Anda di halaman 1dari 45

I.

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Dalam sebuah perusahaan, laporan keuangan merupakan gambaran

kinerja manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan yang telah

dipercayakan oleh pemegang saham. Tujuan laporan keuangan adalah

menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja entitas, dan

arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kelangan pengguna

laporan dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2009).

Kualitas laba mengacu pada relevansi laba, dalam mengukur tingkat

kinerja perusahaan. Penentu kualitas laba mencakup lingkungan usaha

perusahaan dan prinsip akuntansi yang dipilih dan diaplikasikan dalam

perusahaan. Dalam hal ini pengukuran kualitas laba, menguraikan analisis

kualitas laba pada laporan laba rugi dan neraca, dan tentang faktor eksternal

yang dapat mempengaruhi kualitas laba ( John J dkk, 2005).

Informasi yang dihasilkan dari pengelolaan laba yang bersifat

oportunis dapat menyebabkan pengambilan keputusan investasi yang salah

bagi investor (Sylvia dn Utama, 2006). Dalam perspekstif pengambilan

keputusan investasi, informasi laba sangat penting bagi investor dan bagi

pemegang saham untuk mengetahui kualitas laba supaya mereka dapat

mengambil informasi. Oleh karena itu kualitas laba menjadi perhatian bagi

investor dan para kebijakan akuntansi serta pemerintahan (Sugiarto dan


Siagian, 2007). Mayangsari (2009) menemukan bahwa peningkatan kualitas

laba laporan keuangan terjadi ketika standar akuntansi berkualitas tinggi.

Kualitas laba dapat dilihat dari manfaat bagi pengambilan keputusan

bisnis para pengguna laporan keuangan maupun dari core earnings (Schipper,

2004). Kualitas laba yang dihasilkan perusahaan mempengaruhi reaksi yang

diberikan (Easton, 1989). Kualitas laba yang tinggi menunjukkan bahwa

investor tertarik pada informasi laba (Molaei dkk, 2012). Ketika keuntungan

meningkat, maka laba perusahaan dikatakan berkualitas (Hajezi dkk, 2005).

Fenomena adanya skandal keuangan menunjukkan bahwa laporan

keuangan telah gagal dalam memenuhi kebutuhan informasi kepada pengguna

laporan. Laba yaitu bagian dari laporan keuangan yang harus dipertimbangkan

oleh pengguna laporan, tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang

kondisi ekonomis dari perusahaan tersebut, sehingga informasi laba yang

disajikan dapat menyesatkan para pengguna laporan keuangan. Di Indonesia

skandal keuangan pernah menimpa beberapa perusahaan yakni PT Telkom

Tbk, PT Indofarma Tbk, PT Lippo, PT Kimia Farma Tbk dan PT KAI.

Dengan adanya banyak skandal keuangan yang terjadi, menimbulkan ktisis

kepercayaan para investoer terhadap pasar modal. Hal ini mendorong

pemerintah untuk meningkatkan penanggulangan terhadap skandal keuangan

yang terjadi. Untuk mengembalikan kepercayaan publik dan investor terhadap

pasar modal, maka disusunlah regulasi mengenai perlindungan investor dan

pengaturan akuntansi terhadap publik (Farida Dessy, 2017)


Faktor yang mempengaruhi kualitas laba yang pertama yaitu dewan

komisaris independen. Fungsi utama dewan komisaris menurut Indonesian

Code For Coorporate Governance ( Farida Dessy, 2017) adalah memberikan

supervise kepada direksi dalam menjalankan tugasnya dan berkewajiban

memberikan pendapat serta saran apabila diminta direksi. Dalam menjalankan

tugasnya anggota dewan komisaris harus terdapat anggota luar perusahaaan

yang independen. Puspitowati Nela (2014) dewan komisaris ini merupakan

pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan karena dewan komisaris

bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen, sedangkan manajemen

bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan,

sehingga dewan komisaris dapat mengawasi segala tindakan manajemen

dalam rangka mengelola perusahaan termasuk kemungkinan manajemen

melakukan manajemen laba (earnings management). Hal tersebut sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Farida Dessy 2017) yang menyatakan

bahwa dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap kualitas

laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Puspitowati Nela, 2014)

yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh

terhadap kualitas laba.

Faktor kedua yang mempengaruhi kualitas laba adalah kepemilikan

manajerial. Kepemilikan manajerial sangat penting karena berkaitan erat

dengan pengendalian operasional perusahaan. Dampak kepemilikan

manajerial sangat beragam. Seperti penelitian yang dilakukan Dhaliwal dkk

(1982) menemukan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi akan


menyebabkan adanya tendensi untuk menaikkan laba untuk kepentingan

pribadi. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan LaFond dan

Roychowdhury (2007) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial yang

tinggi mengindikasikan rendahnya prinsip konservatisme dalam pelaporan

keuangan (kualitas laba yang rendah) (Farida Dessy, 2017). Kepemilikan

manajerial yakni sebagai proporsi pemegang saham dari pihak manajemen

yang aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan. Besarnya kepemilikan

saham oleh manajer dapat mempengaruhi praktek manajemen laba, karena

dengan adanya kepemilikan saham oleh manajer menempatkan manajer

sebagai pemilik perusahaan yang menginginkan return yang besar yaitu

dengan peningkatan laba (Novieyanti Ira, 2016). Hal tersebut sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Farida Dessy, 2017) yang menyatakan bahwa

kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Novieyanti Ira, 2016) yang

menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh signifikan terhadap

kualitas laba.

Faktor ketiga yang mempengaruhi kualitas laba adalah ukuran

perusahaan. Ukuran perusahaan dapat menentukan baik tidaknya kinerja

perusahaan. Investor biasanya lebih memiliki kepercayaan pada perusahaan

besar, karena perusahaan besar dianggap mampu untuk terus meningkatkan

kinerja perusahaannya dengan berupaya meningkatka kualitas labanya.

Semakin besar ukuran suatu perusahaan maka semakin banyak mendapatkan

perhatian baik dari para analis, investor maupun pemerintah (Sukmawati Nur
dkk, 2016). Ukuran perushaan berhubungan dengan kualitas laba karena

semakin besar perusahaan maka semakin tinggi pula kelangsungan usaha

suatu perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangan sehingga perusahaan

tidak perlu melakukan praktik manipulasi laba (Irawati Dhian, 2012). Hal

tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sukmawati Nur dkk,

2016) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan

terhadap kualitas laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Irawati Dhian, 2012), hasil penelitian menyatakan bahwa ukuran perusahaan

tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba.

