Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS TREND HARGA BATUBARA

DI INDONESIA TAHUN 2009-2018

Disusun sebagai Syarat untuk Mendapatkan Nilai


Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Mineral
Semester Gasal 2019/2020

Disusun oleh:
Muhammad Rayhan
073001600040

Program Studi Teknik Pertambangan


Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi
Universitas Trisakti
2019
1. Pendahuluan (Poin 5)

Kuliah Ekonomi Mineral secara umum mengajarkan penerapan prinsip - prinsip ekonomi
makro dan ekonomi mikro dalam bidang pertambangan. Dalam makalah ini, akan dilakukan
peng-aplikasian kuliah Ekonomi Mineral, yaitu akan membahas analisa fluktuasi harga batu
bara di Indonesia selama 2009-2018, yang dikaitkan dengan supply dan demand batu bara baik
di Indonesia maupun global, kebijakan dan regulasi pemerintah Indonesia maupun global, serta
hal-hal lain yang dapat menjadi penyebab naik atau turunnya harga batu bara di Indonesia.

Analisa ini bermanfaat karena analisa ini bertujuan untuk melihat kondisi Harga Batubara
pada tahun – tahun sebelumnya. Analisa tersebut kemudian akan meningkatkan pola berfikir
tentang harga batu bara dan pengambilan keputusan pada masa sekarang dan yang akan datang
bagi para petinggi ekonom terutama ekonom yang bekerja pada usaha pertambangan batubara.

Tujuan utama pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian Tengah
Semester yang dilaksanakan pada 21 Oktober 2019.

2. Batubara (Poin 10)

Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan
sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari
karbon, hidrogen dan oksigen.

Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang
kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.

Analisis unsur memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk


bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.
Gambar 2.1 Batubara Antrasit
Sumber : Wikipedia

Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-
era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl),
adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif di mana hampir seluruh deposit batu
bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang
ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke
Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di berbagai belahan bumi lain.

Hampir seluruh bahan pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan
pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:

 Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat
sedikit endapan batu bara dari periode ini.
 Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga.
Sedikit endapan batu bara dari periode ini.
 Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu
bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tetumbuhan tanpa bunga dan
biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
 Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah.
Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, semisal pinus,
mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti
gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti
di Australia, India dan Afrika.
 Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern,
buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah
dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.

Penambangan batu bara adalah penambangan batu bara dari bumi. Batu bara digunakan
sebagai bahan bakar. Batu bara juga dapat digunakan untuk membuat coke untuk pembuatan
baja. Tambang batu bara tertua terletak di Tower Colliery di Inggris.

Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan
waktu, batu bara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit
dan gambut.

 Antrasit adalah kelas batu bara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster)
metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air
kurang dari 8%.
 Bituminus mengandung 68 - 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari
beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang di Australia.
 Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.
 Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung
air 35-75% dari beratnya.
 Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah.

Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan
istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:

Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga
lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air,
tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan
(dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus
dan akhirnya antrasit.

Di Indonesia, endapan batu bara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatra dan Kalimantan), pada
umumnya endapan batu bara ekonomis tersebut dapat dikelompokkan sebagai batu bara
berumur Eosen atau sekitar Tersier Bawah, kira-kira 45 juta tahun yang lalu dan Miosen atau
sekitar Tersier Atas, kira-kira 20 juta tahun yang lalu menurut Skala waktu geologi.

Batu bara ini terbentuk dari endapan gambut pada iklim purba sekitar khatulistiwa yang
mirip dengan kondisi kini. Beberapa di antaranya tegolong kubah gambut yang terbentuk di
atas muka air tanah rata-rata pada iklim basah sepanjang tahun. Dengan kata lain, kubah
gambut ini terbentuk pada kondisi di mana mineral-mineral anorganik yang terbawa air dapat
masuk ke dalam sistem dan membentuk lapisan batu bara yang berkadar abu dan sulfur rendah
dan menebal secara lokal. Hal ini sangat umum dijumpai pada batu bara Miosen. Sebaliknya,
endapan batu bara Eosen umumnya lebih tipis, berkadar abu dan sulfur tinggi. Kedua umur
endapan batu bara ini terbentuk pada lingkungan lakustrin, dataran pantai atau delta, mirip
dengan daerah pembentukan gambut yang terjadi saat ini di daerah timur Sumatra dan sebagian
besar Kalimantan.

