Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Ini adalah
organ berlubang yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran kanan bawah
perut. Appendisitis merupakan penyebab utama operasi perut darurat.1,2,3
Apendisitis paling sering terjadi antara usia 5 tahun sampai 45 tahun
dengan usia rata-rata 28 tahun. Insidensinya sekitar 233/100.000 orang. Laki-laki
memiliki kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan apendisitis
akut dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian seumur hidup 8,6% untuk
pria dan 6,7% untuk wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap
tahun di Amerika Serikat untuk masalah terkait usus buntu. Jumlah ini meningkat
pada negara berkembang. Pola makan, genetik dan jenis kelamin juga
diperkirakan memiliki kaitan yang erat dengan kejadian apendisitis.2
Penyebab apendisitis biasanya berasal dari obstruksi lumen apendiks. Ini
bisa berasal dari apendiks (batu apendiks), atau dari beberapa etiologi mekanis
lainnya. Tumor apendisitis seperti tumor karsinoid, parasit usus (E.hystolitica),
dan jaringan limfatik yang mengalami hipertrofi, semuanya diketahui sebagai
penyebab obstruksi apendiks dan apendisitis.2
Appendectomy tetap menjadi satu-satunya pengobatan kuratif bagi
apendisitis. Tujuan ahli bedah adalah untuk mengevaluasi populasi kecil dari
pasien yang dicurigai menderita usus buntu dan untuk meminimalkan efek negatif
usus buntu tanpa menyebabkan terjadinya perforasi.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI APPENDISITIS
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Ini adalah
organ berlubang yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran kanan bawah
perut. Appendisitis merupakan penyebab utama operasi perut darurat.1,2,3
B. STRUKTUR APENDIKS
1. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan suatu organ yang berbentuk tabung seperti jari
tangan dan panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di
sekum. Apendiks pada orang dewasa memiliki ukuran yang lebih panjang
dibandingkan anak-anak. Diameter luarnya dapat pada umumnya berukuran 0,3-
0,8 cm, sedangkan diameter lumennya berukuran 1-2 mm. Bagian distal
mengalami reduksi pada orang dewasa. Lumennya sempit di bagian proximal dan
melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi appendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi penyebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pangkal
dari apendiks terletak pada posteromedial caecum. Apendiks terletak dikuadran
kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan pangkalnya merupakan
pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum).
Dari topografianatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney,
yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari
SIAS kanan.4

Gambar 1. Anatomi Appendiks vermiformis4

2
Apendiks vermiformis disanga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang
bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak
yang mempunyai pembuluh apendical dan terkadang juga memiliki limfonodi
kecil. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang kolon ascendens atau di tepi
lateral kolon ascendens. Gejala klinis appendisitis ditentukan oleh letak apendiks.4

Gambar 2. Letak Appendiks vermiformis4


Apendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika
superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari
nervus thorakalis X. Olehkarena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di
sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks berasal dari arteri Apendikularis cabang
dari a.Ileocecalis,cabang dari a. Mesenterica superior. A. Apendikularis
merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena
trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.4
Banyak ahli anatomis yang berkeyakinan bahwa apendiks merupakan
struktur rudimenter (belum sempurna) pada usus besar dan tidak mempunyai
fungsi pada manusia. Ahli anatomi lainnya cenderung tidak setuju sebab Apendix
vermiformis pada bayi dan anak-anak terbentuk baik dan mempunyai gambaran

3
histologikal yang dibangun dengan baik sebagai organ lymphoid. Hal ini diyakini
bahwa Apendix vermiformis mempunyai peranan penting dalam fungsi immune
yang sampai sekarang belum ditemukan. Yang jelas bahwa Apendix vermiformis
tidak memperlihatkan fungsi digestive pada manusia.5,6
2. Histologi Apendiks
Secara histologi, lapisan dari Apendix vermiformis sesuai dengan lapisan
yang pada usus besar dimana terdiri atas tunika mukosa, lamina propria, tunika
submukosa, dan tunika muskularis. Sama seperti mukosa pada usus besar (sekum/
kolon). Pada lamina propria terlihat penuh diisi oleh jaringan limfatis yang terdiri
atas aggregasi limfosit, scattered limfosit (limfosit yang tersebar-sebar) dan folikel
limfoid sehingga terlihat seolah-olah mengelilingi mukosa secara utuh, pada
beberapa tempat terlihat jaringan limfatis ini menembus muskularis mukosa dan
masuk ke dalam submukosa. Pada tunika submukosa terdiri atas anyaman
penyambung padat dengan sedikit jaringan limfatis, tunika muskularis terdiri dari
lapisan dalam yang serat ototnya berjalan sirkuler dan bagian luar berjalan
longitudinal, pada apendiks tidak dijumpai tenia koli.5
Lumen di luar tunika mukosa, lamina propria, tunika submukosa, tunika
muskularis, dan tunika adventisia, tidak ditemukan adanya glandula digestive atau
5
duktus sekretorius untuk produksi dari enzim pencernaan dan fungsi pencernaan.