Faktor keempat yang mempengaruhi kulitas laba adalah pertumbuhan

laba. Pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba periode

sekarang dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi dengan laba

periode sebelumnya (Reyhan Arief, 2014). Pertumbuhan laba dapat diketahui

dengan mengukur market to book ratio (Collins dan Kathori, 1989).

Pertumbuhan laba suatu perusahaan biasanya diakibatkan oleh adanya laba

kejutan yang diperoleh pada periode sekarang. Investor dapat merespon

informasi laba kejutan tersebut sebagai suatu indikasi adanya intervansi dari

pihak manajemen perusahaan terhadap laporan keuangan sehingga laba

mengalami peningkatan. Oleh karena itu laba yang dihasilkan perusahaan

tidak mencerminkan keadaan perusahan yang sesungguhnya (Dira Kadek dkk,

2014). Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Arief Reyhan,

2014) yang menyatakan bahwa pertumbuhan laba berpengaruh signifikan

terhadap kualitas laba. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Dira
Kadek dkk, 2014), hasil penelitian menyatakan bahwa pertumbuhan laba tidak

berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba.

Faktor kelima yang mempengaruhi kualitas laba adalah komite audit.

Perusahaan yang mempunyai komite audit memiliki risiko yang lebih kecil

dalam manajemen laba dibandingkan dengan perusahaan yang tidak

mempunyai komite audit (Novieyanti Ira, 2016). Komite audit mempunyai

peran sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses

penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem

pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya good

coorporate governance (Puspitowati Nela dkk, 2014). Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh (Novieyanti Ira, 2016) yang menyatakan

bahwa komite audit berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Berbeda

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Puspitowati Nela dkk, 2014), yang

menyatakan bahwa komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap

kualitas laba.

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian yang telah dilakukan diatas

menunjukkan hasil yang tidak konsisten sehingga perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai kualitas laba. Penelitian ini mereplikasi penelitian dari

Farida Dessy (2017). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian

Farida Dessy (2017) yaitu pertama, ukuran perusahaan, pertumbuhan laba dan

komite audit sebagai variabel independen. Penambahan variabel tersebut

dilakukan karena variabel ukuran perusahaan berhubungan dengan besar

kecilnya suatu perusahaan yang didasarkan pada total aktiva, total penjualan
dan sebagainya. Variabel kedua yaitu pertumbuhan laba yang berhubungan

dengan naik / turunnya laba pertahun yang biasanya dinyatakan dalam

prosentase. Sedangkan variabel ketiga yaitu komite audit, dipilih karena

variabel tersebut belum pernah digunakan sebelumnya oleh peneliti yang lain.

Perbedaan kedua, penelitian ini menggunakan periode selama lima

tahun yaitu tahun 2012-2016, sedangkan penelitian yang dilakukan Farida

Dessy (2017) menggunakan sampel 2007-2011.

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang berkaitan

dengan Kualitas Laba, maka peneliti melakukan penelitian yang berjudul

“PENGARUH DEWAN KOMISARIS INDEPENDEN, KEPEMILIKAN

MANAJERIAL, UKURAN PERUSAHAAN, PERTUMBUHAN LABA

DAN KOMITE AUDIT TERHADAP KUALITAS LABA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA

EFEK INDONESIA TAHUN 2012-2016”.

1.2 RUANG LINGKUP

Untuk menghasilkan penelitian yang valid, maka penelitian ini

membatasi permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Variabel penelitian ini menggunakan Dewan Komisaris

Independen (X1), Kepemilikan Manajerial (X2), Ukuran

Perusahaan (X3), Pertumbuhan Laba (X4), Komite Audit (X5)

sebagai variabel independen, Kualitas Laba (Y) sebagai variabel

dependen.
2. Objek dari penelitian ini difokuskan pada perusahaan Manufaktur

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Periode penelitian dilakukan selama 5 tahun (2012-2016).

1.3 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang berkaitan

dengan kualitas laba, dapat didefinisikan suatu rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap

Kualitas Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2012-2016?

2. Bagaimana pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas

Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2016?

3. Bagaimana pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba

pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2016?

4. Bagaimana pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Kualitas Laba

pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2016?

5. Bagaimana pengaruh Komite Audit terhadap Kualitas Laba pada

perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

tahun 2012-2016?
1.4 TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh Dewan Komisaris Independen

terhadap Kualitas Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2016.

2. Untuk menganalisis pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap

Kualitas Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2012-2016.

3. Untuk menganalisis pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap

Kualitas Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2012-2016.

4. Untuk menganalisis pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Kualitas

Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2016.

5. Untuk menganalisis pengaruh Komite Audit terhadap Kualitas

Laba pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia tahun 2012-2016

1.5 KEGUNAAN PENELITIAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi berbagai pihak yaitu:

1. Kegunaan Teoritis / Akademis


Penelitian ini menjadi sarana bagi akademisi untuk melatih diri

dalam mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku kuliah

dengan kenyataan di lapangan dan dapat memberikan kontribusi

dalam mengembangkan berbagai analisis terutama yang berkaitan

dengan kualitas laba.

2. Keguanaan Praktis / Empiris

a. Bagi penulis

Penelitian ini memberi bekal pengalaman dan wawasan untuk

mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama

duduk dibangku kuliah dan membandingkan dengan keadaan

dilapangan.

b. Bagi perusahaan

Bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, hasil

penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai kontribusi

praktik berupa masukan agar lebih memperhatikan feedback

yakni seberapa besar manfaat yang berhubungan dengan

kualitas laba.

c. Bagi pihak lain

Diharapkan penelitian ini dapat memeperluas wawasan

pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan referensi

dalam melakukan penelitian selanjutnya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agensi

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan keagenan

adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor

(principal). Principal didefinisikan sebagai pihak yang memberikan

mandat kepada pihak lain yang disebut agen untuk dapat bertindak atas

nama agen tersebut. Perbedaan antara principal dan agent akan timbul

manakala principal tidak dapat dengan mudah untuk memantau kinerja

dari agen. Karena principal tidak pernah memiliki informasi yang

mencukupi mengenai kinerja agen, maka principal tidak pernah merasa

pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil actual

perusahaan. Dalam konsep teori keagenan, asimetri infomasi mampu

mendorong dan memotivasi manajer untuk bersikap oportunis, yaitu

memanipulasi informasi kinerja yang dipublikasikannya (Jensen dan

Meckling, 1976).