3. Harga Batubara (Poin 20)

Harga Batu Bara Acuan (HBA) Indonesia dalam 10 tahun terakhir mulai dari bulan
Januari tahun 2019, akan disajikan dalam bentuk table dan grafik sebagai berikut.

Tabel 3.1 HBA Indonesia


http://imining.id/pdf/hYHtvMau45NU1gm0gdy7ClhcE4MRSpxvkpxJW50V.pdf

Indomi
BULAN HBA Gunung Prima Pinang nco Melaw Enviroc Jorong Mark Mark Mark Mark Mark
6322 Bayan I Coal 6150 IM_Eas an Coal oal J-1 Ecocoal er 1 er 2 er 3 er 4 er 5
t
CV 6,322 7,000 6,700 6,200 5,700 5,400 5,000 4,400 4,200 6,500 5,800 4,900 4,200 3,300
TM 8.0 10.0 12.0 14.5 17.5 22.5 26.0 32.0 35.0 12.0 15.0 26.0 34.0 45.0
TS 0.80 1.00 0.60 0.60 1.63 0.40 0.10 0.25 0.18 1.20 1.10 0.80 0.50 0.40
Ash 15.0 15.0 5.0 5.5 4.8 5.0 1.2 4.2 3.9 8.0 9.0 5.0 5.0 5.0

Oct-19 64.80 69.39 70.49 63.66 53.15 52.23 49.54 39.87 36.58 64.93 56.13 44.40 35.35 19.54
Sep-19 65.79 70.46 71.49 64.56 53.95 52.94 50.17 40.38 37.03 65.90 56.97 45.02 35.81 19.84
Aug-19 72.67 77.91 78.47 70.83 59.51 57.89 54.55 43.92 40.18 72.67 62.80 49.30 39.01 21.91
Jul-19 71.92 77.10 77.71 70.15 58.91 57.35 54.07 43.54 39.84 71.93 62.16 48.84 38.66 21.68
Jun-19 81.48 87.46 87.40 78.86 66.64 64.23 60.15 48.46 44.21 81.33 70.26 54.80 43.11 24.57
May-19 81.86 87.87 87.78 79.21 66.94 64.50 60.40 48.65 44.39 81.71 70.59 55.03 43.29 24.68
Apr-19 88.85 95.44 94.87 85.58 72.60 69.53 64.84 52.25 47.59 88.58 76.51 59.39 46.54 26.79
Mar-19 90.58 97.31 96.62 87.16 74.00 70.78 65.94 53.14 48.38 90.28 77.98 60.47 47.34 27.31
Feb-19 91.80 98.64 97.86 88.27 74.98 71.65 66.72 53.76 48.94 91.48 79.01 61.23 47.91 27.68
Jan-19 92.41 99.30 98.48 88.82 75.47 72.09 67.11 54.08 49.22 92.08 79.53 61.61 48.20 27.86
Ave. 80.22 86.09 86.12 77.71 65.62 63.32 59.35 47.80 43.63 80.09 69.19 54.01 42.52 24.19

