Anda di halaman 1dari 20

Sekitar 4000 tahun yang lampau, peradaban manusia dikejutkan dengan munculnya epidemi penyakit

yang menyerang organ pernapasan utama manusia, yaitu paru-paru. Akhirnya dunia pun tahu, ketika Robert Koch
(1882) berhasil mengidentifikasi kuman penyebab infeksi tersebut, Mycobacterium tuberculosis.Tuberculosis a
atau penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang bisa bersifat akut maupun kronis dengan ditandai
pembentukan turbekel dan cenderung meluas secara lokal. Selain itu, juga bersifat pulmoner maupun
ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya.Hingga kini, TBC menjadi salah satu problem utama
kesehatan dunia, terutama di negara berkembang. Menurut perkiraan WHO (1964) untuk dunia, secara
keseluruhan sekitar 15 juta jiwa menderita infeksi TBC dan lebih dari 3 juta kematian dapat dihubungkan dengan
TBC, serta diestimasikan untuk tiap tahunnya muncul 2-3 juta kasus baru TBC.

Geografis dan distribusi temporal dari TBC berbeda-beda baik tempat maupunwaktu. Dalam
perkembangannya, kematian yang disebabkan oleh TBC perlahan menurun, sehingga TBC sebagai penyebab
kematian turun dari posisi ke-2 pada tahun 1900 menjadi posisi ke-16 di tahun 1960. Namun kenyataan diatas
tidak berlaku di beberapa tempat yang kurang berkembang aspek pencegahannya terutama di belahan dunia
ketiga. TBC tetap menjadi penyebab kematian dini dan ketidakmampuan, dengan lebih dari 70% anak-anak
terinfeksi sebelum berumur 14 tahun.

2. HUBUNGAN PENYEBAB DAN PENYAKIT


Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-
anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering
masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama
pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi hampir
seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar
getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu
paru-paru.

WEB OF CAUSATION

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera


akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian
reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan
di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat).
Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan
foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.
Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang
nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi
sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif
terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang
tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya
tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang
memegang

3. MODEL HUBUNGAN KAUSAL.

a. Kausal mutlak yaitu penyebab pasti yang akan menimbulkan penyakit TBC
b. Kausal esensial yaitu kausal yang harus ada untuk memungkinkan terjadinya penyakit TBC yaitu virus ,
Mycobacterium tuberculosis.
c. Kausal suffesien yaitu beberapa kausal yang bersama sama untuk menjadi cukup dalam menyebabkan penyakit
TBC yaitu penyakit TBC dapat juga disebabkan oleh lingkungan yang tidak sehat dan perilaku individu yang
menderita penyakit TBC sehingga dapat menularkan ke orang yang ada di sekitarnya

4. FAKTOR AGENT DARI PENYAKIT TBC


a. Lingkungan biologi
 Beberapa mikroorganisme patogen dan tidak patogen
Vektor pembawa infeksi
 Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vektor penyakit tertentu terutama penyakit menular.
Lingkungan biologis tersebut sangat berpengaruh dan memegang peranan yang penting dalam interaksi antara
manusia sebagai pejamu dengan unsur penyebab, baik sebagai unsur lingkungan yang menguntungkan manusia
(senbagai sumber kehidupan) maupun yang mengancam kehidupan / kesehatan manusia
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri
tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut
sebagai Koch Pulmonum (KP).
b. Lingkungan kimia
 Unsur kimiawi lainnya pencemaran udara, tanah dan air, radiasi dan lain sebagainya.
Lingkungan kimia ini ada yang termasuk secara alamiah tetapi banyak pula yang timbul akibat manusia sendiri

c. Lingkungan fisika
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik secara langsung, maupun
terhadap lingkungan biologis dan lingkungan sosial manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi serta
radiasi) meliputi :
 Udara keadaan cuaca, geografis, dan golongan
 Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai bentuk pemencaran pada air
d. Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, sistem organisasi. Serta instusi/peraturan yang
berlaku bagi setiap individu yang membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial ini meliputi :
 Sistem hukum, administrasi dan lingkungan sosial politik, serta sistem ekonomi yang berlaku;
 Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat
 Sistem pelayanan kesehatan serta kebiasaan hidup sehat masyarakat setempat, dan
 Kebiasaan hidup masyarakat
 Kepadatan penduduk. Kepadatan rumah tangga, serta berbagai sistem kehidupan sosial lainnya.

B. RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

1. TAHAP PREPATOGENESIS
Pada tahap ini individu berada dalam keadaannormal/ sehat tetapi mereka pada dasarnya peka terhadap
kemungkinan terganggu oleh serangan agen penyakit (stage of susceptibility). Walaupun demikian pada tahap ini
sebenarnya telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit. Tetapi interaksi ini masih terjadi di luar
tubuh, dalam arti bibit penyakit masih ada di luar tubuh penjamu di mana para kuman mengembangkan potensi
infektifitas, siap menyerang penjamu.

2. TAHAP PATOGENESIS
a. Tahap inkubasi
Tahap inkubasi merupakan tenggang diwaktu antara masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh yang peka
terhadap penyebab penyakit, sampai timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi ini bervariasi antara satu penyakit
dengan penyakit lainnya. Dan pengetahuan tentang lamanya masa inkubasi ini sangat penting, tidak sekadar
sebagai pengetahuan riwayat penyakit, tetapi berguna untuk informasi diagnosis. Setiap penyakit mempunyai
masa inkubasi tersendiri, dan pengetahuan masa inkubasi dapat dipakai untuk identifikasi jenis penyakitnya.Masa
inkubasi dari penyakit TBC yaitu mulai terinfeksi samapi menjadi sakit diperkirakan 4-12 minggu

b. Tahap penyakit dini


Tahap ini mulai dengan munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan. Tahap ini sudah mulai
menjadi masalah kesehatan karena sudah ada gangguan patologis, walaupun penyakit masih dalam masa
subklinis. Pada tahap ini, diharapkan diagnosis dapat ditegakkan secara dini . Gejalanya seperti

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
 Penurunan nafsu makan dan berat badan.
 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
 Perasaan tidak enak (malaise), lemah.

c. Tahap penyakit lanjut


Pada tahap ini penyakit bertambah jelas dan mungkin bertambah berat dengan segala kelainan
klinik yang jelas, sehingga diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan. Saatnya pula, setelah diagnosis ditegakkan,
diperlukan pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik dengan Gejala

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju
ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara
nafas melemah yang disertai sesak.
 ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. Bila mengenai
tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput
otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

d. Tahap penyakit akhir


Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berada dalam lima pilihan keadaan, yaitu:
 Sembuh sempurna, yakni bibit penyakit menghilang dan tubuh menjadi pulih, sehat kembali.
 Sembuh dengan cacat, yakni bibit penyakit menghilang, penyakit sudah tidak ada, tetapi tubuh tidak pulih
sepenuhnya, meninggalkan bekas gangguan yang permanen berupa cacat.
 Karier, di mana tubuh penderita pulih kembali, namun penyakit masih tetap ada dalam tubuh tanpa
memperlihatkan gangguan penyakit
 Penyakit tetap berlangsung secara kronik.
 Berakhir dengan kematian.

3. TAHAP PASCAPATOGENESIS
Tahap pasca patogenesis/ tahap akhir yaitu berakhirnya perjalanan penyakit TBC yang diderita oleh sesorang
dimana seseorang berada dalam pilihan keadaan, yaitu sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, karier, penyakit
berlangsung secara kronik, atau berakhir dengan kematian setelah melalui berbagai macam tahap pencegahan
dan pengobatan yang rutin

C. UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT TBC

1. Primordial prevention ( pencegahan tingkat awal )


Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah
terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sedangkan ditahap selanjutnya penderita mendapat jenis obat lebih
sedikit namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk membunuh kuman persistent
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

2. Primary prevention ( pencegahan tingkat pertama )


Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya
mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah
tinggi.Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ; (1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG
secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau
beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2)
Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan
dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan
pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.

3. Secondary prevention ( pencegahan tingkat kedua )


Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul
dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa
berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak
yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang
resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC
negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit,
disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi
lingkungan memegang peranan terhadap epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk
membatasi kasus b`aru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.

4. Tertiary prevention ( pencegahan tingkat ketiga )


Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa
trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan
hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan
kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan
perlunya rehabilitasi.Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan
pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :

1. Perkembangan media.

2. Metode solusi problem keresistenan obat.

3. Perkembangan obat Bakterisidal baru.

4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.

5. Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.

6. Studi lain yang intensif.

7. Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.

D. TRANSISI EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TBC

SITUASI TERKINI PERKEMBANGAN TUBERCULOSIS DI INDONESIA


Januari-desember 2012
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis,sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi juga mengenai organ tubuh bagian lainnya.
Pada tahun 1995 WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan
TB dan telah terbukti sebagai strategi yang paling ekonomis paling efeftif yang terdiri dari 5 kunci :

1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak yang mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat termasuk
pengawasan langsung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan OAT (obat anti TB) yang bermutu
5. System pencataatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian tehadap hasil pengobatan pasien dan
kinerja kerja secara keseluruhan.
Angka prevalensi insidensi dan mortalitas yang dinyatakan dala 100.000 pada tahun 1990 dan 2012
berdasarkan hasil penghitungan WHO dalam WHO report 2012 global tuberculosis control angka insiden semua
tipe TB tahun 2012 sebesar 189 per 100.000 penduduk mengalami penurunan disbanding tahun 1990 yaitu (343
per 100.000 penduduk).angka prevalensi berhasil diturunkan hamper setengahnya pada tahun 2012 (423 per
100.000 penduduk) dibandingkan dengan tahun 1990 (289 per 100.000 penduduk) sama halnya dengan angka
mortalitas yang berhasil diturunkan lebih dari separuhya pada tahun 2012 (27 pr 100.000 penduduk) disbanding
tahun 1990 (51 per 100.000 penduduk) hal tersebut membuktikan bahwa program pengendalian TB berhasil
menurunkan insidens prevalensi dan mortalitas akibat TB.

E. ETIKA EPIDEMIOLOGI TERHADAP PENYAKIT TBC


Upaya pemerintah dalam mencegah penularan penyakit tuberculosis (TBC/TB) terus berjalan salah
satunya dengan menghimbau rumah sakit di seluruh Indonesia untuk mengadakan pencegahan dan pengendalian
infeksi tuberculosis.pencegahan dan pengndalian infeksi wajib ada di setiap rumah sakit apalagi penyakit TB sering
ditemukan pada penderita HIV/AIDS sebab daya tahan tubuh mereka rendah sehingga mudah tertular penyakit
TB.

Menurut Dalima Astra Winata beliau adalah salah satu perwakilan Kemenkes RI,salah satu hal
sederhana dalam menangani penularan penyakit TB adalah dengan memberikan penyuluhan mengenai etika
batuk pada penderita TBC.

Ini ,menjadi bukti bahwa epidemiologi berusaha mencari solusi agar para penderita TB tidak menularkan
penyakitnya ke orang yang sehat dengan program etika batuk pada penderita TBC.etika batuk yang dapat
diterapkan oleh masyarakatadalah dengam menutup mulut dengan lengan bukan dengan tangan ketika
batuk.karena ketika bersalaman kuman TB dapat berpindah.cara ampuh lainnya dengan menggunakan masker
ketika menderita batuk sehingga kuman tidak menyebar dan menulari orang lain.

F. SEGITIGA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TBC

 Segitiga epidemiologi
 Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian ; (1)
paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa
muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak
sedang pada usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak berlaku
pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari
resiko infeksi.
Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan
kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang
mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosio-ekonomi. Aspek keturunan dan distribusi
secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum
dan sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan
dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi keseatan secara umum,
tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas
spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.

 Agent
TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis,baktri gram positif berbentuk batang halus mempunyai sifat
tahan asam dan aerobic.
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan
mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.

Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi.
Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya
merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan
keharusan mengembangkan obat baru.

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya
bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.

 Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi
menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak
geografis.Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan,
pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan
industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan
pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

 Portal of exit and portal of entry


Tempat keluarnya penyakit dr pejamu (Portal of Exit)

 Saluran pernafasan

 Saluran pencernaan

 Perkemihan

 Melalui kulit.
Cara Transmisi dari Orang ke Orang Secara Langsung,
Contoh : TBC, Penyakit kulit dan kelamin, Hepatitis. Droplet infeksi melalui percikan ludah, terutama penyakit
melalui. Saluran nafas.

