individu dan keluarga.

Prinsip-prinsip

Keluarga sebagai unit dalam pelayanan kesehatan; sehat sebagai tujuan utama; sarana mencapai
peningkatan kesehatan keluarlga; peran serta aktif keluarga; lebih mengutamakan promotif dan
preventif; pemanfaatan Sumber Daya Keluarga; sasaran asuhan adalah keluarga yang
bermasalah dan berisiko; dan Pendekatan Proses Keperawatan yang dilakukan dirumah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 32

Gambar 2.2 Pendekatan dalam Keperawatan Keluarga


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 33

Pendekatan Dalam Keperawatan Keluarga

Ada 4 (empat) pendekatan/ level dalam keperawatan keluarga yaitu:

a. Keluarga sebagai konteks


1) Keperawatan keluarga dikonseptualisasikan sebagai suatu bidang dimana keluarga
dipandang sebagai konteks pada klien dan anggota keluarga
2) Asuhan keperawatan berfokus pada individu
3) Keluarga merupakan latar belakang dan individu merupakan bagian terdepan atau focus
utama dalam pengkajian dan intervensi
4) Perawat dapat melibatkan keluarga dalam berbagai tingkat
5) Keluarga dipandang sebagai lingkungan social yang penting bagi klien dan merupakan
sumber pendukung utama
b. Keluarga sebagai klien
1) Seluruh keluarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama dari pengkajian dan
intervensi
2) Keluarga merupakan sejumlah dari anggota keluarga secara individu dan fokusnya adalah
tiap anggota keluarga
3) Keluarga merupakan bagian depan dengan anggota keluarga /individu sebagai latar
belakang
4) Berfokus pada dinamika keluarga internal dan hubungan dalam keluarga, struktur dan
fungsi keluarga maupun hubungan pada subsistem keluarga dengan keseluruhan dan
keluarga dengan lingkungan
5) Sering digunakan pada tatanan pelayanan kesehatan di komunitas
c. Keluarga sebagai sistem
1) Keluarga dipandang sebagai system interaksional berfokus pada keluarga secara
keseluruhan
2) Penekanan pada interaksi diantara anggota keluarga yang merupakan target dari
pengkajian dan intervensi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 34

3) Fokus pada individu dan keluarga secara simultan dan memandang keluarga sebagai
system
4) Jika terjadi sesuatu pada satu bagain dari system maka akan berpengaruh pada seluruh
anggota keluarga lainnya
d. Keluarga sebagai komponen dari masyarakat
1) Keluarga dipandang sebagai satu dari beberapa institusi di masyarakat
2) Keluarga merupakan unit dasar atau primer dari masyarakat
3) Keluarga sebagai keseluruhan berinteraksi dengan institusi lain untuk menerima, berbagi
atau memberi komunikasi dan pelayanan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 35

Topik 8

Peran dan Fungsi Perawat Keluarga

Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga yaitu (Hanson, 2001):

a. Pendidik

Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar keluarga dapat
melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri dan bertanggung jawab
terhadap masalah kesehatan.

b. Koordinator

Koordinasi diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif


dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau
terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan.
Melakukan koordinasi pelayanan kesehatan yang diterima keluarga dan kolaborasi dengan
keluarga menyusun perencanaan. Sebagai penghubung sumber-sumber yang dibutuhkan
klien.

c. Pelaksana

Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik di rumah, klinik maupun dirumah sakit
bertanggungjawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat
kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan
kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dapat
melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit.

d. Pengawas Kesehatan

Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visit atau kunjungan rumah
yang teratur untuk mengidentifikasikan atau melakukan pengkajian tentang kesehatan
keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 36

e. Advokat (Penasehat)

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar
keluarga mau meminta nasehat kepada perawat maka hubungan perawat-keluarga harus
dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Memberdayakan
keluarga untuk berbicara tentang dirinya, melindungi keluarga untuk memperoleh hak akan
kesehatan serta membuat keluarga lebih responsif terhadap kebutuhannya.

f. Kolaborator

Perawat harus bekerjasama dengan pelayanan puskesmas atau rumah sakit atau anggota
tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan yang optimal.

g. Fasilitator

Peran perawat disini membantu keluarga di dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan
derajat kesehatannya. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan di dalam
menggunakan pelayanan kesehatan; masalah ekonomi, dan sosial budaya. Agar dapat
melaksanakan peran fasilitator dengan baik maka perawat harus mengetahui sistem
pelayanan kesehatan, misalnya sistem rujukan dan jaminan kesehatan.

h. Penemu Kasus

Peran perawat yang juga sangat penting yaitu mengidentifikasi masalah kesehatan sedini
mungkin yang terjadi pada keluarga sehingga tidak terjadi komplikasi, kecacatan dan
kematian.

i. Modifikasi Lingkungan

Perawat juga dapat memodifikasi lingkungan baik lingkungan rumah maupun lingkungan
masyarakat agar dapat tercipta lingkungan yang sehat.

j. Role model
Perawat menjadi contoh peran bagi orang lain.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 37

k. Manajer kasus (Case manager)


Perawat melakukan koordinasi dan kolaborasi antara keluarga dengan sistem pelayanan
kesehatan. Sebagai manajer kasus harus mampu memberdayakan keluarga dan sumber-
sumber yang ada.
l. Peneliti (Researcher)
Perawat mengidentifikasi masalah-masalah dalam praktik dan mencoba mencari solusi dari
masalah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 38

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!
1. Identifikasi masing-masing keluarga anda sendiri dan jawablah dengan singkat pertanyaan
berikut.
a. Tuliskan tipe keluarga?
b. Berikan tiga contoh dari pelaksanaan fungsi afektif?
c. Berikan tiga contoh dari pelaksanaan fungsi ekonomi?
d. Berikan tiga contoh masalah kesehatan yang terjadi dan langkah apa yang sudah
dilakukan?
2. Tuliskan sumber daya yang ada di keluarga masing-masing? Uraikan dari jenis sumber daya
manusia, non manusia dan waktu.
3. Berikan contoh kasus masalah kesehatan dan bagaimana seorang perawat keluarga berperan?

Ringkasan

• Keluarga sebagai unit terkecil atau bagian dari suatu masyarakat sangat mempengaruhi
terhadap derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.
• Keluarga bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan dan tuntutan anggota
keluarganya antara lain kebutuhan akan kesehatan.
• Beberapa alasan penting keluarga menjadi fokus sentral dalam interaksi antara keluarga
dengan masyarakat, yaitu keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai
kekuatan yang akan mempengaruhi kekuatan eksternal atau yang lebih besar; norma-norma
sosial yang berlaku di masyarakat akan berpengaruh kepada norma-norma yang berlaku di
keluarga dan demikian pula sebaliknya; dan berbagai upaya kesehatan yang dilakukan
keluarga dapat mengurangi risiko permasalahan kesehatan di masyarakat.
• Kesehatan individu dan kesehatan keluarga merupakan dasar yang penting bagi kesehatan
masyarakat. Artinya sehatnya suatu masyarakat sangat ditentukan dari kesehatan individu,
keluarga dan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat tersebut.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 39

• Keluarga mempengaruhi pembentukan perilaku sehat dari setiap anggota keluarga.


Pencegahan primer dalam bentuk peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit
merupakan upaya pokok dalam keperawatan keluarga sehingga tercipta perubahan gaya
hidup sehat dan sejahtera menuju masyarakat sehat. Keluarga diharapkan mampu
melakukan berbagai upaya perawatan kesehatan diri sendiri dalam mencegah dan
menangani berbagai masalah kesehatan yang dialami.
• Pendidikan kesehatan perlu dirancang secara baik dan komprehensif selain menarik untuk
meningkatkan kesadaran dan pemahaman kepada masyarakat, sehingga mau dan mampu
untuk hidup sehat. Peningkatan pemahaman masyarakat tidak hanya untuk mencegah
timbulnya penyakit, tetapi diharapkan terjadi perubahan perilaku sehat seperti melakukan
aktivitas fisik dan mempertahankan kondisi rumah yang aman.
• Peranan anggota keluarga akan menentukan bentuk manajemen dalam mengelola
sumberdaya. Beberapa atribut keluarga yang berpengaruh terhadap manajemen sumber
daya keluarga adalah status sosial ekonomi, pola bekerja anggota keluarga, tahapan
kehidupan keluarga dan komunikasi.
• Adanya bantuan sumber daya dari pihak luar akan mempengaruhi cara mengelola sumber
daya, terutama pada keluarga berpenghasilan rendah dan manajemen sumber daya keluarga
dipengaruhi oleh pendidikan kepala keluarga dan pendapatan keluarga.
• Manajemen sumber daya keluarga terutama manajemen waktu dan pekerjaan merupakan
hal penting bagi tercapainya tujuan keluarga. Kesalahan mengelola sumber daya merupakan
salah satu penyebab keluarga menjadi miskin.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 40

Tes 1

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!


1. Vignette: Seorang perawat sedang melakukan kunjungan rumah pada satu keluarga yang
terdiri suami isteri tanpa anak.
Pertanyaan soal: Apakah tipe keluarga di atas?
Pilihan Jawaban:
A. Keluarga inti
B. Keluarga dyad
C. Keluarga besar
D. Keluarga lansia
E. Keluarga single parent
2. Vignette: Seorang perawat sedang melakukan kunjungan rumah pada satu keluarga untuk
menanyakan tentang alat kontrasepsi yang digunakan dan alasan menggunakan alat tersebut.
Pertanyaan soal: Fungsi keluarga apa yang sedang dilakukan perawat pada kasus di atas?
Pilihan Jawaban:
A. Fungsi Afektif
B. Fungsi Ekonomi
C. Fungsi Reproduksi
D. Fungsi Perawatan
E. Fungsi Sosialisasi
3. Vignette: Seorang ibu yang mengajak anak balitanya bermain di halaman rumah bersama
anak tetangganya, mencontohkan bagaimana cara menyapa orang yang lewat di depan
rumahnya, serta berbagi mainan dengan teman sebaya.
Pertanyaan soal : Fungsi keluarga manakah yang sedang dijalankan ibu tersebut?
Pilihan jawaban:
A. fungsi afektif
B. fungsi sosialisasi
C. fungsi reproduksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 41

D. fungsi ekonomi
E. fungsi perawatan kesehatan
4. Sebuah keluarga terdiri dari seorang bapak berumur 50 tahun dan istrinya berumur 48 tahun
dengan 2 orang anaknya, laki-laki berumur 22 tahun dan adiknya seorang perempuan
berumur 17 tahun. Kedua anaknya aktif terlibat berbagai kegiatan di lingkungan sekolah
maupun tempat tinggalnya.

Aspek apakah yang perlu mendapat perhatian dari fungsi keluarga ditinjau dari segi sosial?
A. Meneruskan keturunan
B. Memenuhi kebutuhan gizi
C. Membentuk norma-norma tingkah laku
D. Memelihara dan membesarkan anak
E. Mencari sumber-sumber penghasilan
5. Seorang perawat keluarga memahami pentingnya keluarga sebagai fokus sentral dalam
menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi. Perawat bersama keluarga membuat
perencanaan dengan memperhatikan sumber daya yang ada.
Apakah pernyataan yang tepat sesuai kasus di atas?
A. Upaya penemuan kasus ada dalam keluarga
B. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat
C. Keluarga sebagai sistem pendukung yang vital bagi anggotanya
D. Keluarga sebagai sumber daya kritis untuk membawa pesan-pesan kesehatan.
E. Keluarga adalah unit yang apabila ada disfungsi di dalamnya (penyakit) dapat
mempengaruhi anggotanya.
6. Perawat keluarga datang pada sebuah keluarga di RW 03 Kelurahan Jati dan membuat
perencanaan bersama keluarga dengan mengidentifikasi kekuatan keluarga seperti
kemampuan memberikan reinforcement.
Apakah bentuk kekuatan keluarga yang dimaksud sesuai kasus tersebut?
A. Dukungan dalam keluarga
B. Kemampuan merawat diri
C. Keterampilan Komunikasi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 42

D. Keterampilan memecahkan masalah


E. Kemampuan memanfaatkan fasilitas kesehatan
7. Seorang perawat sedang melakukan pendidikan kesehatan tentang "pentingnya rujukan"
kepada keluarga dengan seorang laki-laki usia 35 tahun yang terdiagnosis TB Paru tetapi
belum mau berobat ke puskesmas .
Apakah peran perawat pada kasus di atas?
A. advokat
B. koordinator
C. edukator
D. fasilitator
E. negosiator
8. Sebuah keluarga memiliki anggota keluarga laki-laki berusia 62 tahun mengeluh sakit pada
persendian terutama siku dan lutut serta mengatakan menderita Rematik sejak 5 tahun yang
lalu, padahal saat mudanya melakukan olah raga lari pagi seminggu 2kali. Selanjutnya
perawat melakukan intervensi pemberian kompres hangat pada daerah yang sakit.
Apakah peran yang dilakukan perawat di atas?
A. pendidik
B. fasilitator
C. konsultan
D. koordinator
E. pelaksana perawatan
9. Seorang perawat melakukan pengkajian lapangan di suatu RW, mendapatkan data : sampah
berserakan di pinggir jalan, selokan tidak lancar dan masih banyak warga yang memiliki
kandang ternak berdempetan dengan rumah.
Apakah data sekunder yang harus dilengkapi pada kasus diatas ?
A. Pelayanan kesehatan di masyarakat
B. Angka morbiditas penyakit menular
C. Angka kematian penduduk selama setahun
D. Tata lingkungan dan pemerintahan setempat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 43

E. Sosial ekonomi masyarakat


10. Keluarga Ibu K yang menjadi janda setelah ditinggal oleh suaminya karena sakit. Beberapa
minggu yang lalu dan baru saja dilantik menjadi seorang kader kesehatan.
Faktor apakah yang mempengaruhi manajemen sumber daya keluarga dimaksud ?
A. Kompleksitas kehidupan keluarga
B. Stabilitas/ketidakstabilan keluarga
C. Peran dan Perubahan Keluarga
D. Teknologi
11. Adanya tujuan atau kejadian yang memerlukan tindakan segera dari keluarga merupakan
bagian dari proses manajemen sumber daya keluarga, yaitu…

A. Input
B. Proses
C. Output
D. Feedback
E. Impact
12. Mempunyai ciri-ciri status kesehatan yang kurang baik, ada bakat menulis, tingkat
intelegensia yang moderat, dan senang kerjasama/gotong royong merupakan klasifikasi
sumber daya …

A. Sumber daya manusia


B. Sumber daya non manusia/ materi
C. Sumber daya waktu
D. Sumber daya non material
13. Wanita bekerja di luar rumah, insiden single parents meningkat, dan bertambahnya usia
harapan hidup merupakan isu terkait …

A. Kelompok usia
B. Pembiayaan
C. Restrukturisasi keluarga
D. Tantangan sosiopolitik
E. Sensitifitas budaya
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 44

14. Adanya 12 indikator keluarga sehat di antaranya yaitu anggota keluarga tidak ada yang
merokok dan memiliki jamban sehat. Hal tersebut termasuk isu terkini yaitu…

A. Perawatan paliatif
B. Praktik mandiri perawat
C. Program PIS-PK
D. Satu desa satu perawat
E. Perawat desa
15. Peran perawat yang mengetahui ada kejadian seorang pemuda yang dipasung sejak remaja
dan memiliki luka terbuka di bagian paha sebelah kanan yaitu…

A. Pendidik
B. Role model
C. Pemberi pelayanan
D. Penemu kasus
E. Peneliti

Kunci Jawaban :

1. B
2. C
3. B
4. C
5. C
6. A
7. C
8. E
9. B
10. A
11. A
12. A
13. C
14. C
15. D
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 45

Daftar Pustaka

Allender, J. A., Rector, C. & Warner, K. D., 2014. Community Health Nursing. 8 ed. Philadelphia:
Lippincott & Wilkins.

Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory & Practice. Fourth ed. New Jersey: Appletion&
Lange.

Hanson, S. M. H., 2001. Family Health Care Nursing. Second ed. Philadephia: F.A Davis Company.

Kaakinen, J. . R., 2015. Family health care nursing : theory, practice, and research. Philadelphia: F.A Davis
Company.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Modul Pelatihan Teknis Keperawatan Kesehatan Masyarakat Bagi
Perawat Pelaksana di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2017. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, Jakarta:
Available at: http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-sehat-
dengan-pendekatan-keluarga.html (Accessed: 19 November 2017).

Maglaya, A. S., 2009. Nursing Practice In The Community. Fifth ed. Marikina City: Argonauta Corporation.

Widagdo, W. & Kholifah, S. N., 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 46

Bab 3
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom.

Pendahuluan

Program Indonesia sehat melalui gerakan masyarakat hidup sehat dengan pendekatan keluarga
dalam mengatasi permasalahan kesehatan di masyarakat saat ini menjadi program prioritas
pemerintah dalam program pembangunan kesehatan secara nasional (Kementerian Kesehatan
RI, 2016). Pelayanan kesehatan keluarga, dimana salah satu layanan kesehatannya dilakukan oleh
perawat dalam bentuk pelayanan keperawatan keluarga. Pelayanan keperawatan keluarga
merupakan salah satu area dari pelayanan keperawatan di masyarakat yang dilakukan dengan
pendekatan keluarga. Pelayanan keperawatan keluarga diberikan secara komperhensif melalui
suatu proses yang komplek, dimana memerlukan kecakapan yang logis dan sistematis perawat
dalam bekerja dengan keluarga atau individu dalam keluarga. Pelayanan keperawatan keluarga
yang saat dikembangkan merupakan bagian pelayanan kesehatan masyarakat (Perkemas)
(Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Pelayanan keperawatan keluarga merupakan bentuk layananan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan keluarga yang dihadapi dan berada dalam lingkup praktik keperawatan.
Pelayanan keperawatan diberikan secara holistik dengan menempatkan keluarga dan
komponennya sebagai fokus pelayanan keperawatan dan melibatkan keluarga atau anggota
keluarga dalam tahap-tahapan proses keperawatan yaitu mulai tahap pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pelayanan keperawatan yang diberikan juga
menggunakan atau memanfaatkan seluruh potensi dan sumber-sumber yang ada di keluarga dan
yang ada di komunitas, serta program-program kesehatan dan sektor non kesehatan prioritas
yang ada di pemerintah (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Pelayanan keperawatan keluarga yang dilakukan di rumah merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan lain yang diberikan oleh
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 47

tenaga kesehatan yang lain. Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat di keluarga dapat
dilaksanakan secara mandiri dan atau bisa diberikan secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan
yang lain melalui dukungan klien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi
secara efektif.
Pelayanan keperawatan keluarga diberikan didasarkan pada tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yang harus dijalankan yang meliputi: keluarga mampu mengenal masalah kesehatan,
keluarga mampu mengambil kepeutusan untuk mengatasi masalah kesehatan, keluarga mampu
merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, keluarga mampu memodifikasi
lingkungannya, keluarga mampu memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada. Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan keluarga selalu
melibatkan atau memberdayakan keluarga agar keluarga dapat menjalankan tugasnya dalam
bidang kesehatan. Upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat di keluarga
mencakup pada upaya pencegahan primer, pencegahan sekunder dan upaya kesehatan tersier
(Sahar, et al., 2018).
Praktik keperawatan keluarga terdiri dari pelayanan holistik yang menempatkan keluarga
sebagai fokus pelayanan atau individu sebagai pencari dukungan dan atau pelayanan. Perawat
keluarga dalam praktiknya menunjang keterlibatan anggota keluarga dalam pengkajian,
pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan perawatan. Perawat keluarga juga perlu
memobilisasi sumber-sumber lain yang dapat memberikan pelayanan kesehatan secara
maksimal untuk keluarga.
Pelayanan keperawatan keluarga dalam asuhan keperawatan keluarga bertujuan untuk: a.
memandirikan klien sebagai bagian keluarga; b. mensejahterakan klien sebagai gambaran
kesejahterakan keluarga; c. meningkatkan kemampuan hidup sehat bagi setiap anggota keluarga;
d. meningkatkan produktivitas klien dan keluarga; e. meningkatkan kualitas keluarga.
Pada buku ajar ini akan membahas dua level yaitu asuhan keperawatan individu dalam
keluarga dan asuhan keluarga. Asuhan keperawatan diberikan pada individu di rumah dengan
melibatkan peran serta aktif keluarga. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
a. Penemuan suspek/kasus kontak serumah
b. Penyuluhan/Pendidikan kesehatan pada individu dan keluarganya
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 48

c. Pemantauan keteraturan berobat sesuai dengan program pengobatan


d. Kunjungan rumah sesuai dengan rencana
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung maupun tidak langsung.
Asuhan keperawatan keluarga ditujukan pada keluarga rawan kesehatan/keluarga yang
memiliki masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat atau dilakukan di rumah keluarga.
Kegiatan yang dilakukan meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2006):
a. Identifikasi keluarga rawan kesehatan/keluarga dengan masalah kesehatan di masyarakat.
b. Penemuan dini suspek/kasus kontak serumah.
c. Pendidikan/penyuluhan kesehatan terhadap keluarga (lingkup keluarga).
d. Kunjungan rumah (home visit/home health nursing) sesuai rencana.
e. Pelayanan keperawatan dasar langsung maupun tidak langsung.
f. Pelayanan kesehatan sesuai rencana, misalnya memantau keteraturan berobat pasien
dengan pengobatan jangka panjang.
g. Pemberian nasihat (konseling) kesehatan/keperawatan di rumah.
h. Dokumentasi keperawatan.
Kemampuan keluarga dalam bidang kesehatan dapat diukur dengan melihat tingkat
kemandirian keluarga, dimana terdapat tujuh kriteria dalam menetapkan tingkat kemandirian
dari tingkat I sampai dengan tingkat kemandirian IV. Adapun tujuh kriteria yaitu (Riasmini, et al.,
2017):
a. Kriteria 1: Keluarga menerima perawat
b. Kriteria 2: Keluarga menerima pelayanan kesehatan sesuai dengan rencana keperawatan
keluarga.
c. Kriteria 3: Keluarga tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan dengan benar.
d. Kriteria 4: Keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan anjuran.
e. Kriteria 5: Keluarga melakukan tindakan keperawatan sederhana yang sesuai anjuran.
f. Kriteria 6: Keluarga melakukan tindakan pencegahan secara aktif.
g. Kriteria 7: Keluarga melakukan tindakan promotive secara aktif.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 49

Tabel 3.1 Tingkat Kemandirian Keluarga

Tingkat Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria


Kemandirian 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat I √ √
Tingkat II √ √ √ √ √
Tingkat III √ √ √ √ √ √
Tingkat IV √ √ √ √ √ √ √

Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan keluarga harus memperhatikan beberapa


prinsip perawatan keluarga. Adapun prinsip-prinsip dalam perawatan keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan.
b. Sehat merupakan tujuan utama dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga.
c. Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan
kesehatan keluarga.
d. Perawat melibatkan peran serta aktif seluruh anggota keluarga dalam merumuskan
masalah dan kebutuhan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatannya.
e. Mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dan tidak
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
f. Memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan
keluarga.
g. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan diutamakan
keluarga yang beresiko tinggi.
h. Kegiatan dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga dilakukan dengan
pendekatan proses keperawatan yang diberikan dirumah.
Keperawatan keluarga memiliki beberapa karateristik antara lain:
a. Pelayanan diberikan pada anggota keluarga pada kondisi sehat maupun sakit.
b. Pada saat memberikan pelayanan, perawat juga melibatkan peran serta anggota keluarga
lain
c. Mempertimbangkan hubungan antara anggota keluarga dan menyadari bahwa kesehatan
setiap anggota keluarga tidak selalu akan dicapai secara bersamaan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 50

d. Perawat menyadari bahwa gejala pada individu yang mempunyai masalah dapat berubah
sepanjang waktu.
e. Perawat mencoba meningkatkan interaksinya dengan seluruh komponen keluarga
maupun antar anggota keluarga.
f. Perawat mempertimbangkan bahwa komunitas sebagai sumber yang dapat berkontribusi
dan mendukung kesehatan keluarga.
g. Fokus pelayanan keperawatan keluarga pada kekuatan dan pertumbuhan seluruh
individu anggota keluarga.
h. Perawat bersama keluarga menetapkan tulang punggung keluarga untuk menempatkan
energi terapeutiknya.
Proses keperawatan keluarga suatu metode ilmiah yang teorganisir dan sistematis yang
digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan yang berfokus pada respon manusia yang
unik secara individual atau kelompok terhadap perubahan kesehatan secara aktual atau
potensial. Dalam proses keperawatan dilakukan melalui tahap: pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Setiap tahap proses keperawatan
keluarga sangat berkaitan erat dan sangat mempengaruhi tahap-tahap selanjutnya. Berikut ini
adalah Family Center Nursing Model yang menggambarkan pendekatan proses keperawatan
keluarga dari Friedman (Friedman, 1998).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 51

Pengkajian Keluarga Pengkajian Individu Anggota Keluarga.


• Data demografi dan social-budaya. • Identitias
• Lingkungan rumah • Riwayat Kesehatan
• Struktur keluarga • Pemeriksaan Fisik
• Fungsi keluarga • Kondisi Psikososial
• Perekembangan keluarga • Pemeriksaan diagnostik/
• Stress dan strategi koping keluarga laboratorium

Identifikasi keluarga, subsistem keluarga


dan masalah kesehatan individu
(Diagnosis Keperawatan)

Perencanaan keperawatan
• Menyusun prioritas
• Menetapkan tujuan
• Menentukan intervensi keperawatan

Implementasi rencana melalui


pemanfaatan sumber-sumber

Evaluasi asuhan keperawatan

Gambar 3.1: tahap-tahap proses keperawatan individu dan keluarga

Capaian Pembelajaran

Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan:


1. Menjelaskan Pengkajian keluarga Tahap I
2. Menjelaskan Pengkajian keluarga Tahap II
3. Menjelaskan Diagnosa keperawatan keluarga (Single Diagnosis)
4. Menjelaskan Perencanaan Asuhan Keperawatan keluarga
5. Mendiskusikan Tindakan Keperawatan keperawatan keluarga
6. Menjelaskan Evaluasi asuhan keperawatan keluarga
7. Mendiskusikan Dokumentasi asuhan keperawatan keluarga
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 52

Topik 1

Pengkajian tahap pertama dan tahap kedua

Pengkajian adalah tahap pertama dari proses keperawatan, dimana seluruh keputusan dan
intervensi keperawatan didasarkan atas informasi yang dikumpulkan pada tahap ini. Untuk itu
tahap ini sangat penting guna menuju tahap berikut dalam proses keperawatan. Proses
pengkajian data pada proses keperawatan keluarga digunakan perawat untuk menetapkan status
kesehatan keluarga sebagai klien, kemampuan keluarga untuk mempertahankan diri sendiri
sebagai suatu sistem dan unit fungsional dan kemampuan mempertahankan kesehatan,
mencegah, mengontrol atau mengatasi masalah kesehatan dalam rangka mencapai kesehatan
yang lebih baik diantara anggota keluarga. Data tentang kondisi atau status keluarga yang
dikumpulkan dan dianalisis berdasarkan dinamika keluarga, realita, kemungkinan dan
kerentananan umum atau faktor yang dikaitkan kesehatan dan pengalaman sakit. Berbagai
model-model teori digunakan untuk memahami karakteristik dan perilaku keluarga sebagai unit
fungsional dan klien (DeLaune & Ladner, 2011).

Definisi Pengkajian Keperawatan Keluarga


Pengkajian adalah langkah atau tahapan penting dalam proses perawatan, mengingat pengkajian
sebagai awal interaksi dengan keluarga untuk mengidentifikasi data-data kesehatan seluruh
anggota keluarga. Pengertian pengkajian menurut Yura dan Walsh (1998) adalah tindakan
pemantauan secara langsung pada manusia untuk memperoleh data tentang klien dengan
maksud menegaskan kondisi penyakit dan masalah kesehatan. Pengkajian merupakan suatu
proses berkelanjutan, dimana perawat akan mendapatkan data tentang kondisi/situasi klien
sebelumnya dan saat ini sehingga informasi tersebut dapat digunakan untuk menyusun
perencanaan pada tahap berikutnya (DeLaune & Ladner, 2011).
Pengkajian keperawatan adalah suatu tindakan peninjauan situasi manusia untuk
memperoleh data tentang klien dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosa masalah
klien, penetapan kekuatan dan kebutuhan promosi kesehatan klien. Pengkajian keperawatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 53

merupakan proses pengumpulan data. Pengumpulan data adalah pengumpulan informasi


tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentuan masalah-masalah, serta
kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien.
Pengkajian keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh perawat
untuk mengukur keadaan klien/keluarga dengan menggunakan patokan norma-norma
kesehatan individu atau sosial, sistem integritas dan kesanggupan untuk mengatasi masalah-
masalah. Norma-norma yang digunakan dalam menentukan status kesehatan keluarga adalah:
1. Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga
2. Keadaan di rumah maupun di lingkungan yang dapat membawa peningkatan kesehatan
3. Sifat-sifat keluarga, dinamika atau tingkat kesanggupan keluarga yang dapat membawa
perkembangan keluarga (Maglaya, 2009).
Tahapan dalam Pengkajian Keperawatan Keluarga
Pengkajian keperawatan yang dilakukan meliputi pengumpulan data, analisis data atau
interpretasi dan pernyataan tentang masalah atau diagnosis keperawatan. Diagnosis
keperawatan merupakan hasil akhir dari dua tipe utama pengkajian dalam praktik keperawatan
keluarga. Dua tipe pengkajian keperawatan keluarga terdiri dari: (1) pengkajian tahap pertama;
(2) pengkajian tahap kedua (Maglaya, 2009).
Pengkajian tahap pertama, dimana perawat mengumpulkan data atau informasi tentang
kondisi atau masalah kesehatan keluarga. Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Pengkajian Keluarga
a. Pengenalan keluarga,
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga,
c. Rumah dan Lingkungan,
d. Struktur keluarga (struktur peran, nilai, komunikasi, kekuatan),
e. Fungsi keluarga (Fungsi afektif, sosialisasi, pelayanan kesehatan, ekonomi,
reproduksi),
f. Koping keluarga.
2. Pengkajian Individu (Status Kesehatan individu anggota keluarga yang mengalami
masalah kesehatan).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 54

Pada pengkajian tahap pertama, dimana data tentang status kesehatan individu sebagai anggota
keluarga, keluarga sebagai suatu sistem dan lingkungannya akan dibandingkan dengan norma
atau standar personal, sosial, kesehatan lingkungan dan interaksi atau interpersonal dalam
sistem keluarga. Sebagai hasil akhir dari analisis data selama pengkajian tahap pertama dapat
dikategorikan sebagai: (1) Keadaan sehat; (2) ancaman kesehatan; (3) deficit kesehatan; (4)
Kondisi stress atau situasi krisis yang dapat diramalkan (Maglaya, 2009).
Pengkajian tahap kedua, lebih spesisik pada masalah keperawatan atau diagnosis
keperawatan, dimana keluarga dapat melakukan tugas dalam bidang kesehatan dengan menaruh
perhatian yang diberikan pada kondisi atau masalah kesehatan yang menghambat atau
menyebabkan ketidakmampuan keluarga menjalankan tugas kesehatannya (Freeman, 1981) .
Selanjutnya tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dijalankan meliputi:
1. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
2. Mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan
3. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko.
4. Mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk kesehatan dan perkembangan
personal.
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada.

Tabel 3.2. Tahapan Pengkajian Keluarga

No Tipe Pengkajian Fokus


1 Pengkajian Tahap Mengidentifikasi kondisi/masalah kesehatan yang
Pertama individu anggota keluarga, keluarga sebagai sistem
dan lingkungannya. yang dikategorikan menjadi:
1. Keadaan sehat
2. Ancaman kesehatan
3. Defisit Kesehatan
4. Kondisi stress atau situasi krisis
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 55

2. Pengkajian tahap Mengidentifikasi dan menetapkan masalah /diagnosis


kedua keperawatan dari setiap kondisi/masalah kesehatan
yang diidentifikasi pada pengkajian tahap pertama
berdasarkan lima tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yaitu:
1. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
2. Mengambil keputusan untuk meningkatkan,
mencegah dan mengatasi masalah kesehatan
3. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat,
ketergantungan atau beresiko.
4. Mempertahankan lingkungan rumah yang
kondusif untuk kesehatan dan perkembangan
personal.
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas
kesehatan yang ada.

Pentingnya Pengkajian Keperawatan Keluarga


Pengkajian keperawatan kesehatan keluarga berfokus pada kesehatan keluarga bukan pada
kesehatan individu untuk perlu perhatian yang lebih dalam mengkaji kesehatan keluarga untuk
mendapatkan informasi kondisi kesehatan keluarga secara komperhensif dengan menggunakan
berbagai pendekatan. Selanjutnya mengapa pentingnya melakukan pengkajian kesehatan
keluarga, yaitu :
1. Keluarga adalah pusat pelayanan secara total, dimana bila salah satu anggota terganggu
kesehatannya maka akan mengganggu atau mempengaruhi kesehatan semua anggota
keluarga.
2. Status kesehatan keluarga akan mempengaruhi status kesehatan individu, begitu juga
sebaliknya status kesehatan individu akan mempengaruhi status kesehatan keluarga.
3. Keluarga mempunyai standar perawatan untuk merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan.
4. Keluarga juga berperan dalam melakukan upaya-upaya pencegahan terhadap masalah
kesehatan yang dapat terjadi pada anggota keluarganya.
5. Masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga merupakan gambaran dari
kesehatan keluarga dan merupakan pintu masuk untuk melakukan pengkajian kesehatan
yang lebih luas terhadap kesehatan anggota keluarga yang lain.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 56

6. Kondisi kesehatan keluarga akan mempengaruhi kesehatan komunitas, selanjutnya juga


kondisi kesehatan komunitas akan mempengaruhi kesehatan keluarga, hal ini disebabkan
karena keluarga selalu berinteraksi dengan komunitasnya (Friedman, 1998).

Sumber data Pengkajian


Sumber data dalam pengkajian keperawatan terdiri dari:
1. Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data-data yang dikumpulkan secara langsung dari klien dan
keluarga, yang dapat memberikan informasi yang lengkap tentang masalah kesehatan yang
dihadapinya.
2. Sumber data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data-data yang dikumpulkan dari orang terdekat klien
(keluarga), seperti orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti kondisi klien selama
sakit. Data sekunder dapat pula didapatkan dari catatan-catatan keperawatan hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak lain (Kaakinen, 2015).
Secara umum, sumber data yang dapat digunakan dalam pengumpulan data kesehatan keluarga
adalah:
a. Klien dan keluarga
b. Orang terdekat
c. Catatan klien
d. Riwayat penyakit (pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan)
e. Konsultasi
f. Hasil pemeriksaan diagnostik
g. Catatan medis dan anggota tim kesehatan lainnya
h. Perawat lain
i. Kepustakaan
Data yang dikumpulkan dari hasil pengkajian terdiri dari data subyektif dan data obyektif.
Data subyektif adalah data hasil wawancara dan data obyektif adalah data hasil pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang dan observasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 57

Kegiatan yang dapat anda lakukan dalam kegiatan pengkajian keperawatan keluarga adalah
mengumpulkan data yang akurat dari klien dan keluarga sehingga diketahui berbagai masalah
kesehatan yang terjadi. Agar pengkajian dapat anda lakukan dengan baik dan benar, Perawat
harus memiliki pengetahuan diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan dasar manusia
sebagai sistem biopsikososial dan spiritual. Selama proses pengkajian, Perawat memandang
manusia dari aspek biologis, pskologis, sosial dan aspek spiritual. Kemampuan lain yang harus
dimiliki juga oleh perawat adalah melakukan observasi secara sistematis pada klien dan keluarga,
kemampuan dalam membangun suatu kepercayaan, kemampuan mengadakan wawancara serta
melakukan pemeriksaan fisik keperawatan.

Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data keperawatan keluarga dapat dilakukan dengan cara:
1. Wawancara
Wawancara yaitu komunikasi dengan klien dan keluarga untuk mendapatkan respon baik
verbal maupun non verbal. Wawancara adalah menanyakan atau membuat tanya-jawab
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, atau disebut dengan anamnesa.
Wawancara berlangsung untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah
yang dihadapi klien dan keluarga serta merupakan suatu komunikasi yang direncanakan.
Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan
pada klien dan keluarga. Wawancara juga bertujuan untuk membantu memperoleh
informasi tentang partisipasiklien dan keluarga dalam mengidentifikasi masalah dan
membantu perawat untuk menentukan investigasi lebih lanjut selama tahap
pengkajian.Wawancara juga dilakukan untuk menjalin hubungan antara perawat dengan
klien.
Semua interaksi perawat dengan klien adalah berdasarkan komunikasi. Komunikasi
keperawatan adalah suatu proses yang kompleks dan memerlukan kemampuan skill
komunikasi dan interaksi. Komunikasi keperawatan biasanya digunaan untuk memperoleh
riwayat keperawatan. Istilah komunikasi terapeutik adalah suatu teknik yang berusaha
untuk mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan. Teknik tersebut
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 58

mencakup keterampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa kepedulian
yang tinggi.
Teknik verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban dan
memvalidasi respon klien. Teknik non verbal meliputi : mendengarkan secara aktif, diam,
sentuhan dan konta mata. Mendengarkan secara aktif merupakan suatu hal yang penting
dalam pengumpulan data, tetapi juga merupakan sesuatu hal yang sulit dipelajari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara dengan klien dan
keluarga adalah sebagai berikut :
a. Menerima keberadaan klien dan keluarga sebagaimana adanya
b. Memberikan kesempatan kepada klien dan keluarga untuk menyampaikan
keluhan-keluhannya / pendapatnya secara bebas
c. Selama melakukan wawancara harus dapat menjamin rasa aman dan nyaman bagi
klien
d. Perawat harus bersikap tenang, sopan dan penuh perhatian
e. Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
f. Tidak bersifat menggurui
g. Memperhatikan pesan yang disampaikan
h. Mengurangi hambatan-hambatan
1) Posisi duduk yang sesuai (berhadapan, jarak tepat/sesuai, cara duduk)
2) Menghindari adanya interupsi
3) Mendengarkan keluha-keluhan yang disampaikan klien dan keluarga
4) Memberikan kesempatan istirahat kepada klien dan keluarga selama proses
pengumpulan data
Jenis wawancara yang dapat dilakukan perawat adalah :
a. Auto anamnese yaitu wawancara dengan klien dan keluarga secara langsung
b. Allo anamnese adalah wawancara dengan keluarga / orang terdekat dengan klien dan
keluarga.
Petunjuk meningkatkan Kesuksesan dalam wawancara
1. Bagaimana membina hubungan baik
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 59

1) Yakinkan privacy. Berikan suasana tenang, buat suasana pribadi tanpa adanya
ancaman yang mengganggu.
2) Gunakan nama klien. Diawali dari dari sendiri dan perlihatkan bahwa
sesungguhnya anda baik.
3) Jelaskan maksud dan tujuan. Jelaskan tujuan pertanyaan sehingga pertanyaan
yang diberikan untuk memberikan terbaik untuk arah perawatan dengan
mengetahui lebih banyak tentang klien dan keluarganya.
4) Gunakan kontak mata secara tepat. Hal ini untuk memberikan perhatian secara
penuh.
5) Jangan tergesa-gesa. Tergesa-gesa dapat menyebabkan sesorang merasa tidak
tertarik untuk mendengarkan apa yang anda katakan.
2. Bagaimana untuk mengamati.
1) Gunakan indra anda. Apakah anda melihat, mendengar, mencium adanya
ketidaknormalan?.
2) Catat penampilan secara umum. Apakah penampilan klien terlihat terawat dan
baik kesehatannya?.
3) Catat bahasa tubuh klien. Apakah tampak nyaman, gugup, menarik diri, gelisah.
Apa yang ada lihat?
4) Catat pola interaksi. Respon klien secara sadar terkait dengan gaya wawancara
(kadang-kadang perbedaan budaya akan menyebabkan hambatan dalam
komunikasi).
3. Bagaimana untuk bertanya.
1) Tanyakan berkaitan dengan masalah utama klien. Pertanyaan tentang masalah
yang membuat klien/keluarga mencari pertolongan pelayanan kesehatan terhadap
apa yang dirasakan.
2) Gunakan peristilahan yang dapat dipahami. Tanyakan pada klien, apakah ada yang
kurang dimengerti (misalnya anda dapat menjelaskan kepada klien tentang apa
yang dikatakan pada pagi ini)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 60

3) Gunakan pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka dibutuhkan untuk jawaban


yang lebih dari satu kata.
4) Gunakan refleksi. (Menanyakan kembali apa yang dikatakan oleh klien dalam
suatu pertanyaan) Untuk meminta secara lebih luas, apa yang klien katakan.
5) Jangan mulai pertanyaaan dengan hal-hal yang pribadi. Lakukan hal ini sampai
mengetahui kondisi klien.
6) Tunda pertanyaan yang tidak berkaitan, jika klien tampak tidak nyaman.
7) Gunakan daftar pertanyaan yang terorganisir. Hal ini untuk mencegah kelupaan.
Ini sering digunakan oleh institusi.
4. Bagaimana untuk mendengar.
1) Jadilah pendengar yang aktif. Sekilas akan membantu mendorong klien untuk
melakukannya.
2) Biarkan klien menyelesaikan kalimatnya. Secara tenang dan simpatik serta tidak
terburu-buru.
3) Bersabarlah jika memiliki hambatan dalam mengingat. Berikan waktu yang cukup
4) Berikan perhatian penuh klien. Mencegah agar tidak terjadi gangguan.
5) Untuk klarifikasi, membuat kesimpulan, dan mengulangi kembali apa yang
ditanyakan. Mengurangi kesalahan pahaman antara perawat dan klien.
2. Observasi
Observasi adalah mengamati perilaku dan keadaan klien dan keluarga untuk memperoleh
data tentang masalah kesehatan yang dialami. Observasi dilakukan dengan menggunakan
penglihatan dan alat indra lainnya, melalui perabaan, sentuhan dan pendengaran. Tujuan
dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi klien melalui
kepekaan alat indra.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi adalah :
a. Pemeriksaan yang akan dilakukan tidak selalu harus dijelaskan secara terinci kepada
klien, karena dapat berisiko meningkatkan kecemasan klien dan keluarga dan
mengaburkan data. Contoh: pemeriksaan tanda-tanda vital menghitung pernafasan,
jika perawat memberikan informasi akan dilakukan penghitungan pernafasan,
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 61

kemungkinan data yang diperoleh menjadi tidak valid, karena klien akan berusaha untuk
mengatur nafasnya.
b. Observasi dapat dilakukan berkaitan dengan kondisi fisik, mental, sosial dan spiritual
klien
c. Hasil observasi harus selalu didokumentasikan dengan baik sehingga datanya dapat
digunakan oleh tim kesehatan lain sebagai data pendukung yang penting.
3. Konsultasi dengan tenaga ahli atau spesialis sesuai dengan masalah kesehatan yang
ditemukan. Hasil konsultasi dapat digunakan sebagai data pendukung dan validasi data.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah melakukan pemeriksaan fisik klien untuk menentukan masalah
kesehatan klien. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah
a. Inspeksi
Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang diperiksa
melalui pengamatan. Hasilnya seperti: Mata kuning (icteric), terdapat struma di leher,
kulit kebiruan (sianosis), dll
b. Palpasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui perabaan terhadap bagian-bagian
tubuh yang mengalami kelainan. Misalnya adanya tumor, oedema, krepitasi
(patah/retak tulang), dll.
c. Auskultasi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan melalui pendengaran. Alat yang digunakan
adalah stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah: bunyi jantung, suara nafas, dan
bising usus.
d. Perkusi
Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan mengetuk bagian tubuh menggunakan
tangan atau alat bantu seperti reflek hammer untuk mengetahui reflek seseorang. Juga
dilakukan pemeriksaan lain yang berkaitan dengan kesehatan fisik klien. Perkusi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 62

dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi perut kembung, batas-batas jantung, batas


hepar-paru (mengetahui pengembangan paru), dll.
Untuk melakukan pemeriksaan fisik kepada anggota keluarga dapat dilakukan dengan
pendekatan head to toe atau pendekatan sistem tubuh.
Petunjuk Pemeriksaan Fisik:
a. Selalu meningkatkan komunikasi antara perawat dengan klien diawali dari perawat,
berikan privacy klien, membina hubungan dan menggunakan teknik wawancara pada saat
melakukan pemeriksaan fisik.
b. Jangan mengandalkan ingatan. Catat untuk meyakinkan keakuratannya.
c. Pilih metode untuk mengorganisir data yang dikumpulkan dan selalu menggunakan
metode yang dianjurkan dibawah ini:
1) Jika ada masalahnya jelas, maka kaji masalah pertama klien tersebut (misalnya jika
klien mengatakan “ saya tidak bisa bernapas”, maka kaji sistem pernapasan untuk
pertama kali)
2) Lanjutkan pengkajian kondisi fisik sebagaimana dibawah ini:
a) Status pernapasan: suara napas, kedalaman, kecepatan dan batuk.
b) Status jantung: denyut apical, irama jantung dan suara jantung
c) Status sirkulasi:kecepatan, irama, dan kualitas denyut nadi.
d) Status kulit: warna, temparatur, tugor, edema, lesi/luka dan distribusi rambut.
e) Status neurologi: Status mental, orientasi, orentasi, reaksi pupil, penglihatan dan
penampilan mata, kemampuan mendengar, pengecap, penghidu, pengecap,
sensasi terhadap sentuhan, nyeri dan temperature.
f) Status muskuloskletal: Tonus otot, ukuran otot, kekuatan otot, berjalan, stabilitas,
dan jangkauan sendi.
g) Status gantroinstestinal: kondisi mulut, lidah, gusi, gigi, reflek menelan dan gag
reflek, suara usus, distensi abdomen, impaction, hemorrhoid, pembesaran hepar
dan limfa.
h) Status genitourinary: adanya distensi kandung kemih, adannya cairan, kondisi
urethra, kondisi vagina dan payudara.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 63

5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat meliputi : pemeriksaan laboratorium, rontgen, dan
pemeriksaan lain sesuai dengan kondisi klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 64

Topik 2
Diagnosis Keperawatan Keluarga
Diagnosis keperawatan keluarga merupakan tahap kedua dari proses keperawatan keluarga.
Tahap ini merupakan kegiatan penting dalam menentukan masalah keperawatan yang akan
diselesaikan dalam keluarga. Penetapan diagnosis keperawatan yang tidak tepat akan
mempengaruhi tahapan berikutnya dalam proses keperawatan. Kemampuan perawat dalam
menganalisis data hasil pengkajian sangat diperlukan dalam menetapkan diagnosis keperawatan
keluarga (Hanson, 2001).