Dec-18 92.51 99.40 98.58 88.91 75.56 72.16 67.17 54.13 49.26 92.18 79.61 61.67 48.24 27.89
Nov-18 97.90 105.24 104.04 93.83 79.91 76.04 70.60 56.90 51.73 97.48 84.18 65.03 50.75 29.52
Oct-18 100.89 108.48 107.07 96.55 82.33 78.19 72.50 58.44 53.10 100.42 86.72 66.90 52.14 30.42
Sep-18 104.81 112.73 111.05 100.13 85.50 81.01 74.99 60.46 54.89 104.28 90.04 69.34 53.96 31.60
Aug-18 107.83 116.00 114.11 102.88 87.94 83.19 76.92 62.01 56.27 107.25 92.60 71.22 55.37 32.51
Jul-18 104.65 112.55 110.89 99.98 85.37 80.90 74.89 60.37 54.82 104.12 89.90 69.24 53.89 31.55
Jun-18 96.61 103.85 102.73 92.65 78.87 75.11 69.78 56.24 51.14 96.21 83.09 64.23 50.15 29.13
May-18 89.83 96.50 95.86 86.47 73.39 70.24 65.47 52.75 48.03 89.54 77.34 60.00 47.00 27.08
Apr-18 94.75 101.83 100.85 90.96 77.37 73.78 68.60 55.28 50.29 94.38 81.51 63.07 49.28 28.57
Mar-18 101.86 109.53 108.06 97.44 83.12 78.89 73.12 58.94 53.54 101.37 87.54 67.50 52.59 30.71
Feb-18 100.69 108.26 106.87 96.37 82.17 78.05 72.37 58.34 53.01 100.22 86.55 66.77 52.05 30.36
Jan-18 95.54 102.69 101.65 91.68 78.01 74.34 69.10 55.69 50.65 95.16 82.18 63.56 49.65 28.81
Ave. 98.99 106.42 105.15 94.82 80.79 76.83 71.29 57.46 52.23 98.55 85.11 65.71 51.26 29.85

Dec-17 94.04 101.06 100.13 90.31 76.79 73.27 68.14 54.92 49.96 93.68 80.91 62.63 48.95 28.35
Nov-17 94.80 101.88 100.90 91.00 77.41 73.81 68.63 55.31 50.31 94.43 81.56 63.10 49.31 28.58
Oct-17 93.99 101.01 100.08 90.26 76.75 73.23 68.11 54.89 49.94 93.63 80.87 62.60 48.93 28.34
Sep-17 92.03 98.88 98.09 88.48 75.17 71.82 66.86 53.88 49.04 91.71 79.21 61.37 48.02 27.75
Aug-17 83.97 90.15 89.92 81.13 68.65 66.02 61.74 49.74 45.35 83.78 72.38 56.35 44.27 25.32
Jul-17 78.95 84.72 84.83 76.56 64.59 62.41 58.54 47.15 43.06 78.84 68.12 53.22 41.93 23.80
Jun-17 75.46 80.94 81.29 73.38 61.77 59.90 56.32 45.36 41.46 75.41 65.16 51.04 40.31 22.75
May-17 83.81 89.98 89.76 80.99 68.52 65.90 61.64 49.65 45.28 83.62 72.24 56.25 44.20 25.27
Apr-17 82.51 88.57 88.44 79.80 67.47 64.97 60.81 48.98 44.68 82.34 71.14 55.44 43.59 24.88
Mar-17 81.90 87.91 87.82 79.24 66.98 64.53 60.42 48.67 44.41 81.74 70.62 55.06 43.31 24.69
Feb-17 83.32 89.45 89.26 80.54 68.13 65.55 61.32 49.40 45.06 83.14 71.82 55.94 43.97 25.12
Jan-17 86.23 92.60 92.21 83.19 70.48 67.65 63.18 50.90 46.39 86.00 74.29 57.76 45.32 26.00
Ave. 85.92 92.26 91.89 82.91 70.23 67.42 62.98 50.74 46.24 85.70 74.03 57.56 45.18 25.91
Gambar 3.1 Grafik HBA Batubara
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/05/25/berapa-harga-acuan-batubara-indonesia

