Disusun oleh :
Akuntansi Syariah 5D
AKUNTANSI SYARIAH
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah
melimpahkan nikmat sehat dan nikmat sempat sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah membawa umatnya pada zaman jahiliyah hingga
masa islamiyahsekarang.
Tim Penulis
2
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Zakat Perniagaan
1.) Pengertian .......................................................................... 7
2.) Dasar Hukum Zakat Perniagaan ........................................ 8
3.) Syarat Zakat Perniagaan .................................................... 10
4.) Perhitungan Zakat Perniagaan .......................................... 12
B. Zakat Hewan Ternak
1.) Pengertian Zakat Hewan Ternak ........................................ 14
2.) Ketentuan Pembagian Zakat Unta ...................................... 15
3.) Ketentuan Pembagian Zakat Sapi ....................................... 16
4.) Ketentuan Pembagian Zakat Kambing ................................ 17
C. Zakat Pertanian
1.) Pengertian Zakat Pertanian .................................................. 19
2.) Jenis Zakat Pertanian Menurut Para Ulama .......................... 20
3.) Model Perhitungan Zakat Pertanian Menurut Para Ulama.... 21
4.) Model Perhitungan Nishab Zakat Pertanian.......................... 22
5.) Model Perhitungan Kadar Pengeluaran Zakat Pertanian....... 23
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat merupakan ibadah yang berkaitan dengan harta benda yang telah
disepakati yang memiliki posisi strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi
ajaran islammaupun dari sisi pembangunan kesejahteaan uma. Sebagai suatu
ibadah pokok, zakat merupakan salah satu rukun ketiga dari rukun Islam yang
kelima. Dalam Al-Quran, zakat digandengkan dengan kata shalat dalam
delapan puluh dua tempat. Hal ini yang menunjukkan bahwa keduanya
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Sedangkan daria aspek keadilan,
perintah zakat dapat dipahami sebagai salah satu kesatuan sistem yang tidak
dapat terpisahkan dalam pencapaian kesejahterahan sosial ekonomi dan
kemasyarakatan. Zakat diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan
pendapatan antara orang kaya dan miskin.
Kemiskinan mnerupakan sebuah kondisi hidup yang serba kekurangan.
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu
penyebab munculnya permasalahan ekonomi karena lemahnya sumber
penghasilan. Zakat merupakan bagian dari pendapatan masyarakat yang
berkecukupan karena itu harus diberikan kepada mereka yang berhak, yakni
untuk memberantas kemiskinan dan penindasan. Didalam Al-quran hanya
beberapa macam saja yang disebutkan sebagai harta kekayaan yang bersifat
umum. Dari beberapa komponen tersebut zakat hasil pertanian merupakan
suatu komoditi utama dalam kehidupan manusia untuk melangsungkan hidup,
karena pertanian adalah bahan bagi manusia untuk mencukupi kebutuhan
makanan yang dipergunakan untuk bertahan hidup. Dalam kaitannya dengan
zakat pertanian ini, nash Al-Quran dan as-sunnah telah menjelaskan secara
rinci jenis-jenis tanaman yang dikenakan wajib zakat baik itu tanaman keras
atau lunak wajib dikeluarkan zakatnya yang sudah sampai nishabnya pada
waktu panen.
5
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana ketentuan dan landasan zakat barang dagangan ?