Tempat masuknya penyebab penyakit ke pejamu baru (Portal of Entry).

 Saluran pernafasan

 Saluran pencernaan

 Perkemihan

 Melalui kulit

Kerentanan Pejamu Tergantung faktor genetik, daya tahan tubuh, keadaan gizi, gaya hidup dll.

G. APLIKASI EPIDEMIOLOGI TERHADAP PENYAKIT TBC


Salah satu tokoh epidemiologi adalah Robert Korch dia adalah penemu Tuberkolin tau pemyaki TBC
beliau melalui Aplikasi epidemiologi dalam menangani penyakit menular seperti penyakit TBC menemukan DOTS
sebagai salah satu pengobatan terhadap penderita penyakit TBC yaitu pengobatan yang berlangsung selama 6
bulan

Untuk dapat memelihara dan meningkatakan derajat kesehatan mencegah dan mengobati penyakit serta
memulihkan kesehatan perlu disediakan dan diselenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat yang sebaik-
baiknya yang sesuai sengan kebutuhan.apabila dalam lingkungan masyarakat banyak ditemukan penyakit
menular seperti TBC maka pelayana kesehatan yang di sediakan akan lebih diarahkan kepada upaya untuk
mengatasi masalah penyakit menular.

Hal ini kemudian dikaitkan dengan upaya untuk mengetahui frekwensi dan penyebaran penyakit TBC
dan factor-faktor yang mempengaruhi dari penyakit TBC adapu penggunaan/aplikasi epidemilogi dalam pelayanan
kesehatan khususnya dalam penyakit TBC yaitu: penentuan abnormalitas .batas seseorang dapat disebut sebagai
pengidap TBC,membantu menetapakan penerapan diagnosis,untuk mengetahui riwayat pennyakit TBC sehingga
dapat menyerang manusia dan menular ke orang yang sehat serta mencari efektifitas suatu tindakan dalam
menangani penderita TBC dan mencari bentuk-bentuk upaya pencegahan terhadap penyakit TBC