Menurut (Cascino , 2010) konflik agensi mendorong manajer

untuk menyembunyikan informasi pribadi dari pihak luar dengan

adanya konsekuensi negatif terhadap kualitas laporan keuangan

perusahaan.

Teori keagenan didasarkan oleh tiga asumsi, yaitu asumsi sifat

manusia (human assumptions), asumsi keorganisasian (organization


assumptions) dan asumsi informasi (information assumptions)

(Susanto,2012).

2.1.2 Kualitas Laba

Laporan keuangan menjadi alat utama bagi perusahaan untuk

menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban

pihak manajemen. Salah satu informasi yang bisa diambil dari laporan

keuangan yaitu laba (Boediono, 2005).

Laba merupakan informasi utama yang disajikan dalam

laporan keuangan, sehingga angka-angka dalam laporan keuangan,

menjadi hal krusial yang harus dicermati oleh pemakai laporan

keuangan (Sari dan Riduwan, 2013)

Menurut PSAK Nomor 1, informasi laba diperlukan untuk

menilai perubahan potensi sumber daya ekonomis yang mungkin

dapat dikendalikan dimasa depan, menghasilkan arus kas dari sumber

daya yang ada, dan untuk perumusan pertimbangan tentang aktivitas

perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya (IAI,2009).

Laba yang berkualitas merupakan laba yang mencerminkan

kelanjutan laba (sustainable earnings) dimasa depan, yang ditentukan

oleh komponen akrual dan kondisi kas yang menunjukkan kinerja

keuangan perusahaan yang sebenarnya (Djamaluddin, 2008). Kualitas

laba yang diukur dengan menggunakan ukuran perubahan akrual

total,dikatakan sebagai laba berkualitas jika laba tersebut mempunyai


perubahan akrual total yang kecil. Pengukuran ini mengasumsikan

bahwa perubahan total akrual disebabkan oleh perubahan

discretionary accruals. Estimasi discretionary accual dapat diukur

secara langsung untuk menentukan kualitas laba yang dilaporkan dan

sebaliknya (Sutopo, B 2009).

Menurut Konsep Kualitatif Kerangka Kerja (international

Accounting Standarts Board, IASB, 2009) menyatakan bahwa laba

yang berkualitas adalah laba yang laba yang bermanfaat dalam

pengembalian keputusan yaitu memiliki karakteristik relevan, dapat

dipahami, dapat dipercaya dan dapat diperbandingkan.

Dhaliwal (1991) ERC adalah salah satu ukuran yang

digunakan untuk mengukur kaulitas laba. Kualitas laba dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu risiko sistematik atau beta,

ukuran perusahaan, persistensi laba, pertumbuhan laba, struktur

modal, kualitas auditor, likuiditas dan kaulitas akrual.

Menurut Sari dan Riduwan (2011) kualitas laba adalah laba

yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas

operasional perusahaan. Laba akuntansi berdasarkan akrual

memunculkan isu tentang kualitas laba, karena laba dari proses

akuntansi akrual potensial menjadi objek perekayasaan laba (earning

management). Trinawati (2013) mengemukakan bahwa kualitas laba

dapat diartikan sebagai kemampuan informasi akan laba yang


menyampaikan fenomena yang sebenarnya terjadi, dengan kata lain

dapat diartikan bahwa kualitas laba adalah kemampuan perusahaan

dalam melaporkan laba yang tidak berbeda dari laba yang

sesungguhnya.

Dari berbagai pengertian-pengertian peneliti terdahulu dapat

ditarik kesimpulan bahwa kualitas laba adalah kemampuan

perusahaan dalam melaporkan laba yang sebenarnya, dengan kata lain

melaporkan laba yang akan digunakan untuk memprediksi laba

dimasa depan dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan.

2.1.3 Good Coorporate Governance

Good Coorporate Governance didefinisikan oleh OECD (The

Organization for Economic Coorporation and Development) sebagai

sistem yang digunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan

kegiatan bisnis perusahaan. Coorporate governance mengatur

pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan

terhadap kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham,

dewan pengurus dan semua anggota stakeholders non pemegang

saham ( Sutojo dan Aldridge, 2005)

Menurut Forum for Coorporate Governance in Indonesian

(FCGI) Muid (2009) definisi coorporate governance yaitu

seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang

saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,


karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal

lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban ereka atau

dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan.

Good Coorporate Governance mempunyai lima tujuan.

Kelima tujuan tersebut antara lain melindungi hak dan kepentingan

pemegang saham, melindungi hak dan kepentingan para anggota

stakeholders non pemegang saham, meningkatkan nilai perusahaan

dan para pemegang saham, meningkatkan efisiensi dan efektifitas

kerja dewan pengurus dengan manajemen senior perusahaan (Farida

Dessy, 2017)

Dalam penelitian ini coorporate governance diproaksikan

menjadi tiga variabel yaitu Dewan komisaris independen, kepemilikan

manajerial dan komite audit.

2.1.3.1 Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris merupakan salah satu struktur tata

kelola perusahaan yang mempunyai peran yang sangat

penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas

proses penyusunan laporan keuangan. Melalui pengawasan

yang dilakukan dewan komisaris terhadap kinerja

manajemen maka diharapkan akan mengurangi atau

meminimalkan manajemen laba (Farida dessy, 2017).


Menurut Wahyudi (2010) dewan komisaris

merupakan mekanisme pengendalian tertinggi yang

bertanggungjawab untuk memonitor tindakan manajemen

puncak. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan

bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk

melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada

direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

Good Coorporate Governance (GCG).

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance

(2006) bahwa dewan komisaris sebagi organ perusahaan

bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk

melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada

direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

Good Coorporate Governance, namun dewan komisaris

tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan

operasional. Dewan komisaris independen berperan dalam

melakukan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat

mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan

keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan keuangan

yang berkualitas (Boediono, 2005).

Dari berbagai penelitian-penelitian tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa dewan komisaris independen

adalah orang yang melakukan fungsi pengawasan dalam


menyusun laporan keuangan agar dapat diperoleh suatu

laporan yang berkualitas dan mendorong terciptanya

lingkungan kerja yang lebih obyektif dan menempatkan

kewajaran diantara kepentingan pemegang saham dengan

stakeholders.