Grafik 10 tahun HBA Indonesia menunjukkan penurunan yang sangat tajam secara skala
besar pada bulan Maret tahun 2011 sampai dengan bulan Juni 2016. Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka, Selasa (17/7/2012) melaporkan, harga batubara terus menurun sejak
akhir tahun 2011 hingga sekarang. Harga batubara di tiga bulan pertama tahun ini, lebih rendah
dibandingkan dengan harga pada periode yang sama tahun lalu. Tren penurunan harga batubara
terjadi sejak November 2011, akibat kelebihan produksi. Tahun lalu harga batubara pernah
mencapai harga tertinggi 120 dollar AS per ton. Kini, harga batubara di bawah 100 dollar AS
per ton, posisi terendah dalam 18 bulan terakhir. Salah satu penyebab penurunan harga batubara
ini adalah akibat kelebihan produksi batubara. Produksi batubara pada periode Januari-Maret
2012 justru meningkat tinggi, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Selama tiga
bulan pertama tahun ini, produksi batubara mencapai 102 juta ton, lebih tinggi daripada periode
yang sama tahun lalu yang sebesar 90 juta ton. Kendati harga makin merosot, pengusaha tidak
memangkas produksi, justru makin menggenjot produksinya. Musim hujan juga tak
menghalangi produksi batubara. Padahal bias anya produksi batubara merosot di saat musim
hujan. Pemicu utama peningkatan produksi batubara ini, adalah makin banyak negara yang
membangun pembangkit listrik dengan bahan bakar batubara.Beberapa negara yang
menaikkan permintaan yaitu China, India, Paki stan, Thailand, dan Srilangka. China dan India
paling banyak menyerap. Indonesia mengekspor batubara ke kedua negara tersebut masing-
masing 60 juta ton pada tahun ini. Alhasil, permintaan batubara meningkat dan produksi
batubara di dalam negeri pun bertambah . Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Beralih dari penurunan, peningkatan yang sangat pesat di 10 tahun terakhir terjadi pada
bulan April 2009 sampai pada puncaknya yaitu 127.05 US Dollar per Ton pada Februari 2011.
Managing Research Indosurya Securities Reza Priyambada bilang kenaikan harga batubara
terjadi karena permintaan yang tinggi, tak bisa diimbangi dengan persediaan. “Terutama
permintaan dari China dan India,” katanya kepada KONTAN Minggu (2/1).

China general Administration of Custom mencatat impor batubara China pada bulan
November 2010 sebesar 13,88 juta ton, jumlah ini naik sebesar 12,08% dibanding permintaan
bulan sebelumnya. Sedang China Economic Information Network, mencatat produksi listrik
China pada bulan November, 345.300 miliar killowatt, naik 3,73% dibanding bulan
sebelumnya sebesar 332.880 miliar killowatt. Catatan saja China menggunakan batubara
sebagai 80% dari bahan bakar penghasil listrik.

Tumbuhnya permintaan batubara dari kawasan Asia, Reza bilang disebabkan oleh
tumbuhnya permintaan barang-barang produksi asia. Akibatnya kebutuhan energi negara
tersebut menjadi meningkat. Pertumbuhan ini menurutnya mampu mengimbangi menurunnya
permintaan negara-negara yang mengalami krisis seperti Amerika dan Eropa. Genscape Inc.
mencatat kosumsi batubara di Amerika pada periode 23 Desember -30 Desember mengalami
penurunan sebesar 3,3% dibanding periode seminggu sebelumnya.

4. Supply dan Demand Batubara (Poin 20)

Teori Supply dan Deman sangat mempengaruhi Harga Batubara, Hukum Supply dan
Demand terdapat dua, yaitu Hukum Penawaran dan Hukum Permintaan. Hukum Penawaran
berbunyi, jika harga barang naik, maka penawar (penjual) akan menjual atau memproduksi
atau menghasilkan barang atau jasa mereka dengan kuantitas yang lebih banyak. Sedangkan,
Hukum Permintaan berbunyi, jika harga barang naik, pembeli enggan melakukan pembelian
barang atau jasa dengan kuantitas yang banyak, jadi Hukum Permintaan selalu bergradien
negatif. Hukum Permintaan dan Penawaran dituangkan berbentuk kurva.
Gambar 4.1 Hukum Permintaan
https://www.studiobelajar.com/permintaan-dan-penawaran/

Gambar 4.2 Hukum Penawaran


https://www.studiobelajar.com/permintaan-dan-penawaran/

Kurva Penawaran dan Permintaan akan bertemu dan titik pertemuan diantara kedua
kurva tersebut dinamakan Equilibrium Price. Equilibrium Price adalah harga yang terjadi
apabila jumlah barang yang diminta sama dengan jumlah barang yang ditawarkan. Bila
ditunjukkan dalam bentuk kurva, maka harga keseimbangan merupakan perpotongan antara
kurva permintaan dengan kurva penawaran. Terjadinya transaksi antara pembeli dan penjual
dinamakan keseimbangan harga.