1. TRIAD EPIDEMIOLOGI 1.1 Agent TB disebabkan oleh


Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang
halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic (4). Karakteristik
alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang
kering untuk jangka waktu yang lama (5).Pada Host, daya infeksi
dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis
sangat tinggi. Pathogenesis hamper rendah dan daya virulensinya
tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat resistensinya
merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan
mengembangkan obat baru (5).Umumnya sumber infeksinya berasal
dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya
bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi
congenital yang jarang terjadi (5). Sumber :
http://emmedika.com/blog/1?page=1 Sumber :
http://medicineworld.org/news/news-archives/infectious-disease-
news/March-9-2008.html Sumber :
http://pramareola14.wordpress.com/2009/12/04/mengenal-
tuberkulosis-penyakit-infeksi-pembunuh-nomor-satu-bangsa-
indonesia/ Sumber :
http://textbookofbacteriology.net/tuberculosis.html 2.2 Host Umur
merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian ;a. Paling rendah pada awal anak (bayi)
dengan orang tua penderitab. Paling luas pada masa remaja dan
dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-
mental dan momen kehamilan pada wanitac. Puncak sedang pada
usia lanjut (6).Dalam prkembangannya, infeksi pertama semakin
tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama
pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak
terlindung dari risiko infeksi (6).Pria lebih umum terkena, kecuali
pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan
kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki
laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama,
yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Aspek keturunan
dan distribusi secara familial sulit terinterprestasikan dalam TBC,
tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga secara umum dan
sugesti tentang pewarisan sifat resesif dalam keluarga. Kebiasaan
sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC,
sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian Status gizi, kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku
sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar.
Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksi primer memberikan
beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi (6). 3. 3
Environment Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia
dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat
perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis (6).Keadaan sosial-ekonomi
merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis
menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial
yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan,
lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek
dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan urbanisasi komunitas
perdesaan. Selain itu, gaji rendah, eksploitasi tenaga fisik,
pengangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya tentang
TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan
epidemi penyakit ini (6).Pada lingkungan biologis dapat berwujud
kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewan ternak yang
terinfeksi adalah berbahaya (6). 2.TRANSMISI TB PARU
Lingkungan hidup yang sangat padat dan permukiman di wilayah
perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan
dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses
terjadinya infeksi oleh Mycobacterium Tuberculosis biasanya secara
inhalasi, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling
sering disbanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian
besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei.
Khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah
atau berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). Pada TB
kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.
Infeksi yang disebabkan oleh M. bovis dapat disebabkan oleh susu
yang kurang disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Sudah
dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik
(1).Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis,
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 um dan
tebal 0.3-0.6 um. Yang tergolong dengan kuman Mycobacterium
Tuberculosis complex adalah :1. M. tuberculosae2. Varian Asian3.
Varian African I4. Varian African II5. M. bovisPembagian tersebut
adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.Kelompok
kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical) adalah :1.
M. kansasi2. M. avium3. M. intra cellular4. M. scrofulaceum5. M.
malmacerse6. M. xenopi Sebagian besar dinding kuman terdiri atas
asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan.
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam
alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga
lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis menjadi aktif
lagi (1).Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular
yakni dalam sitoplasma markofag. Markofag yang semula
memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (1).Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain. Sehingga bagian
apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis (1). 3.
RIWAYAT ALAMIAH TB PARU Gejala klinis sangat bervariasi
dari tidak ada gejala sama sekali sampai gejala yang sangat berat
seperti gangguan pernapasan dan gangguan mental (7).a. Gejala
sistematikGejala ini mencakup :· DemamBiasanya subfebril
menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-41 ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk (1).· Badan
terasa lemah (7)· MalaisePenyakit tuberculosis bersifat radang yang
menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak
ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur
(1). b. Gejala respiratorikGejala ini mencakup :· Batuk/Batuk
darahGejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakini setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan pada peradangan bermula. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus
(1).Batuk biasnya terjadi lebih dari 3 minggu, kering sampai
produktif dengan sputum yang bersifat mukoid atau purulen, batuk
berdarah dapat terjadi bila ada pembuluh darah yang robek (7).·
Sesak napasPada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum
dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit
yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian
paru-paru (1, 7)· Rasa nyeri pada dadaGejala ini agak jarang
ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua
pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya (1). Sumber :
http://prihandhi.blogspot.com/ Sumber :
https://qillknows.wordpress.com/2011/01/10/10-fakta-penting-
tentang-tuberkulosis/ Sumber :
http://health.utah.gov/cdc/tb_home.htm 4. PENCEGAHAN
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan
Environment dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain : a. Pencegahan Primer Dengan promisi
kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan
mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah
tinggi.Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang
meliputi :1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin
(BCG) secara nasional dan internasional pada daerah dengan
kejadian tinggi dan orang tua penderita atau berisiko tinggi dengan
nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan
Environment2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai
terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus dikombinasikan
dengan pasteurisasi produk ternak3. Pengontrolan Faktor
Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental (5). b.
Pencegahan Sekunder Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini
sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3
komponen utama : Agent, Host dan Environment.Kontrol pasien
dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi
maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan
indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga
pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang
resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari
petunjuk yang paling efektif (5).Langkah kontrol kejadian kontak
adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi
TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol
lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan
cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga
ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan
terhadap epidemic TBC. Melalui usaha pembatasan
ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan,
dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis (5). c. Pencegahan
Tersier Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan
TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang
menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi
penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian
rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya,
pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan
untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya
rehabilitasi (5).Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga
dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC,
yaitu dengan jalan sebagai brikut :1. Perkembangan media.2. Metode
solusi problem keresistenan obat.3. Perkembangan obat Bakterisidal
baru.4. Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.5.
Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang
fleksibel.6. Studi lain yang intensif.7. Perencanaan yang baik dan
investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol (5). 4.
PENGOBATAN Pengobatan tuberkulosis dapat dibagi kedalam 2
kategori yaitu OAT primer dan OAT sekunder. a. OAT
PrimerPrognosis baik jika pasien tidak mengalami gangguan imun.
Nutrisi yang baik, pengurangan konsumsi alkohol, dan kepatuhan
pada terapi obat merupakan faktor-faktor penting. Penyembuhan
penyakit umumnya terjadi setelah pengobatan selama 6 bulan. Pada
awalnya sekurang-kurangnya digunakan tiga obat, untuk mencegah
perkembangan strain yang resisten. Regimen yang dianjurkan adalah
rifampisin, dan isoniazid selama 2 bulan, diikuti rifampisin dan
isoniazid selama 4 bulan. Tambahan piridoksin mencegah neuropati
perifer akibat isoniazid. Fungsi hati sebaiknya dipantau, karena
rifampisin dan pirazinamid dapat menyebabkan disfungsi hati. Jika
dicurigai terjadi resistensi obat (rekurensi TB pada pasien yang tidak
patuh), maka regimen empat obat (tambahkan etambutol) dapat
dimulai. Bila ada hasil kultur, obat alternatif akan menggantikan
obat yang tidak sensitif untuk mikrobakterium. Etambutol (pantaulah
penglihatan warna untuk neuritis optikus), streptomisin (pantaulah
kadar plasma untuk mneghindari gangguan pendengaran) atau
siprofloksasin dapat digunakan. Pada TB paru berat, kortikosteroid
kadang-kadang memperbaiki hasil (8).Di beberapa organ (misalnya
tulang), TB diobati lebih lama, sering dengan obat-obat tambahan.
Pada TB meningeal atau serebral, regimen empat obat selama 12
bulan dengan tambahan steroid dianjurkan, untuk memastikan
penetrasi otak yang adekuat dan mencegah kompresi nervus
kranialis akibat pembentukan parut meningeal (8).Bila dengan OAT
primer timbul resistensi, maka yang resisten itu digantikan dengan
paling sedikit 2-3 macam OAT sekunder yang belum resisten,
sehingga penderita menerima 5 atau 6 macam obat sekaligus.
Strategi pengobatan yang dianjurkan oleh WHO adalah DOTs
(directly observed treatment, short course) untuk penggunaan OAT
primer dan DOTS-plus untuk penggunaan OAT sekunder (9). b.
OAT Sekunder OAT sekunder adalah asam para-aminosalisilat,
ethionamide, thioacetazone, fluorokinolon, aminoglikosida dan
capreomycin, cycloserine, penghambat betalaktam, clarithromycin,
linezolid, thioacetazone, dan lain-lain.· Asam Para-Amino Salisilat
(PAS)Ditemukan tahun 1940, dahulu merupakan OAT garis pertama
yang disunakan bersama dengan isoniazid dan streptomycin;
kemudian kedudukannya digantikan oleh ethambutol. PAS
memperlihatkan efek bakteriostatik terhadap M.tuberculosis dengan
menghambat secara kompetitif pembentukan asam folat dari asam
para-amino benzoate (10). · Thioacetazone Secara in-viro dan in-
vivo diperlihatkan mempunyai khasiat bakteriostatik terhadap M.
tuberculosis. Resistensi silang sering terlihat antara thioacetazone
dengan isoniazid dan ethioonamide. Karena kerap menimbulkan
reaksi hipersensitifitas berat ( sindroma Steven-Johnson),
thioacetazone tak dianjurkan untuk digunakan pada penderita dengan
HIV (11). BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

Mine coins - make money: http://bit.ly/money_crypto

II. Host, Agen dan Environtment


Teori John Gordon mengemukakan bahwa timbulnya suatu penyakit sangat dipengaruhi
oleh tiga faktor yaitu bibit penyakit (agent), pejamu (host), dan lingkungan (environment).
Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-
masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antar ketiga
komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad
epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni
mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan.
A. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan arthropoda
yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia merupakan reservoar
untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis, kuman tuberkulosis menular melalui
droplet nuclei. Seorang penderita tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang (Depkes
RI, 2002).
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host yang
dimaksud disini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi penularan penyakit
tuberkulosis paru adalah :
1. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena TB paru dibandingkan
perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
perempuan sehingga kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
2. Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-
50 tahun (Kementrian Kesehatan RI,2010). Karena Pada usia produktif selalu dibarengi dengan
aktivitas yang meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan kegiatan yang banyak
pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
3. Kondisi sosial ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok
dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (dalam Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga
akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
4. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah dan buatan. Kekebalan
alamiah didapatkan apabila seseorang pernah menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah
tubuh membentuk antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi
vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh lemah maka kuman
tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (Fatimah, 2008).
5. Status gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup akan berpengaruh pada
daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun
apabila keadaan gizi buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini,
karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat meningkatkan risiko
tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).
6. Penyakit infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh seluler (cellular
immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat, dengan
demikian penularan tuberkulosis paru di masyarakat akan meningkat pula.
B. Agen
Agen adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat terjadi. Agent
dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang abstrak, suasana sosial,
yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang merupakan penyebab utama/esensial
dalam terjadinya penyakit (Soemirat, 2010).
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman
Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pathogenitas, infektifitas dan virulensi.
1. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit pada host.
Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat rendah.
2. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh host dan
berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang sama infektifitas kuman
tuberkulosis paru termasuk pada tingkat menengah.
3. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan sumber yang sama
virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat tinggi.
C. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host (pejamu), baik benda tidak
hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi semua
elemen-elemen tersebut, termasuk host yang lain (Soemirat, 2010). Faktor lingkungan
memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak
memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan pengaruh
besar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-syarat yang
dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis
paru antara lain :
1. Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu reservoir atau tempat baik dalam
menularkan penyakit menular seperti penyakit tuberkulosis. Peranan faktor lingkungan sebagai
predisposing artinya berperan dalam menunjang terjadinya penyakit pada manusia, misalnya
sebuah keluarga yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di daerah endemis
penyakit tuberkulosis. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman (Keman, 2005) .
2. Kepadatan Penghuni Rumah
Ukuran luas ruangan suatu rumah erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping
itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat kesimpulan secara statistik
bahwa kejadian tuberkulosis paru paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak
memenuhi syarat pada luas ruangannya. Semakin padat penghuni rumah akan semakin cepat
pula udara di dalam rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah penghuni yang
semakin banyak akan berpengaruh terhadap kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga
kadar uap air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di udara dalam rumah,
maka akan memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium
tuberculosis. Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap oleh penghuni
rumah melalui saluran pernafasan. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
kepadatan penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah dengan jumlah
penghuni, dengan ketentuan untuk daerah perkotaan 6 m² per orang daerah pedesaan 10
m² per orang.
3. Kelembaban Rumah
Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara
18C – 30C. Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas akan berdampak
pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila
kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang tertentu dapat
menimbulkan alergi.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah akan mempermudah
berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban
yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang
efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara yang meningkat merupakan
media yang baik untuk bakteri-baktri termasuk bakteri tuberkulosis (Keman, 2005).
Kelembaban di dalam rumah dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
a. Kelembaban yang naik dari tanah ( rising damp )
b. Merembes melalui dinding ( percolating damp )
c. Bocor melalui atap ( roof leaks )
Untuk mengatasi kelembaban, maka perhatikan kondisi drainase atau saluran air di sekeliling
rumah, lantai harus kedap air, sambungan pondasi dengan dinding harus kedap air, atap tidak
bocor dan tersedia ventilasi yang cukup.
4. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar masuknya udara juga sebagai
lubang pencahayaan dari luar, menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah
= 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah <
10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi
syarat kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya
konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Disamping itu, tidak
cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya
proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yan tinggi akam
menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen
termasuk kuman tuberkulosis. Tidak adanya ventilasi yang baik pada suatu ruangan semakin
membahayakan kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi pencemaran
oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.
Ventilasi berfungsi juga untuk membebaskan uadar ruangan dari bakteri-bakteri, terutama
bakteri patogen seperti tuberkulosis, karenadi ventilasi selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas ventilasi yang
tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya proses pertukaran udara
dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di
dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara pernafasan (Keman, 2005).
5. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai daya untuk
membunuh bakteri. Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit
tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke dalam rumah.
Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar
matahari pagi mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila terkena
sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang tidak dapat di masuki sinar
matahari maka penguninya mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan
dengan rumah yang dapat dimasuki sinar matahari.
6. Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab.
Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada musim
panas lantai menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya.
7. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan maupun angin serta
melindungi dari pengaruh panas dan debu dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy)
penghuninya. Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu, pasangan batu bata
atau batu dan sebagainya. Tetapi dari beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah
pasangan batu bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan kedap air sehingga
mudah dibersihkan (Keman, 2005).

Anda mungkin juga menyukai