Disusun Oleh :
Pembimbing:
Identitas
– Nama : Bayi. A
– Usia : 1 tahun
– Kelamin : Laki - laki
– Ras : Sunda
– Alamat : Cikaret Suka Maju Cianjur
– NRM : 375403
– Tanggal berobat : 12 Juli 2010
Anamnesa
( Alloanamnesis )
Keluhan utama : Bruntus berisi nanah yang gatal hampir di seluruh tubuh
Riwayat Penyakit Sekarang:
Sejak ± 1 minggu sebelum datang ke poli penyakit kulit RSUD Cianjur, Ibu pasien
mengeluh bruntus-bruntus berisi nanah semakin menyebar di kaki, tangan badan dan wajah
pasien. Sebagian bruntus-bruntus tersebut pecah dan tampak seperti lepuhan di pipi kiri
pasien, pasien tampak sering menggaruk dan menangis, keluhan juga disertai demam tapi
tidak terlalu tinggi.
± 2 bulan yang lalu bruntus-bruntus kecil berisi cairan mulai muncul di badan, kaki
dan tangan serta sel-sela jari. Bruntus tersebut semakin lamakin lama semakin luas menyebar
dan pasien tampak sering menggaruk terutama malam hari. Ibu pasien tidak memperhatikan
adanya garis keabu-abuan pada tubuh pasien. Keluhan tidak disertai demam.
Riwayat Pengobatan
± 3 minggu sebelum ke RSUD Cianjur pasien sekeluarga berobat ke Puskesmas kecuali
Ayah pasien, di Puskesmas diberikan obat minum dan salep (Ibu pasien lupa nama obatnya)
setelah beberapa hari keluhan kakak dan Ibu pasien berkurang kecuali keluhan pasien yang
semakin meluas.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Vital Sign : Tensi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,8⁰C
BB : 6 kg
Status Generalis
Kepala : Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : Sekret ( - )
Telinga: Sekret ( - )
Mulut : hiperemis (-)
Kulit ( Lihat status dermatologikus )
Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba membesar. Kulit ( Lihat
status dermatologikus )
Thorax : bentuk dan gerak simetris,
Paru-paru : VBS kanan = kiri
Jantung: mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, BU (+) normal, turgor baik. Kulit ( Lihat status
dermatologikus )
Estremitas : Edema (-), atrofi (-), akral hangat, CRT < 2 detik.
Kulit ( Lihat status dermatologikus )
Status Dermatologikus
Distribusi : Generalisata
Ad Regio :Wajah, leher, perut bagian bawah, kedua lengan dan tangan,
kedua tungkai dan kaki
Karakteristik :
Lesi multipel, sebagian diskret dan sebagian konfluens, dengan bentuk irreguler, luas
luka terkecil 0,3cmx0,5 cm dan terbesar 4cmx5cm. batas tidak tegas, sebagian
menonjol dari pemukaan kulit, sebagian lesi tampak basah.
Eflorosensi :
- Pustul dan vesikel dengan dasar eritem
- Erosi dengan dasar dan tepi eritem
- Krusta serosa dan krusta pustulosa
Resume
Seorang bayi, 1 tahun diantar Ibunya ke Poliklinik kulit RSUD Cianjur dengan
keluhan bruntus berisi nanah yang gatal hampir di seluruh tubuh. Awalnya muncul ± 2 bulan
yang lalu bruntus-bruntus kecil berisi cairan mulai muncul di badan, kaki dan tangan yang
semakin lama semakin luas menyebar, pasien tampak sering menggaruk terutama malam hari,
keluhan tidak disertai demam. ± 1 minggu yang lalu bruntus-bruntus berisi nanah semakin
menyebar di kaki, tangan badan dan wajah pasien. Sebagian bruntus-bruntus tersebut pecah
dan tampak seperti lepuhan di pipi kiri pasien, pasien tampak sering menggaruk dan
menangis, keluhan juga disertai demam tapi tidak terlalu tinggi. ± 2 bulan yang lalu orang tua
dan kedua kakak pasien juga mengeluh keluhan yang sama berupa bruntus-bruntus berisi
cairan yang gatal dibadan, tangan dan kaki, terutama dibagian lipatan tubuh. Keluhan
dirasakan setelah beberapa hari kakak pertama pasien pulang dari Pesantren.
Bercak merah dipipi sebelumnya disangkal oleh ibu pasien. Riwayat alergi makanan dan
obat tertentu disangkal oleh ibu pasien.
± 3 minggu sebelum ke RSUD Cianjur pasien sekeluarga berobat ke Puskesmas kecuali
Ayah pasien, di Puskesmas diberikan obat minum dan salep (Ibu pasien lupa nama obatnya)
setelah beberapa hari keluhan kakak dan Ibu pasien berkurang kecuali keluhan pasien yang
semakin meluas.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, status generalis
kecuali kulit dalam batas normal. Pada pemeriksaan dermatologikus ditemukan:
Distribusi : Generalisata
Ad Regio :Wajah, leher, perut bagian bawah, kedua lengan dan tangan,
kedua tungkai, kaki dan sela jari kaki
Karakteristik :
Lesi multipel, sebagian diskret dan sebagian konfluens, dengan bentuk irreguler, luas
luka terkecil 0,3cmx0,5 cm dan terbesar 4cmx5cm. batas tidak tegas, sebagian
menonjol dari pemukaan kulit, sebagian lesi tampak basah.
Eflorosensi :
- Pustul dan vesikel dengan dasar eritem
- Erosi dengan dasar dan tepi eritem
- Krusta serosa dan krusta pustulosa
Diagnosis Banding:
- Skabies dengan infeksi sekunder
- Impetigo krustosa
Diagnosa Kerja
- Skabies dengan infeksi sekunder
Saran / Usulan
- Pemeriksaan dengan menemukan tungau di bawah mikroskop cahaya
- Pemeriksaan dengan cara menyikat dan ditampung di atas selembar kertas putih lalu
dilihat dengan kaca pembesar.
- Pemeriksaan laboratorium terutama leukosit
- Pewarnaan gram
- Kultur dan tes resisten
Penatalaksanaan
- Umum :
Edukasi tentang penyakit. Keluarga pasien harus diobati dengan tuntas. Baju,
sarung bantal, seprei yang digunakan direndam dengan air panas lalu dicuci,
jemur dan disetrika, dilakukan beberapa kali.
- Khusus :
Sistemik Amoksisilin 3 x 200 mg (untuk infeksi sekunder)
Paracetamol 3 x 100 mg
Prognosis
– Quo Ad Vitam : Ad Bonam
– Quo Ad Functionam : Ad Bonam
– Quo Ad Sanantionam : Ad Bonam
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Sinonim dari penyakit ini adalah kudis,
the itch, gudig, budukan, dan gatal agogo. Penyakit skabies ini merupakan penyakit
menular oleh kutu gatal Sarcoptes scabiei tersebut, kutu tersebut memasuki kulit stratum
korneum, membentuk kanalikuli atau terowongan lurus atau berkelok sepanjang 0,6
sampai 1,2 centimeter. Akibatnya, penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang panas dan
edema yang disebabkan oleh garukan. Kutu betina dan jantan berbeda. Kutu betina
panjangnya 0,3 sampai 0,4 milimeter dengan empat pasang kaki, dua pasang di depan
dengan ujung alat penghisap dan sisanya di belakang berupa alat tajam. Sedangkan, untuk
kutu jantan, memiliki ukuran setengah dari betinanya. Dia akan mati setelah kawin. Bila
kutu itu membuat terowongan dalam kulit, tak pernah membuat jalur yang bercabang.
Di dalam terowongan ini, kutu bersarang dan mengeluarkan telurnya. Dalam waktu
tujuh sampai 14 hari, telur menetas dan membentuk larva yang dapat berubah menjadi
nimfa, selanjutnya terbentuk parasit dewasa. Tempat yang paling disukai kutu betina
adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, yaitu daerah sekitar sela jari kaki dan tangan,
siku, pergelangan tangan, bahu, dan daerah kemaluan. Pada bayi yang memiliki kulit serba
tipis, telapak tangan, kaki, muka, dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut.
Faktor penunjang epidemiologi penyakit ini antara lain sosial ekonomi rendah,
hygiene buruk, sering berganti pasangan seksual, kesalahan diagnosis, dan perkembangan
demografis serta ekologik. Penularan penyakit skabies ini dapat terjadi scara langsung
maupun tidak langsung, karenanya tak heran jika penyakit gudik (skabies) dapat dijumpai
di sebuah keluarga, di kelas sekolah, di asrama, di pesantren. Adapun cara penularannya
adalah sebagai berikut :
Kontak langsung ( kulit dengan kulit ), misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan
hubungan seksual.
Kontak tak langsung ( melalui benda ), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dll.
Penularan biasanya oleh sarcoptes betina yang telah dibuahi atau dalam bentuk larva.
Dikenal juga dengan Sarcoptes scabiei varian animals yang kadang- kadang dapat
menulari manusia, terutama pada orang yang memelihara hewan seperti anjing.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan,
atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu tempat yang relatif
sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak kalangan masyarakat masih
cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam melayani kebutuhan akan kesehatan
yang masih kurang, kurangnya pemantauan kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan
terutama masalah penyediaan air bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan
yang masih sering kita jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan
lingkungan yang telah ada. Penularan scabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di
satu tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang
menyediakan fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang
dipakai oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat
kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya fasilitas
umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat penduduk. Di beberapa
sekolah didapatkan kasus pruritus selama beberapa bulan yang sebagian dari mereka telah
mendapatkan pengobatan skabisid.
Skabies pada bayi dan anak, yaitu lesi scabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh,
termasuk seluruh kepala, leher, telapak tangan dan kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder impetigo sehingga terowongan jarang ditemukan.
Skabies pada orang yang terbaring ditempat tidur, yaitu kelainan yang sering
menyerang pada penderita penyakit kronis dan pada orang yang lanjut usia yang
terpaksa harus tinggal ditempat tidur terus. Sehingga orang itu dapat menderita scabies
dengan lesi yang terbatas.
Skabies Norwegia atau scabies krustosa, ini ditandai oleh lesi yang luas dengan
krusta,skuama generaisata dan hyperkeratosis yang tebal. Tempat predleksi biasanya
kulit kepala yang berambut, telinga, bokong,siku, lutut, telapak tangan dan kaki yang
disertai distrofi kuku, namun rasa gatal tidak terlalu menonjol tetapi sangat menular
karena jumlah tungau yang menginfeksi sangat banyak (ribuan).
B. Etiologi Skabies
Skabies dapat disebabkan oleh kutu atau tungau sarcoptes scabei varian hominis.
Sarcoptes scabiei ini termasuk filum Arthopoda, kelas Arachnida, ordo Ackarina,
superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Kecuali itu
terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan
tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini
transient, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara
330 - 450 mikron x 250 - 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 - 240
mikron x 150 - 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di
depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat. Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah
kopulasi ( perkawinan ) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang
masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang
telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 - 3
milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya.
Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga
keluar. Setelah 2 - 3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan
betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk
dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3-4
hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut.
Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau
betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah
kopulasi. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih kurang
7 - 14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab, contohnya lipatan
kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh
badan dapat terserang penyakit skabies ini.
C. Manifestasi Klinis
Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau ini.
Pada pasien yang selalu menjaga higiene, lesi yang timbul hanya sedikit sehingga
diagnosis kadang kala sulit ditegakkan. Jika penyakit berlangsung lama, dapat timbul
likenifikasi, impetigo, dan furunkulosis.
D. Patofisiologi Skabies
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat,menyebabkan lesi timbul pada pergelangan tangan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemuannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan
dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang
terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.
E. Pemeriksaan penunjang
F. Penatalaksanaan
Syarat obat yang ideal adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak
menimbulkan iritasi dan toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai
pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah.
Gama benzena heksa klorida (gameksan) 1% daam bentuk krim atau losio, termasuk
obat pilihan arena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarang
memberi iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah umur 6 tahun dan wanita
hamil karena toksi terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali dalam 8
jam. Jika masih ada gejala, diulangi seminggu kemudian.
Krokamiton 10% dalam krim atau losio mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan
antigatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. Krim( eurax) hanya efetif pada
50-60% pasien. Digunakan selama 2 malam berturut-turut dan dbersihkan setelah 24
jam pemakaian terakhir.
Krim permetrin 5% merupakan obat yang paling efektif dan aman karena sangat
mematikan untuk parasit S.scabei dan memiliki toksisitas rendah pada manusia. Kurang
toksik dibandingkan gameksan, aplkasi sama dengan gameksan. Tidak dianjurkan pada
bayi dibawah 2 bulan.
Pemberian antibiotika sistemik dapat digunakan jika ada infeksi sekunder, misalnya
bernanah di area yang terkena (sela-sela jari, alat kelamin) akibat garukan.
PEMBAHASAN
Khusus:
Oral:
- Pada pasein ini disertai infeksi sekunder maka sebelum pengobatan scabies diberikan
antibiotic secara sistemik terlebih dahulu, diberikan Amoxicilin 3 x 200 mg.
- Pasien juga diberikan antipiretik karena keluhan demamnya, maka diberikan
Paracetamol 3 x 120 mg bila demam
Topikal:
- Diberikan kompres NaCl karena terdapat lesi yang basah
- Setelah infeksi sekunder membaik, Scabimite ( Permethrin krim 5 % ) dioleskan
hanya sekali ke seluruh tubuh, mandi setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi
setelah 1 minggu.
DAFTAR PUSTAKA
1) Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
ke – 5. Jakarta: FKUI.
2) Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff KK, Freedberg IM and Austen KF ( eds ). 2008.
Dermatology in General Medicine, 7th edition. New York: McGraw Hill-Inc.
3) Wolff Klaus, Johnson Allen Richard. 2009. Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology, 6th edition. New York: McGraw Hill-Inc.