2. Bagaimana ketentuan dan landasan zakat pertanian ?
3. Bagaimana ketentuan dan landasan zakat hewan ternak ?
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu baik penulis maupun pembaca bisa
mengetahui lebih luas wawasan pengetahuan mengenai ketentuan dalam
pengeluaran zakat barabg dagangan, zakat pertanian, dan zakat hewan ternak
tidak hanya sekedar sebagai pengetahuan saja, tetapi kita bsia
mengaplikasikan, menerapkan apa yang sudah kita ketahui dan pelajari.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Zakat Perniagaan
Makna dari harta perdangan yakni berasal dari kata bahasa arab
“Urudh” yang merupakan bentuk jamak dari kata ‘aradh ( huruf ra’-nya di
fathahkan) yang artinya, harta dunia yang tidak kekal. Selain itu kata ini
1
M. Masykur Khoir, Risalah Zakat dalam http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf
diakses pada tanggal 16 September 2019, pukul 15:44
7
juga bisa dipandang sebagai bentuk jamak dari kata ‘ardh (huruf ra’-nya
disukunkan) artinya, barang selain emas dan perak, baik berupa benda,
rumah tempat tinggal, jenis-jenis binatang, tanaman, pakaian, maupun
barang yang lainnya yang disediakan untuk diperdagangkan. Termasuk
kategori ini menurut mazhab Maliki ialah perhiasan yang diperdagangkan.
2
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
hlm. 163.
3
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf
diakses pada tanggal 16 September 2019, pukul 15:44
8
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Mahaterpuji”
(QS. Al-Baqarah: 267).4
Berdasarkan hal itu jelas bahwa usaha itu ada dua macam, yaitu:
usaha yang bersumber dari perut bumi yaitu tumbuh-tumbuhan dan usaha
yang bersumber dari atas bumi seperti perdagangan peternakan, di dalam
negara musuh, dan menangkap ikan di laut. Allah memerintahkan orang-
orang kaya diantara mereka memberi orang-orang miskin sebagian dari
hasil usaha mereka itu menurut cara yang dilakukan ole Rasululah SAW.5
Menurut Imam Razi ayat itu menunjukkan bahwa zakat wajib atas semua
kekayaan yang diperoleh dari usaha, termasuk kedalamnya perdagangan,
emas, perak, dan ternak, oleh karena semuanya itu digolongkan hasil
usaha.6
4
Kementrian Agama RI, Fatimah Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2014) hlm. 45.
5
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat (Jakarta: PT Pustaka Antar Nusa, 2007) hlm.301.
6
Ibid
7
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf
diakses pada tanggal 16 September 2019, pukul 15:44
9
kewajiban zakatnya berdasarkan harga atau nilainya kecuali nishab itu
berubah dan tidak menentu antara harga (uang) dan barang. 8
Menurut Imam Malik dan Syafi‟i dalam al- Umm, nisab itu
diperhitungkan di akhir tahun saja, karena nisab erat sekali kaitannya
dengan harga barang tersebut, sedangkan menilai harga barang
dagang setiap waktu adalah suatu pekerjaan yang amat sulit. Oleh
karena itu masa wajibnya adalah pada akhir tahun yang berlainan
dengan masa wajib zakat objek-objek zakat lain karen nisabnya
dihitung dari bendanya yang tidak sulit menghitung.9
8
ibid
9
http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf diakses pada tanggal 17 September 2019,
pukul 21:29
10
Menurut jumhur (mayoritas ulama), nishob yang teranggap
adalah pada keseluruhan haul (selama satu tahun). Jika nilai barang
dagangan di pertengahan haul kurang dari nishob, lalu bertambah lagi,
maka perhitungan haul dimulai lagi dari awal saat nilainya mencapai
nishob. Adapun jika pedagang tidak mengetahui kalau nilai barang
dagangannya turun dari nishob di tengah-tengah haul, maka asalnya
dianggap bahwa nilai barang dagangan masih mencapai nishob.10
2.) Hawl
Harga harta dagangan (bukan harta itu sendiri) harus telah mencapai
hawl, terhitung sejak dimilikinya harta tersebut.