Definisi Diagnosis keperawatan keluarga


Diagnosis keperawatan adalah adalah interpretasi ilmiah atas data hasil pengkajian yang
interpretasi ini digunakan perawat untuk membuat rencana, melakukan implementasi dan
evaluasi. Pengertian lain dari diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat. Semua diagnosis keperawatan harus didukung oleh data. Data diartikan
sebagai definisi karakteristik. Definisi karakteristik dinamakan ”Tanda dan gejala”, Tanda adalah
sesuatu yang dapat diobservasi dan gejala adalah sesuatu yang dirasakan oleh klien. Diagnosis
keperawatan menjadi dasar untuk pemilihan tindakan keperawatan untuk mencapai hasil
bagi perawat (NANDA, 2012).
Pendapat lain tentang definisi diagnosis keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan (Doenges, 2005).
Gordon (1976) menyatakan bahwa definisi diagnosis keperawatan adalah masalah kesehatan
aktual dan potensial dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannya mampu dan
mempunyai kewenangan untuk memberikan tindakan keperawatan berdasarkan standar
praktek keperawatan dan etik keperawatan yang berlaku di Indonesia (Doenges, 2005).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 65

Diagnosis keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi
tanggung gugat perawat. Formulasi diagnosis keperawatan adalah bagaimana diagnosis
digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui identifikasi masalah dapat
digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan,
disamping itu dengan menentukan atau menginvestigasi dari etiologi masalah, maka akan
dijumpai faktor yang menjadi kendala atau penyebabnya. Dengan menggambarkan tanda dan
gejala akan dapat digunakan untuk memperkuat masalah yang ada.
Untuk menyusun diagnosis keperawatan yang tepat, dibutuhkan beberapa pengetahuan dan
ketrampilan yang harus dimiliki diantaranya: kemampuan dalam memahami beberapa masalah
keperawatan, faktor yang menyebabkan masalah, batasan karakteristik, beberapa ukuran
normal dari masalah tersebut serta kemampuan dalam memahami mekanisne penanganan
masalah,berpikir kritis, dan membuat kesimpulan dari masalah.

Kategori Diagnosis Keperawatan Keluarga.


Diagnosis keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan
diagnosis positif. Diagnosis negative menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau berisiko
mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi
keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas
diagnosis aktual dan diagnosis risiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa klien
dalam kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan diagnosis promosi
kesehatan (PPNI, 2017). Selanjutnya jenis-jenis diagnosis keperawatan dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1 Diagnosis Aktual
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan
nya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tanda/gejala
mayor dan minor dapat ditemukan. Hal ini didukung oleh batasan karakteristik (manifestasi
tanda dan gejala) yang saling berhubungan.
Contoh diagnosis keperawatan aktual:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 66

• Defisit nutrisi
• Bersihan jalan napas tidak efektif
• Koping tidak efektif
• Defisit pengetahuan
2 Diagnosis Risiko
Diagnosis ini menggambarkan respon klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupan
nya yang dapat menyebabkan klien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan
tanda/gejala mayor pada klien, namun klien memiliki factor risiko yang mengalami masalah
kesehatan. Label diagnosis risiko ini diawali dengan frase “Risiko”.
Contoh diagnosis keperawatan risiko:
• Risiko ketidakseimbangan cairan
• Risiko konstipasi
• Risiko infeksi
• Risiko harga diri rendah kronis
3 Diagnosis Promosi Kesehatan
Diagnosis ini menggambarkan motivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya
ketingkat yang lebih baik atau optimal. Label diagnosis promosi diawali dengan frase
“Kesiapan meningkatkan”.
Contoh diagnosis keperawatan promosi kesehatan:
• Kesiapan meningkatkan nutrisi
• Kesiapan meningkatkan koping keluarga
• Kesiapan meningkatkan komunikasi

Formulasi Diagnosis Keperawatan Keluarga


Berdasarkan kesepakatan Munas IPKKI II di Yogyakarta ditetapkan formulasi diagnosis
keperawatan menggunakan ketentuan sebagai berikut:
1. Formulasi diagnosis tersebut digunakan tanpa etiologi/ diagnosis tunggal.
2. Dengan menambahkan pernyataan: anggota keluarga yang teridentifikasi memilki
masalah kesehatan
3. Inisial kepala keluarga tidak perlu disebutkan kembali karena sudah ditulis diawal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 67

Contoh diagnosis keperawatan:


• Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh pada anak B
• Risiko perdarahan pada ibu L
• Kesiapan meningkatkan komunikasi pada nenek H.

Proses Penegakan Diagnosis Keperawatan


Proses penegakan diagnosis atau mendiagnosis merupakan suatu proses yang sistematis yang
terdiri atas empat tahap yaitu analisis data, mengidentifikasi kondisi/masalah kesehatan
keluarga, mengidentifikasi diagnosis keperawatan dan merumuskan diagnosis keperawatan .

Bandingkan dengan standar atau norma


ANALISIS DATA Yang dapat dikelompokkan menjadi tiga:
1. Kesehatan normal anggota keluarga
2. Kondisi rumah dan lingkungan
3. Karakteristik, dinamika, fungsi keluarga

Kondisi atau Masalah Kesehatan Keluarga:


1. Keadaan sehat
IDENTIFIKASI KONDISI 2. Ancaman kesehatan
/MASALAH KELUARGA 3. Defisit Kesehatan
4. Kondisi stress atau situasi krisis

Identifikasi diagnosis keperawatan pada setiap


kondisi/masalah kesehatan yang ada berdasarkan lima
tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu:
1. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
IDENTIFIKASI DIAGNOSIS
2. Mengambil keputusan untuk meningkatkan,
KEPERAWATAN SETIAP mencegah dan mengatasi masalah kesehatan
KONDISI MASALAH 3. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat,
KESEHATAN ketergantungan atau beresiko.
4. Mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif
untuk kesehatan dan perkembangan personal.
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas
kesehatan yang ada.

PERUMUSAN
DIAGNOSIS Rumusan Diagnosis Keperawatan pada setiap kondisi
Proses penegakan diagnosis
KEPERAWATAN keperawatan dapat
atau masalah diuraikan
kesehatan individusebagai berikut:
anggota keluaga
1. Diagnosis actual
2. Diagnosis risiko
3. Diagnosis promosi kesehatan

3.2 Gambar Skema Perumusan Diagnosis Keperawatan Keluarga


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 68

1. Analisis data
Analisis data dapat dilakukan dengan cara membandingkan dengan nilai normal atau standar.
Pergunakan nilai atau standar untuk menetapkan status keluarga sebagai klien yang dapat
diklasifikasikan menjadi tiga tipe (Maglaya, 2009):
a. Kesehatan normal anggota keluarga, meliputi kondisi fisik, social dan emosional masing-
masing anggota keluarga.
b. Kondisi rumah dan lingkungan, meliputi kondisi lingkungan fisik, psikologis dan social
budaya. Sebagaimana yang perlu diperhatikan pada lingkungan ini yaitu: tipe dan kualitas
rumah, ruangan tempat tinggal yang adekuat, sanitasi rumah yang adekuat, sumber-
sumber yang ada di rumah dan masyarakat, kondisi tetangga, norma-norma sosial budaya,
nilai-nilai, pengendalian factor risiko dan bahaya yang menimbulkan kerusakan.
c. Karakteristik, dinamika dan fungsi keluarga, meliputi pola peran, respon terhadap
kebutuhan individu anggota keluarga, mekanisme pemecahan masalah yang dinamis,
kemampuan untuk menerima bantuan, pola komunikasi yang terbuka, kemampuan untuk
membina hubungan dan perhatian, caring dan kemampuan untuk mempertahankan dan
membangun hubungan yang konstruktif dengan tetangga dan masyarakatnya.
2. Identifikasi Kondisi/masalah keluarga
Setelah data keluarga hasil pengkajian diperoleh dan dibandingkan dengan norma atau
standar dan diinterpretasikan, dimana pada akhirnya pada pengkajian tahap pertama
diperoleh gambaran kondisi dan masalah kesehatan yang dapat diklasifikasikan sebagai:
Keadaan sehat, ancaman kesehatan, defisit kesehatan, kondisi stress atau situasi krisis.
3. Identifikasi diagnosis keperawatan untuk setiap kondisi/masalah keluarga.
Setiap kondisi atau masalah kesehatan yang ada di dalam pada keluarga, dilakukan
diidentifikasi terkait dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dijalankan
yaitu:
a. Kemampuan keluarga mengenal kondisi atau masalah kesehatan
b. Kemampuan mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi
masalah kesehatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 69

c. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau
beresiko.
d. Kemampuan keluarga mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk
kesehatan dan perkembangan personal.
e. Kemampuan keluarga memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada .
4. Perumusan diagnosis keperawatan
Berdasarkan identifikasi tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dijalankan pada
setiap kondisi/masalah kesehatan yang ada, selanjutnya dapat ditetapkan dan dirumuskan
diagnosis keperawatan dalam tiga bagian yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016):
a. Diagnosis aktual
b. Diagnosis risiko
c. Diagnosis promosi kesehatan
Skema 3.2. Contoh : Masalah Kesehatan : Tuberkulosis paru pada Bapak A

No Data Pengkajian Tahap kedua Tugas Keluarga dalam bidang Diagnosis Keperawatan
Kesehatan
1 • Keluarga mengatakan tidak 1. Ketidakmampuan keluarga 1.Defisit pengetahuan:
mengetahui apa itu penyakit mengenal kondisi atau Penyakit TB paru.
TB, penyebab dan tanda dan masalah kesehatan
gejala tentang penyakit TB Paru
2 • Keluarga mengatakan tidak 2. Ketidakmampuan keluarga 2.Konflik pengambilan
tahu akibat lanjut dari mengambil keputusan keputusan.
penyakit TB. untuk mengatasi penyakit
• Keluarga mengatakan TB Paru
bingung dengan penyakitnya
3. • Klien penderita TB BTA (+) 3. Ketidakmampuan keluarga 3.Risiko penyebaran infeksi
sedang dalam pengobatan. dalam merawat anggota 4.Bersihan jalan napas tidak
Ada balita dan bayi di keluarga yang sakit efektif
rumah. 5.Defisit nutrisi
• Klien mengeluh batuk 6.Manajemen kesehatan
berdahak berwarna kental keluarga tidak efektif
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 70

sudah lebih dari 3 minggu.


Bingung bagaimana
membuang dahaknya.
• Klien tampak kurus dan
mengatakan mengalami
penurunan berat badan.
BB=51 kg, TB 175.cm. Tidak
nafsu makan dan makanan
masuk kurang.
• Klien mengatakan sering
lupa minum obat karena
tidak ada anggota keluarga
yang mengingatkannya
4 • Lingkungan rumah tampak 4. Ketidakmampuan keluarga 7.Gangguan dalam
kotor, ventilasi rumah dalam mempertahankan pemeliharaan rumah.
berupa jendela ada tetapi lingkungan yang kondusif
tidak pernah dibuka, didalam untuk kesehatan.
rumah penerangan kurang
dan lembab
5. • Klien dan keluarga jarang 5. Ketidakmampuan keluarga 8.Pemeliharaan kesehatan
berobat rutin ke Puskesmas. memanfaatkan sumber yang tidak efektif.
Datang ke Puskesmas hanya atau faslitas kesehatan
bila obatnya habis. yang ada

Taksonomi diagnosis keperawatan

Taksonomi diagnosa keperawatan mengklasifikasikan label diagnostik berdasarkan respons


manusia yang ditunjukkan klien dalam merespon stresor aktual atau yang dirasakan. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) mengatur diagnosis keperawatan sesuai kategori
respons manusia. SDKI terdiri dari tiga tingkat: Kategori, Subkategori, dan 149 pernyataan
diagnostik (diagnosa keperawatan). Terdapat 5 kategori dimana pernyataan diagnosis
keperawatan tersebut. Kategori tersebut terdiri dari: fisiologis, psikologis, perilaku, relasional,
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 71

dan lingkungan. Mengingat formulasi diagnosis keperawatan menggunakan SDKI belum optimal
mengakomodasi diagnosis keperawatan keluarga, kelompok dan komunitas sehingga dapat juga
digunakan rumusan diagnosis NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) dan ICNP
International Classifications for Nursing Practice) (Herdman & Kamitsuru, 2014).
Adapun beberapa contoh diagnosis keperawatan dalam SDKI yang berkaitan dengan
keperawatan keluarga yaitu (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016):
• Bersihan jalan napas tidak efektif
• Risiko perdarahan
• Defisit nutrisi
• Risiko ketidakseimbangan cairan
• Nyeri kronis
• Koping tidak efektif
• Penurunan koping keluarga
• Defisit pengetahuan
• Gangguan proses keluarga
• Risiko cidera
• Risiko infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 72

Topik 3
Perencanaan Keperawatan Keluarga
Perencanaan adalah langkah ketiga dari proses keperawatan, dimana digunakan untuk
merumuskan rencana perawatan klien. Sebelum langkah ini adalah pengumpulan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. Setelah seorang perawat secara menyeluruh mengkaji klien
dan menentukan diagnosis keperawatan (atau masalah) klien yang unik, maka disusunlah suatu
rencana dari tindakan yang dikembangkan dengan tujuan spesifik untuk menyelesaikan diagnosis
keperawatan atau masalah kesehatan. Mengikuti komponen perencanaan, proses keperawatan
berlanjut dengan langkah implementasi intervensi keperawatan dan evaluasi respons klien untuk
rencana perawatan (Allender, et al., 2014).
Perencanaan adalah tahapan yang penting dalam proses keperawatan karena menentukan
tindakan apa yang akan dilakukan pada tahap pelaksanaan oleh perawat. Penyusunan
perencanaan keperawatan keluarga hendaknya dilaksanakan bersama klien dan keluarga.
Perawat dan keluarga secara bersama-sama akan mampu mengidentifikasi sumber yang dimiliki
oleh keluarga yang dapat dimanfaatkan dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang terjadi.
Tujuan rencana keperawatan klien & keluarga untuk mempertahankan atau meningkatkan
kesehatan keluarga pada tingkat optimal. Perencanaan keperawatan adalah kerangka kerja yang
menjadi dasar praktik keperawatan ilmiah. Karena itu, perencanaan dilakukan untuk
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Perencanaan juga meningkatkan komunikasi
dan penyediaan tenaga layananan keperawatan secara berkelanjutan dan berkualitas untuk
semua klien.

Definisi perencanaan keperawatan keluarga

Perencanaan keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan yang direncanakan oleh


perawat untuk membantu keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan dengan melibatkan
anggota keluarga (Hanson, 2001). Komponen perencanaan dari proses keperawatan adalah
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 73

berurutan, teratur menggunakan metode keterampilan pemecahan masalah dan kritis berpikir
untuk merumuskan rencana perawatan untuk menyelesaikan diagnosis keperawatan. Komponen
perencanaan proses keperawatan meliputi menetapkan prioritas, menetapkan tujuan,
mengembangkan kriteria hasil, memilih intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan
rencana perawatan (Doenges, 2005).
Perencanaan keperawatan juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi
masalah-masalah klien. Dalam menentukan tahap perencanaan bagi perawat diperlukan
berbagai pengetahuan dan keterampilan diantaranya pengetahuan tentang kekuatan dan
kelemahan klien, nilai dan kepercayaan klien, batasan praktek keperawatan, peran dari tenaga
kesehatan lainnya, kemampuan dalam memecahkan masalah, mengambil keputusan, menulis
tujuan serta memilih dan membuat strategi keperawatan yang aman dalam memenuhi tujuan,
menulis instruksi keperawatan serta kemampuan dalam melaksanakan kerja sama dengan
tingkat kesehatan lain.
Faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan
keperawatan keluarga yaitu:
1. Rencana keperawatan harus didasarkan atas analisa data secara menyeluruh tentang
masalah atau situasi keluarga
2. Rencana keperawatan harus realistik
3. Rencana keperawatan harus sesuai dengan tujuan dan falsafah instansi kesehatan
4. Rencana keperawatan dibuat bersama keluarga
Tujuan dari perencanaan keperawatan keluarga adalah
1 Alat komunikasi antar perawat dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga
2 Meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan yang diberikan pada keluarga,
3 Mendokumentasikan proses dan kriteria hasil sebagai pedoman bagi perawat dalam
melakukan tindakan kepada keluarga serta melakukan evaluasi
4 Mengidentifikasi fokus keperawatan kepada klien atau kelompok
5 Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya
6 Menyediakan suatu kriteria guna pengulangan dan evaluasi keperawatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 74

7 Menyediakan suatu pedoman dalam penulisan


8 Menyediakan kriteria hasil (outcomes) sebagai pedoman dalam melakukan evaluasi
keperawatan keluarga (Friedman, 1998)

Prioritas Kondisi dan Masalah Kesehatan

Ketika seorang klien atau keluarga memiliki lebih dari satu kondisi atau masalah kesehatan,
perawat dan klien perlu menetapkan prioritas untuk mengidentifikasi kondisi yang mana dan
masalah kesehatan akan dibahas pada awalnya dalam rencana perawatan. Dengan
mengkomunikasikan proses pengambilan keputusan ini ke anggota lain dari tim perawatan
kesehatan, perawat mendorong pendekatan tetap untuk pencapaian kesehatan optimal untuk
setiap klien.
Penetapan prioritas adalah elemen pertama perencanaan. Saat menetapkan prioritas,
perawat memeriksa kondisi dan masalah kesehatan klien dan mengurutkannya sesuai urutan
kebutuhan fisiologis atau psikologis. Metode ini mengatur diagnosis keperawatan klien ke dalam
kerangka kerja sistematis untuk perencanaan asuhan keperawatan. Kondisi dan masalah
kesehatan klien harus diberi peringkat bersama oleh perawat dan klien atau keluarga. Melibatkan
klien atau keluarga dalam pengambilan keputusan secara bersama akan membantu memotivasi
klien dan memberi perasaan klien ikut terlibat, yang menginspirasi pencapaian keberhasilan
setiap tujuan.
Penetapan prioritas masalah kesehatan keluarga dengan cara menggunakan skoring.
Komponen dari prioritas masalah keperawatan keluarga adalah kriteria, bobot dan pembenaran.
Kriteria dari prioritas masalah kesehatan keluarga terdiri dari:
1 Sifat Kondisi atau masalah yang ada, kriteria sifat masalah ini dapat ditentukan dengan
melihat kondisi atau masalah klien yang dikelompokkan menjadi: keadaan atau potensi
sejahtera skor 3, defisit kesehatan skor 3, ancaman kesehatan dengan skor 2 dan krisis
dengan skore 1.
2 Kemungkinan untuk diubah, kriteria ini dapat ditentukan dengan melihat pengetahuan,
sumber daya keluarga, sumber daya perawatan yang tersedia dan dukungan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 75

masyarakatnya. Kriteri kemungkinan untuk diubah ini skornya terdiri dari mudah skornya
2, sebagaian skornya 1 dan tidak dapat skornya nol.
3 Potensial untuk dicegah, kriteria ini dapat ditentukan dengan melihat kepelikan masalah,
lamanya masalah, dan tindakan yang sedang dilakukan. Skor dari kriteria ini terdiri dari
tinggi dengan skor 3, cukup dengan skor 2 dan rendah dengan skor 1.
4 Menonjolnya masalah, kriteria ini dapat ditentukan berdasarkan persepsi keluarga dalam
melihat masalah. Penilaian dari kriteria ini terdiri dari segera dengan skor 2, tidak perlu
segera skornya 1 dan tidak dirasakan dengan skor nol 0 (Maglaya, 2009).
Cara perhitungannya sebagai berikut:
1. Tentukan skor dari masing-masing kriteria untuk setiap masalah keperawatam yang
terjadi. Skor yang ditentukan akan dibagi dengan nilai tertinggi kemudian dikalikan bobot
dari masing-masing kriteria. Bobot merupakan nilai konstanta dari tiap kriteria dan tidak
bisa diubah (Skor/angka tertinggi x bobot).
2. Jumlahkan skor dari masing-masing kriteria untuk tiap diagnosis keperawatan keluarga.
3. Skor tertinggi yang diperoleh adalah diagnosis keperawatan keluarga yang prioritas.

Skoring yang dilakukan ditiap-tiap kriteria harus diberikan pembenaran sebagai justifikasi dari
skor yang telah ditentukan oleh perawat, Justifikasi yang diberikan berdasarkan data yang
ditemukan dari klien dan keluarga.
Perawat perlu mempertimbangkan adanya faktor-faktor yang kemungkinkan bisa merubah
kondisi atau masalah kesehatan yaitu (Widagdo & Kholifah, 2016):
1. Adanya pengetahuan, teknologi dan intervensi saat ini yang dapat yang mendukung
keadaan menjadi lebih sehat atau bisa mengatasi masalah.
2. Sumber keluarga: fisik, keuangan dan tenaga.
3. Sumber perawat: pengetahuan, ketrampilan dan waktu.
4. Sumber masyarakat: Fasilitas, organisasi komunitas atau dukungan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 76

Tabel 3.4. Cara skoring untuk menetapkan prioritas masalah

KRITERIA BOBOT

1. Sifat masalah
skala : Kondisi/potensi sejahtera 3 1
Defisit kesehatan 3
Ancaman kesehatan 2
krisis 1
2. Kemungkinan masalah dapat dirubah 2
skala ; dengan mudah 2
hanya sebagian 1
Tidak dapat 0
3. Potensi masalah untuk dicegah 1
skala : tinggi 3
cukup 2
rendah 1
4. Menonjol masalah 1
skala : Masalah dirasakan dan ingin segera diatasi 2
Masalah dirasakan tidak perlu segara diatasi 1
Masalah tidak dirasakan 0

Dalam memutuskan skore yang sesuai untuk potensi masalah untuk dapat dicegah dari kondisi
atau masalah kesehatan, maka ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan:
1. Komplek atau beratnya masalah- biasanya dikaitkan dengan perkembangan
penyakit/masalah yang mengindikasikan semakin luas kerusakan terjadi pada
klien/keluarga.
2. Lamanya dari masalah- semakin lama masalah itu berlangsung maka semakin sulit untuk
kemungkinan masalah dapat dicegah, dibandingkan dengan kondisi atau masalah
kesehatan baru terjadi.
3. Manajement saat ini- biasanya dikaitkan dengan adannya dan ketersedian program atau
intervensi dari Lembaga atau institusi yang dapat mendukung terjadinya kondisi sehat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 77

atau perbaikan masalah kesehatan. Adanya program dan intervensi dari Lembaga atau
organisasi yang memberikan dukungan ke keadaan yang lebih baik maka prioritas dalam
pencegahan akan diberikan prirotas yang tinggi.
4. Kelompok rentan atau kelompok risiko yang terpapar- adanya kelompok rentan atau
kelompok risiko tinggi maka akan diberikan prioritas yang tinggi untuk dilakukan tindakan
pencegahan (Maglaya, 2009).
Tabel 3.5. Contoh skoring prioritas masalah: Kurang Gizi pada anak B.

Kriteria Perhtungan Skore Pembenaran

1. Sifat Masalah (Aktual) 3/3 X 1 1 Masalah sudah terjadi dan


memerlukan tindakan
secepatnya

2. Kemungkinan masalah 2/2 X 2 2 Sumber dana keluarga (+)


dapat dirubah (mudah) Kesempatan keluarga untuk
menyiapkan makanan (+)
Fasilitas kesehatan (+)
Tenaga Kes/perawat (+)
Sumber daya masyarakat (+)

3. Potensi untuk dapat 3/3 X 1 1 Masalah belum lama terjadi dan


dicegah (tinggi) dapat dicegah atau diatasi
dengan pendidikan kesehatan
oleh perawat Puskesmas dan
pemberian makanan tambahan,

4. Menonjolnya masalah 2/2 X 1 1 Keluarga menyadari adanya


masalah dan ingin segera
mengatasi

5
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 78

Berdasarkan tabel diatas, skor yang didapat adalah 5. Selanjutnya skoring dilakukan untuk semua
kondisi atau masalah kesehatan.

Perumusan Tujuan dan Kriteria Hasil.


Setelah mengkaji klien, merumuskan diagnosis keperawatan, dan menetapkan prioritas, perawat
menetapkan tujuan dan mengidentifikasi dan menetapkan kriteria hasil untuk setiap diagnosis
keperawatan. Maksud dari menetapkan tujuan dan kriteria hasil adalah untuk memberikan
pedoman intervensi keperawatan individual dan keluarga dalam menetapkan kriteria evaluasi
untuk mengukur efektivitas dari rencana asuhan keperawatan. Tujuan adalah luas atau
pernyataan yang ditulis secara global yang menjelaskan perubahan yang diinginkan dalam
perilaku, respons, atau hasil klien. Kriteria hasil adalah pernyataan terperinci dan spesifik yang
menjelaskan metode yang akan menjadi tercapainya tujuan. Hasil yang diharapkan ditangani
melalui kegiatan langsung asuhan keperawatan, seperti pengajaran klien.

Tujuan

Penulisan tujuan dibutuhkan untuk membangun secara jelas dalam bentuk instruksi guna
memperbaiki kesempatan dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. Pada saat penulisan tujuan
harus secara jelas untuk memberikan arah dalam perencanaan keperawatan guna menentukan
evaluasi intervensi keperawatan. Sebagai petunjuk untuk memberikan perubahan yang
diharapkan pada klien, dan klien akan memiliki ide yang secara langsung terkait bagaimana
resolusi untuk masing-masing diagnosis. Tujuan ditetapkan sesuai dengan kriteria evaluasi untuk
mengukur efektivitas perencanaan intervensi keperawatan, dimana secara langsung mengatasi
diagnosis keperawatan klien.

Tujuan harus ditetapkan untuk memenuhi segera, seperti serta pencegahan dan rehabilitasi
jangka panjang, kebutuhan klien. Tujuan jangka pendek adalah pernyataan yang ditulis secara
objektif format yang menunjukkan harapan untuk dicapai dalam resolusi diagnosis keperawatan
dalam waktu singkat, biasanya dalam beberapa jam atau hari. Tujuan jangka panjang adalah
pernyataan ditulis dalam format objektif yang menunjukkan harapan untuk dicapai dalam
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 79

resolusi diagnosis keperawatan lebih lama periode waktunya, biasanya selama beberapa minggu
atau bulan.

Pertimbangan lain adalah ketepatan dalam mengidentifikasi etiologi masalah. Jika etiologi
masalahnya adalah diidentifikasi secara tidak benar, klien dalam mencapai tujuan jangka pendek,
dimana masalah yang ada tidak dapat diselesaikan. Jadi, ini penting sekali untuk mengidentifikasi
dengan benar etiologi masalah.

3.6. Tabel tujuan jangka pendek dan tujuan jangka penjang

Diagnosis Keperawatan: Nyeri Kronis berkaitan dengan Rhematoid


Arthritis
Tujuan Jangka Pendek • Mengatakan ada rasa sakit
berfokus pada etiologi. • Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi pengalaman sakit.
• Mengobati sendiri rasa sakit dengan obat
anti nyeri yang dianjurkan
Tujuan Jangka Panjang • Mengungkapkan adanya rasa nyaman.
berfokus pada masalah.

Kriteria Hasil

Setelah tujuan ditetapkan, kriteria hasil yang diharapkan bisa diidentifikasi berdasarkan tujuan.
Mengingat situasi unik klien dan sumber daya, kriteria hasil yang diharapkan dibangun menjadi:
• Realistis
• Saling diinginkan oleh klien dan perawat
• Dapat dicapai dalam periode waktu yang ditentukan.
Kriteria hasil yang diinginkan ini merupakan langkah terukur menuju pencapaian tujuan yang
ditetapkan sebelumnya (Doenges, 2005). Kriteria hasil yang diharapkan menggambarkan perilaku
yang terukur perubahan atau bukti perubahan pada klien saat tujuannya telah tercapai.
Beberapa kriteria hasil yang diharapkan mungkin diperlukan untuk setiap sasaran. Kriteria hasil
yang diharapkan digunakan di proses evaluasi dengan memberikan standar untuk perbandingan
dalam menentukan apakah klien berhasil mencapai target. Karena asuhan keperawatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 80

didasarkan pada pendekatan holistik, kriteria hasil yang diharapkan dapat ditulis dalam ukuran
spiritual, emosional, fisiologis, perkembangan, dan sosial.
Ketika tujuan dan kriteria hasil ditulis dengan jelas, perawat dapat memilih intervensi
keperawatan untuk memastikan bahwa klien data dasarnya dinilai secara menyeluruh,
kebutuhan individu klien diidentifikasi, dan pendekatan yang tepat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Biasanya, setiap diagnosis keperawatan memiliki satu tujuan dan beberapa kriteria hasil yang
diharapkan. Dalam menulis pernyataan tujuan, Perawat mempertimbangkan diagnosis
keperawatan untuk formulasi perilaku klien yang sesuai menggambarkan pengurangan diagnosis
keperawatan. Konsep-konsep ini diperlihatkan pada Tabel 3.7 Dalam membuat tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan, dimana komponen penting adalah subjek, kata kerja, kriteria,
kondisi (jika perlu), dan jangka waktu (Doenges, 2005).

3.7. Tabel. Hubungan Tujuan dan Kriteria Hasil

Diagnosis Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil

Gangguan Pola Tidur Klien akan tidur tidak terputus • Klien akan meminta kembali
untuk 5 jam. pijat untuk relaksasi.
• Klien akan menetapkan batas
pada kunjungan keluarga.

Tidak efektifnya perfusi jaringan Klien akan memilikinya • Klien akan mengidentifikasi tiga
perifer denyut nadi perifer dengan faktor untuk ditingkatkan
jelas dalam 1 minggu sirkulasi perifernya.
• Kaki klien akan hangat bila
disentuh.

Komponen Tujuan dan Kriteria Hasil.


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 81

Ada lima komponen tujuan yang dibangun dengan baik dan kriteria hasil yang diharapkan yaitu:
subjek, kata kerja, kriteria, kondisi, dan jangka waktu. Untuk lebih jelas adalah sebagai berikut
(DeLaune & Ladner, 2011):

1. Subjek.
Komponen yang harus dipertimbangkan pada awalnya dalam menulis tujuan adalah subjek.
Subjek mengidentifikasi orang yang akan melakukan perilaku yang diinginkan atau
memenuhi tujuan. Rencana asuhan keperawatan berfokus pada klien, klien adalah orang
yang perlu mencapai perubahan perilaku yang diinginkan.

2. Kata Kerja
Komponen selanjutnya dalam menulis tujuan adalah kata kerja. Komponen ini
menggambarkan apa yang dilakukan klien untuk mencapai perubahan perilaku yang
diharapkan. Kata kerja memungkinkan evaluator untuk menentukan pencapaian perilaku
yang dapat diamati. Ketika perilaku aktual dinyatakan sebagai kata kerja yang dapat diukur
secara jelas dan langsung, perawat dapat menentukan apakah klien menunjukkan
pencapaian tujuan. Hanya satu kata kerja yang harus digunakan untuk setiap tujuan.

3. Kriteria.
Komponen penting berikutnya adalah kriteria. Kriteria adalah standar yang digunakan untuk
mengevaluasi apakah perilaku tersebut ditunjukkan menunjukkan pencapaian tujuan.
Kriteria mungkin ditulis dalam berbagai cara dan dapat meliputi:
• Batas waktu
• Jumlah aktivitas
• Karakteristik kinerja yang akurat
• Deskripsi kinerja yang harus diikuti
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 82

4. Kondisi
Komponen selanjutnya yang akan dimasukkan dalam penulisan tujuan yang efektif adalah
kondisi di mana klien harus melakukan atau menunjukkan penguasaan tugas. Meskipun
komponen ini pilihan dalam hal menulis tujuan, ketentuan dapat memberikan kejelasan dan
membantu klien untuk menunjukkan perilaku yang diharapkan. Kondisi tersebut dapat
mencakup pengalaman yang klien diharapkan sebelum melakukan tugas.
5. Jangka Waktu
Komponen terakhir untuk dimasukkan dalam menulis tujuan dengan tepat adalah jangka
waktu, di mana klien harus melakukan atau menunjukkan penguasaan tugas. Jangka waktu
yang tertulis berfungsi sebagai parameter untuk mengevaluasi pencapaian tujuan.

Rencana Intervensi Keperawatan


Begitu tujuan telah disepakati bersama oleh perawat dan klien, perawat harus menggunakan
proses pengambilan keputusan untuk memilih intervensi keperawatan yang sesuai. Intervensi
keperawatan adalah tindakan yang dilakukan oleh seorang perawat yang membantu klien untuk
mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan. Tindakan ini
didasarkan pada prinsip ilmiah dan pengetahuan dari keperawatan, perilaku, dan ilmu fisika.
Biasanya, beberapa intervensi keperawatan dikembangkan untuk masing-masing tujuan yang
diidentifikasi untuk klien (Ralph & Taylor, 2008). Penting untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin intervensi keperawatan sehingga jika terbukti tidak cocok, maka intervensi yang lain
sudah tersedia. Intervensi diprioritaskan sesuai dengan urutannya.
Beberapa faktor yang dapat membantu perawat dalam memilih intervensi keperawatan.
Sama seperti tujuan klien yang dapat diturunkan diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan
juga dapat dikembangkan dari etiologi masing-masing diagnosis keperawatan. Yang efektif
perawat merencanakan intervensi yang diarahkan pada faktor penyebab diagnosis atau masalah
keperawatan klien. Misalnya, untuk klien dengan angina yang mungkin menjalani perawatan
dengan diagnosis nyeri terkait dengan iskemia miokard, suatu intervensi keperawatan yang tepat
akan membantu klien dalam menghemat energi (misalnya, istirahat di tempat tidur).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 83

Kategori Intervensi Keperawatan.


Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan perawat yang didasarkan atas
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan. Intervensi
keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tiga kategori: independen, interdepeden, dan
dependen.
Intervensi independen keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat dimana tidak memerlukan petunjuk atau supervisi dari tenaga profesional kesehatan
lain. Intervensi ini disepakati sebagai tindakan praktik perawat professional yang bersumber dari
undang-undang praktik keperawatan. Dibanyak negara, dengan tindakan praktik perawat ini
memungkinkan melakukan intervensi keperawatan mandiri berkaitan dengan aktifitas
kehidupan sehari-hari, pendidikan kesehatan, promosi kesehatan, dan konseling. Contoh
intervensi independen keperawatan adalah tindakan perawat untuk meninggikan ekstremitas
klien yang mengalami edema.
Intervensi keperawatan interdependen adalah tindakan yang dilaksanakan secara
kolaboratif oleh perawat dengan tenaga profesional kesehatan lainnya. Kolaborasi adalah
kemitraan di mana semua pihak dihargai atas kontribusinya. Kolaborasi digunakan untuk
mengumpulkan data, merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi, dan mendapatkan
objektivitas dengan memeriksa sudut pandang orang lain. Intervensi keperawatan
interdependen memungkinkan diagnosa keperawatan klien diselesaikan berdasarkan
rekomendasi oleh tim kesehatan interdisipliner.
Intervensi keperawatan dependen adalah tindakan tersebut yang memerlukan instruksi dari
tenaga profesional kesehatan lain. Contoh intervensi dependen adalah dalam pemberian sebuah
obat. Meskipun intervensi ini membutuhkan pengetahuan spesifik dan tanggung jawab
keperawatan, dibanyak negara tidak dalam legal bidang praktik keperawatan untuk meresepkan
obat-obatan. Perawat mungkin tidak memesan obat tetapi, saat memberikannya, perawat
bertanggung jawab untuk mengetahuinya klasifikasi, reaksi farmakologis, dosis normal, efek
samping, kontraindikasi, dan implikasi keperawatan dari obat tersebut. Intervensi keperawatan
yang dependen harus selalu didukung oleh pengetahuan yang tepat dan penilaian.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 84

Terkait dengan intervensi keperawatan maka Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
telah mengeluarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), namun masih terbatasnya
intervensi keperawatan yang ada pada SIKI, maka dapat juga menggunakan Nursing
Interventions Classification (NIC) (TIm POkja SIKI DPP PPNI, 2018) (Tim Pokja SLKI DPP PPNI,
2019).
Tabel. 3.8. Contoh Perencanaan Keperawatan Pada Klien TB dalam konteks keluarga dengan
menggunakan SIKI dan atau NIC

No Diagnosis Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
1 Defisit Setelah dilakukan intervensi 2 X • Edukasi kesehatan tentang penyakit
pengetahuan: 30′, maka pengetahuan TB Paru (SIKI / NIC):
penyakit TB klien/keluarga akan meningkat ✓ Identifikasi kesiapan dan kemampuan
paru dengan kriteria hasil: menerima informasi.
• Kemampuan menjelaskan ✓ Jelaskan tentang pengertian,
tentang penyakit TB penyebab penyakit TB Paru.
meningkat ✓ Jelaskan tanda dan gejala penyakit TB
• Verbalisasi minat belajar paru
meningkat ✓ Ajarkan cara meredakan atau
mengatasi gejala yang dirasakan
✓ Berikan kesempatan untuk bertanya
✓ Informasikan kondisi kesehatan saat
ini

2 Konflik Setelah dilakukan intervensi 1 X • Dukungan pengambilan keputusan.


pengambilan 30′ maka kemampuan (SIKI / NIC):
keputusan. klien/keluarga dalam ✓ Identifikasi persepsi mengenai
pengambilan keputusan masalah yang memicu komplik.
meningkat dengan kriteria hasil: ✓ Jelaskan kepada klien tentang akibat
• Pemahaman tentang situasi lanjut penyakit TB paru.
meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 85

• Pemahaman tentang akibat ✓ Fasilitasi klien & keluarga untuk


lanjut dari kondisi yang ada melihat situasi sercara realistic.
meningkat ✓ Diskusikan kelebihan dan kekurangan
• Perhatian meningkat dari solusi yang disampaikan
✓ Fasilitasi klien dan keluarga untuk
pengambilan keputusan

3 Risiko Setelah dilakukan intervensi 1 X • Pengontrolan infeksi (SIKI / NIC):


penyebaran 30′ maka resiko penyebaran ✓ Identifikasi sumber penularan
infeksi infeksi klien/keluarga menurun penyakit TB paru.
dengan kriteria hasil: ✓ Terapkan kewaspadaan universal
• Identifikasi intervensi untuk ✓ Ajarkan kepada klien pentingnya etika
mencegah atau mengurangi batuk dan atau bersin untuk
risiko penyebaran infeksi. mencegah penularan dengan
• Demonstrasi teknik dan mengunakan tissue dan membuang
lakukan perubahan gaya pada tempat khusus, gunakan masker
hidup untuk meningkatkan bila diperlukan
lingkungan yang aman ✓ Ajarkan kepada klien dan keluarga
perlunya menampung dahak pada bak
sputum yang diberikan cairan
disinfektan.
✓ Ajarkan kepada klien untuk mengikuti
program pengobatan TB sampai
dengan selesai
✓ Anjurkan keluarga untuk memantau
klien dalam minum obat TB.

4 Bersihan jalan Setelah dilakukan intervensi 1 X • Manajemen jalan napas (SIKI / NIC):
napas tidak 30′ maka efektifitas bersihan ✓ Monitor pola napas, bunyi napas klien
efektif jalan napas klien meningkat ✓ Monitor sputum klien
dengan kriteria hasil: ✓ Berikan minum hangat
• Batuk efektif meningkat ✓ Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 86

• Produk sputum menurun ✓ Ajaran klien teknik batuk efektif


• Frekuensi napas membaik ✓ Kolaborasi untuk pemberian terapi,
jika diperlukan

5 Defisit nutrisi Setelah dilakukan intervensi 1 X • Manajemen nutrisi (SIKI / NIC):


30′ maka status nutrisi klien ✓ Identifikasi status nutrisi klien
meningkat dengan kriteria hasil: ✓ Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
• Intake zat gizi meningkat nutrient
• Intake makanan meningkat ✓ Anjurkan klien dan keluarga
• Ratio BB/TT meningkat memonitor asupan nutrisi
• Tingkat energi meningkat ✓ Montor berat badan klien
✓ Anjurkan keluarga untuk memberikan
makan tinggi kalori dan tinggi protein.
✓ Anjurkan keluarga untuk menyajikan
makanan yang menarik dan hangat.

6 Gangguan Setelah dilakukan intervensi 1 X • Dukungan pemeliharaan rumah


dalam 30′ maka Pemeliharaan rumah (SIKI / NIC)
pemeliharaan klien /keluarga meningkat dengan ✓ Identifikasi faktor yang berkontribusi
rumah. kriteria hasil: terhadap gangguan dalam
• Kebersihan rumah pemeliharaan lingkungan rumah.
meningkat ✓ Anjurkan untuk meningkatkan
• Pencahayaan rumah kebersihan rumah
meningkat ✓ Anjurkan modifikasi lingkungan
• Ventilasi rumah meningkat rumah dengan menata barang dan
perabotan rumah
✓ Anjurkan untuk meningkatkan
pencahayaan dan ventilasi rumah

7 Pemeliharaan Setelah dilakukan intervensi 1 X • Dukungan keluarga merencanakan


kesehatan yang 30′ maka Pemeliharaan perawatan (SIKI / NIC)
tidak efektif. kesehatan klien/keluarga ✓ Identifikasi sumber-sumber yang bisa
meningkat dengan kriteria hasil: dimanfaatkan klien dan keluarga
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 87

• Kesehatan fisik dan mental ✓ Informasikan fasilitas dan sarana


anggota keluarga meningkat. kesehatan yang ada.
• Akses pemeliharaan ✓ Motivasi klien dan keluarga untuk
kesehatan meningkat mengembangkan sikap dan emosi
• Sumber perawatan kesehatan yang mendukung upaya kesehatan.

meningkat. ✓ Anjurkan kepada keluarga untuk

• Pengawasan pemeliharaan menggunakan fasilitas atau sarana

kesehatan meningkat kesehatan.


✓ Monitoring pemanfaatan fasilitas atau
sarana kesehatan ada.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 88

Topik 4
Implementasi
Implementasi atau Pelaksanaan keperawatan keluarga merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan keluarga. Tahap ini perawat dapat melakukan intervensi keperawatan sesuai
dengan perencanaan secara mandiri dan atau melaksanakan kerjasama dengan tim kesehatan
lain. Keberhasilan tindakan keperawatan dipengaruhi oleh kemampuan perawat, partisipasi klien
dan keluarga, dan sarana yang tersedia

Tujuan Implementasi diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan klien yang dihasilkan melalui
kegiatan promosi kesehatan, pencegahan penyakit, manajemen penyakit, atau pemulihan
kesehatan dalam berbagai pengaturan termasuk perawatan akut, perawatan kesehatan di
rumah, klinik rawat jalan,atau fasilitas perawatan yang diperluas. Implementasi juga melibatkan
pendelegasian tugas.

Kegiatan yang dilakukan pada tahap implementasi meliputi:


1. Secara terus menerus mengumpulkan dan mengkaji data
2. Melakukan intervensi keperawatan
3. Mendokumentasikan asuhan kepeperawatan keluarga
4. Mempertahankan asuhan keperawatan keluarga yang terbaru sesuai dengan kondisi
klien.
Perawat secara terus menerus mengumpulkan dan mengkaji data pada tahap implementasi
ini melalui :
1. Penambahan informasi baru melalui kontak dengan klien
2. Analisis relevansi dan keputusan
3. Modifikasi rencana asuhan keperawatan keluarga

Pada tahap implementasi keperawatan keluarga ini, maka kemampuan yang diperlukan oleh
perawat adalah :
1 Kemampuan dalam berpikir kritis dan kreatif
2 Ketrampilan interpersonal yang kuat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 89

3 Kecakapan teknikal
4 Ketepatan dan kecepatan dalam pengambilan keputusan
5 Kemampuan dalam mengobservasi
6 Kemampuan dalam komunikasi secara efektif

Kebutuhan Implementasi Secara Efektif


Tahap implementasi dari proses keperawatan membutuhkan ketrampilan kognitif (intelektual),
psikomotor (teknis), dan kemampuan berkomunikasi interpersonal. Keterampilan ini berfungsi
sebagai kendaraan dimana asuhan keperawatan yang efektif dapat diberikan dan digunakan baik
dalam hubungannya dengan satu sama lain atau secara individual sebagaimana yang dibutuhkan
klien dan kebutuhan khusus dari situasi tersebut.
Ketrampilan Kognitif. Keterampilan kognitif memungkinkan perawat untuk melakukan
pengamatan yang tepat, memahami alasan kegiatan yang dilakukan, dan menghargai bagaimana
perbedaan di antara individu mempengaruhi asuhan keperawatan. Berpikir kritis adalah elemen
penting dalam diri domain kognitif karena membantu perawat untuk menganalisis data,
mengatur pengamatan, dan menerapkan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya untuk
situasi klien saat ini.