2.1.3.2 Kepemilikan Manajerial

Menurut Muid (2009) kepemilikan manajerial yaitu

kepemilikan saham oleh manajemen yang secara aktif ikut

mengambil keputusan perusahaan. Menurut Trisnawati

(2013 : 35) kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan

saham oleh pihak manajemen perusahaan. Adriani (2011)

menjelaskan bahwa kepemilikan manajerial adalah proporsi

pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif

ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur

dan komisaris) (Puspitowati Nella, 2014).

Kepemilikan manajerial merupakan saham

perusahaan yang dimiliki oleh manajemen perusahaan.

Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan

dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan antara

pemegang saham luar dengan manajemen, sehingga

permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila


seorang manajer adalah pemilik juga (Jensen dan Meckling,

1976).

Dari berbagai penelitian-penelitian tersebut dapat

ditarik kesimpulan bahwa kepemilikan manajerial adalah

kepentingan yang menyelaraskan antara kepentingan

manajemen dengan pemegang saham, dan akan

memperoleh manfaat secara langsung dari keputusan yang

diambil dan juga menanggung konsekuensi dari

pengambilan keputusan yang salah.

2.1.3.3 Komite Audit

Menurut Siallagan dan Machfoedz (2006) komite

audit merupakan pihak yang bertanggungjawab untuk

mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal,

dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk

audit eksternal) dapat mengurangi sifat oportunistik

manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings

management) dengan cara mengawasi laporan keuangan

dan melakukan pengawasan pada audit eksternal. Adriani

(2011) menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang

dibentuk oleh dewan komisaris dalam rangka membantu

melaksanakan tugas dan fungsinya.


Menurut peraturan BAPEPAM Nomor : SE-

03/PM/2000 komite audit adalah komite yang dibentuk

oleh dewan komisaris yang tugasnya membantu dewan

komisaris dengan memberikan pendapat professional yang

independen untuk meningkatkan kualitas kerja serta

mengurangi penyimpangan pengelolaan perusahaan.

Bursa Efek Jakarta (BEJ) mengeluarkan peraturan

yang mengatur tentang pembentukan komite audit.

Peraturan tersebut mewajibkan tercata memiliki komite

audit yang beranggotakan minimal tiga orang independen,

diketuai oleh dewan komisaris independen dan salah satu

anggotanya harus memiliki keahlian dalam bidang

akuntansi dan keuangan (Suaryana, 2005).

Bradbury dkk, (2004) menyatakan bahwa komite

audit bertugas membantu dewan komisaris untuk

memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen

untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Tugas

komite audit meliputi menelaah kebijakan akuntansi yang

diterapkan oleh perusahaan, menilai pengendalian internal,

menelaah sistem pelaporan eksternal dan kepatuhan

terhadap peraturan.
Menurut berbagai penelitian-penelitian terdahulu

dapat ditarik kesimpulan bahwa komite audit adalah pihak

yang memberikan pendapat professional yang independen

kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal yang

disampaikan oleh direksi dalam membantu melaksanakan

tugas dan fungsi dewan komisaris.

2.1.4 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat

diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara

lain: total asset, kapitalisasi pasar, jumlah karyawan, nilai pasar saham,

log penjualan dan lain-lain (Anggraini, 2006).

Brigham dan Houston (2006) menyatakan bahwa ukuran

perusahaan adalah skala besar kecilnya suatu perusahaan yang dapat

diklasifikasikan berdasarkan berbagai cara antara lain dengan ukuran

pendapatan, total asset dan total ekuitas. Ukuran perusahaan yang

dinyatakan dengan total asset menunjukkan bahwa semakin besar total

asset yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka semakin besar ukuran

perusahaan tersebut. Apabila suatu perusahaan mempunyai total asset

dengan jumlah besar, maka akan mencerminkan bahwa perusahaan

tersebut memiliki kondisi yang relatif stabil dan mampu menghasilkan

laba yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang hanya

memiliki total asset yang sedikit.


Ukuran perusahaan adalah suatu skala untuk mengklasifikasikan

besar atau kecilnya perusahaan menurut beberapa cara yakni total

aktiva, log size, total penjualan dan nilai pasar saham. Investor dalam

menginvestasikan modalnya akan memilih perusahaan yang mampu

melibatkan kinerja yang baik agar modal yang ditanamkan nantinya

memperoleh hasil yang menguntungkan. Semakin besar ukuran suatu

perusahaan maka going concern perusahaan tersebut akan semakin

tinggi dalam meningkatkan kinerja keuangan yang akan menyebabkan

perusahaan tidak perlu melakukan praktik manajemen laba.

Menurut berbagai penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa ukuran perusahaan adalah skala perusahaan yang

dilihat dari total nilai aktiva dan digunakan dengan dasar bahwa

besarnya nilai total aktiva mencerminkan kekayaan yang dimiliki oleh

suatu perusahaan dan diasumsikan bahwa semakin besar nilai total

aktiva maka semakin besar ukuran perusahaan yang diperkirakan akan

menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis.

2.1.5 Pertumbuhan Laba

Reyhan Arief (2014) mengemukakan bahwa pertumbuhan laba

adalah variabel yang menjelaskan prospek pertumbuhan perusahaan

pada masa mendatang. Perusahaan yang memiliki kesempatan untuk

tumbuh yang lebih besar mempunyai koefisien respon laba yang tinggi.

Kondisi ini menunjukkan semakin besar kesempatan perusahaan


mendapatkan laba atau menambah laba pada masa mendatang. Dengan

demikian semakin pesat pertumbuhan perusahaan maka laba yang

dihasilkan perusahaan semakin berkualitas.

Menurut Irma (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan laba

adalah suatu kenaikan laba atau penurunan laba pertahun yang biasanya

dinyatakan dalam prosentase. Apabila suatu perusahaan memiliki

kesempatan untuk bertumbuh, maka perusahaan dapat meningkatkan

labanya dimasa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa laba yng

dihasilkan merupakan laba yang berkualitas. Jadi semakin tinggi

kesempatan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang maka semakin

tinggi pula kualitas labanya.

