Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien
HIV/AIDS.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada kekurangan


baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah Asuhan Keperawatan Paliatif Pada Pasien HIV/AIDS ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca.

Bandar Lampung 28 maret 2019

penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................... 1

KATA PENGANTAR ............................................................................ 2

DAFTAR ISI ........................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi .......................................................................................... 5
B. Etiologi .......................................................................................... 5
C. Manifestasi Klinis .......................................................................... 6
D. Patofisiologi ................................................................................... 7
E. Patogenesis .................................................................................... 9
F. Masa inkubasi AIDS ...................................................................... 9
G. Epidemiologi.................................................................................. 10
H. Cara penularan ............................................................................... 10
I. Pemeriksaan laboratorium dan diagnostig AIDS .......................... 12
J. Asuhan keperawatan pada pasien HIV/AIDS
1. Diagnosa keperawatan .............................................................. 12
2. Intervensi keperawatan ............................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit AIDS (Acquired Immuno deficiency Syndrome) merupakan
suatu syndrome /kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus
yang menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya
sistem kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakit-
penyakit lain yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik.
Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada
tahun 1981 dan virusnya ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia
(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996
diperkirakan telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yangterdiri dari
6,7 juta orang dewasa dan 1,7 juta anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data-
data yang bersumber dari Direktorat Jenderal P2M dan PLP Departemen
Kesehatan RI sampai dengan 1 Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS
sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23 propinsi di Indonesia. Data
jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya bukanlah merupakan
gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini berlaku teori
“Gunung Es“ dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil dari yang
semestinya. Untuk ituWHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita yang
terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum
diketahui.
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu
singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak
negara. Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai
penyakit(AIDS ), virus (HIV)tetapi juga reaksi/dampak negatif berbagai bidang
seperti kesehatan, sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini
merupakan tantangan yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun
negara berkembang. Sampai saat ini obat dan vaksinyang diharapkan dapat
membantu memecahkan masalah penanggulangan HIV/AIDS belum
ditemukan. Salah satu alternatif dalam upaya menanggulangi problematik
jumlah penderita yang terus meningkat adalah upaya pencegahan yang
dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat dalam
lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Acquired Immunodeficiency Syndrome(AIDS) adalah Syndrome akibat
defisiensi immunitas selluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai
dengan infeksi oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya Syndrome
ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang
prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah
seseorang terinfeksi HIV.
Berdasarkan hal tersebut maka penderita AIDS dimasyarakat digolongkan
kedalam 2 kategori yaitu :
1. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejalak linis
(penderita AIDS positif).
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapibelum menunjukkan gejalaklinis
(penderita AIDS negatif)
Menurut Suensen(1989) terdapt 5-10 juta HIV positif yang dalam waktu 5-
7 tahun mendatang diperkirakan 10-30% diantaranya menjadi penderita AIDS.
Pada tingkat pandemiHIV tanpa gejala jauh lebih banyakdari pada pendrita
AIDS itu sendiri. Tetapi infeksi HIV itu dapat berkembanglebih lanjut dan
Menyebabkan kelainan imunologis yang luas dan gejala klinik yang bervariasi.
AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai case
fatality rate 100% dalam 5 tahun setelah diagnosa AIDS ditegakkan, maka
semua penderita akan meninggal.

B. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immuno deficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di
Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Muman Immuno deficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA.
Dalambentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat
berkembang atau melukai sampai ia masuk kesel target. Sel targetvirus ini
terutama sel LymfositT, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti
retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.

5
Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan Bagian selubung (envelop).Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas
dua untaian RNA (Ribonucleic Acid).Enzim reverce transcriptase dan beberapa
jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipiddan glikoprotein (gp 41 dan
gp120). Gp 120 Berhubungan dengan reseptor Lymfosit(T4) yang rentan.
Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV
termasuk virus sensitif terhadap Pengaruh lingkungan seperti air mendidih,
sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter,
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten
terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV hidup dalam darah, savila,
semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan
dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan
otak.

C. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang
penderita
AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan pada
umumnya
adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati pada berbagai
penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya dikemukakan
sebagai berikut :
 Rasa lelah dan lesu
 Berat badan menurun secara drastis
 Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
 Mencret dan kurang nafsu makan
 Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
 Pembengkakan leher dan lipatan paha
 Radang paru-paru
 Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal
antara Lain tumor dan infeksi oportunistik :
1. Manifestasi tumor diantaranya:
a. Sarkoma kaposi:
kanker padasemua bagian kuli tdan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya
36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual,dan jarang terjadi
pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.

