Anda di halaman 1dari 4

1.

Mampu memahami, menjelaskan, mengkomunikasikan apa saja kelainan mulut yang disebabkan oleh HSV-1
a. Primary Herpetic Gingivostomatitis
Gambaran klinis yang paling umum dari infeksi HSV-1 awal adalah Primary Acute Herpetic
Gingivostomatitis. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak kecil (usia 1-3 tahun). Setelah masa inkubasi
1-26 hari, gejala awal muncul seperti demam tinggi, lesu, sakit kepala, dan limfodenopati servikal (Gejala
Prodormal). Pada jangka waktu 1-3 hari muncul erupsi vesicular dan inflamasi gingiva. Vesikula-vesikula ini
muncul pada permukaan intra oral seperti mukosa bukal, palatum lunak/keras, dasar mulut, lidah, gingiva,
tonsil, dan faring. Dalam beberapa hari vesikula akan pecah dan membentuk ulkus kecil, bulat, dan sakit,
terkadang lesi berbentuk ulkus besar dan tidak beraturan. Vesikula baru akan timbul 3-5 hari dan akan sembuh
dalam 1-2 minggu. Sakit yang dirasakan penderita dapat mempengaruhi kemampuan penderita ketika makan,
menelan, dan berbicara. HSV pada mulanya menginfeksi sel epitel tidak berkeratin pada mukosa oral
untuk menghasilkan intra epithelial blisters.
b. Reccurent Herpes Infection

i. Reccurent Intraoral Herpes


Herpes intra oral rekuren merupakan bentuk rekuren berupa lesi pada intra oral khususnya daerah mukosa yang
berkeratin. Predileksi pada palatum durum regio premolar dan molar, dapat juga timbul pada bagian fasial dan
bukal gingiva. Vesikel mudah pecah, terletak unilateral, tidak melewati garis tengah.

ii. Reccurent Herpes Labialis


Herpes simpleks labialis (cold sore/fever blisters) adalah bentuk herpes orofasial rekuren yang paling sering
terjadi, berupa vesikel-vesikel pada batas luar vermilion dan kulit sekitarnya.9 Gejala dimulai dengan rasa perih
diikuti oleh timbulnya vesikel berkelompok dalam 24 jam, pecah, terjadi erosi superfisial, kemudian akan ditutupi
krusta. Nyeri dan rasa tidak nyaman terjadi pada beberapa hari pertama; lesi sembuh dalam waktu kurang dari 2
minggu tanpa jaringan parut. Pelepasan virus terus berlansung 3–5 hari setelah lesi sembuh. Herpes labialis
rekuren terjadi pada 50-75% individu-individu yang terkena infeksi HSV di mulut, terjadi tiga kali lebih sering
pada pasien dengan demam dibandingkan pasien tanpa demam.

c. Keratojungtivitis
Suatu infeksi awal HSV-1 yang menyerang kornea mata dan dapat mengakibatkan kebutaan.
Sekitar 75%-90% dari populasi manusia dewasa terinfeksi HSV. Penularan virus terjadi melalui
kontak dari sekresi mulut yang terinfeksi dengan mukosa atau kulit dari orang yang rentan. Sebagian besar
penderita herpes simplex mengalami rasa sakit dan nyeri pada jaringan yang terkena. Gejala neurogenik
prodormal, seperti kesemutan, berdenyut-denyut, dan rasa terbakar, sering medahului munculnya lesi
sekitar 6-24 jam. (Langlais & Miller, 2009).

