Anda di halaman 1dari 22

PERUSAKAN

LINGKUNGAN AKIBAT ALIH FUNGSI KAWASAN


HUTAN DI HULU SUNGAI CITARUM MENJADI KAWASAN
PERTANIAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN
PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Bani Siliwangi
Universitas Katolik Parahyangan
E-mail : banymahbub@gmail.com

Abstract

The use of land and space of permanent forest area functioned as agricultural areas can
cause an environmental damage. As we know that environmental problem arising as the
impact of human beings action themselves. Using natural resources excessively can cause a
change of ecosystem which affects the natural resources conservation. Using natural
resources excessively without paying more attention to conservation aspect will stimulate a
disaster or damage to society. For example; flood in the south area of Bandung is caused by
destruction of water absorption area along headwaters of Citarum river. The problems
studied in this research are; legal basis on shifting forest area along headwaters of Citarum
river to agricultural areas; who should be more responsible for shifting forest area along
headwaters of Citarum river to agricultural areas which causes flood in the south area of
Bandung; and legal problem as the impact of shifting forest area along headwaters of Citarum
river to agricultural areas to environment and society; and the solution to this problem.

Keywords: use of land, environmental damage; area shifting; forest area

Abstrak

Pemanfaatan lahan dan ruang kawasan hutan tetap yang dijadikan kawasan pertanian
dapat menyebabkan terjadinya suatu kerusakan lingkungan. Sudah kita ketahui bersama
bahwa masalah lingkungan timbul sebagai akibat dari perbuatan manusia itu sendiri.
Manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam yang berlebihan dapat menimbulkan
suatu perubahan terhadap ekosistem yang akan mempengaruhi kelestarian sumber daya
alam itu sendiri. Pemanfaatan sumber daya alam yang melebihi ambang batas daya dukung
lahan dan tanpa memperhatikan aspek kelestariannya akan mendorong terjadinya suatu
bencana yang akan merugikan masyarakat juga, seperti halnya banjir yang terjadi di
Bandung Selatan akhir-akhir ini karena rusaknya daerah resapan air di sekitar hulu sungai
Citarum. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah apa yang menjadi
dasar hukum atas terjadinya alih fungsi kawasan hutan di hulu sungai Citarum yang menjadi
kawasan pertanian, siapa yang bertanggung jawab atas alih fungsi kawasan hutan di hulu
sungai Citarum yang dijadikan kawasan pertanian yang mengakibatkan banjir di Bandung
Selatan, dan masalah hukum yang timbul akibat dari pengalihan fungsi kawasan hutan di
hulu sungai Citarum yang menjadi kawasan pertanian terhadap lingkungan dan
masyarakat, dan cara penyelesaiannya.

Kata Kunci: Pemanfaatan, Kerusakan Lingkungan, Pengalihan, Kawasan Hutan

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 75


A. Pendahuluan dan diperbaharui oleh Undang-Undang
Pengelolaan sumber daya alam dan Nomor 32 Tahun 2009 tentang
lingkungan hidup perlu diikuti tindakan Perlindungan dan Pengelolaan
berupa pelestarian sumber daya alam Lingkungan Hidup dan Undang-Undang
dalam rangka memajukan kesejahteraan Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
umum seperti tercantum dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
menyebutkan bahwa: Perubahan atas Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
“Bumi, air dan kekayaan alam yang menjadi Undang-Undang merupakan
terkandung di dalamnya dikuasai oleh payung hukum di bidang pengelolaan
Negara dan dipergunakan untuk lingkungan hidup yang dijadikan dasar
sebesar - besarnya kemakmuran bagi pengelolaan lingkungan hidup di
rakyat”. Indonesia dewasa ini. Dengan demikian
Undang-Undang Perlindungan dan
Jiwa Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Kehutanan merupakan
1945 berlandaskan semangat sosial, yang dasar ketentuan pelaksanaan dalam
menempatkan penguasaan seperti pengelolaan lingkungan hidup serta
sumber daya alam untuk kepentingan sebagai dasar penyesuaian terhadap
publik kepada negara. Pengaturan ini perubahan atas peraturan yang telah ada
berdasarkan anggapan bahwa pemerintah sebelumnya, serta menjadikannya sebagai
adalah pemegang mandat untuk suatu kesatuan yang bulat dan utuh di
melaksanakan kehidupan kenegaraan di dalam suatu sistem.
Indonesia. Untuk itu, pemegang mandat ini Pemerintah Indonesia merencanakan
seharusnya punya legitimasi yang sah dan 10% dari daratan Indonesia akan
ada yang mengontrol kebijakan yang ditetapkan menjadi kawasan konservasi.
dibuatnya dan dilakukannya, sehingga Namun demikian dalam kenyataan di
dapat tercipta peraturan perundang- lapangan banyak dijumpai penebangan
undangan sebagai penjabaran Pasal 33 pohon, kawasannya di rambah dan tidak
Undang-Undang Dasar 1945 yang sesuai cepat dilakukan penanaman kembali.
1
dengan semangat demokrasi ekonomi.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun “Akibatnya bukan saja habitat satwa
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan terganggu namun juga ekosistem alam
Hidup (UUPLH) sebagaimana telah diubah akan turut berubah drastis, dan pada

1
Dimensi pengaturan ekonomi dan kesejahteraan sosial yang tertuang di dalam Pasal 33 dan 34 UUD 1945. Pasal ini
merupakan konsekuensi dari tujuan dari berdirinya negara Indonesia, hal ini ditunjukkan di dalam Pembukaan UUD
1945 pada alinea ke-4, yang rumusannya sebagai berikut: “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah
negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri Ahmad
Taufk, Tafsir MK Atas Pasal 33 UUd 1945: (Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No.
22/2001, dan UU No. 20/2002), Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 1, Februari 2010, hlm, 112.

76 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


gilirannya kehidupan manusia turut dari 123.154 hektar menjadi 240.470
2
terancam bahaya”. hektare. Sementara lahan untuk
permukiman dan industri dalam sembilan
Sudah kita ketahui bersama bahwa tahun terakhir bertambah 161 persen.
masalah lingkungan timbul sebagai akibat Menurut Setiawan Wangsaatmaja4
dari perbuatan manusia itu sendiri. (Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan
Manusia dalam memanfaatkan sumber Hidup Daerah Jawa Barat) pengamatan
daya alam akan menimbulkan suatu yang dilakukan secara time series terhadap
perubahan terhadap ekosistem yang akan tutupan lahan di DAS Citarum Hulu
5
mempengaruhi kelestarian sumber daya menggunakan citra Landsat TM tahun
alam itu sendiri. Pemanfaatan sumber daya 1983, 1993 dan 2002, membuktikan telah
alam yang melebihi ambang batas daya terjadi penurunan luas lahan bervegetasi
dukung lahan dan tanpa memperhatikan seperti hutan sebesar -54% dan
aspek kelestariannya akan mendorong berkurangnya lahan resapan air, serta
terjadinya suatu bencana yang akan terjadinya peningkatan lahan terbangun
merugikan masyarakat juga, seperti halnya seperti perkotaan sebesar +223%
banjir yang terjadi di Bandung Selatan sepanjang tahun 1983 sampai 2002.
akhir-akhir ini karena rusaknya daerah Banyaknya jumlah desa yang terdapat
resapan air di sekitar hulu sungai Citarum. disekitar DAS Citarum Hulu dengan
3
Data Kementerian Lingkungan Hidup karakteristik berkepadatan penduduk
menyatakan tutupan hutan di daerah tinggi dan rendahnya kepemilikan lahan,
aliran sungai (DAS) Citarum sejak 2000 kehidupan masyarakatnya yang sangat
sampai 2009 menurun drastis. Dari 71.750 tergantung pada hutan dengan budaya
hektare menjadi 9.899 hektare, atau bercocok tanam dan sistem ekonomi yang
berkurang 98 persen. Luas hutan pada berbasis lahan dan kurang berkembang
2009 tinggal 1,4 persen dari total luasan serta tidak adanya alternatif profesi lain
DAS Citarum yang mencapai 716.372 selain sebagai petani, merupakan faktor
hektare. Sebaliknya, luas permukiman pendorong terjadinya tekanan yang besar
semakin bertambah pesat. Dari hanya terhadap lahan bervegetasi di DAS Citarum
81.685 hektar pada 2000 menjadi 176.441 Hulu. Tekanan tersebut menyebabkan
hektar pada Tahun 2009. Luas sawah meningkatnya jumlah lahan kosong
dalam kurun waktu yang sama juga dimana lahan hutan diubah oleh
bertambah dari 244.662 hektar menjadi masyarakat menjadi lahan untuk
6
262.034 hektar, dan luasan perkebunan pertanian.