10
https://muslim.or.id/9440-panduan-zakat-7-zakat-barang-dagangan.html diakses
pada tanggal 18 September 2019 pukul 11.13
11
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat (Jakarta: PT Pustaka Antar Nusa, 2007) hlm. 317
11
sebagai telah didapatinya harta yang wajib dizakati, dan sisi
akhirnya dimasksudkan sebagai pewajiban. Demikian jika
seseorang telah mencapai harta yang mencapai nishab pada awal
hawl kemudian hartanya berkurang pada pertengahannya tetapi
sempurna lagi pada akhir hawl maka dia wajib mengeluarkan
zakatnya. Jika tidak memenuhi nishab di awal dan diakhir maka
dia tidak wajib membayar zakat. mundir adalah orang yang
menjual dan membeli tanpa menunggu waktu dan tidak terikat
dengan hawl, misalnya pedagang yang berjualan di pasar adapun
selain mundir yaitu muhtakir yang merupakan pedagang yang
hanya menjual barang dagannya ketika harganya sedang naik atau
mahal.
b) Menurut mazhab Syafi’i yang menjadi ukuran dalam hal ini adalah
akhir hawl. Sebab pada saat itulah zakat diwajibkan.
c) Menurut mazhab Hambali yang menjadi ukuran pada hal ini adalah
sampainya nishab pada semua Hawl.
3.) Niat
12
tidak wajib mengeluarkan zakat perdagangan. Niat peradagangan
selalu diperbarui pada saat transaksi baru sampai habis modalnya.
1.) Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang
mubah baik lewat jalan cari untung (mu’awadhot) seperti jual beli
dan sewa atau secara cuma-cuma (tabaru’at) seperti hadiah dan
wasiat.
2.) Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati
seperti hewan ternak, emas, dan perak. Karena tidak boleh ada dua
wajib zakat dalam satu harta berdasarkan kesepakatan para ulama.
Dan zakat pada emas dan perak –misalnya- itu lebih kuat dari zakat
perdagangan, karena zakat tersebut disepakati oleh para ulama.
Kecuali jika zakat tersebut di bawah nishob, maka bisa saja terkena
zakat tijaroh.
3.) Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan
karena setiap amalan tergantung niatnya. Dan tijaroh
(perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk
didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.
4. Perhitungan Zakat Barang Dagangan
Adapun menurut jumhur ulama cara perhitungan zakat yang
dikeluarkan dari barang dagangan adalah berdasarkan pada harganya
bukan barang dagannya karena Nisab harta perdagangan diukur
melalui hartanya dengan demikian kuda misalnya memang tidak wajib
dizakati, yang wajib dizakati ialah harga kuda itu sendiri.Sehingga
pedagang hendaknya menghitung harga barang dagangan pada setiap
akhir tahun dan disesuaikan dengan harga barang ketika zakat
dikeluarkan, bukan dengan harga pembelian ketika barang tersebut
12
https://muslim.or.id/9440-panduan-zakat-7-zakat-barang-dagangan.html diakses
pada 18 September 2019 pukul: 11.13
13
diperoleh. Zakat yang wajib dikeluarkan dari harta perdagangan ialah
seperempat puluh (1/40) harga barang dagangan, jumlah zakat yang
wajib dikeluarkan darinya sama dengan zakat naqdayn (emas dan
perak) yakni 2,5% atau jika mencapai nisab setiap 200 dirham
dibayarkan zakatnya sebesar 2,5%. 13
B. Zakat Hewan Ternak
13
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
hlm. 169-173
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
hlm. 163.
14
Fakhruddin, Fikh dan Manajemen Zakat di Indonesia,( Yogyakarta: SUKSES Offest, 2008), hlm.
100.
15
Nurhayati, Sri et.al., Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: Salemba Empat, 2019), hlm. 29.
14
1. Hewan ternak (unta, sapi, dan domba) tersebut jinak, bukan liar.
Adapun diluar ketiga jenis hewan ternak tersebut, seperti kuda dan
sebagainya terjadi perbedaan penadapat dikalangan para ulama. Menurut
Abu Hanifah bahwa kuda termasuk bagian hewan yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Maliki kuda tidak dizakati
kecuali kalau telah merupakan barang dagangan. Pendapat seperti ini juga
dilontarkan oleh Sayyid Sabiq. Menurutnya, hewan ternak yang wajib
dikeluarkan zakatnya ada tiga, yaitu unta, sapi, dan domba. Beliau juga
mengutip pendapat Abu Hanifah dan Ahmad dalam memberikan syarat-
syarat bagi hewan yang dikenai zakat tersebut, yaitu :16
Adapun syarat wajib zakat bagi pemilik hewan ternak tersebut adalah :
1. Beragama islam.
2. Merupakan milik sempurna.
3. Cukup sampai nishab.
4. Dimiliki sampai satu tahun lamanya.
5. Tidak dipekerjakan, artinya sapi atau kerbau yang digunakan untuk
membajak sawah atau untuk menarik gerobak tidak wajib dikeluarkan
zakatnya.17
Ketentuan Pembagian Zakat Unta
Di antara syarat wajib dikeluarkan zakat unta adalah telah
mencukupi nishab (ukuran jumlah). Adapun jumlah nishab unta adalah 5
(lima) ekor dengan perincian sebagai berikut:
16
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat, (Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008), hlm. 101.
17
Ibid. Hlm. 102.
15
Nishab Unta Banyaknya zakat
5 - 9 ekor 1 ekor kambing
10 – 14 ekor 2 ekor kambing
15 – 19 ekor 3 ekor kambing
20 – 24 ekor 4 ekor kambing
25 – 35 ekor 1 ekor bintu makhad
36 – 45 ekor 1 ekor bintu labun
46 – 60 ekor 1 ekor hiqqah
61 – 75 ekor 1 ekor jadza’ah
76 – 90 ekor 2 ekor bintu labun
91 – 120 ekor 2 ekor hiqqah
Keterangan :
18
Nurhayati, Sri dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 2015.Hlm.
290-291.
16
90 ekor 3 tab’i
100 ekor 2 tab’i dan 1 musinnah
Keterangan :
Dalam mengeluarkan zakat untuk hewan ternak ini, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, diantaranya :
1. Dalam zakat tidak boleh petugas mengambil hewan tua, cacat yang
mengurangi nilainya (seperti buta sebelah) dan sangat jelek. Juga tidak
boleh mengambil binatang yang sedang hamil dan binatang pilihan/
berharga seperti binatang pejantan dan kambing yang sedang
19
Ibid, hlm.291.
20
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008, hlm. 105.
17
digemukkan untuk dimakan. Oleh karena itu yang dimabil adalah yang
pertengahan.
2. Digabung binatang sejenis, seperti domba dengan kambing, unta arab
dengan unta yang bukht (unta negeri Khurosan, yakni yang memiliki
dua punuk), sapi dengan kerbau dan sebagainya, dan dihitung
jumlahnya, bila sampai nishab maka dikeluarkan zakatnya.
3. Tidak diterima zakat kambing dengan mengeluarkan kambing yang
masih sangat kecil, juga tidak diterima sapi sangat kecil, dan unta yang
masih sangat kecil pula.
4. Apabila seseorang telah memiliki senishab unta atau sapi atau
kambing, lalu ditengah-tengah menjalani haul ternyata binatang
tersebut melahirkan maka dihitung semuanya, bila telah setahun penuh
bagi unta, sapi atau kambing yang dewasa maka dikeluarkan zakatnya
dari keseluruhan ( yang telah dijumlahkan antara binatang yang
dewasa dan yang masih kecil ).
5. Tidak ada zakat dalam waqs (yakni antara dua nishab misalnya orang
yang memilik 40 ekor kambing ia wajib mengeluarkan zakat satu
kambing sampai mencapai 120 ekor kambing. Bila lebih wajib
mengeluarkan dua ekor kambing, antara 40 sampai 120 ekor disebut
waqs dan tidak ada zakatnya.
6. Apabila binatang ternak itu milik dua orang yang bersekutu, yang
ternyata bila digabung telah mencapai nishab (dan penggembala
binatang milik kedua orang yang bersekutu itu sama, tempat
gembalanya sama, kampungnya sama, maka diambil zakat dari
kedunaya satu zakat.
7. Tidak boleh menggabungkan dua kumpulan kambing yang terpisah
karena lari dari zakat.
18
8. Tidak boleh memisahkan dua kumpulan kambing yang sebenarnya
bersatu agar tidak kena zakat.21
Untuk lebih jelasnya tentang perhitungan zakat hewan ternak ini, dapat
dilihat dalam tabel berikut :22
21
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008, Hlm.
105-107.
22
Ibid, Hlm. 107-108.
19
sebagian besar Para Ulama menafsirkan lafal “َ ”َ ﺣﻘﱠﮫdalam ayat tersebut
adalah zakâh al-mafrûdhah yaitu hasil pertanian yang wajib dikeluarkan
zakat.
Mazhab Ibn Umar dan Hanya Diwajibkan Pada Dari jenis biji-bijian
kebanyakan para Ulama empat jenis tanaman diwajibkan pada gandum,
Salaf sya‘îr, dari buah-buahan
pada kurma kering dan
anggur kering.
Pendapat Ulama Pada tanaman yang bisa Seperti gandum, padi,
Malikiyah dan Syafiiyah disimpan dan merupakan jagung, kurma dan
makanan pokok apapun yang menjadi
makanan pokok daerah
setempat
Pendapat Ulama Pada tanaman yang Tidak diwajibkan pada
20
Hanabilah kering, bisa ditimbang sayursayuran dan buah-
dan ditakar juga tahan buahan yang cair
lama
Pendapat Ulama Semua jenis tanaman Semua jenis tanaman
Hanafiyah yang diniatkan untuk yang diniatkan untyuk
diambil hasilnya diambil hasilnya.
Tarjîh (Menelusuri Pendapat Yang Paling Kuat)
21
Dalam zakat pertanian tidak berlaku haul, karena namâ’ pada zakat
pertanian adalah ketika panen. Maka zakat pertanian dikeluarkan setiap
kali selesai panen tanpa menunggu berjalan setahun seperti zakat harta
lainnya berdasarkan firman Allah ta‘âlâ pada Suarah Al-An‘âm ayat 141.
Ibn ‘Abbâs berpendapat bahwasanya lafal “ ”ﺣﺼﺎده ﯾﻮمdalam ayat tersebut
diperuntukkan untuk zakat al-mafrûdhah (zakat wajib) pada saat dipetik
hasilnya, serta ditakar atau ditimbang.
22
Fukaha menetapkan nishâb zakat pertanian adalah 5 ausuq. Nishâb
zakat dihitung dari hasil panen yang sudah dikeringkan dan
dibersihkan dari kulit-kulitnya atau senilai dengannya. Tanaman
seperti padi yang disimpan tanpa dipisahkan dari kulitnya boleh
ditunaikan zakat dengan padi dan dihitung senilai nishâb beras atau
dua kali lipat timbangan beras.
Artinya: “(Lahan pertanian) yang diberi minum oleh langit (hujan) dan
mata air ataupun tanah yang subur, maka (zakatnya) sepersepuluh. (Lahan
23
pertanian) yang diberi minum oleh unta pengangkut air, maka (zakatnya)
seperdua puluh.”
Jika perolehan air melalui hujan atau salju, sungai, pengairan yang
mengairi lahan dan tidak memerlukan alat untuk mengairinya dan lahan
subur yang tidak memerlukan pengairan atau penyiraman, kadar
pengeluaran zakat sebesar 10%. Sedangkan jika menggunakan hewan
pengangkut air atau ada beban dan biaya, maka kadar zakatnya adalah 5%.
Apabila sesekali memakai tadah hujan dan pengairan sungai juga sesekali
membutuhkan usaha dan alat, maka dikeluarkan 7,5% jika seimbang.
Apabila tidak, maka dikeluarkan kadar mana yang lebih besar digunakan.
Apabila tidak diketahui apakah seimbang atau mana yang lebih besar
maka kadar yang dipakai adalah 10% untuk kehati-hatian.
24
10% Jika dianggap
makanan pokok
dan
menggunakan
pengairan yang
tidak
membutuhkan
tenaga dan
biaya
25
Menurut peneliti, model dari Kemenag ini sangat sarat dengan
mashlahah baik muzakkî maupun mustahiqq zakat. Model ini juga
berusaha mempersatukan perbedaan-perbedaan dari pendapat Ulama
berdasarkan dalil-dalil yang mereka kemukakan. Bisa dilihat dari tabel
diatas, mengambil pendapat Syafiiyah untuk kewajiban zakat dari jenis
tanaman makanan pokok, namun juga mengambil pendapat Hanabilah
juga Hanafiyah untuk kewajiban zakat pada semua jenis tanaman namun
dikategorikan dalam zakat perdagangan. Dengan demikian tidak terjadi
pengabaian dalam menentukan kewajiban zakat sehingga menguntungkan
atau memperhatikan mashlahah mustahiqq zakat, juga tidak ada
pemberatan bagi muzakkî dalam pengeluaran zakat dari usaha yang
dilakukan. Al-Mathlûbât al-Hâllah (Beban, Biaya, Tanggungan, Tuntutan
dan Kewajiban serta Tagihan Tahun Berjalan)
26
Ayat Alquran yang menguatkann pendapat ini adalah sebagai
berikut Artinya: “… Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
infakkan. Katakanlah: kelebihan (dari apa yang diperlukan). [Q.S. Al-
Baqarah: 219]
b. Hutang
Ha`nabilah mensyaratkan sebuah nishâb semua aset zakat harus
bebas dari hutang, begitu juga Hanafiyah namun mengecualikan pada
zakat pertanian dan perkebunan. Sementara Malikiyah hanya
memperlakukan syarat tersebut pada zakat emas dan perak tanpa zakat
pertanian dan perkebunan, hewan peliharaan dan zakat tambang.
Syafiiyah tidak menjadikan bebas hutang sebagai syarat mengeluarkan
27
zakat dalam qaul jadîd namun sebaliknya dalam qaul qadîm.
Kesimpulannya hanya Mazhab Hanabilah saja yang menjadikan
hutang sebagai pengurang hitungan nishâb pada zakat pertanian
apalagi hutang untuk kebutuhan produksi. Syeikh Yûsuf al-Qaradhâwi
mengambil pendapat Hanabilah dan menguatkan bahwa hutang untuk
kebutuhan sehari-hari juga hutang untuk keperluan produksi, dikurangi
dari harta sebelum dihitung nishâb, tanpa membedakan jenis zakat.
Sikap ini sangat sesuai dengan rûh syarî‘ah. Pendapat ini juga
merupakan pendapat Ibn ‘Abbâs dan Ibn ‘Umar dengan syarat hutang
tersebut benar-benar ada.Beberapa alasan Syeikh Yûsuf al-Qaradhâwi
mengambil pendapat ini sebagai berikut:
1. Kepemilikan harta dari hutang adalah kepemilikan yang lemah karena
masih dalam kekuasaan pemiliknya. Pada suatu saat akan diminta
untuk dikembalikan. Situasi ini menguatkan bahwasanya harta tersebut
belum terpenuhi syarat untuk dikeluarkan zakat yaitu kepemilikan
penuh (milk at tâm).
2. Pemilik piutang mempunyai kewajiban zakat dari hutang tersebut, jika
diwajibkan zakat bagi yang berhutang, maka akan terkena dua kali
zakat pada harta yang sama.
3. Pada saat seseorang mempunyai hutang yang bisa mengurangi bahkan
menghabiskan jumlah nishâb, maka orang itu sudah dianggap fakir
yang seharusnya menjadi penerima zakat (mustahiqq) bukan pemberi
zakat.
4. Zakat disyariatkan ketika ada keluasan dan kelebihan harta, namun
orang orang yang berhutang bernasib sebaliknya. Bagaimana
seseorang diwajibkan untuk membantu kebutuhan orang lain
sementara kebutuhannya sendiri tidak terpenuhi?
28
juga mengutamakan mashlahah sebagai penegasan bahwasanya Islam
sangat sejalan dengan fitrah manusia.
29
BAB III
KESIMPULAN
30
31