Ketrampilan Psikomotor.Kemahiran keterampilan psikomotor diperlukan untuk keamanan


dan efektifitas dalam melakukan tindakan keperawatan. Perawat harus bisa menangani
peralatan medis dengan kompetensi tingkat tinggi dan untuk melakukan keterampilan seperti
pemberian obat-obatan dan membantu klien dengan kebutuhan mobilitas (misalnya dalam
penentuan posisi dan ambulasi).

Keterampilan interpersonal. Penggunaan keterampilan interpersonal melibatkan


komunikasi dengan klien dan keluarga serta dengan tenaga kesehatan profesional lainnya.
Hubungan perawat-klien terjalin melalui penggunaan komunikasi terapeutik yang membantu
memastikan hasil yang bermanfaat untuk status kesehatan klien. Interaksi antara anggota tim
perawatan kesehatan meningkatan kolaborasi dan meningkatkan perawatan holistik klien.
Komunikasi juga merupakan mekanisme dimana perawat mengedukasi klien, keluarga, dan
kelompok masyarakat lainnya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 90

Indikasi Untuk Intervensi Keperawatan Keluarga

Wright & Leahey dalam Friedman (1998) menganjurkan untuk melakukan intervensi
keperawatan keluarga pada kondisi-kondisi berikut:

1 Adanya keluarga dengan suatu masalah yang berhubungan diantara anggota keluarga
2 Adanya anggota keluarga dengan penyakit yang memiliki dampak merugikan secara nyata
terhadap anggota yang lain
3 Anggota keluarga mendukung permasalahan atau gejala suatu individu
4 Salah satu anggota keluarga menunjukkan perbaikan dari gejala atau kemunduran dalam
anggota keluarga yang lain
5 Seseorang anggota keluarga didiagnosa penyakit pertama kali
6 Perkembangan anak dan remaja secara emosional, tingkah laku dan masalah fisik dalam
konteks anggota keluarga yang sakit.
7 Salah satu anggota keluarga yang menderita penyakit kronis pulang atau pindah dari satu
institusi ke komuniti
8 Penyakit anggota keluarga yang mematikan.

Tingkatan Intervensi Keperawatan Keluarga


Ada perbedaan tingkatan intervensi keperawatan keluarga yang berkenaan dengan
kompleksitas intervensi keperawatan mereka. Wright & Leahey dalam Friedman (1998)
menggambarakan adanya dua tingkat keahlian dalam keperawatan keluarga, yaitu generalis dan
spesialis. Menurut Wright & Leahey, konsep keahlian generalis memandang keluarga konteks
untuk bekerja dengan klien secara individual. Biasanya ini disiapkan untuk perawat pada level
Diploma III atau Sarjana/Ners. Sedangkan konsep keahlian spesialis memandang keluarga
sebagai unit unit asuhan dengan kompetensi ketrampilan interview klinikal dan pengetahuan
teori sistem keluarga, penelitian keluarga dan model pengkajian dan intervensi keluarga.
Biasanya ini disiapkan untuk perawat pada level magister atau doctoral.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 91

Klasifikasi Intervensi Keperawatan

Menurut Freeman dalam Friedman (1998) secara umum intervensi keperawatan keluarga dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :

1 Supplemental
Dimana perawat secara langsung memberi pelayanan, dimana keluarga tidak mampu.
2 Facilitative
Dimana perawat membantu mengatasi hambatan dari keluarga dalam memperoleh
pelayanan medis, kesejahteraan sosial, transportasi atau pel perawatan kesehatan di
rumah.
3 Developmental
Perawat membantu kel dalam kapasitasnya menolong diri sendiri dan membantu
keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kes yang bersumber dari diri sendiri.

Model Intervensi Keluarga Calgary

Model intervensi keluarga Calgary, (CFIM, Calgary Family Intervension Model) oleh Wright and
Leahey (1994) merupakan kerangka pengorganisasian konseptual pembagian domain khusus dari
fungsi keluaga dan intervensi spesifik yang diusulkan oleh perawat. Fokus CFIM adalah
meningkatkan, memperbaiki dan membantu fungsi keluarga secara efektif dalam tiga domain,
yaitu : kognitif, afektif dan perilaku. (lihat tabel dibawah ini).

Tabel.3.9. Model intervensi keluarga Calgary

Domain Intervensi

Kognitif Intervensi secara langsung keperawatan pada domain kognitif fungsi


keluarga adalah dengan memberikan ide-ide, pandangan dan informasi
atau pendidikan khusus masalah kesehatan atau resiko.

Afektif Intervensi secara langsung keperawatan pada domain afektiff fungsi


keluarga adalah dengan menbantu keluarga mengendalikan respon
emosional yang menjadi hambatan dalam upaya pemecahan masalah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 92

Psikomotor Strategi keperawatan langsung pada domain pskikomotor fungsi keluarga


adalah membantu anggota keluarga saling mempengaruhi atau
bertingkah laku dengan cara berbeda satu sama lain dengan mereka yang
berada di luar keluarga

Melakukan Intervensi Keperawatan pada Keluarga


Intervensi keperawatan adalah upaya perawat untuk membantu kepentingan klien dengan
tujuan untuk meningkatkan kondisi fisik, emosional, psikososial, budaya dan lingkungan dimana
mereka mencari bantuan. Intervensi keperawatan adalah implementasi/pelaksanaan dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan pada nursing
order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan
perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman
tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien.
Pelaksanaan intervensi keperawatan yang telah direncanakan dengan menerapkan teknik
komunikasi terapeutik. Dalam pelaksanakan tindakan perlu melibatkan seluruh anggota keluarga
dan selama tindakan perawat perlu memantau respon verbal dan nonverbal keluarga.
Intervensi keperawatan keluarga mencakup:
1 Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan
kesehatan dengan cara:
a. Memberikan informasi
b. Memberikan kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
2 Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara:
a. Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
b. Mengidentifikasi sumber sumber yang dimiliki keluarga
c. Mengidentifikasi tentang konsekuensi tipe tindakan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 93

3 Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara:
a. Mendemonstrasikan cara perawatan
b. Menggunakan alat dan fasilitas yang ada di rumah
c. Mengawasi keluarga melakukan perawatan
4 Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi
sehat dengan cara :
a. Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
b. Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
5 Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara
a. Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada di lingkungan keluarga.
b. Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Selama melakukan intervensi, perawat diharapkan tetap mengumpulkan data baru, seperti
respon klien terhadap intervensi atau situasi yang berganti dan perubahan-perubahan
situasi. Yang harus menjadi perhatian adalah pada keadaan ini perawat harus fleksibel dalam
menerapkan intervensi. Beberapa kendala yang sering terjadi dalam implementasi adalah
ide yang tidak mungkin, pandangan negatif terhadap keluarga, kurang perhatian terhadap
kekuatan dan sumber-sumber yang dimiliki keluarga serta penyalahgunaan budaya atau
gender.

Gambar 3.3. Tindakan keperawatan di keluarga


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 94

Intervensi keperawatan keluarga secara umum dan spesifik


Secara umum intervensi keperawatan keluarga meliputi :
1. Melakukan tindakan keperawatan langsung pada keluarga
2. Membantu klien dalam melakukan aktifitas secara mandiri
3. Melakukan supervisi klien dalam melakukan aktifitas mandiri
4. Mengajarkan atau mendidik klien tentang perawatan kesehatan
5. Melakukan konseling pada individu dan keluarga dalam memilih keputusan tentang
penggunaan sumber/fasilitas kesehatan
6. Memonitor/mengkaji klien untuk terjadinya resiko komplikasi dari penyakit/masalah
kesehatan

Menurut Friedman (1998) bentuk intervensi keperawatan keluarga spesifik yang dapat dilakukan
oleh perawat adalah sebagai berikut :
1. Modifikasi tingkah laku
2. Kontrak
3. Manajemen kasus, meliputi koordinasi dan edukasi
4. Kolaborasi
5. Konsultasi
6. Konseling
7. Strategi pemberdayaan
8. Modifikasi lingkungan
9. Advokasi keluarga
10. Modifikasi gaya hidup, meliputi manajemen stress
11. Networking meliputi penggunaan kelompok swabantu dan dukungan sosial
12. Merujuk
13. Model peran
14. Model supplementation
15. Strategi pengajaran
16. Klarifikasi nilai-nilai
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 95

Hambatan –Hambatan dalam Intervensi Keperawatan Keluarga


Menurut Bailon & Maglaya (1978) ada beberapa hambatan yang sering dihadapi perawat dalam
melakukan intervensi keperawatan keluarga. Hambatan-hambatan ini disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu (Maglaya, 2009):
1. Informasi yang diperoleh keluarga kurang atau keliru
2. Informasi yang diperoleh keluarga tidak menyeluruh sehingga hanya melihat sebagai
masalah
3. Keluarga memperoleh informasi yang diperlukan tetapi mereka tidak dapat mengaitkan
dengan situasi mereka
4. Keluarga tidak mau menghadapi situasi
5. Anggota keluarga tidak mau melawan tekanan suatu pola tingkah laku
6. Kegagalan dalam mengaitkan tindakan dengan sasaran keluarga
7. Keluarga tidak percaya pada tindakan yang diusulkan.
Kesulitan-kesulitan pada tahap implementasi dapat juga diakibatkan oleh tindakan-tindakan
perawat yang tidak tepat. Hal tersebut merupakan akibat dari hal-hal sebagai berikut (Maglaya,
2009).
1. Perawat cenderung menggunakan satu pola pendekatan yang tetap (perawat kaku,
kurang luwes).
2. Perawat kurang memberikan penghargaan dan perhatian dan perhatian terhadap faktor
sosial budaya.
3. Perawat kurang ahli dalam mengambil tindakan serta menggunakan berbagai macam
teknik, mengingat rumitnya masalah yang berhubungan dengan tingkah laku dalam
kehidupan keluarga, seperti menanggulangi kesulitan-kesulitan antara suami dan istri.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 96

Topik 5
Evaluasi
Evaluasi keperawatan keluarga merupakan tahap kelima atau akhir dari proses keperawatan.
Tahap evaluasi ini akan menilai keberhasilan dari tindakan yang telah dilaksanakan. Indikator
evaluasi keperawatan adalah kriteria hasil yang telah ditulis pada tujuan ketika perawat
menyusun perencanaan tindakan keperawatan. Evaluasi dikatakan berhasil apabila tujuan
tercapai.
Bahasan topik evaluasi keperawatan keluarga ini akan mempelajari tentang materi
pengertian evaluasi keperawatan keluarga, tujuan evaluasi keperawatan keluarga, proses dan
jenis evaluasi keperawatan keluarga, metode dan sumber data evaluasi keperawatan keluarga.

Pengertian Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Meskipun tahap evalusi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan.
Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan apakah informasi yang telah
dikumpulkan sudah mencukupi dan apakah perilaku yang diobservasi sudah sesuai. Diagnosa
keperawatan juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Tujuan
keperawatan harus dievaluasi adalah untuk menentukan apakah tujuan tersebut, dapat dicapai
secara efektif.
Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi/tindakan yang dilakukan oleh
keluarga, perawat dan yang lainnya. Keefektifan ditentukan dengan melihat respon keluarga dan
hasil, bukan intervensi-intervensi yang diimplementasikan.
Meskipun evaluasi dengan pendekatan terpusat pada klien paling relevan, seringkali
membuat frustasi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam membuat kriteria objektif untuk hasil
yang dikehendaki. Rencana perawatan mengandung kerangka kerja evaluasi. Evaluasi
merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali seorang perawat memperbaharui
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 97

rencana asuhan keperawatan. Sebelum perencanaan dikembangkan lebih lanjut, perawat


bersama keluarga perlu melihat tindakan-tindakan perawatan tertentu apakah tindakan tersebut
benar-benar membantu (Widagdo & Kholifah, 2016).

Tujuan Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa
dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat dapat mengambil keputusan untuk :
1 Mengakhiri rencana tindakan keperawatan
2 Memodifikasi rencana tindakan keperawatan
3 Melanjutkan rencana tindakan keperawatan.

Proses Evaluasi
1 Mengukur pencapaian tujuan klien
a. Kognitif ( pengetahuan )
Untuk mengukur pemahaman klien dan keluarga setelah diajarkan tehnik – tehnik
perawatan tertentu. Metode evaluasi yang dilakukan misalnya dengan melakukan
wawancara pada klien dan keluarga. Contoh: Setelah dilakukan pendidikan kesehatan
tentang pencegahan TB Paru, klien dan keluarga ditanya kembali tentang bagaimana
cara pencegahan TB Paru.
b. Affektif (status emosional)
Cenderung kepenilaian subyektif yang sangat sulit diukur. Metode yang dapat dilakukan
adalah observasi respon verbal dan nonverbal dari klien dan keluarga serta
mendapatkan masukan dari anggota keluarga lain.
c. Psikomotor (tindakan yang dilakukan)
Mengukur kemampuan klien dan keluarga dalam melakukan suatu tindakan atau
terjadinya perubahan perilaku pada klien dan keluarga. Contoh: Setelah perawat
mengajarkan batuk efektif, klien diminta kembali untuk mempraktikkan batuk efektif
sesuai dengan yang telah dicontohkan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 98

2 Penentuan keputusan pada tahap evaluasi adalah


a. Klien telah mencapai hasil yang ditentukan dalam tujuan
b. Klien masih dalam proses mencapai tujuan yang ditentukan
c. Klien tidak dapat mencapai hasil yang telah ditentukan.

Jenis Evaluasi Tindakan Keperawatan


1. Proses (formatif)
Formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan. Fokus tipe
evaluasi ini adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan
keperawatan. Contoh: Perawat telah selesai memberikan pendidikan kesehatan tentang
pencegahan diare pada anak, maka pada saat itu juga perawat menanyakan kembali tentang
materi yang telah disampaikan pada keluarga. Apabila keluarga mampu menjawab
pertanyaan perawat terkait materi yang telah disampaikan maka dapat dinyatakan tindakan
keperawatan berhasil dan tujuan tercapai.
2. Hasil (sumatif)
Fokus evaluasi ini adalah perubahan perilaku klien atau status kesehatan klien pada akhir
tindakan perawatan klien.tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan
secara paripurna. Contoh : Pada tujuan keperawatan keluarga dituliskan klien dan keluarga
mampu mengatur diet DM dalam waktu 1 minggu, evaluasi sumatif dilaksanakan pada hari
ketujuh setelah semua tindakan keperawatan dilakukan untuk menilai kemampuan klien dan
keluarga dalam mengatur dietnya (Widagdo & Kholifah, 2016).

Metode dan sumber data evaluasi


1. Observasi
a. Melakukan pengamatan terhadap perubahan perilaku dari anggota keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan.
b. Memeriksa laporan atau dokumentasi keperawatan
c. Perawat perlu memeriksa kembali laporan atau catatan keperawatan yang telah ditulis
oleh tim keperawatan setelah melaksanakan intervensi keperawatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 99

2. Wawancara atau angket


Membuat daftar pertanyaan atau angket yang ditujukan pada keluarga untuk mengetahui
kemajuan kondisi kesehtannya. Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara.
3. Latihan/simulasi/redemonstrasi
Perawat mengevaluasi kemampuan Perawat dalam melakukan suatu tindakan untuk
merawat anggota keluarga yang sakit dengan meminta keluarga untuk melakukan
kembali tindakan keperawatan yang telah diajarkan. Contoh : Perawat telah mengajarkan
senam kaki diabetik, klien diminta mengulang kembali senam kaki diabetik seperti yang
telah dijarkan.

Kesulitan-Kesulitan Yang Ditemukan Dalam Evaluasi Hasil


Beberapa kesulitan yang sering ditemukan oleh perawat dalam melakukan evaluasi hasil
diantaranya adalah:
1. Beberapa petunjuk objektif dari hasil sukar diketahui terutama aspek psikososial.
2. Adanya hasil yang memerlukan jangka waktu panjang baru kelihatan
3. Kadang-kadang sukar memisahkan hasil keperawatan dan hasil intervensi tim kesehatan
lainnya dan pengaruh lingkungan
4. Prasangka dan subjektivitas dalam pengukuran

Latihan

Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!

Diskripsi Kasus:
Keluarga Bapak R (45 tahun) dan istrinya Ibu W (39 tahun) memiliki 2 orang anak berusia remaja
dan usia sekolah. Ibu W mengeluh sering pusing pada bagian tengkuk, terasa kaku dan tegang.
Ibu W menganggap bahwa ini keluhan biasa dan bias diobati dengan obat warung. Ibu W
mengatakan kalau pusing dapat dikurangi dengan makan sayur asam, ikan asin dan sambal terasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 100

Pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah diperoleh hasil tekanan darah 160/95 mmHg.
Selama ini ibu W tidak tahu kalua dia mengalami hipertensi dan tidak memahami apa itu
hipertensi, penyebab, tanda dan gejalanya.

Tugas:
1. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada tahap pertama dan tahap kedua untuk kasus
diatas.
2. Rumuskan diagnosis keperawatan pada kasus diatas
3. Buatlah rencana keperawatan berdasarkan prioritas masalah yang ada

Ringkasan

1. Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses keperawatan keluarga, dimana


perawat mengumpulkan data untuk digunakan dalam menetapkan status kesehatan klien
dan keluarga.
2. Pengkajian dalam keperawatan keluarga terdiri dari pengkajian tahap pertama dan tahap
kedua. Pengkajian tahap pertama untuk menetapkan kondisi/masalah kesehatan,
sedangkan pengkajian tahap kedua untuk menetapkan diagnosis keperawatan.
3. Diagnosis keperawatan keluarga dikelompokkan menjadi diagnosis aktual, diagnosis resiko
dan diagnosis promosi kesehatan.
4. Penegakan diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan lima tugas keluarga dalam
bidang kesehatan yang dilakukan oleh keluarga.
5. Perencanaan keperawatan keluarga meliputi kegiatan menetapkan prioritas, menetapkan
tujuan dan kriteria hasil, memilih intervensi keperawatan dan mendokumentasikan
rencana keperawatan.
6. Implementasi keperawatan keluarga merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perawat
yang meliputi secara terus menerus mengumpulkan dan mengkaji data, melakukan
intervensi keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan dan mempertahankan
asuhan keperawatan terbaru sesuai dengan kondisi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 101

7. Evaluasi keperawatan keluarga merupakan tahap akhir dari proses keperawatan keluarga,
dimana pada tahap ini perawat menilai keberhasilan dari tindakan yang telah dilakukan.

Tes 2

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!


1. Pengkajian tahap pertama dalam keperawatan keluarga bertujuan untuk?
A. Menetapkan masalah keperawatan
B. Mengidentifikasi kondisi atau masalah kesehatan keluarga.
C. Menetapkan sumber-sumber yang dimiliki oleh keluarga
D. Mengumpukan informasi tentang pola penangan masalah kesehatan oleh keluarga.
E. Menetapkan penyebab masalah kesehatan yang dihadapi oleh keluarga.
2. Untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan keluarga pada kondisi atau masalah
kesehatan yang ada ditetapkan berdasarkan?
A. Kebutuhan prioritas keluarga
B. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
C. Fungsi keluarga
D. Struktur kekuatan keluarga
E. Nilai-nilai yang ada didalam keluarga
3. Perawat akan melakukan pengkajian tentang tugas keluarga di bidang kesehatan yang
kedua pada keluarga Bapak M. Tugas keluarga tersebut adalah....
A. memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
B. mengenal masalah kesehatan
C. mengambil keputusan yang tepat
D. merawat anggota keluarga yang sakit
E. modifikasi lingkungan rumah
4. Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan keperawatan keluarga
adalah?
A. Rencana keperawatan disusun oleh perawat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 102

B. Rencana keperawatan dibuat bersama klien dan keluarga


C. Rencana keperawatan sesuai keinginan klien dan keluarga
D. Rencana keperawatan dibuat secara fleksibel
E. Rencana keperawatan dibuat atas pertimbangan sumber daya masyarakat
5. Kegiatan yang dilakukan perawat dalam tahap implementasi adalah?
A. Menetapkan prioritas masalah
B. Menetapkan tujuan keperawatan
C. Melakukan intervensi keperawatan
D. Menetapkan kriteria hasil
E. Melakukan analisis data terhadap informasi yang diperoleh
6. Evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan keperawatan keluarga disebut sebagai?
A. Evaluasi sumatif
B. Evaluasi formatif
C. Evaluasi afektif
D. Evaluasi kognitif
E. Evaluasi psikomotor
7. Bapak Suparman mengalami diare di rumahnya sejak pagi tadi disertai mual, tetapi, Bapak
Suparman masih mau makan dan minum. Tipe diagnosa keperawatan keluarga yang
dapat ditulis adalah ....
A. aktual
B. risiko
C. kemungkinan terjadi
D. promosi kesehatan
E. Wellness
8. Gangguan keseimbangan cairan & elektrolit (diare) pada anak A di keluarga Bapak adalah
tipe diagnosis keperawatan keluarga....
A. kemungkinan terjadi
B. sejahtera
C. aktual
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 103

D. promosi kesehatan
E. Wellness
9. Ibu H mengatakan anaknya S umur 1 tahun belum pernah diimunisasi, karena khawatir
anaknya sakit setelah disuntik imunisasi. Ibu H jarang membawa anaknya ke Posyandu,
sehingga tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang imunisasi. Diagnosiskeperawatan
keluarga yang dapat dirumuskan untuk keluarga Ibu H adalah....
A. kecemasan pada Ibu H
B. kurangnya pengetahuan pada Ibu H
C. risiko gangguan pertumbuhan pada An. S
D. kesiagaan meningkatkan pengetahuan pada Ibu H
E. Koping individu tidak efektif pada Ibu H
10. Untuk membantu keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga, intervensi perawat
antara lain...
A. hindari ancaman psikologis dengan memperbaiki pola komunikasi
B. mengenalkan keluarga tentang masalah kesehatan yang terjadi
C. melakukan pendekatan pada keluarga yang mempunyai masalah kesehatan
D. melakukan observasi perilaku pada anggota keluarga yang sakit
E. merujuk keluarga ke fasilitas ke dekat untuk mendapatkan informasi
11. Faktor penentu prioritas masalah keperawatan keluarga berdasarkan….
A. sifat masalah
B. kemungkinan masalah tidak diubah
C. masalah yang mengancam jiwa
D. tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
E. Luasnya masalah
12. Seorang Perawat Komunitas akan melakukan kunjungan ke Rumah Bp. Y untuk
menjelaskan tentang penyakit TB Paru, Kegiatan Perawat tersebut untuk mencapai tugas
kesehatan keluarga adalah dengan….
A. mengenal masalah kesehatan
B. mengambil keputusan yang tepat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 104

C. merawat anggota keluarga yang sakit


D. memodifikasi lingkungan yang sehat
E. memanfaatkan fasilitas kesehatan
13. Perawat mengajarkan cara pembuatan oralit pada ibu dengan balita diare. Tindakan
yang dilakukan Perawat tersebut termasuk tindakan....
A. dependen
B. independen
C. interdependen
D. rujukan
E. Kolaboratif
14. Bp. K mempunyai seorang anak yang menderita asma dan belum dapat melakukan batuk
efektif. Perawat Komunitas akan mengajarkan batuk efektif yang benar, kegiatan tersebut
untuk mencapai tugas kesehatan keluarga....
A. mengenal masalah kesehatan
B. mengambil keputusan yang tepat
C. merawat anggota keluarga yang sakit
D. memodifikasi lingkungan yang sehat
E. Memanfaatkan fasilitas kesehatan
15. Perawat T melakukan kunjungan ke rumah Ibu K yang menderita TB Paru. Perawat T akan
melakukan intervensi agar keluarga Ibu G mampu memodifikasi lingkungan yang sehat.
Tindakan yang dilakukan oleh Perawat T adalah....
A. menjelaskan pada keluarga tentang penularan penyakit TB Paru
B. memotivasi keluarga untuk memantau obat yang diminum
C. mendemonstrasikan cara batuk efektif pada Ibu G dan keluarga
D. membantu keluarga untuk menyediakan tempat khusus dahak
E. Memotivasi Keluarga menyiapkan tinggi kalori dan protein
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 105

Kunci Jawaban:
1. B 9. B
2. B 10. B
3. C 11. A
4. B 12. A
5. C 13. B
6. B 14. C
7. B 15. D
8. C

Daftar Pustaka

Allender, J. A., Rector, C. & Warner, K. D., 2014. Community Health Nursing. 8 ed. Philadelphia:
Lippincott & Wilkins.
DeLaune, S. C. & Ladner, P. K., 2011. Fundamentals of Nursing: Standards and Practice. Fourth
ed. New York: Delmar Cengage Learning.
Doenges, M. E., 2005. Nursing diagnosis manual : planning, individualizing, and documenting
client care. Philadelphia: F.A Davis Company.
Freeman, R. a. H., 1981. Community Health Nursing Practice (2nd ed). Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory & Practice. Fourth ed. New Jersey:
Appletion& Lange.
Hanson, S. M. H., 2001. Family Health Care Nursing. Second ed. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Herdman, T. H. & Kamitsuru, S., 2014. NANDA International Nursing Definitions & Classification
2015 -2017. Oxford: Wiley Blackwell..
Kaakinen, J. . R., 2015. Family health care nursing : theory, practice, and research. Philadelphia:
F.A Davis Company.
Kementerian Kesehatan RI, 2006. Pedoman Penyelenggaraan Upaya Keperawatan Kesehatan
Masyarakat di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 106

Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jakarta: Kemenkes
RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Pedoman Umum Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga. Jakarta: Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2017. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga,
Jakarta: Available at: http://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-
indonesia-sehat-dengan-pendekatan-keluarga.html (Accessed: 19 November 2017).
Maglaya, A. S., 2009. Nursing Practice In Nursing The Community. Fifth edition ed. Marikina
City: Argonauta Corporation.
NANDA, 2012. Nursing Diagnosis Definition & Classification 2012-2014. New York: Wiley Black
Well. PPNI, T. P. S., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonasia. Kedua ed. Jakarta:
Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Indonesia.
Riasmini, N. M., Permatasari, H., Chairani, R. & Astuti, N. P., 2017. Panduan Asuhan
Keperawatan individu, Keluarga, Kelompok dan Komunitas dengan Modifikasi NANDA,
ICNP,NOC dan NIC di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI Press.
Sahar, J. et al., 2018. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga, St Louis: Elsevier.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta: DPP
PPNI.
TIm POkja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. 1 ed. Jakarta: DPP
PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran Keperawatan. 1 ed. Jakarta: DPP PPNI.
Widagdo, W. & Kholifah, S. N., 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes
RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 107

Bab 4
PROSEDUR PENGKAJIAN KEPERAWATAN
KELUARGA
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom.

Pendahuluan

Proses keperawatan keluarga merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis untuk
memberikan asuhan asuhan keperawatan pada individu dan keluarga yang berfokus pada respon
yang unik seseorang atau kelompok terhadap suatu perubahan baik actual atau risiko, dimana
melalui aktifitas keperawatan yang mana sesorang membutuhkan pelayanan kesehatan melalui
asuhan keperawatan yang terbaik.

Proses keperawatan keluarga dilakukan melalui tahap-tahap pengkajian, diagnosis,


perencanaan, implementasi dan evaluasi, tahap-tahap dalam proses tersebut saling berkaitan
dan sangat menentukan pada tahap berikutnya. Salah satu tahap yang paling penting dalam
proses keperawatan keluarga adalah tahap pengkajian, dimana tahap ini sangat menentukan
dalam menetapkan kondisi/masalah kesehatan keluarga. Pada tahap ini perawat akan
mengumpulkan informasi (data) dari berbagai sumber yang ada di dalam keluarga. Data tersebut
dapat diperoleh dari sumber langsung atau sumber tidak langsung.

Pengkajian bertujuan untuk mengumpulkan informasi pada keluarga dapat dilakukan melalui
beberapa metode, diantaranya melalui wawancara, observasi dan melakukan pemeriksaan,
termasuk di dalamnya pemeriksaan fisik yang dilakukan pada setiap anggota keluarga. Untuk
mendapatkan informasi pada keluarga, tentu memerlukan pendekatan pada keluarga, agar
informasi atau data yang dibutuhkan bias disampaikan keluarga secara terbuka dan jelas.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 108

Pengkajian keperawatan keluarga yang dilakukan perawat melalui dua tahapan pengkajian,
yaitu tahap pertama dan pengkajian tahap kedua. Pada pengkajian tahap pertama bertujuan atau
berfokus untuk menetapkan kondisi/masalah kesehatan. Sedangkan untuk tahap kedua
bertujuan untuk menetapkan diagnosis keperawatan berdasarkan kondisi/masalah kesehatan
yang telah diidentifikasi dengan menggunakan pendekatan tugas keluarga dalam bidang
kesehatan yang meliputi: (1) Mengenal kondisi atau masalah kesehatan; (2) Mengambil
keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan; (3) Merawat
anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko; (4)Mempertahankan
lingkungan rumah yang kondusif untuk kesehatan dan perkembangan personal; (5)
Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada (Maglaya, 2009).

Selanjutnya pada bab ini akan dibahas bagaimana prosedur pengkajian tahap pertama dan
pengkajian tahap kedua yang dilakukan oleh perawat pada tatanan keluarga.

Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan:
1. Menjelaskan Prosedur Pengkajian keluarga Tahap pertama
2. Menjelaskan Prosedur Pengkajian keluarga Tahap kedua
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 109

Topik 1
Prosedur Pengkajian tahap Pertama
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa pengkajian merupakan tahap
pertama dalam proses keperawatan keluarga, dimana pada pengkajian ini perawat
mengumpulkan informasi atau data keluarga dan individu anggota keluarga untuk
mengidentifikasi kondisi/masalah kesehatan keluarga. Informasi yang diperoleh pada tahap
pertama tentu akan mempengaruhi tahap selanjutnya dalam proses keperawatan keluarga.
Keluarga sebagai suatu yang unik, dimana seseorang untuk melakukan pengkajian tentu
harus dibutuhkan kemampuan yang dapat membantu dalam pengumpulan data, diantar adalah
kemampuan komunikasi interpersonal, kemampuan teknikal dan kemampuan berpikir kritis.
Pengkajian keluarga merupakan suatu kesempatan untuk berinteraksi dan menggunakan
informasi untuk memberikan asuhan keperawatan yang terbaik dimana perlu kemampuan
perawat yang kompeten. Kemampuan perawat untuk menyampaikan maksud dan tujuan kepada
klien untuk mengidentifikasi kondisi/masalah kesehatan yang dialami keluarga atau individu
anggota keluarga (Doenges, 2005).
Seorang perawat yang mampu menyampaikan maksud dan tujuan kepada keluarga secara
baik dan mudah untuk dipahami akan sangat menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam
tahap proses keperawatan. Menjalin hubungan baik dengan bersama keluarga merupakan kunci
sukses perawat dalam asuhan keperawatan keluarga. Perawat harus bisa menunjukkan
ketulusan hati untuk membantu mengatasi kondisi atau masalah kesehatan yang dihadapi klien
dan keluarga. Untuk itu perawat harus bisa menggali informasi terkait potensi yang dikeluarga
yang dimiliki dan potensi yang ada di komunitas (Allender, et al., 2014).

Berikut ini data apa saja yang harus dikumpulkan pada pengkajian tahap pertama, yaitu sebagai
berikut:
Pengkajian Keluarga
1. Data Identitas Keluarga
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 110

Data yang dikumpulkan meliputi nama Kepala Keluarga; alamat dan nomer telepon;
komposisi keluarga (termasuk genogram); tipe keluarga; suku bangsa; agama; status kelas
social; aktifitas rekreasi keluarga.
2. Tingkat perkembangan keluarga.
Data yang dikumpulkan meliputi tingkat perkembangan keluarga yang ada; tugas
perkembangan yang belum dijalankan; riwayat keluarga ini dan riwayat keluarga dari kedua
orang tua.
3. Data Lingkungan.
Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumah; karakteristik tetangga dan
komunitas; mobilitas geografi keluarga; dan kegiatan atau aktifitas yang diikuti keluarga di
komuniti.
4. Struktur keluarga.
Data yang dikumpulkan meluputi pola komunikasi; status kekuatan; struktur peran; dan
nilai-nilai keluarga.
5. Fungsi keluarga.
Data yang dikumpulkan meliputi fungsi akfektif keluarga; fungsi sosialisasi dan fungsi
perawatan kesehatan.
6. Stress dan koping keluarga.
Data yang dikumpulkan meliputi; stressor jangka pendek dan jangka Panjang; kemampuan
keluarga untuk merespon terhadap stress; koping yang digunakan; penggunan strategi
efektif disfungsional (Friedman, 1998).

Pengkajian Individu (Pengkajian anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan).


1. Identititas individu
2. Riwayat kesehatan.
Data yang dikumpulkan adalah riwayat kesehatan saat ini maupun riwayat kesehatan
masa lalu yang berkaitan masalah kesehatan atau penyakit yang dialami klien.
3. Pemeriksaan fisik
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 111

Data yang dikumpulkan dapat dilakukan dengan pemeriksaan head to toe atau sistem
meliputi:
a. Keadaan Umum
b. Tanda-tanda vital dan kesadaran
c. Status gizi: TB, BB, IMT
d. Status pernapasan: Suara napas, kedalaman, kecepatan dan batuk.
e. Status jantung: denyut apical, irama jantung dan suara jantung
f. Status sirkulasi:kecepatan, irama, dan kualitas denyut nadi.
g. Status kulit: warna, temparatur, tugor, edema, lesi/luka dan distribusi rambut.
h. Status neurologi: Status mental, orientasi, orentasi, reaksi pupil, penglihatan dan
penampilan mata, kemampuan mendengar, pengecap, penghidu, pengecap, sensasi
terhadap sentuhan, nyeri dan temperature.
i. Status muskuloskletal: Tonus otot, ukuran otot, kekuatan otot, berjalan, stabilitas,
dan jangkauan sendi.
j. Status gantroinstestinal: kondisi mulut, lidah, gusi, gigi, reflek menelan dan gag reflek,
suara usus, distensi abdomen, impaction, hemorrhoid, pembesaran hepar dan limfa.
k. Status genitourinary: adanya distensi kandung kemih, adannya cairan, kondisi
urethra, kondisi vagina dan payudara.
4. Pengkajian psikososial
5. Hasil pemeriksaan diagnostik/laboratorium dan prosedur deteksi dini/skrening kesehatan
untuk mendapatkan gambaran kondisi kesehatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 112

PENGKAJIAN TAHAP PERTAMA

Pengkajian Keluarga Pengkajian Individu Anggota Keluarga.


• Data demografi dan social-budaya. • Identitias
• Lingkungan rumah • Riwayat Kesehatan
• Struktur keluarga • Pemeriksaan Fisik
• Fungsi keluarga • Kondisi Psikososial
• Perekembangan keluarga • Pemeriksaan diagnostic/Laboratorium
• Stress dan strategi koping keluarga

Gambar 4.1 Skema Pengkajian Tahap Pertama

Tipe data yang dikumpulkan pada pada pengkajian data dasar di tahap pertama ini, maka
dapat digunakan untuk diidentifikasi kondisi atau masalah kesehatan klien/keluarga, apakah
itu kondisi sehat, ancaman kesehatan, deficit kesehatan,sakit dan stress atau krisis.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 113

Topik 2
Prosedur Pengkajian tahap Kedua
Pengkajian tahap kedua merupakan kelanjutan dari pengkajian tahap pertama, dimana setelah
diindentifikasi kondisi atau masalah kesehatan klien/ keluarga pada pengkajian tahap satu, maka
selanjutnya dilanjutkan dengan pengumpulan data tahap kedua. Pada pengkajian data tahap
kedua ini perawat mencoba untuk menggali secara luas tentang bagaimana keluarga melakukan
tugas keluarga dalam bidang kesehatan pada setiap kondisi atau masalah yang telah
diidentifikasi. Datanya meliputi:
1. Kemampuan keluarga mengenal kondisi atau masalah kesehatan;
2. Kemampuan keluarga mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan;
3. Kemampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau
beresiko;
4. Kemampuan keluarga mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk
kesehatan dan perkembangan personal;
5. Kemampuan keluarga memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada
(Maglaya, 2009).
Untuk melakukan pengkajian tahap kedua ini dilakukan dengan cara wawancara mendalam
terhadap terkait dengan realita atau persepsi dari tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang
telah dijalankan. Selain itu juga dilakukan pegumpulan data dengan metode observasi untuk
mendapatkan gambaran dari kondisi atau masalah yang ada.

Adapun contoh bentuk pertanyaan terkait dengan pengkajian tahap kedua pada pengkajian
keluarga sebagai berikut (Maglaya, 2009).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 114

Tabel 4.1 Contoh bentuk pertanyaan terkait pengkajian tugas keluarga dengan masalah
Hipertensi

No Tugas Keluarga Dalam Bidang Pertanyaan


Kesehatan
1 Mengenal kondisi atau masalah • Apakah Bapak/ibu mengetahui apa itu hipertensi ?
kesehatan • Apakah Bapak/ibu mengetahui penyebab hipertensi ?
• Apakah Bapak/ibu mengetahui tanda dan gejala
hipetensi?
• Bagaimana dengan tanda-gejala hipertensi tersebut,
apakah ada juga pada diri Ibu?
2 Mengambil keputusan untuk • Apakah Bapak/Ibu mengetahui akibat lanjut dari
meningkatkan, mencegah dan penyakit hipertensi bila tidak diobati?
mengatasi masalah kesehatan
3 Merawat anggota keluarga yang • Apakah yang bapak/ibu telah dilakukan untuk
sakit, cacat, ketergantungan atau mengatasi /mengendalikan hipetensi pada ibuM?
beresiko • Apakah ada kemajuan dengan apa yang telah
bapak/ibu lakukan untuk mengatasi/mengendalikan
hipertensi pada ibu M?
4 Mempertahankan lingkungan rumah • Apakah kondisi lingkungan rumah/keluarga nyaman?
yang kondusif untuk kesehatan dan • Apakah ada hambatan dalam komunikasi atau
perkembangan personal. interaksi diantara anggota keluarga?
(observasi interaksi dan komunikasi diantara anggota
keluarga)
5 Memanfaatkan sumber-sumber atau • Apakah ibu M rutin memeriksakan kondisi Hipertensi
fasilitas kesehatan yang ada. secara rutin di fasilitas pelayanan kesehatan?
• Kenapa Ibu tidak rutin memeriksakan kesehatannya?
• Kenapa ibu tidak mengerjakan apa yang dianjurkan
dalam program terapi?
• Apakah Ibu mengetahui jadwal pelayanan kesehatan
untuk mengendalikan penyakit hipetensinya?
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 115

Selanjutnya untuk memahami langkah-langkah untuk kegiatan pengkajian keperawatan keluarga


dapat dilihat secara lengkap dibawah ini (Widagdo & Kholifah, 2016):

PENGKAJIAN TAHAP PERTAMA

Pengkajian Keluarga Pengkajian Individu Anggota Keluarga.


• Data demografi dan social-budaya. • Identitias
• Lingkungan rumah • Riwayat Kesehatan
• Struktur keluarga • Pemeriksaan Fisik
• Fungsi keluarga • Kondisi Psikososial
• Perekembangan keluarga • Pemeriksaan diagnostic
• Stress dan strategi koping keluarga

KONDISI ATAU MASALAH KESEHATAN


1. Kondisi sehat,
2. Ancaman kesehatan,
3. Defisit kesehatan/sakit
4. Stress atau situasi krisis.

PENGKAJIAN TAHAP KEDUA

Pengkajian untuk Identifikasi setiap kondisi/masalah kesehatan yang


ada berdasarkan lima tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu:
1. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
2. Mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatan
3. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan
atau beresiko.
4. Mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk
kesehatan dan perkembangan personal.
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang
ada.

Rumusan Diagnosis Keperawatan pada setiap kondisi


atau masalah kesehatan individu anggota keluaga
1. Diagnosis actual
2. Diagnosis risiko
3. Diagnosis promosi kesehatan

Gambar 4.2 .Skema Pengkajian Tahap Pertama dan Pengkajian Tahap Kedua
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 116

Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!

Diskrisipsi kasus:

Bapak W (40 tahun) sebagai kepala keluarga dengan Ibu H (30 tahun) dengan dua anak balita an
S (4 tahun) dan anak J ( 1 tahun) tinggal di daerah lingkungan yang padat dan dipinggir sungai.
Saat ini bapak sedang dalam pengobatan TB paru baru sekitar satu bulan.

Tugas:
1. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada pengkajian tahap pertama untuk kasus diatas
2. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada pengkajian tahap kedua untuk kondisi atau
masalah kesehatan yang ada.

Ringkasan
1. Data yang dikumpulkan pada pengkajiantahap pertama dalam asuhan keperawatan keluarga,
meliputi: pengkajian keluarga (identitas keluarga, tingkat perkembangan keluarga, data
lingkungan rumah, struktur kekuatan keluarga, fungsi keluarga dan stress dan koping) dan
pengkajian individu (identitas individu, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, pengkajian
psikososial dan hasil pemeriksaan diagnostic/laboratorium).
2. Data yang dikumpulkan pada pengkajian tahap kedua terkait dengan tugas keluarga terhadap
kondisi atau masalah kesehatan yang telah diidentifikasi, datanya meliputi kemampuan
keluarga:
a. Mengenal kondisi atau masalah kesehatan
b. Mengambil keputusan untuk meningkatkan, mencegah dan mengatasi masalah
kesehatan
c. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 117

d. Mempertahankan lingkungan rumah yang kondusif untuk kesehatan dan perkembangan


personal.
e. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada.

Tes 3
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!
1. Kondisi rumah yang kotor, ventilasi dan pencahayaan yang kurang termasuk dalam kondisi
atau masalah kesehatan?
A. Defisit kesehatan
B. Ancaman kesehatan
C. Situasi krisis
D. Stress lingkungan fisik
E. Kondisi sehat
2. Kondisi dimana kepala keluarga menderita penyakit TB paru BTA + termasuk dalam kondisi
atau masalah kesehatan?
A. Defisit kesehatan
B. Ancaman kesehatan
C. Situasi krisis
D. Stress lingkungan fisik
E. Kondisi sehat
3. Kondisi dimana ibu hamil yang teratur memeriksakan kehamilan ke Puskesmas termasuk
dalam kondisi atau masalah kesehatan?
A. Defisit kesehatan
B. Ancaman kesehatan
C. Situasi krisis
D. Stress lingkungan fisik
E. Kondisi sehat
4. Merawat anggota keluarga yang sakit, cacat, ketergantungan atau beresiko termasuk
dalam tugas keluarga?
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 118

A. Pertama
B. Kedua
C. Ketiga
D. Keempat
E. Kelima
5. Memanfaatkan sumber-sumber atau fasilitas kesehatan yang ada termasuk dalam tugas
keluarga?
A. Pertama
B. Kedua
C. Ketiga
D. Keempat
E. Kelima
Kunci Jawaban:
1. B
2. A
3. E
4. D
5. E

Daftar Pustaka

Allender, J. A., Rector, C. & Warner, K. D., 2014. Community Health Nursing. 8 ed. Philadelphia:
Lippincott & Wilkins.

Doenges, M. E., 2005. Nursing diagnosis manual : planning, individualizing, and documenting client care.
Philadelphia: F.A Davis Company.

Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory & Practice. Fourth ed. New Jersey: Appletion&
Lange.

Maglaya, A. S., 2009. Nursing Practice In Nursing The Community. Fifth edition ed. Marikina City:
Argonauta Corporation.