2
Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, Rajagarafindo Persada, Jakarta, 1996,
hlm 1-2.
3
Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Status Lingkungan Hidup Indonesia 2010, Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Jakarta, 2010, hlm. 72 -73
4
Fitri Nurfatirani dan Adi Nugroho, Manfaat Hidrologis Hutan di Hulu DAS Citarum, Makalah Hasil Penelitian Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, 2010, hlm. 182
5
Satelit sumber daya alam yang digunakan untuk beberapa kegiatan survei maupun penelitian, antara lain geologi,
pertambangan, geomorfologi, hidrologi, dan kehutanan.
6
Fitri Nurfatirani, Op Cit, hlm 183

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 77


Alih fungsi tersebut berakibat memiliki modal untuk menjadi petani. Hal
rusaknya lahan hutan di hulu Citarum, itu menimbulkan dampak serius kepada
hutan kayu keras kini sudah berganti perkebunan sayur di Kertasari, orang yang
menjadi lahan tanaman sayuran seperti datang dengan uang banyak lalu menyewa
kentang, wortel, kol, dan daun bawang tanah garapan. Alih fungsi wilayah hutan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dah menjadi lahan sayuran berlangsung
harganya mahal dan tidak terlalu dengan laju yang agresif dan berlangsung
7
mengalami fluktuasi harga. Akibat dari hingga 2002. Dugaan lainnya perambahan
perambahan hutan di daerah Hulu Sungai ini terjadi ketika iklim reformasi bergulir
Citarum, tanah disekitar hulu perlahan- di Indonesia, yaitu munculnya konflik
lahan mengalami kerusakan, sumber mata agraria antara pemangku kepentingan
air terkena pendangkalan dan daerah (Pemerintah dan masyarakat).
tangkapan air jadi berkurang drastis. Berdasarkan uraian pada latar
Tanaman sayur yang ditanam pada belakang masalah disertai dengan
kemiringan lahan lebih dari 45 derajat juga permasalahan di atas maka dapat
menyebabkan tanah tergerus saat hujan, dirumuskan permasalahannya sebagai
dan menimbulkan sedimentasi atau berikut:
pendangkalan sungai. Citarum pun mudah 1. Apa yang menjadi dasar hukum atas
meluap ketika hujan deras karena daya terjadinya alih fungsi kawasan hutan
tampungnya mengecil. Sebagai gambaran di hulu sungai Citarum yang menjadi
kerusakan hutan sekitar Gunung Wayang, kawasan pertanian?
yang merupakan hulu Sungai Citarum yang 2. Siapa yang bertanggung jawab atas
sudah begitu parah dan cenderung alih fungsi kawasan hutan di hulu
diabaikan dampaknya dengan mudah sungai Citarum yang dijadikan
terlihat, banjir langganan selalu kawasan pertanian yang menga
menggenangi kawasan Kecamatan kibatkan banjir di Bandung Selatan?
Baleendah, Kecamatan Banjaran dan 3. Masalah hukum yang timbul akibat
Kecamatan Majalaya (Kabupaten dari pengalihan fungsi kawasan hutan
Bandung), bahkan sampai ke Kabupaten di hulu sungai Citarum yang menjadi
Karawang di hilir. kawasan pertanian terhadap
Mengenai kapan terjadinya lingkungan dan masyarakat, dan cara
penjarahan dan perambahan ini terjadi penyelesaiannya?
sangat sulit untuk memastikannya, namun
kegiatan ini marak terjadi setelah krisis Berdasarkan permasalahan di atas,
ekonomi pada Tahun 1997. Maraknya tujuan yang diangkat adalah:
pemberian Kredit Usaha Tani sekitar tahun 1. Untuk mengetahui dan meneliti dasar
1998 membuat semua orang kian mudah hukum dalam pelaksanaan alih fungsi

7
Wawancara dengan Bapak Agus Deradjat, penduduk setempat sekaligus aktivis lingkungan hidup dan mantan ketua
LMDH Tarumajaya, pada hari sabtu, tangga 5 Januari 2014, jam 10.00 s/d 16.00, di lingkungan beliau (Desa Tarumajaya
Cibeureum)

78 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


kawasan hutan di hulu sungai Citarum Penguasaan hutan oleh Negara bukan
yang menjadi kawasan pertanian. merupakan pemilikan, tetapi Negara
2. Untuk lebih meneliti dan menganalisis memberi wewenang kepada Pemerintah
pertanggungjawaban atas alih fungsi untuk mengatur dan mengurus segala
kawasan hutan di hulu sungai Citarum sesuatu yang berkaitan dengan hutan,
yang menjadi kawasan pertanian kawasan hutan dan hasil hutan,
dapat mengakibatkan banjir di menetapkan kawasan hutan atau
Bandung Selatan. mengubah status kawasan hutan,
3. Untuk meneliti dan menganalisis mengatur dan menetapkan hubungan
masalah hukum yang timbul akibat hukum antara orang dengan hutan atau
pengalihan fungsi kawasan hutan di kawasan hutan dan hasil hutan, serta
hulu sungai Citarum yang menjadi mengatur perbuatan hukum mengenai
kawasan pertanian terhadap kehutanan.
lingkungan dan masyarakat. Pasal 2 ayat (1) Undang Undang No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Tulisan ini dibuat berdasarkan hasil Pokok-Pokok Agraria, menyatakan bahwa:
penelitian yuridis sosiologis dengan
8
menggunakan metode deskriptif analitis. “Atas dasar ketentuan dalam pasal 33
Penelitian ditujukan untuk meng ayat (3) Undang-undang Dasar dan
gambarkan fakta-fakta hukum secara hal-hal sebagai yang dimaksud dalam
komperhensif mengenai objek penelitian, pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa,
yakni efektifitas pengendalian ruang di termasuk kekayaan alam yang
kawasan hutan hulu sungai Citarum. terkandung didalamnya itu pada
Penelitian ini dilakukan melalui tingkatan tertinggi dikuasai oleh
metode pendekatan yang menggunakan Negara, sebagai organisasi kekuasaan
wawancara, baik terstruktur ataupun tidak seluruh rakyat.”
terstruktur, pengamatan tidak terlibat, dan
Focus Group Discussion(FGD). Metode Peraturan-Peraturan di Indonesia
penelusuran data atau bahan hukum yang berkaitan dengan alih fungsi kawasan
primer ini dapat digunakan salah satu atau hutan, antara lain:
lebih sesuai dengan permasalahan yang a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun
ditelitidan metode pendekatan yang 2004 tentang Penetapan Peraturan
dipergunakan. Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
B. Pembahasan Perubahan atas Undang-Undang
1. Dasar hukum pengalihfungsian Nomor 41 Tahun 1999 tentang
kawasan hutan di hulu sungai Kehutanan menjadi Undang-Undang,
Citarum yang menjadi kawasan antara lain Pasal 1 butir (1) dan (4),
pertanian Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 yang