Berikut ini akan disajikan data Supply dan Demand Batubara di Indonesia untuk 10 tahun
terakhir (2009-2018). Demand akan ditampilkan dari berbagai sektor.
Tabel 4.1 Indonesia Energy Balance Table 2018
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-handbook-of-energy-and-economic-statistics-of-indonesia-2018-final-edition.pdf

Lighting )

1 Primary Energy Supply 40,205 26,041 359 466 29,758 9 67,751 483,336 0 413,373 340,967 180,875 28,381 167 47,183 0 -125,063 1,533,808

a. Production 40,205 26,041 359 466 29,758 9 67,751 2,342,646 0 460,281 281,826 0 40,011 167 0 0 0 3,289,520

b. Import 0 0 0 0 0 0 0 22,969 0 0 113,055 165,725 0 0 47,453 0 0 349,201

c. Export 0 0 0 0 0 0 0 -1,496,858 0 -46,908 -74,449 -2,244 -11,630 0 -4 0 -125,063 -1,757,156

d. Stock Change 0 0 0 0 0 0 0 -385,421 0 0 20,535 17,394 0 0 -266 0 0 -347,758

2 Energy Transformation -40,205 -26,041 -359 -466 -29,758 -9 0 -382,830 36 -279,979 -334,281 270,737 -24,327 0 17,282 173,979 153,612 -502,610

a. Refinery 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -3,801 -334,281 275,171 0 0 7,530 0 0 -55,381

b. Gas Processing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -179,391 0 0 0 0 9,752 0 180,174 10,534

b. LNG Regasification 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -25,666 -25,666

c. Coal Processing Plant 0 0 0 0 0 0 0 -42 36 0 0 0 0 0 0 0 0 -6

d. Biofuel Blending 24,327 -24,327 0 0


e. Power Plant -40,205 -26,041 -359 -466 -29,758 -9 0 -382,788 0 -96,788 0 -28,761 0 0 0 173,979 -896 -432,092

- State Own Utility


(PLN) -19,929 -7,454 -22 0 -695 0 0 -254,021 0 -83,589 0 -28,750 0 0 0 115,672 -896 -279,685

- Independent Power
Producer (Non-PLN) -11,329 -18,587 -73 -461 -95 0 0 -128,767 0 -13,198 0 -11 0 0 0 48,075 0 -124,445

- Off Grid -58 0 -265 -5 -28,967 -9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,298 0 -22,006

- IO -8,889 0 2,933 -5,956

3 Own Use and Losses 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -43,737 -6,686 -834 0 0 0 -19,800 -28,549 -99,607

a. During Transformation 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -3,801 -6,686 0 0 0 0 -6,346 0 -16,832

b. Energy Use/ Own Use 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -39,937 0 0 0 0 0 0 0 -39,937

c. Transmission &
Distribution 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -834 0 0 0 -13,454 -28,549 -42,837

4 Final Energy Supply 0 0 0 0 0 0 67,751 100,506 36 89,657 0 450,778 4,054 167 64,465 154,179 0 931,591

5 Statistics Discrepancy 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -5,989 0 0 4,054 0 0 -2,805 0 -4,741

6 Final Energy Consumption 0 0 0 0 0 0 67,751 100,506 36 95,646 0 450,778 0 167 64,465 156,984 0 936,332

a. Industry 0 0 0 0 0 0 43,405 100,506 36 95,177 0 37,073 0 0 934 57,337 0 334,467

b. Transportation 0 0 0 0 0 0 0 0 0 234 0 390,996 0 0 0 168 0 391,397

c. Household 0 0 0 0 0 0 23,020 0 0 203 0 3,043 0 167 61,819 62,963 0 151,214

d. Commercial 0 0 0 0 0 0 1,326 0 0 32 0 3,566 0 0 1,712 36,516 0 43,153

e. Other Sector 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16,100 0 0 0 0 0 16,100

7 Non Energy Use 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25,568 0 0 0 0 0 0 0 25,568


Tabel 4.2 Primary Energy Supply
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-handbook-of-energy-and-economic-statistics-of-indonesia-2018-final-edition.pdf
Tabel 4.3 Energy Consumption by Sector
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-handbook-of-energy-and-economic-statistics-of-indonesia-2018-final-edition.pdf