Widagdo, W. & Kholifah, S. N., 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Jakarta: Kemenkes RI.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 119

Bab 5
PROSEDUR TINDAKAN KEPERAWATAN
KELUARGA
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom dan Yeti Resnayati, SKp, MKes

Pendahuluan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (Tim Pokja SIDI
DPP PPNI, 2018). Intervensi keperawatan keluarga adalah sebagai tindakan perawat untuk
kepentingan klien atau keluarga dengan tujuan untuk membantu klien atau keluarga dengan
tujuan meningkatkan dan memperbaiki kondisi fisik, emosional, psikososial, spiritual, budaya,
serta lingkungan tempat mencari bantuan. Selain itu juga Intervensi keperawatan keperawatan
keluarga merupakan tindakan yang dilakukan perawat terhadap klien atau keluarga untuk
mencegah penyakit (atau komplikasi) dan meningkatkan, mempertahankan atau mengembalikan
kesehatan. Intervensi keperawatan dilakukan meliputi sebagai berikut:
1. Melakukan tindakan langsung kepada klien dan keluarga.
2. Membantu klien dalam melakukan melakukan tindakan sendiri.
3. Melakukan supervisi kepada klien atau keluarga dalam melakukan tindakan sendiri.
4. Mengajar klien atau keluarga tentang perawatan kesehatannya.
5. Melakukan konseling klien atau keluarga dalam membuat pilihan tentang pencarian
dan penggunaan sumber-sumber pelayanan kesehatan.
6. Monitoring (pengkajian) klien terhadap kemungkinan komplikasi penyakit.
Tindakan keperawatan adalah merupakan rangkaian perilaku atau aktifitas yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan (Tim Pokja SIDI DPP PPNI,
2018). Tindakan pada intervensi keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik, edukasi dan
kolaborasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 120

Capaian Pembelajaran

Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan:


1. Menjelaskan Pendidikan kesehatan pada keluarga
2. Menjelaskan cara merawat anggota keluarga yang sakit.
3. Menjelaskan pemberdayaan keluarga
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 121

Topik 1
Pendidikan Kesehatan Pada Keluarga
Asuhan keperawatan kepada keluarga bertujuan untuk membantu keluarga agar mampu mandiri
dalam memelihara kesehatan anggotanya. Tujuan itu dapat dicapai apabila keluarga memiliki
kemampuan untuk berperilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat dapat dibangun melalui upaya
pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah upaya terencana untuk mengubah perilaku individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan cara berfikir,
cara bersikap dan cara berbuat. Pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi
keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan, meningkatkan dan memelihara kesehatannya.
Tahapan proses pendidikan kesehatan dalam keperawatan dilaksanakan dengan tahapan
pengkajian terhadap kebutuhan belajar, penegakkan diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi, dan pendokumentasian.

Perilaku Kesehatan

Konsep Perilaku
Berdasarkan psikologi pendidikan, terbentuknya perilaku baru dan berkembangnya kemampuan
seseorang, terjadi melalui tahapan tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan, sikap
sampai dimilikinya keterampilan baru atau pola perilaku baru. Lebih jauh Bloom (1976)
mengemukakan bahwa aspek perilaku yang dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi
tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa perilaku tersebut dapat dikembangkan berdasarkan
tahapan tertentu yang dimulai dari pembentukan pengetahuan, (ranah kognitif), sikap (ranah
afektif) dan keterampilan (ranah psikomotor) yang dalam proses pendidikan kesehatan menjadi
pola perilaku baru.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 122

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah respons seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana seseorang berespon terhadap
sakit dan penyakit, baik secara pasif maupun aktif.
Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap sistem
pelayanan kesehatan. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas kesehatan, petugas
kesehatan dan pengobatan yang berwujud pengetahuan, persepsi, sikap dan tindakan.
Perilaku terhadap makanan yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan
penting bagi hidup. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik seseorang
terhadap makanan serta unsur unsur yang terkandung didalamnya, pengolahannya dll.
Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan
sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup: perilaku sehubungan
dengan air bersih, pembuangan air kotor, limbah, rumah sehat, dan pembersihan vector.

Domain Perilaku Kesehatan

Untuk tujuan pendidikan, para ahli membagi perilaku ke dalam tiga domain (ranah) yaitu ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya untuk kepentingan pengukuran hasil
pendidikan ketiga domain itu diukur dari: pengetahuan sasaran terhadap materi (knowledge),
sikap/ tanggapan (attitude) dan praktik atau tindakan yang dilakukan (practice).

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkat yaitu: tahu,
memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan sikap terdiri dari empat tingkat
yaitu: menerima, merespon, menghargai, bertanggung jawab. Sementara itu tingkatan praktik
terdiri dari: persepsi, respons, mekanisme, adaptasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 123

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa
pengetahuan dan sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya, sarana fisik. Pengaruh atau
rangsangan tersebut bersifat internal dan eksternal yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan.

1. Faktor predisposisi (predispossing factors) yaitu faktor internal yang ada dalam diri individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku seperti
pengetahuan, sikap, nilai, persepsi dan keyakinan.
2. Faktor pemungkin (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan individu berperilaku,
karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan, dan keterampilan.
3. Faktor penguat (reinforcing factors) yaitu faktor yang menguatkan perilaku seperti sikap,
keterampilan petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua atau atasan.

Prinsip-Prinsip Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu peran keperawatan yang penting. Klien berhak
untuk mengetahui tentang penyakitnya agar dapat mengambil keputusan yang tepat bagi
kesehatannya dan gaya hidupnya. Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dalam
merawat dirinya dan mengembangkan keterampilan perilaku hidup sehat.

Konsep Pendidikan Kesehatan

Pendidikan adalah proses belajar artinya dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan,
perkembangan atau perubahan kearah lebih baik, lebih dewasa dan lebih matang pada diri
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pendidikan kesehatan dapat didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan berperilaku
untuk mencapai kesehatan mereka secara optimal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 124

Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, atau komunitas untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Tujuan ini dapat dirinci lebih lanjut sebagai berikut :

1. Menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai di masyarakat


2. Menolong individu agar mampu secara mandiri atau berkelompok mengadakan kegiatan
untuk mencapai tujuan hidup sehat
3. Mendorong pengembangan dan penggunaan secara tepat sarana pelayanan kesehatan yang
ada

Tujuan Pendidikan Kesehatan dalam keperawatan keluarga adalah:

1. Keluarga memiliki tanggung jawab yang lebih besar pada kesehatan keluarganya, lingkungan,
dan masyarakat sekitarnya.

2. Keluarga melakukan langkah-langkah positif dalam mencegah terjadinya masalah kesehatan,


mencegah berkembangnya sakit menjadi lebih parah, dan mencegah keadaan
ketergantungan melalui rehabilitasi cacat yang disebabkan oleh penyakit.
3. Keluarga memiliki pemahaman yang lebih baik tentang eksistensi dan perubahan sistem dan
cara memanfaatkannya dengan efektif dan efisien.
4. Keluarga mempelajari apa yang dapat mereka lakukan sendiri dan bagaimana caranya tanpa
selalu meminta pertolongan kepada sistem pelayanan kesehatan yang formal.

Proses Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan dipandang sebagai sebuah sistem sehingga menyangkut aspek masukan,
proses dan keluaran yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 125

MASUKAN PROSES KELUARAN


(Perilaku Baru)

• Latar Belakang • Kurikulum


Pendidikan • Sumber Daya
• Sosial Budaya • Lingkungan
• Kesiapan Fisik Belajar
• Kesiapan • Pedoman
Psikologis

Gambar 5.1. Proses Pendidikan Kesehatan

Masukan dalam proses pendidikan kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat yang akan menjadi peserta didik. Peserta didik ini sangat dipengaruhi oleh berbagai
aspek latar belakangnya yaitu latar belakang pendidikan, social budaya, kondisi fisik maupun
psikologis (motivasi dan minat) (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Proses dalam pendidikan kesehatan merupakan mekanisme dan interaksi yang
memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada peserta didik dengan memperhatikan
komponen kurikulum, sumber daya, lingkungan belajar dan pedoman. Proses pendidikan
kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu : materi/ bahan belajar, lingkungan belajar,
instrumental dan subjek belajar.
Materi atau bahan ajar dapat merupakan materi baru atau pelengkap atau pengulangan bagi
subjek belajar. Lingkungan belajar dapat berupa tatanan belajar di kelas, laboratorium,
lingkungan sosial, lingkungan fisik seperti cahaya, udara, dan suara. Instrumental terdiri dari
perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat peraga. Perangkat lunak
termasuk fasilitator belajar, metode belajar, dan organisasi., Subjek belajar dalam pendidikan
kesehatan adalah individu, keluarga, kelompok atau masyarakat.

Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara lain dimensi
sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan dan dimensi tingkat pelayanan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 126

Dimensi Sasaran Pendidikan Kesehatan

Dari dimensi sasarannya pendidikan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi: Pendidikan


kesehatan pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI,
2013).

Dimensi Tempat Pelaksanaan

Menurut dimensi pelaksanaan pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat,


sehingga sasarannya akan berbeda seperti berikut ini:

1. Pendidikan kesehatan di masyarakat (rumah/ keluarga dan lingkungan masyarakat)


2. Pendidikan kesehatan di tatanan institusi (sekolah, lapas, pesantren, tempat kerja, panti,
asrama haji)
3. Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan, sasarannya pasien atau keluarga pasien
4. Pendidikan kesehatan ditempat umum

Dimensi Tingkat Pelayanan

Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat dilakukan dalam 3
tingkat pencegahan yakni:

1. Pencegahan primer
a. Promosi kesehatan
Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam hal kebersihan
perorangan, pemeriksaan kesehatan berkala, peningkatan gizi, dan kebiasaan hidup sehat.
b. Perlindungan khusus
Pada tingkat pelayanan ini pendidikan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat, misalnya tentang pentingnya imunisasi, perlindungan khusus di
tempat kerja.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder mencakup deteksi dini dan penanganan secara tepat. Pendidikan
kesehatan diperlukan karena rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pada tingkat ini pendidikan kesehatan yang dilakukan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 127

meliputi penemuan kasus, survey penyaringan kasus, dan penanganan masalah kesehatan
secara tepat.

Metode Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan pada dasarnya adalah kegiatan untuk menyampaikan pesan
kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat agar terjadi perubahan
perilaku. Metode untuk sasaran individu akan berbeda dengan metode untuk sasaran keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Berikut adalah beberapa metode pendidikan kesehatan untuk
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Metode Individual

Metode individual digunakan untuk membina perilaku baru pada individu dan keluarga. Metode
individual yang biasa digunakan adalah bimbingan dan penyuluhan. Dengan metode ini kontak
antara klien dengan petugas lebih intensif, setiap masalah yang dihadapi dapat digali lebih dalam
dan dibantu cara pemecahannya.

Metode Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kesehatan untuk kelompok perlu memperhatikan besarnya
kelompok sasaran.
1. Metode untuk kelompok besar, adalah:
Apabila peserta pendidikan kesehatan lebih dari 20 orang, metode yang tepat adalah:
ceramah dan seminar. Ceramah sesuai untuk sasaran yang berpendidikan tinggi ataupun
rendah. Sedangkan metode seminar sesuai untuk kelompok besar dengan pendidikan
menengah ke atas.
2. Metode untuk kelompok kecil, adalah:
Apabila peserta pendidikan kesehatan kurang dari 20 orang, metode yang sesuai adalah:
diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, bermain peran (role play), dan permainan
simulasi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 128

Metode Massa
Metode pendidikan massa untuk mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat atau publik. Contoh metode yang biasa digunakan adalah: ceramah, pidato,
tulisan di media massa, sinetron, billboard yang dipasang di pinggir jalan.

Alat Bantu Dan Media Pendidikan Kesehatan

Pengertian Alat Bantu Pendidikan Kesehatan

Adalah alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan/ materi. Alat ini juga
sering dikenal dengan alat peraga karena fungsinya untuk memperagakan sesuatu. Alat peraga
pada dasarnya dapat membantu peserta didik untuk menerima pelajaran dengan menggunakan
panca inderanya. Semakin banyak indera yang digunakan dalam menerima pelajaran, maka akan
semakin baik penerimaan pelajaran. Edgar Dale membagi alat peraga ke dalam sebelas bentuk
yaitu: kata-kata, tulisan, rekaman, film, televisi, pameran, kunjungan lapangan, demonstrasi,
sandiwara, benda tiruan, benda asli. Berdasarkan intensitasnya alat peraga tersebut
digambarkan dalam segitiga sebagai berikut:

Kata-
kata
Tulisan
Rekaman
Film
Televisi
Pameran
Kunjungan Lapangan
Demonstrasi
Sandiwara

Benda Tiruan

Benda Asli

Gambar 5.2. Kerucut Edgar Dale


Manfaat Alat Bantu Pendidikan Kesehatan
Manfaat alat bantu pendidikan kesehatan adalah untuk menimbulkan minat peserta didik, dapat
mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu mengatasi hambatan bahasa, merangsang
peserta didik untuk melaksanakan pesan pendidikan kesehatan, mempermudah penyampaian
bahan, mempermudah penerimaan informasi, mendorong keinginan untuk mengetahui.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 129

Macam-macam Alat Bantu Pendidikan Kesehatan


Pada dasarnya ada dua macam alat bantu pendidikan yaitu:
1. Alat bantu lihat (visual aids)
Alat bantu lihat berguna dalam menstimulasi indra penglihatan pada waktu terjadinya proses
belajar. Alat bantu ini ada dua bentuk yaitu yang diproyeksikan misalnya slide, film, dan bentuk
yang tidak diproyeksikan misalnya gambar, peta, bagan, phantom, dll.
2. Alat bantu dengar (audio aids)
Alat bantu dengar adalah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengaran pada
waktu proses penyampaian bahan pendidikan, misalnya radio, tape, DVD, dll.
3. Alat bantu lihat dengar (Audio Visual Aids)
Selain dua hal di atas ada yang merupakan kombinasi yaitu alat bantu lihat dengar misalnya:
televisi, video kaset, komputer.

Media Pendidikan Kesehatan


Media merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan. Berdasarkan
fungsinya media dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Media cetak
Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan bervariasi. Contohnya: booklet, leaflet,
flyer (selebaran), rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar, poster.
2. Media elektronik
Media elektronik sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi kesehatan.
Adapun jenis-jenisnya adalah : televisi, radio, video, slide, film, internet, VCD.
3. Media papan (bill board)
Papan atau billboard yang di pasang pada tempat umum dapat dipakai dan diisi dengan pesan-
pesan atau informasi kesehatan. Media ini juga mencakup pesan yang ditulis di lembaran seng
yang ditempel pada kendaraan umum (bus ataupun taksi)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 130

Tahap-Tahap Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan Keluarga

Pengkajian Kebutuhan Belajar

Pengkajian tentang kebutuhan belajar dapat digali dari riwayat keperawatan dan hasil pengkajian
fisik serta informasi dari orang yang dekat dengan klien (individu dan keluarga). Pengkajian juga
mencakup karakteristik klien misalnya kesiapan belajar, motivasi untuk belajar dan tingkat
kemampuan untuk membaca. Pengkajian data juga dilakukan melalui observasi terhadap
kemampuan dan kebutuhan klien. Kebutuhan belajar klien dapat diidentifikasi dari pertanyaan
klien tentang sesuatu hal yang tidak diketahui klien atau ketidakmampuan klien dalam
melakukan sesuatu.

1. Pengkajian faktor predisposisi


a. Pengkajian riwayat keperawatan, mencakup:
• Usia: memberi petunjuk mengenai status perkembangan seseorang, sehingga dapat
memberi arah mengenai isi pendidikan kesehatan dan pendekatan yang harus
digunakan.
Pertanyaan yang diajukan hendaknya sederhana. Pada klien lanjut usia pertanyaan
dilakukan perlahan dan diulang. Status perkembangan pada anak dapat dikaji melalui
observasi ketika melakukan aktifitas atau bermain sehingga perawat mendapat data
tentang kemampuan motorik dan perkembangan intelektualnya.
• Persepsi klien tentang kesehatannya: memberikan informasi tentang seberapa jauh
pengetahuan klien mengenai masalahnya dan pengaruhnya terhadap aktifitas sehari-
hari.
• Kepercayaan klien tentang kesehatan, agama dan peran gender merupakan faktor
penting dalam mengembangkan rencana pendidikan kesehatan.
• Keadaan ekonomi klien dapat berpengaruh terhadap proses belajar klien karena
perencanaan pendidikan kesehatan dirancang sesuai dengan sumber yang ada pada
klien agar tujuan dapat tercapai.
• Gaya belajar klien perlu dikaji agar perawat dapat menentukan metode yang sesuai.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 131

• Sistem pendukung klien yang mungkin dapat meningkatkan dan mendorong proses
belajar klien. Anggota keluarga atau teman dekat mungkin dapat membantu klien
dalam mengembangkan keterampilan di rumah dan mempertahankan perubahan gaya
hidup yang diperlukan klien.
b. Pengkajian fisik
Pengkajian fisik dapat memberikan petunjuk terhadap kebutuhan belajar klien. Hal lain
yang mencakup pengkajian fisik adalah pernyataan klien tentang kapasitas fisik untuk
belajar dan untuk aktifitas perawatan diri sendiri. Kemampuan melihat dan mendengar
memberi pengaruh besar terhadap pemilihan substansi dan pendekatan dalam mengajar.
Fungsi sistem muskuloskeletal mempengaruhi kemampuan keterampilan psikomotor dan
perawatan diri. Toleransi aktifitas juga dapat dapat mempengaruhi kapasitas klien untuk
belajar.
c. Pengkajian kesiapan klien untuk belajar
Klien yang siap untuk belajar dapat dibedakan dengan klien yang tidak siap. Seorang klien
yang siap belajar akan mencari informasi dengan bertanya, atau membaca buku atau
artikel atau tukar pendapat dengan orang lain yang umumnya menunjukkan ketertarikan.
Kesiapan fisik penting dikaji apakah klien dapat memfokuskan perhatian atau lebih
berfokus pada status fisiknya, misalnya terhadap nyeri, pusing, lelah, mengantuk atau hal
lain.
Kesiapan emosi juga merupakan hal yang sangat penting dikaji. Klien dalam status
cemas, depresi atau dalam keadaan berduka karena keadaan kesehatannya atau keadaan
keluarganya biasanya tidak siap untuk belajar. Perawat tidak dapat memaksanya tetapi
harus menunggu sampai keadaan klien siap menerima proses pembelajaran.
Kesiapan kognitif. Dapatkah klien berfikir secara jernih? apakah klien dalam keadaan sadar
penuh? apakah klien tidak dalam pengaruh zat yang mengganggu tingkat kesadaran?
Keadaan itu sangat penting diketahui oleh perawat.
Kesiapan berkomunikasi. Apakah klien sudah dapat menjalin hubungan saling percaya
dengan perawat? Berkomunikasi dua arah sangat diperlukan dalam proses belajar.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 132

d. Pengkajian motivasi
Seseorang harus mempunyai keinginan belajar demi keefektifan pembelajaran. Motivasi
seseorang dapat dipengaruhi oleh adanya masalah keuangan, penolakan terhadap status
kesehatan, kurangnya dorongan dari lingkungan sosial, pengingkaran terhadap penyakit,
kecemasan, ketakutan, rasa malu atau adanya konsep diri yang negatif.
Perawat mengkaji motivasi dan kemampuan klien agar mengerti sepenuhnya tentang
subjek belajar. Motivasi memang sulit untuk dikaji, mungkin dapat ditunjukkan secara
verbal atau nonverbal.
e. Pengkajian kemampuan membaca
Cara yang paling sederhana adalah berikan sesuatu untuk dibaca dan kemudian minta klien
untuk menjelaskan apa yang dibacanya dengan menggunakan bahasanya sendiri. Jika
memungkinkan tawarkan kepada klien beberapa cara belajar (membaca,
menonton/melihat atau mendengarkan). Jika perawat ragu gunakan materi bacaan yang
mudah, sederhana baru kemudian ditambahkan yang lebih kompleks.
2. Pengkajian faktor pemungkin
Faktor pemungkin mencakup keterampilan serta sumber daya yang penting untuk
menampilkan perilaku sehat. Sumber daya dimaksud meliputi fasilitas yang ada, personalia
yang tersedia, ruangan yang ada, atau sumber lain yang serupa. Faktor ini juga menyangkut
keterjangkauan sumber tersebut oleh klien: apakah biaya, jarak, dan waktu dapat dijangkau?
3. Pengkajian faktor penguat
Faktor ini yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak.
Faktor penguat dapat berasal dari kepala keluarga, nenek, kakek atau keluarga dekat lainnya.
Apakah faktor penguat itu positif atau negatif tergantung dari sikap dan perilaku orang lain
yang berpengaruh.

Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang berkaitan dengan adanya kebutuhan belajar dikelompokkan ke


dalam kategori kurang pengetahuan.

Definisi kurang pengetahuan adalah pernyataan pada saat individu, keluarga, kelompok atau
komunitas tidak dapat memahami, tidak dapat belajar, dan tidak dapat menunjukkan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 133

pengetahuannya tentang tindakan tindakan keperawatan kesehatan yang penting untuk


mempertahankan kesehatan (NANDA).
Karakteristik definisi tersebut di atas adalah: adanya pengungkapan secara verbal tentang
masalah ketidak akuratan mengikui suatu instruksi, ketidaksesuaian perilaku atau adanya
perilaku berlebihan misalnya histeria, permusuhan, agitasi, atau apatis.
Faktor yang berhubungan dengan atau menjadi penyebab kurangnya pengetahuan
mencakup: kurang terpapar informasi, kurang mengulang pelajaran, adanya kesalahan dalam
menafsirkan, keterbatasan pengetahuan, kurangnya ketertarikan dalam belajar, tidak
familiarnya klien dengan sumber informasi.
Berikut adalah contoh diagnosis keperawatan yang dikemukakan NANDA:
1. Kurangnya pengetahuan tentang diet DM
2. Kurangnya pengetahuan akan bahaya keamanan di rumah
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyalahgunaan zat

Perencanaan Pendidikan Kesehatan

Keterlibatan klien saat perencanaan pendidikan kesehatan dapat meningkatkan terciptanya


perencanaan yang tepat dan berguna untuk meningkatkan motivasi klien sehingga tujuan dapat
tercapai.

1. Menetapkan tujuan
Tujuan belajar yang ditetapkan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Menunjukkan perilaku atau penampilan yang dikehendaki. Contohnya: klien dapat
menunjukkan atau mendemonstrasikan cara menyusui dengan benar (psikomotor), klien
dapat mejelaskan alasan mengapa ia harus makan dengan pola sedikit tetapi sering
(kognitif), klien dapat mengemukakan rasa lega setelah menyampaikan permasalahannya
kepada perawat (affektif). Tujuan tidak dinyatakan dalam bentuk perilaku perawat.
b. Dapat diukur. Contohnya: klien dapat berjalan di sekitar rumahnya.
c. Menggambarkan kondisi yang diinginkan untuk mengklarifikasi dimana, kapan, atau
bagaimana perilaku yang ditampilkan. Contohnya: klien dapat berjalan dari ujung tempat
tidur ke ujung tempat tidur tanpa menggunakan tongkat pembantu.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 134

d. Terdapat kriteria waktu yang spesifik. Contohnya : klien akan menyebutkan tiga hal yang
mempengaruhi kadar gula darah.
2. Memilih substansi atau isi materi
Isi materi sangat ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai. Untuk menentukan isi/
materi pembelajaran, perawat harus menggunakan sumber pembelajaran yang akurat,
terbaru, didasarkan atas tujuan pembelajaran, disesuaikan dengan usia klien, budaya dan
kemampuan. Isi harus konsisten dengan mempertimbangkan waktu dan sumber daya yang
mungkin untuk pengajaran.
3. Memilih strategi belajar
Beberapa tujuan belajar mungkin dapat dicapai dengan mudah melalui tatap muka satu
persatu antara perawat dan klien tetapi tujuan yang lainnya dengan mudah dapat dicapai
dengan metode diskusi kelompok.
4. Memilih alat bantu dan media pembelajaran
Alat bantu dapat membantu proses pembelajaran, dan digunakan untuk menambah atau
menguatkan pengajaran dengan strategi tatap muka. Alat bantu pengajaran juga sangat
ditentukan oleh tujuan belajar yang hendak dicapai, oleh karena itu pilihlah alat bantu secara
hati-hati.
5. Membuat rencana evaluasi
Rencana evaluasi harus disebutkan dalam perencanaan kegiatan pendidikan kesehatan,
misalnya waktu, sasaran, dan indikator apa yang akan dicapai. Evaluasi dapat dibedakan
menjadi evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah menilai langkah-langkah
yang telah dijadwalkan dalam perencanaan, apakah sesuai atau terjadi perubahan dalam
pelaksanaannya. Misalnya tentang jadwal waktu, tempat dan alat bantu belajar. evaluasi hasil
kegiatan adalah evaluasi ketercapaian tujuan yang ingin dicapai dengan pendidikan
kesehatan. Misalnya sudahkah terjadi perubahan pengetahuan, perubahan sikap dan
tindakannya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 135

Implementasi Pendidikan Kesehatan

Perawat harus fleksibel dalam mengimplementasikan berbagai rencana pembelajaran.


Implementasi rencana pembelajaran memerlukan keterampilan personal seperti teknik
komunikasi dan pendekatan yang ramah dan hangat. Berikut adalah petunjuk yang dapat
membantu perawat mengimplementasikan rencana pegajaran.

1. Waktu yang optimal untuk setiap sesi tergantung pada peserta didik
2. Kecepatan pengajaran dari setiap sesi mempengaruhi proses pembelajaran. Perawat
hendaknya sensitif terhadap tanda apakah pengajaran terlalu cepat atau lambat. Jika klien
tampak bingung atau tidak mengerti kemungkinan perawat mengajar terlalu cepat. Jika klien
tampak bosan dan kehilangan perhatian mungkin mengajar terlalu lambat atau periode
belajar terlalu lama.
3. Keadaan lingkungan dapat menurunkan atau sebaliknya membantu proses pembelajaran.
Lingkungan yang bising akan mengurangi konsentrasi, sedangkan lingkungan yang nyaman
dapat meningkatkan pembelajaran.
4. Alat bantu pengajaran dapat membantu perkembangan belajar dan membantu memfokuskan
perhatian klien. Untuk membantu klien belajar, perawat hendaknya menggunakan alat bantu
dan meyakinkan bahwa semua peralatan berfungsi dengan baik.
5. Jika menemukan sendiri isi atau substansi belajar, klien akan belajar lebih baik. Cara untuk
meningkatkan pembelajaran, mencakup rangsangan motivasi dan rangsangan pencarian
sendiri, misalnya dengan memberikan tujuan belajar yang hendak dicapai secara spesifik,
realistis dan memberi umpan balik serta membantu klien memperoleh kepuasan dari belajar.
6. Melakukan pengulangan untuk memperkuat pembelajaran, sebagai contoh merangkum
substansi, mengatakan dengan kata-kata lain.
7. Materi/ substansi yang dibahas mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks dan
hubungannya dilihat secara logis.
8. Gunakan bahasa yang umum untuk meningkatkan komunikasi dengan klien.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 136

Evaluasi Pendidikan Kesehatan

1. Evaluasi belajar klien

Evaluasi dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran. Klien, perawat,
dan orang yang mendukung klien menentukan apa saja yang telah dipelajari. Proses evaluasi
ini sama seperti evaluasi terhadap pencapaian tujuan untuk diagnosa keperawatan.
Metode terbaik untuk evaluasi tergantung pada jenis pembelajaran. Evaluasi aspek kognitif
dapat dilakukan dengan cara observasi langsung, misalnya mengobservasi klien dengan
memilih cara pemecahan masalah yang menggunakan pengetahuannya yang baru.
Pengukuran bisa dengan cara menulis, misalnya dengan memberikan test kepada klien dan
pertanyaan secara oral.
Evaluasi kemahiran aspek psikomotor adalah dengan cara mengobservasi bagaimana klien
melakukan prosedur tindakan. Misalnya cara mengganti balutan tali pusat, atau cara
memandikan bayi. Perawat harus memberikan umpan balik terhadap apa yang dilakukan
klien.
Evaluasi sikap adalah penilaian terhadap sikap klien, apakah sikap atau nilai telah berubah.
Evaluasi sikap dapat dinilai dengan cara mendengarkan respon klien terhadap pertanyaan,
mencatat bagaimana bagaimana klien berbicara tentang subjek yang relevan dan dengan
mengobservasi perilaku klien yang mengekspresikan perasaan dan nilai.
Perawat dapat memodifikasi atau mengulang perencanaan pembelajaran jika tujuan tidak
tercapai atau hanya sebagian tujuan saja yang tercapai. Perubahan perilaku tidak selalu terjadi
segera setelah belajar, seringkali klien menerima perubahan intelektual terlebih dahulu dan
kemudian baru terjadi perubahan perilaku secara periodik sehingga evaluasi harus dilanjutkan
beberapa lama waktu kemudian.
2. Evaluasi pengajaran
Evaluasi pengajaran merupakan hal penting bagi perawat untuk menilai kemampuannya.
Evaluasi harus mencakup pertimbangan semua factor, yaitu: waktu, strategi mengajar, jumlah
informasi. Klien dapat memberikan evaluasi kepada perawat, apa yang telah membantunya,
apa yang menarik baginya. Perawat hendaknya tidak merasa bahwa pekerjaannya tidak efektif
apabila klien lupa sesuatu yang telah dipelajarinya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 137

Dokumentasi

Dokumentasi hasil pembelajaran adalah hal yang sangat penting, karena merupakan suatu
legalitas bahwa pengajaran telah dilakukan. Hal yang perlu didokumentasikan adalah respons
klien dan orang yang mendukungnya. Apa yang dilakukan klien atau keluarganya
mengindikasikan bahwa proses belajar telah terjadi. Dokumentasi hendaknya mencakup
diagnosis keperawatan, tujuan belajar, topik, hasil yang dicapai, kebutuhan mengajar tambahan,
dan sumber sumber yang diberikan.

Contoh: Satuan Acara Pembelajaran

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


(INDIVIDU)
Mata Ajar :
Tuliskan pokok Bahasan besar (contoh Hipertensi)
Sub Topik :
Jelaskan sesuai dengan komponen yang akan dijelaskan (contoh : diet nutrisi hipertensi, cara
mencegah hipertensi,dll)

Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Penyuluh :
I. Diagnosa Keperawatan :
Tulis diagnosa keperawatan terkait kurang pengetahuan
II. Tujuan :
A. Tujuan Umum :
Sesuaikan dengan diagnosa keperawatan
B. Tujuan khusus :
Jelaskan dengan jelas dari segi kognitif, afektif dan psikomotor sesuai dengan sub topik
yang dijelaskan.
Contoh:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 138

1. Klien mampu menjelaskan definisi hipertensi


2. Klien mampu menyebutkan penyebab hipertensi
3. Klien mampu menerapkan cara pencegahan hipertensi
4. Klien mampu menyusun menu rendah garam
5. dll sesuai tema
III. Sasaran :
Siapa saja yang akan mengikuti pendidikan kesehatan
IV. Media :
Jelaskan media yang akan digunakan
V. Metode :
Jelaskan metode yang akan digunakan
VI. Strategi pelaksanaan: Jelaskan sesuai dengan tabel dibawah ini:

Fase Kegiatan Waktu

Orientasi a. Memberi salam 5 menit


b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan dilakukan pendidikan
kesehatan
Kerja a. Bertanya pada klien sejauhmana mengetahui 35 menit
tentang hipertensi
b. Menjelaskan sesuai topik
c. Demonstrasikan hal-hal yang akan dilakukan
d. Memberikan reinforcement positif
Evaluasi a. Redemonstrasi tentang ...dari klien 15 menit
b. Tanyakan terkait dengan tujuan khusus yang
sdh direncanakan
c. Jelaskan kembali tentang kesimpulan
pendidikan kesehatan

VII. Kriteria evaluasi


A. Struktur : jelaskan apa yang akan dilihat dari persiapan pendidikan kesehatan.
Contoh :
1. Adanya koordinasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lain tentang pelaksanaan
pendidikan kesehatan
2. Adanya persiapan yang baik terkait, sarana dan prasarana pendidikan kesehatan

B. Proses : Apa yang akan dilihat dari proses pendidikan kesehatan.


Contoh :
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 139

1. Klien mengikuti pendkes dari awal hingga akhir


2. Klien antusias dan aktif mengikuti proses pendidikan kesehatan
3. Klien memberikan respon atau umpan balik berupa pertanyaan atau masukan
4. Klien melakukan redemonstrasi senam ringan untuk aktivitas klien hipertensi

C. Hasil : Evaluasi dari tujuan khusus yang ingin dicapai.


Contoh:
1. Klien mampu menjelaskan kembali pengertian penyakit hipertensi
2. Klien mampu menyebutkan 4 dari 7 penyebab hipertensi
3. Klien mampu menyebutkan 5 dari 8 tanda dan gejala hipertensi, dll

VII. Materi dan Daftar Pustaka


Buku Ajar Keperawatan Keluarga 140

Topik 2
Merawat Anggota Keluarga yang Sakit

Merawat anggota keluarga yang sakit, merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan
yang dilakukan perawat di keluarga untuk mengembalikan kesehatan klien ke keadaan yang lebih
baik. Tentu intervensi yang dilakukan melalui suatu proses pengkajian, diagnosis keperawatan
dan perencanaan keperawatan. Intervensi keperawatan terhadap anggota keluarga yang sakit di
rumah dilakukan terhadap kondisi klien yang perlu dilakukan intervensi keperawatan langsung
dengan berbagai kondisi atau masalah kesehatan klien pada lingkup praktik keperawatan.
Beberapa intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien dan keluarga memerlukan
penguasaan beberapa prosedur keperawatan yang harus dikuasai. Selanjutnya Beberapa
petunjuk yang perlu diperhatikan dalam melakukan intervensi keperawatan yaitu:
1. Jangan melakukan intervensi keperawatan tanpa mengetahui maksud (rasional) untuk
melakukan tindakan tersebut.
2. Sebelum implementasi tindakan keperawatan, perawat perlu mengkaji kembali klien untuk
status masalah dan apakah intervensi sebelumnya yang diidentifikasi masih valid.
3. Melakukan intervensi keperawatan bukan berupa hafalan atau aktifitas mekanikal- perlu
terus mengkaji respon klien terhadap intervensi keperawatan dan siap mengubah
intervensi yang tidak dikerjakan.
4. Pada saat melakukan intervensi keperawatan kepada klien dan keluarga- maka harus selalu
dapat menjelaskan mengapa perawat melakukan intervensi.
5. Intervensi keperawatan dilakukan secara aman dan dalam lingkungan terapeutik.
Selanjutnya perlu memastikan bahwa lingkungan sesuai untuk apapun tindakan yang akan
dilakukan.
6. Pada saat melakukan intervensi keperawatan,pastikan perawat mengetahui protocol dan
prosedur tindakan keperawatan sesuai dengan standar (DeLaune & Ladner, 2011).
Beberapa prosedur keperawatan sering digunakan dalam melakukan perawatan anggota
keluarga yang sakit di rumah. Prosedur keperawatan ini dilakukan pada klien di rumah dilakukan
oleh perawat dengan melibatkan keluarga dalam perawatan yang dilakukan. Hal ini sesuai
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 141

dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang mengalami masalah kesehatan atau sakit. Adapun tindakan-tindakan keperawatan
yang digunakan dalam merawat klien di keluarga (rumah) (Hilton , 2004) adalah sebagai berikut:
1. Pernapasan
a. Mengkaji kemampuan klien untuk bernapas.
b. Memonitor kecepatan bernapas.
c. Mempertahankan jalan napas
d. Memonitor sekresi atau sputum klien.
e. Membuang sekresi atau sputum oral.
2. Mobilisasi
a. Mengkaji kemampuan mobilisasi
b. Melakukan pencegahan jatuh
c. Melakukan pergerakan atau mobilisasi.
3. Kebersihan diri & Memakai Pakaian
a. Mengkaji kemampuan klien untuk melakukan kebersihan diri dan memakai pakaian.
b. Membantu klien untuk mandi dan memakai pakaian.
c. Membantu klien untuk membersihkan mulut.
d. Melakukan perawatan mata
e. Melakukan perawatan rambut
4. Makan dan Minum
a. Mengkaji status hidrasi klien.
b. Mengkaji klien dalam menseleksi pendekatan untuk makan atau minum.
c. Memonitor status nutrisi.
d. Memonitor pemasukan cairan.
e. Membantu makan dan minum.
f. Memberikan makan klien yang memiliki risiko kesulitan menelan.
g. Memberikan pertolongan pertama pada klien yang tersedak.
5. Komunikasi
a. Mengkaji kebutuhan komunikasi klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 142

b. Merespon panggilan telepon klien


c. Berkomunikasi dengan klien.
d. Mengelola tindak kekerasan dan aggresi.
6. Mempertahankan temperatur tubuh
a. Mengukur temperatur tubuh
b. Mengkaji kemampuan individu untuk mengukur temperatur tubuh
c. Memonitor temperatur tubuh
d. Tindakan meningkatkan atau menurunkan temperatur tubuh.
7. Eliminasi
a. Mengkaji kemampuan individu untuk eliminasi
b. Mengkaji kemampuan klien untuk menggunakan toilet
c. Merawat klien dengan kateter tetap
d. Memonitor output urin
e. Memonitor tindakan eliminasi BAB
f. Monitoring muntah
8. Bekerja dan Bermain
a. Mengkaji kemampuan individu untuk bekerja dan bermain.
b. Membantu klien untuk menseleksi pendekatan aktifitas bekerja.
c. Membantu klien untuk menseleksi pendekatan aktifitas rekresasi.
9. Tidur.
a. Mengkaji kebutuhan klien yang berkaitan dengan tidur dan istirahat.
b. Memonitor tidur dan pola istirahat klien.
c. Membantu klien mencapai keseimbangan antara aktifitas dan istirahat.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 143

Beberapa Prosedur Tindakan Keperawatan Keluarga pada Anggota Keluarga


Yang Sakit di Rumah.

1. Tuberkulosis Paru

Batuk efektif
Adalah membersihkan jalan nafas dari sekresi yang berlebih. Tujuannya adalah untuk
memberikan kesempatan paru-paru mengembang, mobilisasi sekret, dan mencegah efek
samping dari retensi sekresi paru.
Pelaksanaan:
a. Persiapan klien: jelaskan tujuan dan rasionalisasi tindakan
b. Persiapan alat: bantal, tempat tidur (yang dapat diatur) atau kursi, tempat/ wadah sputum
yang tertutup yang telah diisi larutan klorin, kertas tissue
c. Persiapan lingkungan:
Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
d. Langkah kerja:
• Cuci tangan
• Awali interaksi dengan mengucapkan salam
• Tempatkan klien dengan posisi duduk
• Anjurkan klien untuk rileks dan bernafas normal untuk beberapa menit hingga merasa
nyaman
• Lakukan nafas dalam dan panjang sebanyak lima kali dan tahan tarikan nafas terakhir
selama tiga detik (jika memungkinkan)
• Batukkan dengan segera setelah menahan nafas selama tiga detik, dengan cara
menggunakan otot-otot perut atau otot-otot respirasi yang lain. Tekan di kedua sisi
abdomen dengan menggunakan telapak tangan saat batuk. Upayakan lendir untuk
keluar
• Kembali rileks dan bernafas normal
• Anjurkan klien untuk batuk kembali secara teratur (tetap memperhatikan tindakan
hygienis)
• Anjurkan klien membuang dahak (bila ada) ke dalam sputum pot
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 144

• Bersihkan mulut klien dengan kertas tissue


• Lakukan evaluasi respon klien selama dan setelah tindakan
• Rapihkan alat-alat
• Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam
• Cuci tangan
• Dokumentasikan hasil tindakan batuk efektif
e. Evaluasi:
Respon verbal:
Klien mengatakan dapat lebih nyaman dan dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
Respon non verbal:
Klien kooperatif dan tidak ditemukan tanda-tanda adanya penumpukan sekret pada jalan
nafas (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Latihan pernafasan diafragma

Adalah Latihan pernafasan merupakan teknik yang digunakan untuk mengkompensasi


kekurangan pernafasan dengan meningkatkan efisiensi pernafasan. Latihan dilakukan untuk
menyimpan energi melalui pernafasan yang terkendali.

Tujuan: Mengurangi kegiatan otot pernafasan yang tidak terkordinasi, menurunkan beban
kerja pernafasan, merelaksasi otot dan memulihkan kecemasan.
Pernafasan perut menjadi spontan dan respirasi lebih efisien dan rileks
Pelaksanaan:
a. Persiapan klien: jelaskan tujuan dan rasionalisasi tindakan
b. Persiapan alat: bantal, tempat tidur (yang dapat diatur) atau kursi.
c. Persiapan lingkungan:
Ciptakan lingkungan yang aman dan nyaman
d. Langkah kerja:
• Cuci tangan
• Awali interaksi dengan mengucapkan salam
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 145

• Tempatkan klien dengan posisi sit up lurus dengan ditopang oleh bahu dan kepala
menengadah.
• Letakkan telapak tangan diatas perut, persis di bawah tulang iga dan tangan yang lain
pada bagian tengah dada
• Anjurkan klien untuk menarik nafas dalam dan lambat secara perlahan melalui hidung
sampai perut menonjol keatas setinggi mungkin. Perut akan membesar selama
inspirasi dan mengempes selama ekspirasi
• Keluarkan nafas melalui ”pursed lip” sambil menegangkan otot perut dengan kuat
kearah dalam. Rongga dada tidak bergerak, perhatian ditujukan pada perut
• Lakukan latihan kira-kira satu menit dan istirahat 2 menit, lakukan selama 10 menit ( 4
kali sehari).Lakukan pernafasan diafragma pada saat berbaring, duduk dan akhirnya
saat berdiri dan berjalan. Kordinasikan pernafasan diafragma pada saat menaiki
tangga dan lakukan aktifitas selama masa ekspirasi yang panjang
• Lakukan evaluasi respon klien sebelum, selama dan setelah tindakan
• Rapihkan alat-alat
• Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam
• Cuci tangan
• Dokumentasikan hasil tindakan nafas dalam.
e. Evaluasi:
Respon verbal klien:
Klien dapat mengatakan bahwa bernafas menjadi lebih ringan dan rileks. Otot
pernafasan menjadi terkordinasi dan merasa lebih nyaman.
Respon non verbal:
Klien kooperatif ,pernafasan tampak spontan dan respirasi lebih efisien dan rileks
(Kementerian Kesehatan RI, 2013)
2. Stroke
Terapi Latihan Pergerakan Sendi
a. Pengertian
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 146

Terapi latihan pergerakan sendi adalah menggunakan pergerakan tubuh aktif atau pasif
untuk mempertahankan atau meningkatkan fleksibelitas sendi.
b. Tujuan
1) Mempertahankan dan meningkatkan fleksibiltas sendi.
2) Mencegah kontraktur sendi
c. Langkah-langkah Kegiatan
1) Flexi dan Extensi Pergelangan Tangan
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan klien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan
• Pegang tangan klien dengan satu tangan dan tangan lain memegang pergelangan
tangan klien
• Tekuk tangan klien ke depan sejauh mungkin
• Catat perubahan yang terjadi
2) Flexi dan extensi Siku
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan klien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan
mengarah ke tubuhnya.
• Letakkan tangan di atas siku klien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya
• Tekuk siku klien sehingga tangannya mendekat bahu
• Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
• Catat perubahan yang terjadi
3) Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan bawahmenjauhi tubuh klien dengan siku menekuk
• Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan klien dan pegang tangan klien
dengan tangan lainnya
• Putar lengan bawah klien sehingga telapak tangan menjauhinya
• Kembalikan ke posisi semula
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 147

4) Abduksi dan Adduksi


• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Atur posisi lengan klien di samping badannya
• Letakkan satu tangan perawat di atas klien dan pegang tangan klien dengan tangan
lainnya
• Gerakkan lengan klien menjauh dari tubuhnya kearah perawat
• Kembalikan ke posisi semula
• Catat perubahan yang terjadi
5) Flexi dan Extensi jari-jari
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Pegang jari-jari kaki klien dengan satu tangan, sementara tangan lain memegang
kaki
• Bengkokkan (tekuk) jari-jari ke bawah
• Luruskan jari-jari kaki ke belakang
• Kembalikan ke posisi semula
• Catat perubahan yang terjadi
6) Flexi dan Extensi Pergelangan Kaki Siku
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki klien dan satu tangan yang lain di
atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks.
• Tekuk pergelangan kaki, arahkan diatas siku klien
• Catat perubahan yang terjadi
7) Rotasi Pangkal Paha
• Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
• Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan lain diatas
lutut
• Putar kaki menjauhi perawat
• Kembalikan ke posisi semula
• Catat perubahan yang terjadi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 148

Latihan Gerak Lidah dan Bibir


a. Pengertian
Latihan gerak lidah dan bibir adalah latihan yang dilakukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan kekuatan otot lidah dan bibir
b. Tujuan
Membantu klien dalam melatih otot lidah dan bibir yang sangat membantu dalam
mengurangi terjadinya disartria
c. Langkah-langkah
1) Bentuk bibir seperti huruf “O”
2) Tersenyum
3) Berganti-ganti membentuk huruf “O” dan tersenyum seolah-olah sedang
mengucapkan huruf o-e
4) Bukalah mulut lebar-lebar, kemudian gerakkan bibir seperti gerakan mencium
5) Tutup bibir rapat-rapat seakan mengucapkan “mm”
6) Ucapkan “ma ma ma ma” secepat mungkin
7) Ucapkan” “mi mi mi mi” secepat mungkin
8) Katupkan bibir rapat-rapat, dan kembungkan pipi selama 5 detik, kemudian
hembubuskan
9) Julurkan lidah sejauh mungkin dan tahan selama 3 detik, kemudian tarik kembali
ke dalam mulut
10) Gerakkan lidah ke atas bawah, samping kanan kiri
11) Usapkan lidah pada seluruh permukaan bibir
12) Ucapkan suara “ta ta ta” dengan kecepatan semakin meningkat
13) Tekan lidah ke gusi atas, kemudian tekan kegusi bawah

Latihan Ambulasi
a. Pengertian
Ambulasi merupakan upaya seseorang untuk melakukan latihan jalan atau berpindah
tempat.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 149

b. Tujuan
Untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
1) Langkah-langkah
1) Duduk ditempat diatas tidur
• Anjurkan klien untuk meletakkan tangan di samping badannya, dengan telapak
tangan menghadap ke bawah
• Berdirilah di samping tempat tidur kemudian letakkan tangan pada bahu klien
• Bantu klien untuk duduk dan beri penopang/bantal
2) Turun dan berdiri
• Atur kursi roda dalam posisi terkunci
• Berdirilah menghadap klien dengan ke dua kaki merenggang.
• Fleksikan lutut dan pinggang anda.
• Anjurkan klien untuk meletakkan ke dua tangannya di bahu Anda dan letakkan
kedua tangan Anda di samping kanan kiri pinggang klien
• Ketika klien melangkah ke lantai tahan lutut anda pada lutut klien
• Bantu berdiri tegak dan jalan sampai ke kursi
• Bantu klien duduk di kursi dan atur posisi secara nyaman
3) Membantu berjalan
• Anjurkan klien untuk melctakkan tangan di samping badan atau memegang
tclapak tangan anda.
• Berdiri disamping klien dan pegang telapak dan lengan tangan pada bahu klien
• Bantu klien untuk jalan
4) Membantu Ambulasi dengan Memindahkan klien
• Atur branchard dalam posisi terkunci.
• Bantu klien dengan 2-3 orang.
• Berdiri menghadap klien.
• Silangkan tangan di depan dada.
• Tekuk lutut Anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh klien.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 150

• Orang pertama meletakkan tangan di bawah ieher/ bahu dan bawah pinggang,
orang kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan panggul pasicn dan orang
ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
• Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard.
• Atur posisi klien di brachard (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Mengatur Posisi Tidur
a. Pengertian
Adalah suatu tindakan dengan memberikan posisi tidur untuk memperlancar sirkulasi
darah klien.
b. Tujuan
1) Untuk memperlancar sirkulasi darah
2) Untuk mencegah komplikasi terjadi seperti pembentukan bekuan darah, dekubitus,
pnemonia, kontraktur otot, keterbatasan gerak sendi
c. Langkah-langkah
1) Pastikan bahwa pasien memiliki kasur yang sesuai.
2) Lakukan mobilisasi (membalikkan) dari satu sisi ke sisi yang lainnya setiap 3 jam sekali
sepanjang siang dan malam.
3) Ubahlah posisi lengan setiap 2 jam sekali sepanjang siang dan malam hari.
4) Minimalkan posisi tidur terlentang sebab posisi tidur terlentang akan membuat otot-
otot postur menjadi tidak aktif dan berdampak semakin cepatnya terjadi penurunan
kekuatan otot. Jika tidur dalam keadaan terlentang, maka berikan sanggahan pada
sisi yang lemah agar posisi terlentang tidak secara penuh.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 151

Berikan posisi tidur miring (side lying) dengan cara :

5) Jika posisi tidur miring kekanan maka berikan topangan pada lengan kiri dan tungkai
kiri dengan menggunakan bantal. Usahakan posisi kepala sejajar dengan tulang
belakang.
6) Jika posisi miring ke kiri maka posisikan lengan kiri lurus dan geser tulang belikat agak
kedepan. Posisi kaki kiri lurus dan kaki kanan ditekuk dengan sanggahan bantal.
Usahakan kepala sejajar dengan tulang belakang.