8
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, 1988, hlm. 11.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 79


menyatakan: eksternal; dan
5) menjamin distribusi manfaat yang
Pasal 1 butir (1) dan (4): berkeadilan dan berkelanjutan.
1) Kehutanan adalah sistem Pasal 4, menyatakan bahwa Semua
pengurusan yang bersangkut paut hutan di dalam wilayah Republik
dengan hutan, kawasan hutan, dan Indonesia termasuk kekayaan alam
hasil hutan yang diselenggarakan yang terkandung di dalamnya dikuasai
secara terpadu. oleh Negara untuk sebesar-besar
2) Hutan negara adalah hutan yang kemakmuran rakyat.”
berada pada tanah yang tidak
dibebani hak atas tanah. b. Peraturan Pemerintah Nomor 10
Pasal 2, menyatakan bahwa Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penyelenggaraan kehutanan Perubahan Peruntukan dan Fungsi
berasaskan manfaat dan lestari, Kawasan Hutan.
kerakyatan, keadilan, kebersamaan, Pelepasan kawasan hutan untuk
keterbukaan, dan keterpaduan. pengembangan budi daya pertanian
Pasal 3, menyatakan bahwa atau yang lebih dikenal dengan istilah
Penyelenggaraan kehutanan konversi hutan dilaksanakan
bertujuan untuk sebesar-besar berdasarkan Peraturan Pemerintah
kemakmuran rakyat yang berkeadilan Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata
dan berkelanjutan dengan: Cara Perubahan Peruntukan dan
1) menjamin keberadaan hutan Fungsi Kawasan Hutan. Dengan
dengan luasan yang cukup dan pertimbangan bahwa pengembangan
sebaran yang proporsional; usaha pertanian perlu ditunjang oleh
2) mengoptimalkan aneka fungsi penyederhanaan peraturan
hutan yang meliputi fungsi perundang-undangan yang mengatur
konservasi, fungsi lindung, dan tentang pelepasan kawasan hutan dan
fungsi produksi untuk mencapai pemberian hak guna usaha.
manfaat lingkungan, sosial, budaya, Berdasarkan alasan tersebut, maka
dan ekonomi, yang seimbang dan Pemerintah menetapkan tentang Tata
lestari; Cara Perubahan Peruntukan dan
3) meningkatkan daya dukung daerah Fungsi Kawasan Hutan. Peraturan
aliran sungai; Pemerintah tersebut mengatur
4) meningkatkan kemampuan untuk tentang pengertian kawasan hutan
mengembangkan kapasitas dan yang dapat dilepaskan, tata cara,
keberdayaan masyarakat secara pengajuan permohonan dan proses
partisipatif, berkeadilan, dan penerbitan keputusan persetujuan,
berwawasan lingkungan sehingga cara pengajuan hak guna usaha, dan
mampu menciptakan ketahanan lain-lain.
sosial dan ekonomi serta ketahanan Pelepasan kawasan hutan di atur
terhadap akibat perubahan dalam Peraturan Pemerintah No. 10

80 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


tentang Tata Cara Perubahan c. taman buru.
Peruntukan dan Fungsi Kawasan 3) Kawasan hutan produksi
Hutan dalam Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal sebagaimana dimaksud pada ayat
5 yang menjelaskan antara lain sebagai (1), terdiri atas:
berikut: a. hutan produksi terbatas;
Pasal 1 ayat (16) menyatakan b. hutan produksi tetap; dan
bahwa Pelepasan kawasan hutan c. hutan produksi yang dapat
adalah perubahan peruntukan dikonversi.
kawasan hutan produksi yang dapat Pasal 5 menyatakan bahwa
dikonversi menjadi bukan kawasan Perubahan peruntukan dan fungsi
hutan”. kawasan hutan sebagaimana
Pasal 2 menyatakan bahwa dimaksud dalam Pasal 2 ditetapkan
Perubahan peruntukan dan fungsi oleh Menteri dengan didasarkan pada
kawasan hutan dilakukan untuk hasil penelitian terpadu.
memenuhi tuntutan dinamika Permohonan pelepasan kawasan
pembangunan nasional serta aspirasi hutan di atur dalam Pasal 20, Pasal 21,
masyarakat dengan tetap dan Pasal 27 yang menjelaskan antara
berlandaskan pada optimalisasi lain sebagai berikut:
distribusi fungsi, manfaat kawasan
hutan secara lestari dan berkelanjutan, Pasal 20 menyatakan:
serta keberadaan kawasan hutan 1) Permohonan pelepasan kawasan
dengan luasan yang cukup dan sebaran hutan sebagaimana dimaksud
yang proporsional. dalam Pasal 8 ayat (1) diajukan oleh
Pasal 4 menyatakan: pemohon kepada Menteri.
1) Kawasan hutan sebagaimana 2) Permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 meliputi dimaksud pada ayat (1) harus
kawasan hutan yang memiliki memenuhi persyaratan
fungsi pokok sebagai hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
konservasi, hutan lindung, dan 9.
hutan produksi.
2) Kawasan hutan konservasi Pasal 21 menyatakan bahwa Men
sebagaimana dimaksud pada ayat teri setelah menerima permohonan
(1) meliputi: dan meneliti kelengkapan persyaratan
a. kawasan suaka alam, terdiri atas: sebagaimana dimaksud dalam Pasal
(1). cagar alam; dan 20, dapat menerbitkan surat
(2). suaka margasatwa. penolakan atau menerbitkan
b. kawasan pelestarian alam, persetujuan prinsip pelepasan
terdiri atas: kawasan hutan.
(1). taman nasional; Pasal 25 menyatakan bahwa
(2). taman wisata alam; dan Berdasarkan keputusan Menteri
(3). taman hutan raya. tentang pelepasan kawasan hutan dan

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 81


dipenuhinya persyaratan lain sesuai b) pemanfaatan hasil hutan kayu
dengan peraturan perundang- hanya dapat dilakukan dari hasil
undangan, instansi yang berwenang di kegiatan penanaman;
bidang pertanahan menerbitkan c) m e m p e r t i m b a n g k a n
sertifikat Hak Atas Tanah. keanekaragaman hayati dan
keanekaragaman budaya;
c. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : d) m e n u m b u h k e m b a n g k a n
P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan keanekaragaman komoditas dan
Kemasyarakatan. jasa;
e) meningkatkan kesejahteraan
Pasal 1 butir (1) dan (2): masyarakat yang berkelanjutan;
1) Hutan kemasyarakatan adalah f) memerankan masyarakat
hutan negara yang pemanfaatan sebagai pelaku utama;
utamanya ditujukan untuk g) adanya kepastian hukum;
m e m b e rd aya ka n m a sya ra ka t h) transparansi dan akuntabilitas
setempat. publik;
2) Pemberdayaan Masyarakat i) partisipatif dalam pengambilan
setempat adalah upaya untuk keputusan.
meningkatkan kemampuan dan Pasal 3, menyatakan bahwa
kemandirian masyarakat setempat Penyelenggaraan hutan
untuk mendapatkan manfaat kemasyarakatan dimaksudkan untuk
sumberdaya hutan secara optimal pengembangan kapasitas dan
dan adil melalui pengembangan pemberian akses terhadap masyarakat
kapasitas dan pemberian akses setempat dalam mengelola hutan
dalam rangka peningkatan secara lestari guna menjamin
kesejahteraan masyarakat ketersediaan lapangan kerja bagi
setempat. masyarakat setempat untuk
memecahkan persoalan ekonomi dan
Pasal 2 ayat (1) dan (2): sosial yang terjadi di masyarakat.
1) Penyelenggaraan hutan Pasal 4, menyatakan bahwa Hutan
kemasyarakatan berasaskan: kemasyarakatan bertujuan
a) manfaat dan lestari secara meningkatkan kesejahteraan
ekologi, ekonomi, sosial dan masyarakat setempat melalui
budaya; pemanfaatan sumber daya hutan
b) musyawarah-mufakat; secara optimal, adil dan berkelanjutan
c) keadilan. dengan tetap menjaga kelestarian
2) Untuk melaksanakan asas fungsi hutan dan lingkungan hidup.
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan prinsip: d. Surat Gubernur Jawa Barat No.
a) tidak mengubah status dan 522/1224/Binprod Tahun 2003
fungsi kawasan hutan; tentang Perlindungan dan