2. Mampu memahami pengertian, menjelaskan infeksi primer HSV-1


Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung
pada usia anak-anak Sedangkan infeksi primer virus Herpes simplex tipe II tempat predileksinya di daerah
pinggang ke bawah terutama di daerah genital. Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat
sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan
klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan
jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010).
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi virus herpes simplex dapat
ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).
Pada tahap infeksi rekuren virus herpes simplex yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis
menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi hubungan seksual) lalu mencapai kulit
sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar 7-10 hari disertai gejala
prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama
atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010).
3. Mampu memahami pengertian, menjelaskan infeksi sekunder HSV-1
Infeksi HSV ditandai dengan adanya lesi khas vesikoulseratif pada oral dan atau perioral. Gejala
prodromal berupa demam, sakit kepala, malaise, dan muntah disertai rasa tidak nyaman di mulut. Pada
satu sampai dua hari setelah gejala prodromal, timbul lesi berupa vesikel-vesikel kecil bergerombol
dimukosa mulut, berdinding tipis yang dikelilingi oleh peradangan. Vesikel cepat pecah, kemudian
mengalami ulserasi dan membentuk keropeng atau krusta. Lesi dapat mengenai seluruh bagian di
mukosa mulut. Selama berlangsungnya penyakit, vesikel dapat bersatu menjadi lesi yang lebih besar
dengan tepi tidak teratur
Rekuren herpes simplex dapat diaktivasi oleh trauma pada bibir, demam, sengatan matahari,
imunosupresi, dan menstruasi. Virus akan turun menuju batang saraf untuk menginfeksi sel epitel,
menyebar dari satu sel ke sel lainnya menyebabkan lesi (Greenberg & Glick, 2003).
Beberapa penelitian mengatakan, mekanisme reaktivasi HSV laten disebabkan oleh rendahnya
serum Ig A, menurunnya sel perantara imun, menurunnya aktivitas salivasi anti herpes, rendahnya ADCC
(antibody- dependent cell- mediated cytotoxicity) dan interleukin-2 disebabkan oleh prostaglandin yang
dihasilkan di kulit. Individu dengan defisiensi limfosit T yang disebabkan oleh AIDS atau transplantasi
atau kemoterapi kanker dapat membentuk lesi kronik yang lebih besar (Greenberg & Glick, 2003).

4. Mampu memahami, menjelaskan, mengkomunikasikan cara penegakan diagnosa infeksi primer dan infeksi
sekunder dari HSV-1
Diagnosis penyakit HSV ditegakan bila terdapat setidaknya 2 dari temuan berikut: (1) gambaran klinis yang sesuai
dengan penyakit HSV; (2) isolasi virus; (3) temuan antibodi spesifik; (4) Dari apusan/kerokan mukokutaneus, LCS,
atau materi biopsi, ditemukannya sel karakteristik infeksi HSV, perubahan histologi, antigen virus, atau DNA HSV.

a. Tes kultur virus dilakukan dengan mengambil sampel cairan, dari luka sedini mungkin, idealnya dalam
3 hari pertama manifestasi. Virus, jika ada, akan bereproduksi dalam sampel cairan namun mungkin
berlangsung selama 1 - 10 hari untuk melakukannya. Jika infeksi parah, pengujian teknologi dapat
mempersingkat periode ini sampai 24 jam, tapi mempercepat jangka waktu selama tes ini mungkin
membuat hasil yang kurang akurat.
b. Tes PCR yang jauh lebih akurat daripada kultur virus, dan tes ini direkomendasikan untuk mendeteksi
herpes dalam cairan serebrospinal ketika mendiagnosa herpes ensefalitis .PCR dapat membuat salinan
DNA virus dalam sampel terdeteksi.
c. Tes serologi dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik untuk virus dan jenis, Herpes Simplex Virus
1 (HSV-1) atau Virus Herpes Simpleks 2 (HSV-2). Ketika herpes virus menginfeksi seseorang, sistem
kekebalan tubuh tersebut menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan infeksi. Adanya antibodi
terhadap herpes juga menunjukkan bahwa seseorang adalah pembawa virus dan mungkin mengirimkan
kepada orang lain. Tes antibodi terhadap dua protein yang berbeda yang berkaitan dengan virus herpes
yaitu Glikoprotein GG-1 dikaitkan dengan HSV-1 dan Glikoprotein GG-2 berhubungan dengan HSV-2.
Pemeriksaan serologi yang paling akurat bila diberikan 12-16 minggu setelah terpapar virus. Fitur tes
meliputi:

1 ELISA (immunosorbent assay enzim-link) atau Immunoblot. Tes sangat akurat dalam mendeteksi
kedua jenis virus herpes simpleks.
2 Biokit HSV-2 (juga dipasarkan sebagai SureVue HSV-2). Tes ini mendeteksi HSV-2 saja.
Keunggulan utamanya adalah bahwa hanya membutuhkan tusukan jari dan hasil yang disediakan
dalam waktu kurang dari 10 menit.Tes ini juga lebih murah.
3 Western Blot Test adalah tes dengan tingkat akurasi sebesar 99%. Tes ini mahal, memakan waktu
lama, dan tidak tersedia secara luas sebagaimana tes lainnya.
Tes serologi herpes terutama dianjurkan untuk:

 Orang yang memiliki gejala genital berulang tapi tidak ada kultur virus negatif.
 Konfirmasi infeksi pada orang yang memiliki gejala yang terlihat herpes genital.
 Menentukan jika pasangan seseorang didiagnosa menderita herpes genital.
 Orang-orang yang memiliki banyak pasangan seks dan yang perlu diuji untuk berbagai jenis PMS
(Penyakit Menular Seksual).
5. Mampu memahami pengertian, menjelaskan penatalaksanaan dan terapi infeksi primer dan infeksi sekunder
HSV-1
Pada kasus ini dilakukan terapi kausatif dengan pemberian obat acyclovir cream 5%. Acyclovir adalah
suatu analog nukleosida purin asiklik yang efektif terhadap HSV, virus varicella zoster, epstein barr, dan
cytomegalovirus. Di dalam sel, acyclovir akan mengalami proses fosforilasi menjadi bentuk aktif, yaitu
acyclovir trifosfat yang menghambat DNA polymerase HSV dan replikasi DNA virus dengan cara
memutuskan rantai DNA. Sehingga mencegah sintesis DNA virus tanpa mempengaruhi proses sel yang
normal.11 Pasien diinstruksikan mengenai cara pemakaian Acyclovir, yaitu sebelum mengolesi Acyclovir
krim, bersihkan dan keringkan area yang akan diolesi dengan air bersih, oleskan pada lesi mulut dengan
aplikator berujung kapas 5 kali sehari hingga lesi tertutup dengan baik, setelah menggunakan Acyclovir
krim, pasien dianjurkan untuk membersihkan tangan agar tidak beresiko menularkan ke orang lain.
Selain itu, pasien juga diberikan perawatan suportif yaitu pemberian Theragran M sebagai
imunomodulator untuk mendukung perbaikan imunitas pasien sehingga diharapkan periode
penyembuhan menjadi lebih cepat dan frekuensi rekurensi berkurang. Pasien diinstruksikan untuk
meminum multivitamin 1 kali sehari.

Pengobatan eradikasi HSV adalah dengan pemberian acyclovir 10-20 mg/kgBB/dosis, 4x sehari (maks 1g/hari),
selama 7-10 hari. Untuk penyakit HSV neurologis (ensefalitis dan meningitis aseptik), acyclovir diberikan intra
vena 10 mg/kgBB/dosis, tiap 8 jam, diberikan dalam waktu 1 jam, selama 14-21 hari. Pemberian acyclovir untuk
penderita imunokompromais adalah intra vena 10 mg/kgBB/dosis, tiap 8 jam, lama pemeberian tergantung respon
klinis. Untuk manifestasi klinis yang lebih berat dosis dapat diberikan lebih tinggi. Infeksi primer lokal HSV
umumnya dapat sembuh dengan sendirinya (self limited), biasanya dalam 1-2 minggu. Angka kematian yang tinggi
terdapat pada kelompok penderita imunokompremais berat atau gizi buruk. Prognosis kematian dan gejala sisa pada
penderita meningoensefalitis HSV tergantung dari diagnosis dini dan terapi. Infeksi HSV di mata sering
meninggalkan parut di kornea dan kebutaan. Serangan infeksi seringkali berulang. HSV genital tetap merupakan
faktor risiko penting infeksi neonatal. Sanitasi yang baik dan pencegahan kontak dari penderita merupakan cara
yang paling baik dalam mencegah penularan HSV. Profilaksis acyclovir dapat diberikan pada penderita infeksi
laten yang akan terpapar faktor pencetus seperti ultra violet. Untuk ibu hamil yang menderita penyakit HSV aktif,
diindikasikan untuk melakukan persalinan seksio sesaria selambatnya < 24 setelah ruptur membran (ketuban
pecah).

Asiklovir terbukti efektif dalam pengobatan. HSV oral primer pada anak-anak saat terapi dimulai pada 72
jam pertama. Asiklovir secara signifikan mengurangi demam, nyeri, lesi, dan transmisi virus secara vertikal (viral
shedding). Selain asiklovir, tersedia juga valasiklovir dan famciclovir dengan bioavailabilitas yang lebih baik,
memungkinkan pengobatan yang efektif dengan dosis yang lebih sedikit(Greenberg and Glick, 2003).
Untuk mengatasi demam dapat diberikan aspirin atau asetaminofen dan cairan untuk menjaga hidrasi dan
keseimbangan elektrolit yang tepat. Jika pasien mengalami kesulitan makan dan minum, anestetik topikal dapat
diberikan sebelum makan seperti Dyclonine hydrochloride 0.5%. Jika obat ini tidak tersedia, larutan
diphenhydramine hydrochloride 5 mg / mL dicampur dengan susu yang mengandung magnesium dengan jumlah
yang sama juga memiliki sifat anestesi topikal yang memuaskan (Greenberg and Glick, 2003).

 Infeksi primer (primary infection) adalah infeksi pada seseorang yang seronegatif terhadap HSV. Infeksi ini
merupakan infeksi pertama pada seseorang yang rentan, umumnya subklinis atau terbatas pada lesi superfisial
disertai gejala sistemi ringan. Pada neonatus, penderita imunokompromais, dan penderita gizi buruk, infeksi
primer dapat mengakibatkan manifestasi klinis berat bahkan tanpa disertai lesi superfisial. Antibodi sirkulasi
dan respon selular kemudian muncul setelah infeksi dimulai.
 Infeksi pertama tapi bukan primer (First infection, nonprimary) Infeksi pada seseorang yang telah memiliki
imunitas terhadap salah satu HSV (misalnya HSV-1), namun terinfeksi oleh HSV tipe lain (misalnya HSV-2).
Umumnya infeksi jenis ini lebih ringan daripada infeksi primer, namun bila infeksi jenis ini terjadi pada ibu
hamil menjelang melahirkan maka bayi yang terinfeksi dapat mengalami infeksi berat akibat tidak adanya
antibodi spesifik.
 Infeksi rekuren (recurrent infection) Merupakan rektifasi infeksi laten pada penderita yang telah memiliki
imunitas HSV. Reaktifasi ini terjadi akibat stimulasi nonspesifik seperti perubahan external milieu (misalnya
dingin, cahaya ultraviolet) atau internal milleu (misalnya menstruasi, demam, atau stress emosional)
Manifestasi klinis penyakit HSV sangat bervariasi, dapat bersifat infeksi lokal ataupun sistemik. Manifestasi
klinis bisa asimtomatik hingga gejala sistemik berat.
Secara klinis penyakit HSV dapat digolongkan sebagai berikut: lesi mukokutaneus; ginggivostomatitis herpetika
akut; 1258 stomatitis dan herpes labialis rekuren; eksim herpetikum (Kaposi Varicelliform eruption); infeksi
ocular; herpes genital; infeksi sistem saraf pusat.

Anda mungkin juga menyukai