Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KIMIA FISIKA

PROBLEM BASED LEARNING - 4

KELOMPOK 2

Disusun oleh:
Jervis Sinto 1406531681
Maulina Cahya Indah S 1406531845
Merisa Aulia 1406531731
Muhammad Irfan Raharjo 1406604531
Stella Faustine L 1406564830

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat, karunia, dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktunya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada berbagai pihak yang telah mendukung dalam proses penyusunan makalah
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eny Kusrini dan Ibu Rita
Arbianti sebagai dosen pembimbing kelas Kimia Fisika. Makalah ini disusun
dalam rangka untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Kimia Fisika mengenai
Kesetimbangan Kimia.
Penulis menyadari bahwa makalah yang penulis susun ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan agar dapat membuat makalah yang lebih baik dari sebelumnya di masa
mendatang. Penulis mengucapkan terima kasih yang telah membantu proses
pembuatan makalah ini. Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan mengenai materi-materi yang terdapat dalam makalah ini.

Depok, Desember 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii

BAB I: DASAR TEORI ........................................................................................................... 1

Pemicu A: Koloid ............................................................................................................... 1

1. Definisi dan Jenis-Jenis Koloid................................................................................... 1

2. Pembuatan Koloid....................................................................................................... 2

3. Penjernihan Air ........................................................................................................... 3

Pemicu B: Emulsi ................................................................................................................. 4

1. Definisi Emulsi ........................................................................................................... 4

2. Komponen Emulsi ...................................................................................................... 4

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Emulsi .............................................. 5

4. Tipe-Tipe Emulsi ........................................................................................................ 6

5. Metode Destabilisasi Emulsi ....................................................................................... 7

Pemicu C: Emulsifier .......................................................................................................... 7

1. Proses Pembuatan Emulsifier Food Grade.................................................................. 7

2. Cara Memperoleh Kondisi Emulsi yang Stabil........................................................... 8

3. Definisi dan Jenis-Jenis Emulsifier ............................................................................. 8

4. Hukum Stokes ........................................................................................................... 12

BAB II: PEMBAHASAN ...................................................................................................... 13

KESIMPULAN ..................................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 40

iii
BAB I

DASAR TEORI
Bagian A: Koloid

1. Definisi dan Jenis-Jenis Koloid


Sistem koloid (koloid) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi)
dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel
terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga menyebabkan efek Tyndall.
Bersifat homogen, artinya partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi
atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan.
Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh
campuran biasa (suspensi). Koloid mudah dijumpai dimana-mana. Susu, agar-
agar, tinta, sampo, serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang dapat
dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Koloid
menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya. Di dalam
larutan koloid secara umum, terdapat 2 zat sebagai berikut:
1. Zat terdispersi, yakni zat yang terlarut di dalam larutan koloid.
2. Zat pendispersi, yakni zat pelarut di dalam larutan koloid.
Jenis-jenis koloid:

Yang termasuk sifat-sifat koloid diantaranya yaitu Efek Tyndall, Gerak


Brown, Adsorbsi Koloid, Muatan Koloid, Elektroforesis, Koagulasi Koloid, Koloid
Liofil, Koloid Liofob, Emulsi, dan Kestabilan Koloid.

1
2. Pembuatan Koloid
Dalam proses pembuatannya, koloid mampu dibuat baik secara manual
maupun alami yang terdiri dari berbagai macam cara, seperti:

a. Kondensasi
Pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dilakukan dengan cara
menggumpalkan partikel yang sangat kecil. Penggumpalan partikel ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Reaksi Pengendapan
Pembuatan sistem koloid dengan cara ini dilakukan dengan mencampurkan
larutan elektrolit sehingga menghasilkan endapan.

Contoh: AgNO3 (aq) + NaCl (aq) —> AgCl (s) + NaNO3 (aq)

2) Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Sistem koloid dapat
dibuat dengan mereaksikan suatu zat dengan air.

Contoh: AlCl3 (aq) + H2O (l) —> Al(OH)3 (s) + HCl (aq)

3) Reaksi Redoks
Pembuatan koloid dapat terbentuk dari hasil reaksi redoks.

Contoh: Pemurnian emas

Reaksi: AuCl3 + HCOH —> Au + HCl + HCOOH

4) Reaksi Pergeseran
Contoh: Pembuatan sol As2S3 dengan cara mengalirkan gas H2S kedalam
larutan H3AsO3 encer pada suhu tertentu.

Reaksi: 2 H3AsO3 + 3 H2S —> 6 H2O + As2S3

5) Reaksi Pergantian Pelarut


Contoh: Pembuatan gel kalsium asetat dengan cara menambahkan alkohol
96% ke dalam larutan kalsium asetat jenuh.

2
b. Dispersi
Pembuatan sistem koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan
memperkecil partikel suspensi yang terlalu besar menjadi partikel koloid,
pemecahan partikel-partikel kasar menjadi koloid.

Ada 3 cara dalam pembuatan koloid dengan dispersi, yaitu secara mekanik,
peptisasi, dan Busur Bredig.

3. Penjernihan Air
Penjernihan air adalah proses pengolahan air kotor menjadi bersih dan sehat.
Proses penjernihan/penyediaan air bersih merupakan proses perubahan sifat fisik,
kimia dan biologi air agar memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum.
Tujuan dari kegiatan pengolahan air minum adalah sebagai berikut:
1. Menurunkan kekeruhan.
2. Mengurangi bau, rasa dan warna.
3. Menurunkan dan mematikan mikroorganisme.
4. Mengurangi kadar bahan-bahan yang terlarut dalam air.
5. Menurunkan kesadahan.
6. Memperbaiki derajat keasaman (pH).
Syarat-syarat kualitas air yang harus dipenuhi diantaranya:
a. Syarat fisik, antara lain:
 Air harus bersih dan tidak keruh.
 Tidak bewarna.
 Tidak berasa.
 Tidak berbau.
 Suhu antara 100-250 C (sejuk).
b. Syarat kimia, antara lain :
 Tidak mengandung bahan kimia yang mengandung racun.
 Tidak mengandung zat-zat kimia yang berlebihan.
 pH air antara 6,5 – 9,2.
Prinsip penjernihan air dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Prinsip penjernihan air secara fisika
Saringan kain katun

3
Saringan kapas
Saringan Pasir Lambat (SPL)
Saringan Pasir Cepat (SPC)
Gravity-Fed Filtering System
Saringan Arang
Saringan Air Sederhana
Pengendepan (sedimentasi)
2. Prinsip penjernihan air secara kimia
Aerasi
Metode koagulasi

Bagian B: Emulsi

1. Definisi Emulsi
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulsifier untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak pecah atau keduanya tidak terpisah.
Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan cairan
non-polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana lemak
terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang berfungsi
sebagai zat pengemulsi. Beberapa contoh emulsi yang lain adalah pembuatan es
krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.

2. Komponen Emulsi
A. Komponen Dasar
Fase dispersi/fase internal/fase diskontinyu yaitu zat cair terbagi-bagi menjadi
butiran kecil kedalam zat cair lain.
Fase kontinyu/ fase eksternal yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi
sebagai bahan dasar (pendukung).
Emulgator adalah zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
B. Komponen Tambahan
Orodis

4
Colouris
Antioksidant: Asam askorbat, asam sitrat dll.
Preservatif: Asam benzoat, fenol, kresol, klorobutanol.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Emulsi

Kestabilan emulsi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya:

 Rendahnya tegangan antarmuka

Tidak bercampurnya dua fase cairan dikarenakan tingginya tegangan


antarmuka antar kedua fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur. Oleh
karena itu, diperlukan emulsifier untuk menstabilkan emulsi yang akan terbentuk.
Cara emulsifier menstabilkan emulsi yaitu dengan menurunkan tegangan
antarmuka antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur. Turunnya
tegangan antarmuka pada salah satu fase akan membuat fase terdispersi dapat
menyebar dan menjadi fase kontinyu.

 Tolakan lapisan rangkap listrik (Electric double layer repulsion)

Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yang menyelubungi


partikel sehingga terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan
listrik disebabkan oleh salah satu dari cara berikut:

a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.


b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.

Adanya tolakan lapisan rangkap listrik mengurangi laju agregasi dan


coalescence. Semakin besar tolakan lapisan rangkap listrik, semakin stabil emulsi.

 Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase

Semakin besar perbedaan densitas antara kedua fase, maka kedua fase akan
semakin sulit bercampur dan salah satu fasenya semakin sulit terdispersi. Kecilnya
perbedaan densitas antara dua fase dapat menurunkan laju creaming dan agregasi.
Semakin kecil perbedaan densitas dua fase, semakin stabil emulsi.

 Kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi

Ukuran droplet dan volume fase terdispersi berpengaruh terhadap kestabilan


emulsi. Semakin besar ukuran droplet dan semakin banyaknya volume fase
terdispersi, maka akan semakin besar juga peluang terbentuknya agregat. Oleh
karena itu, semakin kecil ukuran droplet dan volume fase terdispersi maka semakin
berkurang laju agregasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecilnya
ukuran droplet dan volume fase terdispersi, maka semakin stabil emulsi.

5
 Viskositas fase pendispersi

Tingginya viskositas fase pendispersi dapat mengurangi laju creaming dan


agregasi. Hal ini dikarenakan tingginya viskositas fase pendispersi akan membuat
fase yang terdispersi dalam campuran semakin sulit bergerak. Gerak yang dimaksud
adalah gerak partikel fase terdispersi yang cenderung berkumpul dengan partikel
cairan sejenis dan membuat emulsi tidak stabil. Jadi, semakin tinggi viskositas fase
pendispersi, maka semakin stabil emulsi.