6
b. Lomfoma ganas:
Terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan
kurang lebih 1 tahun.
2. Manifestasi Oportunistik diantaranya:
a. Manifestasi pada paru-paru
1) Pneumonia pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan
infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit
bernafas dalam dan demam.
2) Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-
paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan
penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.
3) Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumonidifus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan
4) Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakitcepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
b. Manifestasi pada Gastrointestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10%
per bulan.
3. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang
biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum
adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer.

D. Patofisiologi
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50%
orang yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun
pertama, dan mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS.
Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat,
virus HIV menyerang sel target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi
infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang
disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus
yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

7
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama
sel-sel limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+
atau limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan
mengatur sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag
dan limfosit T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel
ganas dan organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T
penolong, sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya
terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat
memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan
pertama setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama
bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena
banyak partikel virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha
melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6
bulan, jumlah partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang
berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit
kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar
limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang
yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS,
jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200
sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi
yang berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan
infeksi yang dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu
dalam melawan berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang
bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan
berkurangnya kemampuan sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme
dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6
bulan sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode
jendela” (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang
selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya
terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun
kemudian baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan
sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIV sampai menjadi

8
AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10
tahun setelah diketahui HIV positif. (Heri : 2012)

E. Patogenesis
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD4 (selT 4). Limfosit T 4
merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau
hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif
menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan
tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD4,
virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan
enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung
dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan
mengundangbahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi
irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan),
sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit
T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada
anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah
terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti
sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,
menyebabkan kerusakan neurologis.

F. Masa Inkubasi AIDS


Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang
dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun dan
semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV.Pada fase ini
terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan

9
laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal
dengan “masa wndow periode”.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan
virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus
HIV. Mengingat masa inkubasi yangrelatif lama, dan penderita HIV tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan
terjadi pada fase inkubasi ini.

G. Epidemiologi AIDS
Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada
tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasus-kasus AIDS
meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan
pandemi, menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak.
WHO memperkirakan bahwa sekitas 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja
dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus HIV.
Menurut etimasi WHO pada tahun 2000 sekitar 30-40 juta orang terinfeksi
virus HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan gejala-gejala AIDS dan setiap
tahun sebanyak 1,8 juta orang akan meninggal karenaAIDS. Pada saat ini laju
infeksi (infection rate) pada wanita jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh
infeksi, 90% akan terjadi dinegara berkembang, terutama Asia.

H. Cara Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang
rentan, tempat keluar kumandan tempat masuk kuman (port’d entrée).
Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit Tdansel
otak sebagai organ sasarannya.Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar
tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang
terbukti menularkan diantaranyas emen, cairan vagina atau servik dan darah
penderita.
Banyak carayang diduga menjadicara penularan virus HIV, namun hingga kini
cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui:
1. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering terjadi.
Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau servik.
Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada pasangan
seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks,
jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada penelitian

10
Darrow(1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti terhadap HIV
cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan pada pasangan tidak
tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti pasangan
merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
a. Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas
homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua
golongan rusial. Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku
seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra
seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap
HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan
mudah sekali mengalami pertukaran pada saat berhubungan secara
anogenital.
b. Heteroseksual
DiAfrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui
hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak
adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun wanita yang
mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.

2. Transmisi Non Seksual


a. Transmisi Parenral
1) Jarum suntik
Yaitu akibat penggunaan jarum suntikdan alat tusuk lainnya (alat
tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan
Narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang tercemar secara
bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang
dipakai oleh petugas kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Resiko tertular cara transmisi parental ini kurangdari 1%.
2) Darah/produk darah
Transmisi melalui transfusi atau produkdarahterjadi di negara-
negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi
melalui jalur ini di negara barat sangat jarang, karenadarah donor telah
diperiksa sebelum ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat
trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
b. Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil,
melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan melalui air susu ibu
termasuk penularan dengan resiko rendah.