Teknik Relaksasi Napas Dalam


a. Pengertian
Teknik Relaksasi Nafas Dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas
dalam, napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan.
b. Tujuan
Tujuan dari latihan napas dalam adalah untuk :
1) Ketentraman hati
2) Menurunkan kecemasan
3) Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa
4) Mengurangi rasa nyeri
c. Langkah-langkah
1) Ciptakan lingkungan yang tenan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 152

2) Usahakan tetap rileks dan tenang


3) Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1,2,3
4) Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas
atas dan bawah rileks
5) Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
6) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui mulut secara
perlahan-lahan
7) Membiarkan telapak tangan dan kaki rilek
8) Usahakan agar tetap konsentrasi / mata sambil terpejam
9) Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
10) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
11) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
12) Bila nyeri menjadi hebat, seseorang dapat bernafas secara dangkal dan cepat

3. Diabetes Mellitus
Perawatan Luka DM
a. Tujuan
1) Mencegah komplikasi lebih lanjut akibat luka DM.
2) Mempercepat proses penyembuhan luka.
3) Memberikan rasa nyaman klien

b. Pelaksanaan
1) Persiapan
a) Persiapan Pasien
Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan dan klien
disiapkan pada posisi yang nyaman
b) Persiapan Alat
Alat Seteril ( bak instrument bersisi ) :
- 2 Pinset anatomi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 153

- 2 pinset chirurgis
- 1 klem arteri
- 1 gunting jaringan
- 1 klem kocher
- Kassa dan deppers seteril
Alat Tidak Seteril
- Bethadine
- Larutan NaCl 0,9 %
- Handscone
- Kom kecil
- Verban dan plester
- Perlak
- Tempat cuci tangan
- Bengkok berisi larutan desinfektan ( Lysol )
- Sampiran jika perlu
- Masker jika perlu
- Schort bila perlu
- Obat-obatan sesuai program medis

2) Langkah Kerja
a) Cuci tangan.
b) Jelaskan pada klien tentang tujuan tindakan
c) Tutup tirai atau pintu ruangan
d) Buka luka perlahan, hindari terjadinya perdarahan / terauma pada luka. Tidak perlu
menggunakan pinset dalam membuka balutan, cukup menggunakan tangan yang
menggunakan sarung tangan.
e) Luka dikaji dengan seksama sesuai dengan cara mengkaji luka, jangan lupa
dokumentasikan dengan tepat hal-hal yang harus ditulis dan diambil gambar luka.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 154

Jika harus dilakukan pengambilan kultur, sesuaikan dengan prosedur cara


pengambilan kultur.
f) Cuci luka, boleh dilakukan dengan perendaman air hangat atau air yang mengandung
antiseptik. Hati-hati dalam mencuci luka jangan sampai menyebabkan trauma,
terakhir jika luka tidak terdapat infeksi dapat dibilas dengan NaCl 0,9 % saja atau jika
ada infeksi dapat menggunakan larutan antiseptik lain, kemudian bilas dengan NaCl
0,9 % atau hanya dengan larutan Feracrylum 1%.
g) Siapkan alas bersih dan mulailah dengan merawat luka. ganti sarung tangan saat akan
melakukan pembalutan.
h) Pilih topikal terapi sesuai dengan kondisi luka, misalnya sesuai dengan warna dasar
luka, bentuk luka, luas dan kedalamannya, terinfeksi atau tidak.
i) Tutup luka dengan seksama, jangan sampai ada luka yang tampak kelihatan dari luar,
ukur ketebalan kasa atau bahan topikal yang ditempelkan keluka harus mampu
membuat suasana luka optimal (moisture balance) dan memsuport luka kearah
perbaikan/segera sembuh.
j) Jika terdapat edema, lakukan pemeriksaan tentang penggunaan balutan kompresi
(dopler).
k) Perhatikan kualitas hidup pasien, hindari pasien tidak bisa melakukan aktifitasnya
setelah dikenakan balutan..
l) Rapikan semua alat-alat dan perhatikan tentang pembuangan sampah medis
3) Evaluasi
a) Respon verbal klien : klien mengatakan merasa nyaman, luka tidak bau dan
kesakitan
b) Respon non verbal : luka tampak bersih tidak ada pus, jaringan berwarna
kemerahan, tidak tampak bengkak.
Senam Kaki Penderita DM
a. Tujuan
1) Memperbanyak sirkulasi darah
2) Memperkuat otot-otot kecil
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 155

3) Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki


4) Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5) Mengatasi keterbatasan gerak sendi
6) Meningkatkan kebugaran klien diabetes mellitus
b. Pelaksanaan
1) Persiapan
a) Persiapan klien : Jelaskan tujuan dan rasional dari tindakan
b) Persiapan alat : Kursi tanpa sandaran dan kertas koran
2) Langkah Kerja
a) Posisi awal : Duduk tegak diatas sebuah bangku (jangan bersandar).
b) Latihan ke-1 (10x)
• Gerakkan jari-jari kedua kaki anda seperti bentuk cakar
• Luruskan kembali
c) Latihan ke-2 (10x)
• Angkat ujung kaki, tumit tepat diletakkan diatas lantai
• Turunkan ujung kaki, kemudian angkat tumitnya dan turunkan kembali
d) Latihan ke-3 (10x)
• Angkat kedua ujung kaki anda
• Putar kaki pada pergelangan kaki ke arah samping
• Turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah
e) Latihan ke-4 (10x)
• Angkat kedua tumit anda
• Putar kedua tumit ke arah samping
• Turunkan kembali ke lantai dan gerakkan ke tengah
f) Latihan ke-5 (10x)
• Angkat salah satu lutut
• Luruskan kaki anda
• Gerakkan jari-jari kaki anda ke depa
• Turunkan kembali kaki anda, bergantian kiri dan kanan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 156

g) Latihan ke-6 (masing-masing 10x)


• Luruskan salah satu kaki anda diatas lantai
• Kemudian angkat kaki tersebut
• Gerakkan ujung-ujung jari ke arah muka anda
• Turunkan kembali tumit anda ke lantai
h) Latihan ke-7 (10x)
• Seperti latihan sebelumnya, tapi kali ini dengan kedua kaki bersamaan
i) Latihan ke-8 (10x)
• Angkat kedua kaki anda, luruskan dan pertahankan posisi tersebut
• Gerakkan kaki anda pada pergelangan kaki, ke depan dan ke belakang
j) Latihan ke-9 (masing-masing kaki 10x)
• Luruskan salah satu kaki dan angkat
• Putar kaki anda pada pergelangan kaki
• Tuliskanlah di udara dengan kaki anda angka-angka 0 s/d 9
k) Latihan ke-10 (10x)
• Selembar koran dilipat-lipat dengan kaki menjadi bentuk bulat seperti
bolaKemudian dilicinkan kembali dengan menggunakan kedua kaki dan setelah itu
disobek-sobek
• Kumpulkan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki dan letakkanlah diatas
lembaran koran lainnya. Akhirnya bungkuslah semuanya dengan kedua kaki
menjadi bentuk bola
3) Evaluasi
a) Respon verbal: Klien mengatakan dapat melakukan seluruh gerakan yang
diinstruksikan
b) Responnon verbal: Klien tampak antusias, tidak mengalami kelelahan dalam
aktifitas, pergerakan kaki tidak mengalami hambatan atau nyeri.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 157

Topik 3

Pemberdayaan Keluarga
Pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak
dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh
daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya. Pada hakekatnya
pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya,
kekuatan atau kemampuan kepada individu, keluarga dan masyarakat lemah agar dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi
dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya dan potensi
yang dimiliki secara mandiri.
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang dilakukan secara
sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya mengubah individu, keluarga dan
masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan berkemampuan menuju
keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau kemampuan menunjuk pada sumber
inisiatif dalam rangka mendapatkan atau meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan
sehingga memiliki keberdayaan. Kata "memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi
sumber inisiatif untuk berdaya berasal dari individu, keluarga dan masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, individu, keluarga dan masyarakat harus menyadari akan perlunya memperoleh daya
atau kemampuan. Makna kata "pemberian" menunjukkan bahwa sumber inisiatif bukan dari
individu, keluarga dan masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya, kemampuan atau kekuatan
adalah pihak-pihak lain yangmemiliki kekuatan dan kemampuan, misalnya pemerintah atau
agen-agen pembangunan lainnya .

Tujuan Pemberdayaan
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi keluarga/ masyarakat
berkembang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membangun daya kreasi keluarga/
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 158

masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi


yang dimiliki serta upaya untuk pengembangkannya.
2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki keluarga/ masyarakat melalui langkah-langkah
nyata dan menyangkut penyediaan input (berupa bantuan dana, pembangunan prasarana
dan sarana maupun social serta pengembangan Lembaga pendanaan). Untuk itu perlu
program-program khusus untuk keluarga/masyarakat yang kurang berdaya.

3. Melindungi, agar yang lemah tidak menjadi bertambah lemah, karena kurang berdaya dalam
menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, akibat eksploitasi oleh kelompok.

Proses Pemberdayaan

Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan mengandung dua
kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan
atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada keluarga /masyarakat
agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama tersebut dapat disebut sebagai
kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau
kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi
individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi
pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga
proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi keluarga/
masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi
yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya.
Dalam konteks ini, pemberdayaan adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan
mendorong (encourage) dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki
serta berupaya mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
keluarga/masyarakat (empo-wering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari
iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 159

pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurang
berdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan keluarga/masyarakat diharapkan dapat menjadikan
keluarga/masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya dengan
indikator masyarakat berdaya, memiliki ciri-ciri warga keluarga/masyarakat berdaya yaitu: (1)
mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi
perubahan ke depan), (2) mampu mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk
berunding, (4) memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang saling
menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya. Selanjutnya masyarakat berdaya
adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi, berkesempatan, memanfaatkan
peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternative, mampu mengambil
keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu
bertindak sesuai dengan situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan keluarga/masyarakat
yang memiliki sifat seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan
mengoptimalkan partisipasi keluarga/masyarakat secara bertanggungjawab. Meskipun proses
pemberdayaan suatu keluarga/masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan,
namun dalam implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus
dalam pelaksanaannya. Tak jarang ada keluarga/kelompok-kelompok dalam komunitas yang
melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul.
Beberapa kendala (hambatan) dalam pembangunan keluarga/masyarakat, baik yang berasal
dari kepribadian individu maupun berasal dari sistem sosial:
1. Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit),seleksi
Ingatan dan Persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan(Depedence),
Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak mau menerima
pembaharuan, dan rasa tak percaya diri (self-Distrust)
2. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to Norms),
yang”mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu, kesatuan
dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural Coherence), kelompok
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 160

kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sakral(The Sacrosanct), dan penolakan
terhadap ”Orang Luar” (Rejection of Outsiders)
Pemberdayaan adalah upaya agar keluarga/masyarakat memiliki:
1. Kesadaran, kemauan & kemampuan untuk dapat melayani pemenuhan kebutuhan
penyelenggara pembangunan kesehatan ( To Serve)
2. Memperjuangkan kepentingan kesehatan dan keberhasilan pembangunan kesehatan (To
Advocate)
3. Berperan serta aktif melaksanakan tinjauan kritis dan memberikan masukan dalam upaya
peningkatan pembangunan kesehatan (To Watch)
Pemberdayaan keluarga adalah merupakan upaya memfasilitasi agar keluarga mengenal
masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan setempat. Menurut
Wallerstein, 1992 Pemberdayaan keluarga/ masyarakat adalah suatu proses kegiatan sosial yang
mana meningkatkan partisipasi keluarga/masyarakat dan organisasi yang bertujuan
meningkatkan kontrol individu, keluarga dan masyarakat, kemampuan politik, memperbaiki
kwalitas hidup keluarga/masyarakat dan keadilan sosial (Hanson, 2001).

Intervensi Pemberdayaan Keluarga.

Intervensi pemberdayaan keluarga meliputi :


1. Menganjurkan keluarga dan anggota keluarga berpartisipasi secara aktif.
2. Bertindak dengan berhati-hati dengan mendengarkan apa yang menjadi perhatian dan
mulai dengan yang mereka inginkan.
3. Mengakui keluarga sebagai mitra setara atau anggota tim dalam sistem pelayanan
kesehatan.
4. Memperluas visi keluarga tentang pilihan dan kemungkinan apa yang ada.
5. Mendorong kemandirian keluarga.
6. Memungkinkan klien untuk menggunakan otonomi dan penentuan nasib sendiri dalam
memutuskan opsi yang mana yang akan dipilih.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 161

7. Menghargai bahwa keluarga dan perawat masing-masing memiliki keahlian khusus


sendiri dalam menjaga dan mengelola kesehatan.
8. Menyadari bahwa keluarga dan perawat membawa kekuatan dan sumber daya kedalam
hubungan mereka.
9. Menentukan dan menegaskan kekuatan dan sumber daya keluarga yang menjadi dasar
kepercayaan.
10. Mengadvokasi atas nama keluarga ditingkat klien, sietem pelayanan kesehatan dan
kebijakan kesehatan.
11. Membantu keluarga dalam mengembangkan lebih banyak dukungan social dalam
keluarga mereka sendiri melalui pengembangan ketrampilan hubungan keluarga.
12. Memberi keluarga penghargaan atas perubahan dan pencapaian positif yang terjadi
(Friedman, 1998).

Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!

Deskripsi Kasus:
Bapak H (60 tahun) tinggal bersama istri Ibu K (52 tahun) dengan dua orang anak H (25 tahun)
dan J (21 tahun). Saat ini bapak H mengalami paska stroke (1 minggu paska rawat di RS) dengan
kondisi klien tampak berbaring diatas tempat tidur dengan kelemahan pada bagian tubuh
sebelah kanan, klien mengakami hambatan dalam komunikasi verbal.

Tugas
1. Identifikasi intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk Bapak H yang mengalami
paska stroke di rumah.
2. Intervensi pemberdayaan keluarga yang dapat dilakukan oleh perawat untuk keluarga
bapak H
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 162

Ringkasan

1. Merawat anggota keluarga yang sakit, merupakan salah satu bentuk intervensi
keperawatan yang dilakukan perawat di keluarga untuk mengembalikan kesehatan klien
ke keadaan yang lebih baik.
2. Prosedur keperawatan yang dilakukan oleh perawat pada klien di rumah dengan
melibatkan keluarga dalam perawatan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan tugas
keluarga dalam bidang kesehatan yaitu keluarga mampu merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan atau sakit.
3. Pemberdayaan keluarga adalah merupakan upaya memfasilitasi agar keluarga mengenal
masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan
memanfaatkan potensi keluarga sesuai situasi, kondisi dan kebutuhan keluarga.

Tes 4

Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!


1. Perawat sebelum melakukan intervensi keperawatan mengkaji kembali terhadap status
masalah kesehatan klien dengan tujuan?
A. Apakah intervensi keperawatan yang akan dilakukan masih valid atau sesuai.
B. Apakah ada dukungan dari keluarga
C. Apakah ada kemampuan keluarga untuk melakukan tindakan secara mandiri
D. Apakah tersedia sumber-sumber di keluarga
E. Apakah ada penolakan terhadap intervensi yang akan dilakukan.

2. Untuk klien yang mengalami gangguan mobilisasi fisik, maka intervensi keperawatan yang
dapat dilakukan oleh keluarga adalah…

A. Merujuk tenaga fisioterapi untuk mendapatkan petunjuk terkait kegiatan latihan.


B. Mengajarkan untuk melakukan latihan pergerakan sendi (ROM) dengan melibatkan
keluarga
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 163

C. Mengistirahatkan klien sampai ada keinginan untuk melakukan latihan pergerakan


D. Membebaskan kepada klien dan keluarga untuk menentukan kapan mulai melakukan
latihan
E. Memberikan porsi latihan yang dapat dilakukan klien tanpa ada pengawasan perawat.

3. Pemberdayaan keluarga yang dapat dilakukan untuk mendukung dalam keberhasilan


dalam pengobatan TB paru di keluarga adalah?

A. Mengingatkan kepada klien untuk pemeriksaan kesehatan rutin.


B. Memberikan dukungan makanan bergizi untuk klien.
C. Melakukan pengawasan menelan obat secara rutin
D. Menciptakan kondisi lingkungan rumah yang sehat
E. Membantu klien untuk tindakan lanjut pemeriksaan secara rutin di pelayanan
kesehatan.
4. Tindakan keperawatan spesifik yang dilakukan terhadap anggota keluarga yang mengalami
stroke di rumah adalah
A. Latihan Batuk efektif
B. Latihan otot diafragma
C. Latihan gerakan lidah dan bibir
D. Perawatan luka
E. Latihan atau senam kaki.
5. Latihan Ambulasi di rumah biasanya dilakukan perawat terhadap klien ?
A. Diabetes Mellitus
B. Stroke
C. TB Paru
D. Asthma
E. Paska jantung coroner
6. Diantara alat bantu yang ada, mana yang paling baik dalam penerimaan materi Pendidikan
kesehatan?
A. Tulisan
B. Rekaman
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 164

C. Demontrasi
D. Film
E. Benda tiruan
7. Untuk mengevaluasi sejauhmana Ibu memahami cara mengatasi demam pada anak
balitanya dengan cara?
A. Menjelaskan pengertian demam.
B. Mendemostrasikan cara mengatasi demam dengan kompres air hangat.
C. Menjelaskan prosedur cara mengatasi demam
D. Menjelaskan cara mengatasi demam dengan obat antidemam
E. Menjelaskan pentingnya minum banyak untuk anak demam
8. Untuk mencegah agar tidak terjadi luka pada kaki, maka perlu diajarkan perawatan kaki.
Hal ini dilakukan pada klien?
A. Gagal ginjal
B. Gagal jantung
C. Rhematik
D. Diabetes Mellitus
E. Stroke
9. Untuk mencegah penularan TB Paru terhadap anggota keluarga, maka perawat perlu
mengajarkan tentang?
A. Pentingnya imunisasi lengkap
B. Pentingnya menutup mulut saat batuk dan membuang dahak pada tempat yang berisi
disinfektan.
C. Pentingnya makanan tinggi protein dan kalori untuk klien
D. Pentingnya memisahkan alat makan
E. Pentingnya menjaga kebersihan rumah
10. Mengajarkan tentang pentingnya membatasi konsumsi garam dan lemak oleh perawat, hal
diberikan pada klien?
A. Penyakit TB Paru
B. Hipertensi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 165

C. Diabetes Mellitus
D. Hepatitis
E. Gatritis
KUNCI JAWABAN

1 A
2 B
3 C
4 C
5 B
6 E
7 B
8 D
9 B
10 B

Daftar Pustaka
DeLaune, S. C. & Ladner, P. K., 2011. Fundamentals of Nursing: Standards and Practice. Fourth
ed. New York: Delmar Cengage Learning.
Freeman, R. a. H., 1981. Community Health Nursing Practice (2nd ed). Philadelphia: W.B.
Saunders Company.
Friedman, M. M., 1998. Family Nursing Research, Theory Practice. Fourth Edition ed. Norwalk:
Appleton and Lange.
Hanson, S. M. H., 2001. Family Health Care Nursing. Second ed. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Hilton , P. A., 2004. Fundamental Nursing Skills. Philadelphia: Whurr Publisher.
Kementerian Kesehatan RI, 2013. Modul Pelatihan Teknis Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Bagi Perawat Pelaksana di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.
Tim Pokja SIDI DPP PPNI, 2018. Standar Intervensi. 1 ed. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 166

Bab 6
Penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga
Wahyu Widagdo, SKp, MKep, SpKom.

Pendahuluan

Proses keperawatan keluarga merupakan kegiatan yang terorganisir dan sistematis untuk
memberikan asuhan asuhan keperawatan pada individu dan keluarga yang berfokus pada respon
yang unik seseorang atau kelompok terhadap suatu perubahan baik actual atau risiko, dimana
melalui aktifitas keperawatan yang mana sesorang membutuhkan pelayanan kesehatan melalui
asuhan keperawatan yang terbaik.
Asuhan keperawatan keluarga merupakan asuhan yang diberikan pada klien di keluarga
dengan berbagai permasalahan kesehatan yang terjadi. Melalui asuhan asuhan keperawatan
keluarga perawat dapat melakukan berbagai upaya kesehatan terhadap keluarga dalam bentuk
upaya promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative yang tertuang dalam bentuk pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Asuhan keperawatan yang diberikan pada keluarga dilakukan melalui tahap-tahapan proses
keperawatan yang meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi yang dilakukan secara berkesinambungan untuk memberikan layanan keperawatan
secara optimal.

Capaian Pembelajaran

Setelah menyelesaikan bab ini mahasiswa diharapkan:


1. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien TB Paru dalam konteks keluarga.
2. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien pneumonia dalam konteks keluarga.
3. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien Diare dalam konteks keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 167

4. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien HIV-AIDS dalam konteks keluarga.


5. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien Hipertensi dalam konteks keluarga.
6. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien Diabetes Mellitus dalam konteks
keluarga.
7. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien Paska Stroke dalam konteks keluarga.
8. Mampu menjelaskan asuhan keperawatan klien maternal risiko tinggi dalam konteks
keluarga.
9. Mampu menjelaskan asuhan Keperawatan klien gizi kurang dalam konteks keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 168

Topik 1
Asuhan Keperawatan Klien Tuberkulosis Paru
dalam Konteks Keluarga.
Konsep Dasar TB Paru

Pengertian

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium Tuberculosis) dan sebagian besar kuman TBC menyerang paru dan dapat juga
menyerang bagian tubuh lainnya, termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Penyebabnya
Penyebab dari penyakit TB adalah kuman Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini biasanya
berkembang biak dengan perlahan, berbentuk batang, merupakan organisme tahan asam yang
tumbuh dengan kapsul protein mirip lilin di luar sehingga tidak mudah hancur. Kuman ini dapat
bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dornan. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Kuman ini biasanya
disebarkan oleh orang yang terinfeksi yang dikeluarkan melalui batuk, bersin, tertawa, berbicara
atau bernyanyi.
Faktor risiko,
Faktor risiko tinggi tertular penyakit TB adalah individu yang kontak erat dengan seseorang yang
menderita TB aktif; individu imunosupresif (lansia, klien kanker, klien dalam terapi kortikosteroid,
dan klien HIV/AIDS); klien yang memiliki gangguan medis sebelumnya (diabetes, gagal ginjal
kronis, malnutrisi, dll); klien tanpa perawatan yang adekuat (tunawisma, tahanan); klien yang
tinggal di daerah kumuh; klien yang tinggal di institusi (tahanan, perawatan jangka panjang dan
dirawat di RS jiwa) dan petugas kesehatan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 169

Cara Penulaan TB
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA
negative tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh
karena jumlah kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak
sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak
yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Patofisiologi

Infeksi primer terjadi pada saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang
terhirup sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus
dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi mulai saat kuman TB berhasil berkembang biak
dengan cara pembelahan diri di paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe
di sekitar hilus paru dan ini disebut sebagai komplek primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat
dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besar
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persiter atau dorman (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh seseorang tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru. Masa
inkubasi TB sekitar 6 bulan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 170

Penyakit ini dapat menyebar melalui kelenjar getah bening atau pembuluh darah yang akan
menimbulkan lesi atau fenomena akut menyebabkan tuberkulosis milier. Hal ini terjadi bila fokus
necrotic merusak pembuluh darah dimana organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan
menyebar ke organ lain.

Manifestasi Klinik

Gejala utama adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan
gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,
demam meriang lebih dari satu bulan.

Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis berkolaborasi dengan medis, obat tuberkulosis diberikan dalam bentuk
kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, agar semua
kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Jika paduan obat yang digunakan tidak
adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan) maka kuman TB akan berkembang menjadi
kuman kebal obat (resisten). Program Nasional Penangulangan TB di Indonesia menggunakan
paduan OAT (Kemenkes,2011):
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. Untuk menjamin
kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Secara rinci pengobatan tuberkulosis dapat dilihat
pada panduan OAT di Indonesia.
Efek samping obat TB yang ringan antara lain: tidak nafsu makan, mual, sakit perut, nyeri
sendi, kesemutan, dan warna kemerahan pada air seni. Efek samping obat TB yang berat antara
lain: gatal dan kemerahan di kulit, kuning seluruh tubuh (ikterus), muntah-muntah, gangguan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 171

keseimbangan tubuh, gangguan penglihatan, tuli, renjatan (syok). Jika terjadi efek samping yang
berat maka segera rujuk pasien.

Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan stadium lanjut adalah: batuk darah berat
(hemoptisis), kolaps paru spontan karena kerusakan jaringan paru (pneumothorax spontan),
bronkhiektasis dan fibrosis paru, insufisiensi kardio pulmoner, penyebaran infeksi ke organ lain
seperti otak, tulang, persendian dan ginjal.

Asuhan Keperawatan Pada Klien TB Paru.


Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat masa lalu: riwayat TB Paru pada keluarga, riwayat pengobatan TB, PMO,
kebiasaan/perilaku membuang dahak sembarangan, merokok
b. Riwayat saat ini: adanya batuk berdahak selama 2 – 3 minggu atau lebih, batuk dahak
bercampur darah, sesak napas, badan lemas (malaise), nafsu makan menurun, berat
badan menurun, berkeringat malam hari tanpa ada kegiatan fisik, sulit tidur,
demam/meriang lebih dari satu bulan.
2. Pemeriksaan fisik
a. Demam subfebris
b. Sakit kepala
c. Tachycardia
d. Anoreksia
e. Hilang berat badan
f. Malaise
g. Kelelahan
h. Batuk (non produktif pada awal), adanya darah di sputum, sputum mucopurulent
i. Benjolan pada kelenjar limfe, meradang dan nyeri
j. Nyeri dada pleuritic
k. Mens tidak teratur.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 172

3. Psikososial
Status sosial ekonomi, pekerjaan, lingkungan rumah, perasaan terisolasi, penolakan dari
lingkungannnya, perubahan harga diri, peran, strategi koping, sistem pendukung, aktifitas
sehari-hari, aktifitas sosial dan hobby.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit TB Paru, meliputi: pengertian,
penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi TB Paru.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami TB Paru.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah TB Paru
5. Pemeriksaan diagnostik meliputi:
a. Kultur sputum
b. Ziehl Neelsen (pemeriksaan BTA)
c. Test kulit (Protein Purified Derivate/PPD atau Mantoux test)
d. Foto torak.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
2. Defisit nutrisi
3. Resiko tinggi penyebaran/ aktivasi ulang infeksi tuberkulosis.
4. Defisit pengetahuan mengenai proses penyakit, pencegahan, dan pengobatan
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, perubahan status nutrisi dan demam

Rencana Tindakan
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 173

Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dapat mempertahankan jalan nafas yang
efektif
Kriteria Hasil:
Klien dapat: mengeluarkan sekret tanpa bantuan, menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/
mempertahankan bersihan jalan nafas, berpartisipasi dalam program pengobatan.
Rencana tindakan:
a. Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan otot
aksesori)
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak melalui batuk efektif (catat karakter dahak,
jumlah sputum dan adanya hemoptisis)
c. Berikan klien posisi semi fowler atau fowler
d. Bantu klien latihan batuk efektif dan latihan nafas dalam
e. Anjurkan klien mempertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
f. Berikan obat–obatan sesuai indikasi seperti agen mukolitik bronkhodilator

2. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan status
nutrisi
Kriteria hasil:
Intake zat gizi meningkat, Intake makanan meningkat, Ratio BB/TT meningkat, tingkat energi
meningkat
Rencana tindakan:
a. Identifikasi pola diet klien terkait makanan yang disukai/ tidak disukai
b. Catat status nutrisi klien (turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan
menelan, riwayat mual/muntah atau diare)
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan pemberian
obat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 174

d. Jelaskan kebutuhan gizi seimbang (tinggi kalori dan protein dengan porsi kecil tetapi
sering)
e. Libatkan keluarga dalam mengawasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara
periodik
f. Ajarkan klien dan keluarga dalam menyusun menu seimbang sesuai kebutuhan klien

3. Defisit pengetahuan tentang proses penyakit, pencegahan dan pengobatan


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dan keluarga menyatakan pemahaman
tentang proses penyakit, pencegahan dan kebutuhan pengobatan.
Kriteria hasil:
Klien mampu: melakukan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan dan
menurunkan resiko kekambuhan, mengidentifikasi gejala yang memerlukan evaluasi/
intervensi, menggambarkan rencana untuk menerima perawatan kesehatan yang adekuat

Rencana tindakan:
a. Kaji kemampuan klien dan keluarga untuk belajar (masalah, kelemahan, tingkat partisipasi,
lingkungan terbaik dimana klien dapat belajar, seberapa banyak isi, media terbaik dan
siapa yang terlibat)
b. Jelaskan pentingnya mempertahankan nutrisi tinggi kalori dan protein serta pemasukkan
cairan yang adekuat
c. Berikan informasi tertulis khusus pada klien sebagai panduan (jadwal obat)
d. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan, efek samping obat dan alasan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang
e. Ajarkan klien mengidentifikasi gejala yang perlu penanganan lanjut (batuk darah,nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran dan vertigo)
f. Libatkan keluarga sebagai PMO dalam mengawasi klien minum obat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 175

g. Anjurkan keluarga agar membawa anggota keluarga ke pelayanan kesehatan untuk


pemeriksaan sputum ulang dan jika ditemukan adanya efek samping yang berat dari obat
TB Paru (mulut kering, sakit kepala, mual berlebihan, konstipasi)

4. Risiko tinggi penyebaran/ aktivasi ulang infeksi


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali penyebaran infeksi dapat dicegah atau
menurunnya risiko penyebaran infeksi
Kriteria hasil:
Klien akan :
• Identifikasi intervensi untuk mencegah atau mengurangi risiko penyebaran infeksi.
• Demonstrasi teknik dan lakukan perubahan gaya hidup untuk meningkatkan lingkungan
yang aman

Rencana tindakan:
a. Kaji patologi penyakit dan penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin,
meludah, bicara, tertawa dan menyanyi
b. Identifikasi orang lain yang berisiko (anggota keluarga di rumah, teman)
c. Ajarkan dan anjurkan klien untuk batuk/ bersin dengan cara menutup mulut pakai kertas
tisu/ saputangan dan hindari meludah sembarangan (meludah pada tempat tertutup yang
berisi/mengandung desinfektan: air sabun, lisol, cairan pemutih pakaian/klorin); gunakan
tisu sekali pakai; ajarkan teknik mencuci tangan yang tepat.
d. Ajarkan keluarga untuk menghindar saat klien batuk/bersin (pada fase aktif)
e. Anjurkan keluarga untuk memantau suhu tubuh klien
f. Jelaskan pentingnya terapi obat bagi klien sampai pengobatan tuntas
g. Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan BTA ulang secara periodik selama program
terapi
h. Motivasi untuk makan makanan bergizi (gizi seimbang) Berikan makanan porsi kecil tetapi
sering
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 176

i. Berikan OAT sesuai program terapi


j. Anjurkan keluarga agar memodifikasi lingkungan untuk mencegah penularan TB Paru
seperti membuka jendela agar cahaya masuk rumah, ventilasi yang cukup, membersihkan
debu rumah, menjemur kasur, bantal dan selimut secara rutin
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah TB Paru. Disamping itu, perawat dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Bersihan jalan nafas efektif
2. Status nutrisi meningkat
3. Pengetahuan tentang proses penyakit meningkat
4. Tidak terjadi penyebaran infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 177

Topik 2
Asuhan Keperawatan Klien Pneumonia dalam
Konteks Keluarga.

Konsep Dasar Pneumonia

Pengertian

Infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang mengakibatkan alveoli berisi
exsudat (Kementerian Kesehatan RI, 2015).

Penyebab

Berdasarkan studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik pneumonia anak-


balita adalah Streptococcus pneumoniae/pneumococcus (30-50 % kasus) dan Hemo philus
influenzae type b/Hib (10-30% kasus), diikuti Staphylococcus aureus dan Klebsiela pneumoniae
pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas
spp, Escherichia coli (E coli) juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak
disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E coli di samping bakteri Gram positif
seperti S pneumoniae, grup b streptokokus dan S aureus (Said, 2010).

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus
diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human metapneumovirus dan adenovirus. Pada
dekade terakhir ini epidemi infeksi Human Immuno deficiency Virus (HIV) berkontribusi
meningkatkan insidens dan kematian pneumonia. Penyebab utama kematian pneumonia anak
dengan infeksi HIV adalah karena infeksi bakteri namun sering ditemukan patogen tambahan
seperti Pneumocystis jirovici (dulu Pneumocystis carinii). Di samping itu M tuberculosis tetap
merupakan penyebab penting pneumonia pada anak terinfeksi HIV (Said, 2010).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 178

Faktor Risko Pneumonia

Faktor-risiko pneumonia anak-balita Faktor-dasar (fundamental) yang menyebabkan tingginya


morbiditas dan mortalitas pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah (Mulholland K,
1999):

1. Kemiskinan yang luas. Kemiskinan yang luas berdampak besar dan menyebabkan derajat
kesehatan rendah dan status sosio-ekologi menjadi buruk.
2. Derajat kesehatan rendah. Akibat derajat kesehatan yang rendah maka penyakit infeksi
termasuk infeksi kronis dan infeksi HIV mudah ditemukan. Banyaknya komorbid lain seperti
malaria, campak, gizi kurang, defisiensi vit A, defisiensi seng (Zn), tingginya prevalensi
kolonisasi patogen di nasofaring, tingginya kelahiran dengan berat lahir rendah, tidak ada atau
tidak memberikan ASI dan imunisasi yang tidak adekwat memperburuk derajat kesehatan.
3. Status sosio-ekologi buruk. Status sosio-ekologi yang tidak baik ditandai dengan buruknya
lingkungan, daerah pemukiman kumuh dan padat, polusi dalam-ruang akibat penggunaan
biomass (bahan bakar rumah tangga dari kayu dan sekam padi), dan polusi udara luar-ruang.
Ditambah lagi dengan tingkat pendidikan ibu yang kurang memadai serta adanya adat
kebiasaan dan kepercayaan lokal yang salah.
4. Pembiayaan kesehatan sangat kecil. Di negara berpenghasilan rendah pembiayaan kesehatan
sangat kurang. Sebagai gambaran kesenjangan pembiayaan kesehatan adalah sbb: di seluruh
dunia 87% pembiayaan kesehatan di pakai hanya untuk 16% jumlah penduduk di negara ber
penghasilan tinggi. Sisanya (13 %) pembiayaan di pakai untuk sebagian besar (84%) penduduk
di negara berpenghasilan rendah. Pembiayaan kesehatan yang tidak cukup menyebabkan
fasilitas kesehatan seperti infrastruktur kesehatan untuk diagnostik dan terapeutik tidak
adekwat dan tidak memadai, tenaga kesehatan yang terampil terbatas, di tambah lagi dengan
akses ke fasilitas kesehatan sangat kurang
5. Proporsi populasi anak lebih besar. Di negara berkembang yang umumnya berpenghasi lan
rendah proporsi populasi anak 37%, di negara berpenghasilan menengah 27% dan di negara
ber penghasilan tinggi hanya 18% dari total jumlah penduduk. Besarnya proporsi populasi
anak akan menambah tekanan pada pengendalian dan pencega han pneumonia terutama
pada aspek pembiayaan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 179

Patofisiologi

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan,
sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada
saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru. Kerusakan
jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun
dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh
bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan
bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus, bahkan
sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri)
menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum sebagai
penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007)

Manifestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia anak-balita berkisar antara ringan sampai sedang
hingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil berupa penyakit berat mengancam
kehidupan dan perlu rawat-inap. Secara umum gambaran klinis pneumonia diklasifikasi menjadi
2 kelompok. Pertama, „gejala umum‟ misalnya demam, sakit kepala, maleise, nafsu makan
kurang, gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan diare. Kedua, „gejala respiratorik‟
seperti batuk, napas cepat (tachypnoe/ fast breathing), napas sesak (retraksi dada/chest
indrawing), napas cuping hidung, air hunger dan sianosis. Hipoksia merupakan tanda klinis
pneumonia berat. Anak pneumonia dengan hipoksemia 5 kali lebih sering meninggal
dibandingkan dengan pneumonia tanpa hipoksemia (Said, 2010).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 180

Penatalaksanaan

Penatalaksaan pada klien dengan pneumonia 2 bulan s/d 59 bulan adalah sebagai berikut

Tanda/Gejala Klasifikasi Tindakan


• Tarikan dinding dada ke Pneumonia Berat • Beri oksigen maksimal 2-3 liter per
dalam (TDDK) atau menit
• Saturasi oksigen < 9090 • Beri dosis pertama antibiotik yang
sesuai
• Rujuk segera ke RS
• Obati wheezing bila ada
• Napas cepat Pneumonia • Berikan amoksisilin oral dosis tinggi 2
kali per hari untuk 3 hari***
• Beri pelega tenggorokan dan pereda
batuk yang aman
• Apabila batuk > 14 hari rujuk
• Apabila wheezing berulang rujuk
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang dalam 3 hari
• Obati wheezingbila ada
• Tidak ada tarikan Batuk Bukan • Beri pelega tenggorokan dan pereda
• Dinding dada ke dalam Pneumonia batuk yang aman
• Tidak ada napas cepat • Apabila batuk > 14 hari rujuk
• Apabila wheezing berulang rujuk
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang dalam 5 hari bila tidak
ada perbaikan
• Obati wheezing bila ada

Penatalaksaan pada klien dengan Pneumonia kurang dari 2 bulan adalah sebagai berikut

Tanda/Gejala Klasifikasi Tindakan


Ada salah satu tanda Penyakit Tindakan Pra rujukan :
berikut: Sangat Berat • Kirim segera ke RS
- napas cepat (60 kali Rujuk Segera • Beri 1dosis antibiotik
/menit), • Obati demam,jika ada
ATAU • Obati wheezing, jika ada
- napas lambat (30 Kali • Tetap beri ASI
/menit), ATAU tarikan
dinding dada ke dalam
yang sangat kuat (TDDK),
ATAU
kurang mau minum
- demam,kejang
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 181

- kesadaranmenurun
- stridor
- tangan dan kaki teraba
dingin
- wheezing
- Tanda gizi buruk

- Tidak ada tarikan Batuk • Beri pelega tenggorokan dan pereda


dinding dada ke dalam Bukan batuk yang aman
- Tidak ada napas cepat Pneumonia • Apabila batuk > 14 hari rujuk
• Apabila wheezing berulang rujuk
• Nasihati kapan kembali segera
• Kunjungan ulang dalam 5 hari bila tidak
ada perbaikan
• Obati wheezing bila ada

Komplikasi Pneumonia
Komplikasi pneumonia yang dapat terjadi adalah:
• Infeksi aliran darah. Infeksi aliran darah atau bakteremia terjadi akibat adanya bakteri yang
masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ-organ
lain. Bakteremia berpotensi menyebabkan gagal berfungsinya banyak organ.
• Abses paru atau paru bernanah. Abses paru dapat ditangani dengan antibiotik, namun
terkadang juga membutuhkan tindakan medis untuk membuang nanahnya.
• Efusi pleura. Kondisi di mana cairan memenuhi ruang yang menyelimuti paru-paru.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Pneumonia


Pengkajian
1. Riwayat penyakit: lamanya keluhan batuk, pilek, demam, status gizi, status imunisasi, dan
faktor pencetus
2. Kondisi lingkungan: kondisi rumah, ventilasi, pencahayaan, kebersihan, asap rokok, asap
dapur
3. Pemeriksaan fisik:
a. Frekuensi pernafasan, suara nafas tambahan, tarikan dinding dada, cuping hidung
b. Batuk, pilek
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 182

c. Sumbatan nasal: dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi, serta dapat
menyebabkan otitis media dan sinusitis
d. Demam bisa mencapai 39.5ºC-40.5ºC (dapat mencetuskan kejang febris)
e. Anoreksia: kurang nafsu makan
f. Muntah: anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit dan merupakan petunjuk
untuk awitan infeksi.
g. Nyeri abdomen: keluhan umum
h. Diare, biasanya ringan dan merupakan penyerta infeksi pernafasan khususnya karena
virus.
i. Meningismus: sakit kepala, nyeri, dan kekakuan pada punggung dan leher
4. Pengetahuan keluarga dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit pneumonia, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi pneumonia.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami pneumonia.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber-
sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah pneumonia

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan ISPA adalah sebagai berikut:
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Peningkatan suhu tubuh
4. Risiko tinggi infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 183

Rencana Tindakan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien mempertahankan jalan nafas yang paten
Kriteria hasil:
Jalan nafas tetap bersih, anak bernafas dengan mudah, anak mengeluarkan sekresi dengan
adekuat, pernafasan dalam batas normal.
Rencana tindakan:
a. Bantu anak dalam mengeluarkan sputum
b. Beri ekspektoran sesuai ketentuan
c. Lakukan fisioterapi dada
d. Pastikan masukan cairan yang adekuat untuk mengencerkan sekresi
e. Bantu anak batuk efektif
f. Buang sekret yang terakumulasi

2. Pola nafas tidak efektif


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan mempertahankan pola nafas efektif
Kriteria hasil :
Pernafasan dalam batas normal, pernafasan tidak sulit, anak tidur dan istirahat dengan
tenang
Rencana tindakan:
a. Posisikan untuk ventilasi yang maksimum (peninggian kepala minimal 30º)
b. Periksa posisi anak dengan sering untuk memastikan anak tidak merosot
c. Hindari pakaian atau bedong yang ketat
d. Gunakan bantal dan bantalan untuk memastikan jalan nafas tetap terbuka
e. Tingkatkan istirahat dan tidur dengan penjadwalan yang ketat
f. Ajarkan pada keluarga tentang tindakan yang mempermudah upaya pernafasan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 184

3. Peningkatan suhu tubuh


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dapat mempertahankan suhu tubuh
normal
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal
Rencana tindakan:
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Anjurkan keluarga untuk memberi anak banyak minum dan pertahankan intake cairan
yang adekuat
c. Anjurkan keluarga untuk memakaikan anak baju yang tipis dan tidak menggunakan
selimut tebal
d. Ajarkan keluarga cara melakukan kompres pada anak
e. Berikan obat penurun panas (paracetamol)

4. Risiko tinggi penyebaran infeksi


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali penyebaran infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
Anak tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi sekunder, klien tidak menyebarkan infeksi
kepada anggota keluarga yang lain, anak menunjukkan bukti penurunan infeksi
Rencana tindakan:
a. Kaji situasi rumah dan implementasikan tindakan perlindungan sesuai dengan keadaan
anak
b. Pertahankan lingkungan yang bersih
c. Ajarkan keluarga untuk menghindari penyebaran infeksi dengan cara tidak membuang
dahak disembarang tempat dan menutup mulut saat klien batuk dan bersin
d. Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 185

e. Berikan makanan bergizi sesuai kesukaan anak dan kemauan untuk mengkonsumsi nutrisi
untuk mendukung pertahanan tubuh alami
f. Beri obat antibiotik sesuai dengan program pengobatan

Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah Pneumonia. Disamping itu, perawat dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
5. Bersihan jalan nafas efektif
6. Pola nafas efektif
7. Suhu tubuh dalam batas normal
8. Tidak terjadi penyebaran infeksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 186

Topik 3
Asuhan Keperawatan Klien Diare dalam
Konteks Keluarga.