 Gaya tarik-menarik fase terdispersi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu gaya yang menentukan
kestabilan emulsi adalah gaya tarik-menarik antar fase terdispersi (gaya Van Der
Waals). Semakin besar gaya tarik-menarik antar partikel fase terdispersi, maka akan
semakin membuat emulsi tidak stabil. Hal ini dikarenakan gaya tarik-menarik antar
partikel fase terdispersi akan meningkatkan laju agregasi dan coalescence.

4. Tipe-Tipe Emulsi

Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu:

1. Tipe water in oil atau w/o (water/oil)

Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya (diskontinyu)


dan minyak merupakan fase eksternalnya (kontinyu). Emulsi tipe w/o umumnya
mengandung kadar air yang kurang dari 10–25% dan mengandung sebagian besar
fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak,
akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.

2. Tipe oil in water atau o/w (oil/water)

Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinyu yang berupa
air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 –
41% sehingga emulsi o/w dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat
mudah dicuci.

 Metode untuk membedakan emulsi o/w dan w/o:

a. Metode penampakan visual.


b. Metode pengenceran tetesan.
c. Metode kelarutan pewarna.
d. Metode penyerapan.
e. Metode konduktivitas elektrik.
f. Metode fluorosensi.

6
5. Metode Destabilisasi Emulsi

Sistem emulsi dapat didestabilisasi melalui beberapa metode, yaitu:

a. Creaming

Creaming menunjukkan adanya kecenderungan dua fase dalam emulsi


untuk memisah karena adanya perbedaan densitas. Dalam creaming, ada
kecenderungan fase yang densitasnya lebih kecil untuk terkonsentrasi di atas sistem
emulsi. Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer dan kedua fasenya
mempunyai densitas yang berbeda, serta medium pendispersinya adalah cairan
yang mudah mengalir.

b. Flocculation

Flocculation diartikan sebagai proses dimana dua atau lebih droplet saling
menempel tanpa kehilangan identitas. Pada flocculation tidak terjadi penggabungan
butiran-butiran kecil menjadi butiran-butiran yang lebih besar.

c. Coalescence

Coalescence adalah proses ketika dua atau lebih droplet bergabung dan
membentuk droplet yang lebih besar.

d. Ostwald Ripening

Ostwald ripening terjadi pada emulsi dimana droplet bertabrakan dengan


yang lain membentuk droplet yang lebih besar dan lebih kecil. Droplet yang
berukuran kecil cenderung menjadi semakin kecil.

Bagian C: Emulsifier

1. Proses Pembuatan Emulsifier Food Grade


Emulsifier food grade adalah emulsifier yang biasa digunakan dalam
industri makanan atau minuman. Salah satu contoh dari emulsifier ini adalah
golongan cake emulsifier yang umumnya mempunyai komposisi kimia dari
monogliserida dan digliserida.
Monogliserida dapat dibuat melalui reaksi gliserolisis. Pada reaksi ini,
trigliserida direaksikan dengan gliserol membentuk monogliserida dan digliserida.
Reaksinya adalah sebagai berikut:

7
Gambar 1. Reaksi Pembentukan Monogliserida

2. Cara Memperoleh Kondisi Emulsi yang Stabil

Kondisi emulsi yang stabil dapat diperoleh dengan cara:


a. Menggunakan kondisi homogenisasi yang optimum untuk memperoleh
ukuran partikel terkecil. Proses homogenisasi dapat dilakukan dengan
menggunakan alat yang disebut homogenizer. Prinsip alat homogenizer
adalah memaksa suatu zat untuk melewati celah yang sempit sehingga
ukuran molekul menjadi kecil.

Gambar 2. Homogenizer tipe Valve

b. Menggunakan kombinasi hidrokoloid (stabilizer) yang sesuai untuk


memodifikasi viskositas emulsi. Hidrokoloid dapat menstabilkan emulsi
dengan membentuk lapisan yang rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada
permukaan minyak-air. Terbentuknya lapisan ini akan menaikkan viskostas
emulsi. Yang termasuk hidrokoloid contohnya adalah gom arab, agar-agar,
alginate, caragen, metilselulosa, gelatin, polimer sintetik, protein, dll.

3. Definisi dan Jenis-Jenis Emulsifier


Emulsifier atau zat pengemulsi didefinisikan sebagai senyawa yang
mempunyai aktivitas permukaan (surface active agent) sehingga dapat menurunkan
tegangan permukaan (surface tension) antara udara-cairan dan cairan-cairan yang
terdapat dalam suatu sistem makanan. Kemampuannya menurunkan tegangan

8
permukaan menjadi hal menarik karena emulsifier memiliki keunikan struktur
kimia yang mampu menyatukan dua senyawa berbeda polaritasnya.
Daya kerja emulsifier mampu menurunkan tegangan permukaan yang
dicirikan oleh bagian lipofilik (non-polar) dan hidrofilik (polar) yang terdapat pada
struktur kimianya. Ukuran relatif bagian hidrofilik dan lipofilik zat pengemulsi
menjadi faktor utama yang menentukan perilakunya dalam pengemulsian.
Emulsifier apabila lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar)
maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air sehingga
terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w), misalnya pada susu. Emulsifier yang
lebih larut dalam minyak (non-polar) menyebabkan terjadinya emulsi air dalam
minyak (w/o), contohnya pada mentega dan margarin.
Secara umum emulsifier dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
emulsifier alami dan emulsifier buatan.
1. Emulsifier Alami
Pengemulsi alami dibuat dari bahan-bahan yang berasal dari alam.
a. Telur
Telur mengandung lipoprotein dan fosfolipid seperti lesitin yang dikenal
sebagai misel. Struktur misel pada lesitin tersebut adalah bagian yang membuat
emulsifier tersebut bekerja dengan baik.
b. Kuning dan putih telur
Gelatin dan albumin pada putih telur adalah protein yang bersifat sebagai
emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang
paling kuat. Paling sedikit sepertiga kuning telur merupakan lemak, tetapi yang
menyebabkan daya emulsifier kuat adalah kandungan lesitin dalam bentuk
kompleks sebagai lesitin protein.
c. Gelatin
Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen
kulit, tulang atau ligamen (jaringan ikat) hewan yang bernilai gizi tinggi, terutama
tinggi akan kadar protein (khususnya asam amino) dan rendahnya kadar lemak.
Gelatin kering mengandung kira-kira 84 – 86 % protein, 8 – 12 % air dan 2 – 4 %
mineral. Dari 10 asam amino essensial yang dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung

9
9 asam amino essensial, satu asam amino essensial yang hampir tidak terkandung
dalam gelatin yaitu triptofan.
Penggunaan gelatin sangatlah luas dikarenakan gelatin bersifat serba bisa,
yaitu bisa berfungsi sebagai bahan pengisi, pengemulsi (emulsifier), pengikat,
pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga luwes yaitu dapat membentuk lapisan
tipis yang elastis, membentuk film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting
lainnya yaitu daya cernanya yang tinggi.
d. Kedelai
Kedelai sebagai bahan makanan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Di
antara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan sumber protein, lemak, vitamin,
mineral dan serat yang paling baik. Di dalam biji kedelai terdapat minyak yang
cukup tinggi, di samping air. Keduanya dihubungkan oleh suatu zat yang disebut
lecithin. Bahan inilah yang kemudian diambil atau diekstrak menjadi bahan
pengemulsi yang bisa digunakan dalam produk-produk olahan.
e. Lesitin
Lesitin (Fosfatidil Kolina) ialah suatu fospolipid yang menjadi komponen
utama fraksi fospatida pada ekstrak kuning tel atau kacang kedelai yang diisolasi
secara mekanik, maupun kimiawi dengan menggunakan heksana. Lesitin
merupakan bahan penyusun alami pada hewan maupun tanaman. Lesitin paling
banyak diperoleh dari kedelai. Penggunaan lesitin yang paling awal adalah pada
tahun 1890-an sebagai pengemulsi pada margarin, berupa kuning telur
(mengandung lesitin tinggi), dan fosfatida lainnya. Lesitin merupakan bagian
integral membran sel, dan bisa sepenuhnya dicerna, sehingga dapat dipastikan aman
bagi manusia. Lesitin digunakan secara komersil untuk keperluan pengemulsi
dan/atau pelumas, dari farmasi hingga bahan pengemas. Sebagai contoh, lesitin
merupakan pengemulsi yang menjaga cokelat dan margarin pada permen tetap
menyatu.
f. Tepung Kanji
Tepung kanji, tapioka, tepung singkong, atau aci adalah tepung yang
diperoleh dari umbi akar ketela pohon. Tepung kanji merupakan salah satu
emulsifier yang bagus untuk makanan. Tepung ini memiliki sifat-sifat fisik yang
hampir sama dengan tepung sagu sehingga penggunaan keduanya dapat