Gambar 3. Histologi Appendiks vermiformis5

4
3. Fisiologi Apendiks
Apendiks muncul dari midgut, yang merupakan bagian dari saluran
pencernaan duodenum hingga ke dua pertiga proksimal dari kolon transversum.
Midgut menerima suplai darahnya dari arteri mesenterika superior. Divertikulum
cecal muncul pada minggu ke-6 dan merupakan prekursor dari cecum dan apendix
vermiform. Dengan seiring perkembangan usus besar, sekum dan apendiks turun
ke perut kanan bawah di mana ekor apendiks kemudian dapat mengambil posisi
variabel. Selama minggu ke-14 dan 15, mukosa mengembangkan jaringan
limfoid, meminjamkan fungsi yang diusulkan dalam imunitas.6
Apendiks menerima darah dari cabang arteri posterior sekum, sedangkan
vena pada apendiks mengalir menuju sistem portal. Hal ini menjelaskan terjadinya
inflamasi hepar pada appendisitis. Saluran limfe pada appendiks mengalir ke
nodus mesoapendiks dan kemudian ke nodus perikolik kanan dan nodus
ileosekal.6
4. Embriologi Apendiks
Apendiks berasal dari sekum dan menjadi matur pada trimester kedua
kehamilan seorang ibu. Sekum mulai berkembang pada minggu kelima janin,
tumbuh sebagau divertikulum dari sekum dengan panjang 5-6 cm. Pada saat
sekum mulai muncul, tumbuh sebagai divertikulum dari distal primitive intestinal
loop sebelum berdiferensiasi menjadi usus besar dan usu kecil. Distal primitive
intestinal loop merupakan bagian dari usus tengah/midgut. Perkembangan dari
usus tengah memilki karakteristik berupa elongasi cepat dari usus dan
mesenteriumnya, menghasilkan pembentukan gelung usus primer/primary
intestinal loop. Bagian apeks dari gelung usus primer terhubung dengan kantung
kuning telur melalui duktus vitellinus. Bagian kranial dari gelung usus ini
kemudian berkembang menjadi bagian distal dari duodenum, jejenum dan ileum,
sementara bagian kaudal menjadi bagian bawah dari ileum, sekum, apendiks,
kolon ascendens dan 2/3 bagian proksimal dari kolon tranversal.6

5
Gambar 4. Rotasi Gelung Usus Primer6
Gelung usus primer kemudian akan mengalami pertambahan panjang yang
cepat terutama di bagian kranial. Pertumbuhan yang cepat dan membersarnya hati
yang terjadi serentak menyebabkan rongga perut untuk sementara menjadi
terlampai kecil untuk menampung semua usus dan gelung usus akan masuk ke
rongga selom ekstraembrional di dalam tali pusat selama perkembangan minggi
keenam (hernia umbilikalis fisiologis). Pada minggu kesepuluh, gelung usus yang
mengalami herniasi, kembali ke dalam rongga abdomen. Faktor yang
mempengaruhi kembalinya gelung usus ke dalam rongga abdomen diperkirakan
adalah menghilangnya mesonefros, berkurangnya pertumbuhan hati dan
bertambah luasnya rongga abdomen. Bagian proksimal dari jejenum merupakan
bagian pertama yang masuk kembali ke rongga abdomen dan terletak semakin ke
kanan. Tunas sekum, yang tampak pada minggu keenam sebagai pelebaran kecil
berbentuk kerucut dari bagian kaudal gelung usus primer, merupakan bagian yang
terakhir masuk ke rongga abdomen, terletak pada kuadran kanan bagian atas, di
bawah bagian kanan dari hepar.6

Gambar 5. Urutan Tahap Perkembangan Sekum dan Apendiks6

6
Bagian tunas sekum kemudian bergerak turun menuju ke dalam fossa
iliaka kanan dan membentuk kolon asendens dan fleksura hepatika pada bagian
kanan dari rongga abdomen. Selama proses ini, bagian ujung distal dari tunas
sekum membentuk divertikulum sempit, yaitu apendiks primitif. Apendiks
berkembang saat perkembangan kolon asendens, sehinga posisi akhir dari
apendiks pada umumnya terletak posterior dari sekum atau kolon, yaitu
retrosekalis/retrolika.6
Gambaran sel epitel apendiks terlihat bersih karena jumlah glikogen
intrasitoplasmik yang banyak. Sel endokrin tumbuh di jaringan ikat subepitel pada
minggu kesembilan ketika membran basal epitel belum terbentuk sepenuhnya dan
lapisan muskularis mukosa belum berkembang. Stem cell limfoid kemudian
bermigrasi ke jaringan mesenkim apendiks dan limfosit matur muncul ketika
panjang janin telah mencapai 100 mm dan limfoid beragregasi pada minggu
ketujuhbelas. Bagian apeks dari folikel limfoid sampai ke epitel saat fetus telah
mencapai 150 mm dan sel limfoid menginvasi epitel. Sel makrofag muncul
setelah limfosit dan struktur neural primitif mulai berkembang pada trimester
pertama.6
C. EPIDEMIOLOGI
Apendisitis paling sering terjadi antara usia 5 tahun sampai 45 tahun
dengan usia rata-rata 28 tahun. Insidensinya sekitar 233/100.000 orang. Laki-laki
memiliki kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan apendisitis
akut dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian seumur hidup 8,6% untuk
pria dan 6,7% untuk wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap
tahun di Amerika Serikat untuk masalah terkait usus buntu. Jumlah ini meningkat
pada negara berkembang. Pola makan, genetik dan jenis kelamin juga
diperkirakan memiliki kaitan yang erat dengan kejadian apendisitis.2
Kasus apendisitis juga dapat dijumpai pada neonatus dan pasien dengan
umur yang lebih tua. Apendisitis yang sering terjadi pada kedua golongan umur
ini adalah apendisitis dengan perforasi. Neonatal apendisitis pada umumnya
disebebkan oleh adanya neonatal necrotizing enterocoloitis, kistik fibrosis,
Hirschprung disease atau bakteremia.2

7
D. ETIOLOGI
Penyebab apendisitis biasanya berasal dari obstruksi lumen apendiks. Ini
bisa berasal dari apendiks (batu apendiks), atau dari beberapa etiologi mekanis
lainnya. Tumor apendisitis seperti tumor karsinoid, parasit usus (E.hystolitica),
dan jaringan limfatik yang mengalami hipertrofi, semuanya diketahui sebagai
penyebab obstruksi apendiks dan apendisitis. Seringkali, penyebab pasti
apendisitis akut tidak diketahui. Ketika lumen apendiks terhambat, bakteri akan
menumpuk di apendiks dan menyebabkan peradangan akut dengan perforasi dan
pembentukan abses. Salah satu kesalahpahaman paling populer adalah kisah
kematian Harry Houdini. Setelah tiba-tiba dipukul di perut, desas-desusnya
hilang, usus buntu pecah menyebabkan sepsis dan kematian segera. Faktanya
adalah bahwa Houdini meninggal karena sepsis dan peritonitis akibat usus buntu
yang pecah, tetapi tidak ada hubungannya dengan dia yang terkena di perut. Itu
lebih terkait dengan peritonitis luas dan terbatasnya ketersediaan antibiotik yang
efektif pada saat itu.2
E. PATOFISIOLOGI
Patologi apendisitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian melibatkan
seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Upaya
pertahanan tubuh berusaha membatasi proses radang ini dengan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di
dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikular akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri secara
lambat.4
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.
Suatu saat, organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami
eksaserbasi akut.4