Konsep Dasar Diare


Pengertian
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih)
dalam satu hari (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Berdasarkan lamanya maka diare dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Diare Akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sedangkan
2. Diare Kronis/Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari Berdasarkan Diare
Bermasalah dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Disentri, yaitu diare dengan darah dan lendir dalam feses.
b. Diare kronis/persisten

Penyebab.
Dibawah ini penjelasan tentang epidemiologi penyebab penyakit diare (Kementerian Kesehatan
RI, 2011):
1. Infeksi (kuman-kuman penyakit) Kuman-kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui
makanan/minuman yang tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita (feces oral)
Di dalam istilah bahasa Inggris disebutkan 5 F (Feces, Flies, Food, Finger, Fomites) siklus
penyebaran penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut melalui: Feces atau tinja Flies
atau lalat Food atau makanan Fomites atau peralatan makanan Finger atau tangan (jari
tangan) Dibawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran kuman yang
menyebabkan penyakit diare:
• Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara esklusif (ASI eksklusif) sampai 6 bulan kepada
bayi atau memberikan MP ASI terlalu dini. Memberi MP ASI terlalu dini mempercepat bayi
kontak terhadap kuman
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 187

• Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare karena sangat
sulit membersihkan botol dan juga kualitas air dibeberapa wilayah Indonesia juga sudah
terkontaminasi kuman-kuman penyakit seperti bakteri E. Coli
• Menyimpan makanan pada suhu kamar dan tidak ditutup dengan baik
• Minum air/menggunakan air yang tercemar
• Tidak mencuci tangan setelah BAB, membersihkan BAB anak
• Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.
2. Penurunan Daya Tahan Tubuh
• Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia 2 tahun (atau lebih). Di dalam ASI terdapat
antibodi yang dapat melindungi bayi dari kuman penyakit
• Kurang gizi/malnutrisi terutama anak yang kurang gizi buruk akan mudah terkena diare
• Imunodefi siensi/Imunosupresi, terinfeksi oleh virus (seperti campak, AIDS)
• Segera proporsional, balita lebih sering terkena diare (55%).
3. Faktor Lingkungan dan Perilaku Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan yang
faktor utama dari kontaminasi air atau tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat.
Faktor Risiko
Perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare adalah :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bln pertama
2. Menggunakan susu botol
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
4. Jajan di sembarang tempat (makanan kurang bersih)
5. Air minum tercemar bakteri tinja
6. Tidak mencuci tangan dengan benar
7. Tidak membuang tinja dengan benar

Derajat Dehidrasi Diare


1. Diare Tanpa Dehidrasi
Kehilangan cairan < 5% Berat Badan penderita diare.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 188

Tanda-tandanya:
• Balita tetap aktif,
• Memiliki keinginan untuk minum seperti biasa
• Mata tidak cekung
• Turgor kembali segera
2. Diare Dehidrasi Ringan/Sedang
Kehilangan cairan 5 -10% Berat Badan penderita diare.
Tanda-tandanya:
• Gelisah atau rewel
• Mata cekung
• Ingin minum terus/rasa haus meningkat
• Turgor kembali lambat Diare
3. Diare Dehidrasi Berat
Kehilangan carian > 10% Berat Badan penderita diare.
Tanda-tandanya:
• Lesu/lunglai, tidak sadar
• Mata cekung
• Malas minum
• Turgor kembali sangat lambat ≥ 2 detik

Patofisiologi

Mekanisme terjadinya diare dapat disebabkan oleh beberapa gangguan seperti gangguan
osmotik, gangguan sekresi dan gangguan motilitas usus. Masuknya patogen pada saluran
pencernaan dapat menyebabkan diare, dimana patogen akan memproduksi enterotoksin yang
akan menstimulasi sekresi air dan elektrolit, invasi langsung dan kerusakan sel epitel, inflamasi
lokal dan invasi sistemik oleh mikroorganisme.

Hal ini akan menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Gangguan sekresi yang terjadi akibat
rangsangan tertentu (enterotoksin) pada dinding usus akan menyebabkan terjadinya
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, selanjutnya terjadi peningkatan isi
rongga usus dan timbul diare. Gangguan osmotik terjadi akibat adanya makanan atau zat yang
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 189

tidak dapat diserap yang menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat dan
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus secara berlebihan sehingga
merangsang usus untuk mengeluarkannya dan akhirnya timbul diare.
Gangguan motilitas usus hyperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebih dan timbul diare.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik diare adalah:
1. Pada anak biasanya cengeng dan gelisah
2. Nyeri perut bila membungkuk menyebabkan kram perut
3. Tinja cair atau mungkin disertai lendir
4. Muntah (terjadi sebelum, selama atau sesudah diare disebabkan lambung yang meradang
akibat gangguan keseimbangan basa dan elektrolit)
5. Suhu tubuh biasanya meningkat
6. Nafsu makan berkurang
7. Anus dan daerah sekitarnya lecet
8. Tampak lemah/lesu
Jika diare disertai muntah berlangsung lama, dapat menyebabkan dehidrasi dengan gejala: berat
badan berkurang, turgor kulit kurang elastisitasnya (turgor kulit kembali dengan lambat), mata
cekung, ubun-ubun cekung (pada bayi), mukosa bibir dan mulut kering, tampak lesu/lunglai.

Penatalaksanaan

Kematian karena diare dapat dihindari jika diberikan: cairan rumah tangga, ORALIT, ZINC,
makanan sesuai umur (saat diare dan selama masa penyembuhan) dan mengobati penyakit
penyerta.

1. Mencegah Terjadinya Dehidrasi.


Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa hilangnya air lebih banyak
dari natrium (dehidrasi hipertonik) atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 190

(dehidrasi isotonik) atau hilangnya natrium yang lebih daripada air (dehidrasi hipotonik).
Tindakan pencegahan dehidrasi yang bisa dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita
mengalami diare adalah:
1. Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi yang masih
menyusui (bayi 0 – 24 bulan atau lebih) dan bagi petugas kesehatan sangat penting
untuk mendukung dan membantu ibu untuk menyusui bayinya jika ibu berhenti
menyusui bayinya yang masih berusia 0-24 bulan
2. Pemberian ORALIT sampai diare berhenti.
3. Memberikan cairan rumah tangga, cairan/minuman yang biasa diberikan oleh
keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare, dan memberikan sari makanan
yang cocok, contoh: kuah sayur, air tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah
tangga dan oralit di rumah, bisa dengan memberikan air minum.
4. Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan
2. Mengobati dehidrasi.
Bila terjadi diare, segera bawa ke petugas kesehatan atau ke sarana kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai dengan tatalaksana diare.
ORALIT
ORALIT adalah campuran garam elektrolit seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl),
dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
Manfaat ORALIT.
ORALIT diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat
diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung
garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung
dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan oralit dengan osmolaritas rendah.
Berdasarkan penelitian dengan ORALIT osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare
akan:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 191

b. Mengurangi mual muntah hingga 30%


c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%
3. Mempercepat Kesembuhan
Bagi seorang ibu/keluarga tentunya akan sangat khawatir jika balitanya mengalami diare dan
tidak kunjung sembuh (diare terus menerus). Semakin panjang durasi diare maka semakin
tinggi risiko balita mengalami dehidrasi dan terutama bagi balita malnutrisi, jika mengalami
dehidrasi karena diare, bisa menyebabkan kematian pada balita. Selama bertahun-tahun
WHO membuat penelitian penelitian yang dapat menurunkan parahnya diare dan
mempercepat kesembuhan.
ZINC.
Bukti ZINC baik dan aman untuk pengobatan diare berdasarkan hasil penelitian Departement
of Child and Adolescent Health and Development, World Health Organization yaitu:
a. ZINC sebagai obat pada diare
• 20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi ZINC (Penelitian di India)
• 20% risiko diare lebih dari 7 hari berkurang
• 18% – 59% mengurangi jumlah tinja
• Mengurangi risiko diare berikutnya 2-3 bulan ke depan.
b. ZINC dan pengobatan diare akut
• 25% mengurangi lama diare
c. ZINC dan pengobatan diare persisten
• 24% diare persisten berkurang
d. ZINC sebagai obat pencegah diare akut dan persisten
e. ZINC pencegahan dan pengobatan diare berdarah
f. ZINC mengurangi biaya pengobatan
g. ZINC aman diberikan kepada anak.
4. Memberikan Makanan
Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas) penderita diare
akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 192

umur dan bergizi akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan
meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena perlu diperhatikan:
a. Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan meningkatkan
pemberian ASI selama diare dan selama masa penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau
lebih).
b. Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0-6 bulan, jika bayinya
sudah diberikan makanan lain atau susu formula berikan konseling kepada ibu agar
kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan
meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI
memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
c. Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan: Makanan Pendamping ASI
(MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah
dapat diberikan makanan keluarga secara bertahap.
d. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak.
5. Mengobati masalah lain
Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan
pengobatan sesuai indikasi.

Komplikasi

Komplikasi diare yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut:


1. Kekurangan Cairan
Komplikasi diare ini dapat terjadi akibat buangan yang banyak ataupun konsumsi cairan yang
kurang selama diare berlangsung. Pada kekurangan cairan yang ringan hingga sedang, gejala
diare yang timbul mulai dari rasa kering di mulut dan kulit, lemas, pusing, rasa ingin minum
terus – menerus, serta rewel pada anak. Sedangkan pada kasus dengan kekurangan cairan
berat, dapat terjadi penurunan kesadaran. Jika terdapat tanda – tanda kekurangan cairan
berat (penurunan kesadaran, tangan kaki terasa dingin, mata dan ubun – ubun nampak cekung
pada anak, serta kulit tak lekas kembali bila dicubit, atau tidak kencing > 6 jam pada dewasa
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 193

dan > 3 jam pada anak) segera cari pertolongan medis terdekat untuk mendapat pengobatan
diare yang tepat.
2. Infeksi Berat
Pada penyakit diare akibat infeksi yang tak teratasi dengan baik, dapat terjadi komplikasi diare
berupa perluasan infeksi ke dalam darah (sepsis), atau ke otak maupun selaput otak
(meningitis, ensefalitis, maupun meningoensefalitis).
3. Malnutrisi
Pada anak dengan usia kurang dari 5 tahun, diare merupakan salah satu penyebab malnutrisi,
dan malnutrisi akan menyebabkan kekebalan tubuh anak menurun dan lebih mudah terserang
diare. Komplikasi diare ini apabila terjadi diare terus – menerus, tentu fungsi usus yang
utamanya adalah untuk menyerap nutrisi dari makanan pun akan terganggu dan
menyebabkan malnutrisi. Oleh karena segera lakukan pencegahan diare agar diare pada anak
tidak dibiarkan berlarut – larut.
4. Ketidakseimbangan Elektrolit
Elektrolit akan ikut terbawa keluar bersama dengan air yang keluar saat diare. Hal yang dapat
menjadi tanda terjadinya ketidakseimbangan elektrolit ini adalah lemas, kesulitan
menggerakkan anggota tubuh, hingga kejang.
5. Iritasi Pada Kulit Sekitar Anus
Buang air besar yang sering ditambah lagi pH tinja yang asam bila diare diakibatkan oleh
intoleransi laktosa, dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada kulit sekitar anus.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Diare

Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
b. Riwayat kesehatan masa lalu: tidak mendapatkan ASI eksklusif, status imunisasi, status gizi
sebelumnya, perilaku hidup bersih dan sehat dan sanitasi lingkungan buruk
c. Riwayat kesehatan saat ini: frekuensi BAB yang meningkat, cair, adanya lendir atau darah
pada feses.rasa haus, lemas dan demam.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 194

2. Pemeriksaan fisik
a. Penampilan umum: tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, Berat badan
b. Frekuensi BAB yang meningkat, caira, ada lender atau darah dalam feses
c. Hilang berat badan
d. Nafsu makan menurun
e. Nyeri abdomen atau kram
f. Distensi abdomen
g. Suara peristaltic usus yang meningkat
h. Demam
i. Kesadaran menurun
j. Dehidrasi: fontanel anterior depres, kelopak mata cekung, tugor kulit menurun, tidak ada
, membran mukosa kering, air mata saat menangis, Berat jenis urin meningkat, oliguria
3. Psikososial: Faktor yang mendukung terjadi masalah kesehatan, pola perilaku terkait hidup
bersih dan sehat, nilai dan keyakinan yang mempengaruhi kesehatan.
4. Pengetahuan klien dan keluarga dan tugas keluarga dalam bidang kesehatan terkait:
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit diare, meliputi: pengertian,
penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi diare.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami diare.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah diare.
5. Pemeriksaan diagnostic/laboratorium
Pemeriksaan darah dan pemeriksaan feses untuk kultur dan adanya darah.

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan diare adalah sebagai berikut:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 195

1. Diare
2. Hipovolemia
3. Gangguan integritas kulit
4. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan penanganannya

Rencana Tindakan
1. Diare
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan proses pengeluaran
feses yang membaik
Kriteria Hasil:
Kontrol proses pengeluaran feses membaik, konsistensi feses membaik, frekuensi BAB
membaik, peristaltic usus membaik, nyeri abdomen dan kram menurun.
Rencana Tindakan:
a. Identifikasi penyebab diare
b. Identifikasi riwayat pemberian makanan
c. Monitor warna, volume, frekuensi dan konsistensi feses
d. Monitor tanda dan gejala hypovolemia
e. Berikan asuhan cairan oral (misalnya ORALIT, larutan gula dan garam, dll)
f. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
g. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
h. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas dan mengandung laktosa.
i. Kolaborasi untuk pemberian terapi medis.
2. Hipovolemia
Tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan volume
cairan.
Kriteria hasil:
Asupan cairan meningkat, output urin meningkat, dehidrasi menurun, tekanan darah, denyut
nadi membaik, mukosa mulut dan bibir lembab, mata tidak cekung, dan turgor kulit membaik
Rencana tindakan:
a. Periksa tanda dan gejala hypovolemia (tekanan darah menurun, denyut nadi lemah, tugor
kulit menurun , mukosa mulut kering, haus, lemah, volume urin menurun)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 196

b. Monitor intake dan output cairan.


c. Hitung kebutuhan cairan
d. Berikan asupan cairan peroral dengan melibatkan keluarga
e. Anjurkan kepada klien dan keluarga untuk memperbanyak asupan cairan peroral
f. Kolaborasi untuk pemberian cairan IV isotonis dan terapi medis.
3. Risiko gangguan integritas kulit
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali gangguan integritas kulit klien tidak terjadi
Kriteria hasil:
Integritas kulit normal, tidak terjadi iritasi (kemerahan, abrasi) tidak ada tanda-tanda infeksi
Rencana tindakan:
a. Kaji area kulit perineal anak
b. Jelaskan pada keluarga pentingnya menjaga kebersihan daerah perineal anak
c. Ajarkan keluarga agar membersihkan anus bayi /anak setiap buang air besar dengan
menggunakan air hangat
d. Ajarkan keluarga agar mengganti popok/ kain apabila lembab atau basah
e. Ajarkan keluarga agar membiarkan kulit terpapar dengan udara untuk kelancaran
sirkulasi
f. Ajarkan keluarga agar mengamati keadaan perineal setiap membersihkan anus untuk
mendeteksi jika terjadi gangguan integritas kulit atau adanya candida/ jamur
g. Gunakan minyak/krim bila perlu untuk perawatan perineal

4. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan penanganannya


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali tingkat pengetahuan keluarga tentang diare dan
penangannya meningkat
Kriteria hasil:
• Keluarga mampu menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala dan akibat lanjut
dari diare
• Keluarga mampu menyebutkan cara pencegahan dan perawatan diare di rumah
Rencana tindakan:
a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
b. Diskusi bersama keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, serta akibat
lanjut dari diare
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 197

c. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku hidup bersih sehat


d. Diskusikan bersama keluarga tentang cara pencegahan serta perawatan anak dengan
diare
e. Demonstrasikan cara pembuatan cairan ORALIT dan larutan gula garam

Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan dengan
melibatkan anggota keluarga dalam setiap tindakan keperawatan sehingga keluarga memiliki
kemampuan dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah
diare. Disamping itu, perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam
keluarga dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.

Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Diare yang dialami sudah teratasi
2. Volume cairan tubuh adekuat
3. Gangguan integritas kulit tidak terjadi
4. Pengetahuan keluarga tentang diare dan penanganannya meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 198

Topik 4
Asuhan Keperawatan Klien HIV positif/AIDS
dalam Konteks Keluarga.
Konsep Dasar HIV/AIDS

Pengertian

HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, dengan
menginfeksi dan menghancurkan sel CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan
tubuh akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit (Kementerian Kesehatan
RI, 2012).

Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi kondisi serius yang disebut
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV.
Pada tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.
Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV dan AIDS. Akan tetapi, ada obat untuk
memperlambat perkembangan penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup
penderita.
Tipe HIV
Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing tipe terbagi lagi
menjadi beberapa subtipe. Pada banyak kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90% di
antaranya adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya menyerang sebagian kecil
individu, terutama di Afrika Barat.
Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus, terutama bila seseorang tertular
lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut dengan superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi kurang
dari 4% penderita HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama setelah terinfeksi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016 terdapat lebih dari 40 ribu kasus
infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti
lelaki seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun yang sama, lebih dari
7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah kematian lebih dari 800 orang.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 199

Data terakhir Kemenkes RI menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah
tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari 650 kasus AIDS di Indonesia.

Penyebab & Faktor Risiko

AIDS disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). HIV yang masuk ke dalam tubuh akan
menghancurkan sel CD4. Sel CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang melawan infeksi.
Semakin sedikit sel CD4 dalam tubuh, maka semakin lemah pula sistem kekebalan tubuh
seseorang. Penularan HIV terjadi saat darah, sperma, atau cairan vagina dari seseorang yang
terinfeksi masuk ke dalam tubuh orang lain. Hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara, antara
lain:

• Hubungan seks. Infeksi HIV dapat terjadi melalui hubungan seks baik melalui vagina
maupun dubur (anal). Meskipun sangat jarang, HIV juga dapat menular melalui seks oral.
Akan tetapi, penularan lewat seks oral hanya akan terjadi bila terdapat luka terbuka di
mulut penderita, misalnya seperti gusi berdarah atau sariawan.
• Berbagi jarum suntik. Berbagi penggunaan jarum suntik dengan penderita HIV, adalah
salah satu cara yang dapat membuat seseorang tertular HIV. Misalnya menggunakan
jarum suntik bersama saat membuat tato, atau saat menggunakan NAPZA suntik.
• Transfusi darah. Penularan HIV dapat terjadi saat seseorang menerima donor darah dari
penderita HIV (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Selain melalui berbagai cara di atas, HIV juga bisa menular dari ibu hamil ke janin yang
dikandungnya. Virus HIV juga dapat menular pada proses melahirkan, atau melalui air susu ibu
saat proses menyusui.
Perlu diketahui, HIV tidak menyebar melalui kontak kulit seperti berjabat tangan atau berpelukan
dengan penderita HIV. Penularan juga tidak terjadi melalui ludah, kecuali bila penderita
mengalami sariawan, gusi berdarah, atau terdapat luka terbuka di mulut.
Faktor Risiko AIDS
HIV bisa menginfeksi semua orang dari segala usia. Akan tetapi, risiko tertular HIV lebih tinggi
pada pria yang tidak disunat, baik pria heteroseksual atau lelaki seks lelaki. Risiko tertular HIV
juga lebih tinggi pada individu dengan sejumlah faktor, di antaranya:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 200

• Hubungan seks tanpa mengenakan kondom. Risiko penularan akan lebih tinggi melalui
hubungan seks anal, dan hubungan seks dengan berganti pasangan.
• Menderita infeksi menular seksual. Sebagian besar infeksi menular
seksual menyebabkan luka terbuka di kelamin penderita, sehingga meningkatkan risiko
tertular HIV.
• Berbagi suntikan. Pengguna NAPZA suntik umumnya berbagi jarum suntik dalam
menggunakan narkoba.

Manifestasi Klinis

Gejala HIV dibagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap infeksi akut, dan terjadi
pada beberapa bulan pertama setelah seseorang terinfeksi HIV. Pada tahap ini, sistem kekebalan
tubuh orang yang terinfeksi membentuk antibodi untuk melawan virus HIV.

Pada banyak kasus, gejala pada tahap ini muncul 1-2 bulan setelah infeksi terjadi. Penderita
umumnya tidak menyadari telah terinfeksi HIV. Hal ini karena gejala yang muncul mirip dengan
gejala penyakit flu, serta dapat hilang dan kambuh kembali. Perlu diketahui, pada tahap ini
jumlah virus di aliran darah cukup tinggi. Oleh karena itu, penyebaran infeksi lebih mudah terjadi
pada tahap ini.
Gejala tahap infeksi akut bisa ringan hingga berat, dan dapat berlangsung hingga beberapa
minggu, yang meliputi (Bhatti, et al. , 2016):
• Demam hingga menggigil.
• Muncul ruam di kulit.
• Muntah.
• Nyeri pada sendi dan otot.
• Pembengkakan kelenjar getah bening.
• Sakit kepala.
• Sakit perut.
• Sakit tenggorokan dan sariawan.
Setelah beberapa bulan, infeksi HIV memasuki tahap laten. Infeksi tahap laten dapat berlangsung
hingga beberapa tahun atau dekade. Pada tahap ini, virus HIV semakin berkembang dan merusak
kekebalan tubuh.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 201

Gejala infeksi HIV pada tahap laten bervariasi. Beberapa penderita tidak merasakan gejala
apapun selama tahap ini. Akan tetapi, sebagian penderita lainnya mengalami sejumlah gejala,
seperti (Kementerian Kesehatan RI, 2016):
• Berat badan turun.
• Berkeringat di malam hari.
• Demam.
• Diare.
• Mual dan muntah.
• Herpes zoster.
• Pembengkakan kelenjar getah bening.
• Sakit kepala.
• Tubuh terasa lemah.
Infeksi tahap laten yang terlambat ditangani, akan membuat virus HIV semakin berkembang.
Kondisi ini membuat infeksi HIV memasuki tahap ketiga, yaitu AIDS. Ketika penderita memasuki
tahap ini, sistem kekebalan tubuh sudah rusak parah, sehingga membuat penderita lebih mudah
terserang infeksi lain (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Gejala AIDS meliputi:
• Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya.
• Berkeringat di malam hari.
• Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus.
• Bintik ungu pada kulit yang tidak bisa hilang.
• Demam yang berlangsung lebih dari 10 hari.
• Diare kronis.
• Gangguan saraf, seperti sulit berkonsentrasi atau hilang ingatan.
• Infeksi jamur di mulut, tenggorokan, atau vagina.
• Mudah memar atau berdarah tanpa sebab.
• Mudah marah dan depresi.
• Ruam atau bintik di kulit.
• Sesak napas.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 202

• Tubuh selalu terasa lemah.

Penatalaksanaan

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, namun ada jenis obat yang
dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV
bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan
mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Beberapa jenis obat ARV, antara lain (Bhatti, et al.
, 2016):

• Efavirenz
• Etravirine
• Nevirapine
• Lamivudin
• Zidovudin
Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk
menilai respons pasien terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3-6 bulan.
Sedangkan pemeriksaan HIV RNA dilakukan sejak awal pengobatan, dilanjutkan tiap 3-4 bulan
selama masa pengobatan (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Pasien harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis menderita HIV, agar perkembangan
virus HIV dapat dikendalikan. Menunda pengobatan hanya akan membuat virus terus merusak
sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko penderita HIV terserang AIDS. Selain itu,
penting bagi pasien untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Melewatkan konsumsi obat
akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pasien (Simon, et a,
2006).
Bila pasien melewatkan jadwal konsumsi obat, segera minum begitu ingat, dan tetap ikuti jadwal
berikutnya. Namun bila dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter.
Dokter dapat mengganti resep atau dosis obat sesuai kondisi pasien saat itu.
Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari. Karena itu, pasien perlu
mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi obat ini, di antaranya:
• Diare.
• Mual dan muntah.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 203

• Mulut kering.
• Kerapuhan tulang.
• Kadar gula darah tinggi.
• Kadar kolesterol abnormal.
• Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis).
• Penyakit jantung.
• Pusing.
• Sakit kepala.
• Sulit tidur.
• Tubuh terasa lelah.

Komplikasi HIV dan AIDS

Infeksi HIV membuat sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga tubuh lebih rentan terserang
berbagai penyakit, antara lain:

• Tuberculosis (TB). TB adalah infeksi paru-paru yang sering menyerang penderita HIV,
bahkan menjadi penyebab utama kematian pada penderita AIDS.
• Toksoplasmosis adalah infeksi parasit yang dapat memicu kejang bila menyebar ke otak.
• Cytomegalovirus. Cytomegalovirus adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu
kelompok virus herpes. Infeksi ini dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran
pencernaan, dan paru-paru.
• Candidiasis. Candidiasis adalah infeksi jamur Candida yang menyebabkan ruam pada
sejumlah area tubuh.
• Infeksi ini disebabkan oleh parasit yang hidup di sistem pencernaan.
• Meningitis kriptokokus. Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan tulang
belakang yang disebabkan oleh jamur.
• Wasting syndrome. Wasting syndrome merupakan kondisi ketika penderita AIDS
kehilangan 10% berat badan. Kondisi ini umumnya disertai diare serta demam kronis.
• HIV-associated nephropathy (HIVAN). HIVAN adalah peradangan pada saringan di ginjal.
Kondisi ini menyebabkan gangguan untuk membuang limbah sisa metabolisme dari
tubuh.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 204

• Gangguan neurologis. Meski AIDS tidak menginfeksi sel saraf, akan tetapi penderita AIDS
dapat mengalami sejumlah kondisi se (Bhatti, et al. , 2016)perti depresi, mudah marah,
bahkan sulit berjalan. Salah satu gangguan saraf yang paling sering menimpa penderita
AIDS adalah demensia (Bhatti, et al. , 2016).
Selain sejumlah penyakit di atas, ada beberapa jenis kanker yang dapat menyerang penderita
HIV, di antaranya adalah sarkoma kaposi dan limfoma. Sarkoma kaposi adalah kanker yang bisa
muncul di sepanjang pembuluh darah atau saluran getah bening. Sedangkan limfoma merupakan
kanker kelenjar getah bening.

Asuhan Keperawatan Pada Klien HIV-AIDS


Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masa lalu:
• Kaji hasil test HIV positif/negatif
• Perilaku berisiko (perilaku seksual, pengguna obat)
• Riwayat tranfusi
• Tertusuk jarum suntik
b. Riwayat saat ini:
• Kaji gejala klinis infeksi HIV seperti: demam, kelainan penglihatan, berkeringat banyak
di malam hari, pruritus, penurunan berat badan, ulkus genital, anoreksia, bercak kulit
atau gatal, diare, kesulitan menelan, batuk, sesak nafas, kejang, nyeri kepala yang
makin memberat
• Obat-obat yang diminum
2. Pemeriksaan Fisik:
• Penampilan umum: tingkat kesadaran, berat badan, tanda-tanda vital
• Penurunan berat badan 10 % dalam 1 s/d 2 bulan
• Kelenjar limpa: pembesaran kelenjar limpa, lokasi
• Kulit: mudah pecah, ulserasi, infeksi
• Mata: bintik putih, infiltrat, perdarahan retina, photopobia, penglihatan kabur
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 205

• Rongga mulut: ulkus, lesi putih, radang gusi, radang jaringan penyangga gigi, radang
sudut bibir, perdarahan gusi
• Paru-paru: ronchi, nafas pendek, dyspnea, Tachypnea
• Jantung: murmur
• Abdomen: pembesaran hepar, pembesaran limfa, kram abdomen
• Genetalia: ulkus/luka, kutil
• Anus: ulkus/luka, kutil
• Sistem neurologi: disorientasi, daya ingat menurun, kemampuan berhitung menurun,
apatis
• Tidak napsu makan, mual, muntah, diare.
3. Pengkajian psikososial
Kaji sistem pendukung termasuk keluarga, orang yang berarti dan teman; aktivitas
kehidupan sehari-hari termasuk perubahan yang terjadi; status pekerjaan, aktivitas sosial,
hobi, dan sumber finansial. Kaji tingkat kecemasan, suasana hati/mood, kemampuan
kognitif, perubahan harga diri, citra tubuh, peran, dan strategi koping.
4. Pengkajian terkait pengetahuan klien dan keluarga dan tugas keluarga dalam bidang
kesehatan terkait dengan HIV-AIDS :
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit HIV-AIDS, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi HIV-AIDS.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami HIV-AIDS.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah HIV-AIDS
5. Pemeriksaan diagnostic/laboratorium.
Pemeriksaan antibody HIV, pemeriksaan kultur, pemeriksaan darah lengkap, X-ray dada.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 206

Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan HIV/AIDS adalah sebagai berikut:
1. Defisit nutrisi
2. Risiko terjadi infeksi
3. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan perawatan
4. Harga diri rendah

Rencana Tindakan
1. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan status
nutrisi
Kriteria hasil:
Intake zat gizi meningkat, Intake makanan meningkat, Ratio BB/TT meningkat, tingkat energi
meningkat
Rencana tindakan:
a. Identifikasi pola diet klien terkait makanan yang disukai/ tidak disukai
b. Catat status nutrisi klien (turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan
menelan, riwayat mual/muntah atau diare)
c. Kaji anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan pemberian
obat
d. Jelaskan kebutuhan gizi seimbang (tinggi kalori dan protein dengan porsi kecil tetapi sering)
e. Libatkan keluarga dalam mengawasi masukan/ pengeluaran dan berat badan secara
periodik
f. Ajarkan klien dan keluarga dalam menyusun menu seimbang sesuai kebutuhan klien
2. Risiko terjadi infeksi
Tujuan:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 207

Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan terbebas dari infeksi oportunistik dan
infeksi lainnya
Kriteria hasil:
Tidak adanya tanda-tanda infeksi seperti peningkatan suhu tubuh, nyeri, panas; tidak ada
drainase sputum yang purulent, tidak ada diare, tanda-tanda vital dalam batas normal
Rencana tindakan:
a. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital dan tanda-tanda infeksi
b. Ajarkan klien cara menghindari infeksi seperti tehnik cuci tangan yang benar, pemasukan
nutrisi dan cairan yang adekuat, atur keseimbangan waktu aktivitas dan istirahat
c. Jelaskan pada klien pentingnya minum obat secara tepat dan libatkan keluarga untuk
memantau pengobatan klien
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk mengenali tanda-tanda infeksi seperti: peningkatan suhu
tubuh, batuk persisten, pengeluaran cairan atau pus pada daerah luka yang terbuka, urin
berbau
e. Jika ditemukan gejala infeksi, anjurkan keluarga membawa klien ke pelayanan kesehatan
untuk pemeriksaan lanjutan
3. Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit, pencegahan transmisi HIV
dan pengobatan
Tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dan keluarga meningkat tentang
pencegahan transmisi HIV dan pengobatan
Kriteria hasil :
Klien dan keluarga mampu menjelaskan tentang pengertian, penyebab, gejala, faktor risiko
dan akibat dari HIV/AIDS; menjelaskan tentang cara transmisi HIV, perawatan dan
pengobatan yang dijalankan, klien minum obat secara teratur
Rencana tindakan:
a. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
faktor risiko dan akibat dari HIV
b. Jelaskan kepada klien dan keluarga cara transmisi HIV
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 208

c. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencegah transmisi HIV dengan cara:
• Menghindari kontak seksual dengan berbagai pasangan
• Menggunakan alat pengaman (kondom) saat melakukan hubungan
• Menghindari penggunaan obat melalui suntikan
d. Jelaskan jenis obat, aturan minum obat dan efek samping pengobatan
e. Jelaskan tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan secara rutin dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang bisa dikunjungi

4. Harga diri rendah


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dapat meningkatkan harga dirinya
Kriteria hasil:
Klien mampu mempertahankan kontak mata, mengekspresikan perasaannya secara terbuka,
dapat mengidentifikasi aspek positif, dapat menerima dirinya, menerima penghargaan dari
orang lain, melakukan kegaiatan sesuai kemampuannya
Rencana tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dan gunakan komunikasi terapeutik saat berinteraksi
dengan klien
b. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan tidak berguna, dan ketidakberdayaannya
c. Identifikasi aspek positif yang dimiliki klien
d. Libatkan keluarga untuk membantu klien mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan
sesuai kemampuannya
e. Ajarkan cara untuk meningkatkan harga dirinya seperti melakukan kegiatan yang disukai,
berinteraksi dengan orang lain seperti keluarga, teman
f. Dorong kemandirian klien dalam perawatan diri, pengambilan keputusan
g. Libatkan keluarga dalam membantu klien mengambil keputusan dan memberi pujian
terhadap kegiatan yang berhasil dilakukan klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 209

Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan dengan
melibatkan anggota keluarga dalam setiap tindakan keperawatan sehingga keluarga memiliki
kemampuan dalam melakukan perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah HIV-
AIDS. Disamping itu, perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam
keluarga dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.

Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2. Gejala infeksi tidak ada
3. Pengetahuan klien meningkat
4. Harga diri meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 210

Topik 5
Asuhan Keperawatan Klien Hipertensi dalam
Konteks Keluarga.

Konsep Dasar Hipertensi


Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan sistolik ≥ mmHg dan
atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg (Joint National Committee on Prevention Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure VII/JNC-VII-2003).

Penyebab

Hipertensi disebut primer bila penyebabnya tidak diketahui (90 %),bila ditemukan penyebabnya
disebut sekunder (10%). Penyebab antara lain:

• Penyakit: penyakit ginjal kronik, sindroma cushing, koarktasi aorta, obstructive sleep
apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism primer, penyakit renovascular,
penyakit tiroid.
• Obat-obatan:
- Prednisone, fludrokortison, triamsolon.
- Amfetamin/anorektik: phendimetrazine, phentermine, sibutramine
- Antivasculer endothelin growth factor agents.
- Estrogen: kontrasepsi oral.
- Calcineurin inhibitors: siklosporin, tatcrolimus.
- Dekongestan: phenylpropanolamine & analog.
- Erythropoiesis stimulating agents: erythropoietin, darbepoeitin.
- NSAIDs, COX-2 inhibitors,venlafaxine, bupropion, bromokriptin, buspirone,
carbamazepine, clozapine,ketamin, metoklopramid.
• Makanan: sodium, etanol, licorice
• Obat jalanan yang mengandung bahan-bahan sebagai berikut: cocaine, cocaine
withdrawal, ephedra alkaloid, herbal ecstasy, phenylpropanolamineanalogs, nicotine
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 211

withdrawal, anabolic steroids, narcotic withdrawal, methylphenidate, phencyclidine


ketamin, ergot-contaning herbal products.

Klasifikasi

Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Patofisiologi
Biasanya jantung memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan sel akan
oksigen dan nutrisi. Saat memompa darah melalui pembuluh darah ke organ dan jaringan vital.
Tekanan diberikan oleh darah di dinding pembuluh darah diukur sebagai tekanan darah. Tekanan
darah ditentukan oleh cardiac output (CO), Peripheral Vascular Resistance (PVR; kemampuan
pembuluh untuk meregangkan), viskositas (Kekentalan) darah, dan jumlah darah yang beredar
volume. Penurunan kemampuan peregangan dan peningkatan viskositas dan volume cairan
meningkatkan tekanan darah.
Beberapa proses mempengaruhi tekanan darah dengan mengendalikan CO dan PVR. Proses
ini termasuk regulasi sistem saraf, baroreseptor dan kemoreseptor arteri, mekanisme renin-
angiotensin-aldosteron, dan keseimbangan cairan tubuh. Salah satu cara tekanan darah
dipengaruhi melalui penyesuaian CO, yang merupakan jumlah darah yang dipompa jantung
setiap menit. Denyut jantung naik untuk meningkatkan CO sebagai respons aktifitas fisik atau
emosional yang membutuhkan lebih banyak oksigen untuk organ dan jaringan. PVR juga
mempengaruhi tekanan darah. Apapun yang menyebabkan pembuluh darah menjadi semakin
sempit maka akan meningkatkan PVR, sehingga lebih banyak tekanan dibutuhkan untuk
mendorong darah melalui pembuluh, jadi tekanan darah meningkat sebagai hasilnya. Jika PVR
menurun, lebih sedikit tekanan yang dibutuhkan. Peningkatan PVR arteriolar adalah mekanisme
utama yang meningkatkan tekanan darah pada hipertensi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 212

Faktor-faktor yang merusak pengaturan normal tekanan darah dapat menyebabkan


hipertensi. Banyak dari faktor-faktor ini yang tidak baik dimengerti. Stimulasi sistem saraf
simpatik, yang menyebabkan vasokonstriksi, dapat berkontribusi terhadap hipertensi. Dapat
terjadi perubahan pada baroreseptor dan chemoreseptor juga mempengaruhi perkembangan
hipertensi. Sebagai contoh, baroreseptor mungkin menjadi kurang sensitif dari peningkatan yang
berkepanjangan dalam tekanan pembuluh darah dan selanjutnya gagal merangsang vasodilatasi
melalui peregangan pembuluh. Selain itu, peningkatan hormon yang menyebabkan retensi
natrium, seperti aldosteron, menyebabkan peningkatan retensi cairan. Perubahan fungsi ginjal
yang mengubah ekskresi cairan juga menghasilkan peningkatan cairan tubuh secara keseluruhan
yang dapat menyebabkan hipertensi.

Manifestasi Klinik

Seringkali hipertensi tidak menyebabkan tanda atau gejala selain tergambarnya tekanan darah
tinggi. Akibatnya, hipertensi disebut sebagai "silent killer." Pasien dengan hipertensi sering kali
pertama didiagnosis ketika mencari pelayanan kesehatan alasan yang tidak terkait dengan
hipertensi. Dalam sejumlah kecil kasus-kasus, seorang pasien dengan hipertensi dapat mengeluh
tentang sakit kepala, hidung berdarah, atau pandangan kabur, meskipun biasanya mustahil bagi
pasien untuk menghubungkan ketidakhadiran atau kehadiran gejala dengan derajat peningkatan
tekanan darah. Sebagian besar tanda dan gejala hipertensi berasal dari efek jangka panjang pada
pembuluh darah besar dan kecil jantung, ginjal, otak, dan mata. Efek ini dikenal sebagai penyakit
organ target.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan hipertensi adalah:
1. Kurangi berat badan bila kelebihan berat badan
2. Hindari minuman alkohol, merokok, dan minum kopi
a. Kurangi makan garam sesuai dengan tingkatan berat dan ringannya tekanan darah:
Tekanan darah antara 140-159/90-99 mmHg (maksimal 1 sendok teh/hari)
b. Tekanan darah antara 160-179/100-109 mmHg (maksimal ½ sendok teh/ hari)
c. Tekanan darah di atas 180/110 mmHg (maksimal ¼ sendok teh/hari)
3. Hindari makanan berlemak tinggi (gajih, usus, kulit ayam)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 213

4. Manajemen stress yang dapat dilakukan antara lain dengan teknik relaksasi pernafasan
dengan cara menarik nafas melalui hidung atau mulut, beri sedikit jeda sebelum dihembuskan,
dan kemudian hembuskan melalui hidung atau mulut
5. Minum obat secara teratur seperti inhibitor adrenergik (propranolol), diuretik (lasix),
vasodilator (apresoline), inhibitor ACE (captopril), dan antagonis Ca (nifedipine) (Smeltzer,
2001: hal 901-906)

Asuhan Keperawatan Pada Klien Hipertensi.


Pengkajian.
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan/medis yang lalu.
b. Riwayat kesehatan saat ini & pengobatan yang didapat.
c. Riwayat kesehatan keluarga
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolic ≥ 90 mmHg.
b. Pusing;
c. Gejala-gejala kerusakan retina (misalnya perubahan visual);
d. Gejaja penyakit ginjal (misalnya nocturia, peningkatan BUN dan kreatinin serum)
e. Tinnitus;
f. Kelemahan;
g. Kegugupan;
h. Sensasi kemerahan;
i. Epitaksis;
j. Edema;
k. Gejala disfungsi sereberal (misalnya sakit kepala, kelelahan, lupa, mudah marah)l;
l. Gejala gangguan jantung (misalnya nyeri angina, palpitasi, sesak napas) (Doenges, &
Moor, 2014)
3. Psikososial
a. Usia
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 214

b. Kepribadian
c. Kondisi gaya hidup
d. Stressor
e. Strategi koping yang digunakan
f. Obesitas
g. Denial (perlunya informasi tentang hipertensi, gejala-gejala, perlu pengobatan untuk
lebih baik)
h. Kecemasan dan ketegangan
i. Ketakutan kehilangan pekerjaan
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit hipertensi, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi hipertensi.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami hipertensi.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber-
sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah hipertensi.
6. Pemeriksaan Diagnostik/laboratorium
a. Pemeriksaan darah : elektrolit, aldosterone, kholesterol, triglesirida.
b. Pemeriksaan urin: urinalisis, BUN, asam urat, stroid, catecholamine, renin
c. Pemeriksaan EKG (untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri dan ischemia)
d. Pemeriksaan x-ray thorax (untuk rasio kardiotorakis)
e. Echocardiogram (untuk mengetahui adanya hipertropi venterikel kiri).

Diagnosis Keperawatan
1. Risiko penurunan curah jantung
2. Nyeri: Sakit kepala
3. Defisit pengetahuan: mengenai kondisi, rencana pengobatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 215

Perencanaan Keperawatan
1. Risiko penurunan curah jantung
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil:
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas menurunkan TD, mempertahankan TD dalam
rentang individu yang dapat diterima, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil
dalam rentang normal.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea, kelelahan,
edema, ortopnea, paroxysmal noctural dyspnea)
b. Pantau Tekanan darah secara teratur dan anjurkan keluarga untuk tekanan darah secara
teratur
c. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
d. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan setelah aktifitas
e. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
f. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk memberikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi
aktivitas atau kebisingan lingkungan
g. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan pembatasan aktivitas seperti: istirahat
ditempat tidur atau kursi
h. Anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan-tindakan yang nyaman seperti: pijatan
punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur
i. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
j. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
k. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan antihipertensi
l. Berikan dukungan emosional dan spiritual.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 216

2. Nyeri: sakit kepala


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali nyeri: sakit kepala dapat teratasi
Kriteria:
Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, mengungkapkan metode yang memberikan
pengurangan nyeri, mengikuti penatalaksanaan farmakologi yang diresepkan
Rencanaan tindakan:
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekunesi, kualitas, intensitas nyeri.
b. Identifikasi skala nyeri
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e. Anjurkan klien unuk mempertahankan tirah baring pada fase akut
f. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala: pijat punggung dan
leher, tenang, redupkan lampu kamar
g. Anjurkan kepada keluarga untuk mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri,
misalnya suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
h. Anjurkan pada klien untuk melakukan aktivitas dengan perlahan
i. Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap
j. Anjurkan keluarga untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
k. Ajarkan teknik relaksasi
l. Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
seperti: mengejan, batuk panjang dan membungkuk
m. Anjurkan keluarga untuk membantu klien dalam ambulasi sesuai kebutuhan
n. Kolaborasi dalam pemberian analgesik, jika perlu.

3. Defisit pengetahuan mengenai kondisi, rencana pengobatan


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali pengetahuan klien mengenai kondisi, rencana
pengobatan meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 217

Kriteria hasil:
Klien mampu menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan,
mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi, mempertahankan tekanan
darah dalam parameter normal
Rencana tindakan:
a. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat
b. Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal
c. Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan otak
d. Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol dengan baik
saat menggambarkan Tekanan darah klien dalam batas yang diinginkan
e. Bantu pasien dalam mengidentifikasi pentingnya menghentikan merokok dan bantu
pasien dalam membuat rencana untuk berhenti merokok
f. Instruksikan dan peragakan teknik pemantauan tekanan darah mandiri
g. Jelaskan pada klien dan keluarga tentang obat yang diresepkan
h. Hindari atau batasi pemasukan alkohol dan kafein seperti kopi, teh, cola dan coklat
i. Sarankan untuk sering mengubah posisi, olahraga kaki saat berbaring
j. Dorong klien untuk membuat program olahraga sendiri seperti olahraga aerobik
(berjalan,berenang) yang klien mampu lakukan
k. Berikan informasi tentang sumber-sumber dimasyarakat pada klien dan keluarga agar
memberi dukungan pada klien dalam membuat perubahan pola hidup

Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah hipertensi. Disamping itu, perawat dapat
memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 218

Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Tekanan darah normal
2. Sakit kepala teratasi
3. Pengetahuan keluarga tentang kondisi, rencana pengobatan hipertensi meningkat.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 219

Topik 6

Asuhan Keperawatan Klien Diabetes Mellitus


dalam Konteks Keluarga
Konsep Dasar Diabetes Mellitus
Pengertian
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolism menahun yang mempengaruhi tubuh dalam
memproduksi dan/atau menggunakan insulin yang diproduksi oleh sel beta pada kelenjar
pankreas.