Pertumbuhan laba dapat diketahui dengan mengukur market to

book ratio (Collins dan Kathori, 1989). Pertumbuhan laba suatu

perusahaan biasanya diakibatkan oleh adanya laba kejutan yang

diperoleh pada periode sekarang. Investor dapat merespon informasi

laba kejutan tersebut sebagai suatu indikasi adanya intervensi dari pihak

manajemen perusahaan terhadap laporan keuangan sehingga laba

mengalami peningkatan. Oleh karena itu, laba yang dihasilkan

perusahaan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang

sesungguhnya (Dira Kadek dkk, 2014).

Dari berbagai penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa pertumbuhan laba adalah kenaikan atau penurunan


laba pada periode tertentu dan mampu memberikan profitabilitas yang

tinggi dimasa depan, mampu mencerminkan bahwa perusahaan

memiliki kesempatan bertumbuh terhadap labanya.

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian untuk

meneliti tentang Pengaruh Dewan Komisaris Independen, Kepemilikan

Manajerial, Ukuran Perusahaan, Pertumbuhan Laba dan Komite Audit

terhadap Kualitas Laba antara lain digambarkan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1

Penelitian terdahulu

No Nama Peneliti, Tahun, Variabel Teknik Hasil


Judul Analisis Penelitian
1. Dessy Noor Farida, X 1: Dewan Analisis X1 = tidak
Metta komisaris Regresi signifikan
Kusumumaningtyas independen Linier X2 =
(2017) X2: Berganda signifikan
Pengaruh Dewan Kepemilikan
Komisaris Independen manajerial
dan Kepemilikan Y: Kualitas
Manajerial terhadap laba
kualitas laba
2. Nur Annisa Citra X1: Struktur Analisis X1 = tidak
Sukmawati, Modal Regresi signifikan
Diamonalisa Sofianty, X2: Ukuran Linier X2 =
Edi Sukarmanto (2016) Perusahaan Berganda signifikan
Pengaruh Struktur Modal Y: Kualitas
dan Ukuran Perusahaan Laba
terhadap kualitas laba
(studi pada Perusahaan
Manufaktur Sub sector
Makanan dan Minuman
yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun
2010-2014
3. Tulus Suryanto (2016) X1: Analisis X1 = tidak
Pengaruh Accounting Accounting Regresi signifikan
Disclosure, Accounting Disclosure Berganda X2 =
Harmonization dan X2: signifikan
Komite Audit terhadap Accounting X3 =
Kualitas Laba Harmozation signifikan
X3: Komite
Audit
Y:
KualitasLaba
4. Ira Ayu Novieyanti X1: Analisis X1 =
(2016) Kepemilikan Regresi signifikan
Pengaruh Mekanisme Manajerial Linier X2 = tidak
Good Corporate X2: Berganda signifikan
Governance terhadap kepemilikan X3 = tidak
Kualitas Laba institusional signifikan
X3:Dewan X4 =
Komisaris signifikan
Independen .
X4: Komite
Audit
Y: Kualitas
Laba
5. Riska Ananda, Endang X1: Analisis X1 =
Surasetyo Ningsih Likuiditas Regresi signifikan
(2016) X2: Linier X2 =
Pengaruh Likuiditas, Kepemilikan Berganda signifkan
Kepemilikan Institusional X3 =
Institusional, dan Ukuran X3 : Ukuran signifikan
Perusahaan terhadap Perusahaan
Kualitas Laba Y : Kualitas
Laba
6. Halimatus Sadiah, X1: Leverage Analisis X1 = tidak
Maswar Patuh Priyadi X2: Regresi signifikan
(2015) Likuiditas Linier X2 =
Pengaruh X3: Size Berganda signifikan
Leverage,Likuiditas,Size, X4: X3 =
Pertumbuhan Laba dan Pertumbuhan signifikan
IOS terhadap Kualitas Laba X4 =
Laba X5: IOS signifikan
Y: Kualitas X5 =
Laba signifikan

7. Arief Reyhan (2014) X1: Komite Analisis X1 = tidak


Pengaruh Komite Audit, Audit Regresi signifikan
Asimetri Infornasi, X2: Asimetri Linier X2 = tidak
Ukuran Perusahaan, Informasi Berganda signifikan
Pertumbuhan Laba dan X3: Ukuran X3 =
Profitabilitas terhadap Perusahaan signifikan
Kualitas Laba (2014) X4: X4 =
Pertumbuhan signifikan
Laba X5 =
X5: signifikan
Profitabilitas
Y: Kualitas
Laba
8. Kadek Prawisanti Dira, X1: Struktur Analisis X1 =
Ida Bagus Putra Astika Modal Regresi signifikan
(2014) X2: Linier X2 = tidak
Pengaruh Struktur Likuiditas Berganda signifikan
Modal, Likuiditas, X3: X3 =
Pertumbuhan Laba, dan Pertumbuhan signifikan
Ukuran Perusahaan pada Laba
Kualitas Laba X4: Ukuran
Perusahaan
Y: Kualitas
Laba
9. Nela Indah X1 : Ukuran Analisis X1 = tidak
Puspitowati, Annisa Komite Regresi signifikan
Amaliya Putri (2014) Audit Linier X2 = tidak
Pengaruh Ukuran X2 : Ukuran Berganda signifikan
Komite Audit, Ukuran Dewan X3 =
Dewan Komisaris, Komisaris signifikan
Kepemilikan Manajerial, X3 : X4 = tidak
dan Kepemilikan Kepemilikan signifikan
Institusional terhadap Manajerial
Kualitas laba X4 :
Kepemilikan
Institusional
10. Dhian Eka Irawati X1 : Struktur Analisis X1 = tidak
(2012) Modal Regresi signifikan
Pengaruh Struktur X2 : Linier X2 =
Modal, Pertumbuhan Pertumbuhan Berganda signifikan
Laba, Ukuran Laba X3 = tidak
Perusahaan, dan X3 : Ukuran signifikan
Likuiditas terhadap Perusahaan X4 =
Kualitas Laba X4 : signifikan
Likuiditas
Sumber : berbagai jurnal penelitian terdahulu
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran merupakan gambaran permasalahan yang diteliti

secara singkat. Kerangka pemikiran menjelaskan bagaimana hubungan antara

variabel independen dengan variabel dependen.