10
dipertukarkan. Emulsifier tepung kanji dapat menghasilkan tekstur yang lunak pada
zat terdispersi, selain itu juga menghasilkan butiran-butiran yang halus, serta dapat
menyatu dengan zat terdispersi. Tepung kanji adalah salah satu tepung yang tidak
membentuk gel. Gel yang terbentuk akan membuat bahan makanan tidak dapat
teraduk rata serta memiliki viskositas tinggi. Tepung ini sering digunakan untuk
membuat makanan dan untuk bahan perekat. Banyak makanan tradisional yang
menggunakan tepung kanji atau tapioka sebagai bahan bakunya, seperti bakso,
batagor, siomay, comro, misro, cireng, dan pempek.
g. Susu Bubuk
Susu bubuk adalah bubuk yang dibuat dari susu kering yang solid. Susu
bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama dari pada susu cair dan tidak perlu
disimpan di lemari es karena kandungan uap airnya sangat rendah. Susu bubuk
selain sebagai pelengkap gizi, dapat pula berperan sebagai emulsifier dalam proses
emulsi suatu bahan pangan yang sangat bagus. Susu bubuk merupakan emulsifier
yang baik dari segi tekstur, kemantapan emulsi, ukuran dispersi, maupun rasa. Hal
ini dikarenakan susu bubuk merupakan emulsifier yang lebih terikat pada air atau
lebih larut dalam air (polar) sehingga dapat lebih membantu terjadinya dispersi
minyak dalam air dan menyebabkan terjadinya emulsi minyak dalam air. Bahan
pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan susu sebagai emulsifier akan
menghasilkan tekstur, aroma, dan rasa yang lebih bagus dibandingkan dengan
bahan pangan yang sama yang tidak ditambahkan emulsifier susu. Emulsifier susu
bubuk dapat membuat tekstur zat terdispersi menjadi lunak, butiran zat terdispersi
menjadi halus, dan meningkatkan kemantapan emulsi.
2. Emulsifier Buatan
Di samping emulsifier alami, terdapat juga emulsifier buatan yang terdiri
dari monogliserida, misalnya gliseril monostearat. Radikal asam stearate
merupakan gugus non-polar, sedangkan bagian sisa dari molekul, terutama dua
gugus hidroksil dan gliserol, merupakan gugus yang polar. Sabun juga merupakan
emulsifier yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat
menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih air dengan
cara mengemulsi lemak yang ada.

11
Contoh lain dari emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak sorbitan yang
dikenal sebagai SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak, dan ester
dari polioksietilena sorbitan dengaan asam lemak yang di kenal sebagai TWEEN
yang dapat membentuk emulsi minyak dari air. Pada kue-kue, penggunaan SPANS
membentuk serta memperbaiki tekstur dan volume, sedang TWEEN membantu
mengurangi atau mencegah kekeringan, sehingga kue tetap lunak. Jenis emulsifier
lain seperti gliseril laktopalmitat, merupakan emulsifier yang banyak di gunakan
dalam pembuatan cakes mixes.

4. Hukum Stokes
Hukum Stokes berbunyi sebagai berikut: “Jika sebuah bola bergerak dalam
suatu fluida yang diam maka terhadap bola itu akan bekerja gaya geser dalam
bentuk gaya gesekan yang arahnya berlawanan dengan arah gerak bola tersebut.
Jika sebuah benda padat berbentuk bola dilepas pada permukaan zat cair, bola
tersebut akan mendapatkan percepatan.”
Dengan bertambah besarnya kecepatan bola, maka gaya Stokes yang
bekerja pada bola juga bertambah besar sehingga akhirnya bola akan bergerak
dengan kecepatan tetap, yaitu setelah terjadi keseimbangan antara gaya-gaya berat,
Archimedes, dan Stokes pada bola tersebut.
Syarat-syarat yang diperlukan agar Hukum Stokes dapat berlaku adalah:
1. Ruang tempat fluida terbatas.
2. Tidak ada turbulensi di dalam fluida.
3. Kecepatan v tidak besar sehingga aliran masih linier.
Berikut ini adalah penurunan Hukum Stokes.

dimana v adalah kecepatan terminal dari bola.

12
BAB II

PEMBAHASAN

Bagian A

Air bersih adalah kebutuhan penting dalam kehidupan manusia. Penyediaan


kebutuhan air bersih bagi masyarakat merupakan tugas dari PDAM, yang
merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan
pendistribusian air bersih. Proses pengolahan air bersih di PDAM dilakukan secara
fisika dan kimia. Koagulasi, flokulasi dan sedimentasi merupakan beberapa proses
yang terjadi di unit aselator, yang dilakukan untuk mendapatkan air bersih dengan
memanfaatkan prinsip sifat-sifat koloid. Bahan-bahan yang biasa digunakan adalah
tawas (Al2(SO4)3), karbon aktif, klorin/kaporit, kapur tohor dan pasir.

Pertanyaan:
1. Jelaskan apa yang Anda ketahui tentang koloid, dan jelaskan juga jenis-jenis
dari dispersi koloid, serta berikan contoh nya. Tuliskan rujukan anda
berdasarkan buku Kimia Fisika yang anda gunakan.
Jawab:

Klasifikasi Koloid
a. Koloid Sol
 Sol padat (padat dalam padat)
Zat fase padat terdispersi dalam zat fase padat.
Contoh: Logam paduan, kaca berwama, intan hitam, dan baja.
Sifat-sifat:
1) Kekerasan dapat ditingkatkan dari kekerasan logam asalnya.
2) Kekuatan tarik dapat diperbesar.
3) Daya pemuaian dapat dikurangkan.
4) Titik lebur dapat diturunkan atau dinaikkan dibanding logam-logam
asalnya.
 Sol cair (padat dalam cair)
Zat fase padat terdispersi dalam zat fase cair. Berarti, Hal ini berarti zat
terdispersi fase padat dan medium fase cair. Contoh: Cat, tinta, dan kanji.
 Sol gas (padat dalam gas)
Zat fase padat terdispersi dalam zat fase gas. Hal ini berarti zat terdispersi
fase padat dan medium fase gas. Contoh: Asap dan debu.

13
b. Koloid Emulsi
Koloid emulsi terbagi menjadi tiga jenis, yakni sebagai berikut:
 Emulsi padat (cair dalam padat)
Emulsi padat (gel) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat
fase padat. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase padat. Contoh:
mentega, keju, jeli/agar-agar, dan mutiara.
 Emulsi cair (cair dalam cair)
Emulsi cair (emulsi) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam zat
fase cair. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase cair. Contoh: susu,
minyak ikan, dan santan kelapa.
 Emulsi gas (cair dalam gas)
Emulsi gas (aerosol cair) ialah koloid dengan zat fase cair terdispersi dalam
zat fase gas. Hal ini berarti zat terdispersi fase cair dan medium fase gas. Contoh:
obat-obat insektisida (semprot), kabut, dan hair spray.
c. Koloid Buih
Kolodi buih terdiri atas dua jenis, yaitu sebagai berikut:
 Buih padat (gas dalam padat)
Buih padat ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase padat.
Hal ini berarti zat terdispersi fase gas dan medium fase padat. Contoh: busa jok dan
batu apung.
 Buih cair (gas dalam cair)
Buih cair (buih) ialah koloid dengan zat fase gas terdispersi dalam zat fase
cair. Berarti, zat terdispersi fase gas dan medium fase cair. Contoh: buih sabun, buih
soda, dan krim kocok.
Klasifikasi di atas dapat pula disusun dalam delapan pola penggolongan,
yakni seperti dalam tabel berikut:

14
2. Flokulasi merupakan proses reversibel, sedangkan koagulasi adalah
ireversibel. Dapatkah Anda menjelaskan tentang proses koagulasi dan
flokulasi pada pengolahan air bersih?
Jawab:

a. Koagulasi

Partikel-partikel koloid dapat bersifat stabil karena memiliki muatan listrik


sejenis. Apabila muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan
bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan partikel koloid dan
pengendapannya disebut koagulasi.
b. Flokulasi

Flokulasi adalah proses penggumpalan bahan terlarut, bersifat koloid, dan


yang tidak dapat mengendap dalam air. Flokulasi merupakan proses pembentukan
flok yang pada dasarnya menggunakan pengelompokkan aglomerasi antara partikel
dengan koagulan (menggunakan proses pengadukkan lambat atau slow mixing).
Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang
berukuran besar. Partikel yang ukurannya besar akan lebih mudah diendapkan
daripada yang kecil.

3. Proses pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
kondensasi dan cara dispersi. Jelaskan perbedaan antara kedua cara tersebut.
Akan lebih baik jika Anda dapat memberikan penjelasan secara visual.
Jawab:

 Dispersi

Dispersi adalah suatu cara pembuatan larutan koloid dengan mengubah


partikel-partikel kasar menjadi partikel koloid yang lebih kecil.
Cara dispersi ini dapat dilakukan dengan cara kimia atau cara mekanik:
a. Cara Mekanik

Materi yang besar dihaluskan dengan cara menggunakan penggilingan


koloid. Karbon kasar dijadikan halus lalu didispersikan ke dalam air.
b. Cara Peptisasi

Dengan penambahan elektrolit (zat kimia) maka endapan yang terjadi dapat
diubah menjadi partikel koloid. Endapan Al(OH)3, terjadi apabila reaksi

15
pembentukan Al(OH)3 dalam jumlah yang banyak. Endapan tersebut dapat berubah
menjadi koloid apabila ditambah AlCl3. Jika Gas H2S dialirkan ke endapan CaS
atau endapan NiS, maka akan terbentuk sol S yang terdispersi. Endapan ini
membentuk sol sulfida.

 Kondensasi

Kondensasi adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan)


menjadi partikel koloid. Proses kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu
melalui reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian
pelarut.

a. Reaksi Redoks

Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.