8
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
terjadinya peradangan mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
baik disertai mau pun tidak disertai tanda rangsang peritoneum lokal. Gejala
klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ketitik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada
nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu diangagap berbahaya karena bisa
mempermudah perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk. Bila apendiks terletak retrosekal
retroperitoneal, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada
tanda rangsangan peritoneal karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa perih
lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi
otot psoas mayor yang menegang dari dorsal.4
Radang pada apendiks yang terletak di rongga pelvis dapat menimbulkan
gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingg peristalktik meningkat
dan pengosongan rektum menjadi lebih cepat serta berulang. Jika apendiks tadi
menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing akibat
rangsangan apendiks terhadap dinding kandung kemih.4
Gejala apendisitis pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
melukiskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga
menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, apendisitis sering
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi.4

9
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan
muntah. Hal ini perlu dicermati karena pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah
tetapi lebih di regio lumbal kanan. Berikut bebarapa tanda awal/gambaran klinis
yang dapat ditampilkan oleh apendisitis:4,7
a. Tanda awal
- Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan
anoreksia
b. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik McBurney
- Nyeri tekan
- Nyeri lepas
- Defans muskuler
c. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
- Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing Sign)
- Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg
Sign)
- Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti napas dalam,
berjalan, batuk, mengedan
2. Skor Alvarado
Skor Alvarado adalah sistem skoring klinis digunakan dalam diagnosis
apendisitis. Skor ini memiliki 6 item klinis dan 2 pengukuran laboratorium dengan
total 10 poin.4,7

10
Tabel Skor Alvarado Skor
Gejala Klinis
· Nyeri abdominal pindah ke fossa iliaka kanan 1
· Nafsu makan menurun 1
· Mual dan atau muntah 1
Tanda Klinis
· Nyeri lepas 1
· Nyeri tekan regio iliaka kanan 2
· Demam (suhu > 37,5⁰ C) 1
Pemeriksaan Laboratoris
· Leukositosis (leukosit > 10.000/ml) 2
· Shift to the left (neutrofil > 75%) 1

TOTAL 10

Tabel 1. Skor Alvarado7

Skor dari 5 atau 6 kompatibel dengan diagnosis apendisitis akut. Sebuah


nilai 7 atau 8 menunjukkan usus buntu kemungkinan, dan skor 9 atau 10
menunjukkan apendisitis akut sangat mungkin.8
3. Tanda Klinis
Sejauh ini, temuan fisik yang paling sering adalah nyeri perut, yang terjadi
pada lebih dari 95% dari pasien dengan apendisitis akut. Pasien sering
menemukan posisi dekubitus lateral kanan dengan fleksi hip sedikit sebagai posisi
kenyamanan maksimal. Abdomen umumnya lembut dengan lokalisasi tenderness
di atau sekitar titik McBurney.9

Pasien sering memerah, dengan lidah kering dan berhubungan dengan


factor oris, elevasi suhu lebih besar dari 1°C jarang terjadi sampai peradangan
usus buntu telah berlanjut atau perforasi telah terjadi. Kemunculan demam
(sampai 38°C) dengan takikardia adalah hal yang umum. Perbedaan antara suhu
ketiak dan rektal lebih tinggi dari 1°C menunjukkan peradangan panggul yang
mungkin disebabkan oleh usus buntu atau peradangan panggul lainnya.9

11
Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya nyeri lokal dan kekakuan otot
setelah lokalisasi rasa sakit pada fossa iliaka kanan. Terdapat Rebound tenderness,
tetapi tidak harus dilakukan untuk menghindari pasien kesulitan. Pasien sering
menemukan bahwa gerakan memperburuk rasa sakit, dan jika mereka diminta
untuk batuk rasa sakit akan sering berlokalisasi ke fossa iliaka kanan. Diare dapat
terjadi sebagai akibat dari iritasi rektum.9
Perkusi tenderness, guarding, dan nyeri lepas adalah temuan klinis yang
paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis apendisitis akut. Bising usus
bervariasi dan mungkin lebih berkurang atau hilang dengan peradangan parah atau
perforasi. Guarding otot volunter di kuadran kanan bawah adalah hal umum dan
biasanya mendahului nyeri lepas lokal. Tanda-tanda dari apendisitis akut
kebanyakan sangat jelas, tetapi terjadi kurang dari 10% pasien dengan apendisitis
akut, dan ketidakhadirannya tidak harus mencegah untuk melakukan pemeriksa
agar mendapatkan diagnosis yang lebih akurat:9
a) Nyeri Rebound Blumberg- nyeri terjadi pada saat pengangkata tekanan yang
diberikan pada abdomen dibandingkan pada saat tekanan diberikan.

