Anda di halaman 1dari 16

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A219032 / 21 Oktober 2019


** Pembimbing / dr. Amran Sinaga, Sp. B

WOUND

Raudatul Agustina *

dr. Amran Sinaga, Sp. B **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


ILMU BAGIAN BEDAH
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

WOUND

Disusun Oleh :
Raudatul Agustina
G1A219032

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Bedah RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada 21 Oktober 2019

Pembimbing

dr. Amran Sinaga, Sp. B


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat Clinical Science Session(CSS) yang berjudul
“Wound” sebagai salaah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Ilmu Bagian Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Amran Sinaga Sp.B, yang telah
bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Ilmu Bagian Bedah di Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekerangan pada referat Clinical
Science Session (CSS) ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan referat ini. Penulis mengharapkan semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, 21 Oktober 2019

Raudatul Agustina
DAFTAR ISI

Halaman Judul........................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ............................................................................................. ii
Kata Pengantar ....................................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................................. iv
BAB I Pendahuluan .............................................................................................. 1
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................. 2
2.1 Defenisi ........................................................................................................ 2
2.2 Penyembuhan Luka ...................................................................................... 2
2.3 Jenis Luka .................................................................................................... 8
2.4 Penanganan Luka ......................................................................................... 9
BAB III Kesimpulan ....................................................................................... 11
Daftar Pustaka ................................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk luka bermacam – macam bergantung
penyebabnya, misalnya luka sayat atau vulnus scissum disebabkan oleh benda tajam,
sedangkan luka tusuk yang disebut vulnus punctum akibat benda runcing. Luka
robek, laserasi atau vunus laceratum merupakan luka yang tepinya tidak rata atau
compang camping disebabkan oleh benda yang permukaannya tidak rata. Luka lecet
pada permukaan kulit akibat gesekan disebut ekskoriasis. Panas dan zat kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.1 Luka merupakan
suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah kerusakan kontinyuitas
kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Ketika luka timbul,
beberapa efek akan muncul :2
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
1. Respon stres simpatis
2. Perdarahan dan pembekuan darah
3. Kontaminasi bakteri
4. Kematian sel
2.2 Penyembuhan Luka
A. Fase Penyembuhan Luka1
Penyembuhan luka dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu fase inflamasi,
proliferasi, dan remodeling.
Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari
kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan
perdarahan, dan tubuh berusaha mengehentikannya dengan vasokontriksi,
pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis.
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melekat, dan bersama jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang
keluar dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi,
melepas kemoatraktan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblast lokal
dan sel endotel serta vasokonstriktor. Sementara itu, terjadi reaksi inflamasi.
Setelah hemostasis, proses koagulasi akan mengaktfikan kaskade komplemen.
Dari kaskade ini akan dikeluarkan bradikinin dan anafilatoksin C3a dan C5a
yang menyebabkan vasodilatasi dan permeabilitas vaskular meningkat
sehingga terjadi eksudasi, penyebukan sel radang, vasodilatasi setempat yang
menyebabkan udem dan pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi
radang menjelas, berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor),
rasa hangat (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasias karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
amino glisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan tepi luka.
Pada fase ini, serat kolagen dibentuk dan dihancurkan kembali untuk
menyesuaikan dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut.
Nantinya, dalam proses remodelling, kekuatan serat kolagen bertambah
karena ikatan intramolekul dan antarmolekul menguat.
Pada fase fibroblast ini, luka dipenuhi oleh sel radang, fibroblast, dan
kolagen, serta pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), membentuk
jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol halus yang disebut
jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri atas sel basal terlepas dari
dasarnya dan berpindah megisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi
oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya terjadi
kearah yang lebih rendah atau datar. Proses ini baru berhenti setelah epitel
saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya
permukaan luka, prose fibroplasias dengan pembentukan jaringan granulasi
juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase remodeling.
Fase Remodelling
Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berakhir
kalau semua tanda – tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses
penyembuhan. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang,
kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan
sisanya mengerut sesuai dengan besarnya regangan. Selama proses ini
berlangsung, dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lentur.
B. Penyembuhan jaringan khusus1
1. Tulang
Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi
pendarahan yang berasal dari pembuluh darah di endostium, di kanal
Haver pada korteks, dan di periostium. Hematon yang di bentuk segera
diserbu oleh poliferasi fibroblast yang bersifat osteogenik yang berasal
dari mesenkim periostium dan sedikit dari endomestium. Fibroblast
esteogenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik
antar sel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurung dalam lakuna
oleh osteoid disebut osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut
osifikasi. Bekas hematom yang bereteoid disebut kalus yang tidak tampak
secara radiologis. Kalus akan maki padat, seakan merekat patahan.
Di daerah yanng agak jauh dari patahan dan pendarahannya lebih
bagus, mulai terbentuk jaringan tulang karena proses peletakan kalsium
pada osteoid, sedangkan didaerah patahan sendiri, yang pendarahannya
lebih sedikit, osteoblast berdiferensiasi menjadi kondroblast dan
membentuk tulang rawan. Kalus eksterna dan interna yang berubah
menjadi jaringan tulang dan tulang rawan makin keras dan setelah menjadi
terisi kalsium menjadi jelas pada pemeriksaan radiologi. Bagian tulang
rawan kemudian berubah menjadi tulang biasa melalui prosesn enkondral.
Pada saat ini, patahan dikatakan telah menyambung dan menyembuh
secara klinis. Selanjutnya, terjadi pembentukan tulang lamelar dan
perupaan kembali selama berbulan-bulan. Pada anak, perupaan kembali
dari kalus primer ini disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan
epifisis sehingga sudut patahan akan pulih sampai derajat
tertentu. Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang
pendek) berjalan lebih cepat karena pendarahan yang lebih kaya. Nekrosis
yang terjadi di pinggir patahan tulang tidak bayak, dan kasus interna
segara mengisi rongga patah tulang.

Penyembuhan patah tulang terjadi pada tindakan reduksi dan setelah


fiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Ini dapat
digolongkan penyembuhan per prema.

2. Tendo
Bila tendo yang merupakan ujung dari otot lurik luka akan putus,
hematom yang tejadi akan mengalami proses penyembuhan alami dan
menjadi jaringan ikat yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bagian
distal akan mengalami hipotrofi karena ada yang menggerakan. Dengan
demikian, tendo yang putus sama sekali tigak akan berfungsii kembali,
tendo harus dijahit dengan teknik khusus agar perlekatan dengan jaringan
sekitarnya dikurangi dan tendo masih dapat bergerak dan meluncur bebas.
3. Fasia
Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal.
Hematom dan eksudasi yang terjadi akan diganti dengan jaringan ikat.
Bila otot tebal, kuat, dan luka robeknya tidak sembuh betul deengan atau
tanpa dijahit, mungkin akan tertinggal defek yang dapat mengalami
herniasi otot.
4. Otot
Otot lurik dan otot polos diketahui mampu sembuh dengan
membentuk jaringan ikat. Walaupun tidak mengalami regenerasi, faal otot
umumnya tidak berkurang karena adanya hipertrofi sebagai kompensasi
jaringan otot sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot perlu dijahit dengan
baik.
5. Usus
Luka pada usus halus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan
sembuh per sekundam intentionem karena kebocoran isi usus akan
menyebabkan peritonitis umum. Penyembuhan biasanya cepat karena
dinding usus kaya akan darah sehingga dalam 2-3 minggu kekuatannya
dapat melebihi daerah yang normal.
6. Serabut saraf
Trauma pada saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau
trauma tumpul yang menyebabkan tekanan atau tarikan pada saraf.
Penekanan akan menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka
yang umumnya masih utuh, sedangkan tarikan mungkin menyebabkan
putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh.
Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller
karena akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di
tanduk depan sumsum tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan
selubung mielin kosong yang lama kelamaan kolaps atau terisi fibroblast.
Sel saraf di pusat setelah 24-28 jam akan memumbuhkan akson baru ke
distal dengan kecepatan 1mm per hari. Akson ini dapat tumbuh baik
sampai ke ujungnya di organ akhir dila dalam pertumbuhannya
menemukan selubung meilin yang utuh. Dalam selubung inilah akson
tumbuh ke distal. Bila dalam pertumbuhnya akson tidak menemukan
selubung yang kosong, pertumbuhannya tidak maju, dan akan membentuk
tumor atau gumpalan yang terdiri atas akson yang tergulung. Ini di sebut
neuroma. Tentu saja tidak semua akson akan menemukan selubung mielin
yang masih kosong dan sesuai, terutama kalau saraf tersebut merupakan
campuran sensoris dan motoris. Kalau selubung mielin sudah di masuki
akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin menemukan selubung
lagi. Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka
yang relatif lebih utuh memberikan prognosis lebih baik dari pada lesi
tarik yang merusak pembuluh darah nutrisi. Memulai bedah mikro, ujung
setiap fasikulus yang terputus dipertemukan, kemudian saraf yang
terputus itu disambung dengan menjahit epi- dan perineuriumnya. Upaya
ini memberikan hasil yang lebih baik.

7. Jaringan saraf
Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan
pulih karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya
regenerasi. Tempat sel yanng rusak akan digantikan oleh jaringan ikat
khusus yang terdiri atas sel glia membentuk jaringan yang disebut gliosis.
8. Pembuluh darah
Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada
besarnya luka, derasnya arus darah yang keluar, dan kemampuan
tamponade jaringan sekitarnya. Pada pembuluh yang luka, serat elastis
pada dinding pembuluh kan mengerut dan otot polosnya berkontraksi.
Bila kerutan ini kuat dari pada arus darah yang keluar, luka akan menutup
dan pendarahan berhenti. Bila sempat terbentuk gumpalan darah yang
menyumbat luka, permukaan dalam gumpalan perlahan-lahan akan
dilapisi endotel dan mengalami organisasi menjadi jaringan ikat.
Bila hematom sangat besar karena arus darah yang keluar kuat,
bagian tengah akan tetap cair karena turbulensi arus, sedangkan dinding
dalamnya perlahan-lahan akan dilapisi endotel sehingga terjadi aneurisma
palsu. Bila pembuluh sampai putus, ujung potongan akan mengalami
retraksi dan kontraksi akibat adanya serat elastis dan otot dinding.
C. Gangguan Penyembuhan Luka1
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh
(endogen) atau dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen meliputi
koagulopati dan gangguan sitem imun. Semua gangguan pembekuan darah
akan menghambat penyembuhan luka karena hemostasis merupakan dasar
fase inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah
reaksi tubuh terhadap luka, kematian jaringan, dan kontaminasi. Bila sistem
daya tahan tubuh selular maupun humoral terganggu, pembersihan
kontaminan dan jaringan mati serta penahanan infeksi tidak berjalan baik.
Penyebab eksogen meliputi radiasi sinar ionisasi yang akan menggangu
mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut. Pemberian
sitostatik misalnya setelah transplantasi organ, dan kortikosteroid juga akan
mempengaruhi penyembuhan luka.
2.3 Jenis Luka2,3
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
2.3.1 Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a) Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan proses
penyembuhan.
b) Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
2.3.2 Berdasarkan proses terjadinya
a) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam
dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat pembedahan.
b) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan
dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.
c) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh.
Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil, tetapi pada bagian
ujung luka biasanya akan melebar.
g) Luka gigitan (Vulnus Marsom), yaitu luka yang ditimbulkan akibat gigitan
binatang seperti anjing, kucing, monyet, ular, serangga.
h) Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang disebabkan
oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi, listrik dan bahan
kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah kulit.
2.3.3 Berdasarkan Derajat Kontaminasi
a) Luka bersih (Clean Wounds), yaitu luka tak terinfeksi, dimana tidak terjadi
proses peradangan (inflamasi) dan infeksi, dan kulit disekitar luka tampak
bersih. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b) Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds), merupakan luka
dalam kondisi terkontrol, tidak ada material kontamin dalam luka.
Kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.
c) Luka terkontaminasi (Contamined Wounds), yaitu luka terbuka kurang dari
empat jam, dengan tanda inflamasi non-purulen. Kemungkinan infeksi luka
10% – 17%. d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds), yaitu luka
terbuka lebih dari empat jam dengan tanda infeksi di kulit sekitar luka, terlihat
pus dan jaringan nekrotik. Kemungkinan infeksi luka 40%.
2.4 Penanganan Luka1
1. Diagnosis
Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk memastikan apakah ada perdarahan
yang harus dihentikan. Kemudian, tentukan jenis trauma, tajam atau tumpul,
luasnya kematian jaringan, banyaknya kontaminasi, dan berat ringannya
luka.
2. Tindakan
Pertama dilakukan anestesi setempat atau umum, tergantung dari berat
dan letak luka, serta kondisi penderita. Luka dan sekitarnya dibersihkan
dengan antiseptik, kalau perlu dicuci dengan air sebelumnya. Bahan yang
dapat dipakai ialah larutan yodium providon 1% dan larutan klorheksidin
0,5%. Larutan yodium 3% atau alcohol 70% hanya digunakan untuk
membersihkan kulit disekitar luka.
Kemudian, daerah sekitar ditutup dengan kain steril dan secara steril
dilakukan kembali pembersihan luka secara mekanis dari kontaminasi
misalnya pembuangan jaringan mati dengan gunting atau pisau (debridemen)
dan dibersihkan dengan bilasan., guyuran, atau semprotan cairan NaCl.
Kemudian dilakukan penjahitan. Bila diperkirakan akan terbentuk atau
dikeluarkan cairan yang berlebihan, perlu dibuat penyaliran. Luka ditutup
dengan bahan yang dapat mencegah lengketnya kasa, misalnya kasa yang
mengandung vaselin, ditambah dengan kasa penyerap, dan dibalut dengan
pembalut elastis.
BAB III
KESIMPULAN
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyembuhan luka
dapat dibagi kedalam tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan remodeling.
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau
dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen meliputi koagulopati dan gangguan
sitem imun. Penyebab eksogen meliputi radiasi sinar ionisasi yang akan menggangu
mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka : luka akut dan luka kronis.
2. Berdasarkan proses terjadinya : luka insisi, luka memar, luka lecet, luka tusuk,
luka gores, luka tembus, luka gigitan, luka bakar
3. Berdasarkan derajat kontaminasi : luka bersih, luka bersih terkontaminasi, luka
terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R dan Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3 – Jakarta:
EGC. 2010
2. Sudjatmiko, Gentur. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi.
Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan. 2010
3. Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound Infections
Hospital Infections Program Centers for Infectious Diseases Center for
Disease Control.
http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000420/p0000420.asp#head004000
000 000000 ( diakses 20 Oktober 2019)

Anda mungkin juga menyukai