PEMBAHASAN
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi
(Mubarak, 2008).
Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali
fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera
mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan
geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya
(Mubarak, 2008).
B. Penyebab
1. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut, serta
lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis
akibat gangguan atau cedera pada medula spinalis).
b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer
(misalnya : kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera
akan berpengaruh terhadap mobilitas.
3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi
yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu
lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan
(Mubarak, 2008)
C. Klasifikasi
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :
1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh
faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak
3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan
seseorang yang dicintai
4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi
akibat penyakit.(Mubarak, 2008).
Rentang Gerak dalam mobilisasi
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan
kaki pasien.
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan
otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan
(Carpenito, 2000).
D. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi,
ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur
dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran
darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka
pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
1. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
2. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan
kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan igaa
3. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula).
4. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan
oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan
sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
5. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat
sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra,
ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang)
saat punggung bergerak.
6. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot
dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
7. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan
penyakit, seperti osteoarthritis
8. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada
di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
9. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan
aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk
memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada
telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan
informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari imobilitas, perubahan
yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia
untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini imobilitas mempengaruhi tubuh yang telah
terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia mungkin berada atau dekat dengan tingkat ambang batas untuk
aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat
seseorang menjadi tergantung. Semakin besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar
potensial untuk mengalami efek-efek akibat imobilitas.
Keuntungan latihan secara teratur untuk lansia termasuk memperlambat proses penuaan,
memperpanjang usia. Fungsi kardiovaskular yang lebih baik dan peningkatan perasaan sejahtera.
F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan Primer
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan mobilitas dan aktivitas
bergantungan pada fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular dan pulmonal, walaupun
latihan tidak akan mengubah rangkaian proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah
efek imobilitas yang merusak dan gaya hidup kurang gerak. Program latihan juga dihubungkan
dengan peningkatan mood atau tingkat ketegangan ansietas dan depresi.
Hambatan terhadap latihan : Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Hambatan lingkungan termasuk kuranganya tempat yang aman untuk latihan dan
kondisi iklim yang tidak mendukung. Sikap budaya adalah hambatan lain untuk melakukan
latihan. Model peran yang kurang gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan kegagalan
atau ketidaksetujuan semuanya turut berperan terhadap kegagalan lansia untuk berpartisipasi
dalam latihan yang teratur.
2. Pencegahan Sekunder
3. Pencegahan Tersier
G. Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a. Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai
dengan tahap pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan
pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan
klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi
akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien
dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
H. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
Terapi Aktivitas
Latihan Keseimbangan
- Berpakaian dan
Bantuan perawatan diri :
melepaskan pakaian
berpakaian
sendiri
- Kaji dan dukung kemampuan
- Melakukan keramas,
klien untuk berpakaian sendiri
bersisir, bercukur,
membersihkan kuku, - Ganti pakaian klien setelah
berdandan personal hygiene, dan pakaikan
pada ektremitas yang sakit/
- Makan dan minum
terbatas terlebih dahulu, Gunakan
sendiri, meminta bantuan
pakaian yang longgar
bila perlu
- Berikan terapi untuk
- Mengosongkan kandung
mengurangi nyeri sebelum
kemih dan bowel
melakukan aktivitas berpakaian
sesuai indikasi
J. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan kedalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Asmadi, 2008). Implementasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan, yaitu perawat
melakukan tindakan sesuai rencana. Tindakan ini bersifat intelektual, teknis, dan interpersonal
berupa berbagai upaya memenuhi kebutuhan dasar klien. Tindakan keperawatan meliputi tindakan
keperawatan, obversvasi keperawatan, pendidikan kesehatan/keperawatan, dan tindakan medis
yang dilakukan perawat (Sunaryo, 2016).
J. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien lansia dengan gangguan mobilisasi adalah :