82 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


Pengamanan Kawasan Hutan di Jawa 2. Pihak yang bertanggung jawab atas
Barat yang menyatakan: alih fungsi kawasan hutan di hulu
1) Pada kawasan Hutan Lindung, sungai Citarum yang dijadikan
kawasan Hutan Konservasi dan kawasan pertanian
Kawasan Hutan Wisata di seluruh Berdasarkan dari analisis perubahan
Jawa Barat, dilarang ruang pada kawasan hutan di hulu sungai
melaksanakan penebangan pohon Citarum dari Tahun 1997 hingga Tahun
serta dilarang melaksanakan 2013, perubahan penggunaan lahan yang
kegiatan tumpangsari. paling besar adalah perubahan lahan dari
2) Pada kawasan Hutan Produksi di hutan dan tegalan yang menjadi
seluruh Jawa Barat yang berlereng permukiman, kebun campuran dan daerah
di atas 40%, dilarang industri. Secara umum dapat disimpulkan
melaksanakan kegiatan bahwa perubahan lahan diakibatkan oleh
tumpangsari. kegiatan manusia, terutama di daerah
3) Pada kawasan Hutan Produksi di pedesaan menjadi permukiman (komplek
seluruh Jawa Barat yang perumahan). Bahwa perubahan tersebut
berkriteria seperti di bawah ini, lebih di dominasi oleh perubahan
juga dilarang melaksanakan perbuatan, yaitu perubahan yang
penebangan pohon yaitu pada dilakukan oleh aktivitas manusia.Hal ini
lahan/kawasan sebagai berikut: ditunjukkan dengan peningkatan masing-
a) Lahan yang berlereng 40% masing untuk luasan jenis liputan lahan
b) Kawasan Perlindungan kebun campuran, permukiman.industri
Setempat yaitu terdiri dari dan persawahan.
sempadan pantai, sempadan Kawasan hutan di hulu sungai Citarum
sungai, lokasi mata air serta Gunung Wayang pada dasarnya
sekitar waduk, situ dan danau. pengelolaannya dipercayakan kepada
c) Kawasan Perlindungan lainnya PERUM PERHUTANI UNIT III Jawa Barat,
yaitu kawasan resapan air serta BKPH Pangalengan, RPH Wayang Windu.
kawasan rawan bencana Pada saat yang lalu hutannya terbagi
letusan gunung berapi, gempa menjadi Hutan Lindung dan Hutan
bumi, dan longsor. Produksi, namun mulai tahun 2003 status
Pelaksanaan reboisasi hutanya menjadi hutan lindung saja.
/rehabilitasi dengan sistem Gunung Wayang oleh Perum Perhutani
tumpangsari, hanya dimungkinkan dibagi menjadi beberapa petak
pada kawasan Hutan Produksi yang diantaranya, Petak 73 dengan luas 265,9
berlereng 40%, tetapi itupun Ha yang merupakan Zona Inti Hulu Sungai
disamping harus secara selektif, juga Citarum, Petak 18, 19, 20, 68, dan 69.
dalam pengolahan tanahnya harus Berhimpit dengan Petak 73 ada kawasan
menerapkan sistem terasering sesuai perkebunan The dan Kina, yaitu
dengan teknologi yang dianjurkan. Perkebunan Teh Swasta LONSUM (London
Sumatera) seluas 627 Ha dengan HGU (Hak

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 83


Guna Usaha) berakhir sampai dengan Permasalahan tersebut di atas timbul
2023. Perkebunan Kina PT Bukit Tunggul suatu pertanyaan siapa atau lembaga mana
yang terbagi menjadi dua afdeling: yang bertanggung jawab atas
Cikembang dan Kertamanah dengan luas pengalihfungsian tersebut? Kelembagaan
lebih kurang 1200 Ha, HGU nya telah menurut Ruttan dan Hayami10 adalah
berakhir pada 31 Desember 1997. aturan di dalam suatu kelompok
Perkebunan ini pada tahun 1996 masyarakat atau organisasi yang
mengambil kebijakan menyewakan lahan memfasilitasi koordinasi antar anggotanya
terhadap petani besar, sehingga memicu untuk membantu mereka dengan harapan
perambahan kawasan hutan di hulu sungai setiap orang atau organisasi mencapai
Citarum.9 tujuan bersama yang diinginkan.
11
Alih fungsi tersebut berakibat Sedangkan menurut Ostrom
rusaknya lahan hutan di hulu sungai mendefinisikan kelembagaan sebagai
Citarum.Hutan kayu keras kini sudah aturan dan rambu-rambu sebagai panduan
berganti menjadi lahan tanaman sayuran yang dipakai oleh para anggota untuk
seperti kentang, wortel, kol, dan daun mengatur hubungan yang saling mengikat
bawang yang mempunyai nilai ekonomis dan tergantung satu sama lain.
12
tinggi dah harganya mahal dan tidak terlalu Menurut North lebih menekankan
mengalami fluktuasi harga. Akibat dari kelembagaan sebagai aturan main di dalam
perambahan hutan di daerah hulu sungai suatu kelompok yang sangat dipengaruhi
Citarum, tanah di sekitar hulu sungai oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan
tersebut secara perlahan-lahan mengalami politik.
kerusakan. Sumber mata air terkena Kelembagaan adalah aturan yang yang
pendangkalan dan daerah tangkapan air memfasilitasi organisasi dalam
jadi berkurang drastis.Citarum pun mudah berkoordinasi dan bekerjasama untuk
meluap ketika hujan deras karena daya mencapai tujuan bersama yang diinginkan.
tampungnya mengecil. Sebagai gambaran Aturan disini mencakup aturan formal dan
kerusakan hutan sekitar Gunung Wayang, non formal yang diperlukan dan disepakati
yang merupakan hulu Sungai Citarum yang bersama. Karena itu aturan disini harus
sudah begitu parah dan cenderung jelas, terukur dan konsisten. Organisasi
diabaikan dampaknya dengan mudah atau institusi yang terlibat diharapkan
terlihat, banjir langganan selalu mempunyai sumber daya manusia yang
menggenangi kawasan Kecamatan kredibel dan mempunyai pengetahuan
Baleendah, Kecamatan Banjaran dan serta pengertian yang cukup tentang
Kecamatan Majalaya (Kabupaten permasalahan yang ada.
Bandung), bahkan sampai ke Kabupaten Kenyataannya hutan lindung dikelola
Karawang di hilir. dan dimanfaatkan oleh banyak pihak

9
Agus Deradjat, Bunga Rampai Gunung Wayang,makalah,hlm. 3
10
Kirsfianti Ginoga, Sulistya Ekawati dan Deden Djaenudin, Biaya Transaksi Pengelolaan DAS Perspektif Untuk Sub DAS
Citatih, Artikel Online, diakses tanggal 14 Juni 2013 di http://kelembagaandas.wordpress.com
11
Ibid
12
Ibid

84 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


(multistakeholders). Pihak-pihak tersebut harus dipertahankan minimal 30% dari
dapat dikategorikan: luas daerah aliran sungai dan atau pulau
1) Lembaga Pemerintah dengan sebaran yang proporsional. Dan
a) Pemerintah Pusat: Perda Propinsi Jawa Barat No. 2 Tahun
(1). Departemen Perencanaan 2003 tentang RTRWP Jawa Barat, Pasal 31
dan Pembangunan Nasional menetapkan kawasan lindung sebesar
(Bappenas); 45% dari luas seluruh wilayah Jawa Barat
(2). Departemen Pekerjaan meliputi kawasan yang berfungsi lindung
Umum; di dalam kawasan hutan dan di luar
(3). Departemen Kehutanan; kawasan hutan. Maka untuk daerah Hulu
(4). Departemen Perkebunan Citarum, aturan luas ini tidak terpenuhi,
dan Pertanian; dan karena luas kawasan hutan hanya 15.7
(5). Departemen Lingkungan persen pada Tahun 2005. Untuk itu perlu
Hidup mewujudkan kesamaan persepsi antar
2) BUMN/BUMD yaitu Perum Perhutani. pembuat kebijakan untuk pengelolaan
3) Lembaga Non Pemerintah, dan kawasan hutan lindung yang adil,
4) Masyarakat. transparan, bertanggung jawab dan
Masing-masing pihak mempunyai konsekwen antara pusat dan daerah.
kepentingan, bahkan kadang-kadang Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun
bertentangan. Sehingga tidak meng 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
herankan ada kecenderungan kawasan terdapat pengaturan pembagian
14
hutan dikelola secara terfragmentasi. kewenangan yang bersifat concurrent
Untuk itu penguatan kelembagaan untuk secara proporsional antara Pemerintah
pemantapan kawasan hutan lindung perlu Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan
dilakukan dengan menyatukan dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
menselaraskan para pihak. maka disusunlah suatu kriteria yang
Apabila pemantapan kawasan hutan meliputi eksternalitas, akuntabilitas,
15
dikaitkan dengan Undang-Undang Pokok efisiensi dan keserasian hubungan dengan
Kehutanan No. 41 Tahun 1999 Pasal 18 memperhatikan keserasian hubungan
yang menyatakan luas kawasan hutan yang pengelolaan urusan pemerintahan antar