11
I. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostig AIDS
Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan yang
berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan serviks atau
vagina.
Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim dengan
ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut. Pemeriksaan
untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan metode Elisa
(Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa positif maka
dilakukan pengulangan dan bila tetap positif setelah pengulangan maka harus
dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik yaitu metode Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah :
1. Adanya HIVsebagaietiologi(melalui pemeriksaan laboratorium).
2. Adanya tanda-tanda Immunodeficiency.
3. Adanya gejala infeksi oportunistik.
Dalam prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi oportunistik
atau sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji serologis untuk
mendeteksi zat anti HIV (Elisa, Western Blot).

J. Asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS


a. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai
dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah
otot dan gelisah.
2. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan
dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan,
penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan
untuk makan, peradangan rongga bukal.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat

b. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NOC


1 1. Nyeri berhubungan Hasil yang diharapkan: 1. Kaji keluhan nyeri,
dengan inflamasi/ 1. Keluhan hilang, perhatikan lokasi,
kerusakan jaringan menunjukkan ekspresi intensitas, frekuensi
ditandai dengan wajah rileks,dapat tidur dan waktu. Tandai
keluhan nyeri, atau beristirahat secara gejala nonverbal
perubahan denyut adekuat. misalnya gelisah,
nadi, kejang otot, takikardia, meringis.
ataksia, lemah otot 2. Instruksikan pasien
dan gelisah. untuk menggunakan

12
visualisasi atau
imajinasi, relaksasi
progresif, teknik nafas
dalam.
3. Dorong pengungkapan
perasaan
4. Berikan analgesik atau
antipiretik narkotik.
Gunakan ADP
(analgesic yang
dikontrol pasien) untuk
memberikan analgesia
24 jam.
5. Lakukan tindakan
paliatif misal
pengubahan posisi,
masase, rentang gerak
pada sendi yang sakit.
1. Perubahan nutrisi Hasil yang diharapkan: 1. Kaji kemampuan
yang kurang dari 1. Mempertahankan berat untuk mengunyah,
kebutuhan tubuh badan atau perasakan dan
dihubungkan memperlihatkan menelan.
dengan gangguan peningkatan berat badan 2. Auskultasi bising
intestinal ditandai yang mengacu pada tujuan usus
dengan penurunan yang diinginkan, 3. Batasi makanan yang
berat badan, mendemostrasikan menyebabkan mual
penurunan nafsu keseimbangan nitrogen atau muntah. Hindari
makan, kejang po;sitif, bebas dari tanda- menghidangkan
perut, bising usus tanda malnutrisi dan makanan yang panas
hiperaktif, menunjukkan perbaikan dan yang susah untuk
keengganan untuk tingkat energy. ditelan
makan, peradangan 4. Tinjau ulang
rongga bukal. pemerikasaan
laboratorium, misal
BUN, Glukosa, fungsi
hepar, elektrolit,
protein, dan albumin.
5. Berikan obat anti
emetic misalnya
metoklopramid.
1. Resiko tinggi Kriteria hasil: 1. Pantau pemasukan oral
kekurangan volume dan pemasukan cairan
cairan berhubungan 1. Mempertahankan hidrasi sedikitnya 2.500
dengan diare berat dibuktikan oleh membrane ml/hari.
mukosa lembab, turgor 2. Buat cairan mudah
kulit baik, tanda-tanda diberikan pada pasien;

13
vital baik, keluaran urine gunakan cairan yang
adekuat secara pribadi. mudah ditoleransi oleh
pasien dan yang
menggantikan
elektrolit yang
dibutuhkan, misalnya
Gatorade.
3. Kaji turgor kulit,
membrane mukosa dan
rasa haus.
4. Hilangakan makanan
yang potensial
menyebabkan diare,
yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi,
kacang, kubis, susu.
Mengatur kecepatan
atau konsentrasi
makanan yang
diberikan berselang
jika dibutuhkan
5. Nerikan obat-obatan
anti diare misalnya
ddifenoksilat (lomotil),
loperamid Imodium,
paregoric.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI ”Petunjuk Pengembangan Program Nasional


Pemberantasan dan Pencegahan AIDS, Jakarta 1992.
2. Syarifuddin Djalil “PelayananLaboratorium Kesehatan Untuk Pemeriksaan
Serologis AIDS” AIDS; Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta 1989.
3. Soemarsono “Patogenesis, Gejala klinis dan Pengobatan Infeksi HIV” AIDS;
Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta
1989.
4. Wibisono Bing “Epidemologi AIDS” AIDS; Petunjuk Untuk Petugas
Kesehatan RI Jakarta 1989.

15

Anda mungkin juga menyukai