Contoh:
Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan
belerang dioksida (SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.
H2S(g) + SO2(aq) ⎯⎯→ 2 H2O(l) + 3 S (koloid)

b. Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Contoh:
Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air mendidih
ditambahkan larutan FeCl3, maka akan terbentuk sol Fe(OH)3.
FeCl3(aq)+ 3 H2O(l) ⎯⎯→ Fe(OH)3 (koloid) + 3 HCl (aq)

c. Dekomposisi Rangkap
Contoh:
Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan
H2S.
2 H3AsO3(aq) + 3 H2S(aq) ⎯⎯→ As2S3(koloid) + 6 H2O(l)

d. Penggantian Pelarut
Selain dengan cara-cara kimia seperti di atas, koloid juga dapat terjadi
dengan penggantian pelarut.

16
Contoh:
Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol, maka akan
terbentuk suatu koloid berupa gel.

4. Partikel koloid dapat bermuatan listrik yang disebabkan oleh sifat-sifat


partikel koloid seperti adsorpsi, elektroforesis dan koagulasi. Dapatkah
Anda menjelaskan sifat-sifat koloid tersebut, dan sifat koloid lainnya?
Berikan contoh untuk setiap sifat yang Anda jelaskan.

Jawab:

 Efek Tyndall :

Proses penghamburan cahaya pada partikel koloid.


Dalam kehidupan sehari-hari, contoh efek Tyndall diterapkan pada:
a. Penggunaan lampu sorot mobil pada kondisi cuaca berkabut. Lampu mobil akan
lebih terang pada kondisi berkabut daripada kondisi cuaca cerah;
b. Sorot lampu mercusuar yang terlihat lebih terang pada kondisi malam yang
berkabut dibandingkan pada malam yang cerah; dan
c. Pada saat ada orang yang merokok di dalam bioskop, sorot lampu proyektor akan
terlihat jelas, sedangkan gambar film yang ada di layar tidak terlihat jelas.
 Koagulasi

Koagulasi adalah proses penggumpalan partikel koloid dengan


menambahkan bahan elektrolit yang berbeda muatan. Dalam kehidupan sehari-hari,
contoh penerapan koagulasi dapat ditemukan pada proses-proses berikut.
a. Proses penjernihan air
Pada proses penjernihan air, kita dapat menambahkan tawas KAl(SO₄)₂ ke
dalam air. Tawas akan membentuk koloid Al(OH)₃ yang akan menggumpalkan
kotoran-kotoran di air, lalu mengendapkannya sehingga kotoran-kotoran tersebut
terpisah dari air.
b. Pengolahan karet
Karet diperoleh dari lateks (karet mentah). Proses pemisahan karet dari
lateks dapat dilakukan dengan menambahkan asam asetat atau asam formiat ke
dalam lateks. Penambahan asam asetat dan asam formiat ini berfungsi untuk
menggumpalkan karet sehingga karet terpisah dari lateks.

17
c. Proses pembuatan tahu
Tahu dibuat dengan menghaluskan kacang kedelai yang bercampur dengan
air, kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat susu kedelai. Susu kedelai
ditambahkan zat elekrolit CaSO₄.2H₂O yang dikenal di kehidupan sehari-hari
sebagai batu tahu. Penambahan batu tahu berfungsi untuk menggumpalkan protein
yang ada pada susu kedelai sehingga menjadi tahu.
 Adsorpsi

Permukaan koloid memiliki kemampuan menyerap ion. Hal ini yang


menyebabkan partikel koloid memiliki muatan. Proses penyerapan ion pada
permukaan koloid disebut adsorpsi. Dalam kehidupan sehari-hari, sifat adsorpsi
dapat dimanfaatkan untuk hal-hal berikut.
a. Pemutihan gula pasir
Gula pasir atau gula tebu yang masih mengandung partikel pengotor akan
berwarna cokelat atau berwarna kuning. Gula pasir dapat diputihkan dengan
melarutkannya dengan air panas, kemudian dialirkan melalui tanah diatom yang
berasal dari rangka tumbuhan air. Gula pasir juga dapat diputihkan dengan
menambahkan karbon. Karbon adalah adsorben yang dapat mengikat partikel-
partikel zat pengotor gula.
b. Obat sakit perut (norit)
Norit mengandung serbuk karbon yang berasal dari arang kayu tertentu.
Norit digunakan sebagai obat sakit perut. Norit di dalam perut akan bercampur
dengan cairan yang ada di usus membentuk koloid. Koloid yang terbentuk akan
menyerap zat racun atau bakteri patogen yang berada di dalam usus.
c. Deodorant
Deodorant dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menghilangkan
bau badan. Bahan aktif yang terkandung di dalam deodorant adalah senyawa kimia
aluminium klorohidrat Al₂(OH)₅ Cl.2H₂O. Ion aluminium klorohidrat memiliki
fungsi memperkecil pori-pori kelenjar keringat dengan menggumpalkan cairan di
dalam keringat sehingga jumlah keringat yang dihasilkan tidak berlebihan.

18
 Koloid Pelindung

Koloid pelindung adalah koloid yang memiliki kemampuan untuk


menstabilkan koloid yang lain. Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
diantaranya sebagai berikut.
a. Gelatin digunakan dalam pembuatan es krim. Gelatin berfungsi mencegah
terjadinya pengkristalan pada es krim agar diperoleh es krim yang lembut.
b. Kasein adalah koloid pelindung yang secara alami terdapat pada susu.
 Dialisis
Dialisis adalah proses pemisahan koloid dengan larutan sejati melalui
selaput membran semipermiabel. Prinsip dialisis dalam kehidupan sehari-hari
digunakan untuk membantu pasien yang mengalami masalah dengan ginjal (gagal
ginjal). Pada penderita gagal ginjal, fungsi ginjalnya tidak sempurna. Ginjal
berfungsi untuk menyaring darah yang mengandung urea sisa metabolisme tubuh.
Seharusnya jika ginjal masih baik, darah yang keluar dari ginjal sudah bersih tidak
mengandung urea. Pasien gagal ginjal harus menjalani proses cuci darah dengan
menggunakan dialisator sebagai pengganti ginjal.
 Elektroforesis
Elektroforesis adalah peristiwa terjadinya pergerakan partikel koloid
bermuatan yang dipengaruhi oleh medan listrik. Jenis muatan partikel koloid dapat
ditentukan dengan elektroforesis. Penerapan elektroforesis dalam kehidupan sehari-
hari adalah untuk mengurangi pencemaran udara. Asap pabrik hasil buangan
industri dapat dibersihkan dengan menggunakan alat yang bernama Cottrell. Alat
ini menggunakan prinsip elektroforesis. Asap pabrik adalah jenis koloid aerosol
padat. Cerobong asap yang dilengkapi plat kawat listrik dialiri asap pabrik. Partikel
padat (zat pengotor) yang terdapat dalam asap memiliki muatan. Ketika dialirkan
ke dalam cerobong, partikel ini akan tertarik oleh plat kawat listrik yang berbeda
muatan dengan zat pengotor. Kemudian zat pengotor ini akan menggumpal,
selanjutnya mengendap ke bawah sehingga asap yang keluar dari cerobong tidak
mengandung partikel pengotor lagi.

5. Air mengandung partikel-partikel koloid tanah liat yang bermuatan negatif.


Untuk keperluan air minum, partikel-partikel koloid ini harus dipisahkan,

19
seperti dengan penambahan tawas, Al2(SO4)3. Jelaskan proses penjernihan
air berdasarkan konsep koloid dari pemicu di atas. Sertakan gambar ataupun
video untuk melengkapi penjelasan Anda.
Jawab:

Syarat fisika, antara lain:


 Air harus bersih dan tidak keruh.
 Tidak bewarna.
 Tidak berasa.
 Tidak berbau.
 Suhu anta 100-250 C (sejuk).
Proses Penjernihan Air dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Penjernihan air secara fisika (metode penyaringan)
a. Saringan Kain Katun
Merupakan teknik penyaringan air yang
paling sederhana. Air keruh disaring dengan
menggunakan kain katun yang bersih,
bertujuan untuk membersihkan air dari kotoran
dan organisme kecil yang ada dalam air keruh.

b. Saringan Kapas
Air disaring dengan kapas yang diletakkan di
dasar wadah yang diberi lubang. Bertujuan
untuk membersihkan air dari kotoran dan
organisme kecil yang ada dalam air keruh.

c. Saringan Pasir Lambat (SPL)


Saringan pasir lambat merupakan saringan air
yang dibuat dengan menggunakan lapisan pasir
pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah.
Air bersih didapatkan dengan cara menyaring
air baku melewati lapisan pasir terlebih dahulu,
kemudian melewati lapisan kerikil.

20
d. Saringan Pasir Cepat (SPC)
Saringan pasir cepat seperti halnya dengan
saringan pasir lambat, terdiri atas lapisan pasir
pada bagian atas dan kerikil pada bagian bawah.
Tetapi arah penyaringan air terbalik bila
dibandingkan dengan saringan pasir lambat,
yakni dari bawah ke atas (up flow). Air bersih
didapatkan dengan jalan menyaring air baku
melewati lapisan kerikil terlebih dahulu baru
kemudian melewati lapisan pasir.
e. Grafity-Fed Filtering System
Grafity-Fed Filtering System merupakan
gabungan dari SPC dan SPL. Air bersih
dihasilkan melalui dua tahap. Pertama-tama air
disaring menggunakan SPC. Air hasil
penyaringan tersebut kemudian disaring
kembali hasilnya dengan menggunakan SPL.
Dengan dua tahap penyaringan tersebut
diharapkan kualitas air bersih yang dihasilkan
tersebut dapat lebih baik.
f. Saringan Arang
Saringan arang dapat dikatakan sebagai
saringan pasir arang dengan tambahan satu
buah lapisan arang. Lapisan arang ini sangat
efektif dalam menghilangkan bau dan rasa yang
ada pada air baku. Arang yang digunakan dapat
berupa arang aktif atau karbon aktif.