Klasifikasi Diabetes Mellitus yang utama menurut Smeltzer dan Bare (2001) adalah sebagai
berikut:

1. Tipe I Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


2. Tipe II Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan sindrom lainnya
4. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestasional Diabetes Mellitus)

Penyebab dan Faktor Risiko


Penyebab pada Diabetes tipe I adalah kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula
lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta. Diabetes terjadi jika tubuh tidak
menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika
sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin. Penyebab pada Diabetes tipe II adalah
faktor genetik diperkirakan memegang peranan penting dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada
diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor resiko terjadi Diabetes Mellitus meliputi :
1. Faktor keturunan atau genetik
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 220

Faktor keturunan atau genetik memiliki kontribusi untuk seseorang terserang penyakit
diabetes.
2. Obesitas atau kegemukan
Kegemukan bisa menyebabkan tubuh seseorang mengalami resistensi terhadap hormon
insulin. Sel-sel tubuh bersaing ketat dengan jaringan lemak untuk menyerap insulin.
3. Usia
Usia diatas 40 tahun banyak organ-organ vital melemah dan tubuh mulai mengalami kepekaan
terhadap insulin.
4. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor cukup besar untuk seseorang mengalami kegemukan
dan melemahkan kerja organ-organ vital seperti jantung, liver, ginjal dan juga pankreas.
5. Mengkonsumsi makanan berkolesterol tinggi
Kolesterol tinggi juga diyakini memberi kontribusi yang cukup tinggi untuk seseorang mudah
terserang penyakit diabetes mellitus.
6. Stress dalam jangka waktu lama
Kondisi stress berat bisa mengganggu keseimbangan berbagai hormon dalam tubuh termasuk
produksi hormon insulin. Disamping itu stress bisa memacu sel-sel tubuh bersifat liar yang
berpotensi untuk seseorang terkena penyakit kanker juga memicu untuk sel-sel tubuh
menjadi tidak peka atau resiten terhadap hormon insulin.
7. Kehamilan
Pada saat hamil, plasenta memproduksi hormon yang mengganggu keseimbangan hormon
insulin dan pada kasus tertentu memicu untuk sel tubuh menjadi resisten terhadap hormon
insulin. Kondisi ini biasanya kembali normal setelah masa kehamilan atau pasca persalinan.
Namun demikian menjadi sangat beresiko terhadap bayi yang dilahirkan untuk kedepannya
punya potensi Diabetes Melitus.
8. Ras
Beberapa ras manusia di dunia ini yang punya potensi tinggi untuk terserang diabetes melitus.
Peningkatan penderita diabetes di wilawah Asia jauh lebih tinggi dibanding di benua lainnya.
Bahkan diperkirakan lebih 60% klien berasal dari Asia.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 221

9. Konsumsi obat-obatan kimia


Salah satu obat kimia yang sangat berpotentsi sebagai penyebab diabetes adalah Thiazide
Diuretik dan Beta Bloker.

Patofisiologi
Pada Tipe II Diabetes Mellitus terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresis insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada
diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah
insulin yang disekresikan.
Pada klien dengan gangguan toleransi glukosa terjadi sekresi insulin yang berlebihan dalam
upaya mempertahankan kadar glukosa pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun
demikian jika sel–sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes melitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes melitus tipe II, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Klien Diabetes Melitus yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Pada klien diabetes tipe I, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan
gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sumber untuk
energi dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang
merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 222

Manifestasi Klinik
Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap Diabetes Melitus,
bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang
mengalami keluhan klasik DM berupa:
1. Poliuria (banyak berkemih).
2. Polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
3. Polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Gejala-gejala lain dari DM berupa:
1. Lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
2. Penglihatan kabur
3. Penyembuhan luka yang buruk
4. Disfungsi ereksi pada pasien pria
5. Gatal pada kelamin pasien wanita

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien DM meliputi: edukasi, pengaturan diet, aktivitas fisik secara teratur dan
pengelolaan farmakologis.
1. Edukasi
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
untuk melakukan perubahan perilaku pola hidup sehat pada klien DM. Berikut ini materi
edukasi untuk klien DM meliputi:
a. Makan makanan sehat
b. Latihan jasmani secara teratur
c. Menggunakan obat diabetes secara aman, teratur, dan pada waktu-waktu yang spesifik
d. Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan memanfaatkan berbagai informasi
yang ada
e. Melakukan perawatan kaki secara berkala
f. Mengelola diabetes dengan tepat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 223

g. Mengembangkan sistem pendukung dan mengajarkan keterampilan


h. Dapat mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
2. Pengaturan diet
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
• Karbohidrat : 45 – 65% total asupan energi
• Protein : 10 – 20% total asupan energi
• Lemak : 20 – 25 % kebutuhan kalori
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan
jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Jumlah kalori yang
diperlukan dihitung dari berat badan ideal dikali kebutuhan kalori basal (30 Kkal/kg BB untuk
laki-laki dan 25 Kkal/kg BB untuk wanita). Kemudian ditambah dengan kebutuhan kalori untuk
aktifitas, koreksi status gizi, dan kalori yang diperlukan untuk menghadapi stres akut sesuai
dengan kebutuhan.
3. Melakukan aktivitas fisik secara teratur
Aktivitas fisik secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006). Latihan jasmani selain untuk menjaga
kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah.
4. Pengelolaan farmakologis
Sarana pengelolaan farmakologis Diabetes Mellitus dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral
(OHO). Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan, antara lain: 1) Pemicu
sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid 2) Penambah sensitivitas
terhadap insulin: metformin, tiazolidindion, 3) Penghambat glukoneogenesis (metformin) dan
4) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa. Obat ini bekerja dengan
mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 224

Komplikasi
1. Komplikasi akut
a. Ketoasidosis diabetik
Adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias, terutama
diakibatkan oleh defisiensi insulin absolut atau insulin relatif.
b. Hipoglikemi
Adalah penurunan kadar glukosa dalam darah. Biasanya disebabkan peningkatan kadar
insulin yang kurang tepat atau asupan karbohidrat kurang.
c. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Adalah suatu dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai adanya ketosis.
Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
2. Komplikasi Kronis
a. Mikroangiopati
Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor
terjadinya retinopati diabetikum: lamanya menderita diabetes, umur penderita, kontrol
gula darah, faktor sistematik (hipertensi, kehamilan).
b. Nefropati diabetikum
Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam
urin yang disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus. Nefropati diabetikum merupakan
faktor resiko dari gagal ginjal kronik.
c. Neuropati diabetikum
Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya reflex. Selain itu juga bisa terjadi
poliradikulopati diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan
gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik,
biasanya dalam waktu 6-12 bulan.
d. Makroangiopati
Penyakit jantung koroner dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia,
hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatkan kadar
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 225

LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM tipe II sangat bersifat atherogeni karena mudah
mengalami glikalisasi dan oksidasi.
e. Kaki diabetik
Terdapat 4 faktor utama yang berperan pada kejadian kaki diabetes mellitus : (1)Kelainan
vaskular: angiopati, contoh: aterosklerosis (2)Kelainan saraf: neuropati otonom dan perifer
(3)Infeksi (4)Perubahan biomekanika kaki.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabates Mellitus


Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu
Usia, pola diet, riwayat obesitas, tingkat aktifitas, merokok, adanya proses penyakit yang
lain, adanya lesi/luka yang tidak sembuh-sembuh khususnya pada ekstremitas bawah,
minum obat hipoglikemia (jenis dan dosisnya), obat-obat yang lain, teknik monitoring
glukosa yang digunakan.
b. Riwayat kesehataan saat ini
Keluhan haus berlebihan (polidipsia), banyak makan (Poliphagia), banyak berkemih
(poliuri), luka kronis/infeksi yang lama sembuh, gangguan vaskularisasi perifer dengan
atau tanpa neuropathi (gangguan sensasi), kelemahan dan kelelahan, penurunan berat
badan.
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga diabetes mellitus, penyakit jantung dan stroke.
2. Pemeriksaan fisik
Tinggi badan dan berat badan, tugor kulit,tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, napas berbau
aseton, penurunan sensasi, penurunan reflex, penurunan temperatur kulit, perubahan
tekanan darah akibat perubahan posisi, penurunan sirkulasi dan penurunan kemampuan
penglihatan.
3. Psikososial
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 226

Pekerjaan, hobi, stressor yang dialami, pola koping, dukungan keluarga dan orang
dekat/teman, perubahan gaya hidup untuk mengontrol penyakitnya, ungkapan verbal klien
tentang penyakit DM yang dialami.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit diabetes mellitus, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi diabetes mellitus.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami mellitus.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah diabetes mellitus.
5. Pemeriksaan diagnostik meliputi :
a. Glukosa darah puasa (fasting blood glucose)
b. Glukosa darah sewaktu atau glukosa darah 2 jam postprandial (2 jam setelah makan)
c. Glycosylated hemoglobin (HbA1c)
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut:
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer
3. Risiko tidak efektifnya manajemen regimen teraputik
Perencanaan Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan kestabilan kadar gula
darah dalam rentang normal.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 227

Kriteria hasil:
Mengantuk klien menurun, lesu dan lelah menurun, pusing menurun, rasa lapar menurun,
kadar glukosa darah membaik.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi kemungkinan penyebab dari hiperglikemia
b. Monitor kadar glukosa darah, jika diperlukan dengan melibatkan klien dan keluarga
c. Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan dengan melibatkan klien dan keluarga
d. Monitor berat badan setiap minggu atau sebagaimana kebutuhan dengan melibatkan klien
dan keluarga
e. Monitor adanya tanda-tanda hipoglikemia dengan melibatkan klien dan keluarga.
f. Anjurkan klien minum sesuai dengan anjuran atau minimal 2500 cc dalam sehari.
g. Anjurkan untuk menghindari olah raga atau aktifitas fisik berlebih bila kadar glukosa lebih
dari 250 mg/dl
h. Anjurkan untuk kepatuhan terhadap diet dan aktifitas.
i. Ajarkan pengelolaan diabates mellitus ( misalnya pengelolaan obat insulin, oral, monitor
asupan cairan, penggantian karbohidrat dan bantuan profesional kesehatan)
j. Kolaborasi untuk pemberian insulin atau oral hipoglikemia.
2. Risiko cidera: kaki
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan bebas cidera kaki
Kriteria hasil:
Tempatur kulit meningkat, sensasi meningkat, elasitas kulit meningkat, kelembaban kulit
meningkat, perfusi jaringan meningkat, dan intergeritas kulit meningkat
Rencana tindakan:
a. Kaji penampilan umum kaki
b. Kaji status kuku klien
c. Kaji integeritas kulit klien
d. Kaji adanya pembentukan kalus
e. Kaji status status sirkulasi kaki dengan palpasi denyut nadi perifer
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 228

f. Kaji kemungkinan adanya infeksi


g. Kaji untuk adanya edema
h. Periksa kondisi kaos kaki dan sepatu dan kecocokannya
i. Kaji kemampuan klien untuk melakukan perawatan kaki sendiri
j. Instruksikan klien dengan dibantu keluarga untuk merawat kaki dengan cara mencuci
bersih secara setiap hari menggunakan air hangat, sabun lembut, tetapi hindari berendam
kaki. Keringkan secara hati-hati dan lembut, khususnya diantara jari-jari kaki. Ajurkan
menggunakan lotion pelembab.
k. Ajarkan klien dan keluarga untuk memeriksa kondisi kaki setiap hari untuk adanya luka,
goresan dan melepuh. Gunakan untuk mengunakan kaca untuk memeriksa kedua kaki.
l. Laporkan adanya tanda dan gejala ke fasilitas pelayanan kesehatan terkait adanya
kerusakan kulit.
m. Ajarkan kepada klien dan keluarga untuk memeriksa kondisi sepatu setiap hari terkait
bagian dalam sepatu yang tidak rata, adanya benda tajam pada soel sepatu dan benda
asing di dalam sepatu.
n. Intruksikan klien untuk menggunakan stocking yang bersih dan pas, terbuat dari bahan
katun atau wool.
a. Ajarkan klien dan keluarga untuk menghindari cidera thermal dengan cara memeriksa
suhu air mandi, hindari penggunaan kantong air panas, botol air panas dan selimut listrik.
Dan pertahankan jarak secara aman dari sumber panas.
b. Instruksikan kepada klien untuk selalu menggunakan pelindung kaki dan jangan pernah
telanjang kaki.
c. Instruksikan kepada klien untuk memotong kuku lurus ke seberang dan untuk memajukan
sudut tajam agar sesuai dengan kontur sepatu.
d. Instruksikan pasien untuk menghindari mengobati sendiri. Jangan menggunakan plester,
obat kutil, atau antiseptik yang kuat dan obat jamur berlebih tanpa petunjuk petugas
kesehatan.
e. Menekankan pentingnya menjaga kadar glukosa darah normal
f. Anjurkan klien untuk berhenti merokok.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 229

3. Risiko tidak efektifnya manajemen regimen teraputik


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memperlihatkan peningkatan
pengetahuan penyakit Diabetes Mellitus dan perawatan yang dilakukannya.
Kriteria hasil:
Peningkatan pengetahuan klien tentang pengertian, penyebab tanda gejala, akibat akibat
lanjut, cara perawatan klien, cara menciptakan lingkungan yang aman untuk klien DM, serta
sumber/ fasilitas kesehatan yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan DM.
Rencana tindakan:
a. Kaji upaya klien dan keluarga sebelumnya untuk mengelola rejimen perawatan diabetes.
b. Evaluasi keterampilan manajemen diri pasien, meliputi kemampuan untuk melakukan
prosedur monitoring glukosa darah.
c. Kaji factor-faktor negatif yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam rejimen diabetes
(misalnya keterbatasan penglihatan, dll).
d. Kaji sumber keuangan untuk perawatan kesehatan.
e. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang penyakit DM (pengertian, penyebab, tanda
dan gejala dan akibat lanjut)
f. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang pencegahan hyperglikemia akibat pemasukan
makanan yang meningkat, penurunan dosis obat, infeksi, sakit dan stress.
g. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang cara perawatan klien DM di rumah meliputi:
diet DM, latihan, obat-obatan dan kebersihan diri, senam kaki, perawatan kaki/ luka DM
serta cara memantau kadar glukosa darah
h. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang tanda-tanda hipoglikemia dan hiperglikemia
serta penanganan awalnya.
i. Jelaskan tentang pentingnya menjaga kebersihan dan penataan lingkungan yang dapat
mencegah cidera pada klien DM
j. Jelaskan tentang fasilitas kesehatan (Puskesmas dan RS) yang dapat dimanfaatkan untuk
penanganan masalah DM.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 230

Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah diabetes mellitus. Disamping itu, perawat
dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan
perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Glukosa darah klien dalam keadaan stabil
2. Injuri pada kaki klien tidak terjadi
3. Manajemen regimen terapeutik yang dijalani dengan efektif.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 231

Topik 7
Asuhan Keperawatan Klien Paska Stroke
dalam Konteks Keluarga
Konsep Dasar Stroke
Pengertian

Stroke adalah cedera vaskular akut pada otak yang disebabkan karena sumbatan, penyempitan,
atau pecahnya pembuluh darah otak, yang mengakibatkan suplai darah ke salah satu bagian otak
terganggu yang dapat berdampak lanjut pada kelainan neurologi.

Penyebab

Penyebab dari stroke dapat terjadi berupa:


1. Thrombus
a. Atherosclerosis pada arteri intra dan ekstrakranial
b. Arteritis yang disebabkan oleh kolagen (penyakit autoimun atau arteritis bakteri
c. Hypercoagulability seperti polycythemia
d. Thrombosis vena serebral
2. Emboli
a. Kerusakan katup akibat penyakit jantung rematik.
b. Miokardial infark
c. Fibrilasi arteri
d. Endokarditis bakteri atau endokarditis nonbakteri yang menyebabkan bekuan darah pada
endokardium
3. Perdarahan
a. Perdarahan intraserebral hipertensi
b. Perdarahan subarachnoid
c. Ruptur anurisma
d. Arteriovenous malformation
e. Hiperkuagulasi
4. Hipoksia Umum
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 232

a. Hipotensi berat
b. Cardiac arrest
5. Hipoksia Lokal
a. Spasme arteri serebral yang dihubungkan dengan perdarahan subarachnoid
b. Vasokonstriksi arteri serebral yang dikaitkan dengan sakit kepala migrain.

Faktor resiko pada stroke meliputi:


1. Hipertensi (faktor resiko utama)
2. Penyakit kardiovakuler-emboli serebral berasal dari jantung (penyakit arteri koronaria, gagal
jantung kongestif, hipertropi ventrikel kiri, abnormalisasi irama
3. Kolesterol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebral
6. Diabetes mellitus
7. Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi, merokok dan kadar estrogen tinggi)
8. Merokok
9. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
10. Konsumsi alcohol

Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan suplai oksigen. Pada saat
terjadi anoksia, sebagaimana pada stroke, metabolisme serebral akan segera mengalami
perubahan dan kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3–10 menit. Banyak
kondisi yang merubah perfusi serebral sehingga menyebabkan terjadi hipoksia atau anoksia.
Hipoksia pertama kali menimbulkan iskhemia. Iskhemia dalam waktu singkat (kurang dari 10–15
menit) menyebabkan defisit sementara. Iskhemia dalam waktu yang lama menyebabkan
kematian sel permanen dan infark serebral dengan disertai edema serebral.
Tipe defisit focal permanen akan bergantung pada daerah otak yang dipengaruhi. Daerah
otak yang terkena sangat tergantung pada pembuluh darah serebral yang dipengaruhi. Paling
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 233

umum pembuluh darah yang dipengaruhi adalah middle cerebral artery; yang kedua adalah arteri
karotis interna.
Stroke thrombotik, adalah tipe stroke yang paling umum, dimana sering dikaitkan dengan
atherosclerosis dan menyebabkan penyempitan lumen arteri, sehingga menyebabkan gangguan
suplai darah yang menuju ke otak. Fase awal dari thrombus tidak selalu menyumbat komplit
lumen. Penyumbatan komplit dapat terjadi dalam beberapa jam. Gejala-gejala dari stroke akibat
thrombus terjadi selama tidur atau segera setelah bangun tidur. Hal ini berkaitan pada orang tua
aktifitas simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya tekanan darah,
yang akan menimbulkan iskhemia otak. Pada orang ini biasanya mempunyai hipotensi postural
atau buruknya reflek terhadap perubahan posisi. Tanda dan gejala neurologi sangat sering
memperlihatkan keadaan yang lebih buruk pada 48 jam pertama setelah thrombosis.
Stroke embolik, yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua dari stroke. Klien
yang mengalami stroke akibat embolus biasanya usianya lebih muda dan paling umum embolus
berasal dari thrombus jantung. Miokardial thrombus paling umum disebabkan oleh penyakit
jantung rhematik dengan mitral stenosis atau atrial fibrilasi. Penyebab yang lain stroke embolik
adalah lemak, tumor sel embolik, septic embolik, eksudat dari subakut bacterial endokarditis,
emboli akibat pembedahan jantung atau vaskuler.
Transient Ischemic Attack (TIA) berkaitan dengan iskhemik serebral dengan disfungsi
neurologi sementara. Disfungsi neurologi dapat berupa hilang kesadaran dan hilangnya seluruh
fungsi sensorik dan motorik, atau hanya ada defisit focal. Defisit paling umum adalah kelemahan
kontralateral wajah, tangan, lengan, dan tungkai, dysphasia sementara dan beberapa gangguan
sensorik. Serangan iskhemik berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam.

Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya. Arteri serebral
yang tersumbat oleh thrombus atau embolus dapat memperlihatkan tanda dan gejala sebagai
berikut:

1. Sindroma arteri serebral media


a. Hemiplegia (flaccid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral)
b. Gangguan sensorik (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 234

c. Aphasia (aphasia global jika hemisphere dominan yang dipengaruhi)


d. Homonymous hemianopsia
e. Bingung sampai dengan koma (makin buruk tingkat kesadaran)
f. Ketidakmampuan menggerakan mata terhadap sisi yang paralysis
g. Denial paralysis
h. Possible berstamnn syndrome (aculculia, alexia, agnosia jari dan bingung kiri dan kanan)
i. Kemungkinan pernapasan cheynestokes
j. Sakit kepala
k. Paresis vasomotor
2. Sindroma arteri serebral anterior
a. Paralysis dari telapak kaki dan tungkai
b. Gangguan dalam berjalan
c. Paresis kontralateral dari lengan
d. Kontralateral grasp reflek dan sucking reflek
e. Hilang fungsi sensorik secara berlebihan pada ibu jari kaki, telapak kaki dan tungkai
f. Abulia (ketidakmampuan melakukan kegiatan, pergerakan yang terkontrol atau membuat
keputusan)
g. Gangguan mental
h. Serebral paraplegia (bila keduanya dipengaruhi) sering dikombinasi dengan ataxia dan
akinetic mutism
i. Inkontinen urin (biasanya berlangsung beberapa minggu)
3. Sindroma arteri serebral posterior
Daerah perifer:
a. Homonymous hemianopsia
b. Beberapa kelainan penglihatan seperti : buta warna, kurang dalam persepsi, kegagalan
melihat objek pada lokasi yang tidak sentral, halusinasi penglihatan.
c. Berkurangnya daya ingat
d. Berkeringat
Daerah pusat:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 235

a. Jika thalamus yang dipengaruhi, akan ada sensorik yang hilang dari seluruh modalitas,
nyeri spontan, intentional tremors dan hemiparesis ringan
b. Jika serebral penduncle yang dipengaruhi akan ada sindroma weber’s (kelumpuhan saraf
oculomotorik dengan kontralateral hemiplegia)
c. Jika batang otak dipengaruhi akan mempengaruhi conjungate gaze, nystagmus dan
ketidaknormalan pupil dengan gejala-gejala yang lain berupa tremor postural, ataxia
4. Sindroma arteri karotis internal
a. Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata
b. Parastesia dan kelemahan lengan kotralateral, wajah dan tungkai.
c. Hemiplegia dengan hilangnya sensorik secara komplit dan hemianopsia.
d. Kemungkinan atropi saraf optik pada mata ipsilateral.
e. Dysphasia intermittent
5. Sindroma arteri sereberal inferior posterior
a. Disphagia dan disarthria
b. Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi ipsilateral dari wajah
c. Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada sisi tubuh dan tungkai
d. Nystagmus horizontal
e. Sindroma horner’s ipsilateral
f. Tanda-tanda serebellar (ataxia dan vertigo)
6. Sindroma arteri serebellar inferior anterior
Sisi ipsilateral
a. Tuli dan tinnitus
b. Paralisis wajah
c. Hilangnya sensasi pada wajah
d. Syndrome horners’s
e. Tanda-tanda sereberal (ataxia dan nystagmus)
Sisi kontralateral
a. Gangguan sensasi nyeri dan temperatur pada tubuh dan tungkai
b. Nystagmus horizontal
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 236

Penatalaksanaan
Penatalasanaan medis pada klien dengan stroke meliputi:
1. Terapi antikoagulan
2. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan riwayat ulkus, uremia dan
kegagalan hepar. Sodium heparin diberikan secara subkutan atau melalui IV drip
3. Phenytonin (Dilantin) dapat digunakan untuk mencegah kejang
4. Enteris-coated, misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu untuk menghancurkan
trombotik dan embolik
5. Epsilon-aminocaproic acid (Amicar) dapat digunakan untuk stabilkan bekuan diatas anurisma
yang rupture
6. Calcium channel blocker (nimodipine) dapat diberikan untuk mengatasi vasospasme
pembuluh darah.

Komplikasi

Beberapa komplikasi yang terjadi pasca stroke:

1. Dekubitus
Akibat berbaring yang terlalu lama, akan mengakibatkan luka lecet pada bagian tubuh yang
sering sebagai tumpuan berbaring, misalnya, pinggul, bokong dan kaki. Sehingga di daerah
itu sering infeksi. Biasanya, klien pasca stroke yang depresi, mereka justru malas untuk
berpindah posisi dalam berbaring. Bisa seharian dalam posisi sama karena mereka ingin
merasakan ‘mati’ dari pada terus tahu bahwa tubuh fisiknya mengalami cacat dan dalam
derajat kecacatan tinggi.
2. Bekuan darah karena kelumpuhannya
Bekuan darah biasanya ada di beberapa tempat pada daerah kelumpuhan karena memang
anggota tubuh yang lumpuh tidak bergerak. Darah yang membeku, bisa mengancam sirkulasi
aliran darah mereka, sehingga akan berakibat pembengkakkan ke arah beberapa organ
penting tubuh, seperti ke otak,jantung atau paru-paru, sehingga komplikasi ini berlanjut dan
memburuk.
3. Kekakuan sendi dan otot karena kurang bergerak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 237

Klien pasca stroke yang terlalu lama berbaring, tubuhnya pasti akan kaku. Dan lama kelamaan
akan sakit. Bagi organ tubuh yang sehat (bukan yang lumpuh), seharusnya bagian tubuh ini
terus berusaha bergerak sehingga fisik tubuh bisa tetap beraktifitas.
4. Pneumonia
Pneumonia ini terjadi karena klien pasca stroke biasanya susah untuk menelan dan sering
terbatuk-batuk karena tersedak, yang mengakibatkan cairan berkumpul di paru-paru sampai
infeksi.
5. Stres dan depresi
Klien pasca stroke mengalami stres dan depresi, sampai berkepanjangan. Bila klien
mengalami serangan stroke berat dan mengkibatkan kelumpuhan separuh tubuh. Klien yang
mengalami pasca stroke tidak akan mampu menjalani hidupnya jika tidak mendapat
dukungan dari keluarganya.

Asuhan Keperawatan
Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit kardiovaskuler, transient ischemic attacks
(TIA).
b. Merokok
c. Menggunakan kontrasepsi hormonal
d. Gangguan sensorik/motorik
e. Gangguan penglihatan
b. Pemeriksaan fisik
a. Tingkat kesadaran dan status mental
b. Gangguan sensorik dan motorik
c. Aphasia
d. Penglihatan
e. Fungsi saraf kranial
f. Tanda-tanda vital
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 238

g. Kegemukan/obesitas
c. Psikososial
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Sistem dukungan
d. Gaya hidup
e. Strategi koping yang biasa digunakan
f. Pekerjaan
g. Peran dan tanggung jawab selama ini
h. Reaksi emosional terhadap penyakitnya
d. Pengetahuan klien dan keluarga tentang:
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang penyakit stroke, meliputi: pengertian,
penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi stroke.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami stroke.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber-
sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah stroke.
e. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah (pembekuan darah, hitung sel darah, Trigliserida, cholesterol, gula
darah)
b. CT scan; angiogram; EKG, EEG

Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan stroke adalah sebagai berikut:
1 Gangguan mobilitas fisik
2 Defisit nutrisi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 239

3 Gangguan citra tubuh


4 Resiko/ gangguan integritas kulit

Rencana Tindakan
1. Gangguan mobilitas fisik
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan menunjukkan peningkatan mobilisasi
fisik.
Kriteria hasil:
Klien dapat berdiri dari kursi roda dan melakukan ambulasi sesuai dengan kemampuan, klien
terhindar dari penekanan, atropi otot dan kontraktur
Rencana tindakan:
a. Kaji fungsi motorik klien, sensasi dan reflek pada seluruh ekstremitas untuk menetapkan
kemampuan dan keterbatasan
b. Pertahankan sikap tubuh anatomis yang meliputi kepala, bahu, dan sendi panggung pada
mattress dengan papan tempat tidur
c. Berikan footboard dan mattress untuk mencegah penekanan dan mencegah footdrop dan
kerusakan kulit.
d. Letakkan sendi-sendi pada posisi fungsional: siku sedikit fleksi, pergelangan tangan
ekstensi, handroll (dengan bola karet) untuk menjaga posisi menggenggam dan untuk
mengontrol spasme, lengan ditinggikan untuk mencegah edema.
e. Ajarkan keluarga untuk melakukan perubahan posisi setiap 2 jam.
f. Berikan bimbingan klien dan keluarga untuk melakukan latihan pergerakan pasif ROM bila
tidak ada kontraindikasi
g. Bimbing klien dan keluarga untuk latihan ambulasi dengan tetap mempertahankan
keamanannya
h. Berikan petunjuk pada keluarga untuk dapat memberikan bantuan dalam melatih
kemampuan motorik klien secara bertahap.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 240

2. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan meningkat status nutrisinya.
Kriteria hasil:
• Kenaikan/penurunan berat badan 10% dari berat badan ideal
• Toleransi terhadap nutrisi parenteral, makanan cair dengan residu minimal, tidak diare,
elektrolit seimbang (pada klien yang menggunakan NGT)
• Klien dapat menelan makanan yang lunak tanpa aspirasi
Rencana tindakan:
a. Kaji gag reflek, kemampuan menelan, adanya paralysis wajah, fungsi sensorik dan motorik
ekstremitas atas untuk menetapkan kemampuan fungsional klien untuk makan.
b. Monitor pemasukan diet untuk menetapkan defisit, dengan cara melatih keluarga untuk
dapat mendokumentasikan makanan atau minuman yang dikonsumsi klien dalam sehari
(food recall)
c. Dengan teknik guidence, ajarkan keluarga untuk dapat mengenal jenis dan kalori makanan
yang dibutuhkan klien
d. Bersama keluarga menyusun kebutuhan gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi klien
e. Motivasi keluarga untuk dapat memberikan makanan oral (bila tidak ada kontra indikasi)
f. Latih klien untuk melakukan gerakan lidah dan bibir
g. Monitor berat badan (bila klien sulit untuk di timbang berat badannya, gunakan penilaian
status gizi melalui pengukuran lingkar lengan atas, pada sisi yang tidak mengalami
kelemahan)

3. Gangguan konsep diri: gambaran tubuh, harga diri, peran, identitas


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan beradapatasi secara efektif terhadap
perubahan penampilan, ketidakmampuan dan peran.
Kriteria hasil:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 241

• Klien mampu melihat dirinya di cermin


• Klien dapat berpartisipasi dalam perawatan.
• Klien menunjukkan adanya peningkatan kemandirian
• Klien menyatakan apa yang pikirkan dan ditakutkan
• Klien dapat bersosialisasi dengan lingkungannya
Rencana tindakan:
a. Gali rasa takut klien/keluarga terhadap kematian, hilangnya kemandirian, hilangnya kontrol
fungsi tubuh, kecacatan dan hilangnya kemampuan bicara
b. Bantu klien untuk menyatakan perasaannya (marah, depresi, frustasi, cemas dan tidak
berdaya)
c. Berikan penjelasan pada keluarga dampak dari gangguan status kesehatan klien dan
keluarga
d. Berikan tindakan untuk mengatasi masalah psikologisnya, misalnya melalui komunikasi
terapeutik, memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
e. Latih klien untuk melakukan relaksasi progresif untuk menurunkan stres
f. Anjurkan keluarga untuk mendampingi dan memfasilitasi klien selama fase depresi

4. Resiko/ gangguan integritas kulit


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dapat mempertahankan integritas, tonus,
dan turgor kulit.
Kriteria hasil:
Integritas kulit utuh, bebas dari kemerahan pada kulit di area tulang yang menonjol.
Rencana tindakan:
a. Kaji keutuhan kulit klien, perubahan warna, temperatur, dan adanya edema
b. Pertahankan kebersihan kulit dan kekeringan.
c. Ajarkan keluarga untuk dapat melakukan perawatan kebersihan kulit, mata, dan mulut
d. Ajarkan keluarga untuk melakukan alih posisi setiap 2 jam sekali agar sirkulasi darah
meningkat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 242

e. Ajarkan keluarga untuk dapat menggunakan alat-alat untuk mencegah penekanan, seperti
membuat lingkaran handuk yang diletakkan pada ujung-ujung tumit atau siku yang tertekan
lama.

Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada klien pasca stroke.
Disamping itu, perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga
dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan. Pada klien dengan stroke yang perlu dievaluasi adalah:
1. Klien dapat melakukan mobilitas fisik secara oprimal
2. Klien memilki status nutrisi secara adekuat
3. Klien memilki konsep diri yang positif
4. Klien memiliki integritas kulit
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 243

Topik 8
Asuhan Keperawatan Klien Maternal Risiko
Tinggi Konteks Keluarga
Konsep Dasar Ibu Hamil

Pengertian

Ibu hamil adalah suatu kondisi dimana seorang perempuan mengalami kehamilan Kehamilan
adalah suatu kondisi yang terjadi bila ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur (ovum)
dan sperma (spermatozoa). Kehamilan terbagi atas: trimester I (1–14 minggu), trimester II (14 –
28 minggu), trimester III (28 – 42 minggu)

Perubahan fisik dan psikologis ibu hamil


a. Trimester I (1 – 14 minggu) meliputi:
Terdapat mual muntah (morning sickness) timbul pada 50-75% wanita hamil, sering ada
perasaan terbakar di perut, kram perut, sering berkemih disebabkan penurunan kapasitas
kandung kemih seiring dengan pembesaran rahim, ada rasa lesu, keletihan perubahan mood,
perubahan pola seksual biasanya pada trimester pertama libido menurun.
b. Trimester II (14 – 28 minggu) meliputi:
Pigmentasi, kadang-kadang terjadi hipotensi ortostatik, varises, hemoroid, timbul baal atau
kesemutan di jari biasanya terjadi pada 5% wanita hamil, nyeri sendi, nyeri punggung, leukore,
perasaan lebih nyaman serta kebutuhan mempelajari perkembangan dan pertumbuhan janin
meningkat. Kadang tampak egosentris dan berpusat pada diri sendiri.
c. Trimester III meliputi (28 – 42 minggu) meliputi:
Sesak napas karena ekspansi diafragma terbatas akibat perbesaran uterus, insomnia karena
ketidaknyamanan akibat gerakan janin/sesak napas, rasa ingin selalu berkemih, sering kram
tungkai, edema mata kaki, kontraksi uterus, lebih introvert, dan merefleksikan pengalaman
masa lalu.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 244

Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Kehamilan Maternal Saat Kehamilan


Berdasarkan hasil survey demografi dan kesehatan, ada tiga penyebab terbanyak kematian
maternal adalah perdarahan, eklamsi dan infeksi (SDKI, 2007). Adapun factor-faktor yang
berhubungan kuat dengan kematian maternal saat kehamilan adalah usia (< 20 tahun dan > 35
tahun) kurangnya antenatal care, kurangnya pengetahuan yang dibutuhkan, status tidak menikah
(Lowdermik & Perry, 2006).

Kategori Kehamilan Risiko Tinggi


1. Usia ibu dan factor kelahiran:
a. Usia ibu 16 tahun ke bawah
b. Kelahiran pertama di usia 35 tahun keatas.
c. Melahirkan di usia 40 tahun atau lebih.
d. Terjadi kehamilan dalam jangka waktu 3 bulan atau kurang dari kehamilan yang terakhir
jarak kehamilan 8 tahun atau lebih dari kehamilan yang terakhir.
e. Hamil diluar perkawinan.
2. Hipertensi karena kehamilan, hipertensi dan penyakit ginjal:
a. Preeklamsi/Eklamsi
b. Penyakit ginjal (pyelonephritis, nephritis, nephrosis)
c. Hipertensi kronik, berat ( 160/100 mmHg atau lebih)
d. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih.
3. Anemia dari perdarahan
a. Hemoglobin , 10 gr% & perdarahan (kehamilan muda dan tua)
b. Perdarahan yang hebat pada kehamilanb sebelumnya (sampai membutuhkan tranfusi
darah).
c. Riwayat gangguan perdarahan atau penggumpalan darah.
4. Faktor-faktor fetal.
a. Riwayat kehamilan kembar ditambah 1 kelahiran
b. Dua atau lebih mengalami keguguran secara berurutan.
c. Bayi meninggal setelah dilahirkan (satu atau lebih)
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 245

d. Ketidakcocokan Rhesus (Rh)


e. Riwayat kelainan pada kehamilan sebelumnya.
f. Riwayat mengandung anak berukuran besar (> 4 kg)
5. Riwayat distosia (lama/macet di jalan lahir)
Distosia dapat terjadi oleh karena panggul sempit, riwayat seksio, partus lama, kelainan jalan
lahir, kelainan TB (< 1,5 meter), bentuk tubuh (skoliasis, dll)
6. Penyakit penyerta (DM, hipertensi, jantung, malnutrisi, tiroid, TBC, TORCH (toxoplasmosis,
rubella, cytomegalovirus, herpes simplex, and HIV), mola, adisi, NAFZA, psikriatik, retardasi)
7. Riwayat yang berhubungan dengan
a. Terlambat datang ke pelayanan antenatal/ ANC kurang dari standar dari standar K1- K4).
b. Kekerasan, penganiyaan, perkosaan, incest.
c. Situasi rumah tidak menunjang ANC, termasuk masalah social budaya (tanpa keluarga,
adopsi, perceraian, perpisahan, tidak ada system dukungan)
d. Sosial ekonomi rendah.

Tanda-Tanda Bahaya Kehamilan


Kehamilan dengan risiko tinggi membutuhkan perhatian bagi perawat dengan melakukan
pendeteksian dini adanya tanda-tanda bahaya kehamilan yang meungkin terjadi selama
kehamilan yaitu:
1. Pada Trimester I
Tanda bahaya kehamilan Trimester I meliputi:
a. Perdarahan pervaginam/perdarahan dari jalan lahir
Perdarahan pervaginam adalah perdarahan yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari
22 minggu. Pada masa awal kehamilan ibu akan mengalami perdarahan yang sedikit
(spotting). Perdarahan ini terjadi karena serviks mengalami pembesaran dan pembuluh
darah disekitarnya menjadi rentan terhadap trauma seperti intercourse, pemeriksaan
dalam bahkan pada aktifitas sehari-hari. Perdarahan yang tidak normal adalah yang merah,
perdarahan yang banyak atau perdarahan dengan nyeri. Perdarahan ini dapat berarti
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 246

abortus, kehamilan mola atau kehamilan ektopik. Perdarahan pada awal kehamilan dapat
merupakan tanda keguguran.
Macam-macam perdarahan pervaginam:
1) Abortus
Pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu dan berat
janin kurang dari 500 gram. Tanda-tandanya: perdarahan dengan nyeri abdomen,
rasa mulas atau rasa nyeri, terkadang disertai syok.
2) Kehamilan ektopik
Kehamilan dimana implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium
atau diluar rahim. Tanda-tandanya: perdarahan berwarna coklat tua dan umumnya
sedikit, nyeri perut, uterus terasa lembek.
3) Molahydatidosa (hamil anggur)
Kehamilan abnormal dimana hamper seluruh vili korialisnya mengalami perubahan
hidrofik. Tanda-tandanya adalah perdarahan berulang, neyeri perut, tidak teraba
bagian janin, tidak terdengarnya denyut jantung janin (DJJ).
b. Mual muntah berlebihan
Mual dan muntah adalah gejala yang wajar dan sering ditemukan pada kehamilan trimester
I. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormone estrogen dan
HCG dalam serum (Matteson, 2001). Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan
keadaan ini, meskipun demikian gejala mual muntah yang berat dapat berlangsung sampai
4 bulan. Keadaan inilah disebut hiperemisis gravidarum. Mual dan muntah yang terus
menerus akan menyebabkan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan) dan kekurangan
kadar mineral dalam tubuh karena banyak cairan tubuh keluar lewat muntahan. Jika tidak
dirawat dan mendapat penanganan yang memadai.Hiperemesis bisa menjurus pada
kekurangan gizi dan dapat membahayakan ibu serta janin yang dikandungnya.
c. Sakit kepala yang hebat.
Sakit kepala yang menunjukan suatu masalah serius dalam kehamilan adalah sakit kepala
hebat, menetap dan tidak hilang dengan beristirahat. Terkadang disertai penglihatan kabur
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 247

atau berbayang. Hal ini merupakan gejala dari pre-eklamsia dan jika tidak diatasi dapat
menyebabkan kejang maternal, stroke, koagulopati dan kematian.
Sakit kepala sering dirasakan pada awal kehamilan dan umumnya disebabkan oleh
peregangan pembuluh darah di otak akibat hormone kehamilan, khususnya hormone
progesterone. JIka ibu hamil merasa Lelah, pusing atau tertekan atau pandangan mata
bermasalah, sakit kepala akan lebih sering terjadi atau makin parah, jika sebelumnya
menderita migrain kondisi ini dapat semakin bermasalah selama 3 sampai 4 bulan pertama
kehamilan.
d. Nyeri perut yang hebat
Nyeri abdomen yang mengancam keselamatan jiwa adalah nyeri yang hebat, menetap dan
tidak hilang setelah beristirahat. Hal ini bisa berarti apendisitis, kehamilan ektopik, pre
eclampsia, aborsi, penyakit radang pelviks, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong
empedu, iritasi uterus, abrupsi plasenta, infeksi saluran kemih atau infeksi lain: kehamilan
ektopik, persalinan premature, solusio plasenta, abortus, rupture uteri imminens.
e. Ibu mengalami cidera atau trauma pada daerah perut.
Keadaan cedera tersebut bisa diakibatkan kecelakaan, terjatuh maupun akibat tindakan
kekerasan misalnya dipukul atau ditendang daerah perut. Keadaan seperti ini dapat
berakibat ibu mengalami perdarahan, keguguran dan gangguan pertumbuhan dalam
Rahim.
f. Anemia
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan keadaan haemoglobin dibawah 11 gr%
pada trimester I dan III, < 10,5gr% pada trimester II. Selama kehamilan terjadi pengenceran
darah (Hemodelusi). Hemodilusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai
puncaknya pada kehamilan 32 – 36 minggu. Secara fisiologis hemodelusi untuk membantu
meringankan kerja jantung.
Anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tak
jarang kedua saling berinteraksi. Anemia ditandai dengan lemah, letih, lesu, pucat, pusing
(kadang berkunang-kunang) dan sering sakit-sakitan. Anemia atau kurang darah
merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu. Ibu hamil yang anemia tidak dapat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 248

memenuhi tubuh ibu dan janin akan nutrisi dan oksigen yang dibawa dalam darah,
sehingga pertumbuhan janin terganggu. Pada saat melahirkan, wanita yang menderita
anemia dapat mengalami syok karena kehilangan banyak darah dan bahkan berisiko pada
kematian.
g. Demam tinggi
Ibu menderita demam dengan suhu tubuh > 38 C dalam kehamilan merupakan suatu
masalah. Demam tinggi merupakan gejala adanya infeksi dalam kehamilan. Proses infeksi
dalam kehamilan yaitu masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh wanita hamil
yang kemudian menyebabkan timbulnya tanda atau gejala-gejala penyakit.
Ibu hamil dalam usia kehamilan berapapun bila mengalami panas atau demam tinggi
perlu segera dibawa kepada tenaga kesehatan atau pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pertolongan. Keterlambatan penanganan dapat menimbulkan bahaya bagi
ibu. Selain itu, bayi berpontensi mengalami keguguran dan terlahir premature bahkan
kematian bayi (Davidson, et al., 2012).