13
Ibid
14
Concurrent adalah urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan
bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
15
Kriteria eksternalitas didasarkan atas pemikiran bahwa tingkat pemerintahan yang berwenang atas suatu urusan
pemerintahan ditentukan oleh jangkauan dampak yang diakibatkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
tersebut.
Kriteria akuntabilitas yaitu tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan dampak yang timbul adalah yang paling
berwenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut.
Kriteria efisiensi didasarkan pada pemikiran bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan sedapat mungkin
mencapai skala ekonomis yang dapat disinergikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
demokratisasi sebagai esensi dasar dari kebijakan desentralisasi.
Kriteria keserasian hubungan adalah pengelolaan bagian urusan pemerintah yang dikerjakan oIeh tingkat
pemerintahan yang berbeda, bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling tergantung (interdependensi), dan
saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem dengan memperhatikan cakupan kemanfaatan.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 85


tingkat pemerintahan. akibat dari ulah manusia itu sendiri, dari
Para pihak yang bertanggung jawab hari ke hari ancaman terhadap kerusakan
atas pemanfaatan ruang pada kawasan lingkungan semakin meningkat.
hutan di Hulu Sungai Citarum yang menjadi Banyaknya pembukaan lahan baru
kawasan pertanian jika tutup mata terus mengakibatkan banyaknya hutan yang
dan saling menyalahkan pada akhirnya dirusak karena umumnya pembukaan
tidak akan memenuhi kriteria lahan tersebut tidak mengikuti kaidah
eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi dan
ekologi. Rusaknya hutan akan merusak
keserasian hubungan yang baik dan benar ekosistem yang ada di hutan tersebut dan
sehingga fungsi hukum dalam pengawasan di sekitar hutan dan merusak semua sistem
serta penanggulangan masalah kehidupan di setiap komponen yang ada di
pemanfaatan ruang di kawasan hutan hulu bumi ini. Melestarikan hutan berarti
sungai Citarum tidaka akan berfungsi menyelamatkan semua komponen
sebagaimana mestinya, maka rusaknya kehidupan, hutan yang terjaga akan
kawasan hutan di hulu Sungai Citarum memberikan tata air yang baik pada daerah
yang meliputi Kecamatan Kertasari, hilirnya sehingga akan menyelamatkan
Kecamatan Ibun, dan Kecamatan Pacet, semua kegiatan umumnya dan kegiatan
lambat laun akan menimbulkan bencana ekonomi khususnya, selain itu hutan yang
bagi masyarakat di Kabupaten Bandung terjaga akan memberikan manfaat sangat
termasuk yang berada di sekitar DAS besar bagi lingkungan, hutan sebagai paru-
Citarum yang juga melintasi wilayah paru dunia akan mengurangi pemanasan
Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten bumi, mengurangi kekeringan saat musim
Cianjur, Kabupaten Purwakarta, dan panas dan mengurangi risiko longsor dan
Kabupaten Karawang. banjir saat musim hujan. Sumber masalah
kerusakan lingkungan terjadi sebagai
3. Masalah hukum yang timbul akibat akibat dilampauinya daya dukung
dari pengalihan fungsi kawasan lingkungan, yaitu tekanan penduduk
hutan di hulu sungai Citarum yang terhadap lahan yang berlebihan.
menjadi kawasan pertanian Kerusakan klingkungan hanyalah akibat
terhadap lingkungan dan atau gejala saja, karena itu
masyarakat, dan cara penanggulangan kerusakan lingkungan itu
penyelesaian sendiri hanyalah merupakan
Saat ini kondisi hutan Negara di penanggulangan yang sistematis, yaitu
Provinsi Jawa Barat terjadi kerusakan yang penanggulangannya harus dilakukan lebih
sangat memprihatinkan, terutama sebagai mendasar yang berarti menanggulangi
akibat perambahan dan penjarahan, yang penyebab dari kerusakan lingkungan.
apabila segera tidak ditangani, selain akan Karena itu sebab kerusakan lingkungan
menimbulkan bencana banjir, longsor, dll, yang berupa tekanan penduduk terhadap
juga dapat membahayakan terhadap sumber daya alam yang berlebih harus
kelestarian alam dan lingkungan. ditangani.
Masalah lingkungan timbul sebagai Pengelolaan penggunaan lahan yang

86 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


telah berpenduduk dan yang masih jarang mengakibatkan pencemaran dan/atau
penduduknya atau yang belum perusakan lingkungan hidup. Kemudian
berpenduduk sering mengundang Pasal 69 ayat (1) huruf h UU No.32 Tahun
munculnya masalah, khususnya di 2009 menyatakan bahwa setiap orang
Indonesia antara lain; kontradiksi antara dilarang melakukan pembukaan lahan
kebutuhan dan batasan-batasan yang berat dengan cara membakar. Sedangkan Pasal
demi lingkungan hidup, meningkatnya 108 UU No.32 Tahun 2009 menyatakan
keperluan hidup, terjadinya kerusakan bahwa setiap orang yang melakukan
tanah karena kurang pemeliharaan. pembakaran lahan sebagaimana dimaksud
Seperti halnya terjadinya dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h dipidana
pengalihfungsiaan di hulu sungai Citarum dengan pidana penjara paling singkat 3
yang menjadi pertaniaan (pada umumnya (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh)
dengan cara bertanam dengan tahun dan denda paling sedikit
16
caratumpangsari ). Dari berbagai masalah Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)
tersebut timbul masalah lain yaitu masalah dan paling banyak Rp10.000.000.000,00
hukum. (sepuluh miliar rupiah).
Permasalahan tumpangsari ini adalah Kegiatan tumpangsari dengan cara
salah satu penyebab terjadinya kerusakan melakukan pembakaran lahan di sekitar
lingkungan di sekitar kawasan hutan hulu kawasan hulu Citarum ini jika dilakukan
Citarum. Banyak pohon yang ditanam terus menerus tidak menutup
untuk penghijauan dan reboisasi kemungkinan akan menjadi suatu bencana
dimatikan lagi oleh penduduk karena yang bersifat langsung seperti banjir, erosi,
dianggap mengganggu tanaman usaha dll dan yang bersifat tidak langsung seperti
taninya sehingga tidak jarang mereka pemanasan global. Jika bencana ini terjadi
menetap di tempat tersebut, ada juga yang maka bukan hanya masyarakat Kecamatan
melakukan perpindahan ladang dan Kertasari, Kecamatan Ibun, dan Kecamatan
pembukaan lahan baru. Perpindahan dan Pacet, yang terkena dampak bencana tetapi
pembukaan lahan ini rata-rata dilakukan juga masyarakat di Kabupaten Bandung
dengan cara pembakaran lahan. Jika sering termasuk yang berada di sekitar DAS
terjadi pembakaran hutan pada lahan- Citarum yang juga melintasi wilayah
lahan perkebunan yang besar memberikan Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten
dampak yang buruk pada lingkungan Cianjur, Kabupaten Purwakarta, dan
hutan disekitarnya. Pasal 69 ayat (1) huruf Kabupaten Karawang. Bencana ini
a UU No.32 Tahun 2009 tentang dampaknya sangatlah merugikan bagi
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan masyarakat dan hal ini tidak sesuai dengan
Hidup menyatakan bahwa setiap orang Pasal 65 ayat (1) UU No.32 Tahun 2009
dilarang melakukan perbuatan yang yang menyatakan bahwa setiap orang