Gambar 2.3

Model Kerangka Pemikiran

Dewan Komisaris Independen (X1)


H1 (+)
Kepemilikan Manajerial (X2)
H2 (-)

H3 (+) Kualitas
Ukuran Perusahaan (X3)
Laba (Y)
H4 (+)
Pertumbuhan Laba (X4)
H5(+)

Komite Audit (X5)

Sumber : dikembangkan dari jurnal utama

2.4 Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji

kebenarannya dengan melihat hasil analisis penelitian. Adapun hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


2.4.1 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Kualitas laba

Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian internal

tertinggi yang bertanggungjawab untuk memonitor tindakan manajemen

puncak. Semakin besar jumlah anggoa dewan komisaris, maka akan

semakin mudah mengendalikan CEO dan semakin efektif dalam

memonitor aktifitas manajemen. Sehingga manajemen dapat membuat

laporan keuangan dengan kualitas laba yang memuaskan.

Menurut teori keagenan maka dewan komisaris independen

telah efektif dalam menjalankan tanggungjawabnya mengawasi kualitas

pelaporan keuangan demi membatasi manajemen laba di perusahaan.

Perusahaan juga menekankan pentingnya independensi dewan

komisaris perusahaan untuk menyediakan monitoring yang efektif

terhadap kegiatan manajerial agar dapat melindungi kepentingan

investor.

Berdasarkan teori tersebut penelitian ini searah dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Puspitowati Nela dkk (2014) yang

menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh positif

terhadap kualitas laba. Dengan demikian hipotesis penelitian ini :

H1 : Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap

Kualita Laba
2.4.2 Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kualitas Laba

Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan

yang dimiliki manajer atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus

pemegang saham. Semakin besar kepemilikan manajerial maka akan

rawan tindakan manajer untuk melakukan manajemen laba yang

menyebabkan kualitas laba menjadi rendah.

Menurut teori keagenan maka kepemilikan manajerial terhadap

kualitas laba dalam laporan keuangan, menemukan bahwa perusahaan

yang memiliki persentase kepemilikan manajerial yang lebih tinggi

menunjukkan pola yang lebih konservatisme dalam melaporkan laporan

keuangan. Hal ini membuktikan bahwa adanya hubungan yang positif

antara kepemilikan manajerial dengan konservatisme maka kualitas

laba yang dihasilkan akan semakin rendah.

Berdasarkan teori tersebut penelitian ini searah dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Yushita Amanita dkk,(2013) yang

menyatakan bahwa kepemilikan manjerial berpengaruh negatif terhadap

kualitas laba. Dengan demikian hipotesis ini :

H2 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif terhadap

Kualitas Laba
2.4.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kualitas Laba

Ukuran perusahaan merupakan faktor ekonomi yang biasa

berpengaruh terhadap kredibilitas atau kualitas laba atau ERC. Ukuran

perusahaan pada dasarnya hanya merupakan faktor ekonomi

identifikasian. Konsekuensi ini adalah adanya hasil penelitian yang

kontradiksi.

Menurut teori keagenan ukuran perusahaan dapat

mempengaruhi kualitas laba suatu perusahaan. Karena semakin besar

suatu ukuran perusahaan, maka tingkat kinerja keuangan semakin baik

dan perusahaan tersebut juga tidak perlu melakukan praktik manajemen

laba, sehingga laba yang dihasilkan dapat dinilai sebagai laba yang

berkualitas

Berdasarkan teori tersebut penelitian ini searah dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Dira Kadek dkk, (2014) yang

menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap

kualitas laba. Dengan demikian hipotesis penelitian ini :

H3 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Kualitas

Laba

2.4.4 Pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Kualitas Laba

Perusahaan yang terus-menerus tumbuh, dengan mudah menarik

modal, dan ini merupakan sumber pertumbuhan. Pertumbuhan yang


mengalami pertumbuhan tinggi akan mampu menyelesaikan proyek-

proyeknya. Karenanya, peningkatan laba akan direspon positif oleh

pemodal. Maka pertumbuhan laba yang semakin tinggi menyebabkan

discretionary accruals suatu perusahaan semakin tinggi pula.

Menurut teori keagenan maka pertumbuhan laba dapat

merespon informasi laba sebagai suatu indikasi adanya prakstik bisnis

yang tidak baik yang dilakukan oleh pihak menejemen perusahaan.

Koefisien respon laba perusahaan tinggi lebih besar dibanding dengan

perusahaan yang memiliki pertumbuhan rendah.

Berdasarkan teori tersebut penelitian ini searah dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Sadiah Halimatus (2015) yang

menyatakan bahwa pertumbuhan laba berpengaruh positif terhadap

kualitas laba. Dengan demikian hipotesis penelitian ini :

H4 : Pertumbuhan Laba berpengaruh positif terhadap Kualitas

Laba

2.4.5 Pengaruh Komite Audit terhadap Kualitas Laba

Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan

komisaris dan membantunya dengan memberikan pendapat untuk

meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan

pengelolaan perusahaan. Tugas komite audit berhubungan dengan

kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat

melaksanakan tugasnya yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan


oleh manajemen. Peran komite audit sangat penting karena

mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang merupakan salah satu

informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan oleh

investor untuk menilai perusahaan.

Menurut teori keagenan maka komite audit memiliki tugas

untuk memperkuat fungsi dewan komisaris dalam menjalankan

pengawasan atas pelaporan keuangan, menejemen risiko, pelaksanaan

audit dan implementasi tata kelola perusahaan yang baik di perusahaan.

Semakin banyak jumlah anggota komite audit, dianggap akan lebih

memudahkan kinerja komite audit dalam menjamin performa kualitas

laporan keuangan yang disajikan oleh menejemen.

Berdasarkan teori tersebut penelitian ini searah dengan

penelitian yang telah dilakukan oleh Suryanto Tulus (2016) yang

menyatakan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas

laba. Dengan demikian hipotesis penelitian ini :

H5 : Komite Audit berpengaruh positif terhadap Kualitas Laba


III. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen

(dewan komisaris independen, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan,

pertumbuhan laba, dan komite audit) terhadap variabel dependen (kualitas

laba). Tujuan disusunnya rancangan penelitian terlebih dahulu agar penelitian

yang dilakukan terarah dan mencapai tujuan. Penelitian ini dilakukan dengan

mengakses laporan keuangan tahunan dengan objek perusahaan manufaktur

yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012 sampai tahun 2016.

Karena data yang dibutuhkan dalam penelitian ini semua sudah

dipublikasikan oleh perusahaan.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Penelitian

Ada dua jenis variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Variabel-variabel tersebut terdiri dari variabel dependen dan variabel

independen. Variabel dependen yang dimaksud adalah kualitas laba

(variabel terikat) sedangkan variabel independen adalah dewan

komisaris independen, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan,

pertumbuhan laba dan komite audit (variabel bebas).