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sector
Industrial 276,067,010 260,270,375 305,723,179 331,486,317 326,972,929 239,162,167 246,033,257 265,763,115 222,962,823 237,124,804 291,062,440

Households 84,477,281 80,832,849 81,632,635 85,426,266 92,489,973 99,687,947 106,398,267 110,511,916 114,874,684 119,976,525 128,194,339

Commercial 26,824,281 28,171,174 29,554,636 32,758,145 35,768,650 37,876,138 38,896,378 41,100,028 38,938,908 40,963,642 41,826,662

Transportation 185,668,882 209,968,398 230,345,870 277,512,762 329,520,051 341,409,711 342,781,960 309,291,960 339,526,341 361,695,092 391,397,487

Other 25,068,604 25,293,606 22,340,493 27,220,338 33,709,215 31,105,254 28,694,657 32,836,385 20,392,052 20,840,166 16,100,231

Final Energy
Consumption 598,106,059 604,536,402 669,596,813 754,403,828 818,460,818 749,241,218 762,804,518 759,503,404 736,694,808 780,600,229 868,581,159

Non - Energy
Utilization 21,774,142 28,434,245 28,381,515 28,306,244 29,147,610 28,369,578 28,468,567 29,928,818 25,158,961 21,746,922 25,567,691
Tabel 4.4 Final Energy Consumption by Type
https://www.esdm.go.id/assets/media/content/content-handbook-of-energy-and-economic-statistics-of-indonesia-2018-final-edition.pdf

2008 114,052 94,035 90,840 311,938 6,392 n.a 155 15,658 79,089 712,158

2009 108,991 82,587 90,153 309,000 15,694 n.a 220 24,384 82,499 713,527

2010 107,765 137,489 87,023 294,249 27,939 n.a 123 32,067 90,707 777,362

2011 105,241 144,502 94,190 334,727 45,804 n.a 121 37,060 97,998 859,645

2012 99,238 123,022 97,512 389,030 59,227 n.a 130 42,883 106,656 917,699

2013 95,286 42,729 98,546 378,049 67,025 n.a 130 47,801 114,962 844,527

2014 92,748 55,064 97,417 363,713 72,868 n.a 58 51,942 121,743 855,552

2015 84,643 70,228 95,354 395,428 19,737 n.a 50 54,361 124,344 844,146

2016 79,704 63,504 76,194 332,511 75,343 n.a 107 56,626 132,411 816,399

2017 74,719 58,800 87,857 356,329 79,427 n.a 107 61,299 136,781 855,320

2018 67,751 100,506 95,646 336,949 113,829 167 36 64,465 156,984 936,332
1
Note : ) Bio Gasoil Consumption is blending product of biodiesel
5. Analisis Trend Harga Batubara (Poin 35)

Fluktuasi Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia umumnya disebabkan oleh supply
dan demand. Terkadang, harga batubara mengalami penurunan karena terlalu banyak supply,
tetapi permintaan global dan lokal terhadap batubara sedikit, tetapi tidak menutup
kemungkinan harga batubara kemudian kembali naik karena demand yang tinggi. Dalam tabel
4.4 konsumsi energi berdasarkan batubara tidak menunjukkan kenaikan atau penurunan yang
signifikan, sehingga jika di regresi linear, masyarakat memang masih bergantung pada batubara
tetapi sumber energi terbaharukan sedang digalakkan oleh pemerintah. Jika dilihat berdasarkan
sektor, konsumsi batubara dimenangkan oleh sektor industrial dan transportasi. Industrial dan
Transportasi berlomba-lomba dalam memanfaatkan batubara, akan tetapi sektor Transportasi
menjadi pemenang belakangan ini.

Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan banyak
pelaku skala kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang batubara (terutama
di Sumatra dan Kalimantan).

Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk
investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi, ekspor dan penjualan
batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak tidak signifikan karena konsumsi
batubara dalam negeri relatif sedikit di Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi
peningkatan penjualan batubara domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia
berkomitmen terhadap program energi ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai
pembangkit listrik, yang sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi karena
Indonesia memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa perusahaan
pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang batubara Adaro Energy) telah
berekspansi ke sektor energi karena harga komoditas yang rendah membuatnya tidak menarik
untuk tetap fokus pada ekspor batubara, sehingga menjadi perusahaan energi terintegrasi yang
mengkonsumsi batubara mereka sendiri.

Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi
batubara, sisanya dijual di pasar domestik.
Tabel 5.1 Produksi, Ekspor, Konsumsi, dan Harga Batubara
Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and Mineral Resources

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Produksi (dalam juta ton) 458 461 456 461 425 400

Ekspor (dalam juta ton) 382 375 365 364 311 160

Domestik (dalam juta ton) 76 86 91 97 114 240

Harga HBA (USD/ton) 72,6 60,1 61,8 n.a n.a n.a

Boom komoditas pada era 2000-an menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk
perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam ekspor batubara. Kenaikan harga komoditas
ini - sebagian besar - dipicu oleh pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Kendati
begitu, situasi yang menguntungkan ini berubah pada saat terjadi krisis keuangan global pada
tahun 2008 ketika harga-harga komoditas menurun begitu cepat. Indonesia terkena pengaruh
faktor-faktor eksternal ini karena ekspor komoditas (terutama untuk batubara dan minyak
sawit) berkontribusi untuk sekitar 50% dari total ekspor Indonesia, sehingga membatasi
pertumbuhan PDB tahun 2009 sampai 4,6% (yang boleh dikatakan masih cukup baik, terutama
didukung oleh konsumsi domestik). Pada semester 2 tahun 2009 sampai awal tahun 2011, harga
batubara global mengalami rebound tajam. Kendati begitun, penurunan aktivitas ekonomi
global telah menurunkan permintaan batubara, sehingga menyebabkan penurunan tajam harga
batubara dari awal tahun 2011 sampai tengah 2016.

Selain dari lambatnya pertumbuhan ekonomi global (dan pelemahan tajam perekonomian
RRT), penurunan permintaan komoditas, ada pula faktor lain yang berperan. Pada era boom
komoditi 2000-an yang menguntungkan, banyak perusahaan pertambangan baru yang didirikan
di Indonesia sementara perusahaan-perusahaan tambang yang sudah ada meningkatkan
investasi untuk memperluas kapasitas produksi mereka. Hal ini menyebabkan kelebihan suplai
yang sangat besar dan diperburuk oleh antusiasme para penambang batubara di tahun 2010-
2013 untuk memproduksi dan menjual batubara sebanyak mungkin - karena rendahnya harga
batubara global - dalam rangka menghasilkan pendapatan dan keuntungan.

Pada paruh kedua 2016 harga batubara melonjak ke level yang kita lihat awal 2014,
sehingga memberikan angin segar ke industri pertambangan. Kenaikan harga ini dipicu oleh
pulihnya harga minyak mentah, meningkatnya permintaan batubara domestik di Indonesia
seiring dengan kembalinya pembangkit listrik tenaga batu bara baru, namun yang lebih penting
lagi yaitu kebijakan penambangan batubara China. China, produsen dan konsumen batubara
terbesar di dunia, memutuskan untuk memangkas hari produksi batubara domestiknya. Alasan
utama mengapa China ingin mendorong harga batu bara ke level yang lebih tinggi pada paruh
kedua tahun 2016 adalah tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loans, atau NPLs)
di sektor perbankan China. Rasio NPLnya meningkat menjadi 2,3 persen pada tahun 2015.
Alasan utama yang menjelaskan kenaikan rasio NPL ini adalah perusahaan pertambangan
batubara China yang mengalami kesulitan untuk membayar hutangnya kepada bank.

Namun, mengingat aktivitas ekonomi global masih agak suram, arah harga batubara
dalam jangka pendek hingga menengah sangat bergantung pada kebijakan batubara China.