16
Tumpangsari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) di kawasan hutan yang berupa pelibatan dua
jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang
sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman
budidaya yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 87


berhak atas lingkungan hidup yang baik dan/atau kegiatan jika Pemerintah
dan sehat sebagai bagian dari hak asasi menganggap Pemerintah Daerah secara
manusia. sengaja tidak menerapkan sanksi
Masyarakat jika merasa dirugikan oleh administratif terhadap pelanggaran yang
kegiatan tumpangsari ini dapat melakukan serius di bidang perlindungan dan
suatu usul dan pengaduan karena setiap pengelolaan lingkungan hidup.
orang berhak mengajukan usul dan/atau Pasal 78 menyatakan bahwa sanksi
keberatan terhadap rencana usaha administratif sebagaimana dimaksud
dan/atau kegiatan yang diperkirakan dalam Pasal 76 tidak membebaskan
dapat menimbulkan dampak terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
lingkungan hidup dan setiap orang berhak kegiatan dari tanggung jawab pemulihan
juga melakukan pengaduan akibat dugaan dan pidana.
p e n c e m a ra n d a n / a t a u p e r u s a k a n Pasal 79 menyatakan bahwa
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pengenaan sanksi administratif berupa
Pasal 65 ayat (3) dan (5) UU No.32 Tahun pembekuan atau pencabutan izin
2009. lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pengaduan yang dilakukan oleh Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d
masyarakat itu jika terbukti maka lembaga dilakukan apabila penanggung jawab
yang berwenang dapat melakukan sanksi usaha dan/atau kegiatan tidak
berupa administratif dan pidana. Sanksi melaksanakan paksaan Pemerintah.
administratif di atur dalam Pasal 76 ayat Pasal 98 ayat (1) menyatakan bahwa
(1) (2), Pasal 77, Pasal 78, dan Pasal 79 UU setiap orang yang dengan sengaja
No.32 Tahun 2009. Sanksi pidananya di melakukan perbuatan yang
atur antara lain dalam Pasal 98 ayat (1) dan mengakibatkan dilampauinya baku mutu
Pasal 99 ayat (1). udara ambien, baku mutu air, baku mutu
air laut, atau kriteria baku kerusakan
Pasal 76 menyatakan: lingkungan hidup dipidana dengan pidana
a. Menteri, gubernur, atau bupati/ penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
walikota menerapkan sanksi paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
administratif kepada penanggung paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
jawab usaha dan/atau kegiatan jika miliar rupiah) dan paling banyak
d a l a m p e n gawa s a n d i te m u ka n Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
pelanggaran terhadap izin lingkungan. rupiah).
b. Sanksi administratif terdiri atas: Pasal 99 ayat (1) menyatakan bahwa
1) teguran tertulis; setiap orang yang karena kelalaiannya
2) paksaan pemerintah; mengakibatkan dilampauinya baku mutu
3) pembekuan izin lingkungan; atau udara ambien, baku mutu air, baku mutu
4) pencabutan izin lingkungan. air laut, atau kriteria baku kerusakan
Pasal 77 menyatakan bahwa Menteri lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
dapat menerapkan sanksi administratif penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
terhadap penanggung jawab usaha paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling

88 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar perundang-undangan ini juga tidak
rupiah) dan paling banyak diterapkan oleh Perhutani karena
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Perhutani tetap melarang tumpangsari
Permasalahan hukum di Indonesia dengan berdasar pada Surat Gubernur
terjadi karena beberapa hal, baik dari Jawa Barat No. 522/1224/Binprod Tahun
sistem peradilannya, perangkat hukumnya, 2003 tentang Perlindungan dan
inkonsistensi penegakan hukum, Pengamanan Kawasan Hutan di Jawa Barat
intervensi kekuasaan, maupun Kebijakan Perhutani yang didasarkan
perlindungan hukum. Seperti halnya pada surat Gubernur Jawa Barat No.
permasalahan hukum di dalam obyek 522/1224/Binprod Tahun 2003 ini
penelitian yang terjadi terdapat peraturan sesungguhnya tidak mempunyai kekuatan
perundang-undangan setingkat Undang- hukum apabila dihubungkan dengan Pasal
Undang (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 7 ayat (1) Undang-Undang No 10 Tahun
2004 tentang Penetapan Peraturan 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Perundang-undangan. Dasar kebijakan
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Perhutani ini hanya berupa surat yang
atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun bukan suatu peraturan perundang-
1999 tentang Kehutanan menjadi Undang- undangan yang berlaku di Indonesia.
Undang) dan Peraturan Pemerintah (PP Kebijakan Perhutani ini tidak tepat karena
No.10 Tahun 2010 tentang Tata Cara surat Gubernur tersebut tidak termasuk
Perubahan Peruntukan dan Fungsi kedalam jenis dan hierarki peraturan
Kawasan Hutan) yang seharusnya perundang-undangan dan bukan termasuk
peraturan ini melindungi dan menjaga peraturan perundang-undangan yang
kelestarian hutan tetapi justru mengikat secara umum. Jika melihat pada
memperbolehkan adanya peluang untuk Pasal 7 ayat (4) dan ayat (5) Undang-
melakukan tumpangsari di dalam kawasan Undang No.10 Tahun 2004 merujuk
hutan. Hal ini tidak sesuai dengan Undang- kepada Asas Lex superior derogat legi
Undang No.32 Tahun 2009 tentang inferior yaitu dimana peraturan yang lebih
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan tinggi akan mengesampingkan peraturan
Hidup. Dalam Pasal 1 angka (2) Undang- yang lebih rendah apabila mengatur
Undang No.32 Tahun 2009 menyatakan subtansi yang sama dan bertentangan.
bahwa perlindungan dan pengelolaan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No 12
lingkungan hidup adalah upaya sistematis Tahun 2011 yang menyatakan:
dan terpadu yang dilakukan untuk Jenis dan hierarki Peraturan
melestarikan fungsi lingkungan hidup dan Perundang-undangan adalah sebagai
mencegah terjadinya pencemaran berikut :
dan/atau kerusakan lingkungan hidup a. Undang-Undang Dasar Negara
yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, Republik Indonesia Tahun 1945;
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, b. Ketetapan Majelis Permu
dan penegakan hukum. syawaratan Rakyat;
Kenyataanya (das Sein) peraturan c. Undang-Undang / Peraturan

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 89


Pemerintah Pengganti Undang- a. politik luar negeri;
Undang; b. pertahanan;
d. Peraturan Pemerintah; c. keamanan;
e. Peraturan Presiden; d. yustisi;
f. Peraturan Daerah Provinsi; e. moneter dan fiskal nasional; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten f. agama.
/Kota. Melihat kewenangan Pemerintah
tersebut menimbulkan pertanyaan apakah
Begitu pula Pasal 7 ayat (4) Undang- urusan tanah (termasuk hutan, DAS, dll)
Undang No 10 Tahun 2004 yang menjadi kewenangan pihak Pemerintah
menyatakan bahwa Kekuatan hukum yang mana, pusat atau daerah? Oleh karena
peraturan perundang-undangan adalah secara tersurat (letter lijk) kewenangan
sesuai dengan hierarki sebagaimana Pemerintah “hanya” meliputi 6 urusan
dimaksud pada ayat (1). minus urusan tanah maka dapat
Surat Gubernur Jawa Barat bermanfaat ditafsirkan bahwa urusan tanah
dalam rangka mengatasi kerusakan hutan merupakan kewenangan Pemerintah
akibat cara bertanam tumpangsari. Daerah. Dari hal tersebut timbul suatu
Berkaitan dengan hal ini surat Gubernur permasalahan hukum peraturan mana
tersebut selaras dengan kewenangan yang seharusnya dipatuhi atau dijalani
Pemerintahan Daerah yang diamanatkan untuk menjalankan tugasnya? Peraturan
dalam ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang- perundang-undangan (Undang-Undang
Undang No. 32 tentang Pemerintahan Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Daerah yang menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Pemerintahan Daerah menyelenggarakan Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
urusan Pemerintahan yang menjadi Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41
kewenangannya, kecuali urusan Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi
Pemerintahan yang oleh Undang-Undang Undang-Undang dan Peraturan
ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah. Pemerintah No.10 Tahun 2010 tentang
Pasal 10 ayat (2) yang menyatakan bahwa Tata Cara Perubahan Peruntukan dan
Dalam menyelenggarakan urusan Fungsi Kawasan Hutan) atau Surat
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Gubernur Jawa Barat No.
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 522/1224/Binprod Tahun 2003 tentang
(1), Pemerintah Daerah menjalankan Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur Hutan di Jawa Barat?
dan mengurus sendiri urusan Melihat masalah hukum di atas, maka
Pemerintahan berdasarkan asas otonomi peneliti mempunyai suatu solusi atau
dan tugas pembantuan, dan Pasal 10 ayat penyelesaiannya yaitu dalam penyelesaian
(3) menyatakan bahwa urusan masalah ini peneliti lebih setuju terhadap
Pemerintahan yang menjadi urusan kebijakan pihak Perum Perhutani yang
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada merujuk kepada surat Gubernur Jawa
ayat (1) meliputi: Barat No. 522/1224/Binprod Tahun 2003