Gambar 6. Blumberg Sign9

b) Rovsing sign - tekanan tangan ke sisi kiri bawah perut dan nyeri yang terasa
di sisi kanan bawah perut setelah ditekan di sisi kiri menunjukkan adanya
tanda Rovsing ini.9

12
Gambar 7. Rovsing Sign9
c) Psoas sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan ekstensi pinggul kanan).
Otot psoas kanan berjalan di atas panggul dekat apendiks. Meregangkan otot
ini akan menyebabkan sakit perut jika apendiks yang meradang. Pasien
menerapkan perlawanan terhadap lutut kanan, pasien diperintahkan mencoba
untuk mengangkat paha kanan sambil berbaring.9

Gambar 8. Psoas Sign9


d) Obturator sign (nyeri kuadran kanan bawah dengan fleksi dan rotasi
internal pinggul kanan). Otot obturator yang tepat juga berjalan dekat
apendiks, pasien diminta untuk berbaring dengan kaki ditekuk tepat di
lutut. Lutut kiri ditekuk dan kanan digerakkan obturator bergerak dan
akan menyebabkan sakit perut jika apendiks meradang. Tanda tergantung
pada lokasi apendiks dalam kaitannya dengan otot-otot ini dan gelardari
peradangan usus buntu.9

13
Gambar 9. Obturator Sign9
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis
pelvika, tanda perut sering meragukan; maka, kunci diagnosis adalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan psoas sign dan obturator
sign merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak
apendiks. Psoas sign dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi
sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, meradang menempel di
otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Obturator sign
digunakan untuk melihat bilamana apendiks yang meradang bersentuhan dengan
otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada
apendisitis pelvika.4,9
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Untuk menurunkan
angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya
dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Kesulitan untuk mendiagnosis apendistis akut ini dapat pula dipermudah dengan
melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, antara lain terdiri atas pemeriksaan

14
labolatorium (pemeriksaan darah rutin, urinalisis, C-Reactive Protein) dan
4,7
pemeriksaan radiologi.
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah rutin biasanya digunakan untuk melihat ada tidaknya
infeksi, seperti peningkatan jumlah leukosit. Akan terjadi leukositosis ringan
(10.000-20.000/ml) pada 80-85% pada pasien dewasa, yang disertai dengan
peningkatan jumlah neutrofil lebih dari 75% berlangsung pada 78% pasien,
terlebih pada kasus dengan komplikasi. Demam ditemukan pada 4% pasien
dengan apendisitis akut dimana jumlah sel darah putihnya kurang dari
4,7
10.000/ml dan netrofil kurang dari 75%.
b) Urinalisis
Urinalisis adalah pengujian sampel urin yang digunakan untuk
menyingkirkan infeksi saluran kemih atau batu ginjal. Urinalisis mungkin
berguna dalam membedakan appendicitis dari kondisi saluran kemih. Piuria
ringan dapat terjadi pada pasien dengan usus buntu karena hubungan usus buntu
dengan ureter kanan. Piuria parah adalah temuan yang lebih umum pada infeksi
saluran kemih (ISK). Proteinuria dan hematuria menyarankan penyakit
genitourinaria atau gangguan hemocoagulative.7
c) C-Reactive Protein
Akurasi CRP cukup tinggi pada appendisitis, yaitu 80 - 90% dan lebih
dari 90%. Nilai normal CRP 10 mg/l (> 1mg/dl). Peningkatan kadar CRP lebih
dari 1 mg/dl menunjukkan sensitivitas 89,5%, spesifitas 100% dan akurasi
90,9% untuk diagnose apendisitis akut. Pada dasarnya inflamasi merupakan
reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Fungsi inflamasi di sini
adalah memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan membawa mereka
pada tempat yang terkena jejas dengan cara mempersiapkan berbagai bentuk
fagosit (lekosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat tersebut, pembentukan
berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi, menetralisir dan mencairkan
iritan, membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan

15
terbentuknya dinding jaringan granulasi. Disamping terjadi leukositosis maka
dalam tubuh juga akan terjadi suatu reaksi imunologis (reaksi antigen-antibodi),
baik secara humoral yang fungsinya dilakukan oleh immunoglobulin dan secara
selluler yang dilakukan sel limfosit, yang terdiri dari sel limfosit T dan B. Kedua
limfosit berasal dari limfoid stem sel yang bermigrasi ke kelenjar timus
kemudian diproses dan berdiferensiasi membentuk T limfosit sedangkan
satunya ke sumsum tulang diproses dan berdeferensiasi membentuk limfosit
B.10
2. Pemeriksaan Radiologi
a) Foto Polos Abdomen
Ginjal-ureter-kandung kemih (KUB) tampilan radiografi biasanya
digunakan untuk memvisualisasikan sebuah appendicolith pada pasien dengan
gejala yang konsisten dengan usus buntu. Temuan ini sangat sugestif dari usus
buntu, tapi appendicoliths juga terjadi pada kurang dari 10% kasus. Konsensus
dalam literatur adalah bahwa radiografi polos tidak sensitif, spesifik, dan tidak
hemat biaya.7

Gambar 10. Gambaran Foto Polos Abdomen menunjukkan adanya distensi


caecum dengan gambaran fecal loading.

16
b) CT-Scan Abdomen
CT-Scan abdomen merupakan Gold Standar bagi pemeriksaan radiologi
yang penting dalam mengevaluasi pasien apendisitis dengan gejala yang tidak
khas terutama mereka yang tidak jelas anamnesis dan pemeriksaan fisis (CT-
Scan abdomen jarang digunakan pada wanita yang hamil maupun anak-anak
1,4
mengingat efek radiasi yang ditimbulkan).

Gambar 11. CT scan menunjukkan pembesaran appendiks yang


disertai penebalan dinding dari appendiks, dan tidak terisi oleh kontras dan
terlihat berdekatan dengan otot psoas.

Keuntungan dari CT-Scan abdomen meliputi sensitifitas dan akurasi


yang tinggi dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi lainnya
(sensitifitas dan spesifitas CT-Scan abdomen hampir sama yaitu mencapai 95%
= sensitivitas: 94%, spesifitas: 95%), dalam hal ini CT-Scan abdomen lebih
akurat dibandingkan dengan USG abdomen untuk mendiagnosis apendisitis
pada orang dewasa dan anak remaja. Keuntungan lainnya CT-Scan tidak
invasive, dan mempunyai potensi untuk mengevaluasi kelainan akut abdominal
lainnya. Kerugiannya antara lain pasien akan terpapar oleh radiasi, berpotensi
untuk menimbulkan reaksi anafilaktik pada pemakaian kontras intravena,
waktunya lebih lama jika digunakan kontras melalui mulut, dan pasien akan
merasa tidak nyaman jika digunakan kontras melalui rektum. CT-Scan abdomen

17
merupakan metode yang dapat digunakan untuk membedakan periappendiks
flegmon dengan abses.4
c) USG Abdomen
Apendiks diidentifikasi sebagai struktur tubular yang tidak menunjukkan
aktivitas peristaltik. Kriteria yang paling banyak digunakan untuk mendiagnoda
apendisitis pada USG adalah: a) Apendisitis tanpa kompresi dengan
penampang diameter lebih besar dari 6 mm, b) Adanya apendicolith, yang
didefinisikan sebagai deposit kalsifikasi pada apendiks yang dapat
menyebabkan obstruksi lumen, c) Adanya cairan di daerah periapendiceal
mendukung adanya perforasi apendiks. Beberapa penulis melaporkan akurasi
yang tinggi dari USG untuk mendiagnosis apendisitis akut pada semua anak
dengan nyeri perut yang dicurigai apendisitis. Para penulis melaporkan bahwa
akurasi USG dalam mendiagnosis apendisitis berkisar antara 89% sampai 94%
dan berkisar dari 89% sampai 98%. USG sebagai alat diagnostik untuk
apendisitis akut memiliki tiga kelemahan yaitu ketergantungan kepada operator
yang berpengalaman, kesulitan untuk memvisualisasi apendiks yang tidak
meradang pada pasien yang tidak ada gejala yang khas. Karakteristik pasien
seperti tumpang tindih antara udara dan 18 feses, pasien obesitas, nyeri perut
yang berlebihan tidak memungkinkan untuk dilakukan kompresi yang memadai
dan anak yang non kooperatif juga berkontribusi terhadap kesalahan diagnosis.
USG dapat menunda terapi definitif dan tidak bisa dijadikan alat bantu
diagnostik jika dikerjakan oleh operator yang kurang pengalaman.10

Gambar 12. (A) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan


Transversal. (B) Gambaran Sonogram Transabdominal potongan Sagital.

18
H. PENATALAKSANAAN
Penanganan pada pasien appendisitis bervariasi sesuai dengan tingkat
keparahan penyakitnya. Umumnya pasien terlebih dahulu mendapatkan cairan
resusitasi sebelum pembedahan, tapi pada pasien yang mengalami appendisitis
non perforasi pemberian cairan resusitasi biasanya hanya diberikan selama 1
sampai 2 jam.11
Pasien yang mengalami appendisitis akut yang tidak mengalami perforasi
sebaiknya langsung diberikan operasi appendictomy. Sudah terdapat beberapa
penelitian terhadap peran pemberian antibiotik sendiri yang diberikan pada pasien
appendicitis. Eriksson dan Granson melakukan percobaan acak terhadap
pemberian antibiotik vs pembedahan pada pasien denngan appendisitis
menunjukkan keberhasilan dengan penggunaan obat pada terapi mencapai 95%,
tetapi menunjukkan adanya insiden rekurentsi mencapai 35% sertai follow up
singkat. Antibiotik sendiri telah digunakan pada penderita appendisitis dengan
kondisi tertentu seperti pada pelaut dan turis yang melakukan perjalan dengan
kapal selam dan dikarenakan tingkat rekurensi yang tinggi maka, standart
penanganan appendisits yaitu melalui tindakan operasi, terdapat beberapa sumber
yang mengatakan bahwa pemberian antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum
operasi appendictomy di lakukan. Tapi pada appendisitis akut penggunaan single
dose antibiotik sudah cukup dilakukan dikarenakan banyak sekali pilihan obat
yang dapat diberikan untuk melawan bakteri anaerob dan bakteri gram negatif.
Adapun pilihannya berupa cefoxitin dan cefotetan untuk profilaksis. Dahulu
prosedur pengangkatan appendiks pada pasien yang ternyata normal adalah hal
yang diterima jika terdapat adanya pembengkakan pada appendiks yang sudah
mencapai 20%. Tetapi hal ini berbeda apabila pasien adalah seorang wanita di
sebabkan karena kemiripan dengan penyakit tuba fallopi dan kelainan ovarium.11
1. Antibiotik sebagai terapi definif
Dahulu terapi penanganan pada penderita appendisitis adalah dengan
pendekatan pembedahan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa seiring berjalannya
waktu appendiks yang normal akan mengalami perforasi, seiring dengan
meningkatnya faktor mordibitas dan mortalitas. Akibatnya penanganan

19
pembedahan pada appendiks yang normal adalah hal yang lumrah untuk
menghindari terjadinya peforasi.11
2. Pembedahan
Ada dua cara pendekatan pada terapi appendisitis yang tidak mengalami
perforasi, yaitu melalui pembedahan terbuka biasanya berupa pembedahan
transversal di bagian bawah qudrant kanan bawah (Davis-Rockey) atau dengan
menginsisi secara Oblique (McArthur-Mcburney) dengan pembatas otot yang
berada di sekitar garis pembedahan tersebut atau bisa pula pembedahan searah
garis meridian, tapi yang terakhir sangat jarang sekali di lakukan.adapun area
pembedahan berada di sekitaran garis midclavivular. Pada kasus dimana diagnosis
sulit di tegakkan. Pembedahan pada garis tengah periumbilical dapat di lakukan
setelah rongga peritoneum terlihat, maka seketika itu pula appendiks akan terlihat
dengan sendirinya dengan cara melakukan sedikit manipulasi pada appendiks dan
caecum. Sangat tidak dianjurkan saat pembedahan irisan terlalu luas. Irisan
sepanjang 1 sampai 2 cm sudah cukup memenuhi prosedur pembedahan. Saat
appendiks sudah terlihat, maka pengangkatan mesoappendiks dapat di lakukan
dengan cara menjepitnya dengan clamp dan di lakukan pengikatan pada bagian
tersebut.ada beberapa teknik saat kita ingin membuang appendiks.beberapa ahli
bedah melakukan ligasi pada bagian dasar dari appendiks lalu di lakukan
insisi.sedanngkan yang lain membuat simpul atau Ikatan Z pada bagian appendiks
lalu membuang appendiks tersebut,setelah itu menarik dasar dari appendiks
tersebut kembali ke dalam caecum.kedua tindakan tersebut adalah hal yang umum
untuk di lakukan.setelah appendiks telah di buat maka caecum di masukkan
kembali ke rongga abdomen dan peritoneum lalu di tutup.bekas biasanya akan
tertutup sendiri pada kebanyakan pasien yang mengalami appendisitis non
perforasi di sebabkan karena resiko infeksi yang hanya kurang dari 5%.11
Appendisitis telah menjadi penyakit yang memerlukan penganganan
pembedahan secara langsung dan appendiktomy telah lama menjadi gold standart
pada terapi appendisitis.tetapi di karenakan untuk mendiagnosis appendisits
umunya hanya melalui gejala klinis serta sejarah penyakit dan pemeriksaan fisik
maka dapat menyebab terjadinya false positif saat operasi dan tertundanya