3.2.2 Definisi Operasional

Definisi operasional diperlukan agar digunakan untuk

menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam penafsiran yang

berbeda. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

a) Kualitas Laba (Variabel Terikat)

Pada penelitian ini kualitas laba sebagai variabel dependen,

dihitung dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi,

yaitu Discretionary Accrual (DA) sebagai proksi kualitas laba.

Untuk menghitung discretionary accual yaitu dari perbedaan antara

total accrual dan non discretionary accruals, diskalakan dengan

total asset untuk periode awal, dimana total accrual (TA) adalah

perbedaan antara net income dan cash flow dari kegiatan operasi

yang diformulasikan sebagai berikut :

Discretionary Accrual (DA) = [ TAit – NDAit ]……………(1)


[ ATit-1 ATit-1 ]

Nilai total accrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi

Ordinary Least Square (OLS) sebagi berikut :

TAit = α0 ( 1 ) + α1 ( ΔREVit ) + α2 ( PPEit ) + εit…….(2)

ATit-1 ATit-1 ATit-1 ATit-1


Dengan menggunakan koefisien regresi diatas, nilai non

discretionary accrual (NDA) dapat dihitung dengan rumus :

NDAit = α0 ( 1 )+ α1 (ΔREVit – ΔARit) + α2 ( PPEit )…..…..(3)

ATit-1 ATit-1 ATit-1 ATit-1

Sumber : Dessy (2017)

b) Dewan Komisaris Independen (Variabel Bebas)

Dewan komisaris yang independen dalam UU no 40 tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas adalah pihak yang diangkat

berdasarkan keputusan RUPS yang berasal dari pihak yang tidak

terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota direksi dan / atau

anggota komisaris lainnya. Dewan komisaris yang independen

diukur oleh proporsi INED pada dewan perusahaan. Dewan

komisaris dikatakan sebagai INED jika mereka tidak memiliki

hubungan dengan perusahaan dan tidak memiliki transaksi dengan

pihak-pihak yang terkait dengan perusahaan.

Dewan Komisaris Independen = Jumlah Komisaris Independen x 100%


Jumlah Komisaris

Sumber : Ira (2016)

c) Kepemilikan Manajerial (Variabel Bebas)

Kepemilikan saham oleh pihak manajemen (direktur)

biasanya disebut dengan kepemilikan manajerial, dimana pihak


manajemen yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan operasional

perusahaan mempunyai kepemilikan dalam perusahaan. Dengan

kepemilikan saham oleh manajer, maka manajer tersebut akan dapat

ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap

jalannya operasional perusahaan. Kepemilikan manajerial ini

dihitung dengan jumlah kepemilikan saham oleh pihak manajemen

perusahaan terhadap total jumlah saham yang beredar.

Kepemilikan Manajerial = Jumlah saham yang dimiliki manajemen x 100%


Jumlah saham yang beredar di pasar

Sumber : Ira (2016)

d) Ukuran Perusahaan (Variabel Bebas)

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat

diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara,

antara lain: total asset, kapitalisasi pasar, jumlah karyawan, nilai

pasar saham, log penjualan dan lain-lain (Anggraini, 2006). Ukuran

perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah asset

yang dimiliki perusahaan. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan

diukur melalui log total asset perusahaan. Semakin besar angka

logaritma dari total asset perusahaan menunjukkan bahwa semakin

besar pula ukuran perusahaan atau asset yang dimiliki perusahaan

tersebut. Log total asset perusahaan dapat dihitung dengan rumus :

UPit = Log TAit


Keterangan :

UPit : Ukuran perusahaan i pada periode (tahun) t.

TAit : Total asset perusahaan i pada periode (tahun) t.

Sumber : Halimatus (2015)

e) Pertumbuhan Laba (Variabel Bebas)

Apabila informasi laba yang disajikan dalam laporan

keuangan menunjukkan laba yang sebenarnya, maka laba yang

dihasilkan oleh perusahaan adalah laba yang berkualitas. Menurut

Warsidi dan Pramuka (2000) Pertumbuhan laba dapat diukur dengan

menggunakan rumus :

Pertumbuhan laba = Laba bersih tahun t – laba bersih tahun t-1


Laba bersih tahun t
Keterangan :

Laba bersih tahun t : Laba bersih perusahaan periode sekarang.

Laba bersih tahun t-1 : Laba bersih perusahaan pada periode


sebelumnya.

Sumber : Halimatus (2015)

f) Komite Audit (Variabel Bebas)

Komite audit merupakan pihak yang bertugas untuk

membantu dewan komisaris dalam rangka peningkatan kualitas

laporan keuangan dan peningkatan kualitas audit internal dan


eksternal. Dalam penelitian ini, komite audit merupakan variabel

dummy. Skala 1 apabila komite audit memenuhi standard dan skala

0 apabila perusahaan tidak menyamtumkan nama, jabatan, maupun

riwayat hidup singkat dari komite audit.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data

kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang diperoleh dari laporan

keuangan perusahaan. Sumber data yang diperoleh adalah data sekunder.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari peneliti secara tidak langsung

melalui media perantara. Data sekunder dalam penelitian ini berupa laporan

tahunan perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia tahun 2012-2016.

3.4 Populasi dan Sampel

Populasi adalah suatu wilayah perkumpulan objek atau subjek yang

mempenyai karakteristik kualitas yang sudah ditentukan oleh peneliti untuk

dipelajari dan diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) per tanggal 1 Januari

2012 sampai dengan 31 Desember 2016. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling. Purposive

sampling adalah teknik pemilihan data sesuai dengan pertimbangan tertentu

agar dapat memuat atau mewakili semua populasi.

Adapun perusahaan manufaktur yang menjadi sampel sasaran dari

penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :


1. Jenis perusahaan yang diteliti adalah perusahaan yang bergerak

dalam bidang manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2012-2016.

2. Perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan keuangan

yang berakhir setiap 31 Desember selama periode 2012-2016.

3. Laporan keuangan yang disajikan dalam bentuk rupiah dan

mempunyai data keuangan yang lengkap, serta sesuai dengan

kebutuhan penelitian untuk menguji kualitas laba.