Walaupun kesadaran global telah dibangun untuk mengurangi ketergantungan pada


bahan bakar fosil, perkembangan sumber energi terbarukan tidak menunjukkan indikasi bahwa
ketergantungan pada bahan bakar fosil (terutama batubara) akan menurun secara signifikan
dalam waktu dekat, sehingga batubara terus menjadi sumber energi vital. Kendati begitu,
teknologi batubara bersih dalam pertambangan batubara akan sangat diperlukan di masa
mendatang (sebagian karena faktor komersil) dan Indonesia diharapkan akan terlibat secara
aktif di dalam proses tersebut sebagai salah satu pelaku utama di sektor pertambangan batubara.
Teknologi batubara bersih ini difokuskan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan oleh
pembangkit listrik bertenaga batubara namun teknologi ini belum berkembang cukup baik.
Kegiatan-kegiatan hulu yang terkait dengan pertambangan batubara, seperti pengembangan
waduk-waduk coalbed methane (CBM) yang potensinya banyak dimiliki oleh Indonesia, telah
mulai mendapatkan perhatian belakangan ini.

Kebijakan Pemerintah Indonesia mempengaruhi industri pertambangan batubara


nasional. Untuk memperoleh suplai dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumberdaya
Mineral Indonesia meminta para produsen batubara untuk mencadangkan jumlah produksi
tertentu untuk konsumsi dalam negeri (domestic market obligation). Selain itu, Pemerintah
dapat menyetel pajak ekspornya untuk mengurangi ekspor batubara. Selama beberapa tahun
terakhir Pemerintah menyatakan keinginan untuk meningkatkan konsumsi domestik batubara
sehingga batubara mensuplai sekitar 30% dari pencampuran energi nasional pada tahun 2025:

6. Penutup (Poin 5)

Kesimpulan dari analisa yang sudah saya buat, Harga Batubara Acuan Indonesia
bergantung dari dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keputusan oleh
perusahaan-perusahaan tambang yang ada di Indonesia, seperti pengambilan keputusan untuk
menambah supply batubara untuk di konsumsi oleh domestik atau diekspor. Selain perusahaan,
aturan dan sikap pemerintahan juga mengkontribusi Harga Batubara di Indonesia. Belakangan
ini, pemerintah mengajak para pengusaha tambang untuk tidak mengeskpor batubara ke luar
agar batubara sebagian besar dikonsumsi oleh lokal. Pemerintah menaikkan pajak ekspor
dalam hal tersebut. Selain itu, masyarakat juga berperan penting dalam menggantungkan
keperluan sehari-hari dengan batubara.

Faktor eksternal meliputi pengaruh global terhadap Indonesia, seperti kebijakan Cina,
dalam memotong hari produksi batubara. Harga Batubara Acuan belakangan ini cenderung
meningakan saat ini dalam 10 tahun terakhir. Hal ini menunjukkan batubara masih berperan
dalam sumberdaya vital bagi masyarakat Indonesia.

Selain itu, Harga Batubara dapat dipengaruhi oleh sikap pemerintah dalam mengkaji
ulang pohon industri batubara dan juga dalam upaya research teknologi pemanfaatan dan
pengolahan batubara. Belakangan ini permintah juga mendorong adanya mobil dan taksi listrik
agar mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya minyak bumi. Mobil listrik ditaksirkan
akan menjadi primadona, dan Harga Batubara akan naik seiring mobil listrik digalakkan. Akan
tetapi, Harga Batubara akan terhambat oleh adanya konsep energi yang terbaharukan seperti
panel surya, PLTA, dan sebgainya.
DAFTAR PUSTAKA

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/05/25/berapa-harga-acuan-batubara-indonesia
Download (diturunkan/diunduh) pada Oktober 2019

https://www.esdm.go.id/id/publikasi/handbook-of-energy-economic-statistics-of-indonesia-heesi.
Download (diturunkan/diunduh) pada Oktober 2019

https://id.wikipedia.org/wiki/Batu_bara Download (diturunkan/diunduh) pada Oktober 2019

http://imining.id/pdf/hYHtvMau45NU1gm0gdy7ClhcE4MRSpxvkpxJW50V.pdf Download
(diturunkan/diunduh) pada Oktober 2019

https://www.indonesia-investments.com/id/bisnis/komoditas/batu-bara/item236? Download
(diturunkan/diunduh) pada Oktober 2019

https://mining.itb.ac.id/akademik-prodi/akademik-kurikulum/ta4102-ekonomi-mineral/ Download
(diturunkan/diunduh) pada Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai