Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

Zakat Perniagaan, Zakat Pertanian, dan Zakat Hewan Ternak


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akuntansi Zakat

Dosen Pengampu : DitaAndraeny, M.Si

Disusun oleh :

1. Amalia Gita Andini (175221145)


2. Dyah Agustiningrum (175221146)
3. Anggita Nur Arifah (175221150)
4. Kristiyana Meylina (175221150)

Akuntansi Syariah 5D

AKUNTANSI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamua’laikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah
melimpahkan nikmat sehat dan nikmat sempat sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammad Saw yang telah membawa umatnya pada zaman jahiliyah hingga
masa islamiyahsekarang.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliahTeoriAkuntansi


yang berjudul “Zakat Barang Dagangan, Zakat Pertanian, dan Zakat Hewan
Ternak”. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidaklah selesai tanpa
bantuan dari beberapa pihak, untuk itu perkenankanlah pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih, khususnya Ibu Dita Andraeny, M.Si selaku
dosen Akuntansi Zakat.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini masih jauh


dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sehingga penyusunan makalah ini menambah
pengetahuan terutama mengenai Akuntansi Zakat.

Wassalamu’alikum warrahmatullahi wabarakatuh

Surakarta,16 September 2019

Tim Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR ...................................................................... 2

DAFTAR ISI ..................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................. 5


B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Manfaat Penulisan............................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN

A. Zakat Perniagaan
1.) Pengertian .......................................................................... 7
2.) Dasar Hukum Zakat Perniagaan ........................................ 8
3.) Syarat Zakat Perniagaan .................................................... 10
4.) Perhitungan Zakat Perniagaan .......................................... 12
B. Zakat Hewan Ternak
1.) Pengertian Zakat Hewan Ternak ........................................ 14
2.) Ketentuan Pembagian Zakat Unta ...................................... 15
3.) Ketentuan Pembagian Zakat Sapi ....................................... 16
4.) Ketentuan Pembagian Zakat Kambing ................................ 17
C. Zakat Pertanian
1.) Pengertian Zakat Pertanian .................................................. 19
2.) Jenis Zakat Pertanian Menurut Para Ulama .......................... 20
3.) Model Perhitungan Zakat Pertanian Menurut Para Ulama.... 21
4.) Model Perhitungan Nishab Zakat Pertanian.......................... 22
5.) Model Perhitungan Kadar Pengeluaran Zakat Pertanian....... 23

BAB III KESIMPULAN

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat merupakan ibadah yang berkaitan dengan harta benda yang telah
disepakati yang memiliki posisi strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi
ajaran islammaupun dari sisi pembangunan kesejahteaan uma. Sebagai suatu
ibadah pokok, zakat merupakan salah satu rukun ketiga dari rukun Islam yang
kelima. Dalam Al-Quran, zakat digandengkan dengan kata shalat dalam
delapan puluh dua tempat. Hal ini yang menunjukkan bahwa keduanya
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Sedangkan daria aspek keadilan,
perintah zakat dapat dipahami sebagai salah satu kesatuan sistem yang tidak
dapat terpisahkan dalam pencapaian kesejahterahan sosial ekonomi dan
kemasyarakatan. Zakat diharapkan dapat meminimalisir kesenjangan
pendapatan antara orang kaya dan miskin.
Kemiskinan mnerupakan sebuah kondisi hidup yang serba kekurangan.
Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa kemiskinan merupakan salah satu
penyebab munculnya permasalahan ekonomi karena lemahnya sumber
penghasilan. Zakat merupakan bagian dari pendapatan masyarakat yang
berkecukupan karena itu harus diberikan kepada mereka yang berhak, yakni
untuk memberantas kemiskinan dan penindasan. Didalam Al-quran hanya
beberapa macam saja yang disebutkan sebagai harta kekayaan yang bersifat
umum. Dari beberapa komponen tersebut zakat hasil pertanian merupakan
suatu komoditi utama dalam kehidupan manusia untuk melangsungkan hidup,
karena pertanian adalah bahan bagi manusia untuk mencukupi kebutuhan
makanan yang dipergunakan untuk bertahan hidup. Dalam kaitannya dengan
zakat pertanian ini, nash Al-Quran dan as-sunnah telah menjelaskan secara
rinci jenis-jenis tanaman yang dikenakan wajib zakat baik itu tanaman keras
atau lunak wajib dikeluarkan zakatnya yang sudah sampai nishabnya pada
waktu panen.

5
B. RumusanMasalah
1. Bagaimana ketentuan dan landasan zakat barang dagangan ?
2. Bagaimana ketentuan dan landasan zakat pertanian ?
3. Bagaimana ketentuan dan landasan zakat hewan ternak ?

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu baik penulis maupun pembaca bisa
mengetahui lebih luas wawasan pengetahuan mengenai ketentuan dalam
pengeluaran zakat barabg dagangan, zakat pertanian, dan zakat hewan ternak
tidak hanya sekedar sebagai pengetahuan saja, tetapi kita bsia
mengaplikasikan, menerapkan apa yang sudah kita ketahui dan pelajari.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Zakat Perniagaan

1. Pengertian Zakat Perniagaan

Perniagaan menurut istilah fiqih adalah mentasharufkan (mengolah)


harta dengan cara tukar menukar untuk memperoleh laba dan disertai
dengan niat berdagang.1

Pedagang-pedagang itu ada yang telah memiliki kekayaan dan


barang sampai seharga beribu-ribu dan berjuta-juta. Wajar dalam Islam
telah mewajibkan dari kekayaan yang diinvestasikan dan diperoleh dari
perdagangan itu agar dikeluarkan zakatnya setiap tahun sebagai zakat uang
sebagai tanda terimakasih kepada Allah SWT, membayar hak orang-orang
yang berhak, dan ikut berpartisipasi untuk kemaslahatan umum demi
agama dan negara yang merupakan kepentingan setiap jenis zakat.Menurut
pandangan lain Perniagaan adalah suatu proses kegiatan bisnis dengan
membeli suatu barang dan menjualnya kembali dengan mendapat
keuntungan dari penjualan itu. Kegiatan ini tanpa diselingi dengan
kegiatan industri- produksi atau eksploitasi. Sehingga jika suatu aktivitas
bisnis memiliki ketiga unsur itu (membeli barang, kemudian menjualnya
kembali dengan bermaksud mendapat keuntungan) maka aktivitas itu
disebut dengan perniagaan. Jika terdapat suatu barang dijadikan sebagai
obyek kegiatan perniagaan maka kategori zakatnya adalah zakat barang
dagangan atau zakat perniagaan.

Makna dari harta perdangan yakni berasal dari kata bahasa arab
“Urudh” yang merupakan bentuk jamak dari kata ‘aradh ( huruf ra’-nya di
fathahkan) yang artinya, harta dunia yang tidak kekal. Selain itu kata ini

1
M. Masykur Khoir, Risalah Zakat dalam http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf
diakses pada tanggal 16 September 2019, pukul 15:44

7
juga bisa dipandang sebagai bentuk jamak dari kata ‘ardh (huruf ra’-nya
disukunkan) artinya, barang selain emas dan perak, baik berupa benda,
rumah tempat tinggal, jenis-jenis binatang, tanaman, pakaian, maupun
barang yang lainnya yang disediakan untuk diperdagangkan. Termasuk
kategori ini menurut mazhab Maliki ialah perhiasan yang diperdagangkan.

Rumah yang diperjualbelikan oleh pemiliknya, hukumnya sama dengan


barang dagangan. Adapun rumah yang dimiliki oleh pemiliknya itu
dijadikan tempat bekerja seperti tempat dagang atau tempat perusahaan,
tidak wajib dizakati.2

2. Dasar Hukum Zakat Perniagaan

Perintah zakat dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 30 kali, 27 kali


diantaranya disebutkan dalam satu ayat bersama shalat. Para imam
mujtahid sepakat bahwa barang perniagaan wajib dizakati. Sebagian ulama
dari kalangan sahabat, tabi’in, dan para fuqoha berpendapat bahwa wajib
mengeluarkan zakat perniagaan.3

Landasan pendapat bahwa harta benda perniagaan wajib dizakati


adalah sebagai berikut :

Artinya: “wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari


hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami
keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk
untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau
menggambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan)

2
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
hlm. 163.
3
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf
diakses pada tanggal 16 September 2019, pukul 15:44

8
terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Mahaterpuji”
(QS. Al-Baqarah: 267).4

Berdasarkan hal itu jelas bahwa usaha itu ada dua macam, yaitu:
usaha yang bersumber dari perut bumi yaitu tumbuh-tumbuhan dan usaha
yang bersumber dari atas bumi seperti perdagangan peternakan, di dalam
negara musuh, dan menangkap ikan di laut. Allah memerintahkan orang-
orang kaya diantara mereka memberi orang-orang miskin sebagian dari
hasil usaha mereka itu menurut cara yang dilakukan ole Rasululah SAW.5
Menurut Imam Razi ayat itu menunjukkan bahwa zakat wajib atas semua
kekayaan yang diperoleh dari usaha, termasuk kedalamnya perdagangan,
emas, perak, dan ternak, oleh karena semuanya itu digolongkan hasil
usaha.6

Landasan yang berupa sunnah Rasulullah adalah hadist yang


diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Baihaqi dari Sumarah bin Jundub yang
artinya : “dari Sumarah bin Jundub berkata : setelah itu sesungguhnya
Rasulullah SAW menyuruh kami mengeluarkan zakat dari barang-barang
yang kami sediakan untuk perniagaan.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi)7
dari hadist tersebut dalam kata “Rasulullah SAW menyuruh kami”
merupakan sebuah perintah sehingga wajib untuk dilaksanakan.
Sedangkan Jumhur ulama Islam menyatakan wajibya zakat barang
perniagaan, tetapi tidak dijumpai keterangan tegas dari kitab suci maupun
sunnah nabi. Akan tetapi dalam masalah ini terdapat beberapa riwayat
yang saling menguatkan dengan pertimbangan yang bersandarkan kepada
nash bahwa barang-barang perniagaan yang diedarkan demi meraih
keuntungan adalah sama dengan uang, emas, ddan perak dimana

4
Kementrian Agama RI, Fatimah Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid, (Bandung: PT Sygma Examedia
Arkanleema, 2014) hlm. 45.
5
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat (Jakarta: PT Pustaka Antar Nusa, 2007) hlm.301.
6
Ibid
7
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah dalam http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf
diakses pada tanggal 16 September 2019, pukul 15:44

9
kewajiban zakatnya berdasarkan harga atau nilainya kecuali nishab itu
berubah dan tidak menentu antara harga (uang) dan barang. 8

3. Syarat Zakat Perniagaan


Para fuqaha mengajukan beberapa syarat wajib untuk zakat barang
dagangan. Syarat-syarat tersebut berjumlah 4 menurut mahzab Hanafi,
5 menurut mahzab Maliki, 6 menurut maahzab Syafi’i, dan hanya 2
menurut mahzab Hambali. Dari beberapa pendapat tersebut 3
diantaranya disepakati yakni :
1.) Nishab

Harga harta perdagangan harus sudah mencapai nishab emas atau


perak yang dibenntuk. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang
berlaku disetiap daerah, jika di suatu daerah tidak memiliki
ketentuanharga emas atau perak maka harga barang dagangan tersebut
disesuaikan dengan harga yang berlaku di daerah yang dekat dengan
daerah tersebut. Menurut kita, satu nisab uang pada masa kita sekarang
sama nilainya dengan harga 85 gram eman. Lalu kapankah
menentukan barang sudah cukup senisab ? Di akhir tahun, kapan saja
dalam tahun itu asalkan sudah cukup senisab, ataukah di awal dan
di akhir tahun tanpa melihat masa diantaranya ?

Menurut Imam Malik dan Syafi‟i dalam al- Umm, nisab itu
diperhitungkan di akhir tahun saja, karena nisab erat sekali kaitannya
dengan harga barang tersebut, sedangkan menilai harga barang
dagang setiap waktu adalah suatu pekerjaan yang amat sulit. Oleh
karena itu masa wajibnya adalah pada akhir tahun yang berlainan
dengan masa wajib zakat objek-objek zakat lain karen nisabnya
dihitung dari bendanya yang tidak sulit menghitung.9

8
ibid
9
http://eprints.walisongo.ac.id/5801/1/122311050.pdf diakses pada tanggal 17 September 2019,
pukul 21:29

10
Menurut jumhur (mayoritas ulama), nishob yang teranggap
adalah pada keseluruhan haul (selama satu tahun). Jika nilai barang
dagangan di pertengahan haul kurang dari nishob, lalu bertambah lagi,
maka perhitungan haul dimulai lagi dari awal saat nilainya mencapai
nishob. Adapun jika pedagang tidak mengetahui kalau nilai barang
dagangannya turun dari nishob di tengah-tengah haul, maka asalnya
dianggap bahwa nilai barang dagangan masih mencapai nishob.10

Jumhur Ulama fikih membedakan antara dua jenis pedagang.


Pertama adalah pedagang rutin yaitu seorang yang menjual dan
membeli berdasarkan harga yang berlaku saat itu dan tidak
menunggu waktu untuk melakukan penjualan dan pembelian.
Pedagang seperti itu mengeluarkan zakatnya pada akhir tempo.
Jenis yang satu lagi adalah pedagang yang membeli suatu barang
kemudian menunggu sampai harga barang naik, yang dinamakan
pedagang spekulan. Misalnya orang-oramg yang membeli rumah atau
tanah pemukiman, lalu menunggu dan mengamati terus
perkembangan harga sampai harga naik dan menjualnya. Zakat
tidaklah wajib berkali-kali setiap tahun, tetapi mengeluarkan zakatnya
pada saat ia menjualnya untuk satu tahun, sekalipun rumah atau tanah
itu berada di tangannya bertahun- tahun.11

2.) Hawl

Harga harta dagangan (bukan harta itu sendiri) harus telah mencapai
hawl, terhitung sejak dimilikinya harta tersebut.

a) Menurut mazhab Hanafi dan Maliki (untuk selain mudir) ialah


tercapainya dua sisi hawl. Sisi permulaan hawl dimaksudkan

10
https://muslim.or.id/9440-panduan-zakat-7-zakat-barang-dagangan.html diakses
pada tanggal 18 September 2019 pukul 11.13
11
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat (Jakarta: PT Pustaka Antar Nusa, 2007) hlm. 317

11
sebagai telah didapatinya harta yang wajib dizakati, dan sisi
akhirnya dimasksudkan sebagai pewajiban. Demikian jika
seseorang telah mencapai harta yang mencapai nishab pada awal
hawl kemudian hartanya berkurang pada pertengahannya tetapi
sempurna lagi pada akhir hawl maka dia wajib mengeluarkan
zakatnya. Jika tidak memenuhi nishab di awal dan diakhir maka
dia tidak wajib membayar zakat. mundir adalah orang yang
menjual dan membeli tanpa menunggu waktu dan tidak terikat
dengan hawl, misalnya pedagang yang berjualan di pasar adapun
selain mundir yaitu muhtakir yang merupakan pedagang yang
hanya menjual barang dagannya ketika harganya sedang naik atau
mahal.
b) Menurut mazhab Syafi’i yang menjadi ukuran dalam hal ini adalah
akhir hawl. Sebab pada saat itulah zakat diwajibkan.
c) Menurut mazhab Hambali yang menjadi ukuran pada hal ini adalah
sampainya nishab pada semua Hawl.

Sehingga menurut pendapat ulama telah mencapai haul (melalui masa


satu tahun hijriyah). Jika barang dagangan saat pembelian
menggunakan mata uang yang telah mencapai nishob, atau harganya
telah melampaui nishob emas atau perak, maka haul dihitung dari
waktu pembelian tersebut. Haul baru dihitung setelah nilai barang
dagangan mencapai nishob.

3.) Niat

Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang dagangan.


Adapun jika niat dilakukan setelah harta dimiliki, maka niatnya harus
dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai.

a.) Mazhab Hanafi mensyaratkan agar seseorang berniat melakukan


perdagangan ketika transaksi berlangsung atau ketika dia masih
berada di tempat transaksi. Jika dia tidak berniat ketika itu, dia

12
tidak wajib mengeluarkan zakat perdagangan. Niat peradagangan
selalu diperbarui pada saat transaksi baru sampai habis modalnya.

Syarat zakat barang dagangan yang lainnya yaitu:12

1.) Barang tersebut dimiliki atas pilihan sendiri dengan cara yang
mubah baik lewat jalan cari untung (mu’awadhot) seperti jual beli
dan sewa atau secara cuma-cuma (tabaru’at) seperti hadiah dan
wasiat.
2.) Barang tersebut bukan termasuk harta yang asalnya wajib dizakati
seperti hewan ternak, emas, dan perak. Karena tidak boleh ada dua
wajib zakat dalam satu harta berdasarkan kesepakatan para ulama.
Dan zakat pada emas dan perak –misalnya- itu lebih kuat dari zakat
perdagangan, karena zakat tersebut disepakati oleh para ulama.
Kecuali jika zakat tersebut di bawah nishob, maka bisa saja terkena
zakat tijaroh.
3.) Barang tersebut sejak awal dibeli diniatkan untuk diperdagangkan
karena setiap amalan tergantung niatnya. Dan tijaroh
(perdagangan) termasuk amalan, maka harus ada niat untuk
didagangkan sebagaimana niatan dalam amalan lainnya.
4. Perhitungan Zakat Barang Dagangan
Adapun menurut jumhur ulama cara perhitungan zakat yang
dikeluarkan dari barang dagangan adalah berdasarkan pada harganya
bukan barang dagannya karena Nisab harta perdagangan diukur
melalui hartanya dengan demikian kuda misalnya memang tidak wajib
dizakati, yang wajib dizakati ialah harga kuda itu sendiri.Sehingga
pedagang hendaknya menghitung harga barang dagangan pada setiap
akhir tahun dan disesuaikan dengan harga barang ketika zakat
dikeluarkan, bukan dengan harga pembelian ketika barang tersebut

12
https://muslim.or.id/9440-panduan-zakat-7-zakat-barang-dagangan.html diakses
pada 18 September 2019 pukul: 11.13

13
diperoleh. Zakat yang wajib dikeluarkan dari harta perdagangan ialah
seperempat puluh (1/40) harga barang dagangan, jumlah zakat yang
wajib dikeluarkan darinya sama dengan zakat naqdayn (emas dan
perak) yakni 2,5% atau jika mencapai nisab setiap 200 dirham
dibayarkan zakatnya sebesar 2,5%. 13
B. Zakat Hewan Ternak

Hewan ternak termasuk bagian dari harta yang wajib dikeluarkan


zakatnya. Namun demikian tidak semua hewan ternak dizakati. Para ulama
sepakat bahwa hewan ternak yang termasuk bagian dari sumber zakat dan
wajib dikeluarkan zakatnya ada tiga jenis, yaitu unta, sapi, dan domba.14
Hal ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
dari Abu Dzar :

“ Tiada seorang laki-laki yang mempunyai unta, lembu, atau


kambing yang tidak diberikan zakatnya, melainkan datanglah binantang-
binatang itu pada hari kiamat dalam keadaan lebih gemuk dan lebih besar
dari masa di dinia, lalu ia menginjak-injaknya dengan telapak-telapknya.
Setiap selesai binatang-binatang itu melakukan hal itu, ia kembali lagi
melakukannya dan demikian terus menerus hingga Allah selesai
menghukum para manusia”.15

Ketiga jenis hewan ternak tersebut wajib dikeluarkan zakatnya dengan


syarat-syarat-sebagai berikut :

1) Hewan tersebut dipelihara.


2) Memenuhi ketentuan jumlah nishabnya.
3) Memenuhi masa satu tahun (haul) dalam “tangan” pemiliknya.

13
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
hlm. 169-173
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000)
hlm. 163.

14
Fakhruddin, Fikh dan Manajemen Zakat di Indonesia,( Yogyakarta: SUKSES Offest, 2008), hlm.
100.
15
Nurhayati, Sri et.al., Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta: Salemba Empat, 2019), hlm. 29.

14
1. Hewan ternak (unta, sapi, dan domba) tersebut jinak, bukan liar.

Adapun diluar ketiga jenis hewan ternak tersebut, seperti kuda dan
sebagainya terjadi perbedaan penadapat dikalangan para ulama. Menurut
Abu Hanifah bahwa kuda termasuk bagian hewan yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Sedangkan menurut Imam Syafi’i dan Maliki kuda tidak dizakati
kecuali kalau telah merupakan barang dagangan. Pendapat seperti ini juga
dilontarkan oleh Sayyid Sabiq. Menurutnya, hewan ternak yang wajib
dikeluarkan zakatnya ada tiga, yaitu unta, sapi, dan domba. Beliau juga
mengutip pendapat Abu Hanifah dan Ahmad dalam memberikan syarat-
syarat bagi hewan yang dikenai zakat tersebut, yaitu :16

1. Sampai satu nishab.


2. Berlangsung sampai satu tahun.
3. Hendaklah ternak itu merupakan hewan yang digembalakan, artinya
makan rumput yang tidak terlarang dalam sebagian besar masa setahun
itu.

Adapun syarat wajib zakat bagi pemilik hewan ternak tersebut adalah :

1. Beragama islam.
2. Merupakan milik sempurna.
3. Cukup sampai nishab.
4. Dimiliki sampai satu tahun lamanya.
5. Tidak dipekerjakan, artinya sapi atau kerbau yang digunakan untuk
membajak sawah atau untuk menarik gerobak tidak wajib dikeluarkan
zakatnya.17
Ketentuan Pembagian Zakat Unta
Di antara syarat wajib dikeluarkan zakat unta adalah telah
mencukupi nishab (ukuran jumlah). Adapun jumlah nishab unta adalah 5
(lima) ekor dengan perincian sebagai berikut:

16
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat, (Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008), hlm. 101.
17
Ibid. Hlm. 102.

15
Nishab Unta Banyaknya zakat
5 - 9 ekor 1 ekor kambing
10 – 14 ekor 2 ekor kambing
15 – 19 ekor 3 ekor kambing
20 – 24 ekor 4 ekor kambing
25 – 35 ekor 1 ekor bintu makhad
36 – 45 ekor 1 ekor bintu labun
46 – 60 ekor 1 ekor hiqqah
61 – 75 ekor 1 ekor jadza’ah
76 – 90 ekor 2 ekor bintu labun
91 – 120 ekor 2 ekor hiqqah
Keterangan :

 Bintu makhad = unta 1 tahun


 Bintu kabun = unta 2 tahun
 Hiqqah = unta 3 tahun
 Jadza’ah = unta 4 tahun
 Untuk lebih dari 120 ekor, yang kelebihannya 50 ekor unta,
zakatnya 1 anak unta betina (umur 3 tahun lebih)
 Untuk lebih dari 20 ekor, yang kelebihannya 40 ekor, zakatnya 1
anak unta betina (umur 2 tahun lebih).18
Ketentuan Pembagian Zakat Sapi
Nishab sapi adalah sebanyak 30 ekor dengan perincian sebagai berikut :
Nishab Sapi Banyaknya zakat
30 – 39 ekor 1 tab’i atau tabi’ah
40 – 59 ekor 1 musinnah
60 ekor 2 tab’i atau tabi’ah
70 ekor 1 tab’i dan 1 musinnah
80 ekor 2 musinnah

18
Nurhayati, Sri dan Wasilah, Akuntansi Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. 2015.Hlm.
290-291.

16
90 ekor 3 tab’i
100 ekor 2 tab’i dan 1 musinnah

Keterangan :

 Tab’i atau tabi’ah = sapi jantan dan betina 1 tahun


 Musinnah = sapi betina 2 tahun

Selanjutnya setiap bertambah 30 ekor, maka zakatnya ditambah dengan


satu ekor sapi berumur 1 tahun dan setiap bertambah 40 ekor, maka
zakatnya ditambah dengan 1 ekor sapi berumur 2 tahun.19

Ketentuan Pembagian Zakat Kambing


Kambing menjadi wajib dikeluarkan zakatnya kalau telah mencapai nishab
sebanyak 40 ekor. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut :20
Nishab kambing/Domba Banyaknya zakat
1 – 39 ekor 0 (tidak dikenakan zakat)
40 – 120 ekor 1 ekor kambing
121 – 200 ekor 2 ekor kambing
201 – 300 ekor 3 ekor kambing
Dan seterunsya, dengan
pertimbangan setiap 100 ekor,
zakatnya ditambah 1 ekor kambing.

Dalam mengeluarkan zakat untuk hewan ternak ini, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, diantaranya :
1. Dalam zakat tidak boleh petugas mengambil hewan tua, cacat yang
mengurangi nilainya (seperti buta sebelah) dan sangat jelek. Juga tidak
boleh mengambil binatang yang sedang hamil dan binatang pilihan/
berharga seperti binatang pejantan dan kambing yang sedang

19
Ibid, hlm.291.
20
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008, hlm. 105.

17
digemukkan untuk dimakan. Oleh karena itu yang dimabil adalah yang
pertengahan.
2. Digabung binatang sejenis, seperti domba dengan kambing, unta arab
dengan unta yang bukht (unta negeri Khurosan, yakni yang memiliki
dua punuk), sapi dengan kerbau dan sebagainya, dan dihitung
jumlahnya, bila sampai nishab maka dikeluarkan zakatnya.
3. Tidak diterima zakat kambing dengan mengeluarkan kambing yang
masih sangat kecil, juga tidak diterima sapi sangat kecil, dan unta yang
masih sangat kecil pula.
4. Apabila seseorang telah memiliki senishab unta atau sapi atau
kambing, lalu ditengah-tengah menjalani haul ternyata binatang
tersebut melahirkan maka dihitung semuanya, bila telah setahun penuh
bagi unta, sapi atau kambing yang dewasa maka dikeluarkan zakatnya
dari keseluruhan ( yang telah dijumlahkan antara binatang yang
dewasa dan yang masih kecil ).
5. Tidak ada zakat dalam waqs (yakni antara dua nishab misalnya orang
yang memilik 40 ekor kambing ia wajib mengeluarkan zakat satu
kambing sampai mencapai 120 ekor kambing. Bila lebih wajib
mengeluarkan dua ekor kambing, antara 40 sampai 120 ekor disebut
waqs dan tidak ada zakatnya.
6. Apabila binatang ternak itu milik dua orang yang bersekutu, yang
ternyata bila digabung telah mencapai nishab (dan penggembala
binatang milik kedua orang yang bersekutu itu sama, tempat
gembalanya sama, kampungnya sama, maka diambil zakat dari
kedunaya satu zakat.
7. Tidak boleh menggabungkan dua kumpulan kambing yang terpisah
karena lari dari zakat.

18
8. Tidak boleh memisahkan dua kumpulan kambing yang sebenarnya
bersatu agar tidak kena zakat.21

Untuk lebih jelasnya tentang perhitungan zakat hewan ternak ini, dapat
dilihat dalam tabel berikut :22

Keterangan Unta Sapi Kambing

JMl Binatang ternak 10 30 250


Dikurangi :
1. hewan yg dipekerjakan 2 10
2.hewan yg 50
diperdagangkan
Bejana zakat 8 20 200
Bejana zakat dibanding dengan nishab zakat (8 ekor unta, 30 ekor sapi, 40
ekor kambing). Jika bejana zakat mencapai nishab makakadar zakat
dihitung berdasarkan daftar khusus sebagaimana yang terdaftar dalam
kitab –kitab fikh.

C. Zakat Pertanian Dalam Islam

Zakat Pertanian dalam Bahasa Arab sering disebut dengan istilah


az-zurû‘ wa ats-tsan dan buah-buahan) atau an-nâbit au al khârij min al-
ardh (yang tumbuh dan keluar dari bumi), yaitu zakat hasil bumi yang
berupa biji-bijian, sayur-sayuran dan buah-buahan sesuai dengan yang
ditetapkan dalam Alquran dan Sunah dan Ijmak Ulama.

Zakat pertanian adalah salah satu jenis zakat yang memiliki


tuntunan langsung dari Alquran dan Hadis Rasulullah yaitu dalam Surah
al-An‘âm ayat 141. Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya menyebutkan

21
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Yogyakarta: SUKSES Offset, 2008, Hlm.
105-107.
22
Ibid, Hlm. 107-108.

19
sebagian besar Para Ulama menafsirkan lafal “َ‫ ”َ ﺣﻘﱠﮫ‬dalam ayat tersebut
adalah zakâh al-mafrûdhah yaitu hasil pertanian yang wajib dikeluarkan
zakat.

1. Model Perhitungan Zakat Pertanian

Menurut Para Ulama Tanaman-tanaman Yang Wajib Dizakati (Al-


Maujûdât az-Zakawiyyah) Seluruh Ulama sepakat bahwasanya terdapat
kewajiban zakat dari tumbuh tumbuhan dan biji-bijian. Hanya saja mereka
berbeda pendapat dalam menggambarkan jenis tumbuhan dan biji-bijian
apa saja yang diwajibkan untuk ditunaikan zakat atasnya. Perbedaan
tersebut terjadi karena perbedaan corak pemikiran mereka dalam
mengambil, menghukum dan cara meng-istinbât hukum.

Imam Yusuf Al-Qaradhâwi menyebutkan ada empat pendapat


tentang jenis-jenis hasil pertanian yang wajib dikeluarkan zakat
sebagaimana berikut:

1. Pendapat Ulama tentang Jenis-jenis Tanaman yang Diwajibkan Zakat :

Pendapat Ulama Jenis Jenis Tanaman Keterangan

Mazhab Ibn Umar dan Hanya Diwajibkan Pada Dari jenis biji-bijian
kebanyakan para Ulama empat jenis tanaman diwajibkan pada gandum,
Salaf sya‘îr, dari buah-buahan
pada kurma kering dan
anggur kering.
Pendapat Ulama Pada tanaman yang bisa Seperti gandum, padi,
Malikiyah dan Syafiiyah disimpan dan merupakan jagung, kurma dan
makanan pokok apapun yang menjadi
makanan pokok daerah
setempat
Pendapat Ulama Pada tanaman yang Tidak diwajibkan pada

20
Hanabilah kering, bisa ditimbang sayursayuran dan buah-
dan ditakar juga tahan buahan yang cair
lama
Pendapat Ulama Semua jenis tanaman Semua jenis tanaman
Hanafiyah yang diniatkan untuk yang diniatkan untyuk
diambil hasilnya diambil hasilnya.
Tarjîh (Menelusuri Pendapat Yang Paling Kuat)

Dari empat pendapat diatas, masing-masing mempunyai dalil sendiri


yang menguatkan pendapatnya dan sekiranya setiap pendapat itu
mempunyai kebenaran, namun melihat situasi dan kondisi juga
mempertimbangkan mashlahah, saat ini kewajiban tersebut harus ditinjau
kembali. Tinjauan tersebut harus memperhatikan keadilan bagi pihak
muzakkî juga pihak mustahiqq zakat. Dari keseluruhan pendapat ini,
pendapat pribadi Ibnu ‘Arabi (w. 543 H) dari Malikiyah mengambil
pendapat yang keempat yaitu pendapat Abû Hanîfah, juga banyak Ulama
kontemporer seperti Imam Yûsuf al-Qaradhâwi. Pendapat ini juga
dikuatkan oleh lembaga-lembaga fikih dan muktamar-muktamar zakah
internasional. Pendapat ini sejalan dengan tujuan Syâri‘ dalam
mensyariatkan zakat. Tidaklah mungkin Syâri‘ mensyariatkan zakat dalam
harta tertentu namun meniadakan pada harta yang lain. Pendapat ini juga
sejalan dengan keumuman dalil-dalil baik dari Alquran maupun Hadis.

2. Haul dalam Zakat Pertanian

Haul bermaksud harta wajib zakat yang telah sampai nishâb


ditunggu berjalan selama setahun baru ditunaikan zakatnya. Dalam zakat,
haul merupakan syarat wajib zakat pada hewan, emas dan perak,
perdagangan dan uang.20 Konsep haul akan memastikan sebuah aset zakat
berkembang (produktif atau namâ’) atau tetap bertahan tanpa terkurangi
untuk kebutuhan pokok hingga akhir tahun.

21
Dalam zakat pertanian tidak berlaku haul, karena namâ’ pada zakat
pertanian adalah ketika panen. Maka zakat pertanian dikeluarkan setiap
kali selesai panen tanpa menunggu berjalan setahun seperti zakat harta
lainnya berdasarkan firman Allah ta‘âlâ pada Suarah Al-An‘âm ayat 141.
Ibn ‘Abbâs berpendapat bahwasanya lafal “‫ ”ﺣﺼﺎده ﯾﻮم‬dalam ayat tersebut
diperuntukkan untuk zakat al-mafrûdhah (zakat wajib) pada saat dipetik
hasilnya, serta ditakar atau ditimbang.

Menurut Mazhab Malikiyah, dalam kitab Mawâhib al-Jalîl


dijelaskanapabila suatu tanaman ditanam sebelum panen tanaman
sebelumnya maka pengeluaran zakat kedua hasil tanaman tersebut secara
bersamaan. Menurut Imam Syâfi‘i, pohon kurma yang berbuah dan
dipanen secara berkelanjutan atau bukan satu tahap digabungkan hasil
panennya, apabila mencapai nishâb maka dikeluarkan zakat. Begitu juga
dengan Hanabilah, zakat dari tanaman yang sejenis dan mendekati waktu
panennya dikumpulkan dalam setahun, baru selanjutnya dikeluarkan zakat
dari akumulasinya.

Imam Haramain al-Juwaini (w. 478 H) dari Syafiiyah mengatakan


bahwa Para Ulama sepakat, jika satu pohon kurma yang sudah selesai
dipanen, kemudian berbuah kembali dari pohon yang sama atau dari
pohon yang berbeda, maka tidak digabung panen pertama dan kedua
meski masih dalam satu tahun. Yang terjadi perbedaan pendapat adalah
tanaman jagung atau yang serupa cara penanamannya, jika ditanami dan
dipanen lebih dari sekali dalam setahun.25 Dalam masalah ini terjadi
perbedaan pendapat hingga lima pendapat dalam Syafiiyah, ada pendapat
yang menggabungkan, namun ada juga yang mengatakan tidak
digabungkan.

3. Model Perhitungan Nishâb Zakat Pertanian


Nishâb adalah batas jumlah minimal sebuah harta zakat sehingga
jatuh kewajiban zakat atas harta tersebut. Sesuai dengan Nash, Jumhur

22
Fukaha menetapkan nishâb zakat pertanian adalah 5 ausuq. Nishâb
zakat dihitung dari hasil panen yang sudah dikeringkan dan
dibersihkan dari kulit-kulitnya atau senilai dengannya. Tanaman
seperti padi yang disimpan tanpa dipisahkan dari kulitnya boleh
ditunaikan zakat dengan padi dan dihitung senilai nishâb beras atau
dua kali lipat timbangan beras.

Terdapat perbedaan Ulama dalam menentukan ukuran wasq dan


mengkonversikan dalam ukuran yang dipakai saat ini. Berikut beberapa
perbedaan dalam mengkonversi ukuran 5 ausuq. Kebanyakan muzakkî
merujuk pada Ulama setempat atau kebiasaan yang telah berlaku dan
turun-temurun untuk menentukan ukuran nishâb.

Perbedaan Pendapat Dalam Konversi 5 Ausuq

Pendapat-pendapat Konversi Untuk Beras Konversi


untuk Padi
JUmhur Ulama 610 kg -
Abu Hanifah 875 kg -
Imam Al-Qaradhawi 653 kg (lama) 647 kg -
(revisi)
BAZNAS 653 kg -
KHES 815 kg 1481kg
Kemenag RI 750 kg 1350 kg
Qanun Aceh no. 10 tahun 2007 - 1200
4. Model Perhitungan Kadar Pengeluaran Zakat Pertanian

Kadar zakat pertanian yang harus dikeluarkan telah dijelaskan


dalam Hadis Abdullah bin Umar dari Nabi yang diriwayatkan oleh
Bukhari Ra.:

Artinya: “(Lahan pertanian) yang diberi minum oleh langit (hujan) dan
mata air ataupun tanah yang subur, maka (zakatnya) sepersepuluh. (Lahan

23
pertanian) yang diberi minum oleh unta pengangkut air, maka (zakatnya)
seperdua puluh.”

Jika perolehan air melalui hujan atau salju, sungai, pengairan yang
mengairi lahan dan tidak memerlukan alat untuk mengairinya dan lahan
subur yang tidak memerlukan pengairan atau penyiraman, kadar
pengeluaran zakat sebesar 10%. Sedangkan jika menggunakan hewan
pengangkut air atau ada beban dan biaya, maka kadar zakatnya adalah 5%.
Apabila sesekali memakai tadah hujan dan pengairan sungai juga sesekali
membutuhkan usaha dan alat, maka dikeluarkan 7,5% jika seimbang.
Apabila tidak, maka dikeluarkan kadar mana yang lebih besar digunakan.
Apabila tidak diketahui apakah seimbang atau mana yang lebih besar
maka kadar yang dipakai adalah 10% untuk kehati-hatian.

Di Indonesia, Kemenag RI mengeluarkan model perhitungan zakat


pertanian dengan mewajibkan zakat pada semua jenis tanaman namun
bukan keseluruhannya dimasukkan dalam kategori zakat pertanian. Lebih
mudahnya, model tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut Model
Perhitungan Nishâb dan Kadar Zakat Dari Pertanian danPerkebunan
Menurut Kemenag RI

No Jenis Harta Nisab Kadar Zakat Keterangan

1 Padi, jagung 1.350 kg 5% Jika dianggap


dan sagu serta gabah atau makanan pokok
jenis tanaman 750 kg beras dan
lain yang atau yang menggunakan
dianggap setara pengairan yang
makanan pokok membutuhkan
tenaga dan
biaya

24
10% Jika dianggap
makanan pokok
dan
menggunakan
pengairan yang
tidak
membutuhkan
tenaga dan
biaya

2,5% Jika dianggap


barang
dagangan dan
bukan makanan
pokok warga
setempat
2 Semua hasil Setara 85 2,5% Dikategorikan
bumi seperti gram emas dalam zakat
biji-bijian, perdagangan
rempah- karena sengaja
rempah, umbi- diproduksi
umbian, buah- untuk
buahan, sayur- diperdagangkan
sayuran, bukan tujuan
tanaman hias, untuk dimakan
rumput yang sebagai
dibudidayakan makanan pokok
dan sebagainya

25
Menurut peneliti, model dari Kemenag ini sangat sarat dengan
mashlahah baik muzakkî maupun mustahiqq zakat. Model ini juga
berusaha mempersatukan perbedaan-perbedaan dari pendapat Ulama
berdasarkan dalil-dalil yang mereka kemukakan. Bisa dilihat dari tabel
diatas, mengambil pendapat Syafiiyah untuk kewajiban zakat dari jenis
tanaman makanan pokok, namun juga mengambil pendapat Hanabilah
juga Hanafiyah untuk kewajiban zakat pada semua jenis tanaman namun
dikategorikan dalam zakat perdagangan. Dengan demikian tidak terjadi
pengabaian dalam menentukan kewajiban zakat sehingga menguntungkan
atau memperhatikan mashlahah mustahiqq zakat, juga tidak ada
pemberatan bagi muzakkî dalam pengeluaran zakat dari usaha yang
dilakukan. Al-Mathlûbât al-Hâllah (Beban, Biaya, Tanggungan, Tuntutan
dan Kewajiban serta Tagihan Tahun Berjalan)

a. Al-Hâjât al-Ashliyyah Dalam maqâshid asy-syarî‘ah, al-hâjât al-


ashliyyah/dharûriyyah adalah sesuatu yang harus dipenuhi untuk
membangun kemaslahatan kehidupan dunia dan akhirat, apabila tidak
dipenuhi akan menimbulkan kerusakan dan kebinasaan di dunia dan
akhirat. Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan pokok sering
dilambangkan dengan sandang (pakaian), pangan (makanan) dan
papan (tempat tinggal). Selain tiga hal tersebut Sayyid as-Sâbiq
menambahkan alat transportasi dan alat penunjang profesi yang wajar.
Menurut Hanafiyah al-hâjât al-ashliyyah adalah segala sesuatu yang
mencegah kebinasaan (al-halâk) dari manusia. Dalam hal ini, Ibnu
Nujaim (w. 970 H) dari Hanafiyah berpendapat bahwa harta yang
sudah dijatah atau akan dipakai untuk keperluan primer dianggap
seperti tidak ada. Jika seseorang mempunyai nishâb tetapi berniat
dipakai untuk memenuhi al-hâjât al-ashliyyah maka tidak diwajibkan
zakat atasnya.43 Kelebihan harta dari al-hâjât al-ashliyyah dan
mencapai nishâb menunjukkan bahwa seseorang telah kaya (mampu)
dan tana‘‘um (menikmati dan mensyukuri nikmat).

26
Ayat Alquran yang menguatkann pendapat ini adalah sebagai
berikut Artinya: “… Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
infakkan. Katakanlah: kelebihan (dari apa yang diperlukan). [Q.S. Al-
Baqarah: 219]

Syeikh Sayyid Quthub memaknai lafal “‫ ”اﻟﻌﻔﻮ‬adalah kelebihan (al-


fadhl wa ziyâdah), atau kelebihan dari kebutuhan pribadi yang bersifat
penting bukan kemewahan, itulah harta yang dianjurkan untuk
disedekahkan. Beliau juga menegaskan bahwa ayat ini juga berlaku untuk
zakat dan tidak di-takhshîsh ataupun di-mansûkh

Menyisihkan hasil panen untuk kebutuhan primer juga dilakukan


oleh Khalifah ‘Umar Ibn al-Khaththâb, Imam Syafii dalam qaul al-qadîm
juga Ibn Hazm. Beberapa Ulama yang mengambil pendapat ini berpegang
juga dengan qaul Ibn ‘Abbâs, Ibn ‘Umar, Ahmad Ibn Hanbal dengan
alasan ijtihâdiyah sebagaimana disebutkan Abu ‘Ubaid dalam Kitâb al-
Amwâl. Kebanyakan Para Ulama setuju untuk mengurangi kebutuhan
pokok atau tidak menghitungnya ke dalam aset yang wajib dikeluarkan
zakat, karena harta tersebut tidak termasuk dalam aset yang berkembang
(namâ‘). Namun Para Ulama cenderung tidak menyebutkan kriteria ini
saat membicarakan zakat pertanian. Bahkan Imam Mâlik dan Abû Hanîfah
tetap memperhitungkan panen meskipun sudah dikonsumsi pemiliknya
dalam nishâb. Untuk kondisi saat ini rasanya tidak berlebihan jika zakat
pertanian juga diberlakukan seperti zakat harta lain.

b. Hutang
Ha`nabilah mensyaratkan sebuah nishâb semua aset zakat harus
bebas dari hutang, begitu juga Hanafiyah namun mengecualikan pada
zakat pertanian dan perkebunan. Sementara Malikiyah hanya
memperlakukan syarat tersebut pada zakat emas dan perak tanpa zakat
pertanian dan perkebunan, hewan peliharaan dan zakat tambang.
Syafiiyah tidak menjadikan bebas hutang sebagai syarat mengeluarkan

27
zakat dalam qaul jadîd namun sebaliknya dalam qaul qadîm.
Kesimpulannya hanya Mazhab Hanabilah saja yang menjadikan
hutang sebagai pengurang hitungan nishâb pada zakat pertanian
apalagi hutang untuk kebutuhan produksi. Syeikh Yûsuf al-Qaradhâwi
mengambil pendapat Hanabilah dan menguatkan bahwa hutang untuk
kebutuhan sehari-hari juga hutang untuk keperluan produksi, dikurangi
dari harta sebelum dihitung nishâb, tanpa membedakan jenis zakat.
Sikap ini sangat sesuai dengan rûh syarî‘ah. Pendapat ini juga
merupakan pendapat Ibn ‘Abbâs dan Ibn ‘Umar dengan syarat hutang
tersebut benar-benar ada.Beberapa alasan Syeikh Yûsuf al-Qaradhâwi
mengambil pendapat ini sebagai berikut:
1. Kepemilikan harta dari hutang adalah kepemilikan yang lemah karena
masih dalam kekuasaan pemiliknya. Pada suatu saat akan diminta
untuk dikembalikan. Situasi ini menguatkan bahwasanya harta tersebut
belum terpenuhi syarat untuk dikeluarkan zakat yaitu kepemilikan
penuh (milk at tâm).
2. Pemilik piutang mempunyai kewajiban zakat dari hutang tersebut, jika
diwajibkan zakat bagi yang berhutang, maka akan terkena dua kali
zakat pada harta yang sama.
3. Pada saat seseorang mempunyai hutang yang bisa mengurangi bahkan
menghabiskan jumlah nishâb, maka orang itu sudah dianggap fakir
yang seharusnya menjadi penerima zakat (mustahiqq) bukan pemberi
zakat.
4. Zakat disyariatkan ketika ada keluasan dan kelebihan harta, namun
orang orang yang berhutang bernasib sebaliknya. Bagaimana
seseorang diwajibkan untuk membantu kebutuhan orang lain
sementara kebutuhannya sendiri tidak terpenuhi?

Inilah beberapa alasan logis yang dipegang Syeikh Yûsuf al-


Qaradhâwi dan memutuskan bahwasanya hutang sebagai pengurang aset
zakat tanpa membeda-bedakan jenis zakat. Pendapat ini sangat sejalan
dengan maqâshid asysyarî‘ah yang menghindari beban pada hamba-Nya,

28
juga mengutamakan mashlahah sebagai penegasan bahwasanya Islam
sangat sejalan dengan fitrah manusia.

c. Beban Produksi (Cost Production)

Dalam zakat pertanian, apabila beban produksi untuk pengairan


maka telah ada Nash yang jelas yang menurunkan kadar pengeluaran dari
10% menjadi 5% apabila telah mencapai nishâb, namun beban produksi
lain tidak ada Nash yang membicarakan sehingga terjadi selisih pendapat
diantara Ulama. Dari kesemua hal-hal yang berhubungan dengan al-
Mathlûbât al-Hâllah (hutang, kebutuhan pokok, biaya produksi) pada zakat
pertanian, Al-Hai’ah asySyar‘iyyah al-‘Âlamiyyah li az-Zakâh (Badan
Syariah Internasional Untuk Zakat) membolehkan untuk mengurangi
dengan syarat tidak melebihi sepertiga dari hasil panen. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari penyimpangan dalam melakukan
pengurangan. Konferensi ke-13 Majelis Majma‘ al-Fiqh al-Islâmiy ad-
Dauliy (International Islamic Fiqh Academy) yang diadakan di Kuwait
pada tanggal 22 27 Desember 2001 nomor 120 (2/13) menghasilkan
keputusan bahwasanya al Mathlûbât al-Hâllah pada zakat pertanian boleh
dikurangi dari hasil panen selama tidak ada penghasilan lain yang
menunjang pengeluaran tersebut. segala beban baik untuk produksi,
hutang, kebutuhan hidup yang pantas, boleh dikurangi sebelum
menghitung nishâb dengan syarat tidak melampaui sepertiga dari hasil
panen. Namun jika semua beban tersebut diambil dari modal yang ada atau
ada penghasilan lain yang bisa menutupi beban tersebut, maka tidak
dikurangi sebelum dihitung nishâb.

29
BAB III

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam harta


perdagangan wajib diambil zakatnya berdasarkan QS Al-Baqarah: 267
yang memerintahkan untuk memberikan hasil usaha kepada orang-orang
yang berhak. Allah memerintahkan orang-orang kaya diantara mereka
memberi orang-orang miskin sebagian dari hasil usaha mereka itu menurut
cara yang dilakukan ole Rasululah SAW. Zakat wajib atas semua
kekayaan yang diperoleh dari usaha, termasuk kedalamnya perdagangan,
emas, perak, dan ternak, oleh karena semuanya itu digolongkan hasil
usaha. Dalam harta barang dagangan yang dizakati ialah harga dari barang
tersebut bila telah memenuhi syarat-syaratnya dan zakat yang wajib
dikeluarkan jika mencapai nisab setiap 200 dirham dibayarkan zakatnya
sebesar 2,5%.

Kemudian untuk zakat hewan ternak, dari uraian di atas dapat


disimpulkan bahwa hanya ada tiga jenis binatang yang secara hukum
wajib dikeluarkannya zakatnya, yaitu, unta, sapi, dan domba, dan syarat
dikeluarkannya zakat pada masing- masing hewan tentu berbeda sesuai
dengan nishab per hewan, kemudian untuk zakat hewan yang dikeluarkan
harus memenuhi kualitas yang baik. Lalu untuk zakat pertanian sudah
memiliki tuntunan langsung dari Al-Qur’an dan hadist Rasulullah yaitu
dalam surat al-Anam ayat 141. Model perhitungan zakat pertanian berbeda
menurut para ulama yaitu Mazhab Ibn Umar dan kebanyakan para ulama
salaf, pendapat Ulama Malikiyah dan Syafiiyah, Ulama Hanabillah, serta
Hanafiyah. Model perhitungan nishab zakat memiliki konversi 5
Ausuq.Kemudian untuk perhitungan nishab dan kadar zakat pertanian
berbeda untuk setiap kadarnya sesuai jenis tanamannya. Dan syarat
tanaman bisa dizakatkan yaitu harus Al-Hajat Al-Ashliyyah, bebas dari
hutang , dan dilihat dari beban produksinya.

30
31

Anda mungkin juga menyukai