90 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


tentang Perlindungan dan Pengamanan mengikat dan tidak bertentangan dengan
Kawasan Hutan di Jawa Barat yang Undang-Undang No. 10 Tahun 2004.
melarang adanya tindakan tumpangsari Analisis di atas adalah sesuatu yang
karena menurut peneliti secara normatif bersifat das Sollen karena apabila
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 ditelusuri lebih lanjut terhadap ketentuan
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pasal 69 ayat (2) UU No.32 Tahun 2009
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun yang menyatakan ketentuan sebagaimana
2004 tentang Perubahan atas Undang- dimaksud pada ayat (1) huruf h
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang memperhatikan dengan sungguh-sungguh
Kehutanan menjadi Undang-Undang dan kearifan lokal di daerah masing-masing,
Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 2010 dan penjelasan pasal ini menyatakan
tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan kearifan lokal yang dimaksud dalam
dan Fungsi Kawasan Hutan adapeluang ketentuan ini adalah melakukan
untuk memperbolehkan adanya pembakaran lahan dengan luas lahan
tumpangsari. Dalam masalah ini maksimal 2 hektare per kepala keluarga
seyogyanya pihak Pemerintah Daerah untuk ditanami tanaman jenis varietas
Provinsi Jawa Barat dan DPRD Provinsi lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar
Jawa Barat mengadopsi surat Gubernur sebagai pencegah penjalaran api ke
Jawa Barat No. 522/1224/Binprod Tahun wilayah sekelilingnya, maka secara das Sein
2003 tentang Perlindungan dan ketentuan sanksi administrasi dan sanksi
Pengamanan Kawasan Hutan di Jawa Barat pidana dalam UU No.32 Tahun 2009 ini
tersebut menjadi Peraturan Daerah sesuai tidak mungkin diterapkan secara optimal.
dengan Pasal 44 Undang-Undang No. 32 Penegakan hukum (perdata dan
Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pidana) terhadap masyarakat yang
setiap penyusunan peraturan perundang- melakukan kegiatan tumpangsari tidak
undangan pada tingkat nasional dan akan efektif karena penjelasan Pasal 69
daerah wajib memperhatikan ayat (2) UU No.32 Tahun 2009 menjadi
perlindungan fungsi lingkungan hidup dan alasan pemaaf bagi warga yang menggarap
prinsip perlindungan dan pengelolaan lahan (yang pada umumnya di bawah atau
lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan kurang dari 2 hektare) untuk menanami
yang di atur dalam Undang-Undang ini. tanaman jenis varietas lokal.
Apabila Peraturan Daerah ini sudah Ketidakberdayaan hukum ini terjadi
dikeluarkan maka Pemerintah Provinsi karena jangankan terhadap masyarakat
Jawa Barat mempunyai kewenangan yang yang melakukan kegiatan tumpangsari,
lebih kuat untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang melakukan
dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembakaran lahan dengan luas lahan
kebijakan, Peraturan Daerah, dan maksimal 2 hektare per kepala keluarga
peraturan kepala daerah kabupaten/kota pun UU No.32 Tahun 2009 memaafkan
berdasarkan Pasal 63 ayat (2) huruf h UU mereka. Pada akhirnya Perhutani hanya
No.32 Tahun 2009. Sehingga substansinya bisa melarang kegiatan tumpangsari
mempunyai kekuatan hukum yang berdasarkan surat Gubernur Jawa Barat

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 91


No. 522/1224/Binprod Tahun 2003 tetapi Pemerintah dalam kegiatan tumpangsari
tidak bisa melakukan proses penegakan ini apabila dilakukan secara tidak serius
hukum (sanksi administrasi dan pidana) dan akhirnya kegiatan tumpangsari ini
terhadap warga yang melakukan menimbulkan suatu bencana yang
tumpangsari dengan cara melakukan merugikan masyarakat maka dapat
pembakaran lahan tersebut. Begitu pula diberikan sanksi sebagaimana disebutkan
peraturan daerah yang akan mengadopsi dalam Pasal 112 UU No.32 Tahun 2009
surat Gubernur Jawa Barat untuk yang menyatakan bahwa setiap pejabat
melakukan pelarangan terhadap pelaku berwenang yang dengan sengaja tidak
penanaman tumpangsari dan pembakaran melakukan pengawasan terhadap ketaatan
lahan tidak akan mempunyai kekuatan penanggung jawab usaha dan/atau
hukum mengikat dan memaksa karena kegiatan terhadap peraturan perundang-
akan bertentangan dengan UU No.32 undangan dan izin lingkungan
Tahun 2009. sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan
Pemerintah dalam masalah ini Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya
sebaiknya melakukan pengawasan dalam pencemaran dan/atau kerusakan
kegiatan tumpangsari dan kegiatan ini lingkungan yang mengakibatkan hilangnya
diberikan izin UKL-UPL sebagaimana nyawa manusia, dipidana dengan pidana
disebutkan dalam Pasal 36 UU No.32 Tahun penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
2009. denda paling banyak Rp500.000.000,00
Pasal 36 menyatakan bahwa: (lima ratus juta rupiah).
a. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang Masyarakat juga dalam masalah ini
wajib memiliki amdal atau UKL-UPL berhak mengajukan gugatan jika mereka
wajib memiliki izin lingkungan. merasa dirugikan sebagaimana disebutkan
b. Izin lingkungan sebagaimana dalam Pasal 91 UU No.32 Tahun 2009.
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
berdasarkan keputusan kelayakan Pasal 91 menyatakan:
lingkungan hidup sebagaimana a. Masyarakat berhak mengajukan
dimaksud dalam Pasal 31 atau gugatan perwakilan kelompok untuk
rekomendasi UKL-UPL. kepentingan dirinya sendiri dan/atau
c. Izin lingkungan sebagaimana untuk kepentingan masyarakat
dimaksud pada ayat (1) wajib apabila mengalami kerugian akibat
mencantumkan persyaratan yang pencemaran dan/atau kerusakan
dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup.
lingkungan hidup atau rekomendasi b. Gugatan dapat diajukan apabila
UKL-UPL. terdapat kesamaan fakta atau
d. Izin lingkungan diterbitkan oleh peristiwa, dasar hokum, serta jenis
Menteri, gubernur, atau bupati/ tuntutan di antara wakil kelompok dan
walikota sesuai dengan anggota kelompoknya.
kewenangannya. c. Ketentuan mengenai hak gugat
Pengawasan yang dilakukan masyarakat dilaksanakan sesuai

92 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


dengan peraturan perundang- kecenderungan kawasan hutan
undangan. dikelola secara terfragmentasi.
Untuk itu penguatan kelembagaan
C. Penutup untuk pemantapan kawasan
1. Simpulan hutan lindung perlu dilakukan
a. Dasar pengaturan alih fungsi dengan menyatukan dan
kawasan hutan di Hulu Citarum di menselaraskan para pihak.
atur dalam beberapa peraturan c. Permasalahan kerusakan hutan
antara lain Undang-Undang dengan cara melakukan
Nomor 19 Tahun 2004 tentang tumpangsari di sekitar kawasan
Penetapan Peraturan Pemerintah hulu Citarum ini jika dilakukan
Pengganti Undang-Undang Nomor terus menerus tidak menutup
1 Tahun 2004 tentang Perubahan kemungkinan akan menjadi suatu
atas Undang-Undang Nomor 41 bencana yang bersifat langsung
Tahun 1999 tentang Kehutanan seperti banjir, erosi, dll dan yang
menjadi Undang-Undang, bersifat tidak langsung seperti
Peraturan Pemerintah Nomor 10 pemanasan global. Jika bencana
Tahun 2010 tentang Tata Cara ini terjadi maka bukan hanya
Perubahan Peruntukan dan masyarakat Kecamatan Kertasari,
Fungsi Kawasan Hutan, Peraturan Kecamatan Ibun, dan Kecamatan
Menteri Kehutanan Nomor: Pacet, yang terkena dampak
P.37/Menhut-II/2007 tentang bencana tetapi juga masyarakat di
Hutan Kemasyarakatan, dan surat Kabupaten Bandung termasuk
Gubernur Jawa Barat No. yang berada di sekitar DAS
522/1224/Binprod Tahun 2003 Citarum yang juga melintasi
tentang Perlindungan dan wilayah Kabupaten Bandung
Pengamanan Kawasan Hutan di Barat, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Kabupaten Purwakarta, dan
b. Pihak-pihak yang bertanggung Kabupaten Karawang. Bencana ini
jawab atas pengalihfungsiaan dampaknya sangatlah merugikan
kawasan resapan air di Hulu bagi masyarakat dan hal ini tidak
Sungai Citarum dikelola dan sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) UU
dimanfaatkan oleh banyak pihak No.32 Tahun 2009 yang
(multistakeholders). Pihak-pihak menyatakan bahwa setiap orang
tersebut yaitu Lembaga berhak atas lingkungan hidup
Pemerintah, BUMN/BUMD, yang baik dan sehat sebagai
Lembaga non Pemerintah, dan bagian dari hak asasi manusia.
masyarakat. Masing-masing pihak Masyarakat dalam masalah ini
mempunyai kepentingan, bahkan berhak mengajukan gugatan jika
sering kali bertentangan. Sehingga mereka merasa dirugikan
tidak mengherankan ada sebagaimana disebutkan dalam

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 93


Pasal 91 UU No.32 Tahun 2009. masyarakat di Kabupaten
Oleh Karena itu Pemerintah Bandung termasuk yang berada di
sebagai pengelola wajib sekitar DAS Citarum yang juga
mengawasi kegiatan tumpangsari melintasi wilayah Kabupaten
ini dan memberikan izin UKL-UPL Bandung Barat, Kabupaten
sesuai dengan Pasal 36 UU No.32 Cianjur, Kabupaten Purwakarta,
Tahun 2009. dan Kabupaten Karawang.
c. Guna penyelesaian masalah ini,
2. Saran masyarakat jika merasa dirugikan
a. Mengingat kompleksnya oleh kegiatan tumpangsari ini
permasalahan hutan lindung, dapat melakukan suatu usul dan
perlu ditinjau kembali dan pengaduan karena setiap orang
disempurnakan kebijakan berhak mengajukan usul dan/atau
(peraturan) yang dibuat haruslah keberatan terhadap rencana
komprehensif, terintegrasi dan usaha dan/atau kegiatan yang
dapat dipertanggungjawabkan. diperkirakan dapat menimbulkan
Diperlukan peraturan per dampak terhadap lingkungan
undangan yang mengatur aspek hidup dan setiap orang berhak
kelembagaan hutan lindung, juga melakukan pengaduan akibat
termasuk kelembagaan pusat dan dugaan pencemaran dan/atau
daerah, Penekanan kewenangan perusakan lingkungan hidup
pengelolaan hutan lindung tetap sebagaimana dimaksud Pasal 65
pada pemda, dengan peng ayat (3) dan (5) UU No.32 Tahun
embangan koordinasi antar 2009. Pengaduan yang dilakukan
departemen, pusat-daerah, dan oleh masyarakat itu jika terbukti
antara satu daerah dengan daerah maka lembaga yang berwenang
lainnya. dapat melakukan sanksi berupa
b. Para pihak yang bertanggung administratif dan pidana. Sanksi
jawab atas pengalihfungsiaan administratif di atur dalam Pasal
kawasan resapan air di Hulu 76 ayat (1) (2), Pasal 77, Pasal 78,
Sungai Citarum yang menjadi dan Pasal 79 UU No.32 Tahun
kawasan pertanian seyogyanya 2009. Sanksi pidananya di atur
tidak tutup mata terus dan saling antara lain dalam Pasal 98 ayat (1)
menyalahkan, dan jika tidak dan Pasal 99 ayat (1).Pemerintah
sesegera untuk menuntaskan juga sebaiknya dalam masalah ini
masalah ini, maka rusaknya melakukan pengawasan dengan
kawasan hutan atau gunung di serius dalam kegiatan
hulu Sungai Citarum yang meliputi tumpangsari dan oleh Pemerintah
Kec. Kertasari, Kec. Ibun, dan Kec. kegiatan ini diberikan izin UKL-
Pacet, lambat laun akan UPL sebagaimana disebutkan
menimbulkan bencana bagi dalam Pasal 36 UU No.32 Tahun

94 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014


2009. Tetapi apabila pengawasan Pemerintah Pengganti Undang-
yang dilakukan Pemerintah dalam Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
mengawasi kegiatan tumpangsari Perubahan atas Undang-Undang
ini dilakukan secara tidak serius Nomor 41 Tahun 1999 tentang
dan akhirnya kegiatan Kehutanan menjadi Undang-Undang.
tumpangsari ini menimbulkan
suatu bencana yang merugikan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
masyarakat maka dapat diberikan 2010 tentang Tata Cara Perubahan
sanksi sebagaimana disebutkan Peruntukan dan Fungsi Kawasan
dalam Pasal 112 UU No.32 Tahun Hutan.
2009. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2010
tentang Perusahaan Umum (PERUM)
DAFTAR PUSTAKA Kehutanan Negara.

Buku Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.


Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan
dan Pembangunan Bidang Kehutanan, Kemasyarakatan.
Rajagarafindo Persada, Jakarta, 1996.
Surat Gubernur Jawa Barat No. 522 / 1224/
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodelogi Binprod Tahun 2003 tentang
Penelitian Hukum dan Jurimetri, Perlindungan dan Pengamanan
Ghalia Indonesia, Semarang, 1988. Kawasan Hutan di Jawa Barat

Tim dari Kementerian Lingkungan Hidup Jurnal dan Makalah


Republik Indonesia, Status
Lingkungan Hidup Indonesia 2010, Agus Deradjat, Bunga Rampai Gunung
Kementerian Lingkungan Hidup Wayang, makalah, hlm. 3
Republik Indonesia, Jakarta, 2010. Fitri Nurfatirani dan Adi Nugroho, Manfaat
Peraturan Perundang-undangan Hidrologis Hutan di Hulu DAS
Citarum, Makalah Hasil Penelitian
Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen Sosial Ekonomi dan Kebijakan
ke tiga), Penabur Ilmu. Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
2010.
Undang-Undang Dasar 1945 (amandemen
ke empat), Penabur Ilmu. Kuntana Magnar, Inna Junaenah, dan Giri
Ahmad Taufk, Tafsir MK Atas Pasal 33
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 UUD 1945: (Studi Atas Putusan MK
tentang Perlindungan dan Mengenai Judicial Review UU No.
Pengelolaan Lingkungan Hidup. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 20/2002), Jurnal Konstitusi, Volume
tentang Penetapan Peraturan 7, Nomor 1, Februari 2010.

Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 95


Sumber Lain

Kirsfianti Ginoga, Sulistya Ekawati dan


Deden Djaenudin, Biaya Transaksi
Pengelolaan DAS Perspektif Untuk Sub
DAS Citatih, Artikel Online, diakses
tanggal 14 Juni 2013 di http://
kelembagaandas. word press.com

Wawancara dengan Bapak Agus Deradjat,


penduduk setempat sekaligus aktivis
lingkungan hidup dan mantan ketua
LMDH Tarumajaya, pada hari sabtu,
tangga 5 Januari 2014, jam 10.00 s/d
16.00, di lingkungan beliau (Desa
Tarumajaya Cibeureum)

96 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014

Anda mungkin juga menyukai