2. Tanda Bahaya Trimester II


Tanda bahaya kehamilan trimester II meliputi:
b. Edema pada wajah, kaki dan tangan.
Edema ialah penimbunan cairan yang berlebihan pada jaringan tubuh, dan dapat diketahui
dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Edema pretibial
yang ringan sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti
c. Keluar air ketuban sebelumnya.
Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu.Ketuban dinyatakan
pecah dinin jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban
dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan
aterm.
Bagi ibu hamil dalam usia kehamilan beberapun bila mengalami cairan keluar dari jalan
lahir, baik itu merembes maupun mengalir, segera menuju ke tempat pelayanan kesehatan
untuk memastikan apakah ibu mengalami pecah ketuban. Jangan lupa perhatikan warna
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 249

air ketuban atau perembesan air ketuban. Kondisi tersebut dapat mempermudah
terjadinya infeksi pada kandungan yang dapat membahayakan ibu maupun janinnya.
d. Perdarahan hebat.
Pada usia kehamilan yang lanjut mendekati cukup bulan, bila tiba-tiba mengalami keluar
darah merah segar maupun gumpalan kehitaman dari jalan lahir kemungkinan besar
berasal dari ari-ari atau plasenta yang terlepas sebagian sebelum bayi lahir.Pada kondisi ini
sebaiknya ibu hamil segera di bawa ke tempat pelayanan kesehatan.
e. Gerakan bayi berkurang
Ibu mulai merasakan gerakan bayinya selama bulan ke-5 atau ke-6, beberapa ibu dapat
merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur, gerakannya akan melemah. Bayi
harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam. Gerakan bayi akan lebih mudah
terasa jika berbaring atau beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik.Bila
dalam keadaan terjaga, diharapkan seorang ibu hamil bisa merasakan gerakan janin kurang
lebih sepuluh kali dalam 12 jam. Apabila ibu tidak merasakan gerakan janin,maka perlu
diwaspadai adanya risiko tanda bahaya. Janin kurang bergerak seperti biasa dapat
dikarenakan oleh aktifitas ibu yang terlalu berlebih, keadaan psikologis ibu maupun
kecelakaan sehingga aktifitas bayi didalam Rahim tidak seperti biasanya, sebaiknya segera
menuju tempat pelayanan kesehatan agar tidak terlambat dan terjadi kematian janin
dalam kandungan.
f. Berat badan ibu hamil tidak naik
Selama kehamilan, ibu hamil diharapkan mengalami penambahan berat badan sedikitnya
6 kg. Ini sebagai petunjuk adanya pertumbuhan janin. Tidak adanya kenaikan berat badan
yang diharapkan menunjukkan kondisi gizi yang buruk pada ibu hamil dan menunjukkan
adanya pertumbuhan janin yang terhambat. Pertambahan berat badan selama kehamilan,
kenaikan berat badan selama hamil muda 5 kg, selanjutnya tiap trimester (II dan III) masing-
masing bertambah 5 kg.Pada akhir kehamilan, pertambahan berat badan total adalah 9 –
12 Kg.Bila terdapat BB yang berlebihan,perlu dipikirkan adanya risiko bengkak, kehamilan
kembar, hidroamnion dan anak besar.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 250

3. Tanda Bahaya Trimester III


Tanda dan bahaya kehamilan trimester III meliputi:
a. Penglihatan menjadi kabur atau berbayang.
Perubahan penglihatan atau pandangan kabur, dapat menjadi tanda preeclampsia.
Masalah visual yang mengidentifikasi keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan
visual yang mendadak.Misalnya
b. Nyeri kepala, gangguan penglihatan,kejang dan atau koma, tekanan darah tinggi.
Gejala-gejala tersebut dapat merupakan pertanda adanya pre eclampsia.Biasanya terjadi
pada usia kehamilan 20 minggu (akhir trimester II atau pada trimester III),namun dapat
juga dijumpai lebih awal. Pre eclampsia dapat diikuti terjadinya eclampsia yang bisa
berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
c. Perdarahan
Perdarahan pada akhir kehamilan dapat merupakan tanda plasenta terlepas dari Rahim
(abrusio plasenta). Perdarahan yang hebat dan terus menerus setelah melahirkan dapat
menyebabkan ibu kekurangan darah dan merupakan tanda bahaya dimana ibu harus
mendapat pertolongan tepat dari bidan atau dokter.

4. Penatalaksanaan
Intervensi keperawatan utama yang dilaksanakan oleh perawat melaluikunjungan rumuh
bertujuan untuk memandirian klien dan keluarga melalui upaya-upaya pencegahan.
Komponen upaya pencegahan. Komponen upaya pencegahan yang essensial adalah
konseling, pendidikankesehatan, mengembangkan pemberdayaan klien dan keluarga untuk
berperilaku tepat dalam merawat anggota. Juga melibatkan sumber daya manusia dalam
memantau kesehatan ibu hamil dilingkungan tempat tingggal seperti kader kesehatan.
Kunjungan rumah bagi ibu hamil dengan resiko dilaksanakan setiap 4 minggu sampai usia
kehamilan 28 minggu, setiap 2 minggu untuk kehamilan 28 – 36 minggu dan selanjutnya setiap
minggu (> 36 mingggu).
Penetapan taksiran kelahiran:
• Rata-rata lama kehamilan adalah 280 hari (40 hari atau 9 bulan kalender).
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 251

• Menghitung taksir kelahiran menurut Nagele rule (Straight, 2001); bulan dikurang 3, hari
ditambah 7 tahun ditambah 1
• Contoh: HPHT 15 Mei 2013 taksiran adalah 22 Februari 2014
• Jika tidak diketahui HPHT: ukur tinggi fundus uteri (minimal kehamilan 12 minggu)
• Denyut jantung janin, dapat dideteksi pada usia 10 - 12 minggu dengan menggunakan
dopler; dan 16 – 20 minggu dengan fetoscope
• USG dapat mendeteksi kehamilan berusia 5 – 6 minggu.

Asuhan Keperawatan Dan Terapi Keperawatan Pada Ibu Hamil Risti


Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan:
• Riwayat kehamilan saat ini: status gravida,hari pertama haid terakhir (HPHT) hasil tes
kehamilan, kontraksi dan perdarahan, keluhan ketidaknyamanan (mual,
munyah,pusing/sakit kepala hebat, sering berkemih, nyeri abdomen dan kelelahan,dll)
dan upaya yang dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan.
• Riwayat kehamilan yang lalu: jumlah anak 4 orang atau lebih jarak kehamilan kurang dari
2 tahun, ibu pernah mengalami perdarahan, kejang-kejang, demam tinggi, persalinan
lama (<12 jam) melahirkan dengan cara operasi, bayi lahir mati, kelahiran premature,
pernah aborsi.
• Riwayat penyakit: penyakit yang diderita seperti diabetes, hipertensi, kardiovaskuler,
renal atau infeksi.
• Pola hidup:diet, kebiasaan merokok, minum alcohol, kopi, obat-obatan, personal hygiene,
aktifitas dan istirahat.
• Riwayat psikososial: harapan terhadap kehamilan, dampak emosional dan finansial dalam
keluarga, sikap suami terhadap kehamilan, aktifitas seksual, apakah kehamilan ini
direncanakan atau tidak, kebutuhan akan Pendidikan kesehatan dan sumber, support
system, keyakinan agama dan perilaku yang terkait dengan kelahiran dan parenting,
persiapan menjadi orang tua.
2. Pemeriksaan fisik
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 252

• Tanda-tanda vital (nadi, pernapasan, tekanan darah, suhu tubuh), tingkat kesadaran.
• BB, TB, Lingkar lengan atas.
• Perubahan payudara : ukuran bertambah, putting payu dara lebih besar, kehitaman dan
tegak, adanya kolostrum)
• Perubahan kardiovaskuler: peningkatan denyut jantung, sedikit menurun tekanan darah
pada trimester kedua kecendrungan adanya edema)
• Perubahan pernapasan (hidung tersumbat, sinus tersumbat, peningkatan kecepatan
napas, peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan tidal volume).
• Perubahan perkemihan:peningkatan frekuensi berkemih,peningkatan kapasitas kandung
kemih, adanya sedikit protein atau glukosa di urin).
• Perubahan gastrointestinal: gusi lembut dan hiperemis, saliva berlebihan, mual dan
muntah pada trimester pertama.
• Perubahan neurologi: pusing, sakit kepala, perubahan sensorik pada tungkai bawah.
• Perubahan muskoloskeletal: penurunan tonus otot abdomen, peningkatan kurve
lumbosacral, hipermobilitas pada sendi perlvis.
• Perubahan integument: kulit menebal, lemak subdermal meningkat, hiperpigmentasi,
peningkatan pertumbuhan rambut dan kuku, peningkatan aktifitas kelenjar keringat dan
sebasea, acne vulgaris, angioma pada leher, thorak, muka dan tangan.
• Abdomen: tinggi fondus uteri, penurunan kepala janin, kesejahteraan janin, denyut
jantung janin (DJJ), pergerakan janin, kontraksi utus
• Pemeriksaan pelviks: nyeri abdomen atau nyeri perut bagian bawah.
• Anogenital: leukhorea/cairan vagina (karakteristik: warna, konsistensi, bau, banyaknya),
rembesan cairan vagina, haemorrhoid.
• Ekstremitas: reflek patella, edema
3. Psikososial
Pekerjaan, hobi, stressor yang dialami, pola koping, dukungan keluarga dan orang
dekat/teman, perubahan gaya hidup, ungkapan verbal klien tentang penyakit/kondisi yang
dialami.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 253

a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang resiko tinggi kehamilan, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi risiko tinggi
kehamilan.
c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami risiko tinggi
kehamilan.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk
klien dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah resiko tinggi
kehamilan.
3. Pemeriksaan penunjang: Hemoglobin, gula darah dan Urinalysis
4. Riwayat medikasi dan obat-obat yang di konsumsi: misalnya antibiotic, vitamin, suplemen
Fe.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
keluarga dengan ibu hamil risiko tinggi adalah:
1. Defisit nutrisi
2. Kurang pengetahuan tentang risiko tinggi kehamilan dan penatalaksanaannya
3. Kecemasan/ansietas
4. Risiko hipolemia atau hipervolemia

Rencana Tindakan
1. Defisit nutrisi

Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali keadaan status nutrisi klien meningkat
Kriteria hasil:
Porsi makan yang dihabiskan meningkat, berat badan membaik, IMT membaik, nafsu makan
membaik.
Rencana tindakan:
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 254

a. Identifikasi status nutrisi klien selama kehamilan


b. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient klien
c. Monitor berat badan klien
d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium: darah dan urin
e. Monitor asupan makan klien dengan melibatkan keluarga
f. Diskusikan dengan keluarga dalam menyusun menu seimbang untuk ibu hamil risiko tinggi
dan upaya meningkatkan asupan dengan mengatasi ketidaknyamanan.
g. Tempatkan daftar menu makanan serta anjuran diet lainnya ditempat yang mudah dilihat
sehingga dapat dibaca oleh seluruh anggota keluarga.
h. Anjurkan kepada keluarga untuk menyajikan makanan untuk klien secara menarik dan
suhu yang sesuai.
i. Anjurkan klien mengkonsumsi tablet fe untuk memenuhi konsumsi zat besi bagi ibu dan
janin, sehari sekali malam hari sebelum tidur untuk menghindari rasa mual
j. Jika terjadi muntah berat, anjurkan untuk segera ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat

2. Kurang pengetahuan tentang risiko tinggi kehamilan dan penatalaksanaannya


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien dan keluarga meningkat pengetahuannya
tentang risiko tinggi kehamilan dan penatalaksanaannya
Kriteria hasil:
Klien dapat menjelaskan factor risiko kehamilan dan penatalaksanaannya, perilaku sesuai
anjuran meningkat, pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun.
Rencana tindakan:
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan klien dan keluarga menerima informasi
b. Identifikasi pengetahuan klien dan keluarga mengenai perawatan masa kehamilan
c. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang perubahan fisik dan psikologis masa
kehamilan
d. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang perkembangan janin
e. Jelaskan kepada klien dan keluarga terkait dengan factor risiko kehamilan yang dihadapi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 255

f. Jelaskan kepada klien dan keluarga tanda bahaya kehamilan


g. Jelaskan kepada klien dan keluarga terkait dengan kebutuhan nutrisi, aktifitas dan
istirahat selama kehamilan.
h. Jelaskan kepada klien dan keluarga tentang persiapan persalinan.
i. Ajarkan kepada klien cara mengatasi ketidaknyaman selama kehamilan
j. Anjurkan klien untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin.
k. Ajarkan tentang manajemen nyeri untuk persalinan
l. Ajarkan tentang persiapan menyusui
m. Jelaskan tentang system dukungan selama kehamilan.

3. Kecemasan
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali, tingkat kecemasan klien menurun
Kriteria hasil:
Perilaku gelisah menurun, perilaku tegang menurun, verbalisasi ketegangan menurun,
verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi, konsentrasi membaik, pola tidur membaik
Rencana tindakan:
a. Identifikasi saat tingkat kecemasan berubah (misalnya kondisi, waktu, stressor)
b. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal atau nonverbal)
d. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan.
e. Pahami situasi yang membuat klien cemas
f. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
g. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya dan persepti
h. Ajarkan klien tentang latihan relaksasi
i. Ajarkan klien latihan kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan.

4. Risiko Hipovolemia/Hipervolemia
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 256

Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan memiliki status cairan yang membaik
Kriteria hasil:
Kekuatan nadi meningkat, output urin meningkat, membrane mukosa lembab, frekuensi nadi
membaik, tekanan darah membaik, tugor kulit membaik, edema menurun.
Rencana tindakan:
a. Periksa tanda-tanda hipovolemia atau hypervolemia
b. Monitor intake dan output
c. Hitung kebutuhan cairan
d. Berikan asupan cairan peroral dengan melibatkan keluarga (untuk risiko hypovolemia) atau
batasi asupan cairan dan garam (untuk hypervolemia)
e. Anjurkan pada klien dan keluarga memperbanyak asupan cairan peroral (untuk risiko
hypovolemia)
f. Anjarkan pada klien dan keluarga cara membatasi cairan (untuk hypervolemia)
g. Anjurkan kepada klien dan keluarga untuk menimbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama.

Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga didalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah risiko tinggi pada ibu hamil. Disamping itu,
perawat dapat memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Peningkatan tehadap status nutrisi klien
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 257

2. Peningkatan pengetahuan klien dan keluarga mengenai risiko tinggi pada ibu hamil.
3. Penurunan kecemasan klien
4. Peningkatan terhadap status cairan klien

KONSEP IBU NIFAS


Pengertian:
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika organ-organ
reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. (Abdul Bari. S, dkk, 2002)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai organ-
organ reproduksi kembali seperti sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. (Rustam
Mochtar, 1998)
Masa nifas adalah masa dimulainya beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003)
Nifas dibagi dalam tiga periode :
1. Immediate postpartum, yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2. Early postpartum, yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalis yang lamanya 6 – 8 minggu.
3. Late postpartum, waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna
bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.

Perubahan Fisik dan Psikologis Pada Ibu Nifas


Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang meliputi
perubahan fisik dan psikologik, yaitu:
1. Perubahan Fisik
a. Involusi Uterus
Proses kembalinya uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan
seperti sebelum hamil. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 258

otot-otot plos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas
umbilicus. Selanjutnya turun kira-kira 1 – 2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke 6 akan berada di
pertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Pada hari ke 9 tidak bisa dipalpasi.
b. Lokhea
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokea terdiri dari
lokea rubra ( 1-4 hari) jumlah sedang, warna merah dan terutama darah; lokea serosa (4 -
8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa) lokea alba ( 8 -14
hari) jumlah sedikit, berwana putih atau hamper tidak berwarna).
c. Serviks
Serviks mengalami involusi Bersama-sama uterus. Setelah persalinan, ostium eksterna
dapat dimasuki oleh 2 – 3 jari tangan setelah minggu postnatal, serviks menutup.
d. Vulva, vagina, perenium
Vulva, vagina & perineum mengalami penekanan dan peregangan sangat besar sehingga
pada beberapa hari pertama tetap dalam keadaan kendur, Setelah 3 minggu pulva dan
vagina kembali dalam keadaan sebelum hamil. Pada hari ke 5 perenium sudah mulai
kembali tonus ototnya.
e. Payudara
Payudara menjadi lebih besar, lebih kencang dan awalnya terdapat nyeri tekanan sebagai
reaksi terhadap perubahan status hormonal dan dimulainya laktasi.
2. Perubahan psikologis.
Perubahan psikologis masa nifas menurut Rubin (1997, dalam Straight, 2001) terbagi dalam
tiga tahap yaitu:
a. Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 postpartum, pada masa ini terjadi interaksi dan kontak yang
lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honeymoon yang
tidak memerlukan hal-hal yang romantic, masing-masing saling memperhatikan bayinya
dan menciptakan hubungan yang baru.
b. Periode Taking Hold
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 259

Berlangsung pada hari ke ± sampai ke 4 postpartum. Ibu berusaha bertanggung jawab


terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai keterampilan perawatan bayi. Pada
periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air
kecil atau buang air besar.
c. Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah, pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab
kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka, episode menangis,
merasa sangat Lelah,insomnia, sulit konsentrasi, sehingga nafsu makan dan pola tidur
terganggu. Manifestasi ini disebut dengan postpartum blues, dimana terjadi pada hari 3 –
5 postpartum memuncak pada hari ke 5 – ke 14 postpartum.Lebih lanjut ibu dapat
mengalami depresi postpartum. Gejala dini pada 3 bulan pertama postpartum sapai bayi
berusia1 tahun. Etiologi belum dapat dipastikan, berdasarkan hasil penelitian disebabkan
oleh factor biologis perubahan hormonal, factor psikologis, factor social seperti tidak
mendapat dukungan suami dan hubungan perkawinan tidak harmonis.

Masalah Yang Dapat Timbul Pada Masa Nifas


1. Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalis (perineum, vulva, vagina dan serviks)
terjadi setelah persalinan, ditandai kenaikan suhu sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam
10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Infeksi nifas
merupakan penyebab kesakitan dan kematian ibu.
Penyebaran dapat terjadi berasal dari traktus vaginalis melalui vena-vena, pembuluh darah
limfe dan permukaan endometrium. Kondisi infeksi berkembang menjadi endometritis,
septikemia, piema, peritonitis dan selulitis pelviks.
a. Endometritis
Kadang-kadang lokea tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban
yang disebut lokiometra. Tampak uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput ketuban
yang disebut lokiometra. Tampak uterus agak membesar, pada perabaan uterus lembek
dan terasa nyeri.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 260

b. Septikemia
Sejak permulaan, klien sudah sakit dan lemah. Sampai tiga hari paska persalinan suhu
meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Suhu bisa mencapai 39 -
40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi cepat (140 – 160x/menit atau lebih). Klien
dapat meninggal dalam 6 – 7 hari paska persalinan.
c. Piema
Gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman dengan
emboli memasuki peredaran darah umum. Gejala muncul tidak lama setelah persalinan
seperti klien merasa sakit, perut nyeri dan peningkatan suhu tubuh. Ciri khasnya adalah
berulang-ulang sehu meningkat dengan cepat disertai menggigil lalu diikuti oleh turunnya
suhu. Selanjutnya lambat laun timbul gejala abses paru, pneumonia dan pleuritis.
d. Peritonitis
Infeksi perineum yang berkembang dari uterus melalui lymphatic ke rongga
abdomen.Peritonitis yang terbatas didaerah pelvik, gejala tidak seberat peritonitis umum
yaitu demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik. Sedangkan peritonitis
umum yaitu demam, perut bawah nyeri tetapi keadaan umum tidak baik. Sedangkan
peritonitis umum terjadi peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri, dan terdapat defense musculaire, muka yang semula kemerah-merahan menjadi
pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat fasies hippocratia. Akibat lanjut terdapat
pembentukan abses.
e. Selllulitis pelvik (parametritis)
Infeksi puerperal yang meluas, dimualai dari uterus dan meluas ke jaringan ligament. Tanda
dan gejala suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan
dan nyeri pada pemeriksaan dalam. Ditengah jaringan yang meradang bisa timbul abses
dimana suhu semula tinggi menetap, menjadi naik turun disertai dengan menggigil. Klien
tampak sakit, nadi cepat dan nyeri perut.
2. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum terjadi jika kehilangan darah lebih dari 500 ml. Perdarahan yang
terjadi setelah 24 jam disebut juga perdarahan yang timbul terlambat. Perdarahan dapat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 261

terjadi sebagai akibat dari subinvolusi uterus. Subinvolusi uteri merupakan kondisi
terhambatnya pengembalian corpus uteri ke fungsi ukuran normal pada masa nifas, Hal ini
terjadi karena peningkatan sirkulasi karena malposisi, mioma, penahanan hasil konsepsi,
infeksi dan penyakit gestasional trophoblast. Gejala yang terjadi adalah ketidaknyamanan
pelviks atau nyeri pada punggung, ditandai dengan adanya leukorrhea atau perdarahan dan
pembesaran uterus, leher Rahim dan uterus yang tidak berkontraksi.
3. Mastitis
Mastitis merupakan sustu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara dapat
disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama
setelah bayi lahir. Tanda dan gejala: demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh, payudara
kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah putting
lecet, jarang menyusui, pelekatan bayi yang kurang baik.
4. Thromboplebitis.
Thromboplebitis adalah sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan adanya darah
membeku. Tanda dan gejala: suhu badan subfebris 7 – 10 hari, suhu badan mendadak naik
kira-kira hari ke 10 – 20 disertai dengan menggigil dan neyeri sekali pada salah satu kaki yang
terkena.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan oleh perawat melalui intervensi keperawatan keluarga adalah
sebagai berikut:
1. Penanganan perdarahan:
a. Massage fundus (eksternal): Letakkan salah satu telapak tangan diatas simpisis pubis
untuk mensupport dan tangan yang lain diletakkan diatas umbilical/pusat untuk meraba
lokasi fundus. Kemudian tangan yang berada diatas fundus. Massage/memijat dengan
gerakan sirkuler/memutar searah jarum jam dengan sedikit menekan ke bawah, dimulai
dari titik fundus melebar kearah simpisis pubis.
b. Menurunkan kecemasan
c. Mencatat jumlah perdarahan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 262

d. Memonitor tanda-tanda vital (waspada terhadap takikardia dan hipotensi orthostatic)


e. Kolaborasi untuk pemberian oxytocin
f. Merujuk
2. Penanganan mastitis adalah melancarkan aliran ASI, istirahat, banyak minum, intake nutrisi
berimbang, dan bila perlu mendapatkan analgesic dan antibiotic.
3. Penangan thrombophlebitis femoralis adalah kaki ditinggikan untuk mengurangi
pembengkakan, memakai kaos kaki Panjang yang elastis selama mungkin, kompres hangat
pada kaki.
4. Perawatan perineum.
a. Menggunakan air garam hangat ( 1 liter air hangat/matang ditambah 1 sendok the peres
garam dapur) atau dengan air dan sabun, cuci daerah genital saat cebok setelah berkemih
dan defekasi. Dimulai dari bagian depan baru kemudian daerah anus.
b. Jika terdapat edema atau memar (hematoma) dapat dikompres dengan kantong es kecil
disebelah dalam bantalan perineum setiap 1 – 2 jam sekali.
c. Anjurkan menggunakan pemanas lembab dalam bentuk rendam duduk dan untuk
pemanasan kering dengan menyinari perennial dengan menggunakan lampus sorot
(lampu infrared) sesuai indikasi.
d. Anestetik dan antibiotic topical (program pengobatan) digunakan untuk menghilangkan
rasa sakit pada perineum dan pencegahan infeksi. Klien dianjurkan untuk mengoleskan
obat setelah melakukan mandi berendam atau perawatan perineum. Untuk menghindari
terbakarnya jaringan, anjurkan klien untuk tidak menggunakannya sebelum melakukan
penghangatan dengan cahaya lampu (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas Risiko Tinggi

Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat persalinan, obat atau suplemen yang dikonsumsi
b. Riwayat kesehatan saat ini
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 263

1) Adakah kesulitan dan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, misalnya


pola makan, buang air kecil atau buang air besar, kebutuhan istirahat dan mobilisasi.
2) Adakah kesulitan dalam pemberian ASI dan perawatan bayi sehari-hari.
c. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, perawat harus melakukan pemeriksaan menyeluruh dan terutama
berfokus pada masa nifas, yaitu:
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Tanda-tanda vital: denyut nadi, kecepatan napas, suhu, tekanan darah.tekanan darah
menurun dan denyut nadi meningkat dan lemah indikasi adanya perdarahan postpartum
d. Mata: Konjuktiva anemis, pupil isokor, sklera tidak icterus, reflek cahaya positif,
ketajaman penglihatan menurun.
e. Abdomen: tinggi fundus uteri, kontraksi uterus
f. Kandung kemih:kosong atau penuh
g. Genitalia dan perineum: pengeluaran lokhea (jenis, warna, jumlah dan bau), edema,
peradangan, kondisi jahitan, nanah, tanfa infeksi pada luka jahitan, kebersihan perineum,
haemorrhoid.
h. Ekstremitas bawah: pemeriksaan terhadap adanya thrombophlebitis (human’s sign),
nyeri, edama, varises.
3. Pengkajian psikososial
Perasaan ibu saat ini berkaitan dengan kelahiran bayi, penerimaan terhadap peran baru
sebagai orang tua termasuk suasana hati yang dirasakan ibu sekarang,
kecemasan/kekhawatiran, dukungan suami dan keluarga terhadap ibu.
4. Pengetahuan klien dan Tugas keluarga dalam bidang kesehatan
a. Kemampuan klien dan keluarga mengenal tentang ibu nifas resiko tinggi, meliputi:
pengertian, penyebab, tanda dan gejala.
b. Kemampuan klien dan keluarga mengambil keputusan untuk mengatasi Ibu nifas risiko
tinggi.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 264

c. Kemampuan klien dan keluarga merawat anggota keluarga dengan ibu nifas risiko tinggi.
d. Kemampuan klien dan keluarga menciptakan lingkungan rumah yang nyaman untuk klien
dan keluarga
e. Kemampuan klien dan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk mengatasi masalah ibu nifas resiko tinggi.
5. Pemeriksaan penunjang: Hemoglobin, hematokrit, pemeriksaan pembekuan darah
6. Riwayat medikasi dan obat-obat: misalnya oxytosin, antibiotic, vitamin, suplemen Fe. dll.

Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
ibu nifas adalah sebagai berikut:
1. Risiko tinggi infeksi
2. Nyeri akut
3. Ketidakefektifan pemberian ASI

Rencana Tindakan
1. Risiko infeksi
Tujuan :
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
Mencapai pemulihan tepat waktu, bebas komplikasi tambahan; klien dapat menampilkan
perilaku untuk menurunkan resiko/ membatasi penyebaran infeksi dan klien dapat
mengungkapkan pemahaman tentang faktor resiko penyebab masalah.
Rencana tindakan:
a. Kaji tanda-tanda vital, observasi dan catat tanda-tanda infeksi (lokhia bau busuk,
subinvolusio, nyeri tekan uterus yang hebat atau kemerahan, edema dan luka insisi).
b. Kaji keadaan payudara terhadap tanda erythema, nyeri, bengkak dan cairan yang keluar dari
putting. Anjurkan kepada ibu untuk menyusui secara teratur memeriksa mulut bayi terhadap
adannya bercak putih.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 265

c. Kaji keluhan jika nyeri kaki atau dada dan paresthesias. Perhatikan pucat bengkak atau
kekakuan ekstremitas bawah (tanda tromboplebitis paska persalinan)
d. Ajarkan klien dan keluarga untuk mengenal tanda-tanda infeksi pada ibu postpartum serta
kapan harus pergi ke pelayanan kesehatan.
e. Ajarkan ibu dan keluarga untuk mengobservasi tanda-tanda vital: pengukuran suhu tubuh
sesuai dengan kondisi klien, mencatat adanya tanda-tanda pyrexia (38 C) pada 48 jam paska
persalinan. Mengobservasi tanda-tanda menggigil, anoreksia atau malasie.
f. Ajarakan klien untuk selalu mencuci tangan (teknik aseptik dan antiseptik setiap melakukan
tindakan), dan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta melakukan perilaku hidup
sehat.
g. Demontrasikan cara perawatan perineum (cara cebok, kompres dingin, panas lembab dan
kering)
h. Ajarkan klien dan keluarga melaksanakan pola hidup sehat:
1) Ambulasi dini yang diseimbangkan dengan istirahat adekuat
2) Menyiapkan makanan bergizi seimbang dalam jumlah yang cukup, bagi ibu nifas resiko
tinggi
3) Tidur selang seling/perubahan posisi. Hal ini penting bagi ibu, agar rahim tetap keras dan
cepat mengecil, sehingga perdarahan nifas lebih sedikit.
4) Menjaga kebersihan diri: sering mengganti pembalut, minimal 2 kali sehari dan selalu
menjaga luka perineum dalam keadaan kering.
5) Masukan cairan, dengan kebutuhan cairan paling sedikit 2000 ml//hr ( 8 -10 gelas/hari).
Perhatikan keluaran urin, adanya mual, muntah atau diare dan catat pemasukan dan
pengeluaran cairan.
i. Anjurkan klien dan keluarga untuk segera ke pelayanan kesehatan jika terdapat salah satu
dari tanda-tanda bahaya kehamilan.

2. Nyeri akut
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali nyeri dapat berkurang atau nyeri hilang
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 266

Kriteria hasil:
Klien akan berpartisipasi dalam perilaku /teknik untuk meningkatkan kenyamanan, klien
dapat rileks dan tidur/istirahat dengan tepat, klien dapat melaporkan nyeri yang terkontrol
atau hilang sama sekali.
Rencana tindakan:
a. Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau nyeri
b. Anjurkan untuk mempertahankan kebersihan dan kehangatan
c. Ajarkan untuk melakukan teknik relaksasi; memberikan aktivitas pengalihan (aktifitas
pengalihan seperti radio, TV atau membaca).
d. Anjurkan untuk tetap menyusui secara terus menerus jika kondisi klien memungkinkan.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi: analgesik , antipiretik
f. Berikan kompres panas lokal dengan menggunakan pemanas atau rendam duduk sesuai
indikasi
g. Bersama keluarga lakukan teknik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi nyeri
h. Anjurkan untuk pelayanan kesehatan terdekat jika nyeri berlanjut.

3. Ketidakefektifan pemberian ASI


Tujuan
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak…kali pemberian ASI menjadi efektif
Kriteria hasil
Payudara dan putting dalam kondisi baik (putting tidak lecet dan tidak ada bendungan ASI),
klien memperlihatkan teknik yang benar dalam menyusui, klien memberi ASI sesuai
kebutuhan bayi, bayi memperlihatkan kepuasan setelah menyusui.
Rencana tindakan
a. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya.
b. Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan/keluarga
c. Kaji putting klien, anjurkan klien melihat putting setiap habis menyusui.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 267

d. Berikan infornasi verbal dan tertulis mengenai fisiologis dan keuntungan menyusui,
perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor-faktor yang
memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui.
e. Ajarkan dan demonstrasikan teknik-teknik menyusui. Perhatikan posisi bayi selama
menyusui dan lama menyusui.
f. Anjurkan klien untuk mengeringkan putting dengan udara selama 20 – 30 menit setelah
menyusui dan memberikan preparat lanolin setelah menyusui atau menggunakan lampu
pemanas dengan lampu 40 watt ditempatkan 18 inchi dari payudara, selama 20 menit.
Instruksikan klien menghindari penggunaan sabun atau penggunaan bantalan bra berlapis
plastik dan mengganti bila basah atau lembab.
g. Instruksikan klien untuk menghindari penggunaan pelindung putting kecuali secara
khusus diindikasikan.
h. Berikan pelindung putting payudara khusus (misalnya pelindung eschmann) untuk klien
menyusui dengan putting masuk atau datar. Anjurkan penggunaan kompres es sebelum
menyusui dan latihan putting dengan memutar diantara ibu jari dan jari tengah dan
menggunakan teknik Hoffman.
i. Anjurkan ibu untuk kontribusi pada kelompok pendukung, misalnya Posyandu.
Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan melibatkan anggota keluarga di dalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keprawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Klien dapat menampilkan keadaan yang bebas dari infeksi
2. Klien dapat memperlihatkan peningkatan rasa nyaman dengan terbebas dari nye
3. Klien dapat memberikan ASI secara efektif pada bayinya.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 268

Topik 9
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gizi
Kurang Konteks Keluarga

Konsep Dasar Gizi Kurang

Pengertian

Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, aktivitas berpikir dan semua hal yang berhubungan
dengan kehidupan (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Penyebabnya
Gizi kurang dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :
1. Kebiasaan makan makanan yang kurang mengandung kalori dan protein
2. Faktor sosial budaya dimana adanya pantangan mengkonsumsi makanan tertentu
3. Penyakit metabolik
4. Infeksi kronik atau kelainan organ tubuh lain

Faktor risiko
Gizi kurang umumnya terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.

Patofifisiologi

Pada tahap awal, adanya intake makanan yang kurang baik jumlah maupun kualitas makanan,
proses tersebut dalam waktu yang lama. Hal ini akan mempengaruhi sekresi asam lambung dan
memperlambat gerak peristaltik lambung sehingga akan terjadi edema pada lapisan mukosa
saluran cerna. Proses edema akan menimbulkan penekanan-penekanan pada jaringan usus atau
saluran cerna sehingga jaringan tersebut tidak mendapatkan makanan. Mukosa usus halus yang
tidak mendapatkan makanan dalam waktu yang lama akan mengalami atropi vili usus. Kondisi ini
akan merubah permukaan usus menjadi datar dan berubah karena adanya infiltrasi sel limposit
sehingga terbentuk sel-sel epitel indeks mitosis dan kegiatan disakarida berkurang, laju
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 269

peningkatan asam dan lemak berkurang. Hal ini akan mempengaruhi pankreas dimana fungsi
pankreas mengalami intoleransi disakarida dan secara bersamaan pada saluran cerna akan
timbul sindrom malabsorpsi yang berakhir dengan adanya diare. Kelanjutan dari kondisi tersebut
adalah cadangan protein yang ada dalam tubuh dimanfaatkan untuk sumber energi.

Manifestasi Klinik

Tanda & gejala gizi kurang adalah :

1. Anak tampak kurus


2. Tampak pucat
3. Sering rewel, cengeng
4. Nafsu makan menurun
5. Penurunan berat badan (berada pada status gizi kurang)

Pada tahap lanjut dapat terjadi gangguan tumbuh kembang, berat badan terus menurun, pucat
karena anemia, perut membuncit, kulit kusam, keriput dan turgor jelek, otot atropi, tampak
lemah dan lesu. Akibatnya anak menjadi sangat rentan terhadap infeksi.

Penatalaksanaan

1. Memberikan makanan tinggi kalori dan protein, cairan, vitamin dan mineral

2. Memberikan makan pada anak dengan porsi kecil tetapi sering dan disajikan dalam keadaan
hangat dan bervariasi untuk merangsang selera makan anak
3. Menganjurkan keluarga agar tidak memberikan makanan kecil atau manis sebelum waktu
makan
4. Menjelaskan kepada keluarga tentang pentingnya gizi seimbang bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak
5. Mendemonstrasikan kepada keluarga tentang cara menyusun menu dengan gizi seimbang
sesuai dengan kebutuhan gizi anak
6. Menganjurkan keluarga agar membawa anak ke posyandu atau fasilitas kesehatan lainya
secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 270

Komplikasi
1. Gangguan pertumbuhan
2. Menurunnya daya tahan tubuh mengakibatkan anak sangat rentan terhadap infeksi
3. Gangguan struktur dan fungsi otak sehingga menyebabkan terganggunya fungsi otak secara
permanen seperti perkembangan IQ dan motorik terhambat
4. Gangguan perilaku seperti iritabilitas, apatis

Asuhan Keperawatan Pada Klien Gizi Kurang

Pengkajian
1. Kaji status sosial ekonomi keluarga: pekerjaan, penghasilan, kemampuan keluarga
menyediakan makanan bergizi
2. Kaji budaya dalam keluarga: adakah pantangan terhadap makanan tertentu
3. Kaji pola makan anak: jenis makanan, jumlah dan frekuensi makan, apakah sering jajan atau
makan makanan manis sebelum makan
4. Kaji tanda-tanda gizi kurang: kurus, anak cengeng, tampak lesu/lemah
5. Timbang berat badan dan tinggi badan
6. Keluhan yang dirasakan terkait kebutuhan nutrisi: mual, tidak nafsu makan
7. Kaji pengetahuan keluarga tentang kebutuhan gizi anak dan upaya yang telah dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi anak

Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan kajian data yang diperoleh maka diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada
klien dengan gizi kurang adalah sebagai berikut:
1. Defisit nutrisi
2. Risiko terjadinya gangguan perkembangan pada anak
3. Defisit pengetahuan: gizi kurang dan perawatan anak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 271

Rencana Tindakan
1. Defisit nutrisi
Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien akan mempertahankan status nutrisi yang
adekuat
Kriteria hasil:
Berat badan tidak turun/ cenderung naik, nafsu makan meningkat, anak tidak rewel, porsi
makanan yang dihabiskan meningkat
Rencana tindakan:
a. Timbang berat badan dan panjang/tinggi badan
b. Analisis status gizi anak (dilihat dari KMS)
c. Anjurkan keluarga untuk memberikan makanan tinggi kalori dan protein, mineral dan
vitamin
d. Anjurkan keluarga untuk menyediakan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
untuk merangsang nafsu makan anak
e. Anjurkan keluarga agar memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering
f. Anjurkan keluarga agar tidak memberikan makanan manis sebelum anak makan
g. Monitor berat badan anak secara rutin untuk memantau pertumbuhan anak

2. Risiko terjadinya gangguan perkembangan pada anak


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali klien tidak mengalami gangguan perkembangan
Kriteria hasil:
Perkembangan sesuai dengan usia anak (Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang)
Rencana tindakan:
a. Pantau tingkat perkembangan anak
b. Ajarkan kepada keluarga tentang tahapan perkembangan sesuai dengan usia anak
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 272

c. Lakukan stimulasi perkembangan dengan melatih keterampilan motorik, kognitif, sosial,


emosional sesuai dengan usia anak
d. Ajarkan keluarga untuk melakukan stimulasi perkembangan pada anak dan anjurkan
kepada keluarga untuk melakukannya secara rutin
e. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang menstimulasi perkembangan
pada anak
f. Anjurkan keluarga untuk memantau perkembangan anak dengan membawa anak ke
posyandu atau fasilitas kesehatan lain secara rutin

3. Defisit pengetahuan: gizi kurang dan perawatan anak


Tujuan:
Setelah dilakukan kunjungan sebanyak...kali pengetahuan keluarga tentang masalah gizi
meningkat
Kriteria hasil:
Perilaku sesuai anjuran meningkat, kemampuan menjelaskan tentang gizi meningkat,
pertanyaan tentang masalah dihadapi menurun
Rencana tindakan:
a. Jelaskan kepada keluarga tentang kondisi anak saat ini dengan masalah gizi kurang
b. Jelaskan kepada keluarga tentang pentingnya gizi seimbang untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak
c. Jelaskan kepada keluarga tentang kebutuhan gizi anak sesuai dengan usia
d. Demonstrasikan cara menyusun menu untuk kebutuhan gizi seimbang anak
e. Anjurkan keluarga untuk membawa anak ke posyandu atau fasilitas kesehatan lain untuk
memantau status gizi anak (Kementerian Kesehatan RI, 2013)

Pelaksanaan
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana dan libatkan anggota keluarga didalam
setiap melakukan tindakan keperawatan agar klien dan keluarga memiliki kemampuan kognitif,
afektif serta psikomotor dalam mengatasi masalah gizi kurang. Disamping itu, perawat dapat
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 273

memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dalam rangka meningkatkan


perilaku hidup sehat keluarga.
Evaluasi
Tahap selanjutnya adalah melakukan penilaian (evaluasi) terhadap respon verbal dan non verbal
klien selama melakukan tindakan keperawatan untuk melihat keberhasilan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan.
Evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan adalah:
1. Pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
2. Perkembangan anak normal sesuai dengan usia
3. Peningkatan pengetahuan keluarga tentang kebutuhan gizi seimbang anak

Latihan
Untuk dapat memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah Latihan
berikut!

Diskripsi Kasus:

Keluarga Bp.M (32 tahun) dan Ibu H (28 tahun) memiliki 2 orang anak balita An. J (3 tahun ) dan
An. S (1 Tahun). Bp. M menderita TBC dan dalam pengobatan sudah 1 bulan. Saat ini Bp.M
mengatakan sudah merasa enak, nafsu makan sudah mulai baik dan bertanya apakah
pengobatan TBC bisa dihentikan. Saat dilakukan pemeriksaan RR: 18X/mnt, suara paru masih
ronki+/+. Berat Badan Bp. M 58 kg, dengan TB 170 cm dan sebelum sakit berat badan 65 kg.

Tugas:
1. Identifikasi data-data yang perlu dikaji pada tahap pertama dan tahap kedua untuk kasus
diatas.
2. Rumuskan diagnosis keperawatan pada kasus diatas
3. Buatlah rencana keperawatan berdasarkan prioritas masalah yang ada
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 274

Ringkasan
1. Masalah kesehatan yang dihadapi klien dan keluarga di komunitas sangat bervariasi, baik itu
masalah penyakit menular dan penyakit tidak menular yang dapat dialami oleh seluruh tingkat
usia dari usia bayi sampai dengan usia lanjut.
2. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan kepada klien dalam konteks keluarga
terhadap permasalahan kesehatan yang dialami klien di rumah dengan melibatkan keluarga
dalam perawatan klien, hal ini sesuai dengan tugas keluarga dalam bidang kesehatan.
3. Asuhan keperawatan klien yang dilakukan melalui tahap-tahap proses keperawatan yaitu
pengkajian, diagnosis, perencanaan keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan
keperawatan. Asuhan keperawatan yang diberikan seusai dengan standar asuhan yang telah
ditetapkan untuk menjamin kualitas asuhan keperawatan.

Tes 5
Pilihlah salah satu jawaban yang paling benar!

1. Edukasi yang dapat diberikan pada klien dan keluarga terkait klien hipertensi adalah?
A. Batasi aktifitas fisik klien
B. Batasi konsumsi garam, lemak/minyak dan gula
C. Batasi jumlah kalori dalam makanan klien
D. Batasi konsumsi minuman bersoda dan kopi.
E. Batasi makanan yang rendah serat.
2. Masalah keperawatan utama yang dihadapi klien stroke adalah
A. Gangguan mobilitas fisik
B. Gangguan perfusi jaringan serebral
C. Defisit perawatan diri
D. Defisit nutrisi
E. Kecemasan
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 275

3. Edukasi yang perlu diberikan pada klien diabetes mellitus untuk merawat kaki klien
diabetes mellitus adalah?
A. Membersihkan kaki dengan air hangat
B. Merendam kaki klien dengan air hangat
C. Merendam kaki klien dengan air dingin
D. Menghangat kaki klien dengan sinar infra merah.
E. Memberikan komperes hangat pada kaki klien

4. Perawat akan melaksanakan evaluasi formatif pada keluarga dengan hipertensi, yang
dilakukan perawat adalah....
A. Melakukan observasi perilaku setelah target waktu sesuai dengan tujuan
terpenuhi
B. Menanyakan kembali pada keluarga setelah dilakukan penyuluhan kesehatan
tentang perawatan hipertensi
C. Menyebarkan angket setelah intervensi keperawatan dilakukan selama 3 bulan
D. Menanyakan kembali tujuan umum dan tujuan khusus pada keluarga.
E. Mengecek pemanfaatan pelayanan kesehatan yang digunakan
5. Untuk melakukan evaluasi pada aspek afektif keluarga, metode yang tepat adalah....
A. Observasi
B. Wawancara
C. Redemonstrasi
D. Studi dokumentasi keperawatan
E. Rekaman
6. Pemeriksaan diagnostic utama untuk penderita TB paru adalah?
A. Pemeriksaan BTA.
B. Pemeriksaan X-ray torak
C. Pemeriksaan Kultur
D. Pemeriksaan patologi
E. Pmeriksaan USG.
7. Infeksi opurtunistik pada klien HIV-AIDS dapat berupa?
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 276

A. Hepatitis B
B. Meningitis
C. Encephalitis
D. Tuberkulosis
E. Pyelonephritis
8. Periode Taking Hold pada Ibu postnifas, biasa berlangsung pada?
A. Hari 1-2
B. Hari 3-4
C. Hari 5-6
D. Hari 7-8
E. Hari 9 -10
9. Tindakan yang dilakukan oleh perawat keluarga mendapatkan bayi dengan pneumonia
berat yaitu?
A. Berikan Pendidikan kesehatan untuk perawatan di rumah
B. Rujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat
C. Berobat jalan
D. Berikan antibiotic sebagaimana program
E. Berikan minum yang cukup dan kompres hangat
10. Tablet Zinc diberikan pada klien yang mengalami diare. Biasanya Zink diberikan?
A. 1 kali/hari
B. 2 kali/hari
C. 3 kali/.hari
D. 4 jam sekali
E. 8 Jam/sekali.

Kunci Jawaban:
1. B
2. A
3. A
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 277

4. B
5. A
6. A
7. D
8. B
9. B
10. A

Daftar Pustaka

Bhatti, et al. , 2016. Current Scenario of HIV/AIDS, Treatment Options, and Major. s.l.:s.n.

Davidson, M. R., London, M. L. & Ladewig, P. W., 2012. Olds' maternal-newborn nursing & women's
health across the lifespan. 9 ed. Philadelphia: Pearson.

Doenges,, M. E. & Moor, M. F., 2014. Nursing care plans : guidelines for individualizing client care across
the life span. 9 ed. Philadelphia: F. A. Davis Company.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: s.n.

Kementerian Kesehatan RI, 2012. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral pada orang Dewasa dan Remaja,. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2013. Modul Pelatihan Teknis Keperawatan Kesehatan Masyarakat Bagi
Perawat Pelaksana di Puskesmas. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2015. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta: Kemenkes RI.

Kementerian Kesehatan RI, 2016. Petunjuk Teknis Program Pengendalian HIV AIDS dan PIMS. Jakarta:
Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI, 2017. Laporan Perkembangan HIV-AIDS & Penyakit Infeksi Menular Seksual
(PIMS) Triwulan 1 Tahun 2017.. Jakarta: Kemenkes.

Mulholland K, 1999. Magnitude of Problems of Childhood Pneumonia. Lancet, pp. 354,590, 592.

Said, M., 2010. Pengendalian Pneumonia Anak-Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4. Buletin Jendela
Epidemiologi, Volume 3, pp. 16-20.
Buku Ajar Keperawatan Keluarga 278

Simon, et a, 2006. HIV/AIDS Epidemiology, Pathogenesis, Prevention, and Treatment.. s.l.:s.n.

Sipahutar, 2007. Konsep Pneumonia, Jakarta: .http://www.medicastore.com/med/detail.

Anda mungkin juga menyukai