21
g. Saringan Air Sederhana / Tradisional
Saringan Air Sederhana / Tradisional
merupakan modifikasi dari saringan arang
dengan saringan pasir lambat. Pada saringan
tradisional ini selain menggunakan pasir,
kerikil, batu dan arang juga ditambahkan satu
buah lapisan injik/ijuk yang berasal dari sabut
kelapa.
h. Pengendepan (sedimentasi)
Sedimentasi merupakan proses pengendapan
bahan padat dari air olahan. Proses sedimentasi
bisa terjadi bila air limbah mempunyai berat jenis
lebih besar daripada air sehingga mudah
tenggelam. Proses pengendapan ada yang bisa
terjadi langsung, tetapi adapula yang
memerlukan proses pendahuluan, seperti
koagulasi atau reaksi kimia. Prinsip sedimentasi
adalah pemisahan bagian padat dengan
memanfaatkan gaya gravitasi sehingga bagian
yang padat berada di dasar kolam pengendapan,
sedangkan air dibagian atas.
i. Prinsip penjernihan air dengan absorpsi dan adsorpsi
Absorpsi merupakan proses penyerapan bahan-
bahan tertentu. Dengan penyerapan tersebut air
dapat menjadi jernih karena zat-zat di dalamnya
diikat oleh absorben.
Absorpsi umumnya menggunakan bahan
absorben dari karbon aktif. Pemakaiannya,
dengan cara membubuhkan karbon aktif bubuk
ke dalam air olahan atau dengan cara
menyulurkan air melalui saringan yang medianya
terbuat dari karbon aktif kasar. Sistem ini efektif

22
untuk mengurangi warna serta menghilangkan bau dan rasa. Proses kerja
penyerapan (absorpsi) yaitu penyerapan ion-ion bebas di dalam air yang
dilakukan oleh absorben. Sebagai contoh, penyerapan ion oleh karbon
aktif.
Aplikasi absorpsi yaitu dengan mencampurkan absorben dengan
serbuk karbon aktif dengan cara menjadikan karbon aktif sebagai media
filtrasi. Apabila absorben dicampurkan dengan serbuk karbon aktif,
selanjutnya larutan disaring. Namun apabila karbon aktif digunakan
sebagai media penyaring, dipilih karbon aktif yang berbentuk granula
dan secara berkala harus dicuci atau diganti dengan yang baru.
Disamping dapat mengabsorpsi fenol, karbon aktif juga dapat
mengabsorpsi racun dan mikroorganisme.
Adsorpsi merupakan penangkapan/ pengikatan ion-ion bebas di
dalam air oleh adsorben. Contoh zat yang digunakan untuk proses
adsorpsi adalah zeolit dan resin yang merupakan polimerasi dari
polihidrik fenol dengan formaldehid. Contohnya pengikatan ion Ca2+ dan
Na+. Setiap gram resin dapat mengadsorpsi asam 4 – 9 mev. Banyaknya
adsorben yang diperlukan tergantung konsentrasi larutan. Semakin tinggi
konsentrasi larutan, semakin besar pula adsorben yang diperlukan untuk
menjernihkan air.
2. Penjernihan air secara Kimia
a. Metode Koagulasi
Koagulasi merupakan proses penggumpalan melalui reaksi kimia,
reaksi koagulasi dapat berjalan dengan membubuhkan zat pereaksi
(koagulan) sesuai dengan zat yang terlarut. Koagulan yang banyak
digunakan adalah kapur, tawas dan kaporit.
Garam-garam Ca, Fe dan Al bersifat tidak larut dalam air sehingga
mampu mengendap bila bertemu dengan sisa-sisa basa. Dari hasil
koagulan itu selanjutnya endapan dipisahkan melalui filtrasi maupun
sedimentasi. Banyaknya koagulan tergantung pada jenis dan konsentrasi
ion-ion yang terlarut dalam air olahan serta konsentrasi yang diharapkan
sesuai dengan standar baku. Untuk mempercepat proses koagulasi dalam

23
air limbah maka dilakukan pengadukan dengan mixer statis maupun
rapid mixer.
Contoh skema instalasi koagulasi:

b. Metode Aerasi
Aerasi merupakan proses penjernihan air dengan
cara mengisikan oksigen ke dalam air. Dengan
diisikannya oksigen ke dalam air maka zat-zat
seperti karbon dioksida serta hidrogen sulfida dan
metana yang mempengaruhi rasa dan bau dari air
dapat dikurangi atau dihilangkan. Selain itu,
partikel mineral yang terlarut dalam air seperti besi
dan mangan akan teroksidasi dan secara cepat akan
membentuk lapisan endapan yang nantinya dapat
dihilangkan melalui proses sedimentasi atau filtrasi.

Bagian B
Mayonaise, yang dikenal juga dengan mayo, merupakan salah satu contoh
koloid. Siapa sih yang tidak tahu dengan mayonais? Makanan yang satu ini sangat
bermanfaat membantu para ibu untuk mengistimewakan masakannya. Mayonaise
sangat digemari oleh anak-anak sampai orang tua karena mayonaise ini sangat
cocok untuk dikonsumsi untuk menemani masakan yang kita masak seperti
masakan kentang goreng.

24
Pertanyaan:
1. Campuran berdasarkan ukuran partikelnya, dibedakan menjadi 3 golongan
utama, jelaskan apa saja dan uraikan secara singkat perbedaannya.
Jawab:
Campuran berdasarkan ukuran partikel, dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu larutan, suspensi, dan koloid. Berikut ini masing-masing
penjelasannya:
a. Larutan
Pada larutan, ukuran partikel pelarut (solvent) dan zat terlarut (solute)
sebesar molekul tunggal kecil (ion) karena distribusi yang merata (serba sama),
maka sifat fisik larutan berbeda dengan pelarutnya, sehingga disebut campuran
homogen. Contohnya larutan gula, larutan garam, larutan teh, dan sebagainya.
b. Suspensi
Suspensi adalah campuran heterogen karena masih dapat dibedakan dari
zat-zat penyusunnya. Pada suspensi, salah satu komponen partikelnya relatif lebih
besar dan terdistribusi dalam partikel lainnya. Contohnya pasir halus dalam air, asap
di udara, dan endapan dalam reaksi campuran.
c. Koloid
Koloid juga disebut sistem dispersi, yaitu suatu campuran heterogen yang
terbagi rata dan sulit terlihat oleh mata. Koloid dapat diamati dengan menggunakan
ultramikroskop untuk membedakan komponen-komponen penyusunnya. Koloid
pada umumnya keruh, tetapi tidak dapat memisah. Susu merupakan contoh dari
koloid.

2. Mayo merupakan salah satu contoh emulsi cair dalam pendispersi cair.
Jelaskan apa maksud dari kalimat tersebut. Jelaskan juga jenis emulsi lain
yang Anda ketahui. Bagaimana dua fase cairan yang saling tidak menyukai
bisa bercampur selama penyimpanan? Jelaskan faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi kestabilan emulsi dan bagaimana faktor-faktor
tersebut dapat mempengaruhi kestabilan emulsi. Berikan gambaran visual
untuk memperjelas keterangan Anda.
Jawab:
Mayonaise merupakan contoh emulsi cair dalam pendispersi cair.
Maksudnya yaitu pada mayonaise bagian yang terdispersi adalah minyak nabati yang
berwujud cair, bukan gas atau padatan. Sedangkan bagian yang mendispersi (media

25
pendispersi) asam cuka atau lemon juice juga berwujud cair, dan bagian emulsifiernya
adalah kuning telur. Oleh karena itu mayonaise disebut emulsi cair karena medium
pendispersinya cair.
Jenis-jenis Emulsi (fase terdispersi cair)
Emulsi dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Emulsi Padat (Gel)

Emulsi Padat merupakan koloid dengan fase terdipersi cair dan medium

pendispersi padat. Contoh: jelly, keju, mentega, nasi.

2. Emulsi Cair (Emulsi)

Emulsi Cair merupakan koloid dengan fase terdispersi cair dan medium

pendispersi cair. Contoh: susu, mayones, krim.

3. Emulsi gas (Aerosol Cair)

Emulsi Gas merupakan koloid dengan fase terdispersi cair dan medium

pendispersi gas. Contoh: awan, kabut, hairspray, obat nyamuk semprot.

Untuk mencampurkan dua fase cair yang tidak saling menyukai (tidak
bercampur) itu karena sifat kepolarannya maka digunakanlah emulsifier atau
emulgator. Emulgator merupakan zat yang dapat menstabilkan emulsi sehingga
dua cairan yang tidak bercampur akan bercampur seteah penambahan adanya
emulgator. Contohnya: sabun, kuning telur, gelatin, kasein dan lain-lain.
Emulgator ini memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik. Misalnya antara air
dan minyak dimana air bersifat polar sedangkan minyak non-polar, maka
keduanya tidak akan pernah bercampur karena berbeda kepolarannya tapi dengan
adanya penambahan emulgator maka keduanya akan bercampur menjadi satu
karena bagian yang suka air akan terikat pada bagian hidrofilik sedangkan yang
bagian suka minyak akan terikat dengan gugus hidrofobik. Emulgator ini juga
menurunkan tegangan permukaan cairan sehingga dua fase zat cair yang berbeda
jenis akan mudah bercampur.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi:
 Rendahnya tegangan antarmuka
Minyak dan air merupakan dua fase yang biasanya tidak bercampur. Hal ini
dikarenakan tingginya tegangan antarmuka antar dua fase yang dalam keadaan

26
normal tidak bercampur. Oleh karena itu, diperlukan emulsifier untuk menstabilkan
emulsi yang akan terbentuk. Cara emulsifier menstabilkan emulsi yaitu dengan
menurunkan tegangan antarmuka antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak
bercampur. Turunnya tegangan antarmuka pada salah satu fase akan membuat fase
terdispersi dapat menyebar dan menjadi fase kontinyu. Rendahnya tegangan
antarmuka membuat terbentuk dan terjaganya wilayah antarmuka yang besar lebih
mudah. Jadi, semakin rendah tegangan antarmuka, semakin stabil emulsi.
 Tolakan lapisan rangkap listrik (Electric double layer repulsion)
Terjadinya emulsi karena adanya susunan listrik yang menyelubungi
partikel sehingga terjadi tolak-menolak antara partikel sejenis. Terjadinya muatan
listrik disebabkan oleh salah satu dari cara berikut:
a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan sekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan sekitarnya.
Apabila gaya tolak-menolak antar partikel sejenis lebih besar daripada gaya
tarik-menariknya (gaya Van Der Waals), maka emulsi yang terbentuk stabil.
Adanya tolakan lapisan rangkap listrik mengurangi laju agregasi dan coalescence.
Jadi, semakin besar tolakan lapisan rangkap listrik, semakin stabil emulsi.
 Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase
Agar terbentuk emulsi yang stabil, densitas antara dua fase tidak boleh
terpaut terlalu jauh. Semakin besar perbedaan densitasnya, maka dua fase akan
semakin sulit bercampur dan salah satu fasenya semakin sulit terdispersi. Kecilnya
perbedaan densitas antara dua fase dapat menurunkan laju creaming dan agregasi.
Jadi, semakin kecil perbedaan densitas dua fase, semakin stabil emulsi.
 Kecilnya ukuran droplet dan volume fase terdispersi
Ukuran droplet dan volume fase terdispersi berpengaruh terhadap kestabilan
emulsi. Semakin besar ukuran droplet dan semakin banyaknya volume fase
terdispersi, maka akan semakin besar juga peluang terbentuknya agregat. Oleh
karena itu, semakin kecil ukuran droplet dan volume fase terdispersi maka semakin
berkurang laju agregasi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecilnya
ukuran droplet dan volume fase terdispersi, maka semakin stabil emulsi.
 Viskositas fase pendispersi
Tingginya viskositas fase pendispersi dapat mengurangi laju creaming dan
agregasi. Hal ini dikarenakan tingginya viskositas fase pendispersi akan membuat
fase yang terdispersi dalam campuran semakin sulit bergerak. Gerak yang dimaksud
adalah gerak partikel fase terdispersi yang cenderung berkumpul dengan partikel
cairan sejenis dan membuat emulsi tidak stabil. Jadi, semakin tinggi viskositas fase
pendispersi, maka semakin stabil emulsi.

27
 Gaya tarik-menarik fase terdispersi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu gaya yang menentukan
kestabilan emulsi adalah gaya tarik-menarik antar fase terdispersi (gaya Van Der
Waals). Semakin besar gaya tarik-menarik antar partikel fase terdispersi, maka akan
semakin membuat emulsi tidak stabil. Hal ini dikarenakan gaya tarik-menarik antar
partikel fase terdispersi akan meningkatkan laju agregasi dan coalescence.

Sebagai gambaran, perhatikan gambar berikut:

(a) Emulsi Stabil (b) Emulsi Tidak Stabil

Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yang telah disebutkan


di atas akan menentukan kondisi emulsi stabil (a) ataupun tidak stabil (b).
Contohnya pengaruh dari tegangan antarmuka, tingginya tegangan antarmuka akan
membuat suatu emulsi menjadi tidak stabil (b), terlihat dari bagaimana campuran
dua fase terlihat jelas terpisah. Namun, ketika ditambahkan emulsifier yang
berfungsi menurunkan tegangan antarmuka maka fase terdispersi suatu emulsi
dapat menyebar secara merata dalam fase pendispersi. Meratanya sebaran fase
terdispersi (tidak berkumpul lagi seperti gambar b) ini yang mengindikasikan
bahwa emulsi telah menjadi stabil (a). Contoh lainnya yaitu pengaruh viskositas
fase pendispersi dan gaya antar partikel fase terdispersi yang bekerja dalam emulsi.
Viskositas fase pendispersi yang tinggi akan membuat partikel fase terdispersi sulit
untuk bergerak dalam emulsi dan sulit untuk berkumpul seperti gambar b. Sehingga
dengan adanya viskositas fase pendispersi yang tinggi akan membuat partikel
terdispersi stabil menyebar merata seperti yang ditunjukkan pada gambar a.
Sementara gaya antar partikel fase terdispersi yang bekerja dalam emulsi dibagi
menjadi dua yaitu gaya tolak-menolak dan gaya tarik-menarik (gaya Van Der
Waals). Apabila gaya tarik-menarik lebih besar daripada gaya tolak-menolak, hal
yang terjadi adalah partikel fase terdispersi cenderung berkumpul dan membentuk
emulsi tidak stabil (b). Sementara apabila gaya tolak-menolak lebih besar daripada
gaya tarik-menariknya maka patikel fase terdispersi cenderung tidak berkumpul,
tetapi menyebar secara merata membentuk emulsi stabil (a).

3. Ada 2 tipe pembentukan emulsi, yaitu oil in water emulsion dan water in oil
emulsion. Jelaskan ke dua tipe tersbut dalam bentuk diagram, simbol,
karakteristik dan juga contohnya. Adakah metode yang dapat digunakan
untuk membedakan antara emulsi o/w dan emulsi w/o? Jelaskan.
Jawab:

28
Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu:

1. Tipe water in oil atau w/o (water/oil)

Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya (diskontinyu)


dan minyak merupakan fase eksternalnya (kontinyu). Emulsi tipe w/o umumnya
mengandung kadar air yang kurang dari 10 – 25% dan mengandung sebagian besar
fase minyak. Emulsi jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak,
akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci dengan air.
Emulsi jenis ini bersifat non-polar, maka molekul–molekul emulsifier
tersebut akan teradsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan oleh air. Akibatnya
tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar
menjadi fase kontinyu.
Karakteristik dari emulsi tipe ini adalah terasa greasy (berminyak) dan dapat
dengan minyak atau pelarut non polar. Contohnya: mentega, cream, selai kacang,
semir, margarine, lipstick, coklat batangan.

Gambar 3. Diagram emulsi water in oil


(Sumber: Suryani, Ani. Emulsi)

2. Tipe oil in water atau o/w (oil/water)

Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil di dalam fase kontinyu yang berupa
air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31 –
41% sehingga emulsi o/w dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat
mudah dicuci.
Emulsi ini bersifat polar maka molekul–molekul emulsifier tersebut akan
teradsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan minyak. Akibatnya tegangan
permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar menjadi fase
kontinyu.
Karakteristik dari emulsi tipe ini adalah dapat menghantarkan arus listrik
dan dapat diencerkan dengan air. Contoh: susu, lateks, mayonnaise, es krim, santan,
lotion, cat.

29
Gambar 4. Diagram emulsi oil in water
(Sumber: Suryani, Ani. Emulsi)

Metode untuk membedakan emulsi o/w dan w/o

a. Metode penampakan visual

Emulsi tipe o/w biasanya berwarna putih dan agak creamy. Sedangkan
emulsi w/o berwarna lebih gelap dan menunjukkan tekstur minyak.

b. Metode pengenceran tetesan

Metode ini berdasarkan prinsip bahwa suatu emulsi akan bercampur dengan
zat yang sesuai dengan kepolaran fase kontinyunya. Misalnya suatu emulsi tipe o/w
akan lebih mudah diencerkan dengan penambahan air, begitu juga sebaliknya
dengan tipe w/o.

c. Metode kelarutan pewarna

Metode ini berdasarkan prinsip keseragaman dispersi pewarna dalam


emulsi. Misalnya amaranth, yang merupakan pewarna yang larut dalam air, maka
akan terdispersi seragam pada emulsi tipe o/w. Sudan III, merupakan pewarna yang
larut dalam minyak, maka akan terdispersi seragam pada emulsi tipe w/o.

d. Metode penyerapan

Metode ini menggunakan kertas filter yang berdasarkan sifat kapilaritas air
yang lebih tinggi daripada minyak (misalnya CoCl2). Benda dengan permukaan
licin dapat digunakan untuk mengamati kecepatan alir emulsinya. Jika tetesan
emulsi ini tersebar merata, berarti emulsi ini bertipe o/w. jika emulsi tidak tersebar
merata, berarti emulsi bertipe w/o.

e. Metode konduktivitas elektrik

Metode ini berdasarkan prinsip bahwa air mampu menghantarkan listrik dan
minyak tidak dapat. Jika suatu elektroda diletakkan pada suatu sistem emulsi,
konduktivitas elektrik tampak, maka emulsi tersebut bertipe o/w, dan begitu pula
sebaliknya pada tipe w/o.

30
f. Metode fluorosensi

Sangat banyak minyak yang dapat berfluorosensi jika terpapar sinar UV.
Jika setetes emulsi diuji di bawah paparan sinar UV dan diamati di bawah
mikroskop menunjukkan seluruh daerah berfluorosensi, maka tipe emulsi itu adalah
w/o. Jika emulsi bertipe w/o, maka fluorosensi hanya berupa noda.

4. Bahan dasar mayo adalah minyak nabati, tapi rasa minyak nabati dalam
mayo ini sudah tidak ada. Dapatkah anda menjelaskan secara saintifik dan
bagaimana setiap molekul minyak dapat dikelilingi oleh mikromolekul dari
larutan asam?

Jawab:
Mayonnaise adalah salah satu jenis saus yang dibuat dari bahan utama
minyak nabati, telur ayam, dan cuka. Mayonnaise biasanya digunakan sebagai
perasa pada makanan seperti salad atau sandwich. Secara ilmiah, mayonnaise
termasuk dalam campuran koloid jenis emulsi permanen. Untuk mencapai
kestabilan emulsi yang tinggi, diperlukan bahan ketiga yang mampu membentuk
sebuah selaput (film) di sekeliling butiran yang terdispersikan sehingga mencegah
bersatunya kembali butir-butir zat terdispersi tersebut. Bahan ketiga inilah yang
disebut sebagai emulsifier atau stabilizer.
Dalam sistem mayonnaise, yang berfungsi sebagai emulsifier adalah kuning
telur. Dalam kuning telur, terkandung zat lesitin dalam bentuk kompleks sebagai
lesitoprotein dan berfungsi sebagai surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif permukaan
yang diadsorpsi pada antar muka suatu cairan, dalam hal ini adalah permukaan
antara minyak dan air lemon (asam). Surfaktan berfungsi untuk menurunkan
tegangan permukaan antar muka sehingga kedua zat tersebut dalam saling larut satu
dengan yang lainnya.
Mekanisme lesitin dapat menyatukan kedua fasa (minyak nabati dan asam)
adalah fosfolipid yang merupakan pembentuk lesitin bersifat amfifil, yaitu suatu
molekul yang memiliki gugus hidrofil (suka air), dan lipofil (suka minyak).
Surfaktan ini merupakan jenis anionik, gugus fosfat (polar) bermuatan negatif, yang
kemungkinan juga terdiri dari kelompok jenis polar yang lainnya, dan gugus non-
polar terdiri dari asam lemak rantai hidrokarbon. Dalam pembuatan mayonnaise,
fosfolipid tersebut berperan sebagai emulsifier yang berperan dalam menyatukan
minyak nabati dan asam yang merupakan bahan utama pembuatan mayonnaise.
Meskipun sebagian besar bahan utama pembuatan mayonnaise adalah
minyak nabati, tetapi rasa minyak nabati dalam mayonnaise tidak terasa. Hal ini
dikarenakan setiap molekul minyak dikelilingi oleh mikromolekul dari larutan
asam. Prisipnya adalah mengemulsikan sejumlah besar minyak dalam sebagian
kecil larutan asam.

31
5. Sistem emulsi dapat didestabilisasi melalui beberapa metode, yaitu
creaming, flocculation, coalescence dan Ostwald Ripening. Jelaskan secara
prinsip metode-metode tersebut, dan gunakan rujukan yang sesuai.
Jawab:

 Creaming
Creaming menunjukkan adanya kecenderungan dua fase dalam emulsi
untuk memisah karena adanya perbedaan densitas. Dalam creaming, ada
kecenderungan fase yang densitasnya lebih kecil untuk terkonsentrasi di atas sistem
emulsi. Creaming hanya terjadi pada emulsi yang encer dan kedua fasenya
mempunyai densitas yang berbeda, serta medium pendispersinya adalah cairan
yang mudah mengalir. Jika fase terdispersinya memiliki densitas yang lebih besar
dari medium pendispersinya, maka proses creaming akan berlangsung di bawah
sistem emulsi.

Gambar 5. Creaming
 Flocculation
Flocculation diartikan sebagai proses dimana dua atau lebih droplet saling
menempel tanpa kehilangan identitas. Pada flocculation tidak terjadi penggabungan
butiran-butiran kecil menjadi butiran-butiran yang lebih besar. Butir-butir yang
mengelompok dapat didispersikan kembali dengan pengadukan atau pengocokan
apabila gaya Van Der Waalsnya lemah.

Gambar 6. Flocculation
 Coalescence
Coalescence adalah proses ketika dua atau lebih droplet bergabung dan
membentuk droplet yag lebih besar. Coalescence merupakan proses termodinamika
yang terjadi secara spontan dan mempunyai peranan penting pada pemisahan kedua
fase di dalam emulsi menjadi dua lapisan berbeda.

32
Gambar 7. Coalescense
 Ostwald Ripening
Ostwald ripening terjadi pada emulsi dimana droplet bertabrakan dengan
yang lain membentuk droplet yang lebih besar dan lebih kecil. Droplet yang
berukuran kecil cenderung menjadi semakin kecil.

Gambar 8. Ostwald Ripening

Bagian C
Belakangan ini perkembangan ilmu dan teknologi pangan kian pesat.
Berbagai produk pangan olahan mampu dihasilkan guna memenuhi permintaan
konsumen yang makin beragam. Sekarang ini tidak lah sulit menemukan es krim,
saus, roti yang teksturnya lembut, mayonaise, margarin, mentega, dan berbagai
produk olahan lainnya. Pengembangan produk pangan baru berbasis emulsi ini
tidak lepas dari peran ganda si emulsifier, yang dapat menggabungkan antara
minyak dengan air, dan juga menjaga agar kestabilan emulsi dapat berlangsung
dalam waktu yang lama.

Pertanyaan:
1. Benarkah penggunaan emulsifier dapat digunakan untuk menstabilisasi
emulsi? Jelaskan dan berikan rujukan sebagai dasar penjelasan Anda.
Berikan satu contoh emulsifier food grade, dan jelaskan proses pembuatan
emulsifier tersebut.
Jawab:

33
Alasan Emulsifier dapat Menstabilisasi Emulsi
Benar, penggunaan emulsifier dapat digunakan untuk menstabilisasi emulsi.
Emulsifier merupakan bahan yang digunakan untuk mengurangi tegangan
permukaan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak bercampur, sehingga
keduanya dapat teremulsi. Emulsifier diperlukan untuk memfasilitasi terbentuknya
emulsi, sebab dispersi minyak dan air tidak stabil (secara termodinamik).
Emulsifier dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi karena memiliki kedua
gugus penting, yaitu gugus hidrofilik dan gugus lipofilik.
Adanya gugus hidrofilik dan gugus lipofilik menyebabkan emulsifier
memiliki kemampuan untuk menyatukan dua jenis bahan yang tidak saling larut.
Dalam emulsifier, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus
hidrofiliknya (polar) yang lebih dominan, maka molekul-molekul emulsifier
tersebut akan diadsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak.
Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah
menyebar dan menjadi fase kontinyu.
Secara umum, emulsifier akan diadsorpsi oleh medium pendispersi lebih
besar dari zat yang terdispersi. Kemudian proses adsorpsi emulsifier ini akan
menurunkan tegangan permukaan dari medium pendispersi yang lebih besar
daripada zat yang terdispersi, sehingga terbentuklah suatu lapisan terpisah dan
terjadi emulsi. Lapisan ini akan menyelimuti partikel dan akan mencegah partikel
tersebut bersatu dengan partikel sejenis.

Proses Pembuatan Emulsifier Food Grade


Emulsifier food grade adalah emulsifier yang biasa digunakan dalam
industri makanan atau minuman. Salah satu contoh dari emulsifier ini adalah
golongan cake emulsifier. Umumnya, komposisi kimia dari cake emulsifier adalah
monogliserida dan digliserida. Oleh karena itu, berikut ini akan dijelaskan
mengenai proses pembuatan emulsifier monogliserida.

Gambar 9. Struktur Kimia Monogliserida

Monogliserida dapat dibuat melalui reaksi gliserolisis. Pada reaksi ini,


trigliserida direaksikan dengan gliserol membentuk monogliserida dan digliserida.
Reaksinya adalah sebagai berikut:

34
Gambar 10. Reaksi Pembentukan Monogliserida

Pada proses pembuatan monogliserida, lemak, atau minyak dicampur


dengan gliserol berlebih pada kenaikan temperatur (220-240oC atau 425-440oF)
dengan melibatkan katalis alkali, biasanya berupa natrium atau kalsium hidroksida
(0,1% berat minyak). Namun sebelumnya, reaktan didehidrasi dahulu pada
temperatur 220-240oF selama 30 menit. Selama proses reaksi, campuran reaksi
tetap dipertahankan sampai radikal asam lemak trigliserida didistribusikan kembali
secara acak di antara grup hidroksil gliserol yang tersedia. Reaksi dilakukan dengan
pengadukan selama 30 sampai 60 menit.
Campuran reaksi kemudian didinginkan dengan pengadukan sampai
kesetimbangan dicapai dan kemudian katalis dideaktivasi dengan menambahkan
asam fosfor (0,1%). Garam fosfat yang dihasilkan dari netralisasi katalis harus
dikeluarkan dengan filtrsi. Gliserol berlebih akan dipisahkan, sebagai lapisan
bawah selama pendinginan, secara parsial dengan dekantasi. Sedangkan gliserol
yang tersisa dalam campuran reaksi dapat dikeluarkan melalui distilasi vakum yang
sementara itu juga dilakukan steam stripping untuk mengurangi kandungan asam
lemak bebas dan memindahkan material oksidasi yang menyebabkan rasa dan bau
yang tidak diinginkan.
Reaksi gliserolisis menggunakan katalis asam maupun alkali basa,
berlangsung pada temperatur yang tinggi (200-240oC). Hasilnya merupakan suatu
campuran kasar dari monogliserida dan digliserida (tampak hampir sama) serta
trigliserida yang tidak terkonversi (konversi overall 90%). Proses pemisahan lebih
lanjut biasanya dilakukan dengan distilasi molekular yang menghasilkan kemurnian
monogliserida di atas 90%.

2. Bagaimana cara memperoleh kondisi emulsi yang stabil? Perlukah anda


tahu ukuran dan densitas partikel untuk menjaga kestabilan emulsi?
Jelaskan.
Jawab:
Cara memperoleh kondisi emulsi yang stabil:
a. Menggunakan kondisi homogenisasi yang optimum untuk memperoleh
ukuran partikel terkecil (akan dipengaruhi oleh konsentrasi dan jenis protein
pengemulsinya, serta surfaktan dengan berat molekul rendah apabila
digunakan). Proses homogenisasi dapat dilakukan dengan menggunakan

35
alat yang disebut homogenizer. Prinsip alat homogenizer adalah memaksa
suatu zat untuk melewati celah yang sempit sehingga ukuran molekul
menjadi kecil.

Gambar 11. Homogenizer tipe Valve

b. Menggunakan kombinasi hidrokoloid (stabilizer) yang sesuai untuk


memodifikasi viskositas emulsi. Hidrokoloid dapat menstabilkan emulsi
dengan membentuk lapisan yang rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada
permukaan minyak-air. Terbentuknya lapisan ini akan menaikkan viskositas
emulsi.

Untuk mendapatkan kondisi emulsi yang stabil, maka perlu diketahui


terlebih dahulu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan emulsi.
Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah ukuran dan densitas partikel, sehingga
penting untuk mengetahui kedua faktor tersebut untuk menjaga kestabilan emulsi.
Ukuran partikel fase terdispersi berpengaruh terhadap kestabilan emulsi.
Semakin besar ukuran partikel, maka akan semakin besar juga peluang
terbentuknya agregat. Oleh karena itu, semakin kecil ukuran partikel maka semakin
berkurang laju agregasi. Dengan demikian kecilnya ukuran partikel akan menjaga
kestabilan emulsi.
Densitas partikel baik fase terdispersi maupun medium pendispersi
berpengaruh terhadap kestabilan emulsi. Agar terbentuk emulsi yang stabil,
densitas antara dua fase tidak boleh terpaut terlalu jauh. Semakin besar perbedaan
densitasnya, maka dua fase akan semakin sulit bercampur dan salah satu fasenya
semakin sulit terdispersi. Kecilnya perbedaan densitas antara dua fase dapat
menurunkan laju creaming dan agregasi. Jadi, semakin kecil perbedaan densitas
dua fase, semakin terjaga kestabilan emulsi.

3. Pada emulsi selama penyimpanan, banyak terjadi sedimentasi bahan


padatan dan juga creaming. Mengapa demikian? Jelaskan apa yang terjadi
dengan partikel yang berada dalam sistem emulsi.

36
Jawab:

Sedimentasi (pengendapan) merupakan salah satu cara pemisahan padatan


yang tersuspensi dalam suatu cairan di mana akan terjadi peristiwa turunnya
partikel–partikel padat yang semula tersebar atau tersuspensi dalam cairan karena
adanya gaya berat atau gaya gravitasi. Selama proses sedimentasi ini berlangsung,
terdapat tiga gaya yang berpengaruh gaya gravitasi, gaya apung, gaya dorong.
Proses sedimentasi terjadi karena zat-zat sedimen mengalami penurunan kecepatan
atau berhenti sama sekali. Selain itu, sedimentasi juga dapat terjadi karena gaya
berat benda lebih besar dari gaya tekan ke atas (gaya apung). Partikel-partikel pada
sistem emulsi di bawah pengaruh gaya gravitasi biasanya memiliki kecepatan
rendah karena perbedaan densitas yang kecil antara partikel dengan medium emulsi.
Laju sedimentasi atau laju creaming partikel-partikel bulat yang tersuspensi
berbanding terbalik dengan viskositas, sesuai dengan hukum Stoke. Bila semua
variabel dijaga konstan, kenaikan viskositas umumnya meminimumkan creaming
atau terjadi pengendapan.

4. Laju pergerakan partikel dalam sedimentasi dapat ditentukan dengan


Hukum STOKE. Jelaskan prinsip-prinsip dari hukum Stoke dan berikan
contoh penggunaan hukum tersebut.

Jawab:

Prinsip dari Hukum Stokes adalah gaya yang menghambat bola bergerak
melalui cairan kental berbanding lurus dengan kecepatan bola, jari-jari bola, dan
viskositas fluida.
Penerapan dari Hukum Stokes adalah pada kopi yang jatuh dalam air. Kopi
yang jatuh tersebut lama-kelamaan akan mengendap, sesuai dengan bertambahnya
waktu. Laju pengendapan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
berat jenis air, berat jenis partikel padatan, viskositas air, aliran dalam bak
pengendapan, serta bentuk dan ukuran partikel. Jika berat jenis fluida lebih besar
daripada berat jenis partikel padatanya, maka laju pengendapanya lamban. Begitu
juga sebaliknya, semakin besar berat jenis partikel maka laju pengendapannya
cepat.

37
5. Secara prinsip aplikasi emulsifier sangat meluas untuk berbagai produk
makanan ataupun produk lain. Adakah keuntungan ataupun kerugian dalam
penggunaan emulsifier? Jelaskan!
Jawab:
Keuntungan dari penggunaan emulsifier adalah:
1. Membantu mencegah pemisahan dari bahan-bahan yang digunakan
(contohnya air dan minyak).
2. Mencegah pembentukkan jamur jika lemak dan minyak terpisah.

Kelemahan dari penggunaan emulsifier adalah:


1. Dapat menimbulkan alergi kepada beberapa orang, sehingga dapat
berbahaya.
2. Meningkatkan risiko terkena penyakit strok atau serangan jantung karena
emulsifier mengandung lemak trans.

38
KESIMPULAN

Koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih
zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup
besar (1-100 nm). Koloid mudah ditemukan dan banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak terlepas dari manfaat yang dimiliki koloid.
Contohnya yaitu proses pengolahan dan penjernihan air yang menerapkan prinsip
dari sifat-sifat koloid. Contoh lainnya yaitu mayonnaise, koloid yang digunakan
sebagai salah satu penyedap makanan.
Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang hadir sebagai
tetesan, dengan ukuran mikroskopis atau ultramikroskopis, didistribusikan ke
seluruh bagian lainnya. Oleh karena merupakan suatu sistem yang tidak stabil,
emulsi membutuhkan zat pengemulsi atau emulsifier untuk menstabilkan emulsi.
Emulsifier dapat menstabilkan emulsi karena memiliki gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik, sehingga dapat menurunkan tegangan permukaan antara dua fase yang
dalam keadaan normal tidak bercampur, sehingga keduanya dapat teremulsi secara
stabil.

39
DAFTAR PUSTAKA

Aimyaya. 2015. Kumpulan Teknik Penyaringan Sederhana. [ONLINE] Available


at: http://aimyaya.com/id/tag/saringan/. [Accessed 22 November 2015].
Anief, M. 2000. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi dan Emulsi. Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Anonym. 2015. Hukum Stokes. [ONLINE] Available at:
https://www.scribd.com/doc/84239809/Hukum-Stokes. [Accessed 30
November 2015].
Anonym. 2015. Stokes' law | Define Stokes' law at Dictionary.com. [ONLINE]
Available at: http://dictionary.reference.com/browse/stokes--law. [Accessed
30 November 2015].
Ansel, C.Howard. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Edisi keempat. Jakarta: UI
Press.
Atkins, Peter Julia. 2006. Physical Chemistry 8th ed. Great Britain: Oxford
University Press.
Brown, Amy. 2014. Understanding Food: Principles and Preparation, Fifth
Edition. Stamford: Cengage Learning.
Levine, I. 1983. Physical Chemistry. Second Edition. Mcgraw-Hill Book
Company: New York.
Liiy Dyaa. 2015. Sedimen Febri - Documents. [ONLINE] Available at:
http://documents.tips/documents/sedimen-febri.html. [Accessed 30
November 2015].
Moechtar. 1989. Farmasi Fisika Bagian Larutan Dan Sistem Dispers. Universitas
Gadjah Mada: Yogyakarta.
Pages, Ramadhani. 2014. Tegangan Permukaan Proses Pembuatan Mayonaise.
[ONLINE] Available at:
https://www.academia.edu/9643813/Aplikasi_Tegangan_Permukaan_pada_
Pembuatan_Mayones. [Accessed 20 November 2015].
Paye, et al. 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York:
Marcel Dekker, Inc.
Samuel H. Maron and Jerome B. Lando. 1974. Fundamentals of Physical
Chemistry. Amenka: Macmillan Publishing.

40
Schramm, Laurier L. 2009. Surfactants Fundamentals and Apllications in the
Petroleum Industry. 1st ed. Cambridge: Cambridge University Press.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Penerbit Rineka Cipta: Yogyakarta.
Tirto Prakoso, dkk. 2009. Pembuatan Monogliserida. [ONLINE] Available at:
http://citation.itb.ac.id/pdf/JURNAL/JTKI/JTKI%202007%203%20DES/JT
KI%206(3)%20689-698%20PEMBUATAN%20MONOGLISERIDA.pdf.
[Accessed 21 November 2015].
Zaka. 2013. Jenis Campuran Berdasarkan Ukuran Partikel. [ONLINE] Available
at:http://www.zakapedia.com/2013/04/jenis-campuran-berdasarkan-
ukuran.html#. [Accessed 22 November 2015].

41

Anda mungkin juga menyukai