20
penanganan dan di perparah denngan tingkat mordibitas serta keparah
kondisinya.11
3. Laparoscopy
Data tentang keberhasilan laparascopy pada pasien penderita appendisitis
tercatat pertama kali pada tahun 1983.beberapa tahun lebih awal di bandingkan
pendekatan pertama kali laparascopy pada cholecystectomy .hanya saja
keberhasilan laparascopy pada pasien appendisitis baru terkenal saat laparascopy
pada cholecystetomy berhasil.hal ini di sebabkan karena hasil pembedahan
appendectomy sudah lebih minim secara invasif.pembedahan laparascopy di
lakukan di bawah anastesi umum.penggunaan nasogastric tube dan kateter urin di
lakukan untuk menghindari pneumoperitoneum.laparascopy umumnya
menggunakan 3 buah port atau gerbang masuk alat laparascopy.4 buah port baru
di gunakan saat saat letak appendiks berada di bagian retrocecal.operator bedah
berdiri di sebelah kiri pasien,sedangkan seorang asisten di butuhkan untuk
mengontrol camera .lalu trocar di masuk di bagian umbilical (10 mm) lalu trocar
ke dua di letakkan di bawah suprapubic.11

Gambar 13. (A) Diagram Ruang Operasi. (B) Tempat masuknya alat
laparoscopy.

21
Beberapa ahli bedah meletakkan trocar kedua di bagian kiri quadrant
kanan bawah.untuk trocar suprapubic berukuran antara 10 sampai 12 mm
tergantung dari jepitan yang di gunkan.sedangkan peletakan dari trocar ke tiga (5
mm) bervariasi dan biasanya berada di antara di bagian kiri bawah
diagram,epigastrium atau kanan atas quadrant.peletekan trokar tergantung dari
posisi appendiks dan pilihan operator bedah sendiri.adapun tahapannya ,abdomen
terlebih dahulu di inspeksi untuk melihat ada tidaknya kelainan yang lain.dan cara
untuk mengindentifikasi appendiks yaitu dengan memperhatikan bagian anterior
dari taeniae sampai ke dasarnya.pemotongan appendiks dari dasarnya oleh ahli
bedah menyebabkan tercipta celah antara mesenterium dan dasar appendiks.saat
terjadi inflamasi pada mesoappendiks biasanya mesoappendiks di pisahkan untuk
mencegah terjadinya inflamasi pada di sekitar mesenterium dengan menggunakan
klip serta elecrocauter,scalper atau staples.untuk mencegah appendiks berbalik
arah.appendiks di potong dengan menggunakan trocar atau tas pengambilan.dasar
appendiks yang telah di potong mesti di evaluasi untuk menjaga
hemostasis.setelah itu quadrant kanan bawah mesti segera di irigasi ,lalu trocar di
cabut tegak lurus.11
4. Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery
Natural Orifice Transluminal Endoscopic Surgery (NOTES) adalah
prosedur pembedahan terbaru dengan menggunakan endoskopi yang fleksibel
untuk melihat dalam rongga abdominal. Pada prosedur ini akses yang digunakan
untuk masuk kedalam rongga abdomen melewati celah organ yang normal, yang
dimana dicapai dengan membuat lubang pada bagian luar abdomen. Adapun
keuntungannya yaitu dengan berkurangnya rasa nyeri setelah operasi, singkatnya
waktu penyembuhan serta berkurangnya terjadinya insiden infeksi pada luka dan
juga hernia pada dinding abdominal dan juga tidak adanya luka setelah operasi.
Kasus awal pembuangan appendiks yang normal sudah banyak sekali dilaporkan.
Masih banyak tindakan yang harus dipastikan jika NOTES akan dilakukan
dibandingkan dengan keuntungan yang didapatkan dari prosedur laparoskopi.7

22
5. Hasil
Tingkat kematian setelah dilakukannya appendektomi kurang dari 1% dan
morbiditas pada appendiks yang mengalami perforasi lebih tinggi daripada
appendiks yang tidak mengalami perforasi, hal ini disebabkan karena
meningkatnya kasus infeksi pada luka, pembentukan abses intraabdominal dan
juga bertambahnya pasien tinggal dirumah sakit dan bertambahnya waktu pasien
untuk kembali ke aktivitas awal.11
Infeksi pada bagian luka setelah operasi merupakan komplikasi yang
paling umum dari appendektomi. Sekitar 5% dari pasien mengalami appendisitis
yang tidak memiliki komplikasi terbentuk adanya infeksi pada luka setelah
menjalani prosedur appendektomi. Sedangkan pada laparaskopi appendektomi
dikaitkan dengan menurunnya insiden infeksi pada luka hal ini berbeda apabila
diantara pasien terdapat appendisitis yang mengalami perforasi (14% dibanding
26%). Pasien dengan demam dan juga leukositosis tapi apabila pada luka masih
tampak normal dan setelah dilihat dengan menggunakan CT-scan dan
Ultrasonografi tidak terlihatnya adanya nanah pada rongga abdomen maka hal
tersebut masih normal, kecuali jika nanah mulai keluar dari bagian luka dan Foto
rongga abdomen menunjukkan terbentuknya nanah maka harus dilakukan
drainase intra abdominal untuk mengeluarkan cairan yang terkumpul didalam
rongga abdomen. Pada keadaan ini kita memasang drainase di tempat
berakumulasinya cairan untuk mencegah infeksi yang lebih jauh pada daerah
fascia abdomen dan juga untuk membantu penyembuhan luka. Sedangkan abses
yang terbentuk di pelvis dekat dengan bagian rektum atau vagina, maka tindakan
yang lebih disarankan adalah dengan menggunakan bantuan USG sebagai acuan
untuk dilakukannya transrektal atau transvaginal drainase, untuk mengurangi
ketidaknyamanan saat dilakukannya drainase prekutaneus.11
I. PROGNOSIS
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan
morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi yaitu peritonitis. Serangan
berulang dapat terjadi bila apendiks tidak diangkat. Persentase mortalitas pada

23
kasus tanpa komplikasi adalah 0,1%, sedangkan pada kasus dengan komplikasi
angka mortalitasnya meningkat yaitu 5 % dari semua kasus. Waktu penyembuhan
bergantung pada usia, kondisi pasien prabedah, keadaan gizi, komplikasi dan
berbagai kondisi lainnya (konsumsi alkohol), tetapi biasanya penyembuhannya
berlangsung antara 10-28 hari. Untuk anak-anak yang usianya lebih muda (sekitar
10 tahun) penyembuhan berlangsung kira-kira 3 minggu. Pengurangan mortalitas
lebih lanjut harus dicapai dengan intervensi bedah lebih dini.4,7
J. KOMPLIKASI
Appendicectomy merupakan salah satu prosedur tindakan dengan tingkat
kegagalan yang rendah pada appendisitis yang di sertai perforasi, meliputi 0,8 per
1000 kasus. Tingkat mordibitas dan mortalitas kasus appendisitis berbeda beda
sesuai tingkat keparahan dan akan meningkat sampai 5,1 per 1000 kasus yang di
sertai dengan perforasi.sedangkan rata-rata kasus appendisitis dengan perforasi
meliputi 16% sampai 30% , dan akan meningkat sesuai dengan umur. Untuk anak
anak kasusnya akan meningkat apabila tidak terdiagnosis dengan baik.12
Tingkat mortalitas dan mordinitas juga akan meningkat apabila di temukan
perforasi yang tidak di tangani dengan baik yang dimana meliputi 20 sampai 25%
.bahkan tindakan pengangkatan appendisitis normal juga dapat meningkatkan
derajat komplikasi.12
1. Infeksi Luka pada Appendisitis
Tingkat infeksi pada pasien yang pernah mengalami appendisitis
meningkat tergantung dari infeksi saat mengalami operasi dan juga dari
pengobatan dengan menggunakan antibiotik yang tidak tepat.adapun tingkat
infeksi bervariasi di mulai dengan 5% perkasus dengan appendisitis simple
sampai 20% yang di sertai dengan gangrene dan perforasi.12
2. Abses Intraabdominal
Abses intraabdominal dan abses pelvic biasanya terjadi apabila ada
kontaminasi dengan peritoneal cavity. Adapaun gejalanya yaitu demam yang naik
turun dan dapat di diagnosis dengan menggunakan CT Scan serta USG. Abses
dapat di tangani dengan percutaneus drain( mengeluarkan abses) dengan bantuan
foto radiologi.sedangkan untuk abses pelvic harus dengan drainase terbuka pada

24
pelvic. Penggunaaan antibiotik yang tepat juga menunjukkan menurunnya angka
infeksi pada kasus abses intra abdominal.12
K. DIAGNOSIS BANDING
1. Kehamilan ektopik terganggu
Gejala klinis mirip dengan apendisitis akut. Hampir selalu ada riwayat
terlambat haid dengan keluhanyang tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau
abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang
mendadak dius di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan vagina, di dapatkan neri penonjolan dan penonjolan rongga Douglas
dan pada kuldosentesis di dapatkan darah.4
2. Infeksi panggul

Salpingitis akut kanan sering di kacaukan dengan apendisitis akut. Suhu


biasanya lebih tinggi dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Infeksi panggul
pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin. Pada colok vagina, akan
timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayunkan. Pada gadis dapat dilakukan
colok dubur jika perlu untuk diagnose banding.4
3. Ureterolithiasis kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang kanan ke perut yang menjalar dari
inguinal kanan merupakan gambaran khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto
polos perut atau BNO IVP dapat memastikan penyakit ini. Pielonefritis sering
disertai dengan demam tinggi, menggigil, nyeri kostovertebral disebelah kanan,
dan piuria.4
4. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis rasa mual, muntah, dan diare berlebihan merupakan
gejala yang palin menonjol dan khas mendahului mulainya nyeri yang berbatas
kurang tegas atau lebih berifat kram dibandingkan nyeri yang terlihat pada
apendisitis.4

25
BAB III
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan pada Appendix vermicularis. Appendix
merupakan derivat bagian dari midgut, yang lokasi anatomisnya dapat berbeda
tiap individu. Apendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling
sering ditemukan. Faktor-faktor yang menjadi etiologi dan predisposisi terjadinya
Apendisitis meliputi faktor obstruksi, bakteriologi, dan diet. Obstruksi lumen
adalah penyebab utama pada Apendisitis acuta.
Gejala klinis Apendisitis meliputi nyeri perut, anorexia, mual, muntah,
nyeri berpindah, dan gejala sisa klasik berupa nyeri periumbilikal kemudian
anorexia/mual/muntah kemudian nyeri berpindah ke RLQ kemudian demam yang
tidak terlalu tinggi. Tanda klinis yang dapat dijumpai dan manuver diagnostik
pada kasus Apendisitis adalah Rovsing’s sign, Psoas sign, Obturator sign,
Blumberg’s sign, Wahl’s sign, Baldwin test, Dunphy’s sign, Defence musculare,
nyeri pada daerah cavum Douglas bila ada abscess di rongga abdomen atau
Appendix letak pelvis, nyeri pada pemeriksaan rectal toucher.
Pemeriksaan penunjang dalam diagnosis Apendisitis adalah pemeriksaan
laboratorium, Skor Alvarado, ultrasonografi, dan radiologi. Diagnosis banding
Apendisitis antara lain; Adenitis Mesenterica Acuta, Gastroenteritis akut, penyakit
urogenital pada laki-laki, Diverticulitis Meckel, Intususseption, Chron’s enteritis,
perforasi ulkus peptikum, Epiploic appendagitis, infeksi saluran kencing, batu
urethra, peritonitis primer, Purpura Henoch–Schonlein, Yersiniosis, serta
kelainan–kelainan ginekologi.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh Apendisitis adalah perforasi,
peritonitis, Appendicular infiltrat, Appendicular abscess, shock Septic, mesenterial
pyemia dengan Abscess hepar, dan perdarahan GIT. Penatalaksanaan pasien
Apendisitis acuta meliputi; pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia, puasakan pasien, analgetika harus dengan konsultasi
ahli bedah, pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.

26
Appendicular infiltrat merupakan komplikasi dari Apendisitis acuta.
Appendicular infiltrat adalah proses radang Appendix yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan peritoneum disekitarnya sehingga
membentuk massa (Appendiceal mass) yang lebih sering dijumpai pada pasien
berumur 5 tahun atau lebih karena daya tahan tubuh telah berkembang dengan
baik dan omentum telah cukup panjang dan tebal untuk membungkus proses
radang.
Etiologi dan patofisiologi Appendicular infiltrat diawali oleh adanya
Apendisitis acuta. Dimulai dari acute focal Apendisitis  acute suppurative
Apendisitis  gangrenous Apendisitis (tahap pertama dari Apendisitis yang
mengalami komplikasi)  dapat terjadi 3 kemungkinan :
a. Perforated Apendisitis, terjadi penyebaran kontaminasi didalam ruang atau
rongga peritoneum akan menimbulkan peritonitis generalisata.
b. Terjadi Appendicular infiltrat jika pertahanan tubuh baik (massa lama
kelamaan akan mengecil dan menghilang)
c. Apendisitis kronis, merupakan serangan ulang Apendisitis yang telah sembuh.
Appendicular infiltrat dapat didiagnosis dengan didasari anamnesis adanya
riwayat Apendisitis acuta, pemeriksaan fisik berupa teraba massa yang nyeri tekan
di RLQ. Diagnosis Appendicular infiltrat dapat didiagnosis banding dengan tumor
Caecum, limfoma maligna intra abdomen, Apendisitis tuberkulosa, amoeboma,
Crohn’s disease, dan juga kelainan ginekolog seperti KET, adneksitis ataupun
torsi kista ovarium.
Terapi Appendicular infiltrat yang terbaik adalah terapi non-operatif
(konservatif) yang diikuti dengan Appendectomy elektif (6-8 minggu kemudian),
tetapi apabila massa tetap dan nyeri perut pasien bertambah berarti sudah terjadi
abses dan massa harus segera dibuka dan dilakukan drainase.

27
DAFTAR PUSTAKA
1. Brodsky, A.Jason, et all. 2013. Appendicitis. National Digestive Disease
Information Clearinghouse : American College of Surgeons. p.1-7
2. Jones, Mark W; Deppen, Jeffrey G. 2019. Appendicitis. StatPearls Publishing
LLC
3. Gligorievski, Antonio. 2018. US Diagnosis of Acute Appendicitis, Vol.5.
MOJ Anatomy & Physiology : MedCrave. p. 225-230
4. Jong de Wim, Sjamsuhidajat. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.
th
In; R. Sjamsuhidajat, Wing de Jong, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3 ed.
Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2010. h. 755-762
5. Joseph Nicholas, Garrett James. Radiography of Acute Appendicitis. Nicholas
Joseph, James Garrett, editors. [online]. Available from:
URL:http://www.ceessentials.net/article17.html.
6. Hodge, Bonnie D.;Zadeh, Arshia Khorasani. 2019. Anatomy, Abdomen and
Pelvis, Appendix. University of Mississippi Medical Center : StatPearls
Publishing LLC
7. Craig Sandy. Appendicitis, acute. William Lober, MD, Francisco Talavera,
PharmD, PhD, Eugene Hardin, MD, John Halamka, MD, Jonathan Adler, MD,
editors. http://www.emedicine.com/emerg/topic41.html.
8. Emergency Diagnostic Radiology, Alvarado Score for Acute Appendicitis.
[online]. 2009; Visited at:
http://emergencyradiology.wordpress.com/2009/02/05/alvarado-score-for-
acute-appendicitis/
9. Andy Petroianu (2012). Acute Appendicitis – Propedeutics and Diagnosis,
Inflammatory Diseases - Immunopathology, Clinical and Pharmacological
Bases. [online]. Dr Mahin Khatami (Ed.); Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/inflammatory-diseases-immunopathology-
clinicaland-pharmacological-bases/acute-appendicitis-propedeutics-and
diagnosis.

28
10. Agustin. Kolerasi Appendisitis Akut pada Anak dengan Pemeriksaan
Leukosit, Neutrofil, C-Reaktif Protein, dan USG Abdomen. Makassar :
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. [online]. 19 April
2013 hal 14-18. Available from: URL:
http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/102/--agustinus-5080-1-
agustinus.pdf
11. Ali Akbar Salari (2012). Perforated Appendicitis, Current Concepts in Colonic
Disorders, Dr. Godfrey Lule (Ed.)[online]; Available from: URL:
http://www.intechopen.com/books/current-concepts-incolonic-disorders/perforated-
appendicitis
12. Hawkkey C.J, Jaime Bosch, Joel E. Richter, Guadalupe Gracia-Tsao, Francis
K.L. Chan, editors. Textbook of Clinical Gastroenterology and Hepatology.
2nd ed.2011. p 505-509.

29

Anda mungkin juga menyukai