4. Perusahaan manufaktur yang memiliki laba positif di Bursa Efek

Indonesia selama periode 2012-2016.

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

metode observasi tanpa partisipasi langsung, artinya melakukan observasi

terhadap suatu data tanpa berpartisipasi langsung dalam membuat, menyusun

data melainkan mengambil data melalui perantara yaitu wibesite

(www.idx.co.id).

3.6 Pengolahan Data

Metode penelitian yang dilakukan adalah teknik penelitian secara

kuantitatif yang dinyatakan dalam angka dari populasi yang digunakan. Data

sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan dan laporan keuangan

tahunan periode 2012-2016 dengan menggunakan metode seleksi purposive

sampling, maka diperoleh data perusahaan sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Sebelum data dianalisis perlu dilakukan pengujian terlebih dahulu

yaitu pengujian deskriptif, pengujian asumsi klasik sebelum melakukan

pengujian hipotesis. Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heterokedastisitas dan uji autokorelasi dilanjut dengan

pengujian hipotesis menggunakan metode analisis linier berganda. Pengujian

analisis F dan pengujian analisis t juga dilakukan untuk mengetahui apakah

variabel independen berpengaruh secara stimulan maupun persial terhadap

variabel dependen. Dalam menganalisis data penelitian ini menggunakan

program perangkat lunak SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi

20.

3.7 Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam analisis data adalah teknik analisis

linier berganda, analisis linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh

variabel independen, dalam penelitian ini yaitu dewan komisaris independen,

kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, pertumbuhan laba, komite audit

dengan variabel dependen yaitu kualitas laba. Sebelum dilakukan uji analisis

regresi linier berganda harus terlebih dahulu melakukan analisis deskriptif

dan uji asumsi klasik.

3.7.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu

data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian,

maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewnees


(kemencengan distribusi) (Ghozali Imam, 2016 : 19). Hasil dari analisis

digunakan untuk memberikan deskripsi atas variabel-variabel

penelitian.

3.7.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik untuk memastikan kelayakan model regresi

agar memiliki ketepatan dalam estimasi, tidak biasa dan konsisten, uji

asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, multikolinearitas,

hereroskedastisitas dan autokorelasi.

3.7.2.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam

model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki

distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F

mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi

normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistic menjadi

tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Ghozali Imam, 2016 :

154)

3.7.2.2 Uji Multikolinearitas

Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam

model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas

(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi

korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling


berkorelasi, maka variabel-variabel tersebut tidak orthogonal.

Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi

antar sesame variabel independen sama dengan nol (Ghozali

Imam, 2016 : 103).

3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka

disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut

heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang

homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.

Kebanyakan data crossection mengandung situasi

heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang

mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar). Uji

heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan melalui

pengamatan pola pada grafik scatterplot antara nilai prediksi

variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya

SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat

dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik

scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah

Y yang telah diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y


prediksi – Y sesungguhnya)yang telah di studentized (Ghozali

Imam, 2016 :134).

3.7.2.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah suatu model

regresi linier berganda ada korelasi antara kesalahan

pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1

(sebelumnya). Jika terjadi autokorelasi, maka dinamakan ada

problem autokorelasi. Auto korelasi muncul karena observasi

yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain.

Masalah yang timbul karena residual (kesalahan pengganggu)

tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Hal ini

sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena

“gangguan” pada individu/kelompik cenderung mempengaruhi

“gangguan” pada individu/kelompok yang sama pada peride

berikutnya. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi

dalam suatu model regresi maka penelitian ini digunakan

Durbin Waston Test (DW-Test) hanya digunakan untuk

autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan

mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model

regresi dan tidak ada log diantara variabel dependen (Ghozali

Imam, 2016 : 107).


3.7.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah

analisis regresi linier berganda dengan tujuan untuk menguji pengaruh

hubungan variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis

regresi linier berganda digunakan dalam penelitian ini karena dalam

penelitian ini terdapat lebih dari satu variabel independen dengan satu

variabel dependen. Analisis ini juga mengukur kekuatan hubungan

antara dua variabel atau lebih, juga menunujukkan arah hubungan

antara variabel dependen dengan variabel independen. Maka analisis

dalam penelitian ini ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :

Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + e

Keterangan :

Y = Kualitas Laba
α = Konstanta
b(1,2,3,4) = Koefisien Regresi
X1 = Dewan Komisaris Independen
X2 = Kepemilikan Manajerial
X3 = Ukuran Perusahaan
X4 = Pertumbuhan Laba
X5 = Komite Audit
e = Standar Error
3.7.4 Pengujian Hipotesis (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali Imam, 2016 : 97).

Kriteria pengujiannya sebagai berikut :

 Ha ditolak apabila value > 0,05 atau signifikansi lebih dari nilai α

0,05 berarti variabel independen secara individual tidak

berpengaruh terhadap variabel dependen.

 Ha diterima apabila value =0,05 atau bila nilai signifikansi kurang

dari atau sama dengan nilai α 0,05 berarti independen secara

individual berpengaruh terhadap variabel dependen.

3.7.5 Uji Signifikansi (Uji Statistik F)

Tidak seperti uji t yang menguji signifikansi koefisien persial

regresi secara individu dengan uji hipotesis terpisah bahwa setiap

koefisien regresi sama dengan nol. Uji F menguji joint hipotesis bahwa

b1, b2 dan b3 secara simultan sama dengan nol (Ghozali Imam, 2016 :

96). Kriteria pengambilan keputusan dengan uji f adalah sebagai

berikut:

 Ha ditolak yaitu apabila value > 0,05 atau bila nilai signifikansi

lebih dari nilai α 0,05 berarti model regresi dalam penelitian ini

tidak layak untuk digunakan dalam penelitian.


 Ha diterima yaitu apabila value <0,05 atau apabila signifikansi

kurang dari atau sama dengan nilai α 0,05 berarti model regresi

dalam penelitian ini layak untuk digunakan dalam penelitian.

3.7.6 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koefisien determinasi (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independen yang menjelaskan variasi variabel dependen amat

terbatas. Nilai yang mendekati satu satu berarti variabel-variabel

independen memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan

untuk memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali Imam, 2016 :95)

dengan menggunakan model ini, maka kesalahan pengganggu

disahakan dapat diminimumkan sehingga R2 mendekati 1. Hal ini

dimaksudkan agar penilaian regresi lebih mendekati keadaan

sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai